Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian delta menurut Reineck dan Singh (1975) adalah massa sedimen baik
subaerial maupun submerged yang terendapkan pada tubuh air (laut atau danau) terutama
oleh aktivitas sungai. Dalam kamus Oceanografi (Setiyono,1996) dijelaskan bahwa delta
merupakan endapan sedimen yang berasal dari daratan yang terbentuk di muara sungai
berbatasan dengan laut ataupun danau. Kemudian Selby (1985) mendefinisikan delta
sebagai dataran rendah yang hampir rata, terletak di muara sungai tempat endapan
wilayah pesisir, baik yang subaquenous dan subaerial, materialnya berasal dari endapan
sungai maupun endapan sekunder dari laut yang dibentuk oleh berbagai agen, seperti
proses fluvial dan marin sehingga dinamika delta tidak terlepas dari dua hal di atas. Hal
ini ditunjukan oleh maju atau mundurnya garis pantai delta, yakni maju pada bagian yang
mendapatkan imbuhan sedimen dan mundur pada bagian yang mengalami abrasi. Kuat
lemahnya pengaruh proses marin dan proses fluvial mempengaruhi jenis delta yang
terjadi. Apabila pengaruh proses fluvial lebih kuat dibanding proses marin, maka akan
terbentuk Delta Kipas (lobate) dan Delta Kaki Burung (elongate) yang termasuk high
constructive deltas. Jika pengaruh proses marin lebih kuat maka akan terbentuk Delta
17
DELTA ELONGATE
DELTA LOBATE
DELTA CUSPATE
Dari beberapa definisi tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa delta
terbentuk di muara sungai dan sangat tergantung pada jumlah material sedimen yang
diendapkan di daerah tersebut dan proses hidrodinamika yang terjadi di daerah tersebut.
bahan organik yang mempunyai ukuran butir tertentu (Pethick, 1984). Menurut
Dackombe dan Gardiner (1983), kebanyakan sumber dari material sedimen adalah
daratan, dimana erosi dan pelapukan batuan berperan terhadap pengikisan daratan dan
ditransportasikan ke laut. Sedimen pantai menurut Pethick (1984) berasal dari tiga
18
sumber, yaitu erosi sungai, erosi pantai, dan erosi dasar laut, dimana pada kenyataannya
justru sungai yang memberikan suplai yang relatif besar (kurang lebih 90%) terhadap
transport sedimen yang terjadi di pantai. Hampir semua keping dan serpihan batu yang
merupakan pecahan batu padat permukaan bumi mengendap di suatu tempat sebagai
sedimen. Lingkungan pengendap berbeda satu sama lain dan sangat mempengaruhi ciri
sedimen yang dihasilkan. Lingkungan tempat pengendapan beragam dari lereng curam
pegunungan, lembah sungai, pantai sampai dasar laut dangkal di pinggir pulau dan laut
Wright (1978) membagi delta menjadi enam tipe. Tipe pertama berkembang pada
lingkungan yang mempunyai julat pasang surut rendah, arus sepanjang pesisir rendah,
serta material halus sebagai suspended load lebih dominan, akan cenderung membentuk
delta tipe kaki burung. Tipe kedua berkembang pada tempat yang terpengaruh energi
gelombang rendah, dasar pesisir dangkal, tetapi mempunyai julat pasang-surut tinggi,
sehingga meninggalkan bentuk yang lebar. Tipe ketiga di bawah pengaruh energi
gelombang sedang, julat pasang-surut tinggi, serta arus sepanjang pesisir rendah,
sehingga akan meninggalkan bentuk kenampakan beach sands pada saluran sungai dan
pengaruh energi gelombang yang sedang, dasar pesisir sangat datar, julat pasang-suurut
rendah, sehingga meninggalkan bentuk barriers sands dan membentuk semacam lagoon
sebagai wadah perkembangan delta lebih lanjut. Tipe kelima berkembang pada tempat
yang terpengaruh oleh energi gelombang yang besar, topografi dasar pesisir miring. Tipe
keenam di bawah pengaruh energi gelombang yang sangat besar dengan arus pesisir yang
19
Untuk lebih jelasnya gambaran bentuk masing-masing delta tersaji dalam
Gambar 2 sebagai berikut.
Rendah, Arus pantai kecil, Rendah, Arus pantai kecil, sedang, Arus pantai kecil,
material suspensi tinggi Julat Pasang surut tinggi Julat pasang surut tinggi
Sedang, Arus pantai kecil, Tinggi, Arus pantai kecil, Tinggi, Arus pantai besar,
Julat Pasang surut rendah Julat Pasang surut tinggi dasar pantai miring
pengaruh proses fluvial, proses gelombang dan pengaruh pasang surut terhadap berbagai
tipe delta yang terbentuk di dunia. Bila pengaruh proses fluvial dominan maka delta akan
cenderung berbentuk Delta Kaki Burung, seperti misalnya Delta Mississipi, USA. Bila
pengaruh fluvial dan gelombang hampir seimbang maka akan membentuk Delta Cuspate,
seperti misalnya Delta Sungai Ebro, Spanyol. Tetapi bila pengaruh fluvial dan pasang
surut hampir seimbang maka akan membentuk Delta Kipas seperti Delta Mahakam di
Kutai Kalimantan.
20
Gambar 3. Tipe Delta dalam Hubungannya dengan Tenaga Fluvial, Gelombang dan
Pasut (Sumber: Summerfield, 1991).
Menurut Davis (1978), arus sungai yang memasuki air laut akan mengalami
sedimen berbutir kasar akan diendapkan terlebih dahulu dekat dengan sungai, sedangkan
material yang lebih halus akan diendapkan jauh dari muara sungai. Secara teoritis urutan
21
pemilahan sedimen pada muara sungai menuju ke arah laut adalah: pasir, lanau atau debu,
dan lempung. Bird (2006) menyatakan bahwa sedimen yang mengendap pada delta
mempunyai struktur baji yang berasal dari sungai dan berselingan dengan sedimen laut
yang pada umumnya berasal dari daratan, tetapi diendapkan kembali di delta oleh arus
material dan aktivitas pada wilayah pengendapan. Reineck dan Singh (1975) menyatakan
bahwa kenampakan delta terkontrol oleh morfologi pesisir, arah dan intensitas
gelombang, tingkat pengangkutan sedimen pesisir, serta julat pasang surut. Faktor-faktor
tumbuh cepat besar, karena sungai membawa banyak bahan endapan, contohnya Delta
Missisippi dan Delta Mahakam di Kalimantan Timur yang tersaji pada Gambar 4. Delta
Mahakam terjadi karena tingginya muatan sedimen dan kuatnya dorongan masa air
Sungai Mahakam ke arah laut, maka karakter Delta Mahakam adalah ’fresh-water
dominated delta ecosystem’. Mencermati bentuk delta yang dapat mengembang ke semua
arah menandakan bahwa tidak terdapat tahanan kuat dari masa air laut. Apabila ada
tekanan suatu arus dari arah tertentu, maka bentuk delta akan berbelok mengikuti arah
22
Gambar 4. Bentuk Delta Kaki Burung (lobben) dan Delta Mahakam
(Sumber: Hartoko, 2010).
bahwa energi gelombang yang datang relatif kuat dengan arah tegak lurus ke arah pantai,
sehingga material sedimen yang berasal dari sungai akan didistribusikan secara merata ke
arah kanan dan kiri muara. Keadaannya cenderung tetap (tidak bertambah besar),
misalnya Delta Tiger dan Sungai Nil sebagaimana tersaji pada Gambar 5.
Gambar 5. Bentuk Delta Sungai Nil dan Delta Tiger (Sumber : Hartoko, 2010).
23
c) Delta Runcing, bentuknya runcing ke atas menyerupai kerucut. Delta ini
makin lama makin sempit. Bentuk semakin menyempit dikarenakan semakin lemahnya
energi masa air sungai dan karena pantai yang sangat landai. Contoh adalah Delta
d)
Gambar 6. Bentuk Delta Runcing Sidoarjo Jatim dari Landsat_ETM 1994 dan 2002
(Sumber : Hartoko, 2010).
e) Estuaria, yaitu bagian yang rendah dan luas di mulut sungai. Contoh seperti
pada Laguna Segara Anakan, Cilacap Jawa Tengah yang tersaji dalam Gambar 7 berikut.
A B
24
f) Delta Berbelok, biasanya pertemuan sungai dan pantai samudera laut dalam.
Delta berbelok terjadi karena tekanan arus dari laut sangat besar sehingga aliran
sungai tidak dapat masuk ke arah laut dalam. Contohnya adalah pada Delta Pantai
Ayah Kebumen yang ada di Pantai Selatan Jawa sebagaimana tersaji pada Gambar 8
berikut.
Gambar 8. Pantai Estuaria Ayah Kebumen yang Berbelok di Pantai Selatan Jawa
(Hartoko, 2010).
Berbagai macam tipe delta tersebut secara umum mempunyai kondisi fisiografis
yang universal yaitu dibagi menjadi dua: (1) delta bagian bawah (subaqueous delta) yaitu
bagian delta yang tenggelam pada waktu pasang surut rendah, dan merupakan bagian
terdepan dengan material terdiri dari material endapan halus, (2) delta bagian atas
(subaerial delta), yaitu daratan di atas batas pasang surut rendah yang terbagi atas daratan
di atas batas pasang surut rendah. Daerah ini terbagi atas daratan delta bawah (lower
delta plain) yang masih terpengaruh interaksi sungai dan marin membentang ke arah
darat sampai batas pengaruh pasang surut merupakan bagian delta yang aktif dan daratan
25
delta atas (upper delta plain) yang merupakan bagian lebih tua dan diluar pengaruh
pasang surut atau marin (Wright, 1978). Untuk lebih jelasnya disajikan Gambar 9 berikut.
proses-proses yang bekerja pada bentuklahan itu. Sunarto (2004) menyatakan bahwa
tenaga alami yang bekerja di daerah kepesisiran (coastal) yakni angin, gelombang, arus,
dan pasang surut. Tenaga ini baik langsung maupun tidak langsung akan ikut
26
1) Angin (wind)
Angin termasuk tenaga yang secara tidak langsung mempengaruhi bentukan delta.
gelombang laut adalah angin. Menurut Selby (1985) tiupan angin lemah yang melintasi
permukaan air laut dapat diamati dari riak permukaan air, akan tetapi riak-riak yang
teratur tidak akan dapat dihasilkan hingga gelombang mempunyai kecepatan lebih dari
1,1 m/dt. Bretschneider menyatakan bahwa kecepatan angin lebih dari 10 knot atau lebih
dari 19 km/jam atau lebih dari 5 m/detik adalah suatu kecepatan angin yang dianggap
Di atas sudah dijelaskan bahwa tiupan angin di permukaan air laut menyebabkan
permukaan air laut itu menjadi gelombang. Gelombang ialah gerakan berayun tubuh air
laut yang diwujudkan oleh naik turunnya permukaan air secara bergantian (Snead, 1982).
Gelombang laut memiliki bentuk dan dimensi. Bentuk gelombang secara ideal
adalah bentuk sinus. Gelombang berbentuk sinus memiliki puncak dan lembah
gelombang, karena itu suatu gelombang memiliki dimensi tinggi. Tinggi gelombang (H)
ialah jarak vertikal antara puncak dan lembah. Oleh karena gelombang berbentuk sinus,
maka suatu gelombang memiliki dimensi panjang. Panjang gelombang (L) ialah jarak
horizontal yang diukur dari titik puncak suatu gelombang hingga titik puncak pada
gelombang (T) yaitu waktu yang dibutuhkan untuk satu panjang gelombang melintasi
satu titik. Dimensi gelombang yang terakhir adalah kecepatan gelombang (C) yaitu
27
Summerfield (1991) menyatakan bahwa ada hubungan antara kecepatan angin dengan
tinggi gelombang, yang secara empiris telah ditentukan berdasarkan bukti-bukti obsevasi
2
Tinggi Gelombang H = 0,031 U ( dalam meter), dimana U adalah kecepatan
Arus laut merupakan tenaga marin yang berpengaruh terhadap daerah pesisir.
Menurut Duxbury et al. (2002) arus laut yang berpengaruh terhadap perkembangan
pantai adalah arus pasang surut (tidal current), arus menuju pantai (onshore current), arus
Arus pasut berlangsung ketika air laut bergerak ke arah daerah pesisir pada saat
pasang dan berbalik mengalir ke arah laut pada saat surut. Ketika terjadi arus pasang dan
kemudian berubah menjadi arus surut, terjadi suatu periode air tenang dimana kecepatan
arus pasang sangat lambat, berhenti, dan kemudian berbalik arah. Arus menuju pantai
(onshore current) terjadi pada saat gelombang yang bergerak ke arah pantai
menghasilkan arus pada zona empasan (surf zone). Arus menuju pantai ini membawa
sedimen dari laut menuju ke pantai dan mengendapkannya di pantai (Duxbury et al.,
2002). Arus susur pantai (longshore current) ialah arus laut yang terdapat di zona
empasan, yang umumnya bergerak sejajar garis pantai, yang ditimbulkan gelombang
pecah yang membentuk sudut terhadap garis pantai. Arus yang menyusuri dan sejajar
28
pantai ini umumnya merupakan hasil gelombang yang datang pada perairan pantai yang
dangkal pada sudut yang kurang dari normal terhadap garis pantai dan kontur bawah laut.
Arus susur pantai merupakan pengisi bagi arus balik (Snead, 1982). Arus balik berperan
dalam menyebarkan sedimen dari pantai ke lepas pantai (Derbyshire et al., 1979).
Pasang surut air laut merupakan fluktuasi ritmik muka air laut yang diakibatkan
oleh pengaruh gaya tarik benda-benda angkasa, terutama bulan dan matahari, terhadap
massa air laut di bumi. Pengaruh gaya tarik bulan terhadap muka air laut di bumi lebih
besar 2,34 kali daripada pengaruh gaya tarik matahari (Duxbury et al., 2002).
Pada saat berlangsung air pasang disebut air naik (flood tide) dan kedudukan
muka laut mencapai puncaknya disebut air tinggi (high water). Pada saat berlangsung air
surut disebut air turun (ebb tide) dan kedudukan muka laut mencapai titik rendahnya
disebut air rendah (low water). Beda tinggi antara air tinggi dan air rendah disebut
Pasang purnama atau pasang perbani (spring tide) terjadi ketika kedudukan bulan
segaris dengan matahari, yakni pada saat Bulan Purnama dan saat Bulan Mati. Pada saat
pasang purnama ini terjadi julat pasur terbesar, sehingga terjadi pula kedudukan muka
laut tinggi tertinggi (highest high water) dan kedudukan muka laut tendah terendah
(lowest low water). Pasang mati (neap tide) terjadi ketika seperempat bulan awal dan
seperempat bulan akhir. Pada saat berlangsung pasang mati terjadi julat pasut terkecil
(Hutabarat dan Evans, 1985; Duxbury et al., 2002; Sunarto, 2004; Bird, 2006).
Berdasarkan besarnya julat pasut, maka pasang surut di suatu pantai dapat
diklasifikasikan menjadi:
29
a. mikropasut, dengan julat pasut < 2 meter,
Jenis pasut di suatu tempat dengan tempat lain tidak sama, hal ini dipengaruhi
oleh konfigurasi pulau, variasi topografi dasar laut dan bentuk pantai. Untuk mengetahui
jenis pasut di suatu tempat dapat ditentukan dengan menggunakan rumus Formzahl, yaitu
(Akbaruddin, 2007) :
F =
A(K1) +
(A(O1)
A(M2) + (A(S2)
Keterangan :
F adalah nilai Formzahl
A(K1) dan A(O1) adalah amplitudo konstanta pasang surut tunggal utama
A(M2) dan A(S2) adalah amplitudo konstanta pasang surut ganda utama
Berdasarkan harga F ini, jenis pasut diklasifikasikan dalam 4 (empat) kelompok
yaitu:
- Pasut harian ganda 0 < F ≤ 0,25
Salah satu hasil proses geomorfik yang bekerja pada muara sungai adalah delta.
Oleh karena proses geomorfik di wilayah pesisir, dimana muara sungai berada, sangat
dinamis maka delta yang terbentuk akan selalu mengalami perubahan dan perkembangan.
30
Faktor yang paling penting terjadinya perkembangan delta adalah pemasokan material
dan aktivitas pada wilayah pengendapan. Menurut Morgan (1961 dalam Wright, 1978)
perkembangan delta dipengaruhi oleh rezim sungai, proses-proses pantai, struktur, serta
iklim. Reineck dan Singh (1975) menyatakan bahwa kenampakan delta terkontrol oleh
morfologi pantai, arah dan intensitas gelombang, tingkat pengangkutan sedimen pantai,
Oleh karena itu, setiap lingkungan pengendapan yang dibentuk oleh tenaga pengendapan
yang berbeda memiliki karakteristik sedimen yang berbeda pula. Menurut Reineck dan
parameter ukuran butir sedimen. Persebaran ukuran sedimen tersebut dipengaruhi oleh
faktor-faktor besar kecilnya tenaga yang bekerja, tenaga yang kuat mampu mengangkut
Seorang ahli tanah bernama Wentworth telah memperkenalkan skala metrik untuk
menentukan ukuran butir. Berdasarkan percobaan, jika endapan dibagi dalam kelas-kelas
ukuran butir digambarkan pada sumbu X dan persentase pada sumbu Y, maka pada
umumnya mempunyai sebaran normal. Karena tidak semua endapan sedimen mempunyai
skala log, dengan simbul φ atau phi. Nilai φ adalah hasil ubahan dari diameter butir
2
skala Wentworth, dengan rumus φ = - log d, ( d adalah diameter butir skala Wentworth)
ukuran butir skala phi dan persentase berat dari masing-masing kelas akan diperoleh
31
persebaran lebih mendekati normal. Kurve persebaran ini dicirikan oleh beberapa
parameter statistik penting yaitu, rerata ukuran butir (mean size), tingkat pemilahan
biasa terpilah lebih baik dibandingkan dengan sedimen endapan fluvial, tetapi lebih buruk
bila dibandingkan dengan endapan angin. Endapan angin mempunyai tingkat pemilahan
yang baik, karena tenaga angin relatif stabil kekuatannya dalam jangka waktu yang lama.
2.4. Penutup Lahan (land cover) dan Pemanfaatan Lahan (land use)
Penutup lahan dan pemanfaatan lahan merupakan dua pengertian yang berbeda,
Jika penutup lahan dimaksudkan untuk mengacu kepada sumberdaya itu sendiri, maka
pemanfaatan lahan mengacu kepada aktivitas yang ada hubungannya dengan penggunaan
sumberdaya itu. Jadi tanaman padi, rumput, hutan masuk kategori penutup (cover),
2002).
Pemanfaatan lahan (land use) adalah semua jenis penggunaan atas lahan oleh
manusia, mencakup penggunaan untuk pertanian hingga lapangan olah raga, rumah
mukim, hingga rumah makan, rumah sakit hingga kuburan (Hardoyo, 2002). Batasan
mengenai pemanfaatan lahan sering kali berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang
32
lahan tertentu (permukiman, perkotaan, pesawahan). Pemanfaatan lahan juga merupakan
pemanfaatan lahan dan lingkungan alam untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam
digunakan untuk mengacu pemanfaatan masa kini (present or current land use). Oleh
karena aktivitas manusia di bumi bersifat dinamis, maka perhatian seringkali ditujukan
baik kepada perubahan pemanfaatan lahan baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
besar yaitu pemanfaatan lahan pertanian dan pemanfaatan lahan bukan pertanian.
Pemanfaatan lahan pertanian dibedakan lagi berdasarkan atas penyediaan air dan
komoditi yang diusahakan yang terdapat di atas lahan tersebut. Berdasarkan hal ini
dikenal macam pemanfaatan lahan seperti tegalan, sawah, perkebunan, padang rumput,
hutan produksi, hutan lindung, padang alang-alang, dan sebagainya. Pemanfaatan lahan
satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya diikuti dengan berkurangnya tipe
pemanfaatan lahan yang lain dari satu waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya
fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda. Perubahan pemanfaatan lahan dalam
adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat dan
Perubahan pemanfaatan lahan akan selalu terjadi seiring dengan semakin banyaknya
lingkungan.
Ritung et al. (2007) menyatakan Evaluasi Lahan adalah suatu proses penilaian
sumber daya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau
cara yang sudah teruji. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan
tujuan penggunaan tertentu, melalui penentuan nilai (kelas) lahan serta pola tata guna
penggunaan lahan yang lebih terarah. Dasar pemikiran utama dalam prosedur evaluasi
tentang lahan tersebut yang menyangkut berbagai aspek sesuai dengan rencana
Menurut Sitorus (1985), Jamulya (1991), ada tiga metode dalam penentuan
antara karakteristik lahan terhadap kriteria kesesuaian lahan yang telah ditetapkan.
Metode pengharkatan merupakan suatu cara menilai potensi lahan dengan memberikan
34
nilai pada masing-masing karakteristik lahan, sehingga dapat dihitung nilainya dan dapat
ditentukan harkatnya.
dibedakan menurut tingkatannya, yaitu tingkat Ordo, Kelas, Subkelas dan Unit. Ordo
adalah keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo kesesuaian lahan
dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S = Suitable) dan lahan yang tidak sesuai
(N = Not Suitable).
Kelas adalah keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo. Berdasarkan tingkat
detail data yang tersedia pada masing-masing skala pemetaan, kelas kesesuaian lahan
dibedakan menjadi: (1) Untuk pemetaan tingkat semi detail (skala 1:25.000-1:50.000)
pada tingkat kelas, lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas,
yaitu: lahan sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal (S3), sedangkan
lahan yang tergolong ordo tidak sesuai (N) tidak dibedakan ke dalam kelas-kelas. (2)
Untuk pemetaan tingkat tinjau (skala 1:100.000-1:250.000) pada tingkat kelas dibedakan
atas kelas sesuai (S), sesuai bersyarat (CS) dan tidak sesuai (N).
pada tingkat semi detail (skala 1:50.000). Pemanfaatan lahan yang dijadikan obyek
penelitian adalah pemanfaatan lahan untuk perikanan tambak, pemanfataan lahan untuk
kawasan industri, pemanfaatan lahan untuk pariwisata, dan pemanfaatan lahan untuk
35
2.5.1 Kriteria Umum Kawasan Budidaya Perikanan Tambak
dukung lahan/ruang tercukupi, artinya seberapa besar ruang tersebut dapat berproduksi
secara optimal dengan tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, sehingga
kelestarian produksi tetap terjamin. Lokasi pertambakan sebaiknya jauh dari pengaruh
terletak pada kawasan yang mudah memperoleh air bersih dan arus yang kuat untuk
tekstur tanah, curah hujan, jarak dari pantai, tipe garis pantai, penutup lahan, jarak dari
sungai, dan aksesibilitas. Setiap kriteria dibuat empat tingkat kesesuaian yaitu kelas
sesuai, cukup sesuai, sesuai marginal, dan kelas tidak sesuai. Menurut Pantjara ke
sembilan variabel ini mempunyai pengaruh yang tidak sama terhadap tingkat kessuaian
lahan tambak. Untuk itu masing-masing kriteria diberi bobot yang bervariasi mulai dari 7
sampai 15 dengan jumlah total dari 9 kriteria bobot sebanyak 100. Bobot yang paling
besar (15) pada kriteria pH tanah, lereng, dan tekstur tanah, sedangkan bobot yang paling
kecil (7) pada aksesibilitas. Setiap variabel ini oleh Pantjara dibuat peta tematik dan
selanjutnya dilakukan overlay peta (indek overlay model) untuk mengetahui persebaran
36
Variabel yang dibuat Pantjara ini lebih menekankan pada kondisi fisik daratannya,
padahal pengaruh kualitas air di perairan, di mana lahan tambak berada, sangat besar
dalam menentukan tingkat kesesuaian lahan tambak. Untuk itu perlu dilengkapi dengan
mempertimbangkan kondisi fisik dan kimia perairan tambak setempat seperti kekeruhan
(TSS), kecerahan, temperatur, salinitas, kadar oksigen terlarut, kadar nitrat dan nitrit
sesuai dengan standar baku mutu kualitas perairan dari Kepmen Lingkungan Hidup No
51 Tahun 2004.
Kawasan wisata pantai lebih ditekankan pada keindahan dan keaslian alam pantai
yang mampu menarik minat pengunjung. Beberapa faktor pertimbangan dalam pemilihan
lokasi kawasan wisata pantai adalah parameter dan kriteria pemilihan lokasi yaitu
kedalaman air antara 0–10 m, pantai dengan substrat berpasir atau campuran antara
hancuran karang dan biota bercangkang, kecerahan perairan tinggi, kecepatan arus tidak
membahayakan, tipe pantai, dan ketersediaan air tawar. Perencanaan kawasan pariwisata
pengunjung. Lokasi pariwisata pantai hendaknya yang aman dan jauh dari kawasan
perikanan dan pertambangan, sehingga dampak negatif tidak menyebar sampai kawasan
pariwisata. Pembangunan fisik kawasan wisata pantai hendaknya menyatu dengan alam,
baik dari segi bentuk, luasan, bentang alam, sehingga tidak mengurangi nilai keindahan
dan aspek perlindungan terhadap obyek wisata itu sendiri. Perencanaan kawasan wisata
sumberdaya alam yang tersedia, sehingga tidak menimbulkan konflik kepentingan antara
wisatawan dengan penduduk lokal dikemudian hari (DKP Provinsi Jawa Tengah, 2007).
37
Dari banyak faktor yang dipertimbangkan untuk merencanakan kawasan wisata
bahari, Yulius (2009) menyusun matrik kesesuaian lahan kawasan wisata pantai dengan
lebar pantai, material dasar /sedimen perairan, kemiringan pantai, kekeruhan perairan,
penutupan lahan pantai, biota berbahaya, dan ketersediaan air tawar. Seluruh kriteria ini
dibuat tiga kelas kategori yaitu S1 (Sesuai), S2 (Sesuai Marginal), dan TS (Tidak Sesuai).
Bila dikaji lebih lanjut matrik yang disusun Yulius ini belum memperhatikan baku
mutu air laut untuk wisata yang ditetapkan Kepmen LH No 51 tahun 2004, misalnya pada
kandungan TSS seharusnya kurang dari 20 mg/lt. Misalnya, Yulius membuat klasifikasi
nilai TTS <400 mg/lt sehingga dibandingkan dengan standar baku mutu air laut untuk
wisata yang ditetapkan Kepmen LH No 51 tahun 2004 sangat jauh perbedaan besaran
angkanya. Untuk itu penggunaan matrik ini perlu disesuaikan dengan ketentuan yang
barlaku sekarang ini. Di samping itu matrik kesesuaian lahan untuk kawasan wisata
pantai dari Yulius ini hanya 3 kelas yaitu Sesuai (S), Cukup Sesuai (CS), dan Tidak sesuai
(TS), untuk itu dalam penelitian ini akan disesuaiakan menjadi empat kelas yaitu S1, S2,
Banyak faktor yang merupakan pedoman umum pemilihan lokasi untuk kegiatan
industri, diantaranya adalah pertimbangan jenis industri, karakter dan volume limbah
yang dihasilkan, metode atau teknik pengelolaan limbah. Industri berat sedapat mungkin
tidak berada pada areal yang rentan pencemaran, terutama pada daerah yang kaya
38
sumberdaya hayati perairan. Lokasi industri harus berada pada daerah arus yang kuat
berbagai aspek fisik seperti kondisi geografis, arah angin, topografi, luas dan kondisi
lahan, masalah banjir, gelombang pasang, masalah pembuangan, transportasi darat dan
laut, jenis industri yang dikembangkan/dibangun, penyediaan air tawar, sumber tenaga
listrik dan sumberdaya manusia. Industri yang tidak berorientasi pada fasilitas lingkungan
pantai diarahkan untuk dikembangkan ke arah darat. Perencanaan kawasan industri harus
mempertimbangkan tata guna tanah sekitarnya, membangun jalur hijau selebar 500 m
Sanjoto (1996) menyusun matrik kriteria untuk kesesuaian lahan industri yang
meliputi kemiringan lereng, penggunaan lahan, sumberdaya air, dan kerawanan bencana.
Masing-masing kriteria mempunyai bobot yang bervariasi mulai dari 1 sampai 5. Bobot
yang paling besar (5) pada penggunaan lahan dan bobot yang terkecil (1) pada
sumberdaya air dan kerawanan bencana. Pemberian bobot penggunaan lahan paling
tinggi karena untuk menjaga agar alih fungsi lahan dilakukan secara hati-hati. Jangan
sampai lahan produktif dialihfungsikan menjadi kawasan industri. Hal ini sesuai dengan
Kepres No.53 Tahun 1989 Pasal 7 disebutkan bahwa pembangunan Kawasan Industri
tidak mengurangi areal tanah pertanian dan tidak dilakukan di atas tanah yang
mempunyai fungi untuk melindungi sumber daya alam dan warisan budaya.
39
2.5.4. Kriteria Umum Rehabilitasi Pantai (Kawasan Lindung)
manfaat penting sebagai spawning ground, nursery ground, dan feeding ground.
Kawasan bergambut yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut yang berfungsi
mengendalikan faktor hidrologi wilayah dan melindungi ekosistem yang khas.
Kawasan resapan air atau sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS).
darat.
Kawasan sekitar mata air atau Daerah Aliran Sungai pada daerah pesisir, kawasan
mata air yang perlu dilindungi terutama yang terdapat di pulau-pulau kecil.
Kawasan sempadan sungai, dimana sempadan sungai yang dilindungi meliputi
bantaran sungai dari badan air kearah darat sampai 100 meter (minimal).
keanekaragaman biota, ekosistem tertentu, gejala dan keunikan alam bagi kepentingan
plasma nutfah, ilmu pengetahuan dan pembangunan pada umumnya. Kawasan cagar
40
alam, suaka margasatwa, kawasan taman nasional dan kawasan taman wisata alam
manusia dan kegiatanya dari bencana yang disebabkan oleh faktor alam dan faktor
manusia.
Fauzi et al. (2009) menggunakan empat kriteria yang meliputi tanah, vegetasi,
penggunaan lahan, dan pertimbangan RTRW yang digunakan untuk melakukan evaluasi
kesesuaian lahan kawasan hutan lindung, dan diberi bobot yang berbeda mulai dari 6
sampai 10. Klasifikasi yang dibuat Fauzi meliputi tiga kelas yaitu S (Sesuai), CS (Cukup
pengawasan, dan pengendalian Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil antar sektor,
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta
adalah suatu pendekatan pengelolaan wilayah pesisir yang melibatkan dua atau lebih
ekosistem, sumberdaya dan kegiatan pemanfaatan pembangunan secara terpadu
41
Di wilayah pantai, seperti diketahui terdapat berbagai ekosistem yang mempunyai
karakteristik sendiri – sendiri yang berbeda satu sama lain, yaitu ekosistem
terumbu karang, hutan mangrove, padang lamun, estuaria dan sebagainya. Ekosistem
yang terdapat di wilayah pantai merupakan habitat yang baik untuk berbagai biota, baik
sebagai tempat pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery ground) dan sebagai
Beberapa ekosistem buatan yang terdapat di sana yaitu tambak, pelabuhan dan lainnya.
sumberdaya yang ada dapat terus dimanfaatkan secara berkelanjutan dengan cara
kegiatan pembangunan di lokasi yang secara ekologis sesuai, maka kelayakan biofisik
karakteristik biofisik wilayah pesisir itu sendiri. Dengan cara ini dapatlah ditentukan
kesesuaian pemanfaatan lahan setiap lokasi wilayah pesisir. Pemanfaatan lahan di lokasi
yang sesuai, tidak saja menghindarkan kerusakan lingkungan tetapi juga menjamin
keberhasilan (viability) ekonomi kegiatan tersebut. Pada gilirannya nanti akan menambah
Pada umumnya sifat pesisir, khususnya pesisir delta sangat dinamis. Oleh karena
itu dalam pengelolaan dan pemanfaatan lahan pesisir delta, di samping memperhatikan
42
kesesuaian lahannya, diharapkan juga saling mendukung (compatible) serta memisahkan
dari kegiatan yang bersifat bertentangan (incompatible). Untuk itulah perlu perencanaan
pengelolaan dan pemanfaatan lahan pesisir yang memperhatikan potensi sumberdaya dan
Di dalam UU Nomor 27 tahun 2007 disebutkan bahwa ada hirarki dalam kegiatan
pengelolaan wilayah pesisir yang berperan dalam menentukan visi/wawasan dan misi
pengelolaan, hirarki kedua adalah Rencana Zonasi yang berperan dalam pengalokasian
ruang, memilah kegiatan yang sinergis dengan tidak dan pengendalian pemanfaatan ruang
laut. Hirarki ketiga adalah Rencana Pengelolaan yang berperan untuk menuntun
dan hirarki keempat Rencana Aksi yang berperan menuntun penetapan dan pelaksanaan
kegiatan proyek sebagai upaya mewujudkan rencana pengelolaan dan mencapai tujuan
dan sasaran. Berdasarkan hirarki tersebut maka dalam penelitian ini akan menitikberatkan
Suatu zona adalah suatu kawasan yang memiliki kesamaan karakteristik fisik,
biologi, ekologi, dan ekonomi yang ditentukan berdasarkan kriteria tertentu untuk
mengelompokkan kegiatan yang bersifat sinergis dan memilahnya dari kegiatan yang
bertentangan. Menurut UU Nomor 27 Tahun 2007, zonasi adalah suatu bentuk rekayasa
potensi sumberdaya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung
sebagai satu kesatuan dalam ekosistem pesisir. Rencana Zonasi adalah rencana yang
43
menentukan arah penggunaan sumberdaya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan
penetapan struktur dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan
yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat
dilakukan setelah memperoleh ijin. Kawasan Rencana Zonasi mencakup semua wilayah
kecamatan di pesisir dan saluran air yang ditemukan di wilayah ini. Secara spesifik, batas
wilayah daratan untuk tujuan rencana zonasi ditetapkan sama dengan batas administrasi
kecamatan, dan batas ke arah laut dari pasang tertinggi sampai 4 mil laut pada tingkat
pemerintahan kabupaten dan sampai 12 mil laut untuk tingkat propinsi (Tim Penyusun
Tujuan zonasi adalah membagi wilayah pesisir ke dalam zona-zona yang sesuai
dengan peruntukan dan kegiatan yang bersifat saling mendukung (compatible) serta
berikut menggambarkan contoh kegiatan yang saling mendukung dan saling bertentangan
Konservasi Keterangan :
Wisata Mendukung
Pelabuhan X X Konflik
Budidaya X X Normal
Perikanan
Industri X X X
Konservasi Wisata Pelabuhan Budidaya Industri
Perikanan
44
Dalam undang-undang perencanaan tata ruang (Undang Undang No. 24 tahun
1992) menetapkan tiga kelas zona yang dinamakan zona pengembangan, zona proteksi,
dan zona pemanfaatan khusus. Zona pengembangan atau disebut juga sebagai zona
banyak ragam pemanfaatan (multiple use zone) didefinisikan sebagai wilayah dimana
aktivitas khusus yang dilakukan manusia ditekankan pada yang berhubungan dengan
pemanfaatan sumbedaya (lahan). Karena itu, pemanfaatannya tidak terbatas pada satu
aktivitas saja. Zona proteksi (zona konservasi) didefinisikan sebagai wilayah yang
memiliki atribut ekologi yang khusus atau luar biasa, memiliki biodiversitas yang tinggi,
dan biasanya memiliki spesies-spesies endemik, langka maupun terancam punah. Zona
pemanfaatan khusus merupakan zona yang diperuntukan bagi tujuan primer tertentu,
misalnya untuk pangkalan militer, pelabuhan, dan terminal kargo (Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Jawa Tengah, 2007). Ketiga zona ini akan diidentifikasi di daerah
penelitian dengan pendekatan pola perubahan garis pantai yang ada di daerah tersebut.
Saat ini teknik penginderaan jauh sistem satelit sudah banyak digunakan untuk
resolusi temporalnya sangat baik misalnya satelit Landsat mempunyai resolusi temporal
16 hari artinya satelit tersebut akan memotret daerah yang sama dalam jangka waktu
tersebut, (2) resolusi spektralnya sangat baik, (3) dalam format digital, (4) citra yang
dihasilkan mempunyai proyeksi hampir orthogonal, dan (5) relatif mudah perolehan
datanya. Menurut Zuidam et al. (1998) penginderaan jauh juga dapat digunakan untuk
deteksi, pemetaan dan pengukuran polusi, transpor sedimen, dan perubahan garis pantai.
Namun kekurangannya adalah harganya masih mahal, dan kualitas citranya sangat
45
tergantung pada cuaca. Dengan adanya beberapa kelebihan tersebut maka, pemanfaatan
citra satelit sumberdaya untuk monitoring suatu wilayah, termasuk survey kepadatan
vegetasi, perubahan garis pantai delta, menjadi harapan untuk dapat dilaksanakan.
Citra satelit Landsat adalah salah satu citra satelit sumberdaya alam yang
merekam dalam 7 saluran spektral. Masing-masing saluran citra satelit Landsat peka
terhadap respons atau tanggapan spektral obyek pada julat panjang gelombang tertentu,
dan hal ini yang menyebabkan nilai piksel pada berbagai saluran spektral sebagai
cerminan nilai tanggapan spektral pun bervariasi. Adanya variasi tanggapan spektral pada
setiap saluran merupakan salah satu kelebihan dari citra satelit Landsat , sebab dengan
memadukan berbagai saluran tersebut dapat diperoleh citra baru dengan informasi baru
pula. Berdasarkan citra satelit Landsat saluran hijau dan inframerah tengah (TM2 dan
kenampakan aslinya, dengan menggunakan alat yang disebut sensor untuk merekam
energi pantulan ataupun gelombang pancaran obyek di permukaan bumi dengan berbagai
tersendiri dalam menyerap, memantulkan, dan meneruskan obyek tenaga yang diterima.
Oleh karena itu citra penginderaan jauh di samping merupakan sarana yang paling efektif
dan efisien untuk memperoleh informasi tentang penutup lahan, juga sangat baik untuk
mengidentifikasi perubahan garis pantai, dan juga arah gerakan arus (Trisakti, 2003).
Salah satu keunggulan penggunaan citra inderaja dalam penelitian ini adalah
diperolehnya informasi obyek secara multi temporal, sehingga dapat dikaji dan dianalisis
46
perkembangannya. Gambaran obyek pada citra inderaja juga menolong kita untuk
berfikir secara spasial sehingga membantu di dalam analisis keterkaitan antar ruang yang
dalam hal ini adalah keterkaitan antara hulu DAS dan proses pantai dengan wilayah delta.
Untuk itu penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh.
Delta, sudah banyak dilakukan. Namun demikian kajian penelitian lebih banyak terfokus
pada perubahan garis pantainya saja, tanpa mengkaitkan dengan kondisi perubahan
setempat. Penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini diantaranya adalah,
perkembangan Pantai Tangerang Jawa Barat. Pada penelitian ini foto udara yang
digunakan adalah hasil pemotretan tahun 1991, penafsirannya dilakukan dengan bantuan
alat stereoskop cermin sehingga dapat melihat obyek secara tiga dimensi. Hasil
penafsirannya dipindahkan pada peta topografi skala 1:50.000 dan dilakukan kerja
lapangan. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa perkembangan Pantai Tangerang
sangat dipengaruhi oleh aktivitas Sungai Cisadane. Pada Pliosen Akhir, Kota Tangerang
diduga merupakan pantai yang memanjang ke arah timur sampai Jakarta dan ke arah
barat laut sampai Mauk. Setelah plio-plistosen di muara Sungai Cisadane terendapkan
Delta Tangerang, sementara itu di bagian timur terendapkan pematang pasir pantai. Pada
Plistosen Tengah, dimuara Sungai Cisadane terendapkan Delta Kohod yang diikuti oleh
terendapnya pematang pasir pantai disepanjang pantai dengan arah timur-barat. Lewat
47
Plistosen Akhir di muara Sungai Cisadane terendapkan Delta Tegalamos. Endapan pantai
Resen tersusun dari endapan pantai sekarang dan endapan Delta Tanjungburung.
memantau perubahan garis pantai Teluk Banten dan menganalisis faktor-faktor yang
tahun 1990, 1994 dan 1999, sedangkan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi
pemotretan tahun 1990, 1994 dan 1999 dapat dideteksi secara jelas perubahan garis
Pantai Banten. Faktor yang berpengaruh terhadap perubahan garis pantai tersebut adalah
adalah untuk mengetahui perubahan fisik dari Delta Mahakam. Penelitian ini baru
mengkaji dari aspek fisiknya dan belum mengkaji keterkaitannya dengan perubahan
pemanfaatan lahan di atasnya serta faktor sosial ekonomi lainnya. Dari hasil penelitian ini
diharapkan dapat dilihat proses-proses morfodinamika dari Delta Mahakam yang dilihat
melalui perubahan garis pantainya, untuk kemudian dapat diperdalam pada penelitian
lanjutan pada tahun akan datang. Metode yang digunakan untuk analisis pertumbuhan
delta adalah menggunakan analisis change detection yang menggunakan citra inderaja
multi sensor dan multi waktu yang terkoreksi, yaitu tahun 1994, 1998, dan tahun 2003.
menggunakan Map Calculation, yaitu dengan menjumlah peta Daratan94, Daratan98 dan
48
Daratan2003. Kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa metode change detection dapat
menganalisis perubahan liputan lahan pada delta plain, dimana perubahan vegetasi
mangrove menjadi tambak sangat jelas terdeteksi pada penelitian ini, sedangkan
batas sel sedimen di wilayah pesisir utara Propinsi Jawa Tengah sebagai dasar penataan
ruang pesisir di wilayah tersebut. Metode penelitian yang digunakan untuk menentukan
sel sedimen adalah dengan interpretasi citra penginderaan jauh dan survei lapangan.
Melalui kenampakan pada jenis citra penginderaan jauh tertentu, pengenalan kondisi fisik
pantai yang didasarkan pada keseragaman dapat dengan mudah diidentifikasi, demikian
pula lokasi penyebaran materi tersuspensi dan pengendapan dapat diidentifikasi, sehingga
batas keseragaman pantai dapat ditentukan. Sel sedimen adalah satuan panjang pantai
yang mempunyai keragaman kondisi fisik dengan karakteristik dinamika sedimen dalam
Pendekatan sel sedimen untuk perencanaan tata ruang pada prinsipnya adalah bahwa satu
unit pengelolaan adalah panjang pantai dengan karakteristik tertentu yang berkaitan
dengan proses alami dan pemanfaatan lahan pesisir. Hasil penelitian menunjukkan pantai
utara Jawa Tengah terdapat enam (6) sel sedimen yaitu: sel sedimen 1 yang dimulai dari
muara Sungai Cisanggarung sampai sebelah timur muara Sungai Pemali, sel sedimen 2
yang dimulai dari sebelah timur Sungai Pemali sampai muara Sungai Bodri, sel sedimen
3 yang dimulai dari muara Sungai Bodri sampai muara Sungai Wulan, sel sedimen 4 yang
dimulai dari muara Sungai Wulan sampai pesisir utara Kabupaten Jepara, sel sedimen 5
yang dimulai dari pesisir utara Kabupaten Pati sampai muara Sungai Kalioso
49
Rembang, sel sedimen 6 dimulai dari muara Sungai Kalioso Rembang sampai pesisir
Kabupaten Rembang.
Penelitian yang dilakukan Sutrisno et al. (2005), dengan tujuan utama adalah
dampak dari naiknya muka laut dan sedimentasi terhadap kawasan delta, serta opsi
kebijakan apa yang dapat dipilih untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan yang terkena
dampak fenomena ini. Pembuatan model spasial penelitian dilakukan dengan metode: 1)
positif maupun negatif dari kombinasi naiknya muka laut dan sedimentasi terhadap
wilayah pesisirnya dapat terlihat lebih jelas, 3) model dikembangkan secara dinamis dan
memperhitungkan komponen ketidak pastian dari unsur-unsur muka laut (MSL) dan
sedimentasi, selama > 10 tahun pengamatan, 4) naiknya muka laut dihitung dengan
menggunakan data pasang surut stasiun lokal, 5) model yang merupakan dampak fisik ini
dihubungkan dengan model ekonomi yang juga bersifat dinamis dengan konsepsi yang
berbeda, yaitu menggunakan nilai pasar (market value) produksi tambak udang dan
perikanan tangkap pada kawasan mangrove sebagai komponen utama analisis ekonomi.
Metode evaluasi ekonomi total hutan mangrove (total economic valuation method/ TEV)
juga diterapkan dalam analisis ekonomi sebagai input dalam penetapan kebijakan untuk
laju kenaikan muka laut (AZ) sebesar 0,15-0,75 cm/tahun (normal = 0,475 cm/ tahun)
dan laju akumulasi sedimen (AS) sebesar 0,15-1,22 cm/tahun (normal = 0,196 cm/ tahun)
50
diperoleh dari analisa MSL selama >10 tahun dan perhitungan data lapangan,
diperkirakan sampai tahun 2014 akan terjadi pemunduran garis pantai sebesar
± 1,83-1,57 m atau terjadi pengurangan garis pantai rata-rata 0,18-4,16 m per tahun.
Pemunduran garis pantai ini dapat terjadi pada semua sisi pulau, terutama pada kawasan
pesisir yang mempunyai ketinggian <1 m dpl. Hasil simulasi memperlihatkan bahwa
pemunduran garis pantai pada pesisir yang menghadap ke laut lebih besar dibandingkan
dengan wilayah pesisir lain yang menghadap ke sungai. Keadaan ini disebabkan pesisir
ini mempunyai wilayah landai dengan ketinggian 0-1 m dpl yang lebih luas jika
perubahan garis pantai pada wilayah Delta Rungkut dan Delta Porong dalam dimensi
geometris selama periode 1945-2006. Dalam penelitian ini citra penginderaan jauh yang
digunakan adalah citra Landsat tahun 1985, 1989, 1994, 2000, 2003, dan citra Aster
2006. Sedangkan sumber data delta tahun 1945 diperoleh dari peta topografi buatan US
Army. Untuk mengetahui perkembangan garis pantai digunakan teknik overlay dengan
menumpangsusunkan garis pantai tahun 1945 dengan 1985, tahun 1945 dengan 1994,
tahun 1954 dengan 2000, tahun 1945 dengan 2003, tahun 1945 dengan 2006. Dari hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa perubahan garis pantai paling besar terjadi di Delta
Porong dengan nilai laju perubahan sebesar 57 m/tahun. Sementara pada Delta Rungkut
bahwa penggunaan citra penginderaan jauh sangat membantu dalam penelitian perubahan
garis pantai. Teknik pengolahan citra yang digunakan juga menunjukan kecenderungan
51
yang semakin baik. Karena itu dalam penelitian ini penulis juga menggunakan teknik
penginderaan jauh sebagai salah satu sumber perolehan data. Walaupun menggunakan
teknik penginderaan jauh namun metode pengolahan data citra penginderaan jauh
overlay data citra yang dapat dilakukan secara bersamaan dalam 5 waktu pemotretan
yang berbeda. Lima waktu yang berbeda adalah tahun 1910 menggunakan peta topografi,
sedangkan tahun 1972, 1992, 2002, dan 2009 menggunakan citra Landsat dari berbagai
generasi. Dengan total rentang waktu mencapai 100 tahun, penelitian ini dapat
52
Tabel 1. Perbandingan Beberapa Penelitian yang Pernah Dilakukan
Keterangan Peneliti
Nama Sidarto Saptarini et al. Ambarwulan et al. Khakim et al. Sutrisno et al. Subagio
Tahun 1997 2001 2003 2005 2005 2007
Obyek Pantai Delta Teluk Banten Delta Mahakam Pantai Utara Jawa Delta Mahakam Kalimantan Pantai Delta Porong
Kajian Tanggerang Kalimantan Timur Tengah Timur dan Rungkut Jawa
Jawa Barat Timur
Tujuan Mengetahui Mengetahui Mengetahui perubahan Menentukan batas sel Mengembangkan model prediksi Mengetahui
penyebab perubahan garis fisik dari Delta Mahakam sedimen di wilayah berbasis spasial, sebagai alat perubahan garis
perkembangan pantai Teluk dengan menggunakan citra pesisir utara Provinsi untuk memperkirakan dampak pantai delta porong
Delta Banten penginderaan jauh Jawa Tengah dari naiknya muka laut dan dan rungkut
Tangerang sedimentasi terhadap kawasan
delta,
Metode Pengukuran Red Green Change Red Green Change Interpretasi citra Metode yang digunakan: Teknik penginderaan
lapangan dan Detection Detection menggunakan Landsat ETM tahun 1) menggabungkan komponen jauh dan pengukuran
teknik menggunakan citra citra satelit multi year 2002 dan pengamatan sedimentasi ke dalam satu lapangan
interpretasi satelit multi year (1994, 1998, 2004) lapangan. persamaan, 2) model dinamis,
Foto Udara (1990, 1994, 1999) dari unsur-unsur muka laut
tahun 1991 {MSL) dan sedimentasi 3)
Metode TEV (total economic
valuation method).
Hasil Dapat Perubahan Garis Dapat diketahui Pembagian pantai Dapat diketahui model dinamis Dapat diketahui
diketahui pantai di Teluk perubahan liputan lahan utara jawa tengah perubahan muka air laut tehadap perubahan garis
perkembangan Banten terjadi pada delta plain, dimana kedalam enam sel delta pantai delta porong
Delta dalam bentuk perubahan vegetasi sedimen rata-rata 57 m/th dan
Tangerang abrasi dan akresi. mangrove menjadi delta rungkut 42,7
dipengaruhi Reklamasi pantai tambak sangat jelas m/th
aktivitas ditengarai sebagai terdeteksi pada
sungai penyebab akresi penelitian ini. Tapi
Cisadane perubahan garis pantai
sangat sulit didapat.
53 54
2.10. Kerangka Konsep
juga dipengaruhi oleh proses hidrodinamika yang meliputi Gelombang (wave), Pasang
Surut (tidal), dan Arus Sepanjang Pesisir (longshore current). Ketiga proses tersebut akan
mengangkut dan mendistribusikan material sedimen ke sebelah kanan ataupun kiri muara
sungai (Pethick, 1983; Masselink dan Russel, 2007). Jadi secara teoritis bentuk
sedimen juga dipengaruhi oleh besaran tenaga hidrodinamika yang bekerja di sepanjang
pesisir.
Secara garis besar ada dua sedimen yang ditransportasikan yaitu Cohesive dan
Non Cohesive (Pratikto et al., 1997). Transpor sedimen kohesif sering diistilahkan
menjadi Suspended Load Transport karena kebanyakan sifatnya yang melayang di air,
sedangkan transpor sedimen non kohesif disebut Bed Load Transport. Dalam kenyataan
di lapangan, material yang termasuk Suspended Load Transport adalah material lumpur
Gerakan air yang mempengaruhi hanyutan sedimen bukan saja berupa gelombang
(wave), tetapi juga arus sepanjang pesisir (longshore current) atau gabungan dari
keduanya. Arus sepanjang pesisir (longshore current) itu sendiri terjadi karena
gelombang yang menuju pesisir berlangsung tidak sejajar dengan garis pesisir, sehingga
resultan tenaga gelombang menghasilkan arus sepanjang pesisir. Tenaga arus sepanjang
pesisir sangat tergantung dari gelombang, sedangkan gelombang sendiri dipengaruhi oleh
54
Menurut Wright (1978), arus sungai yang memasuki air laut akan mengalami
sedimen berbutir kasar akan diendapkan terlebih dahulu dekat dengan sungai, sedangkan
material yang lebih halus akan diendapkan jauh dari muara sungai. Secara teoritis urutan
pemilihan pada muara sungai menuju ke arah laut adalah: pasir, lanau atau debu, dan
lempung. Bird (2006) mengatakan bahwa sedimen yang mengendap di delta mempunyai
struktur baji yang berasal dari sungai dan berselingan dengan sedimen laut yang pada
Proses perubahan spasial delta yang berlangsung secara dinamik akan berakibat
bisa terjadi karena adanya proses abrasi, akresi, dan pendangkalan. Berbagai proses
bangunan pesisir seperti pelabuhan, industri, obyek wisata, maupun pertambakan yang
ada di sepanjang wilayah pesisir delta. Pesisir Kabupaten Kendal merupakan pesisir yang
berbentuk delta yang berasal dari hasil endapan Sungai Bodri, Sungai Damar, Sungai
Blorong, dan sungai-sungai kecil lainnya. Perencanaan wilayah pesisir yang berbentuk
delta seharusnya berbeda dengan wilayah pesisir yang berbentuk lurus. Hal ini karena
perubahan pesisir (coastal change) pada bentuk pantai yang berdelta lebih dinamis dari
pada bentuk pantai yang lurus. Dengan mempelajari kecenderungan arah perubahan
spasial delta dapat menjadi dasar dalam evaluasi pemanfaatan lahan yang ada di wilayah
pesisir delta.
55