Вы находитесь на странице: 1из 18

Pendahuluan

Hipertensi merupakan manifestasi gangguan keseimbangan hemodinamik system


kardiovaskular, yang mana patofisiologinya adalah multi factor. Sehingga tidak bisa
diterangkan dengan hanya satu mekanisme tunggal. Menurut Kaplan hipertensi banyak
menyangkut factor genetic, lingkungan dan pusat-pusat regulasi hemodinamik. Kalau
disederhanakan sebetulnya hipertensi adalah interaksi cardiac output (CO) dan total
peripheral resistence (TPR).1
Masalahnya ialah berapa mmHg tekanan darah itu dapat disebut normal, sehinga
bila tekanan darah di atas harga kesepakatan normal tersebut, maka ia akan dikatakan
hipertensi (tekanan darah tinggi).1
Ada lebih dari sepuluh guideline yang telah disosialisasikan di seluruh dunia, tiap-
tiap negara mempunyai guideline atau consensus sendiri-sendiri sesuai dengan
kesimpulan studi meta analisis. Maka pendekatan klinis hendaknya mengacu pada
guideline yang ada, yang bukti epidemiologisnya kuat.1
Sebagaimana diketahui hipertensi adalah penyebab kematian nomor satu di dunia,
disusul merokok, lalu dyslipidemia. Hipertensi juga merupakan factor resiko mortalitas
dan morbiditas dari kejadian penyakit kardiovaskular (PKV). Jadi hioertensi bukanlah
suatu penanda resiko (risk marker) tapi memang betul-betul suatu factor resiko yang
independen.1

Definisi
Semua definisi hipertensi adalah angka kesepakatan berdasarkan bukti klinis
(evidence based) atau berdasarkan konsensus atau berdasar epidemiologi studi meta
analisis. Sebab bila tekanan darah lebih tinggi dari angka normal yang disepakati, maka
resiko morbiditas dan mortalitas kejadian kardiovaskular akan meningkat.1
Definisi hipertensi menurut The Seventh Joint National Committee (JNC 7)
adalah meningkatnya tekanan darah arteri yang persisten. JNC7 mengklasifikasikan
tekanan darah pada orang dewasa sebagai berikut;2
Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolic (mmHg)
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120-139 dan 80-89
Tahap 1 hipertensi 140-159 90-99
Tahap 2 hipertensi ≥ 160 ≥ 100
Table 1. klasifikasi hipertensi menurut JNC72
Beberapa pasien hanya meningkat tekanan sistoliknya saja disebut isolated
systolic hypertension (ISH), atau yang meningkat diastoliknya saja disebut isolated
diastolic hypertension (IDH). Ada juga yang disebut white coat hypertension yaitu
tekanan darah yang meningkat waktu diperiksa di tempat praktek, sedangkan tekanan
darah yang diukur sendiri (home blood pressure measurement/HBPM) ternyata selalu
terukur normal. White coat hyoertension diaggap tidak aman. Hipertensi persisten
(sustained hypertension) adalah istilah tekanan darah yag meningkat (hipertansi), baik
diukur di klinik maupun di luar klinik, termasuk di rumah, dan juga selama menjalankan
aktivitas harian yang biasa dilakukan. Walaupun sama-sama meningkat, sering kali
tekanan darah diklinik lebih tinggi dari pada di luar klinik.1
Adapun yang dimaksud hipertensi persisten ialah tekanan darah yang tidak
mencapai target normal meskipun sudah mendapat tiga kelas obat anti hipertensi yang
berbeda dan sudah dengan dosis optimal (salah satunya harus diuretic).1

Diagnosis
Pada umumnya penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan. Hipertensi adalah
the silent killer. Penderita baru mempunyai keluhan setelah mengalami komplikasi
kerusakan di organ target / target organ damage (TOD). Secara sistematis, anamnesa
dapat dilakukan sebagai berikut;1

Anamnesis1
1. lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
2. indikasi adanya hipertensi sekunder
a. Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)
b. Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuria, pemakaian
obat-obat analgetik dan obat-obat lainnya.
c. Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi
(feokromositoma)
d. Episode lemah otot dan tetani (aldosteronisme)
3. factor-faktor resiko
a. riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarganya
b. riwayat hyperlipidemia pada pasien atau keluarganya
c. riwayat diabetes mellitus pada pasien dan keluarganya
d. kebiasaan merokok
e. pola makan
f. kegemukan, intensitas olah raga
g. kepribadian
4. gejala kerusakan organ
a. otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient
attack, deficit sensoris atau motoris
b. jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki, tidur dengan
bantal tinggi (lebih dari 2 bantal)
c. ginjal : haus, polyuria, nokturia, hematuria hipertensi yang disertai
kulit pucat anemis
d. arteri perifer : ekstremitas dingin, klaudikasio intermiten
5. pengobatan hipertensi sebelumnya
6. factor-faktor pribadi, keluarga, dan lingkungan

Pemeriksaan Fisis
Pengukuran tekanan darah (TD) dilakukan pada penderita yag dalam keadaan
nyaman dan relaks, dan dengan tidak tertutup / tertekan pakaian. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan pada saat melakukan pengukuran TD adalah:1
1. Gunakan manset dengan ukuran inflatable bag; (karet yang berada di dalam
manset) yang sesuai, yaitu lebar ± 40% dari lingkar lengan (rata-rata pada lengan
dewasa 12-14cm) dan panjang ± 60-80% lingkar lengan, sehingga cukup panjang
untuk melingkupi lengan.
2. Pasang manset pada lengan atas dengan pusat inflatable bag diatas arteri
braklialis (pada sisi dalam lengan atas) dan sisi bawah manset ± 2,5cm diatas
fossa antecubiti.
3. Posisi lengan penderita sedikit fleksi pada siku, lengan harus disangga (dengan
meja, bantal, atau benda lainnya yang stabil), pastikan bahwa manset setinggi
jantung. Cari arteri brakhialis, biasanya sedikit medial dari tendon bisep.
4. Lakukan pemeriksaan palpasi tekanan darah sistolik (TDS) yaitu ibu jari atau jari-
jari lain diletakkan diatas arteri brakhialis, manset dipompa/dikembangkan sampai
± 30mmHg diatas tingkat dimana pulsasi mulai tidak teraba, kemudian manset
pelan-pelan dikendurkan dan akan didapatkan TDS yaitu pulsasi mulai teraba
kembali.
5. Selanjutnya stetoskop (bagian bell) diletakkan diatas arteri brakhialis, manset
dipompa kembali sampai ± 30mmHg diatas harga palpasi TDS, kemudian manset
dikendurkan pelan-pelan (kecepatan 2-3mmHg/detik), tentukan TDS (mulai
terdengar suara dan tekanan darah diastolic (TDD) mulai menghilang.
6. Pengukuran TD harus dilakukan pada lengan (arteri brakhialis) kanan dan kiri,
setidaknya pernah dilakukan walaupun seklai saja. Normal antara kanan dan kiri
terdapat perbedaan 5-10mmHg. Bila ada perbedaan > 10-15 mmHg perlu
dicurigai adanya kompresi atau obstruksi ateri pada sisi yang tekanan darahnya
lebih rendah.
7. Pada penderita yang mendapat obat antihipertensidan ada riwayat pingsan atau
postural dizziness, atau pada penderita denga dugaan hipovolemik, TD diukur
pada posisi tidur, duduk, dan berdiri (kecuali ada kontraindikasi). Normal dari
horizontal ke posisi berdiri akan menyebabkan TDS sedikit menurun atau tidak
berubah dna TDD sedikit meningkat. Bila saat berdiri TDS turun > 20 mmHg,
apalagi disertai adanya keluhan, menunjukkan adanya hipotensi ortostatik
(postural). TDD juga bisa turun. Penyebabnya adalah obat, hipovolemia, terlalu
lama tirah baring dan gangguan system saraf autonom perifer.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksan penunjang pasien hipertensi terdiri dari pemeriksaan darah rutin,
glukosa darh (sebaiknya puasa), kolesterol total LDL dan HDL serum, trigliserida serum
(puasa), asma urat serum, kreatinin serum, kalsium serum, hemoglobin dan hematocrit,
urinalisis (uji carik celup serta sedimen urin), elektrokardiogram.1
Beberapa pedoman penanganan hipertensi meenganjurkan tes lain seperti :
ekokardiogram, USG karotis (dna femoral), C-reaktif protein, mikroalbumiuria atau
perbandingan albumin/kreatinin urin, proteinuria kuantitatif (jika uji carik positif),
funduskopi (pada hopertensi berat).1
Evaluasi pasien hipertensi juga diperlukan untuk menentukan adanya penyakit
penyerta sistemik, yaitu: aterosklerosis (melalui pemeriksaan profil lemak), diabetes
(terutama pemeriksaan gula darah), fungsi ginjal (dengan pemeriksaan proteinuria,
kreatinin serum, serta memperkirakan laju filtrasi glomerulus)1

Pemeriksaan Kerusakan Organ Target


Pada pasien hipertensi, beberapa pemeriksaan untuk menentukan adanya
kerusakan organ target dapat dilakukan secara rutin, sedang pemeriksaan lainnya hanya
dilakukan bila ada kecurigaan yang didukung oleh keluhan dan gejala pasien.
Pemeriksaan untuk mengevaluasi adanya kerusakan organ target meluputi:1
1. Jantung : pemeriksaan fisik, foto polos dada (untuk melihat pembesaran jantung,
kondisi arteri intra toraks dna sirkulasi pilmoner), elektrokardiografi (untuk
mendeteksi iskemia, gangguan konduksi, aritmia, serta hipertrofi ventrikel kiri),
ekokardiografi.
2. Pembuluh darah : pemeriksaan fisik termasuk perhitingan pulse pressure,
ultrasonografi (USG) karotis, fungsi endotel.
3. Otak : pemeriksaan neurologis, diagnosis stroke ditegakkan dengan menggunakan
cranial computed tomo-graphy (CT) scan atau magnetic resonance imaging
(MRI) untuk pasien dengan keluhan gangguan neural, kehilangan memori atau
gangguan kognitif.
4. Mata : funduskopi retina.
5. Fungsi ginjal : pemeriksaan fungsi ginjal dan penentuan adanya
proteinuria/mikro-makroalbuminuria serta rasio albumin kreatinin urin, perkiraan
laju filtrasi glomerulus.

Patofisiologi
Hipertensi merupakan penyakit heterogen yang dapat disebabkan oleh penyakit
yang spesifik (hipertensi sekunder) atau mekanisme patofisiologi yang tidak diketahui
penyebabnya (hipertensi primer/esensial/idiopatik). Sekitar 80-95% pasien tekanan darah
tinggi didiagnosis sebagai hipertensi primer dan 5-20% didiagnosis dengan hipertensi
sekunder.2,3
Perjalanan hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi mungkin tak
menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini menyelubungi perkembangan
penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat gejalan biasanya
bersifat non-spesifik, misalnya sakit kepala atau pusing. Apabila hipertensi tidak
diketahui dan tidak dirawat, mengakibatkan kematian karena payah jantung, infark
miokardium, stroke, atau gagal ginjal. Namun deteksi dini dan perawatan hipertensi yang
efektif dapat menurunkan jumlah morbiditas dan mortalitas. Dengan demikian,
pemeriksaan tekanan darah secara teratur mempunyai arti penting dalam perawatan
hipertensi.4
Agar dapat memahami pathogenesis dan pilihan pengobatan hipertensi, sangat
berguna untuk mengerti factor yang melibatkan regulasi normal dan peningkatan tekanan
arterial. Cardiac output dan resistensi perifer adalah factor penentu tekanan arteri.
Cardiac output ditentukan oleh stroke volume dan denyut jantung, stroke volume
berkaitan dengan kontraksi myocardial dan kompartemen vascular. Resistensi perifer
ditentukan oleh perubahan anatomi dan fungsional arteri kecil ( diameter kumen 100-
400) dan arteriol.3
Hipertensi primer
Hipertensi primer cenderung lebih dikenal dan mungkin terkait dengan hubungan
antara lingkungan dan factor genetic. Prevalensi hipertensi primer meningkat seiring
peningkatan usia, orang-orang dengan tekanan darah yang relative tinggi pada usia muda
beresiko mengalami hipertensi. Pada umumnya pasien yang didiagnosis hipertensi akan
mengalami peningkatan resistensi perifer dan cardiac output yang normal atau menurun,
tetapi, pada pasien berusia muda denagn hipertensi ringan atau labil, cardiac output dapat
meningkat dan resistensi perifer normal.3

Volume Intravaskular
Menurut Kaplan tekanan darah tinggi adalah interaksi antara cardiac output atau
curah jantung dan TPR (total pheripheral resistance, tahanan total perifer) yang masing-
masing dipengaruhi oleh beberapa factor.1

gambar 1. Faktor-faktor pengendali tekanan darah1


Volume intravascular merupakan determinan utama untuk kestabilan tekanan
darah dari waktu ke waktu. Tergantung TPR apakah dalam posisi vasodilatasi atau
vasokontriksi. Bila asupan NaCl meningkat, maka ginjal akan merespon agar ekskresi
garam keluar bersama urine ini juga akan meningkat. Tetapi bila upaya mengekskresi
NaCl ini melebihi ambang kemampuan ginjal, maka ginjal akan meretensi H2O sehingga
volume intravascular meningkat.1
Pada gilirannya cardiac output juga akan meningkat. Akibatnya terjadi ekspansi
volume intravascular, sehingga tekanan darah meningkat. Seiring dengan perjalan waktu
TPR juga akan meningkat, lalu secara berangsur cardiac output akan turun menjadi
normal lagi akibat autoregulasi. Bila TPR vasodilatasi tekanan darah akan menurun,
sebaliknya bila TPR vasokontriksi tekanan darah akan meningkat.1

Kendali Saraf Otonom


Persarafan autonomy ada dua macam, yang pertama ialah system saraf simpatis,
yang mana saraf ini yang akan menstimulasi saraf visceral (termasuk ginjal) melalui
neurotransmitter : katekolamin, epinefrin, maupun dopamine. Sedang saraf parasimpatis
adalah yang menghambat simulasi saraf simpatis. Regulasi simpatis dan parasimpatis
berlangsung independen tidak dipengaruhi oleh kesadaran otak, akan tetapi terjadi secara
automatis mengikuti siklus sirkardian.1
Ada beberapa reseptor adrenergic yang berada di jantung, ginjal, otak, serta
dinding vascular pembuluh darah ialah reseptor α1, α2, β1, dan β2. Belakangan
ditemukan reseptor β3 diaorta yang ternyata kalau dihambat dengan beta bloker β1
selektif yang baru (nebivol) maka akan memicu terjadinya vasodilatasi melalui
peningkatan nitrit oksida (NO).1
Karena pengaruh-pengaruh lingkungan misalnya genetic, stress kejiwaan, rokok,
dan sebagainya, akan terjadi aktivitas system saraf simpatis berupa kenaikan
katekolamin, dan norepinefrin (NE) dan sebagianya.1
Selanjutnya neurotransmitter ini akan meningkatkandenyut jantung (heart rate)
lalu diikuti kenaikan caidiac output, sehingga tekanan darah meningkat dan akhirnya
akan mengalami agregasi platelet. Peningkatan neurotransmitter NE ini mempunyai efek
negative terhadap jantung, sebab di jantung ada reseptor α1, β1, β2, yang akan memicu
terjadinya kerusakan miokard, hipertensi dan aritmia dengan akibat progesivitas dari
hipertensi aterosklerosis.1
Pada dinding pembuluh darah juga ada reseptor α1maka bila NE meningkat hal
tersebut akan memicu vasokontriksi melalui reseptor α1 sehingga hipertensi
aterosklerosis juga makin progresif.1

Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAA)


Bila tekanan darah menurun maka hal ini akan memicu reflex baroreseptor.
Berikutnya secara fisiologis system RAA akan dipicu mengikuti kaskade seperti yang
tampak pada gambar di bawah ini. Yang mana pada akhirnya renin akan disekresi, lalu
angiotensinogen I (AI), angiotensin II (AII), dan seterusnya sampai tekanan darah
meningkat kembali. Begitu secara fisiologis autoregulasi tekanan darah terjadi melalui
aktifitas dari system RAA.
Adapun proses pembentukan renin dimulai dari pembentukkan angiotensinogen
yang dibuat di hati. Selanjutnya angiotensinogen akan dirubah menjadi angiotensin I oleh
renin yang dihasilkan oleh macula densa apparatus juxta glomerulus ginjal. Lalu
angiotensin I akan diubah menjadi angiotensin II oleh enzim ACE (angiotensin
converting enzyme). Akhirnya angiotensin II ini akan bekerja pada reseptor-reseptor yang
terkait dengan tugas proses fisiologisnya ialah di reseptor AT1, AT2, AT3,AT4.1
Factor resiko yang tidak dikelola akan memicu system RAA. Tekanan darah
makin meningkat, hipertensi aterosklerosis makin progresif. Ternyata yang berperan
utama untuk memicu progresifitas ialah angiotensin II.1

Dinding Vascular Pembuluh Darah


Hipertensi adalah penyakit yang berlanjut terus menerus sepanjang umur.
Hopertensi leboh cocok menjadi bagian dari salah satu gejala sebuah syndrome penyakit
yang disebut sebagai “the atherosclerotic syndrome” atau “the hypertension syndrome”,
sebab pada hipertensi sering disertai dengan gejala-gejala lain berupa resistensi insulin,
obesitas, mikroalbuminemia, gangguan koagulasi, gangguan endotel, dyslipidemia,
pembesaran ventrikel kiri, gangguan simpatis dan parasimpatis. Aterosklerosis ini akan
berjalan progresif dan berakhir dengan kejadian kardiovaskular.1
Radius vascular dan compliance resistensi arteri juga penting dalam menentukan
tekanan arteri. Variasi aliran darah dapat menurunkan ukuran lumen yang signifikan dan
meningkatkan resistensi. Pada pasien hipertensi, perubahan struktur, mekanik dan fungsi
dapat mengurangi diameter lumen arteri kecil dan arteriol. Perubahan struktur pembuluh
darah menjadi sempit menyebabkan penyumbatan pembuluh darah progresif. Bila
pembuluh darah menyempit, maka aliran arteri akan terganggu dan dpaat menyebabkan
mikroinfark jaringan. Akibat perubahan pembuluh darah ini paling nyata terjadi pada
otak dan ginjal. Obstruksi dan rupture pembuluh darah otak merupakan penyebab
sepertiga kematian akibat hipertensi. Sklerotik progresif pembuluh darah ginjal
mengakibatkan disfungsi dan gagal ginjal yang juga dapat menimbulkan kematian.
Hipertensi kronis merupakan penyebab kedua terjadinya gagal ginjal stadium akhir dan
21% kasus membutuhkan terapi penggantian ginjal. Pembuluh darah yang elastis dapat
mengakomodasi kenaikan volume dengan sedikit perubahan tekanan, sedangkan dengan
pasien hipertensi umumnya memiliki pembuluh darah yang kaku.3,4

Konsekuensi Patologi Hipertensi


Hipertensi adalah factor resiko untuk semua manifestasi klinik atherosclerosis.
Hipertensi merupakan factor predidposisi independen untuk gagal jantung, penyakit arteri
coroner, stroke, penyakit ginjal dan penyakit arteri perifer (PAD).3
Jantung
Penyakit jantung paling sering menyebabkan kematian pada pasien hipertensi.
Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan darah
dari ventrikel kiri sehingga beban kerja jantung bertambah. Sebagai akibat, terjadi
hipertrofi ventrikel untuk meningkatkan kekuatan kontraksi. Akan tetapi kemampuan
ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertrofi kompensasi akhirnya
terlampaui, dan terjadi dilatasi dan payah jantung. Jantung semakin terancam dengan
semakin parahnya aterosklerosis coroner. Bila proses aterosklerosis berlanjut, penyediaan
oksigen miokardium berkurang. Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium terjadi
akibat hipertrofi ventrikel dan peningkatan beban kerja jantung sehingga akhirnya akan
menyebabkan angina atau infark miokardium. Sekitar separuh kematian akibat hipertensi
disebabkan oleh infark miokardium atau gagal jantung.3,4
Penyakit jantung hipertensi merupakan akibat dari hipertrofi ventrikel yang
dikarenakan perubahan structural dan fungsi pembuluh darah. Hypertrofi ventrikel dapat
didiagnosis dengan elektrokardiogram, meskipun elektrokardiografi lebih sensitive dalam
mengukur ketebalan dinding ventrikel. Orang yang mengalami hipertrofi ventrikel
memiliki resiko tinggi mengalami penyakit jantung kongesti (CHD), stroke, gagal
jantung kongesti (CHF), dan kematian mendadak.3
Otak
Hipertensi adalah factor resiko yang penting bagi infark otak dan pendarahan.
Sekitar 85% stroke disebabkan oleh infark dan sisanya dikarenakan pendarahan. Kejadian
stroke meningkat progresif seiring dengan peningkatan kejadian tekanan darah tinggi,
terutama peningkatan tekanan darah sistolik pada orang berusia >65 tahun. Aliran darah
otak tetap tidak dapat berubah dan diubah oleh tekanan arteri dikarenakan adanya proses
autoregulasi.3

Ginjal
Penyakit ginjal primer merupakan penyebab tersering hipertensi sekunder.
Sebaliknya, hipertensi juga merupakan factor resiko kerusakan ginjal dan end stage renal
disease (ESRD). Peningkatan resiko berkaitan dengan tekanan darah tinggi yang semakin
meningkat dan berkelanjutan. Kerusakan ginjal terjadi lebih sering dikarenakan tekanan
sistolok dibanding diastolic, dan orang kulit hitam memiliki resiko lebih tinggi menjadi
ESDR dibanding orang berkulit putih. Perubahan vascular pada ginjal memberi efek pada
arteri preglomerulus dan mengakibatkanb perubahan iskemik pada struktur glomerulus
dan postglomerulus. Kelainan glomerulus dapat mengakibatkan kerusakan langsung pada
kapiler glomerulus akibat hiperfusi glomerulus dan mengakibatkan tubulus ginjal
menjadi iskemik dan atrofi.3

Arteri Perifer
Pembuluh darah dapat menjadi organ target terjadinya aterosklerosis dikarenakan
peningkatan tekanan darah yang terus-menerus memicu pengerasan pembuluh darah.3

Etiologi
Hipertensi disebut primer bila penyebabnya tidak diketahui, bila ditemukan
sebabnya disebut sekunder. Penyebabnya antara lain:1
- Penyakit : penyakit ginjal kronik, sindroma cushing, koarktasi aorta,
feokromositoma, aldosteronism primer, penyakit renovaskular, penyakit tiroid,
dan penyakit paratiroid.
- Obat-obatan :
Prednisone, fludrokortison, triamsinolon
 NSAID, COX-2 inhibitors
 Dekongestan : phenylpropanolamine & analog
 Estrogen : biasanya kontrasepsi oral
- Makanan : sodium, etanol, licorice
- Obat jalanan yang mengandung bahan-bahan sebagi berikut: cocaine, herbal
ecstasy, nicotine, anabolic steroid, narcotic, methylphenidate, phenycilidine,
ketamine.

Epidemiologi
Hipertensi ditemukan pada semua populasi dengan angka kejadian yang berbeda-
bed, sebab ada factor-faktor genetic, ras, regional, social budaya yang juga berbeda.
Hipertensi akan makin meningkat bersama dengan bertambahnya umur. Hasil analisa The
Third National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES III) blood pressure
data, hipoertensi data dibagi menjadi dua kategori:1
- 26% pada populasi muda (umur ≤ 50 tahun) terutama pada laki-laki (63%) yang
biasanya didapatkan lebih banyak IDH disbanding ISH.
- 74% pada populasi tua (umur > 50 tahun), utamanya pada wanita (58%) yang
biasanya didapatkan lebih banyak ISH disbanding IDH.
Hipertensi mengambil porsi sekitar 60% dari kematian didunia. Pada anak-anak
yang tumbuh kembang hipertensi meningkat mengikuti dengan pertumbuhan badan.1
Menurut NHANES 1999-2000, prevalensi tekanan darah tinggi pada populasi
dewasa yang berumur di atas 20 tahun di Amerika Serikat, adalah sebagai berikut:1
normal 38%, prehipertensi 31%, hipertensi 31%.1
Di Indonesia, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas, 2013)
prevalensi nasional hipertens adalah 25.8%. berdasarkan kelompok umur penderitanya,
prevalensi hipertensi pada umur >75 tahun adalah 63.8%, umur 65-74 tahun adalah
57.6%, umur 55-64 tahun adalah 45.9%, umur 45-54 tahun adalah 35.6%, umur 35-44
tahun adalah 24.8%, umur 25-34 tahun adalah 14.7%, dan umur 15-24 tahun adalah
8.7%.5
Sedangkan prevalensi hipertendi berdasarkan jenis kelamin, pada laki-laki adalah
22.8% sedangkan pada perempuan cenderung lebih tinggi yaitu 28.8%. World Health
Organization (WHO) menyatakan bahwa lebih dari satu milyar orang di dunia menderita
hipertensi, dua per tiga diantaranya berada di Negara berkembang yang berpenghasilan
rendah sampai denan sedang. Hipertensi telah mengakibatkan kematian sekitar 8 juta
orang setiap tahun, 1.5 juta kematian terjadi di Asia Tenggara.5

Tata Laksana
WHO memberi rekomendasi diuretic dosis kecil sebagai pilihan pertama untuk
pengobatan hipertesi dengan alas an sangat cost effentive. Hipertensi tanpa penyulit bisa
diberikan monoterapi. JNC 7 menganjurkan thiazide sebagai pilihan pertama. Monoterapi
bisa mencapai target tekanan darah normal sekitar 40%. Denagn kombinasi dua obat atau
lebih dapat mencapai target tekanan darah normal lebih dari 80%. Bila hipertensi disertai
dengan adanya penyulit berupa adanya TOD atau tergolong high and very high risk
group hypertension, maka pengobatan disesuaikan dengan table compelling indications
(table 2).1
Indikasi WHO JNC 7, 2003
Diuretic thiazide saja atau
Pasien usia lanjut dengan kombinasi dengan salah
Diuretic, DPHCCB
hipertensi sistolik satu dari kelas obat ACEI,
ARB, BB, Anti-Aldosterone
BB, ACEI, Anti-
Pasca infark miokardium ACEI, BB
Aldosterone
Disfungsi ventrikel kiri ACEI ACEI, BB, diuretic
Diuretic thiazide, BB,
Gagal jantung kongesti Diuretic, BB, spironolakton ACEI, ARB, Anti-
aldosterone agents
Pasca stroke ACEI + diuretic, diuretic Diuretic thiazide, ACEI
Penyakit ginjal ACEI, ARB ACEI, ARB
Hipertrofi ventrikel kiri ARB ACEI, diuretic, ARB
Kelas obat manapun dapat
Penyakit arteri primer -
dipakai pada sebagian besar
pasien
Aterosklerosis
- -
asimptomatik
Takiaritmia / fibrilasi - BB
ESRD / proteinuria - -
Mikroalbuminemia - -
Angina pectoris - BB, CA
Diuretic thiazide, BB,
Diabetes -
ACEI, ARB, CA
DHPCCB : Dihydropyridine calcium channel-blockers, BB : beta-blockers, ACEI : angiotensin converting
enzyme inhibitors, ARB : angiotensin receptor blockers, CA : calcium antagonist.
Table 2. Rekomendasi pengobatan hipertensi yang disesuaikan dengan indikasi yang memaksa / compelling
indications1

Terapi Kombinasi
WHO dan JNC 7 merekomendasi dua obat dapat langsung diberikan sebagi terapi
awal untuk yang diklasifikasikan sebagai high atau very high cardiovascular risk
terutama pada hipertensi dengan tekanan darah 20mmHg diatas sistolik blood pressure
goal atau 10mmHg diatas diastolic blood pressure goal atau yang dengan compelling
indications.1

Kelas obat Contoh Dosis harian Kontraindikasi / peringatan


Diuretic Hidroklorothiazide 6,25-50 mg (1-2) Diabetes, dyslipidemia,
thiazide Klortalidon 25-50 mg (1) hiperurisemia, gout,
hypokalemia
Loop diuretic Furosemide 40-80 mg (2-3) Diabetes, dyslipidemia,
Asam atakrinat 50-100 mg (2-3) hiperurisemia, gout,
hypokalemia
Antagonis Spironolakton 25-100 mg (1-2) Gagal ginjal, hiperkalemia
aldosterone Eplerenon 50-100 mg (1-2)
hemat K+ Amiloride 5-10 mg (1-2)
Triamterene 25-100 mg (1-2)
Beta blocker Atenolol 25-100 mg (1) Asthma, PPOK, blok jantung
kardioselektif Metoprolol 25-100 (1-2) derajat 2 dan 3, sindrom sick-
Non-selektif Propranolol 40-160 mg (2) sinus.
Propranolol LA 60-180 mg (1)
Kombinasi Labetalol 200-800 mg (2)
alfa / beta Karvedilol 12,5-50 mg (2)
Alfa antagonis Prazosin 2-20 mg (2-3)
selektif Doxazosin 1-16 mg (1)
Terazosin 1-10 mg (1-2)
Non selektif Fenoksibenzamin 20-120 mg (2-3)
simpatolitih Klonidine 0,1-0,6 mg (2)
sentral Clonidine patch 0,1-0,3 mg
(1/mgg)
Metildopa 250-1000 mg (2)
Reserpine 0,05-0.25 mg (1)
Guanfasin 0,5-2 mg (1)
ACE Kaptopril 25-200 mg (2) Gagal ginjal akut, stenosis arteri
inhibitors Lisinopril 10-40 mg (1) ginjal bilateral, kehamilan,
Ramipril 2,5-20 mg (1-2) hyperkalemia
Antagonis Losartan 25-100 mg (1-2) Gagal ginjal akut, stenosis arteri
angiotensin II Valsartan 80-320 mg (1) ginjal bilateral, kehamilan,
Kandesartan 2-32 mg (1-2) hyperkalemia
Inhibitors Aliskiren 150-300 mg (1-2) Kehamilan
renin
antagonis
kalsium
Dihiropiridin Nifedipin 30-60 mg (1)
Non Verapamil 120-360 mg (1-2) Blok jantung derajat ke-2 atau
dihidropiridin Diltiazem 180-420 mg (1) ke-3
Direct Hidralazin 25-100 mg (2) Penyakit jantung coroner berat
vasodilators Minoxidil 2,5-80 mg (1-2)
Table 3. penggunaan obat farmakologi anti hipertensi sesuai dengan kelas, dosis, indikasi dan
kontraindikasi1

Pencegahan
1. Pencegahan primer : mengobati semua factor resiko yang reversible.1
2. Pencegahan sekunder :1
 Mengobati kelainan non hemodinamik (beyond blood pressure lowering)
yaitu kelainan disfungsi vascular.
 Mengobati kelainan hemodinamik dengan obat antihipertensi sesuai
guideline dengan monoterapi maupun kombinasi yang disesuaikan denagn
compelling indications antara lain sebagai berikut:1
 Penurunan tekanan darah sampai 140/90mmHg pada semua
penderita hipertensi yang tidak berkomplikasi.
 Penurunan tekanan darah sampai 130/80 mmHg pada penderita
diabetes dan penyakit ginjal kronik (resiko tinggi).
 Penurunan tekanan darah sampai 125/75 mmHg pada penderita
proteinuria > 1 g/hari.
3. Pencegahan tersier: mengobati kerusakan target organ.1

Rekomendasi gaya hidup menurut Canadian Hypertension Education Program


(CHEP) 2011
Untuk mencegah resiko menjadi hipertensi, dianjurkan menurunkan asupan garam
sampai dibawah 1500 mg/hari. Diet yang sehat ialah bilamana dalam makanan sehari-hari
kaya akan serat, protein, yang berasal dari tamanan juga olah raga teratur, tidak
mengkonsumsi alcohol, mempertahankan berat badan pada kisaran BMI 18.5-24,5
kg/m2, mengusahakan lingkar perut pada kisaran laki-laki ≤ 102cm (asia < 90 cm),
wanita < 88 cm (asia < 80 cm), dan tidak merokok dimanapun dan kapanpun.1
Nasihat olah raga adalah sebagi berikut : frekuensi olah raga sekitar 30-60 menit,
tipe aktivitas kardiorespirasi seperti berjalan, jogging, bersepeda, berenang yang non-
kompetitif.1

Komplikasi
Hubungan kenaikan tekanan darah dengan resiko PKV berlangsung secara terus-
menerus, konsisten dan independen dari factor-faktor resiko lain. Pada jangka lama bila
hipertensi tidak dapat turun stabil pada kisaran target normo tensi pasti akan merusak
organ-organ terkait (TOD).1
Penyakit kardiovaskular utamanya hipertensi tetap menjadi penyebab kematian
tertinggi didunia. Resiko komplikasi ini bukan hanya tergantung kepada kenaikan
tekanan darah yang terus-menerus, tetapi juga tergantung bertambahnya umur penderita.
Kenaikan tekanan darah yang berangsur lama juga akan merusak fungsi ginjal. Makin
tinggi tekanan darah, makin menurun laju filtrasi glomerulus sehingga akhirnya menjadi
penyakit ginjal tahap akhir.1
Karena tingginya tekanan darah adalah factor resiko independen yang kuat untuk
merusak ginjal tahap akhir (ESRD), maka untuk mencegah progesifitas menuju ESRD,
diusahakan mempertahankan tekanan darah pada kisaran 120/80 mmHg.1

Prognosis
Hipertensi akan berlangsung seumur hidup sampai pasien meninggal akibat
kerusakan target organ (TOD). Berawal dari tekanan darah115/75, sehingga kenaikan
sistolik 20/10 mmHg resiko morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskukar akan
meningkat dua kali lipat. Hipertensi yang tidak diobati meningkatkan 35% semua
kematian kardiovaskular, 50% penyakit jantung mongesti, 25% semua kematian
premature (mati muda), serta menjadi penyebab tersering utnuk teradinya penyakit ginjal
kronis da penyebab gagal ginjal terminal.1

Kesimpulan
Hipertensi adalah gejala dari sebuah sindroma yang kemudian akan memicu
pengerasan pembuluh darah sampai terjadi kerusakan target organ terkait. Awalnya
memang hanya berupa factor resiko. Tetapi bila factor-faktor resiko ini tidak diobati
maka akan memicu gangguan hemodinamik dan gangguan vascular biologis.1

Daftar Pustaka

Вам также может понравиться