Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
KEPEMIMPINAN
(W.Mulati)
PENDAHULUAN
DEFINISI KEPEMIMPINAN
Apakah arti kepemimpinan? Menurut sejarah, masa “kepemimpinan” muncul pada abad 18. Ada
beberapa pengertian kepemimpinan, antara lain:
1. Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur
untuk mencapai tujuan bersama (Rauch & Behling, 1984, 46).
2. Kepemimpinan adalah sikap pribadi yang memimpin pelaksanaan aktifitas untuk mencapai
tujuan bersama ( Rauch & Behling, 1984,46)
3. Kepemimpinan adalah suatu proses yang memberi arti (penuh arti kepemimpinan) pada
kerjasama dan dihasilkan dengan kemauan untuk memimpin dalam mencapai tujuan (Jacobs
& Jacques, 1990, 281).
_______________________________________________________________
Manajer direfleksikan melalui hirarkhi yang kuat dimana kekuasan dan kewenangan ditentukan
suatu posisi yang disandangnya dalam suatu organisasi. Kerancuan ini disebabkan kurangnya
kejelasan peran dan fungsi dari keduanya. Pengertian manajemen dan leadership secara konsep
terpisah dan kini menjadi lebih jelas, mendefinisikan kepemimpinan lebih sulit, tetapi bila
diteliti perbedaan antara manager dan leader dikatakan bahwa manajer mengarah kepada ”
kekuatan “legimitasi dan kontrol” sedangkan leadership concern terhadap pemberdayaan
”empowerment” (Sofarrely & Brown,1998). Peran manager menjalankan organisasi sementara
itu peran leader melakukan perubahan (Posner&Kouzes, 1998). Benis (1990) menyatakan bahwa
leader adalah orang yang mengerjakan sesuatu yang benar “do the right thing” sedangkan
manager adalah orang yang mengerjakan sesuatu dengan cara yang benar do thing right dan
point dari keduanya didasarkan atas perbedaan nilai (values). Bertolak dari pemikiran tersebut
definisi dari leadershp menjadi berubah tanpa batas (Lancaster 1999). Contoh: bila anda percaya
bahwa leadership adalah sifat bawaan sejak lahir, atau kontras dengan pendapat menyatakan
bahwa kepemimpinan dapat dipelajari dan dipikirkan, maka anda akan menjadi tenang untuk
mendefinisikan dan menghubungkanya dengan pengembangan aspek-aspek tentang kemimpinan.
Sofarelli & Brown (1998) mengidentifikasi perbedaan peran antara manager dan leader dalam
matrik dibawah ini:
MANAGER LEADER
Selain memahami perbedaan peran antara manager dan pemimpin, maka lebih jauh dapat
didentifikasi indikator-indikator dapat dipergunakan untuk mengenali kepemimpinannya.Bila
seorang leader telah dikenali, timbul pertanyaan ” apakah orang ini dilahirkan sebagai leader
atau berpikir seperti seorang leader? .atau pertanyaan diganti menjadi ” apakah orang ini
membuat saya mengetahui bahwa dia seorang leader?” Jawaban ini terletak pada indikator –
indikator seorang pemimpin. Bertolak dari pemikiran tersebut definisi dari leadershp menjadi
berubah tanpa batas (Lancaster 1999). Contoh: bila anda percaya bahwa leadership adalah sifat
bawaan sejak lahir, atau kontras dengan pendapat menyatakan bahwa kepemimpinan dapat
dipelajari dan dipikirkan, maka anda akan menjadi tenang untuk mendefinisikan dan
menghubungkanya dengan pengembangan aspek-aspek tentang kemimpinan. Sofarelli & Brown
(1998) mengidentifikasi indikator – indikator kepemimpinan antara lain:
Pemimpin – mengkomunikasikan visinya, bekerja mencapai visi dengan cara-cara ethis, serta
menghargai nilai-nilai orang disekitarnya, menginspirasi dan memotivasi pengikutnya. Para
pengikutnya berespon serta dapat membangkitkan semangat menghadapi tantangan yang mereka
hadapi, karena pengikut mempercayainya dan yakin bahwa visi atau mimpi besar yang
digantungkan pemimpinnya akan dapat tercapai. .
Prinsip, sebagai paradigma terdiri dari beberapa ide utama berdasarkan motivasi pribadi dan
sikap serta mempunyai pengaruh yang kuat untuk membangun dirinya atau organisasi. Menurut
Stephen R. Covey (1997), prinsip adalah bagian dari suatu kondisi, realisasi dan konsekuensi.
Mungkin prinsip menciptakan kepercayaan dan berjalan sebagai sebuah kompas/petunjuk yang
tidak dapat dirubah. Prinsip merupakan suatu pusat atau sumber utama sistem pendukung
kehidupan yang ditampilkan dengan 4 dimensi seperti; keselamatan, bimbingan, sikap yang
bijaksana, dan kekuatan. Karakteristik seorang pemimpin didasarkan kepada prinsip-prinsip
(Stephen R. Coney) sebagai berikut:
mempunyai motivasi dan mempertahankan pekerjaan yang baik. Oleh karena itu, kepercayaan
kemanusiaan dan keseimbangan diri antara kerja dan olah raga, istirahat dan rekreasi.
Mencapai kepemimpinan yang berprinsip tidaklah mudah, karena beberapa kendala dalam
bentuk kebiasaan buruk, misalnya: (1) kemauan dan keinginan sepihak; (2) kebanggaan dan
penolakan; dan (3) ambisi pribadi. Untuk mengatasi hal tersebut, memerlukan latihan dan
pengalaman yang terus-menerus. Latihan dan pengalaman sangat penting untuk mendapatkan
perspektif baru yang dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan.
Mengembangkan kekuatan pribadi akan lebih menguntungkan dari pada bergantung pada
kekuatan dari luar. Kekuatan dan kewenangan bertujuan untuk melegitimasi kepemimpinan dan
seharusnya tidak untuk menciptakan ketakutan. Peningkatan diri dalam pengetahuan,
ketrampilan dan sikap sangat dibutuhkan untuk menciptakan seorang pemimpin yang berpinsip
karena seorang pemimpin seharusnya tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga emosional
(IQ, EQ dan SQ).
Tantangan pemimpin dimasa depan meliputi semakin komplek sehingga gaya kepemimpina
perlu penyesuaian. Mengapa kepemimpinan saat ini difokuskan kepada pelayanan kesehatan?
Bila system kesehatan international maupun nasional mulai menyadari hal ini, maka
kepemimpinan efektif (effective leadersip) sangat diperlukan. Focus pertimbangan adalah
bagaimana pengertian kepemimpinan dapat dipahami dengan baik?. Indikator – indicator
kepemimpinan telah memberi petunjuk yang berguna dalam mengenali jati diri kepemimpinan
seseorang lebih mudah dari pada mendefinisikannya. Gaya kepemimpinan transaksional yang
lama berubah kearah gaya yang lebih baik yaitu transformasional leadership. guna mempercepat
perubahan lingkungan yang menjamin pelayanan kesehatan yang efektif dan implikasinya bagi
dunia keperawatn.. Transfomational leadership merupakan peluang yang baik bagi para
pemimpin perawat yang telah lama mengembangkan kemampuan berkomunikasi efektif. Hal ini
akan mempermudah dan mempercepat dalam mengantisipasi perubahan. Peran kepemimpinan
dalam keperawatan menjadi semakain penting untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan,
Bila seorang pemimpin mengembangkan kemampuan interpersonal relationship termasuk sikap
mau mendengar dan memperhatikan pasien dan staf, mereka merasa dihargai dan responnya
akan memberikan pelayanan yang lebih baik. Jadi, peran management dan pendidikan dalam
mengembangkan kepemimpinan dalam keperawatan, bahwa manajer memiliki tanggung jawab
untuk menciptakan dan mendukung organisasi pembelajar (learning organization). Dilain
pihak para pendidik memiliki kesempatan untuk mengembangkan perawat pemimpin (Nurse
leader). Drucker (1996) menyatakan pemimpin yang efektif akan bersikap dengan cara yang
sama, dan pertanyaan yang muncul adalah ”apa yang perlu dilakukan? dan ” apa yang bisa
kukerjakan untuk membuat sesuatu menjadi berbeda?” Maka kepemimpinan itu bukan
menyangkut tentang sifat-sifat atau ketrampilan semata tetapi lebih kepada ” sikap atau
attitude” yang ditunjukkan dalam perilakunya. (West-Burnhan, 1997). Hal tersebut juga
didasarkan atas atas pandangan interaksional tentang leadership (King & Cunninghan,1995)
dimana leader dan pengikutkanya bersepakat untuk terlibat sebagai kelompok yang berproses.
Leader membutuhkan pengikut hanya sebanyak atau sejumlah sesuai dengan kebutuhan pengikut
terhadap leader. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya kepemimpinan digambarkan sebagai
interaksional terbaik yang melibatkan pemimpin dan pengikut. dalam suatu proses. King &
Cunningham (1995) menyatakan bahwa pendekatan interaksional ini dapat digambarkan dalam
dua type atau gaya.
KEPEMIMPINAN SITUASIONAL.
Paul Hersey & Kenneth H. Blanchard menyatakan kepemimpinan situasional dapat diterapkan
dalam berbagai jenis organisasi seperti usaha, industri, pemerintahan, militer, pendidikan
bahkan keluarga. Konsep kepemimpinan situasional dapat diterapkan dalam situasi apapun,
dimana terjadi orang-orang berusaha mempengaruhi perilaku orang lain. Konsep dasar
kepemimpinan situasional tidak ada satu cara terbaik untuk mempengaruhi perilaku orang lain,
faktor kunci dalam penerapannya terletak pada kemampuan penilaian tingkat kematangan
pengikut. Dalam kepemimpinan situasional tersirat adanya ” ide” bahwa seorang pemimpin
seyogyanya membantu bawahan untuk menumbuhkan kematangan sejauh yang dapat dan
mau dilakukan. David.C. McClelland melalui suatu peneliliannya, menemukan bahwa pertama,
orang -orang yang memiliki motivasi tinggi, memiliki karakteristik tertentu yang sama yaitu
termasuk memiliki kemampuan untuk menyusun tujuan tinggi tetapi masih terjangkau, lebih
menekankan prestasi pribadi dari pada imbalan atas keberhasilan dan keinginan untuk
memperoleh feedback atas tugas yang sudah dilakukan. Kedua dalam hubungannya dengan
pendidikan dan atau pengalaman dikatakan tidak ada perbedaan konseptual dari keduanya, orang
dapat memperoleh kematangan melalui tugas tertentu melalui pengalaman atau pendidikan atau
kombinasi keduanya. Ketiga pendidikan dan atau pengalaman mempengaruhi kemampuan dan
motivasi berprestasi dan selanjutnya akan mempengaruhi ”kemauan” Membahas konsep
kematangan dalam hubungannya dengan kemampuan dan kemauan harus dilihat sebagai konsep
dalam dua dimensi. yaitu:
Kematangan pekerjaan diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan sesuatu yang
berkaitan dengan pengetahuan dan ketrampilan. Orang-orang yang memiliki kematangan
pekerjaan tinggi dalam bidangnya, memiliki pengetahuan, kemampuan dan pengalaman
untuk melaksanakan tugas-tugas yang diberikan tanpa arahan dari orang lain.
Kematangan psikologis berhubungan dengan ”kemauan” atau motivasi untuk
melakukan sesuatu. Hal ini terkait dengan rasa yakin atau keikatan. Orang yang sangat
matang ”secara psikologis ” memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi dan keyakinan
terhadap diri sendiri serta merasa mampu mengerjakan pekerjaannya. Pada umumnya
orang-orang ini sangat menyenangi pekerjaannya dan menganggap pengawasan yang
ketat atau arahan/dorongan tidak perlu dilakukan terhadap dirinya karena telah yakin
dengan tugas/pekerjaannya.
Kadar kematangan pengikut tidak sama, dalam hal ini dapat dipilah Kepemimpinan situasional
didasarkan atas hubungan antara: (1) kadar bimbingan dan arahan disebut sebagai perilaku
tugas yang diberikan pemimpin. Prilaku tugas adalah kadar sejauh mana seorang pemimpin
menyediakan arahan kepada para pengikutnya, dengan cara memberitahukan kepada staf apa,
kapan dan bagaimana melakukannya, dalam hal ini pemimpin harus menyusun tujuan dan
menetapkan peranan mereka. (2) kadar dukungan sosioemosional disebut dengan perilaku
hubungan yang disediakan pemimpin; perilaku hubungan adalah kadar sejauhmana pemimpin
melakukan hubungan dua arah dengan para pengikutnya, menyediakan dukungan, dorongan dan
sambaran-sambaran psikologis seperti pujian yang bermakna yang memudahkan perilaku.
Terkait dengan itu, pemimpin seyogyanya aktif menyimak dan mendukung upaya pengikutnya
dalam pelaksanaan pekerjaan. dan (3) level kesiapan (kematangan) yang ditunjukkan oleh
pengikut (bawahan) dalam pelaksanaan tugas, fungsi dan tujuan tertentu. Untuk menentukan dan
menerapkan gaya kepemimpinan yang sesuai dapat dipilah kontinum kematangan kedalam
empat level: kematangan rendah (M1), rendah kesedang (M2), sedang ketinggi (M3) dan tinggi
(M4). Konsep ini dikembangkan bagi orang-orang yang sedang melakukan proses
kepemimpinan dan menjelaskan hubungan antara gaya kepemimpinan yang efektif dengan level
kematangan pengikut. Gaya kepemimpinan disesuaikan bagi masing-masing level kematangan
yang terkait dengan perilaku tugas dan perilaku hubungan. Untuk menentukan gaya
kepemimpinan yang akan diterapkan terhadap orang lain dalam situasi tertentu, maka harus
diperhatikan beberapa hal al:
Mengidentifikasi bidang-bidang aktifitas yang berbeda-beda dalam organisasi..
Mengidentifikasi dan menetukan level kematangan orang atau kelompok kerja tertentu (
mendiagnosis level kematangan)
Memutuskan gaya kepemimpinan yang sesuai bagi orang atau kelompok yang
bersangkutan dalam masing-masing bidang pekerjaannya.
Apabila tiga hal diatas telah ditentukan, maka penyesuaian gaya kepemimpinan yang diakukan
perlu dikaitkan dengan level kematangan masing-masing individu atau kelompok. Masing-
masing gaya kepemimpinan tersebut adalah sebagai berikut:
Memberitahukan (Telling) adalah gaya direktive ( G1) yang dilakukan pada level
kematangan pengikut yang rendah, yitu orang-orang yang tidak mampu dan tidak mau
(M1) memikul tanggung jawab, dengan kata lain tidak kompeten atau tidak yakin
melakukan sesuatu (pekerjaan). Gaya ini menyediakan arahan yang spesifik, mendetail,
apa, kapan dan bagaimana pekerjaan dilakukan. Gaya ini disebut sebagai perilaku tinggi
tugas dan rendah hubungan.
Menjajakan (Selling) adalah gaya menjajakan (G2) dilakukan bagi pengikut dengan
tingkat kematangan rendah kesedang (M2) yaitu orang yang tidak mampu tetapi mau
memikul tanggung jawab. Pemimpin melakukan komunikasi dua arah memberikan
penjelasan sehingga secara psikologis pengikut merasa memiliki andil dalam perilaku
yang diinginkan. Gaya ini disebut sebagai perilaku tinggi tugas dan tinggi hubungan.
Mengikut sertakan (Participating) adalah gaya partisipatif (G3) disediakan bagi pengikut
yang mampu tetapi tidak mau memikul tanggung jawab (M3)Ketidak mauan mereka
seringkali disebabkan karena tidak yakin atau tidak merasa aman. Namun ketidak mauan
mereka bisa disebabkan oleh hal lain yaitu motivasi. Saluran komunikasi dua arah perlu
disediakan pada level kematangan ini unntuk mendukung upaya pengikut menggunakan
kemampuannya. Gaya partisipatf yang suportif tetapi tidak direktif kemungkinan
efektifitasnya akan lebih tinggi pada level kematangan ini, karena pemimpin dan
pengikut berbagi tanggung jawab dalam pengambilan keputusan. Gaya ini disebut
sebagai perilaku tinggi hubungan dan rendah tugas.
Mendelegasikan (delegating) dilakukan bagi pengikut dengan tingkat kematangan tinggi
adalah pengikut yang mampu, mau, atau yakin untuk memikul tanggung jawab (M4).
Terhadap pengikut dengan level kematangan ini. Gaya kepemimpinan yang disediakan
berprofil rendah (G4), pemimpin menyediakan arahan dan dukungan rendah, dimana
pengikut diidentifikasi mampu melaksanakan sendiri pekerjaannya mulai perencanaan,
pelaksanaan pekerjaan dan menagambil keputusan hal mengapa, kapan dan dimana
dilaksanakan. Pengikut pada level ini secara psikologis matang oleh karena itu tidak
memerlukan kadar komunikasi dua arah terkait pekerjaannya. Gaya ini disebut perilaku
rendah tugas dan rendah hubungan. Namun dalam perjalanan kehidupan berbagai faktor
psikologis dapat berpengaruh dan sangat mungkin menurunkan level kematangan
pengikut, dalam hal ini pemimpin kembali menilai level kematangan yang telah dimiliki
dan penyesuaian gaya kepemimpinan relevan dengan level kematanangan saat ini perlu
dilakukan.
Secara ringkas dapat diuraikan perilaku keempat perilaku kepemimpinan sebagai brikut:
1. Memberitahukan (G1) adalah memberikan intruksi spesifik dan menyelia pelaksanaan
pekerjaan secara seksama.
2. Menjajakan (G2) adalah menjelaskan keputusan dan memberi kesempatan pengikut
memperoleh kejelasan
3. Mengikutsertakan (G3) melakukan tukar menukar ide dan memudahkan dalam
pengambilan keputusan.
4. Mendelegasikan (G4) mencakup mendelegasikan tanggung jawab pengambilan
keputusan dan pelaksanaan pekerjaan.
Dalam konsep kepemimpinan situasional ganjaran dengan penguatan positif (positive
reinforcement) serta dukungan sosioemosional perlu diberikan kepada pengikut pada level
rendah atau kurang matang dan mencapai level kematangan yang lebih tinggi. Apakah
kepemimpinan situasional dapat diterapkan secara berhasil? Suatu studi yang dilakukan A.
Gumpert`dan Ronald.K.Hambelton (1974) terhadap enam puluh lima manajer dalam bidang
penjualan, pelayanan administrasi dan staf fungsional menyimpulkan hasil studi mereka sbb:
Pertama, para manajer yang sangat efektif menunjukkan bahwa mereka memiliki
pengetahuan lebih banyak dan lebih sering menerapkannya kepemimpinan situasional
dari pada manajer yang kurang efektif
Kedua, semua manajer yang ikut serta dalam studi tersebut melaporkan bahwa
menerapkan kepemimpinan situasional meskipun tidak terlalu sering. Penemuan ini
menunjukkan bahwa pelatihan kepemimpinan situasional telah memiliki dampak
subtansial pada pekerjaan.
KESIMPULAN
Kepemimpinan situasional dapat diterapkan dalam berbagai jenis organisasi, dalam
berbagai situasi dimana terjadi proses orang-orang mempengaruhi perilaku orang lain
Konsep dasar kepemimpinan situasional tidak ada satupun cara terbaik untuk
mempengaruhi perilaku orang lain. Faktor kunci dalam penerapan kepemimpinan
situasional terletak kepada kemampuan penilaian tingkat kematangan pengikut
(bawahan) dan pemimpin melakukan penyesuaian berdasarkan kontinum level
kematangan pengikut atau bawahan. Keberhasilan penerapannya telah dilakukan para
pakar bahwa para manajer yang sangat efektif menunjukkan bahwa mereka memiliki
pengetahuan lebih banyak dan lebih sering menerapkannya kepemimpinan situasional
dibandingkan dengan manajer yang kurang efektif.
REFFERENSI
1. Modul 2 “ Pengembangan Manajemen Kinerja Klinis “ WHO & Depkes, 2003
2. Elizabeth Howkins & Cynthia Thornton “ Managing and Leadiong Innovation in
Health Care “ Balliere Tindall, Royal College of Nursing,, UK (2002).
3. Swasburg.A.C,“Management and Leadership for Nurse Manager” Jones and Barlett
Publisher International London England (1996)
4. Ann Marine-Tomey, RN,Ph.D,FAAN” Guide To Nursing Management and Leadership”
Mosby Year Book.Inc, 1996
5. Paul Hersey, Kenneth H. Blancard, Penterjemah Agus Darma .Ph.D, “Manajemen
Perilaku Organisasi: Pendayagunaan Sumber Daya Manusia” Penerbit Erlangga,
(1995)
6. Rosemary McMahon, Elizabeth Barton & Maurice Piot “ On Being In Charge,
A Guide to Management in Primary Health Care “ WHO Geveva 1992
7. Ann Marine-Tomey RN,Ph.D,FAAN, “ A Guide to Nursing Management and
Leadership” Mosby Company, USA ( 1992)
MATERI DASAR II