Вы находитесь на странице: 1из 47

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS DENGAN

BENDUNGAN ASI DI RUANG 7 (RUANG NIFAS)


DI RSUD dr. SOEKARDJO TASIKMALAYA

LAPORAN TUGAS AKHIR

Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai

Gelar Ahli Madya Kebidanan

Oleh :

SERA AGUSTINA

NIM. 13DB277037

PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta
sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu (Dewi Vivian dan Tri, 2011).
Organisasi kesehatan tingkat dunia, World Health Organization (WHO)
memperkirakan 800 perempuan meninggal setiap harinya akibat komplikasi
kehamilan dan proses kelahiran. Sekitar 99% dari seluruh kematian ibu
terjadi di negara berkembang. Sekitar 80% kematian maternal merupakan
akibat meningkatnya komplikasi selama kehamilan, persalinan dan setelah
persalinan.
Menurut laporan WHO yang telah dipublikasikan pada tahun 2014
Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia mencapai angka 289.000 jiwa. Di mana
terbagi atas beberapa Negara, antara lain Amerika Serikat mencapai 9300
jiwa, Afrika Utara 179.000 jiwa dan Asia Tenggara 16.000 jiwa ( WHO,
2014).
Angka Kematian Ibu (AKI) di negara-negara Asia Tenggara
diantaranya Indonesia mencapai 214 per 100.000 kelahiran hidup, Filipina
170 per 100.000 kelahiran hidup, Vietnam 160 per 100.000 kelahiran hidup,
Thailand 44 per 100.000 kelahiran hidup, Brunei 60 per 100.000 kelahiran
hidup, dan Malaysia 39 per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2014).
Jumlah Angka Kematian Ibu (AKI) di wilayah Kota Tasikmalaya
mengalami naik turun dari tahun ke tahun. Jumlah AKI di tahun 2012
mencapai 16 kasus, tahun 2013 mencapai 20 kasus, tahun 2014 mencapai
29 kasus dan tahun 2015 mencapai 20 kasus (Dinas Kesehatan Kota
Tasikmalaya, 2016).
Menurut UNICEF, ASI eksklusif dapat menekan angka kematian bayi
di Indonesia dan juga menyatakan bahwa 30.000 kematian di Indonesia dan
10 juta kematian bayi di dunia setiap tahun dapat dicegah dengan
pemberian ASI eksklusif selama enam bulan sejak jam pertama kelahirannya
tanpa memberikan makanan dan minuman tambahan kepada bayi
(Sujiyatini, Nurjanah & Kurniati, 2010).
Angka kejadian bendungan ASI sampai saat ini tidak diketahui secara
pasti. Menurut penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
RI pada tahun 2006 kejadian bendungan ASI di Indonesia terbanyak terjadi
pada ibu-ibu bekerja sebanyak 16% dari ibu menyusui (Departemen
Kesehatan RI, 2008). Sementara hasil Survey Sosial Ekonomi Daerah
(Suseda) Propinsi Jawa Barat tahun 2009 kejadian bendungan ASI pada ibu
menyusui di Jawa Barat yaitu 1-3% (1-3 kejadian dari 100 ibu menyusui)
terjadi di perkotaan dan 2-13% (2-13 kejadian dari 100 ibu menyusui) terjadi
di pedesaan (Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Barat, 2009).
Angka kejadian bendungan ASI di RSUD dr. Soekardjo Kota
Tasikmalaya pada tahun 2015 sebanyak 364 kasus, sedangkan pada bulan
Januari- Februari 2016 sebanyak 155 kasus (RSUD dr. Soekardjo
Tasikmalaya – Poli Laktasi, 2015-Februari 2016). Dari data yang di dapat
dari RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya angka kejadian bendungan ASI cukup
tinggi. Sehingga penulis berpendapat bahwa asuhan kebidanan terhadap
penatalaksanaan kasus tersebut belum maksimal.
Masalah potensial yang dapat muncul akibat bendungan ASI misalnya
mastitis. Gejala awal mastitis adalah demam disertai menggigil, nyeri dan
takikardi. Pada pemeriksaan payudara membengkak, mengeras, lebih
hangat, kemerahan dengan batas tegas dan disertai rasa sangat nyeri
(Prawirohardjo, 2010).
Menurut penelitian Nuraini dan Resti menunjukan bahwa dari 30
responden primipara yang dilakukan stimulasi refleks oksitosin dengan
frekuensi 1 kali tindakan yang berpengaruh terhadap bendungan ASI ringan
sebanyak 4 orang (26,7%) dan stimulasi refleks oksitosin dengan 1 kali
tindakan yang berpengaruh terhadap bendungan ASI sedang sebanyak 11
orang (73,3%). Responden primipara yang dilakukan stimulasi refleks
oksitosin dengan frekuensi 2 kali tindakan yang berpengaruh terhadap
bendungan ASI ringan sebanyak 12 orang (80%) dan stimulasi refleks
oksitosin dengan 2 kali tindakan yang berpengaruh terhadap bendungan ASI
sedang sebanyak 3 orang (20%). Dalam penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa semakin sering dilakukan tindakan stimulasi refleks oksitosin maka
kejadian bendungan ASI semakin berkurang.
Menurut penelitian Kartika Dian Listyaningsih dengan hasil
pengetahuan laktasi ibu diukur dengan 15 item pertanyaan yang terdapat
pada kuesioner dapat disimpulkan bahwa rata-rata nilai pengetahuan laktasi
pada ibu menyusui di Rumah Bersalin Seger Waras dengan rata-rata nilai
8.775, sedangkan pada pelaksanaan perawatan payudara ibu menyusui di
Rumah Sakit Seger Waras Surakarta di dapat rata-rata nilai 7.275. Nilai
tersebut semuanya kategori sedang.
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa
ada hubungan pengetahuan laktasi dengan perawatan payudara pada ibu
menyusui dan sifat hubungan adalah sedang, positif dan signifikan.
Kebijakan pemerintah untuk mengurangi kejadian bendungan ASI
terhadap ibu menyusui salah satu upaya signifikan yang telah dilakukan oleh
pemerintah saat ini adalah mengeluarkan PP no. 33 tahun 2012 mengenai
pemberian ASI eksklusif. Melalui PP ini, pemerintah memformalkan hak
perempuan untuk menyusui (termasuk di tempat kerja) dan melarang
promosi pengganti ASI. Dengan demikian, pemerintah telah menunjukan
fokusnya dalam hal peningkatan alokasi keuangan, kebijakan yang lebih
terkoordinasi dan memperkuat keahlian teknis untuk meningkatkan gizi anak
bersama dengan mitra internasional di antaranya Uni Eropa dan bank Dunia.
Dari kebijakan pemerintah tersebut penulis berpendapat bahwa
kebijakan ASI Eksklusif tersebut tidak hanya untuk kesehatan gizi pada bayi
saja tetapi bisa juga menjadi salah satu pencegah terjadinya bendungan ASI
pada ibu-ibu menyusui baik pada ibu yang bekerja maupun yang tidak
bekerja, terlebih lagi pemerintah mengeluarkan kebijakan pada PP tersebut
bahwa ibu bekerja pun diharuskan untuk menyusui ASI eksklusif, maka tidak
ada alasan kuat bagi ibu bekerja yang tidak bisa menyusui secara eksklusif
karena kesibukan bekerja.
Adapun salah satu ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang
pemberian ASI, yakni tercantum dalam QS. Al-Baqarah : 233.

َ ‫ﻋﺔَ َو‬
‫ﻋﻠَﻰ اْﻟَﻣْوﻟُوِد َﻟﮫُ ِرْزﻗُُﮭﱠن‬ َ ‫ت ﯾُْرِﺿْﻌَن أ َْوﻻ َدَُھﱠن َﺣْوَﻟْﯾِن َﻛﺎِﻣَﻠْﯾِن ِﻟَﻣْن أ ََرادَ أ َن ﯾُِﺗﱠم اﻟﱠر‬
َ ‫ﺿﺎ‬ ُ ‫َواْﻟَواِﻟدَا‬
َ ‫ﺿﺂﱠر َواِﻟدَةُ ﺑَِوﻟَِدَھﺎ َوﻻَ َﻣْوﻟُود ُُ◌ﱠﻟﮫ ُ ﺑَِوﻟَِدِه َو‬
‫ﻋﻠَﻰ‬ َ ُ ‫ﺳﻌََﮭﺎ ﻻَ ﺗ‬ ٌ ‫ف َﻧْﻔ‬
ْ ‫س ِإﻻ ﱠ ُو‬ ِ ‫ﺳَوﺗ ُُﮭﱠن ﺑِﺎْﻟَﻣْﻌُرو‬
ُ ‫ف ﻻَ ﺗ َُﻛﱠﻠ‬ ْ ‫َوِﻛ‬
ْ َ ‫ﻋﻠَْﯾِﮭَﻣﺎ َوِإْن أ ََرْدﺗ ُْم أ َن ﺗ‬
‫ﺳﺗ َر‬ َ ‫ﺷﺎُوٍر َﻓﻼَ ُﺟَﻧﺎ‬
َ ‫ح‬ َ َ ‫ض ِّﻣْﻧُﮭَﻣﺎ َوﺗ‬ َ ‫ث ِﻣﺛُْل ذَِﻟَك َﻓِﺈْن أ ََرادَا ِﻓ‬
َ ً ‫ﺻﺎﻻ‬
ٍ ‫ﻋن ﺗ ََرا‬ ِ ‫اْﻟَواِر‬
‫ف َواﺗ ﱠﻘُوا ﷲَ َواْﻋَﻠُﻣوا أ َﱠن ﷲَ ِﺑَم‬ َ ‫ﻋﻠَْﯾُﻛْم إَِذا‬
ِ ‫ﺳﱠﻠْﻣﺗ ُم ﱠﻣﺂَءاﺗ َْﯾﺗ ُم ِﺑﺎْﻟَﻣْﻌُرو‬ َ ‫ح‬ َ َ‫ْ◌ِﺿﻌُوا أ َْوﻻََدُﻛْم ﻓ‬
َ ‫ﻼ ُﺟﻧَﺎ‬
{233} ◌ُ‫ا ﺗ َْﻌَﻣﻠُوَن َﺑِﺻﯾُر‬
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun
penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban
ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf.
Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.
Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan
seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian.Apabila
keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya
dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu
ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu
apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah
kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang
kamu kerjakan.”[QS Al-Baqarah : 233]

‫ﻋﺎَﻣْﯾِن أ َِن اْﺷُﻛْر ِﻟﻲ َوِﻟَواِﻟدَْﯾَك‬


َ ‫ﺻﺎﻟُﮫُ ِﻓﻲ‬ َ ‫ﺳﺎَن ﺑَِواِﻟدَْﯾِﮫ َﺣَﻣَﻠﺗْﮫُ أ ُﱡﻣﮫُ َوْھﻧًﺎ‬
َ ‫ﻋَﻠﻰ َوْھٍن َوِﻓ‬ َ ‫ﺻْﯾﻧَﺎ ا ْ ِﻹْﻧ‬
‫َوَو ﱠ‬
‫ﺻﯾُر‬ ِ ‫ﻲ اْﻟَﻣ‬‫ِإﻟَ ﱠ‬
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua
orang tuanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah
kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu.“ [QS Luqman : 14]

Al-Imam Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf-nya meriwayatkan


perkataan seorang tabi’in:

‫ﺣدﺛﻧﺎ ﺑن ﻣﮭدي وأﺑو أﺳﺎﻣﺔ ﻋن ﺳﻔﯾﺎن ﻋن اﻷﻋﻣش ﻋن إﺑراھﯾم أن ﻋﻠﻘﻣﺔ ﻣر ﺑﺎﻣرأة وھﻲ‬
‫ﺗرﺿﻊ ﺻﺑﯾﺎ ﻟﮭﺎ ﺑﻌد اﻟﺣوﻟﯾن ﻓﻘﺎل ﻻ ﺗرﺿﻌﯾﮫ ﺑﻌد ذﻟك‬

Haddatsana Ibnu Mahdi dan Abu Usamah, dari Sufyan, dari al-A’masy,
dari Ibrohim, bahwa Alqomah berjalan melewati seorang wanita yang sedang
menyusui bayinya setelah 2 tahun, maka ia berkata: “Jangan kamu susui ia
setelah itu”. (Mushonnaf Ibni Abi Syaibah no. 17060)
Ayat dan hadits diatas menjelaskan bahwa setiap ibu harus menyusui
anaknya selama 2 tahun. Secara pandangan umum, ayat tersebut
mendukung program pemerintah tentang ASI eksklusif selama 6 bulan serta
mencegah terjadinya bendungan ASI.
Berdasarkann uraian latar belakang diatas penulis tertarik untuk
mengambil judul “Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas dengan Bendungan ASI
di Ruang 7 (Ruang Nifas) di RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan
laporan studi kasus sebagai berikut “Bagaimana Memberikan Asuhan
Kebidanan pada Ibu Nifas dengan Bendungan ASI di Ruang 7 (Ruang Nifas)
RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya “?.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu memberikan Asuhan Kebidanan secara Komprehensif
pada Ibu Nifas dengan Bendungan ASI di Ruang 7 (Ruang Nifas) RSUD
dr. Soekardjo Tasikmalaya.
2. Tujuan Khusus
a. Setelah melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan
bendungan ASI diharapkan penulis mampu:
1) Mampu melakukan pengumpulan data pada Asuhan Kebidanan
pada Ibu Nifas dengan Bendungan ASI di Ruang 7 (Ruang
Nifas) RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya.
2) Mampu melakukan interpretasi data serta merumuskan Asuhan
Kebidanan pada Ibu Nifas dengan Bendungan ASI di Ruang 7
(Ruang Nifas) RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya.
3) Merumuskan diagnosa dan masalah potensial terhadap Asuhan
Kebidanan pada Ibu Nifas dengan Bendungan ASI di Ruang 7
(Ruang Nifas) RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya.
4) Mengidentifikasi tindakan segera Asuhan Kebidanan pada Ibu
Nifas dengan Bendungan ASI di Ruang 7 (Ruang Nifas) RSUD
dr. Soekardjo Tasikmalaya.
5) Menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan sesuai
dengan pengkajian terhadap Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas
dengan Bendungan ASI di ruang 7 (Ruang Nifas) RSUD dr.
Soekardjo Tasikmalaya.
6) Melaksanakan perencanaan tindakan Asuhan Kebidanan pada
Ibu Nifas dengan Bendungan ASI di ruang 7 (Ruang Nifas)
RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya.
7) Melakukan evaluasi hasil asuhan kebidanan yang telah
dilakukan terhadap Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas dengan
Bendungan ASI di ruang 7 (Ruang Nifas) RSUD dr. Soekardjo
Tasikmalaya.
b. Mengidentifikasi kesenjangan antara teori dan praktik pada kasus
Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas dengan Bendungan ASI di
Ruang 7 (Ruang Nifas) RSUD dr. Soekardjo Tasikmalaya.

D. Manfaat
1. Bagi Penulis lain
Diharapkan sebagai sarana untuk menambah wawasan dan
keterampilan dalam melakukan asuhan kebidanan terhadap masalah
bendungan ASI.
2. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan program yang sudah
ada agar tercapai keberhasilan mengenai asuhan kebidanan terhadap
para ibu yang mengalami masalah bendungan ASI.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat memberikan manfaat bagi lembaga pendidikan
untuk mengembangkan materi perkuliahan kebidanan dan sebagai
bahan informasi untuk melakukan asuhan.
4. Bagi Responden
Diharapkan dapat memberikan informasi dalam usaha perencanaan
penatalaksanaan untuk masalah bendungan ASI.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Masa Nifas dan Bendungan ASI


1. Konsep Dasar Masa Nifas
a. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta
sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Dalam bahasa Latin, waktu
mulai tertentu setelah melahirkan anak ini disebut Puerperium yaitu dari
kata Puer yang artinya bayi dan Parous melahirkan. Jadi, puerperium
berarti masa setelah melahirkan bayi. Puerperium adalah masa pulih
kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali
seperti pra-hamil. Sekitar 50% kematian ibu terjadi dalam 24 jam pertama
postpartum sehingga pelayanan pasca persalinan yang berkualitas harus
terselenggara pada masa itu untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi
(Dewi Vivian dan Tri, 2011).
b. Prinsip dan Sasaran Asuhan Masa Nifas
Berdasarkan standar pelayanan kebidanan, standar pelayanan untuk
ibu nifas meliputi perawatan bayi baru lahir (standar 13), penanganan 2 jam
pertama setelah persalinan (standar 14), serta pelayanan bagi ibu dan bayi
pada masa nifas (standar 15). Apabila merujuk pada kompetensi 5 (standar
kompetensi bidan), maka prinsip asuhan kebidanan bagi ibu pada masa
nifas dan menyusui harus yang bermutu tinggi serta tanggap terhadap
budaya setempat. Jika dijabarkan lebih luas sasaran asuhan kebidanan
masa nifas meliputi hal-hal sebagai berikut.
1) Peningkatan kesehatan fisik dan psikologis.
2) Identifikasi penyimpangan dari kondisi normal baik fisik maupun psikis.
3) Mendorong agar dilaksanakan metode yang sehat tentang pemberian
makan anak dan peningkatan pengembangan hubungan antara ibu dan
anak yang baik.
4) Mendukung dan memperkuat percaya diri ibu dan memungkinkan ia
melaksanakan peran ibu dalam situasi keluarga dan budaya khusus.
5) Pencegahan, diagnosis dini dan pengobatan komplikasi pada ibu.
6) Merujuk ibu ke asuhan tenaga ahli jika perlu.
7) Imunisasi ibu terhadap tetanus (Dewi Vivian dan Tri, 2011).
c. Tujuan Asuhan Masa Nifas
1) Mendeteksi adanya perdarahan masa nifas. Tujuan perawatan masa
nifas adalah untuk menghindarkan/ mendeteksi adanya kemungkinan
adanya perdarahan postpartum dan infeksi. Oleh karena itu, penolong
persalinan sebaiknya tetap waspada, sekurang-kurangnya satu jam
postpartum untuk mengatasi kemungkinan terjadinya komplikasi
persalinan. Umumnya wanita sangat lemah setelah melahirkan, terlebih
bila partus berlangsung lama.
2) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya. Menjaga kesehatan ibu dan
bayinya baik fisik maupun psikologis harus diberikan oleh penolong
persalinan. Ibu dianjurkan untuk menjaga kebersihan seluruh tubuh.
Bidan mengajarkan kepada ibu bersalin bagaimana membersihkan
daerah kelamin dengan sabun dan air. Pastikan bahwa ia mengerti
untuk membersihkan daerah di sekitar vulva terlebih dahulu, dari depan
ke belakang dan baru membersihkan daerah sekitar anus. Sarankan ibu
untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah
membersihkan daerah kelaminnya. Jika ibu mempunyai luka episiotomy
atau laserasi sarankan ibu untuk menghindari/ tidak menyentuk daerah
luka.
3) Melaksanakan skrining secara komprehensif. Melaksanakan skrining
yang komprehensif dengan mendeteksi masalah, mengobati dan
merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya. Pada hal ini
seorang bidan bertugas untuk melakukan pengawasan kala IV yang
meliputi pemeriksaan plasenta, pengawasan TFU, pengawasan
konsistensi rahim dan pengawasan keadaan umum ibu. Bila ditemukan
permasalahan, maka harus segera melakukan tindakan sesuai dengan
standar pelayanan pada penatalaksanaan masa nifas.
4) Memberikan pendidikan kesehatan dini. Memberikan pelayanan
kesehatan tentang perawatan diri, nutrisi KB, menyusui, pemberian
imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat. Ibu-ibu postpartum
harus diberikan pendidikan mengenai pentingnya gizi antara lain
kebutuhan gizi ibu menyusui, yaitu sebagai berikut :
a) Mengkonsumsi tambahan kalori 500 kalori tiap hari.
b) Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral
dan vitamin yang cukup.
c) Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu untuk minum
sebelum menyusui).
5) Memberikan pendidikan mengenai laktasi dan perawatan payudara,
yaitu sebagai berikut :
a) Menjaga payudara tetap bersih dan kering.
b) Menggunakan bra yang menyokong payudara.
c) Apabila puting susu lecet, oleskan kolostrum atau ASI yang keluar
pada sekitar puting susu setiap kali selesai menyusui. Menyusui
tetap dilakukan mulai dari puting susu yang tidak lecet.
6) Konseling mengenai KB. Bidan memberikan konseling mengenai KB,
antara lain seperti berikut ini :
a) Idealnya pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2 tahun
sebelum ibu hamil kembali. Setiap pasangan harus menentukan
sendiri kapan dan bagaimana mereka ingin merencanakan
keluarganya dengan mengajarkan kepada mereka tentang cara
mencegah kehamilan yang tidak diinginkan.
b) Biasanya wanita akan menghasilkan ovulasi sebelum ia
mendapatkan lagi haidnya setelah persalinan. Oleh karena itu,
penggunaan KB dibutuhkan sebelum haid pertama untuk mencegah
kehamilan baru. Pada umumnya metode KB dapat dimulai 2 minggu
setelah persalinan.
c) Sebelum menggunakan KB sebaiknya dijelaskan efektivitasnya, efek
samping, untung dan ruginya serta kapan metode tersebut dapat
digunakan.
d) Jika ibu dan pasangan telah memilih metode KB tertentu, dalam 2
minggu ibu dianjurkan untuk kembali. Hal ini untuk melihat apakah
metode tersebut bekerja dengan baik (Dewi Vivian dan Tri, 2011).
d. Tahapan Masa Nifas
Beberapa tahapan masa nifas adalaha sebagai berikut :
1) Puerperium dini
Yaitu kepulihan di mana ibu diperbolehkan berdiri dan berjalan, serta
menjalankan aktivitas layaknya wanita normal lainnya.
2) Puerperium intermediate
Yaitu suatu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya
sekitar 6-8 minggu.
3) Puerperium remote
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama
apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai komplikasi (Dewi
Vivian dan Tri, 2011).
e. Kebijakan Program Nasional Masa Nifas
1) 6-8 Jam Setelah Persalinan
a) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
b) Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk bila
perdarahan berlanjut.
c) Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga
bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
d) Pemberian ASI.
e) Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.
f) Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi.

2) 6 Hari Setelah Persalinan


a) Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi,
fundus di bawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak
ada bau.
b) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi dan perdarahan
abnormal.
c) Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat.
d) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperhatikan
tanda-tanda penyulit.
e) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi dan
tali pusat, serta menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-
hari.
3) 2 Minggu Setelah Persalinan
Memastikan rahim sudah kembali normal dengan mengukur dan
meraba bagian rahim.
4) 6 Minggu Setelah Persalinan
a) Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia atau bayi
alami.
b) Memberikan konseling untuk KB secara dini (Ambarwati, dkk, 2008).
f. Isu Terbaru Perawatan Masa Nifas
1) Mobilisasi Dini
Senam nifas bertujuan untuk mengurangi bendungan lokhia dalam
rahim, memperlancar perdarahan darah sekitar alat kelamin dan
mempercepat normalisasi alat kelamin.
2) Rooming in (perawatan ibu dan anak dalam 1 ruang/ kamar)
Meningkatkan pemberian ASI, Bounding attachment, mengajari ibu,
cara perawatan bayi terutama pada ibu primipara, dimulai dengan
penerapan inisiasi menyusu dini.
3) Pemberian ASI
Untuk meningkatkan volume ASI pada masa nifas, ibu dapat
memberikan terapi pijat bayi (Ai Yeyeh, 2010).

g. Perubahan Psikologi Pada Masa Nifas


Menurut (Sitti Saleha, 2009) perubahan emosi psikologi masa nifas
dibagi dalam beberapa fase :
1) Fase Taking in
Adalah terjadi pada satu sampai dua hari setelah persalinan, ibu
masih pasif dan sangat bergantung pada orang lain, fokus perhatian
terhadap tubuhnya, ibu lebih mengingat pengalaman melahirkan dan
persalinan yang dialami.
2) Fase Taking hold
Adalah periode yang berlangsung antara 3 sampai 10 hari setelah
melahirkan, pada fase ini timbul rasa khawatir akan ketidak mampuan
dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi, ibu mempunyai
perasaan sangat sensitif sehingga mudah tersinggung dan gampang
marah.
3) Fase Letting go
Adalah periode menerima tanggung jawab akan peran barunya,
fase ini berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan, ibu sudah mulai
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya, ibu mulai mengerti
bahwa bayi butuh disusui sehingga siap terjaga untuk memenuhi
kebutuhan bayinya (Anik Maryunani, 2008).
2. Proses Laktasi dan Menyusui
a. Anatomi dan Fisiologi Payudara
1) Anatomi Payudara
Payudara yang matang adalah salah satu tanda kelamin sekunder dari
seorang gadis dan merupakan salah satu organ yang indah dan
menarik. Lebih dari itu untuk mempertahankan kelangsungan hidup
keturunannya, maka organ ini menjadi sumber utama dari kehidupan
karena Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan bayi yang paling penting
terutama pada bulan-bulan pertama kehidupan. Payudara (mammae)
adalah kelenjar yang terletak yang terletak dibawah kulit, di atas otot
dada. Fungsi dari payudara adalah memproduksi susu untuk nutrisi
bayi. Manusia mempunyai sepasang kelenjar payudara, yang beratnya
800 gram. Payudara disebut pula glandula mamalia yang ada baik pada
wanita maupun pria. Pada pria secara normal tidak berkembang,
kecuali jika dirangsang dengan hormon. Pada wanita terus berkembang
pada pubertas, sedangkan selama kehamilan terutama berkembang
pada masa menyusui.
a) Letak : Setiap payudara terletak pada sternum dan meluas
setinggi costa kedua dan keenam. Payudara ini
terletak pada fascia superficialis dinding rongga dada
yang disangga oleh ligamentum suspensorium.
b) Bentuk : Masing-masing payudara berbentuk tonjolan
setengah bola dan mempunyai ekor (cauda) dari
jaringan yang meluas ke ketiak atau aksila.
c) Ukuran : Ukuran payudara berbeda pada setiap individu, juga
tergantung pada stadium perkembangan dan umur.
Tidak jarang salah satu payudara ukurannya agak
lebih besar dari pada yang lainnya (Dewi Vivian dan
Tri, 2011).
2) Struktur Makroskopis
a) Kanda aksilaris
Adalah jaringan payudara yang meluas ke arah aksila.
b) Areola
Adalah daerah lingkaran yang terdiri atas kulit yang longgar dan
mengalami pigmentasi. Areola pada masing-masing payudara
memiliki garis tengah kira-kira 2,5 cm. Letaknya mengelilingi putting
susu dan berwarna kegelapan yang disebabkan oleh penipisan dan
penimbunan pigmen pada kulitnya. Perubahan warna ini bergantung
dari corak kulit dan adanya kehamilan. Pada wanita yang corak
kulitnya kuning langsat akan berwarna jingga kemerahan. Bila
kulitnya kehitaman, maka warnanya lebih gelap. Selama kehamilan,
warna akan menjadi lebih gelap dan warna ini akan menetap untuk
selanjutnya, jadi tidak kembali lagi seperti warna asli semula. Pada
daerah ini akan didapatkan kelenjar keringat, kelenjar lemak dari
Montgomery yang membentuk tuberkel dan akan membesar selama
kehamilan.
Gambar 2.1 Anatomi Payudara

Kelenjar lemak ini akan menghasilkan suatu bahan dan dapat


melicinkan kalang payudara selama menyusui. Pada kalang
payudara terdapat duktus laktiferus yang merupakan tempat
penampungan air susu. Sinus laktiferus, yaitu saluran di bawah
areola yang bes ar melebar, akhirnya memusat ke dalam putting
dan bermuara ke luar. Di dalam dinding alveolus maupun saluran-
saluran terdapat otot polos yang bila berkontraksi dapat memompa
ASI keluar.
c) Papilla Mammae (Puting Susu)
Terletak setinggi interkosta IV, tetapi berhubungan adanya
variasi bentuk dan ukuran payudara, maka letaknya akan bervariasi.
Pada tempat ini terdapat lubang-lubang kecil yang merupakan
muara dari duktus laktiferus, ujung-ujung serat saraf, pembuluh
darah, pembuluh getah bening, serat-serat otot yang longitudinal
akan menarik kembali putting susu tersebut. Bentuk putting ada
empat macam, yaitu bentuk yang normal, pendek/ datar, panjang
dan terbenam (inverted).
3) Struktur Mikroskopis
a. Alveoli
Alveolus merupakan unit terkecil yang memproduksi susu.
Bagian dari alveolus adalah sel aciner, jaringan lemak, sel plasma,
sel otot polos dan pembuluh darah.
b. Duktus laktiferus
Adalah saluran sentral yang merupakan muara beberapa
tubulus laktiferus.
c. Ampulla
Adalah bagian dari duktus laktiferus yang melebar, merupakan
tempat menyimpan air susu. Ampulla terletak dibawah areola.
d. Lanjutan setiap Duktus Laktiferus
Meluas dari ampulla sampai muara pailla mammae.
b. Pengertian Laktasi
Laktasi (menyusui) adalah suatu cara yang tidak ada duanya dalam
memberikan makanan yang ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan
bayi yang sehat serta mempunyai pengaruh yang biologis dan kejiwaan
terhadap ibu dan bayinya. Zat-zat anti infeksi yang terkandung dalam ASI
membantu melindungi bayi terhadap penyakit (Dewi Vivian dan Tri, 2011).
3. Fisiologi Pengeluaran ASI
Pengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang sangat kompleks antara
rangsangan mekanik, saraf dan bermacam-macam hormon. Pengaturan
hormon terhadap pengeluaran ASI, dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu
sebagai berikut :
a. Pembentukan kelenjar payudara
Pada permulaan kehamilan terjadi peningkatan yang jelas dari duktus
yang baru, percabangan-percabangan dan lobulus, yang dipengaruhi oleh
hormon-hormon plasenta dan korpus luteum. Hormon-hormon yang ikut
membantu mempercepat pertumbuhan adalah prolaktin, laktogen plasenta,
karionik gonadotropin, insulin, kortisol, hormon tiroid, hormon paratiroid dan
hormon pertumbuhan.
Pada trimester pertama kehamilan, prolaktin dari adenohipofisis/
hipofisis anterior mulai merangsang kelenjar air susu untuk menghasilkan
air susu yang disebut kolostrum. Pada masa ini, pengeluaran kolostrum
masih dihambat oleh estrogen dan progesteron, tetapi jumlah prolaktin
meningkat, hanya aktivitas dalam pembuatan kolostrum yang ditekan.
Pada trimester kedua kehamilan, laktogen plasenta mulai merangsang
untuk pembuatan kolostrum. Keaktifan dari rangsangan hormon-hormon
terhadap pengeluaran air susu didemonstrasikan kebenarannya bahwa
seorang ibu yang melahirkan bayi berumur empat bulan di mana bayinya
meninggal, tetap keluar kolostrum (Dwi Sunar Prasetyo, 2012).
b. Pembentukan Air Susu
Pemberian ASI terdapat 2 reflek yang berperan sebagai pembentukan
dan pengeluaran air susu, yaitu :
1) Reflek Prolaktin
Setelah seoarang ibu melahirkan dan terlepasnya plasenta fungsi
korpus luteum berkurang maka, estrogen dan progestinnya berkurang.
Dengan adanya hisapan bayi pada putting susu dan areola akan
merangsang ujung-ujung saraf sensorik, rangsangan ini dilanjutkan ke
hipotalamus akan menekan pengeluaran faktor-faktor yang
menghambat sekresi prolaktin namun sebaliknya. Hormon prolaktin
yang akan merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk membuat
susu.
2) Reflek Let Down
Bersama dengan pembentukan prolaktin rangsangan yang berasal
dari hisapan bayi yang dilanjutakan ke hipofise anterior yang kemudian
dikeluarkan oksitosin. Melalui aliran darah, hormon ini diangkut menuju
uterus yang dapat menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga
terjadinya proses involusi. Isapan bayi juga merangsang produksi
hormon lain yang dinamakan oksitosin, yang membuat sel-sel otot di
sekitar alveoli berkontraksi, sehingga air susu didorong menuju puting
payudara. Jadi, semakin bayi menghisap, maka semakin banyak air
susu yang dihasilkan (Dwi Sunar Prasetyo, 2012).
c. Pemeliharaan Pengeluaran ASI
Hubungan yang utuh antara hipotalamus dan hipofisis akan mengatur
kadar prolaktin dan oksitosin dalam darah. Hormon-hormon ini sangat perlu
untuk pengeluaran permulaan dan pemeliharaan penyediaan air susu
selama menyusui. Bila susu tidak dikeluarkan akan mengakibatkan
berkurangnya sirkulasi darah kapiler yang menyebabkan terlambatnya
proses menyusui dan berkurangnya rangsangan menyusui oleh bayi,
misalnya kekuatan isapan yang kurang, frekuensi isapan yang kurang,
serta singkatnya waktu menyusui. Hal ini berarti pelepasan prolaktin yang
cukup diperlukan untuk mempertahankan pengeluaran air susu mulai sejak
minggu pertama kelahiran.
d. Mekanisme Menyusui
Untuk mendapatkan keberhasilan dalam menyusui dibutuhkan 3 reflek
intrinsik, antara lain :
1) Reflek mencari (Rooting Reflex)
Payudara yang menempel pada pipi atau daerah sekeliling mulut
merupakan rangsangan yang menimbulkan reflek mencari pada 11 bayi
sehingga menyebabkan kepala bayi berputar menuju puting susu dan
kemudian puting susu ditarik masuk kedalam mulut.
2) Reflek Menghisap (Sucking Reflex)
Teknik menyusui yang baik adalah seluruh areola payudara
sedapat mungkin semuanya masuk kedalam mulut bayi, tetapi hal ini
tidak mungkin dilakukan pada ibu yang mempunyai areola yang besar.
Untuk itu, maka sudah cukup bila rahang bayi supaya menekan sinus
laktiferus. Tidak dibenarkan bila rahang bayi hanya menekan puting
susu saja karena dapat menimbulkan puting susu lecet.
3) Reflek Menelan (Swallowing Reflex)
Pada saat air susu keluar dari puting susu, akan disusul dengan
gerakan menghisap yang ditimbulkan oleh otot-otot pipi, sehingga
pengeluaran air susu akan bertambah dan diteruskan dengan
mekanisme masuk ke lambung (Anik, 2008).
4. Dukungan Bidan dalam Pemberian ASI
a. Membiarkan bayi menyusu sendiri segera setelah lahir, hal ini disebut
dengan inisiasi menyusu dini (early initiation) atau permulaan menyusu dini.
Hal ini merupakan peristiwa penting, dimana bayi dapat melakukan kontak
kulit langsung dengan ibunya dengan tujuan dapat memberikan
kehangatan. Selain itu, dapat membangitkan hubungan/ ikatan antara ibu
dan bayi. Pemberian ASI sedini mungkin adalah lebih baik, jika
memungkinkan paling sedikit 30 menit setelah lahir.
b. Mengajarkan cara merawat payudara yang sehat pada ibu untuk mencegah
masalah umum timbul. Tujuan dari perawatan payudara adalah untuk
melancarkan sirkulasi darah dan mencegah tersumbatnya saluran susu
sehingga pengeluaran ASI lancar. Perawatan payudara dilakukan sedini
mungkin, bahkan tidak menutup kemungkinan perawatan payudara
sebelum hamil sudah mulai dilakukan.
c. Membantu ibu pada waktu pertama kali memberi ASI. Membantu ibu
segera untuk menyusui bayinya setelah lahir sangatlah penting. Semakin
sering bayi menghisap putting susu ibu, maka pengeluaran ASI juga
semakin lancar. Hal ini karena isapan bayi akan memberikan rangsangan
pada hipofisis untuk segera mengeluarkan hormone oksitosin yang bekerja
merangsang otot polos untuk memeras ASI.
d. Menempatkan bayi di dekat ibu pada kamar yang sama (rawat gabung).
Rawat gabung adalah salah satu cara perawatan dimana ibu dan bayi yang
baru dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan ditempatkan bersama dalam
ruangan selama 24 jam penuh. Manfaat rawat gabung dalam proses laktasi
dapat dilihat dari aspek fisik, fisiologis, psikologis, edukatif, ekonomi
maupun medis (Dewi Vivian dan Tri, 2011).
1) Aspek Fisik
Kedekatan ibu dengan bayinya dapat mempermudah bayi menyusu
setiap saat dan tanpa terjadwal. Dengan demikian, semakin sering bayi
menyusu, maka ASI segera keluar.
2) Aspek Fisiologis
Bila ibu dekat dengan bayinya, maka bayi lebih seing disusui. Hal ini
mengakibatkan bayi mendapat nutrisi alami dan kecukupan ASI. Reflek
oksitosin yang ditimbulkan dari proses menyusui akan membantu
involusio uteri dan produksi ASI akan dipacu oleh reflek prolaktin. Selain
itu, berbagai penelitian menyatakan bahwa dengan ASI eksklusif dapat
menjarangkan kehamilan atau dapat digunakan sebagai KB alami.
3) Aspek Psikologis
Rawat gabung dapat menjalin hubungan batin antara ibu dan bayi atau
proses lekat (early infant mother bounding). Hal ini disebabkan oleh
adanya sentuhan badaniah ibu dan bayi. Kehangatan tubuh ibu
memberikan stimulasi mental yang diperlukan bayi sehingga
memengaruhi kelanjutan perkembangan psikologis bayi. Ibu yang dapat
memberikan ASI secara eksklusif merupakan kepuasan tersendiri.
4) Aspek Edukatif
Rawat gabung memberikan pengalaman bagi ibu dalam hal cara
merawat bayi dan merawat dirinya sendiri pasca melahirkan. Pada saat
inilah, dorongan suami dan keluarga sangat dibutuhkan oleh ibu.
5) Aspek Ekonomi
Rawat gabung tidak hanya memberikan manfaat pada ibu maupun
keluarga tetapi juga untuk rumah sakit maupun pemerintah. Hal ini
merupakan suatu penghematan dalam pembelian susu buatan dan
peralatan lain yang dibutuhkan.
6) Aspek Medis
Pelaksanaan rawat gabung dapat mencegah terjadinya infeksi
nosokomial. Selain itu, ibu dapat melihat perubahan fisik atau perilaku
bayinya yang menyimpang dengan cepat sehingga dapat segera
menanyakan kepada petugas kesehatan sekiranya ada hal-hal yang
dianggap tidak wajar.
e. Memberikan ASI pada Bayi Sesering Mungkin
Pemberian ASI baiknya sesering mungkin tanpa dijadwal, bayi disusui
sesuai dengan keinginanya (on demand). Bayi dapat menentukan sendiri
kebutuhannya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu payudara
sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung dan akan kosong dalam waktu 2
jam. Menyusui yang dijadwalkan akan berakibat kurang baik karena isapan
bayi sangat berpengaruh pada rangsangan produksi berikutnya.
f. Memberikan Kolostrum dan ASI Saja
ASI dan kolostrum merupakan makanan yang terbaik untuk bayi.
Kandungan komposisi ASI sangat sesuai dengan kebutuhan bayi pada
keadaan masing-masing. ASI dari ibu yang melahirkan premature sesuai
dengan kebutuhan premature dan juga sebaliknya ASI dari ibu yang
melahirkan bayi cukup bulan, maka sesuai dengan kebutuhan bayi cukup
bulan juga.
g. Menghindari susu botol dan “dot empeng”
Pemberian susu dengan botol dan kempengan dapat membuat bayi
bingung putting dan menolak menyusu atau isapan bayi kurang baik. Hal ini
disebabkan, mekanisme mengisap dari putting susu ibu dengan botol jauh
berbeda (Ambarwati, 2008).

5. Manfaat ASI
Manfaat ASI sebagai berikut:
a. Untuk Bayi
1) ASI merupakan sumber makanan yang mengandung nutrisi yang
lengkap untuk bayi.
2) ASI dapat meningkatkan daya tahan tubuh bayi yang mengandung zat
antibodi sehingga akan jarang sakit.
3) ASI meningkatkan kekebalan tubuh.
4) Menunjang perkembangan kepribadian dan kecerdasan emosional.
5) Mengurangi perdarahan setelah melahirkan.
6) Dengan menyusui maka akan terjadi rasa sayang antara ibu dan bayi.
7) Melindungi anak dari serangan elergi.
8) Mengurangi kejadian karies dentis.
Insiden karies dentis pada bayi yang mendapat susu formula jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan bayi yang mendapatkan ASI. Kebiasaan
menyusu dengan botol atau dot akan menyebabkan gigi lebih lama kontak
dengan susu formula sehingga gigi menjadi lebih asam.

b. Untuk Ibu
1) Hisapan bayi membantu rahim menciut, mempercepat kondisi ibu untuk
kembali ke masa pra-kehamilan dan mengurangi risiko perdarahan.
2) Lemak di sekitar panggul dan paha yang ditimbun pada masa kehamilan
pindah ke dalam ASI, sehingga ibu lebih cepat langsing kembali.
3) Penelitian menunjukkan bahwa ibu yang menyusui memiliki resiko lebih
rendah terhadap kanker rahim dan kanker payudara.
4) ASI lebih hemat waktu karena tidak usah menyiapkan dan mensterilkan
botol susu, dot, dsb.
5) ASI lebih praktis karena ibu bisa jalan-jalan ke luar rumah tanpa harus
membawa banyak perlengkapan seperti botol, kaleng susu formula, air
panas, dsb.
6) ASI lebih murah, karena tidak usah selalu membeli susu kaleng dan
perlengkapannya.
7) ASI selalu bebas kuman, sementara campuran susu formula belum
tentu steril.
8) Penelitian medis juga menunjukkan bahwa wanita yang menyusui
bayinya mendapat manfaat fisik dan manfaat emosional.
9) ASI tak bakalan basi. ASI selalu diproduksi oleh pabriknya di wilayah
payudara. Bila gudang ASI telah kosong. ASI yang tidak dikeluarkan
akan diserap kembali oleh tubuh ibu. Jadi, ASI dalam payudara tak
pernah basi dan ibu tak perlu memerah dan membuang ASI-nya
sebelum menyusui.
c. Untuk Keluarga
1) Tidak perlu uang untuk membeli susu formula, botol susu, kayu bakar
atau minyak untuk merebus air, susu atau peralatan.
2) Bayi sehat berarti keluarga mengeluarkan biaya lebih sedikit (hemat)
dalam perawatan kesehatan dan berkurangnya kekhawatiran bayi akan
sakit.
3) Penjarangan kelahiran karena efek kontrasepsi LAM dari ASI eksklusif.
4) Menghemat waktu keluarga bila bayi lebih sehat.
5) Memberikan ASI pada bayi (meneteki) berarti hemat tenaga bagi
keluarga sebab ASI selalu siap tersedia.
6) Lebih praktis saat akan bepergian, tidak perlu membawa botol, susu, air
panas, dll.
d. Untuk Masyarakat dan Negara
1) Menghemat devisa negara karena tidak perlu mengimpor susu formula
dan peralatan lain untuk persiapannya.
2) Bayi sehat membuat negara lebih sehat.
3) Terjadi penghematan pada sektor kesehatan karena jumlah bayi sakit
lebih sedikit.
4) Memperbaiki kelangsungan hidup anak dengan menurunkan kematian.
5) Melindungi lingkungan karena tak ada pohon yang digunakan sebagai
kayu bakar untuk merebus air, susu dan peralatannya (Dewi Vivian dan
Tri, 2011).
6. Komposisi Gizi dalam ASI
a. Protein dalam ASI
ASI mengandung alfa-laktalbumin baik untuk pencernaan bayi. ASI
mengandung asam amino esensial taurin yang tinggi yang penting untuk
pertumbuhan retina dan biliru. Asam amino sistin pertting untuk
pertumbuhan otak. Tirosin dan fenilanin rendah baik untuk bayi premature.
Laktoferin berfungsi untuk mengangkut zat besi. Lisozin merupakan
antibody alami.
b. Karbohidrat dalam ASI
Karbohidrat yang utama terdapat dalam ASI adalah laktosa yang akan
di ubah menjadi asam laktat, yang berfungsi:
1) Penghambat pertumbuhan bakteri.
2) Memacu mikroorganisme untuk memproduksi asam organik dan
mensisntesis vitamin.
3) Memudahkan absorbsi Ca, F, Mg.
4) Selain laktosa juga terdapat laktosa glukosa, galaktosa dan glukosamin.
Galaktosa ini penting untuk pertumbuhan otak dan medulla spinalis
lactobacilus bifidus yang sangat menguntungkan bayi.
c. Lemak dalam ASI
Keadaan lemak dalam ASI merupakan sumber kalori yng utama bagi
bayi dan sumber vitamin yang larut dalam lemak (A,D,E dan K) dan sumber
asam lemak esensial. Selain jumlah nya yang mencukupi, jenis lemak yang
ada di dalam ASI mengandung lemak kebutuhan sel jaringan otak yang
sangat mudah dicerna serta mempunyai jumlah yang cukup tinggi. Dalam
bentuk omega 3, omega 6, DHA, AA. Kolesterol merupakan bagian dari
lemak yang penting yang meningkatkan pertumbuhan otak bayi.
d. Mineral dalam ASI
ASI mengandung mineral yang lengkap. Garam organik yang terdapat
dalam ASI terutama dalam kalsium, kalium, natrium, asam klorida dan
fosfat. Zat besi dalam kasium di dalam ASI merupakan mineral yang sangat
stabil.
e. Air dalam ASI
Kira-kira 88% dari ASI terdiri dari air. Air ini berguna untuk melarutkan
zat-zat yang terdapat didalamnya. ASI merupakan sumber air yang secara
metabolik adalah aman.
Air yang relative tinggi dalam ASI ini akan meredakan rangsangan haus dari
bayi.
f. Vitamin dalam ASI
Vitamin dalam ASI dapat dikatakan lengkap. Vitamin cukup untuk 6
bulan sehingga tidak perlu ditambah kecuali vitamin K karena bayi baru
lahir ususnya belum mampu membentuk vitamin K.
g. DHA dan AA pada ASI
Taurin adalah sejenis asam amino kedua yang terbanyak dalam ASI
yang berfungsi sebagai neuro-transmitter dan berperan penting untuk
proses maturasi sel otak. Percobaan pada binatang menunjukan bahwa
defisiensi taurin akan berakibat terjadinya gangguan pada retina mata.
Decosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) adalah asam
lemak tak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acids) yang
diperlukan untuk pembentukan sel-sel otak yang optimal.
Jumlah DHA dan AA dalam ASI sangat mencukupi untuk menjamin
pertumbuhan dan kecerdasan anak. Disamping itu DHA dan AA dalam
tubuh dapat dibentuk/ disintesa dari substansi pembentuknya (precursor)
yaitu masing-masing dari omega 3 (asam linolenat) dan omega 6 (asam
linoleat) (Dewi Vivian dan Tri, 2011).
ASI dibedakan dalam tiga stadium yaitu sebagai berikut :
1) Kolostrum
Kolostrum adalah air susu yang pertama kali keluar. Kolostrum ini
disekresi oleh kelenjar payudara pada hari pertama sampai hari ke
empat pasca persalinan. Kolostrum merupakan cairan dengan
viskositas kental, lengket dan berwarna kekuningan. Kolostrum
mengandung tinggi protein, mineral, garam, vitamin A, nitrogen, sel
darah putih dan antibodi yang tinggi dari pada ASI matur. Selain itu,
kolostrum masih mengandung rendah lemak dan laktosa.
Protein utama pada kolostrum adalah imunoglobulin (IgG, IgA dan
IgM), yang digunakan sebagai zat antibodi untuk mencegah dan
menetralisir bakteri, virus, jamur dan parasit. Meskipun kolostrum yang
keluar sedikit menurut ukuran kita, tetapi volume kolostrum yang ada
dalam payudara mendekati kapasitas lambung bayi yang berusia 1-2
hari. Volume kolostrum antara 150-300 ml/ 24 jam.
Kolostrum juga merupakan pecahan ideal untuk membersihkan zat
yang tidak terpakai dari usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan
saluran pencernaan makanan bagi bayi makanan yang akan datang.
2) ASI Transisi/ Peralihan
ASI peralihan adalah ASI yang keluar setelah kolostrum sampai
sebelum ASI matang, yaitu sejak hari ke-4 sampai hari ke-10. Selama
dua minggu, volume air susu bertambah banyak dan berubah warna
serta komposisinya. Kadar imunoglobulin dan protein menurun,
sedangkan lemak dan laktosa meningkat.

3) ASI Matur
ASI matur disekresi pada hari ke sepuluh dan seterusnya. ASI
matur tampak berwarna putih. Kandungan ASI matur relatif konstan,
tidak menggumpal bila dipanaskan. Air susu yang mengalir pertama
kali atau saat lima menit pertama disebut foremilk.
Foremilk lebih encer. Foremik mempunyai kandungan rendah
lemak dan tinggi laktosa, gula, protein, mineral dan air. Selanjutnya,
air susu berubah menjadi hindmilk. Hindmilk kaya akan lemak dan
nutrisi. Hindmilk membuat bayi akan lebih cepat kenyang.
Dengan demikian, bayi akan membutuhkan keduanya, baik
foremik maupun hindmilk. Dibawah ini bisa kita lihat perbedaan
komposisi antara kolostrum, ASI transisi dan ASI matur.

Tabel. 2.1 Kandungan Kolostrum, ASI Transisi dan ASI Matur


Kandungan Kolostrum Transisi ASI matur
Energi (kgkal) 57,0 63,0 65,0
Laktosa (gr/100 ml) 6,5 6,7 7,0
Lemak (gr/100 ml) 2,9 3,6 3,8
Protein (gr/100 ml) 1,195 0,965 1,324
Mineral (gr/100 ml) 0,3 0,3 0,2
Ig A (mg/100 ml) 335,9 - 119,6
Ig G (mg/100 ml) 5,9 - 2,9
Ig M (mg/100 ml) 17,1 - 2,9
Lisosin (mg/100 ml) 14,2-16,4 - 24,3-27,5
Laktoferin 420-520 - 250-270
Sumber : Dewi Vivian dan Tri, 2011.

Jadi, Rata-rata sampel air susu ibu yang dikumpulkan selama 24


jam mengandung :
Tabel 2.2 Kandungan Kolostrum
Protein 1.5 %
Lemak 3.5 %
Karbohidrat 7.0 %
Garam Mineral 0.2 %
Air 87.8 %
Vitamin A,B,C,D,E, dan vitamin K dalam jumlah yang
sangat sedikit
Sumber : Dewi Vivian dan Tri, 2011.
ASI mudah dicerna, karena selain mengandung zat gizi yang
sesuai, juga mengandung enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat gizi
yang terdapat dalam ASI tersebut. ASI mengandung zat-zat gizi
berkualitas tinggi yang berguna untuk pertumbuhan dan
perkembangan kecerdasan bayi atau anak. Selain mengandung
protein yang tinggi ASI memiliki perbandingan antara whei dan casein
yang sesuai untuk bayi. Rasio whei dengan casein merupakan salah
satu keunggulan ASI dibandingkan dengan susu sapi. ASI
mengandung whei lebih banyak yaitu 65:35. Komposisi ini
menyebabkan protein ASI lebih mudah diserap. Sedangkan pada susu
sapi mempunyai perbandingan whei: casein adalah 20:80, sehingga
tidak mudah diserap.
7. Upaya Memperbanyak ASI
Air susu ibu (ASI) adalah cairan kehidupan terbaik yang sangat
dibutuhkan oleh bayi. ASI mengandung berbagai zat yang penting untuk
tumbuh kembang bayi dan sesuai dengan kebutuhannya.
Meski demikian, tidak semua ibu mau menyusui bayinya karena berbagai
alasan. Misalnya takut gemuk, sibuk, payudara kendor dan sebagainya. Di lain
pihak, ada juga ibu yang ingin menyusui bayinya tetapi mengalami kendala.
Biasanya ASI tidak mau keluar atau produksinya kurang lancar.
Banyak hal yang dapat mempengaruhi produksi ASI. Produksi dan
pengeluaran ASI dipengaruhi oleh dua hormon yaitu prolaktin dan oksitosin.
Prolaktin mempengaruhi jumlah produksi ASI, sedangkan oksitisin proses
pengeluaran ASI. Prolaktin berkaitan dengan nutrisi ibu, semakin asupan nutrisi
baik maka produksi yang dihasilkan juga banyak.
Namun demikian, untuk mengeluarkan ASI diperlukan hormon oksitosin
yang kerjanya dipengaruhi oleh proses hisapan bayi. Semakin sering puting
susu dihisap oleh bayi maka semakin banyak pula pengeluaran ASI. Hormon
oksitosin sering disebut sebagai hormon kasih sayang sebab kadarnya sangat
dipengaruhi oleh suasana hati, rasa bahagia, rasa dicintai, rasa aman,
ketenangan dan relaks. Hal-hal yang mempengaruhi produksi ASI:

a. Makanan
Makanan yang dikonsumsi ibu menyusui sangat berpengaruh
terhadap produksi ASI. Apabila makanan yang ibu makan cukup akan gizi
dan pola makan yang teratur, maka produksi ASI akan berjalan dengan
lancar.
b. Ketenangan Jiwa dan Pikiran
Untuk memproduksi ASI yang baik, maka kondisi kejiwaan dan
pikiran harus tenang. Keadaan psikologis ibu yang tertekan, sedih dan
tegang akan menurunkan volume ASI.
c. Penggunaan Alat Kontrasepsi
Penggunaan alat kontrasepsi pada ibu menyusui, perlu diperhatikan
agar tidak mengurangi produksi ASI. Contoh alat kontrasepsi yang bisa
digunakan adalah kondom, IUD, pil khusus menyusui ataupun suntik
hormonal 3 bulanan.
d. Perawatan Payudara
Perawatan payudara bermanfaat merangsang payudara
mempengaruhi hipofise untuk mengeluarkan hormon prolaktin dan
oksitosin.
e. Faktor Fisiologi
ASI terbentuk oleh karena pengaruh dari hormon prolaktin yang
menentukan produksi dan mempertahankan sekresi air susu.
f. Pola Istirahat
Faktor istirahat mempengaruhi produksi dan pengeluaran ASI.
Apabila kondisi ibu terlalu capek kurang istirahat maka ASI juga berkurang.
g. Faktor Hisapan Anak atau Frekuensi Penyusuan
Semakin sering bayi menyusu pada payudara ibu, maka produksi dan
pengeluaran ASI akan semakin banyak. Akan tetapi, frekuensi penyusuan
pada bayi prematur dan cukup bulan berbeda. Studi mengatakan bahwa
pada produksi ASI bayi prematur akan optimal dengan pemompaan ASI
lebih dari 5 kali per hari selama bulan pertama setelah melahirkan.
Pemompaan dilakukan karena bayi prematur belum dapat menyusu.
Sedangkan pada bayi cukup bulan frekuensi penyusuan 10 ± 3 kali perhari
selama 2 minggu pertama setelah melahirkan berhubungan dengan
produksi ASI yang cukup. Sehingga direkomendasikan penyusuan paling
sedikit 8 kali perhari pada periode awal setelah melahirkan. Frekuensi
penyusuan ini berkaitan dengan kemampuan stimulasi hormon dalam
kelenjar payudara.
h. Berat Lahir Bayi
Bayi berat lahir rendah (BBLR) mempunyai kemampuan menghisap
ASI yang lebih rendah dibanding bayi yang berat lahir normal (> 2500 gr).
Kemampuan menghisap ASI yang lebih rendah ini meliputi frekuensi dan
lama penyusuan yang lebih rendah dibanding bayi berat lahir normal yang
akan mempengaruhi stimulasi hormon prolaktin dan oksitosin dalam
memproduksi ASI.
i. Umur Kehamilan Saat Melahirkan
Umur kehamilan dan berat lahir mempengaruhi poduksi ASI. Hal ini
disebabkan bayi yang lahir prematur (umur kehamilan kurang dari 34
minggu) sangat lemah dan tidak mampu menghisap secara efektif
sehingga produksi ASI lebih rendah dari pada bayi yang lahir cukup bulan.
Lemahnya kemampuan menghisap pada bayi prematur dapat disebabkan
berat badan yang rendah dan belum sempurnanya fungsi organ.
j. Konsumsi Rokok dan Alkohol
Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan mengganggu
hormon prolaktin dan oksitosin untuk produksi ASI. Merokok akan
menstimulasi pelepasan adrenalin dimana adrenalin akan menghambat
pelepasan oksitosin.
Meskipun minuman alkohol dosis rendah disatu sisi dapat membuat
ibu merasa lebih rileks sehingga membantu proses pengeluaran ASI
namun disisi lain etanol dapat menghambat produksi oksitosin.

Dibawah ini adalah upaya memperbanyak ASI :


a. Untuk Bayi
1) Menyusui bayi setiap 2 jam siang dan malam dengan lama menyusui
antara 10-15 menit di setiap payudara.
2) Bangunkan bayi, lepas baju yang menyebabkan rasa gerah.
3) Pastikan bayi menyusui dengan posisi menempel yang baik dan
dengan suara menelan yang aktif.
4) Susui bayi di tempat yang tenang dan nyaman dan minumlah setiap
kali menyusui.
b. Untuk Ibu
1) Ibu harus meningkatkan istirahat dan minum.
2) Makan makanan yang bergizi.
3) Petugas kesehatan harus mengamati ibu yang menyusui bayinya dan
mengoreksi setiap kali terdapat masalah pada posisi penempelan.
4) Susukan bayinya sesering mungkin (Dewi Vivian dan Tri, 2011).
8. Tanda Bayi Cukup ASI
a. Bayi minum ASI tiap 2-3 jam atau dalam 24 jam minimal mendapatkan ASI
8 kali pada 2-3 minggu pertama.
b. Kotoran bewarna kuning dengan frekuensi sering dan warna menjadi lebih
muda pada hari kelima setelah lahir.
c. Bayi akan buang air kecil (BAK) paling tidak 6-8x sehari.
d. Ibu dapat mendengarkan pada saat bayi menelan ASI.
e. Payudara terasa lebih lembek, yang menandakan ASI telah habis.
f. Warna bayi merah (tidak kuning) dan kulit terasa kenyal.
g. Pertumbuhan berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) bayi sesuai dengan
grafik pertumbuhan.
h. Perkembangan motorik baik (bayi aktif dan motoriknya sesuai dengan
rentang usianya).
i. Bayi kelihatan puas, sewaktu-waktu saat lapar akan bangun dan tidur
dengan cukup.
j. Bayi menyusu dengan kuat (rakus), kemudian mengantuk dan tertidur
pulas (Anik Maryunani, 2008).

9. ASI Eksklusif
ASI eksklusif (menurut WHO, 2014) adalah pemberian ASI saja pada bayi
sampai usia 6 bulan tanpa tambahan cairan ataupun makanan lain. ASI dapat
diberikan sampai bayi berusia 2 tahun. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan
dianjurkan oleh pedoman internasional yang didasarkan pada bukti ilmiah
tentang manfaat ASI baik bagi bayi, ibu, keluarga, maupun Negara.
Menurut penelitian yang dilakukan di Dhaka pada 1.667 bayi selama 12
bulan mengatakan bahwa ASI eksklusif dapat menurunkan resiko kematian
akibat infeksi saluran napas akut dan diare. WHO dan UNICEF
merekomendasikan kepada para ibu, bila memungkinkan ASI eksklusif
diberikan sampai 6 bulan dengan menerapkan hal- hal sebagai berikut:
a. Inisiasi menyusui dini selama 1 jam setelah kelahiran bayi.
b. ASI eksklusif diberikan secara on-demand atau sesuai dengan kebutuhan
bayi, setiap hari setiap malam.
c. ASI eksklusif diberikan hanya ASI saja tanpa makanan tambahan atau
minum.
d. ASI diberikan tidak menggunakan botol, cangkir maupun dot.
10. Masalah dalam Pemberian ASI
Berikut ini beberapa masalah pada saat menyusui:
a. Puting Susu Lecet
Penyebabnya :
1) Kesalahan dalam tehnik menyusui.
2) Akibat dari pemakaian sabun, alkohol, krim, dll untuk mencuci putting
susu.
3) Rasa nyeri dapat timbul jika ibu menghentikan menyusui kurang hati-
hati.
b. Payudara Bengkak
Penyebabnya:
Pembekakan ini terjadi karena ASI tidak disusukan secara adekuat,
sehingga sisa ASI terkumpul pada duktus yang mengakibatkan terjadinya
pembengkakan. Pembengkakan ini terjadi pada hari kedua dan ketiga
c. Saluran susu tersumbat (obstuvtive duct)
Suatu keadaan dimana terdapat sumbatan pada duktus laktiferus, dengan
penyebabnya adalah :

1) Tekanan jari ibu pada waktu menyusui.


2) Pemakaian BH yang terlalu ketat.
3) Komplikasi payudara bengkak, yaitu susu yang terkumpul tidaksegera
dikeluarkan sehingga menimbulkan sumbatan (Dewi Vivian dan Tri,
2011).
11. Bendungan ASI
a. Konsep Dasar
Bendungan Air Susu adalah terjadinya pembengkakan pada payudara
karena peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan
bendungan ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu badan.
Bendungan ASI dapat terjadi karena adanya penyempitan duktus
laktiferus pada payudara ibu dan dapat terjadi pula bila ibu memiliki kelainan
putting susu (misalnya putting susu datar, terbenam dan cekung).
Sesudah bayi dan plasenta lahir, kadar estrogen dan progesterone
turun dalam 2-3 hari. Dengan ini faktor dari hipotalamus yang menghalangi
keluarnya prolaktin waktu hamil dan sangat dipengaruhi oleh estrogen, tidak
dikeluarkan lagi dan terjadi sekresi prolaktin oleh hypopisis. Hormon ini
menyebabkan alveolus-alveolus kelenjar mammae terisi dengan air susu,
tetapi untuk mengeluarkannya dibutuhkan reflek yang menyebabkan
kontraksi sel-sel mioepitelial yang mengelilingi alveolus dan duktus kecil
kelenjar-kelenjar tersebut.
Pada permulaan nifas apabila bayi belum mampu menyusu dengan
baik atau kemudian apabila terjadi kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan
dengan sempurna, terjadi pembendungan ASI (Ai Yeyeh, 2010).
b. Faktor-Faktor Penyebab
1) Pengosongan mammae yang tidak sempurna (dalam masa laktasi,
terjadi peningkatan produksi ASI pada ibu yang produksi ASInya
berlebihan, apabila bayi sudah kenyang dan selesai menyusu dan
payudara tidak dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI di dalam
payudara). Sisa ASI tersebut jika tidak dikeluarkan dapat menimbulkan
bendungan ASI.
2) Faktor hisapan bayi yang tidak aktif (pada masa laktasi, bila ibu tidak
menyusukan bayinya sesering mungkin atau jika bayi tidak aktif
menghisap, maka akan menimbulkan bendungan ASI).
3) Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar (teknik yang salah dalam
menyusui dapat mengakibatkan susu menjadi lecet dan menimbulkan
rasa nyeri pada saat bayi menyusu). Akibatnya ibu tidak mau menyusui
bayinya dan terjadi bendungan ASI.
4) Putting susu terbenam (putting susu yang terbenam akan menyulitkan
bayi dalam menyusu). Karena bayi tidak dapat menghisap putting dan
areola, bayi tidak mau menyusu dan akibatnya terjadi bendungan ASI.
5) Putting susu terlalu panjang (putting susu yang panjang menimbulkan
kesulitan pada saat bayi menyusu karena bayi tidak dapat menghisap
areola dan merangsang sinus laktiferus untuk mengeluarkan ASI).
Akibatnya ASI tertahan dan menimbulkan bendungan ASI (Ai Yeyeh,
2010).
c. Tanda dan Gejala
Ditandainya dengan: mammae panas serta keras pada perabaan dan
nyeri, putting susu bisa mendatar sehingga bayi sulit menyusu, pengeluaran
susu kadang terhalang oleh duktuli laktiferi menyempit, payudara bengkak,
keras, panas. Nyeri bila ditekan, warnanya kemerahan, suhu tubuh sampai
38̊C (Ai Yeyeh, 2010).
d. Diagnosis
Pemeriksaan fisik payudara, pada pemeriksaan fisik payudara harus
dikerjakan dengan sangat teliti dan tidak boleh kasar dan keras. Tidak
jarang palpasi yang keras menimbulkan petechienecchymoses dibawah
kulit. Orang sakit dengan lesi ganas tidak boleh berulang-ulang diperiksa
oleh dokter atau mahasiswa karena kemungkinan penyebaran.
Pertama lakukan dengan cara inspeksi (periksa pandang), hal ini harus
dilakukan pertama dengan tangan disamping dan sesudah itu dengan
tangan ke atas, selagi pasien duduk. Kita akan melihat dilatasi pembuluh-
pembuluh balik dibawah kulit akibat pembesaran tumor jinak atau ganas di
bawah kulit. Perlu diperhatikan apakah kulit pada suatu tempat apakah
menjadi merah, misalnya oleh mastitis karsinoma. Edema kulit harus
diperhatikan pada tumor yang terletak tidak jauh dibawah kulit. Kita akan
jelas melihat edema kulit seperti gambaran kulit jeruk (peaud’orange) pada
kanker payudara.
Kemudian lakukan palpasi (periksa raba), ibu harus tidur dan diperiksa
secara sistematis bagian medial lebih dahulu dengan jari-jari yang harus ke
bagian lateral. Palpasi ini harus meliputi seluruh payudara, dari parasternal
kearah garis aksilla belakang dan dari subklavikular kearah paling distal.
Setelah palpasi payudara selesai, dimulai dengan palpasi aksilla dan
supraklavikular. Untuk pemeriksaan aksilla orang sakit duduk, tangan aksilla
yang akan diperiksa dipegang oleh pemeriksa dan dokter pemeriksa
mengadakan palpasi aksilla dengan tangan yang kontralateral dari tangan si
penderita. Misalnya kalau aksilla kiri orang sakit yang akan diperiksa, tangan
kiri dokter mengadakan palpasi (Ai Yeyeh, 2010).
e. Penanganan
Penaganan yang dilakukan yang paling penting adalah dengan
mencegah terjadinya payudara bengkak, susukan bayi segera setelah lahir,
susukan bayi tanpa dijadwal, keluarkan sedikit ASI sebelum menyusui agar
payudara lebih lembek, keluarkan ASI dengan tangan atau pompa bila
produksi melebihi kebutuhan ASI, laksanakan perawatan payudara setelah
melahirkan, untuk mengurangi rasa sakit pada payudara berikan kompres
dingin dan hangat dengan handuk secara bergantian kiri dan kanan. Untuk
memudahkan bayi menghisap atau menangkap putting susu berikan
kompres sebelum menyusui dan untuk mengurangi bendungan di vena dan
pembuluh getah bening dalam payudara lakukan pengurutan yang dimulai
dari putting kearah korpus mamae, ibu harus rileks, pijat leher dan
punggung belakang.
Perawatan payudara, payudara merupakan sumber yang akan menjadi
makanan utama bagi anak. Karena itu jauh sebelumnya harus memakai BH
yang sesuai dengan pembesaran payudara yang sifatnya menyokong
payudara dari bawah suspension bukan menekan dari depan.
Bagi ibu menyusui dan bayi tidak menetek, bantulah memerah air susu
dengan tangan dan pompa. Jika ibu menyusui dan bayi mampu menetek,
bantu ibu agar menetek lebih sering pada kedua payudara tiap kali
meneteki. Berikan penyuluhan cara meneteki yang baik, mengurangi nyeri
sebelum meneteki. Berikan kompres hangat pada dada sebelum meneteki
atau mandi air hangat, pijat punggung dan leher. Memeras susu cara
manual sebelum meneteki dan basahi putting susu agar bayi mudah
menetek. Mengurangi nyeri setelah meneteki, gunakan bebat atau bra.
Kompres dingin pada dada untuk mengurangi bengkak, terapi paracetamol
500 mg per oral, evaluasi 3 hari (Ai Yeyeh, 2010).
Menurut Wiwik Ardita Rini tentang tindakan breast care dan kejadian
bendungan ASI pada ibu nifas, hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar responden tidak terjadi bendungan ASI 75,0% dan terjadi
bendungan ASI 25,0%. Pada penelitian ini masih ada ibu yang mengalami
bendungan ASI disebabkan breast carenya tidak sesuai prosedur atau
kurang sesuai prosedur sehingga manfaatnya dalam penanganan
bendungan ASI tidak maksimal. Dari 36 responden terdapat 44,4% ibu nifas
yang melakukan breast care kadang-kadang dan yang sering hanya 25,0%.
Kejadian bendungan ASI pada 36 ibu nifas sebanyak 25,0% atau sebagian
besar tidak terjadi bendungan ASI (75,0%).
f. Cara Mencegah
Untuk mencegah diperlukan menyusui dini, perlekatan yang baik,
menyusui secara ondemand. Bayi harus sering disusui. Apabila terlalu
tegang atau bayi tidak dapat menyusu sebaiknya ASI dikeluarkan dahulu,
agar ketegangan menurun.
Untuk merangsang reflek oksitosin maka dilakukan:
b. Kompres untuk mengurangi rasa sakit.
c. Ibu harus rileks.
d. Pijat dan punggung belakang (sejajar daerah payudara).
e. Pijat ringan pada payudara yang bengkak (pijat pelan-pelan kearah
tengah).
f. Stimulasi payudara dan putting.
g. Kompres dingin pasca menyusui, untuk mengurangi oedema.
h. Pakailah BH yang sesuai.
i. Bila terlalu sakit dapat diberikan obat analgetik (Dewi Vivian dan Tri,
2011).
g. Cara Mengatasi
1) Susui bayinya semau dia sesering mungkin tanpa jadwal dan tanpa
batas waktu.
2) Bila bayi sukar menghisap, keluarkan ASI dengan bantuan tangan atau
pompa ASI yang efektif.
3) Sebelum menyusui untuk merangsang reflek oksitosin dapat dilakukan
kompres hangat untuk mengurangi rasa sakit, masase payudara,
masase leher dan punggung.
4) Setelah menyusui, kompres air dingin untuk mengurangi oedema (Dewi
Vivian dan Tri, 2011).
Menurut (Prawirohardjo, 2008) penanganan bendungan air susu
dilakukan dengan pemakaian bra untuk penyangga payudara dan
pemberian analgetika, dianjurkan menyusui segera dan lebih sering,
kompres hangat, air susu dikeluarkan dengan pompa dan dilakukan
pemijatan (masase) serta perawatan payudara. Kalau perlu diberi
supresi laktasi untuk sementara (2–3 hari) agar bendungan terkurangi
dan memungkinkan air susu dikeluarkan dengan pijatan. Keadaan ini
pada umumnya akan menurun dalam beberapa hari dan bayi dapat
menyusu dengan normal (Ai Yeyeh dan Lia, 2010).
12. Perawatan Payudara
Merupakan suatu tindakan perawatan payudara yang dilaksanakan, baik
oleh pasien maupun dibantu orang lain yang dilaksanakn mulai hari pertama
atau kedua setelah melahirkan. Perawatan payudara bertujuan untuk
melancarkan sirkulasi darah dan mencegah tersumbatnya aliran susu sehingga
memperlancar pengeluaran ASI, serta menghindari terjadinya pembengkakan
dan kesulitan menyusui, selain itu juga menjaga kebersihan payudara agar
tidak mudah terkena infeksi. Adapun langkah-langkah dalam perawatan
payudara (Anggraini Y, 2010).
a. Pengurutan Payudara
1) Tangan dilicinkan dengan minyak kelapa/ baby oil.
2) Pengurutan payudara mulai dari pangkal menuju arah putting susu.
3) Selama 2 menit (10 kali) untuk masing-masing payudara.
4) Handuk bersih 1-2 buah.
5) Air hangat dan air dingin dalam baskom.
6) Waslap atau sapu tangan dari handuk.
b. Langkah-Langkah Pengurutan Payudara:
1) Pengurutan yang Pertama
Licinkan kedua tangan dengan minyak, tempatkan kedua telapak
tangan diantara kedua payudara lakukan pengurutan, dimulai dari arah
atas lalu arah sisi samping kiri kemudian kearah kanan, lakukan terus
pengurutan ke bawah atau melintang. Lalu kedua tangan dilepas dari
payudara, ulangi gerakan 20-30 kali untuk setiap satu payudara.
2) Pengurutan yang Kedua
Menyokong payudara kiri dengan tangan kiri, kemudian dua atau tiga
jari tangan kanan mulai dari pangkal payudara dan berakhir pada
putting susu. Lakukan tahap mengurut payudara dengan sisi kelingking
dari arah tepi kearah putting susu. Lakukan gerakan 20-30 kali.
3) Pengurutan yang Ketiga
Menyokong payudara dengan satu tangan, sedangkan tangan lain
mengurut dan menggenggam dari pangkal menuju ke putting susu.
Lakukan gerakan 20-30 kali.
4) Pengompresan
Alat-alat yang disiapkan :
1) 2 buah baskom sedang yang masing-masing diisi dengan air hangat
dan air dingin.
2) 2 buah waslap.

Caranya:
Kompres kedua payudara dengan waslap hangat selama 2 menit,
kemudian ganti dengan kompres dingin selama 1 menit. Kompres
bergantian selama 3 kali berturut-turut dengan kompres air hangat.
Menganjurkan ibu untuk memakai BH khusus untuk menyusui.
c. Perawatan Puting Susu
Puting susu memegang peranan penting pada saat menyusui. Air susu ibu
akan keluar dari lubang-lubang pada putting susu oleh karena itu putting
susu perlu dirawat agar dapat bekerja dengan baik, tidak semua wanita
mempunyai putting susu yang menonjol (normal). Ada wanita yang
mempunyai putting susu dengan bentuk yang mendatar atau masuk ke
dalam, bentuk putting susu tersebut tetap dapat mengeluarkan ASI jika
dirawat dengan benar. Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk
merawat putting susu:
1) Setiap pagi dan sore sebelum mandi putting susu (daerah areola
mamae), satu payudara diolesi dengan minyak kelapa sekurang-
kurangnya 3-5 menit.
2) Jika putting susu normal, lakukan perawatan dengan oleskan minyak
pada ibu jari dan telunjuk lalu letakkan keduanya pada putting susu
dengan gerakan memutar dan ditarik-tarik selama 30 kali putaran untuk
kedua putting susu.
3) Jika puting susu datar atau masuk kedalam lakukan tahapan berikut:
a) Letakkan kedua ibu jari disebelah kiri dan kanan putting susu,
kemudian tekan dan hentakkan kearah luar menjahui putting susu
secara perlahan.
b) Letakkan kedua ibu jari diatas dan dibawah putting susu lalu tekan
serta hentakkan kearah putting susu secara perlahan.
c) Kemudian untuk masing-masing putting digosok dengan handuk
kasar agar kotoran-kotoran yang melekat pada putting susu dapat
terlepas.
4) Payudara dipijat untuk mencoba mengeluarkan ASI. Lakukan langkah-
langkah perawatan diatas 4-5 kali pada pagi dan sore hari, sebaiknya
tidak menggunakan alkohol atau sabun untuk membersihkan putting
susu karena akan menyebabkan kulit kering dan lecet. Pengguna
pompa ASI atau bekas jarum suntik yang dipotong ujungnya juga dapat
digunakan untuk mengatasi massalah pada putting susu yang terbenam.

B. Teori Manajemen Kebidanan


1. Manajemen Varney
Merupakan metode pemecahan masalah kesehatan ibu dan anak yang
khusus dilakukan oleh bidan dalam memberikan asuhan kebidanan kepada
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat (Suryani Soepardan, 2008).
Dalam proses penatalaksanaan asuhan kebidanan menurut Varney ada
7 langkah, meliputi :
a. Langkah I : Pengumpulan Data Dasar
Pada langkah pertama ini dikumpulkan semua informasi yang akurat
dari semua yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk memperoleh data
dapat dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik sesuai dengan
kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital, pemeriksaan khusus dan
pemeriksaan penunjang.
Langkah ini merupakan langkah awal yang akan menentukan
langkah berikutnya, sehingga kelengkapan data sesuai dengan kasus yang
dihadapi akan menentukan proses interpretasi yang benar atau tidak dalam
tahap selanjutnya, sehingga dalam pendekatan ini harus yang
komprehensif meliputi data subjektif, objektif dan hasil pemeriksaan
sehingga dapat menggambarkan kondisi atau masalah klien yang
sebenarnya.
b. Langkah II : Interpretasi Data Dasar
Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat
merumuskan diagnosa atau masalah yang spesifik. Rumusan diagnosa
dan masalah keduanya digunakan karena masalah tidak dapat
didefinisikan seperti diagnosa tetapi tetap membutuhkan penanganan.
Masalah sering berkaitan dengan hasil pengkajian.

c. Langkah III : Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial


Pada langkah ini bidan mengidentifikasi masalah atau diagnosa
potensial berdasarkan rangkaian maslaah dan diagnosa yang sudah
diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi bila memungkinkan
dilakukan pencegahan sambil mengawasi pasien bidan bersiap-siap bila
maslah potensial benar-benar terjadi.
d. Langkah IV : Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan yang
Memerlukan Penanganan Segera dan Kolaborasi
Mengantisipasi perlunya tindakan segera oleh bidan dan dokter untuk
konsultasi atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan lain.
e. Langkah V : Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang
sudah teridentifikasi dari kondisi/ masalah klien, tapi juga dari kerangka
pedoman antisipasi klien tersebut, apakah kebutuhan perlu konseling,
penyuluhan dan apakah pasien perlu dirujuk karena ada masalah-masalah
yang berkaitan dengan masalah kesehatan lain. Pada langkah ini tugas
bidan adalah merumuskan rencana asuhan sesuai dengan hasil
pembahasan rencana bersama klien dan keluarga, kemudian membuat
kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya.
f. Langkah VI : Malaksanakan Asuhan
Pada langkah ini rencana asuhan yang komprehensif yang telah
dibuat dapat dilaksanakan secara efisien seluruhnya oleh bidan atau dokter
atau tim kesehatan lainnya.
g. Langkah VII : Evaluasi
Melakukan evaluasi hasil dari asuhan yang telah diberikan meliputi
pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi
sesuai dengan diagnosa/ masalah.
2. Metode SOAP
Adalah catatan yang bersifat sederhana, jelas, logis dan tertulis. Metode
4 langkah yang dinamakan SOAP ini disarikan dari proses pemikiran
penatalaksaan kebidanan. Dipakai untuk mendokumenkan asuhan pasien
dalam rekaman medis pasien sebagai catatan kemajuan. Model SOAP sering
digunakan dalam catatan perkembangan pasien. Seorang bidan hendaknya
menggunakan SOAP setiap kali dia bertemu dengan pasiennya. Selama
antepartum, seorang bidan bisa menulis satu catatan SOAP untuk setiap
kunjungan, sementara dalam masa intrapartum, seorang bidan boleh menulis
lebih dari satu catatan untuk satu pasien dalam satu hari (Ai Yeyeh, 2011).
a. Pembagian SOAP
Metode 4 langkah yang dinamakan SOAP ini disarikan dari proses
pemikiran penatalaksanaan kebidanan. Dipakai untuk mendokumenkan
asuhan pasien dalam rekaman medis pasien sebagai catatan kemajuan.
Bentuk SOAP umumnya digunakan untuk pengkajian awal pasien,
dengan cara penulisannya adalah sebagai berikut :
1) S (subjektif) : Data subjektif berisi data dari pasien melalui anamnesis
(wawancara) yang merupakan ungkapan langsung.
2) O (objektif) : Data objektif data yang dari hasil observasi melalui
pemeriksaan fisik.
3) A (assesment) : Analisis dan interpretasi berdasarkan data yang
terkumpul kemudian dibuat kesimpulan yang meliputi diagnosis,
antisipasi diagnosis atau masalah potensial, serta perlu tidaknya
dilakukan tindakan segera.
4) P (plan) : Perencanaan merupakan rencana dari tindakan yang akan
diberikan termasuk asuhan mandiri, kolaborasi, diagnosis atau
labolatorium, serta konseling untuk tindak lanjut.
b. Pentingnya Pendokumentasian Soap
1) Menciptakan catatan permanen tentang asuhan kebidanan yang
diberikan kepada pasien.
2) Kemungkinan berbagai informasi diantara para pemberi asuhan.
3) Memfasilitasi pemberian asuhan yang berkesinambungan.
4) Memungkinkan pengevaluasian dari asuhan yang diberikan.
5) Memberikan data untuk catatan nasional, riset dan statistik mortalitas
morbiditas.
6) Meningkatakan pemberi asuhan yang lebih aman, bermutu tinggi pada
klien.
c. Alasan Soap digunakan untuk Pendokumentasian
1) Pembuatan grafik metode SOAP merupakan progesi informasi yang
systematis yang mengorganisir penemuan dan konklusi bidan menjadi
suatu rencana asuhan.
2) Metode ini merupakan penyulingan inti sari dari proses
penatalaksanaan kebidanan untuk tujuan penyediaan dan
pendokumentasian asuhan.
3) SOAP merupakan urutan-urutan yang dapat membantu bidan dalam
mengorganisir pikiran bidan dan memberikan asuhan yang menyeluruh.

Tabel 2.3 Keterkaitan antara Manajemen Kebidanan dan Sistem


Pendokumentasian SOAP
Alur pikir Bidan Pencatatan dari asuhan kebidanan

Proses Manajemen Pendokumentasian Asuhan


Kebidanan
Kebidanan

7 Langkah (Varney) 5 Langkah


(kompetensi bidan)
Data Data
Masalah/ diagnose
Antisipasi masalah
potensial/ diagnosa
lain Assasment/ Diagnosa
Menetapkan
kebutuhan segera
untuk konsultasi,
kolaborasi
Perencanaan Asuhan Perencanaan Asuhan
Implementasi Implementasi SOAP NOTES
Evaluasi Evaluasi
Subjektif & Objektif
(Hidayat, 2009)

Assasment/ Diagnosa

Plan :
1. Konsul
2. Tes diagnostic
3. Rujukan
4. Pendidikan
5. Konseling
6. Follow up

C. Konsep Dasar Asuhan Kebidanan pada Bendungan ASI


Konsep dasar asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan bendungan ASI
menurut Ai Yeyeh (2010) diagnosa bendungan ASI adalah sebagai berikut :
1. S : Data Subjektif
Data subjektif diambil berdasarkan anamnesa, penderita merasa
payudara bengkak, keras, panas. Nyeri bila ditekan, warnanya kemerahan,
suhu tubuh kadang disertai panas, bayi rewel, karena sulit untuk menyusu dan
pengeluaran ASI sedikit.
2. O : Data Objektif
Data objektif diambil berdasarkan :
a. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital
Biasanya pada bendungan ASI suhu tubuh lebih dari 37˚C.
b. Inspeksi
Pengamatan dengan mata akan tampak payudara tegang dan putting tidak
terlalu menonjol.
c. Palpasai
Merupakan teknik pemeriksaan menggunakan indra peraba, karena tangan
dan jari-jari merupakan indra yang sensitif, pada kasus bendungan ASI
payudara akan teraba penuh, keras, tegang dan pengeluaran ASI sedikit.
3. A : Analisa Data
Masalah atau diagnosa yang ditegakan berdasarkan data atau informasi
subjektif maupun objektif yang dikumpulkan atau disimpulkan. Dengan data
dasar kasus bendungan ASI dari hasil pemeriksaan didapati payudara nyeri,
terasa penuh, keluar ASI sedikit-sedikit dan badannya terasa menggigil
disertai suhu tubuh yang meningkat sehingga dapat disimpulkan analisa data
menjadi, misalnya : P1A0 post partum 2 hari dengan bendungan ASI .
4. P : Planing atau Penatalaksanaan
Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan dan evaluasi
berdasarkan analisa, untuk perencanaan, implementasi dan evaluasi.
Perencanaan atau penatalaksanaan yang diberikan pada ibu nifas dengan
bendungan ASI menurut Winkujosastro (2009) adalah :

a. Keluarkan ASI sebelum menyusui agar payudara lebih lembek.


b. Keluarkan ASI sebelum menyusui sehingga ASI keluar lebih mudah
ditangkap dan dihisap oleh bayi.
c. Sesudah bayi kenyang keluarkan sisa ASI.
d. Untuk mengurangi rasa sakit pada payudara berikan kompres dingin dan
hangat menggunakan handuk secara bergantian.
e. Susukan ASI sesering mungkin tanpa dijadwal (on the mand).
f. Keluarkan ASI dengan tangan/ pompa bila produksi ASI melebihi
kebutuhan bayi.
g. Dari penatalaksanaan bendungan ASI tersebut untuk asuhan kebidanan
yang diberikan pada klien dapat dilakukan :
1) Melakukan observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital.
2) Menganjurkan ibu untuk banyak istirahat.
3) Memberikan konseling tentang kebutuhan nutrisi selama masa nifas.
4) Memberikan konseling cara menyusui yang benar.
5) Memberitahu ibu untuk melakukan pengompresan dengan air hangat
pada ke 2 payudara.
6) Memberikan KIE tentang perawatan payudara.
7) Melakukan rujukan ke puskesmas bila bendungan tidak sembuh
dalam 1 minggu (Ai Yeyeh dan Lia Yulianti, 2010).
Evaluasi pada ibu nifas dengan bendungan ASI menurut Winkujosastro (2009)
yaitu terpenuhinya kebutuhan ibu untuk banyak istirahat, ibu mengerti tentang
kebutuhan nutrisi selama masa nifas, ibu mengerti tentang cara menyusui
yang benar, ibu mengerti tentang perawatan payudara.

D. Kewenangan atau Landasan Hukum


Sesuai dengan Permenkes No. 1464/Menkes/Per/X/2010 yang menjadi
landasan hukum pada asuhan kebidanan ibu nifas adalah :
1. BAB III Pasal 9 Huruf a
Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan
kesehatan ibu.

2. BAB III Pasal 10 Ayat 1


Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana pasal 9 huruf a diberikan pada :
masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan
masa antara dua kehamilan.
3. BAB III Pasal 10 Ayat 2 Huruf d dan e
Pelayanan ibu nifas normal dan pelayanan ibu menyusui.
4. BAB III Pasal 11 Ayat 2 Huruf f
Pelayanan konseling pada masa antara 2 kehamilan.
5. Pasal 1 Ayat 3
Bidan dapat memberikan penanganan kegawatdaruratan dilanjutkan dengan
perujukan.

E. Masa Nifas Menurut Pandangan Islam


Nifas menurut pandangan islam adalah darah yang keluar dari rahim
disebabkan kelahiran, baik bersamaan dengan kelahiran itu, sesudahnya atau
sebelumnya (2 atau 3 hari) yang disertai rasa sakit.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah-rahimahullah-mengatakan, “Darah yang dilihat
seorang wanita ketika mulai merasa sakit adalah darah nifas”. Beliau tidak
memberikan batasan 2 atau 3 hari. Dan maksudnya yaitu rasa sakit yang
kemudian disertai kelahiran. Jika tidak, maka itu bukan nifas. Para ulama berbeda
pendapat tentang apakah masa nifas itu ada batas minimal dan maksimalnya.
Menurut Syaikh Taqiyuddin dalam risalahnya tentang sebutan yang dijadikan
kaitan hukum oleh pembawa syari’at hal. 37 : “Nifas tidak ada batas minimal
maupun maksimal. Andai kata ada seorang wanita mendapati darah lebih dari 40,
60 atau 70 hari dan berhenti, maka itu adalah darah nifas. Namun jika berlanjut
terus maka itu adalah darah kotor dan bila demikian yang terjadi maka batasnya
40 hari, karena hal itu merupakan batas umum sebagaimana dinyatakan oleh
banyak hadits.
Atas dasar ini, jika darah nifasnya melebihi 40 hari, padahal menurut
kebiasaannya sudah berhenti setelah masa itu atau tampak tanda-tanda akan
berhenti dalam waktu dekat, hendaklah si wanita menunggu sampai berhenti. Jika
tidak, maka ia mandi ketika sempurna 40 hari karena selama itulah masa nifas
pada umumnya. Demikian disebutkan dalam kitab al-Mughni. Adapun hadits yang
berkenaan dengan masa nifas yaitu :
Ulama Syafi’iyah berpendapat darah nifas maksimalnya adalah 60 hari. Ada
juga yang berpendapat 40 hari. Mereka beralasan dengan hadits Ummu Salamah,
dimana ia berkata,

ِ ‫ﺎس ﻓِﻰ َﺗ ْﻘ ُﻌ ُد ص اﻟ ﱠﻧ ِﺑ ﱢﻲ ﻧِﺳَﺎءِ= ﻣِنْ ْاﻟ َﻣ ْرأَةُ َﻛﺎ َﻧ‬


‫ َﻗﺎ َﻟتْ رض َﺳ َﻠ َﻣ َﺔ‬W‫ت‬
ْ‫= ا ُ ﱢم َﻋن‬ ِ ‫ﺿﺎءِ= ص اﻟ ﱠﻧ ِﺑ ﱡﻲ َﯾﺄْ ُﻣ ُرھَﺎ =ﻻَ َﻟ ْﯾ َﻠ ًﺔ اَ ْر َﺑ ِﻌ ْﯾنَ ْاﻟ ﱢﻧ َﻔ‬
َ ‫ِﺑ َﻘ‬
‫ﺻﻼَ ِة‬ ِ ‫اﻟ ﱢﻧ َﻔ‬K‫داود اﺑ???و‬
َ ‫ﺎس‬
Dari Ummu Salamah, ia berkata : adalah wanita-wanita dari istri-istri Nabi SAW,
mereka tidak shalat diwaktu nifas selama 40 hari, dan Nabi SAW tidak
memerintahkannya mengqadla shalat karena nifas”. (HR. Abu Dawud).

Вам также может понравиться