Вы находитесь на странице: 1из 7

20 Februari 2016 by eijeiai

ACARA VI

BAHAN ORGANIK TANAH

ABSTRAK

PRAKTIKUM BAHAN ORGANIK DILAKSANAKAN PADA HARI JUM’AT, 13 MARET 2015 DI


LABORATORIUM TANAH UMUM, JURUSAN TANAH, FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH
MADA YOGYAKARTA. PRAKTIKUM INI BERTUJUAN MENETAPKAN KADAR C-ORGANIK DAN KADAR
BAHAN ORGANIK TANAH. BAHAN ORGANIK ADALAH SEKUMPULAN BERAGAM SENYAWA ORGANIK
YANG SEDANG MAUPUN TELAH MENGALAMI DEKOMPOSISI, BAIK BERUPA HUMUS, SENYAWA
ANORGANIK DAN MIKROORGANISME. CONTOH TANAH YANG DIGUNAKAN ADALAH VERTISOL,
RENDZINA, ULTISOL, ALFISOL DAN ENTISOL. METODE YANG DIGUNAKAN ADALAH METODE WALKLEY
AND BLACK. DARI HASIL PRAKTIKUM, DIKETAHUI BAHWA SETIAP JENIS TANAH MEMILIKI KADAR C-
ORGANIK DAN BAHAN ORGANIK YANG BERBEDA-BEDA. SEMAKIN TINGGI KADAR C-ORGANIKSUATU
TANAH, MAKA SEMAKIN BESAR PULA KADAR BAHAN ORGANIK TANAH DAN SEBALIKNYA.
BERDASARKAN HASIL PERCOBAAN, KADAR BAHAN ORGANIK TANAH VERTISOL6,03%, RENDZINA
7,60%, ULTISOL 3,8%, ALFISOL 3,62 % DAN TANAH ENTISOL 1,43%.

KATA KUNCI: BAHAN ORGANIK, C-ORGANIK, NISBAH C/N, METODE WALKLEYAND BLACK.

PENGANTAR

Bahan organik merupakan bahan di dalam atau permukaan tanah yang berasal dari sisa tumbuhan,
hewan dan manusia baik yang telah mengalami dekomposisi. Bahan organik biasanya berwarna cokelat
dengan sifat koloid dikenal dengan humus. Humus terdiri dari bahan organik halus yang berasal dari
hancuran bahan organik kasar dan senyawa-senyawa baru yang terbentuk dari peristiwa tersebut
melalui aktivitas mikroorganisme dalam tanah. Humus terdiri dari asam humat, asam fulvik dan humin.
Asam humat (humicacid) merupakan bahan amorf berwama gelap yang dapat diekstrak dari
tanahdengan berbagai pelarut seperti basa kuat, garam netral dan tidak larut dalam asam encer. Hal ini
menunjukkan bahwa asam humat mengandung terutama grup fungsional masam (acidic functional
group) seperti phenolik atau grup karboksilik. Asam humatterdiri atas molekul dengan berat molekul
berkisar 20.000 s/d 1.360.000. Asam fulvik (fulvic acid) merupakan bagian bahan organik yang setelah
asam humat diekstraksikandengan basa kuat tetap berada di dalam larutan. Ini menunjukkan bahwa
asam fulvik mengandung grup fungsional masam dan basis karena bahan ini tetap berada dalam larutan
setelah pemasaman. Asam fulvik terdiri atas molekul organik dengan beratmolekul berkisar antara 275-
2.100. Asam ini dianggap berasala dari produk pembusukan tanamantinggi dan residu mikrobia. Humin
merupakan fraksi tidak larut dalam basa kuat (Siradz, 2003).

Bahan organik terdiri dari bahan yang berasal dari jaringan tanaman dan hewan, baik yang masih hidup
maupun telah mati, pada berbagai tatanan dekomposisi. Pada bahan organik terdapat bahan yang telah
mengalami dekomposisi baik sebagian maupun seluruhnya, yang telah mengalami humifikasi maupun
belum (Fontaine et al, 2004).
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya bahan organik tanah antara lain iklim, tipe penggunaan
lahan, relief dan bentuk lahan dan kegiatan manusia. Iklim berpengaruh pada kelajuan dekomposisi
tanah. Tipe penggunaan lahan mempengaruhi ketersediaan sumber bahan organik, sehingga tiap-tiap
lahan akan memiliki kandungan bahan organik yang berbeda. Relief dan bentuk lahan mempengaruhi
proses akumulasi dan pencucian bahan organik pada tanah. Kegiatan manusia seperti penambahan
pupuk dan bahan ameliorasi mempengaruhi kandungan bahan organik tanah. Apabila kandungan bahan
organik dalam tanah telah diketahui, maka jenis tanaman yang akan ditanam dapat disesuaikan dan
diketahui kondisi kesuburan suatu tanah bahkan lahan (Siradz, 2003).

Bahan organik dapat merekatkan butiran lepas pada tanah dan sebagai sumber utama nitrogen, fosfor
dan belerang. Bahan organik cenderung mampu meningkatkan jumlah air yang dapat ditahan dalam
tanah dan jumlah air yang tersedia pada tanaman. Selain itu, bahan organik merupakan sumber energi
bagi jasad mikro. Ketiadaan bahan organik akan menghentikan kegiatan biokimia (Supriyadi, 2008).

Kandungan bahan organik dipengaruhi oleh akumulasi bahan asli dan dekomposisi dan humifikasi yang
tergantung pada lingkungan (iklim, batuan, vegetasi, timbulan dan praktisi pertanian). Arus dekomposisi
jauh lebih penting daripada jumlah bahan organik yang ditambahkan. Pada wilayah tropika, walaupun
pertumbuhan vegetasi cukup intensif dan banyak bahan organik yang ditambahkan dalam tanah, namun
sulit untuk meningkatkan akumulasi bahan organik tanah karena proses dekomposisi berjalan dengan
cepat. Berbeda dengan wilayah tundra yang mempunyai pertumbuhan tanaman rendah, sehingga
akumulasi humus terjadi cukup tinggi. Akumulasi bahan organik terjadi dalam bentuk gambut karena
terhambatnya proses dekomposisi akibat kondisi yang tergenang air (Susanto, 2005).

Bahan organik memiliki pengaruh dalam pembentukan struktur tanah yang baik bagi pertumbuhan
tanaman sehingga dapat memperbaiki pengairan, penetrasi akar dan meningkatkan ketahanan terhadap
erosi. Pengaruh kandungan bahan organik terhadap sifat-sifat tanah dan akibatnya terhadap
pertumbuhan tanaman yaitu sebagai granulator (memperbaiki struktur tanah), menambah kemampuan
tanah untuk menahan air, kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara (kapasitas tukar kation
tanah menjadi tinggi) dan sebagai sumber energi bagi mikroorganisme. Tanah yang banyak mengandung
bahan organik adalah tanah-tanah lapisan atas (top soil). Semakin ke lapisan bawah tanah makan
kandungan bahan organik semakin berkurang, sehingga tanah semakin kurus. Oleh karena itu top
soilperlu dipertahankan (Hardjowigeno, 1992).

Lapisan top soil biasanya cukup banyak mengandung bahan organik dan biasanya berwarna gelap
karena penimbunan (akumulasi bahan organik tersebut). Lapisan dengan ciri demikian sudah umum
dianggap sebagai daerah utama penimbunan bahan organik yang disebut tanah atas atau tanah
olah. Subsoil adalah tanah yang berada pada bagian bawah top soil. Subsoil mengalami cukup
pelapukan, mengandung sedikit bahan organik. Lapisan organik yang berlainan itu terutama dalam
tanah yang sudah mengalami pelapukan di daerah lembah (Buckman, 1982).

Pada tanah dengan drainase buruk, dimana air berlebih, oksidasi terhambat karena kondisi aerasi yang
buruk. Hal ini menyebabkan kadar bahan organik dan N tinggi daripada tanah berdrainase baik.
Disamping itu vegetasi penutup tanah dan adanya kapur dalam tanah juga mempengaruhi kadar bahan
organik tanah. Vegetasi hutan akan berbeda dengan padang rumput dan tanah pertanian. Faktor-faktor
ini saling berkaitan, sehingga sukar menilainya sendiri. (Hakim et al, 1986).
Kandungan bahan organik tanah berkisar antara 0,5 – 5% pada tanah-tanah mineral dan mencapai 98%
pada tanah gambut/organik. Untuk menetapkan kualitas bahan organik, salah satunya digunakan
parameter nisbah C/N. Kandungan bahan organik dalam tanah dapat diukur berdasarkan kandungan C-
organik. Kandungan karbon (C) bahan organik bervariasi antara 45-60% (rata-rata 50%) dan konversi C-
organik menjadi bahan organik = % C-organik x 1,724. Tanah-tanah pertanian biasanya mengandung
bahan organik dengan nisbah C/N antara 8 hingga 10 (Foth et al, 1972).

Total dan kandungan bahan organik yang berbeda dalam ukuran di agregat tanah dapat digunakan
sebagai indikator kegunaan suatu lahan. Kandungan bahan organik dalam tanah adalah jumlah fraksi
lain dari bagian-bagian dekomposisi material
tumbuhan, fungalhypae, spores, dan pollengrains mempunyai angka recycling cepat dan disosiasi
dengan mikrobial dan partikel agregat tanah. Kandungan bahan organik terbentuk sejak makroagregat
dan mikroagregat formation terproses dan lebih stabil fisik tanah dengan itu (Mandiola, et al, 2011)

Bahan organik tanah sangat berpengaruh terhadap kesuburan tanah dan produksi biomassa tanaman.
Kualitas bahan organik merupakan salah satu kunci dalam menjaga kelestarian tanah, tanaman dan
lingkungan. Dalam proses dekomposisi, mikroorganisme bawah tanah memanfaatkan senyawa karbon
dalam bahan organik untuk memperoleh energi dengan hasil sampingan berupa CO2. Hal ini
menyebabkan selama dekomposisi, kadar C bahan organik akan berkurang sehingga nisbah C/N semakin
rendah (Wijanarko et al, 2012).

METODOLOGI

Praktikum Acara IV dengan judul “Bahan Organik Tanah” ini dilakukan di Laboratorium Tanah Umum,
Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Pada percobaan ini, alat yang
digunakan antara lain labu takar 50 ml, pipet volume 10 ml, pipet volume 5 ml, gelas ukur 10 ml, labu
Erlenmeyer 50 ml, dan buret. Bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu contoh tanah kering
udara diameter 0,5 mm, garam kalium dikromat 1 N (K2Cr2O7 1 N), asam sulfat pekat (H2SO4 pekat),
garam besi (II) sulfat 1 N atau fero sulfat 1 N (FeSO4), dan indikator difenilamin.

Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah metode Walkleyand Black. Tahapan yang dilakukan
dalam metode ini adalah tahapan antara, yang artinya kandungan bahan organik ditentukan oleh besar
C-organik hasil titrasi kemudian dikalikan dengan konstanta tertentu. Contoh tanah kering udara dengan
diameter 0,5 mm ditimbang seberat a gram lalu dimasukkan ke dalam labu takar 50 ml dan ditambahkan
10 ml K2Cr2O7 1 N dengan pipet volume 10ml. selanjutnya, 10 ml H2SO4 pekat ditambahkan secara
perlahan lalu digojok dengan gerakan memutar dan mendatar. Setelah itu, larutan didiamkan selama 30
menit agar dingin dan setelah dingin ditambahkan 2-3 tetes indikator difenilamin. Lalu, ditambahkan air
aquadest hingga volume 50 ml dengan botol pancar. Labu takar lalu ditutup dan kemudian digojok
sampai homogen dan tanah dibiarkan mengendap. Larutan jernih diambil sebanyak 5 ml dengan pipet
volume 5 ml, lalu dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 50ml dan ditambahkan 15 ml aquadest. Setelah
itu, larutan tersebut dititrasi dengan FeSO4 1N hingga warnanya menjadi kehijauan dan dicatat volume
titrasinya. Langkah tersebut diulangi untuk keperluan blanko tanpa tanah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Kandungan Bahan Organik pada berbagai Jenis Tanah


Jenis Tanah Bahan Organik (%)

Vertisol 6,03

Rendzina 7,68

Ultisol 3,18

Alfisol 3,62

Entisol 1,43

Hancuran senyawa-senyawa organik dalam tanah sebagai sumber kandungan bahan organik dalam
tanah bersifat pereduksi, maka dapat dioksidasikan oleh kalium dikromat berlebih. Sisa kalium dikromat
kemudian direduksikan kembali oleh ferrosulfat. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan
kadar bahan organik dalam masing-masing jenis tanah yaitu struktur tanah, kadar lengas, keragaman
dan aktivitas organisme tanah serta ketersediaan unsur hara. Struktur tanah mempengaruhi dari segi
keliatan tanah. Semakin liat tanahnya, makin tinggi kadar bahan organik dan N tanah. Tanah yang
berpasir memungkinkan oksidasi terjadi dengan baik sehingga bahan organiknya cepat terlapukkan.
Kadar lengas yang berbeda-beda pada tiap jenis tanah mengakibatkan kadar bahan organik tiap tanah
berbeda-beda. Keragaman dan aktivitas organisme tanah mempengaruhi ketersediaan bahan yang akan
dihumifikasi menjadi humus yang merupakan bahan organik tanah. Unsur hara yang tersedia pada tanah
mempengaruhi reaksi-reaksi dekomposisi bahan organik tanah.

Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi kadar bahan organik tanah meliputi kedalaman lapisan tanah,
faktor iklim, drainase dan relief. Kedalaman lapisan menentukan kadar bahan organik dan kadar N
dalam tanah. Kadar bahan organik terbanyak ditemukan di lapisan atas setebal 20 cm (15-20%), maka
semakin dalam lapisan tanah, semakin sedikit bahan organik yang terdapat. Hal ini disebabkan
akumulasi bahan organik yang terkonsentrasi pada lapisan atas (top soil). Faktor iklim yang berpengaruh
adalah suhu dan curah hujan. Curah hujan mempengaruhi pelarutan dan pengangkutan bahan kimia
tanah, garam maupun tekstur tanah tersebut. Semakin rendah suhu, maka semakin rendah kandungan
bahan organik dalam tanah. Sedangkan, pada suhu yang tinggi, reaksi kimia yang terjadi akan
berlangsung lebih cepat dan tanah akan lebih cepat mengalami pelapukan hingga bahan organiknya
habis. Kelembaban efektif yang meningkat, akan meningkatkan kadar bahan organik dan N pada tanah.
Hal itu menunjukkan adanya hambatan pada kegiatan organisme tanah. Tanah dengan drainase yang
buruk, dimana airnya berlebih, akan menghambat proses oksidasi pada tanah. Hal ini menyebabkan
kadar bahan organik dan N menjadi rendah. Disamping itu vegetasi penutup tanah dan adanya kapur di
dalam tanah juga mempengaruhi kadar bahan organik tanah. Relief mempengaruhi akumulasi dan
pencucian bahan organik pada tanah. Pada daerah lereng yang curam yang sering terjadi erosi,
menyebabkan bahan organiknya terbawa erosi. Penggunaan lahan mempengaruhi kandungan bahan
organik, misalnya antara tanah perkebunan dan hutan memiliki kadar bahan organik yang berbeda.

Pada praktikum ini, didapat kadar bahan organik tanah Rendzina paling tinggi yaitu sebesar 7,68%,
selanjutnya diikuti oleh Vertisol 6,03%, Alfisol 3,62%, Ultisol 3,18% dan paling rendah adalah Entisol
1,43%. Sebagian besar kandungan bahan organik tanah hasil percobaan ini tidak sesuai jika
dibandingkan dengan hasil pada jurnal penelitian yang telah dilakukan. Menurut Alexander (2013),
kadar bahan organik dalam Vertisol adalah lebih dari 1 %. Kelebihan kadar bahan organik ini dapat
dipengaruhi oleh jenis-jenis legume yang mampu tumbuh pada tanah, yang kemudian
mampu mengambil unsur dari subsonik dan mengembalikannya dalam bentuk serasah sebagai
penyumbang bahan organik tanah (Adinugraha, 2013). Sedangkan, kadar bahan organik Rendzina
mencapai 12 % karena mengandung banyak humus pada lapisan-lapisan tanahnya (Alexander, 2013).
Selanjutnya Ultisol pada umumnya mengandung bahan organik sekitar 5-9%, karena proses dekomposisi
berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi (Prasetyo &Suriadikarta, 2006). Alfisol memiliki kadar bahan
organik berkisar 2-3% (Adeleye, 2010) karena tanahnya yang sedikit asam sehingga dekomposisinya
belum sempurna dibandingkan Ultisol. Entisol memiliki kadar organik terendah sekitar 1% (Munir, 1995)
karena Entisol merupakan tanah yang masih muda, sehingga belum mengalami banyak dekomposisi dan
mengandung banyak pasir.

Hubungan kandungan bahan organik dalam tanah dengan kesuburan tanah dapat dilihat dari sifat fisika,
kimia dan biologi tanah. Peranan bahan organik tanah untuk sifat fisik tanah yaitu sebagai perekat antar
partikel tanah dan bersatu menjadi agregat tanah, maka kemampuan tanah untuk menahan air akan
meningkat. Mekanisme pembentukan agregat tanah oleh bahan organik juga dapat meningkatkan
populasi mikroorganisme tanah baik berupa jamur maupun actinomycetes. Pada tanah bertekstur halus
(lempungan), saat basah akan memiliki kelekatan dan keliatan yang tinggi, sehingga ketika ditambahkan
bahan organik akan lebih mudah diolah karena tidak mudah retak. Selain itu, penambahan bahan
organik akan mengurangi terjadinya erosi karena agregatnya yang semakin pekat dan dapat menahan
air.

Pada sifat kimia tanah, kandungan bahan organik tanah akan mempengaruhi tingkat daya serap tanah
dan Kapasitas Pertukaran Kation (KPK) menjadi lebih tinggi. Jika nilai KPK tinggi, maka unsur hara akan
tetap ditahan dalam tanah. Proses mineralisasi hasil perombakan bahan organik akan menghasilkan
unsur hara lengkap berupa N, P, K, Ca, Mg dan S maupun unsur hara mikroorganisme. Tetapi hara yang
dilepas akan didominasi oleh N, P, S dan lebih banyak digunakan oleh tanaman. Kandungan bahan
organik juga mempengaruhi pH tanah. pH tanah akan turun apabila bahan organik masih mengalami
proses dekomposisi karena melepas asam. Sebaliknya, apabila ditambahkan pada tanah yang
mengandung Al akan meningkatkan pH tanah tersebut karena asam organik hasil dekomposisi akan
membentuk senyawa kompleks sehingga Al tidak terhidrolisis lagi. Peningkatan pH juga dapat
disebabkan oleh kation-kation hasil mineralisasi berupa basa.

Apabila ditinjau dari sifat biologinya, kandungan bahan organik dalam tanah akan meningkatkan
aktivitas maupun populasi mikroorganisme dalam tanah, terutama yang berkaitan dekomposisi dan
mineralisasi bahan organik. Hal tersebut dapat terjadi karena bahan organik menyediakan unsur C
(karbon) yang merupakan konsumsi mikroorganisme tanah. Selain itu, bahan organik juga
mempengaruhi aktivitas biologisberupa senyawa perangsang tumbuh seperti auksin dan vitamin.
Senyawa-senyawa ini alam tanah berasal dari eksudat tanaman, pupuk kandang, pupuk kompos, sisa
tanaman, dan hasil aktivitas mikroba. Bahan organik dengan nilai bobot molekul rendah dan konsentrasi
rendah seperti bikarbonat memiliki sifat senyawa perangsang tumbuh. Maka dari itu, berdasarkan sifat
fisika, kimia, dan biologinya, kandungan bahan organik dalam tanah sangat bermanfaat pada bidang
pertanian karena mengandung zat-zat yang dibutuhkan oleh tanaman. Ketersediaan bahan organik
sangat dibutuhkan karena mengandung zat tumbuh dan vitamin yang dapat diserap langsung oleh
tanaman.
Dalam penetapan ini, digunakan beberapa jenis khemikalia yaitu garam K2Cr2O7 yang berfungsi sebagai
oksidator bahan organik. Sisa K2Cr2O7 yang berlebih akan direduksi kembali oleh ferrosulfat (FeSO4).
Penambahan asam sulfat pekat yaitu sebagai pelepas karbon (C) pada bahan organik yang terkandung
dalam tanah. Karena pada penetapan ini merupakan reaksi bolak-balik (reversibel), maka digunakan
indikator difenilamin yang dapat bereaksi secara oksidasi maupun reduksi. Selain sebagai pelepas
karbon, asam sulfat pekat juga digunakan sebagai pelarut difenilamin karena sulit larut dalam air.

Dari pereaksi-pereaksi tersebut dapat dilihat bahwa metode yang digunakan dalam penetapan ini yaitu
metode Walkleyand Black. Metode ini mudah dilakukan dan memiliki ketelitian yang tinggi (100/77).
Metode ini menggunakan garam kalium dikromat untuk menentukan C-organik hasil titrasi dan
dilakukan dalam laboratorium. Akan tetapi hasil oksidasi dari metode ini tidak dapat mencapai hasil
yang optimal, karena metode ini hanya mampu mengoksidasi bahan organic antara 60-70%. Bila
dibandingkan dengan metode uji cepat, metode Walkley and Black memiliki kelebihan diantaranya
metode ini dapat mengekstrak berbagai bentuk hara, pengukurannya menggunakan perubahan warna
(kualitatif) dan ketelitiannya yang lebih tinggi, serta dapat menggunakan berbagai jenis bahan kimia.
Namun disisi lain, metode Walkleyand Black memiliki kekurangan dibandingkan dengan metode uji
cepat yaitu waktu yang dibutuhkan lebih lambat.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapat pada praktikum kali ini adalah kandungan bahan organik tanah Vertisol 6,03%,
Rendzina 7,68%, Ultisol 3,8%, Alfisol 3,62% dan Entisol 1,43%. Faktor yang mempengaruhi kandungan
bahan organ tanah adalah kedalaman tanah. Iklim, tekstur, relief, drainase dan kegiatan manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Adeleye, E.O., Ayeni, L.SandOjeniyi, S.O. 2010. Effect of Poultry Manure on Soil Physico-Chemical
Properties, Leaf Nutrient Contentsand Yield of Yam (Dioscorearotun data) on Alfisolin Southwestern
Nigeria. Journal of American Science, 6(10) : 871-878.

Adinugraha, H.A. 2013. Tanah Vertisol : Sebaran, Problematika dan Pengelolaannya. Informasi Tanaman
Kehutanan, : 1-11.

Alexander, E.B. 2013. Soilsin Natural Landscapes. CRC Press, London.

Buckman, H.O. 1982. Ilmu Tanah. Bharat Karya Aksara, Jakarta.

Darmawijaya. 1997. Klasifikasi Tanah. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Fontaine, S., G.Bardoux, L. Abbadie, and Mariotti. 2004. Carbon input to soil may decrease carbon
content. Ecology Letters, 7: 314-320.

Foth, N. D., and L. M. Turk. 1972. Fundamentals of Soil Science 5thedition. Jhon Willeyand Sons, Inc, New
York.

Hardjowijono, S. 1992. Ilmu Tanah. PT Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.

Hakim, N. Nyakpa. M.Y, A.M. Lubis. S.G, Nugroho. M. R, Saul. M.A, Diha. G Ban Hong dan H.M. Bailey.
1986. Dasar – Dasar Ilmu Tanah, Universitas Lampung.
Mandiola, M.G.A. Studdeert, G.F. Dominguez, C.C. Videla. 2011. Organic matter distributif Ni agregat
sizes of a mollisol under contrasting management. Journal of Soil Science and Plant Nutrition, 11 : 41-57.

Munir, M., 1996. 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia. Karakteristik, Klasifikasi dan Pemanfaatannya.
Pustakajaya, Jakarta.

Prasetyo, B. H. dan D. A. Suriadikarta. 2006. Karakteristik potensi, dan teknologi pengelolaan tanah
ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian, 25: 39—47.

Susanto, Rachman. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah Konsep dan Kenyataan. Kanisius, Yogyakarta.

Siradz, S.A. 2003. Genesis, Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian UGM,
Yogyakarta.

Tangketasik, Agustina., Wikarniti, Ni Made., Soniari, Ni Nengah dan Narka, I Wayan. 2012. Kadar bahan
organik tanah pada tanah sawah dan tegalan di Bali serta hubungannya dengan tekstur tanah. Agritop
(Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian), 2 : 101-107.

Triyono, Kharis. 2007. Pengaruh sistem pengolahan tanah dan mulsa terhadap konservasi sumber daya
tanah. Jurnal Inovasi Pertanian, 6 : 11-21.

Wijanarko, Andi., Purwanto, Benito Heru., Shieddiq, Djafar dan Indradewa, Didik. 2012. Pengaruh
kualitas bahan organik dan kesuburan tanah terhadap mineralisasi nitrogen dan serapan N oleh
tanaman ubi kayu di ultisol. Jurnal Perkebunan dan Lahan Tropika, 2 : 1-14

Вам также может понравиться