Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
LAPORAN KASUS
I. Identitas
Nama : Tn. F
Umur : 58 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Babakan, Cirebon
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh kuli bangunan
Status : Menikah
Tanggal masuk : 28 oktober 2017
II. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Nyeri pinggang
d. Riwayat Pengobatan
(-)
f. Riwayat kebiasaan
Alkohol (-), Merokok (-)
a. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : GCS 15 = E4 V5 M6
Tanda Vital : TD : 110/70 mmHg
Nadi : 85 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 35,5°C
Status Gizi : BB : 65 kg
TB : 170 cm
Vas : 6 ( Sedang )
b. Pemeriksaan Kepala
Kepala : status lokalis
Mata : pupil isokor, CA (-/-), SI (-/-)
Mulut : Sianosis (-)
c. Pemeriksaan leher
Tiroid : Tidak teraba membesar
KGB : Tidak teraba membesar
d. Pemeriksaan Thoraks
Paru : SN vesikuler kiri dan kanan, wheezing (-/-) , rhonki (-/-)
Jantung : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
e. Pemeriksaan Abdomen
Datar, supel, jejas (-), Bu (+)
f. Pemeriksaan Ekstremitas
Akral hangat, Oedem
3
+ + - -
+ + - -
Nervus V
Menggigit Baik
Membuka mulut Baik
Sensibilitas
o R. Opthalmicus Baik Baik
o R. Maksilaris Baik Baik
o R. Mandibularis Baik Baik
Nervus VII
Mengangkat alis Baik Baik
mengerutkan dahi Baik Baik
Memejamkan mata Baik Baik
Menyeringai Simetris
Nervus IX, X
Disfagia Negatif
Disfonia Negatif
Posisi uvula Simetris di tengah
Refleks faring Tidak dilakukan
Nervus XI
Mengangkat bahu Baik Baik
Menoleh Baik Baik
Nervus XII
Tremor lidah Negatif
Lidah mencong Negatif
Disartria Negatif
Kanan Kiri
Refleks Tendon
Bisep Positif Positif
Trisep Positif Positif
Patela Positif Positif
Achiles Positif Positif
Refleks
Patologis
Babibsky Negatif Negatif
Chaddok Negatif Negatif
Schaffer Negatif Negatif
Klonus Patella Negatif Negatif
Klonus Achilles Negatif Negatis
Ekstremitas
6
Sensoris
Kanan Kiri
Koordinasi
• Gerak involunter
1. Tremor : Negatif
2. Khorea : Negatif
3. Balismus : Negatif
7
V. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium Darah
Tanggal : 1 April 2013
Hb : 16.2 gr/dl
Ht : 46,9` %
Leukosit : 6.3/mm3
Trombosit : 189/mm3
Ureum : 13.0 mg/dl
Creatinin: : 0,41 mg/dl
GDS : 91 mg/dl
LED : 2 mm/jam
Golongan Darah :O
VI. Diagnosa
Radikulopati lumbal
VII. Penatalaksaan
Ibuprofen 2 x 200mg
neurobion 500 1 x 1 amp
Diazepam 2 x 1
EMG
VIII. Prognosis
- Ad vitam : dubia ad bonam
- Ad sanationam : dubia ad bonam
- Ad fungsionam : dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi dan
struktur radiks akibat proses patologis yang dapat mengenai satu atau lebih radiks saraf
dengan pola gangguan bersifat dermatomal.
8
9
B. Etiologi
Terdapat tiga faktor utama penyebab terjadinya radikulopati, yaitu proses
kompresif, proses inflamasi, dan proses degeneratif sesuai dengan struktur dan lokasi
terjadinya proses patologis.
1. Proses Kompresif
Kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga mengakibatkan radikulopati
adalah :
a. Herniated nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus
b. Dislokasi traumatik
c. Fraktur kompresif
d. Skoliosis
e. Tumor medulla spinalis
f. Neoplasma tulang
g. Spondilosis
h. Spondilolistesis dan Spondilolisis
i. Stenosis spinal
j. Spondilitis tuberkulosis
k. Spondilosis servikal
2. Proses Inflamasi
Kelainan-kelainan inflamasi sehingga mengakibatkan radikulopati adalah :
a. Guillain–Barré syndrome
b. Herpes Zoster
3. Proses Degeneratif
Kelainan yang bersifat degeneratif sehingga mengakibatkan radikulopati adalah
Diabetes Mellitus.
C. Tipe-tipe Radikulopati
1. Radikulopati Lumbar
Radikulopati lumbar merupakan bentuk radikulopati pada daerah lumbar yang
disebabkan oleh iritasi atau kompresi dari radiks saraf lumbal. Radikulopati lumbar sering
juga disebut siatika. Pada radikulopati lumbar, keluhan nyeri punggung bawah (low back
pain) sering didapatkan.
11
2. Radikulopati Servikal
Radikulopati servikal umumnya dikenal dengan “saraf terjepit” merupakan
kompresi pada satu atau lebih radiks saraf pada leher. Gejala pada radikulopati servikal
seringnya disebabkan oleh spondilosis servikal.
3. Radikulopati Torakal
Radikulopati torakal merupakan bentuk yang relatif jarang dari kompresi saraf pada
punggung tengah. Daerah ini strukturnya tidak banyak membengkok seperti pada daerah
lumbar atau servikal. Oleh karena itu, area toraks lebih jarang menyebabkan sakit pada
spinal. Namun, kasus yang sering ditemukan pada bagian ini adalah nyeri pada infeksi
herpes zoster.
D. Patofisiologi
1. Proses Kompresif pada Lumbal Spinalis
Pergerakan antara vertebral L4-L5 dan L5-S1 lebih leluasa sehingga
lebih sering terjadi gangguan. Vertebra lumbalis memiliki beban yang
besar untuk menahan bagian atas tubuh sehingga tulang, sendi, nukleus,
dan jaringan lunaknya lebih besar dan kuat. Pada banyak kasus, proses
degenerasi dimulai pada usia lebih awal seperti pada masa remaja
dengan degenerasi nukleus pulposus yang diikuti protusi atau ekstrasi
diskus. Secara klinis yang sangat penting adalah arah protusi ke
posterior, medial, atau ke lateral yang menyebabkan tarikan malah
robekan nukleus fibrosus.
Protusi diskus posterolateral diketahui sebagai penyebab kompresi dari
radiks. Protusi diskus dapat mengenai semua jenis kelamin dan
berhubungan dengan riwayat trauma sebelumnya. Bila proses ini
berlangsung secara progresif dapat terbentuk osteofit. Permukaan sendi
menjadi malformasi dan tumbuh berlebihan, kemudian terjadi penebalan
dari ligamentum flavum.
Pada pasien dengan kelainan kanal sempit, proses ini terjadi sepanjang
vertebra lumbalis, sehingga menyebabkan kanalis menjadi tidak bulat
dan membentuk “trefoil axial shape”. Pada tahap ini prosesnya
berhubungan dengan proses penuaan. Stenosis kanalis vertebra lumbalis
sering mengenai laki-laki pekerja usia tua.
Sendi faset (facet joint), nukleus, dan otot juga dapat mengalami
perubahan degeneratif dengan atau tanpa kelainan pada diskus.
B. Dislokasi Traumatik
Pada trauma yang menimbulkan dislokasi dari sendi faset vertebra akan
menimbulkan nyeri punggung yang hebat. Keadaan ini akan menyebabkan penyempitan
foramen intervertebral, sehingga radiks dan jaringan yang berdekatan mengalami iritasi dan
kompresi di dalam kanalnya dengan gejala-gejala radikuler.
C. Fraktur Kompresif
Pada fraktur yang bersifat kompresif, bila terjadi penekanan pada radiks atau
penyempitan pada foramen intervertebral yang dapat mengenai satu atau lebih radiks saraf
akan menimbulkan defisit neurologi.
D. Skoliosis
Skoliosis umumnya terjadi pada orang dewasa dengan keluhan utama nyeri
punggung. Keadaan ini sering berhubungan dengan lengkungan lumbal dan torakolumbal.
Nyeri tersebut disebabkan oleh adanya proses degeneratif pada sendi faset lengkungan itu
sendiri.
F. Neoplasma Tulang
Tumor ganas dapat merupakan tumor primer dari tulang ataupun sekunder hasil
metastase dari tempat lain, seperti kelenjar mammae, paru-paru, prostat, tiroid, ginjal,
lambung, dan uterus.
Tumor ganas primer yang sering ditemukan adalah multiple myeloma yang
menyerang dan merusak tulang terutama pada laki-laki dewasa tua berusia 40 tahun. Dapat
menyebabkan kolaps vertebra dengan keluhan pertama ialah nyeri punggung.
Tumor ganas sekunder juga sering ditemukan pada vertebra, dapat merupakan
tumor osteoblastik (metastasis dari kelenjar mammae) atau osteolitik yang dapat berasal
dari kelenjar mammae, paru-paru, ginjal, dan tiroid. Tumor tersebut menyebabkan destruksi
tulang dengan akibat “wedge shape” atau kolaps pada vertebra yang terkena, satu atau
beberapa radiks akan ikut terlibat.
G. Spondilosis
Spondilosis merupakan penyakit degeneratif pada tulang belakang. Bila usia
bertambah maka akan terjadi perubahan degeneratif pada tulang belakang, yang terdiri dari
dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus serta penonjolan ke semua arah dari annulus
fibrosus. Annulus mengalami kalsifikasi dan perubahan hipertrofik terjadi pada pinggir
tulang korpus vertebra, membentuk osteofit atau spur atau taji. Dengan penyempitan
rongga intervertebra, sendi intervertebra dapat mengalami subluksasi dan menyempitkan
foramina intervertebra, yang dapat juga ditimbulkan oleh osteofit.
Nyeri biasanya kurang menonjol pada spondilosis. Disestesia tanpa nyeri dapat
timbul pada daerah distribusi radiks yang terkena, dapat disertai kelumpuhan otot dan
gangguan refleks. Terjadi pembentukan osteofit pada bagian yang lebih sentral dari korpus
vertebra yang menekan medulla spinalis. Kauda ekuina dapat terkena kompresi pada
daerah lumbal bila terdapat stenosis kanal lumbal. Gejalanya berupa sindrom kauda ekuina
dengan paraparesis, defisit sensorik pada kedua tungkai, serta hilangnya kontrol sfingter.
Sindrom pseudoklaudikasi (klaudikasi neurologik) dapat terjadi dimana pasien mengeluh
nyeri pinggang dan tungkai saat berdiri atau berjalan, dan akan menghilang bila berbaring.
sakrum. Yang lebih jarang ialah terjadi akibat penyakit degeneratif tulang belakang, ini
biasanya meliputi L5 atau L4.
Gejala paling sering adalah nyeri punggung bawah, biasanya dimulai pada usia
yang lebih dini dan perlahan-lahan memburuk, yang diperkuat oleh gerakan ekstensi.
Tetapi, nyeri dapat timbul mendadak bila ada cedera. Nyeri tungkai akibat kompresi radiks
saraf kurang sering ditemukan. Bila deformitas berat maka kauda ekuina dapat terkena
kompresi.
I. Stenosis Spinal
Stenosis spinal merupakan penyempitan kanal medulla spinalis yang mungkin
terjadi secara kongenital atau menyempit karena penonjolan annulus, hipertrofi sendi faset,
atau ligamen longitudinal posterior yang tebal atau mengeras, sehingga menekan saraf yang
mengandung beberapa radiks.
Penyempitan kanalis lumbalis dapat disebabkan oleh pedikel yang pendek karena
kongenital, lamina dan sendi faset yang tebal, kurva skoliosis, dan lordotik. Kebanyakan
kasus merupakan idiopatik dan sering terjadi pada usia pertengahan dan usia tua.
lama. Gangguan neurologis yang terjadi pada fase awal adalah akibat penekanan oleh pus,
perkejuan atau jaringan granulasi dengan nyeri sebagai keluhan pertama yang muncul.
Nyeri dapat dirasakan terlokalisir di sekitar lesi atau berupa nyeri menjalar sesuai saraf
yang terkena.
4. Proses Inflamasi
A. Guillain–Barré syndrome
Guillain-Barré syndrome (GBS) merupakan kelainan sistem imun tubuh yang mana
menyerang bagian dari system saraf perifer. Gejala pertama dari kelainan ini derajatnya
bervariasi meliputi kelemahan atau sensasi kesemutan pada kedua tungkai kaki. Dalam
banyak kasus kelemahan simetris dan sensasi abnormal menyebar ke lengan dan tubuh
bagian atas. Gejala ini dapat meningkatkan intensitas sampai otot-otot tertentu tidak dapat
digunakan sama sekali dan, bila berat, pasien GBS hampir mengalami lumpuh total. Dalam
kasus-kasus gangguan yang mengancam kehidupan - berpotensi mengganggu pernapasan
dan, pada saat yang bersamaan, dengan gangguan tekanan darah atau denyut jantung - dan
dianggap sebagai kegawatdaruratan medis. Pasien GBS sering memakai ventilator untuk
membantu pernapasan dan diawasi dengan ketat untuk masalah seperti detak jantung yang
tidak normal, infeksi, pembekuan darah, dan tekanan darah tinggi atau rendah.
Guillain-Barré dapat mempengaruhi siapa pun. Hal ini bisa menyerang pada usia
berapa pun dan kedua jenis kelamin sama-sama rentan terhadap gangguan tersebut.
Sindrom ini jarang terjadi, namun, hanya menyerang sekitar satu orang dalam 100.000
populasi. Biasanya Guillain-Barré terjadi beberapa hari atau minggu setelah pasien
16
memiliki gejala infeksi virus pernapasan atau pencernaan. Kadang-kadang operasi akan
memicu sindrom. Dalam kasus yang jarang vaksinasi dapat meningkatkan risiko GBS.
Setelah manifestasi klinis pertama dari penyakit, gejala dapat berkembang selama
beberapa jam, hari, atau minggu. Kebanyakan pasien GBS mencapai tahap kelemahan
terbesar dalam 2 minggu pertama setelah gejala muncul. Gejala-gejala yang dapat timbul
pada pasien GBS adalah kehilangan sensitivitas, seperti kesemutan, kebas (mati rasa), rasa
terbakar, atau nyeri, dengan pola persebaran yang tidak teratur dan dapat berubah-ubah.
Kelumpuhan pada pasien GBS biasanya terjadi dari bagian tubuh bawah ke atas atau dari
luar ke dalam secara bertahap, namun dalam waktu yang bervariasi. Pada pasien GBS
parah, kerusakan dapat berdampak pada paru-paru dan melemahkan otot-otot pernapasan
sehingga diperlukan ventilator untuk menjaga pasien agar tetap bertahan. Kondisi pasien
dapat bertambah parah karena kemungkin terjadi infeksi di dalam paru-paru akibat
berkurangnya kemampuan pertukaran gas dan kemampuan membersihkan saluran
pernapasan. Kematian umumnya terjadi karena kegagalan pernapasan dan infeksi yang
ditimbulkan.
Menurut penelitian, penyebab GBS ialah adanya sistem kekebalan tubuh yang
menyerang tubuh itu sendiri, yang dikenal sebagai penyakit autoimun. Biasanya sel-sel dari
sistem kekebalan tubuh menyerang hanya material asing dan organisme yang masuk tubuh
atau kita sebut sebagai antigen. Pada sindrom Guillain-Barré, sistem kekebalan tubuh mulai
menghancurkan selubung myelin yang mengelilingi akson dari saraf perifer, atau bahkan
menyerang akson itu sendiri.
Pada penyakit di mana selubung mielin saraf perifer “yang injuri atau rusak”, saraf
tidak bisa mengirimkan sinyal secara efisien. Itulah sebabnya otot-otot mulai kehilangan
kemampuan mereka untuk merespon perintah otak, perintah yang harus dilakukan melalui
jaringan saraf. Otak juga menerima sinyal sensorik lebih sedikit dari seluruh tubuh, yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk merasakan tekstur, panas, nyeri, dan sensasi
lainnya. Secara bergantian, otak dapat menerima sinyal yang tidak tepat yang
mengakibatkan kesemutan, "crawling-skin" atau sensasi nyeri. Karena sinyal menuju dan
dari lengan serta kaki harus melakukan perjalanan jarak terpanjang mereka yang paling
rentan terhadap gangguan, sehingga kelemahan otot dan sensasi kesemutan biasanya
pertama kali muncul di tangan dan kaki kemudian mulai dirasakan kebagian atas tubuh.
Ketika Guillain-Barré didahului oleh infeksi virus atau bakteri, maka kemungkinan
virus atau bakteri tersebut telah mengubah sifat sel dalam sistem saraf sehingga sistem
kekebalan tubuh memperlakukan mereka sebagai sel asing. Hal ini juga memungkinkan
bahwa virus membuat sistem kekebalan tubuh menjadi kurang mengenali sel myelin dan
akson sebagai sel tubuhnya sendiri , yang memungkinkan beberapa sel-sel kekebalan,
seperti beberapa jenis limfosit dan makrofag, untuk menyerang myelin. Limfosit T yang
tersensitisasi bekerja sama dengan limfosit B untuk memproduksi antibodi terhadap
komponen selubung mielin dan dapat berkontribusi pada kerusakan myelin.
B. Herpes Zoster
17
Herpes zoster paling sering termanifestasi pada satu atau lebih ganglia vertebra
posterior atau ganglia sensoris kranial, kemungkinan karena partikel virus yang menetap
dalam ganglia ini dalam keadaan tidak aktif sejak episode awal varicella. Hal ini
menyebabkan rasa sakit dan temuan karakteristik kutaneus sepanjang dermatom sensoris
yang sesuai dari ganglia yang terlibat. Jarang melibatkan sel kornu anterior dan posterior,
leptomeninges, dan saraf perifer, jarang dengan adanya kelemahan otot atau kelumpuhan,
pleocytosis (terdapat 20-50 limfosit) cairan spinal, dan / atau kehilangan sensori. Jarang
terjadi myelitis, meningitis, atau ensefalitis, keterlibatan visceral mungkin juga terjadi.
5. Proses Degeneratif
a. Jalur Poliol
Hiperglikemia menyebabkan peningkatan kadar glukosa intraseluler dalam saraf,
menyebabkan saturasi pada jalur glikolisis normal. Glukosa ekstra masuk ke dalam proses
jalur poliol dan diubah menjadi sorbitol dan fruktosa oleh enzim aldosa reduktase dan
sorbitol dehidrogenase. Akumulasi dari sorbitol dan fruktosa menyebabkan myoinositol
saraf berkurang, menurunkan aktivitas membran Na+/ K+-ATPase, mengganggu transportasi
aksonal, dan terjadi gangguan struktural saraf, menyebabkan potensial aksi menjadi
abnormal.
b. Produk Akhir Glikasi Lanjut (Advanced Glycation End Products-AGE)
Reaksi nonenzimatik dari glukosa berlebih dengan protein, nukleotida, dan hasil
lipid pada produk akhir glikasi lanjut (AGE), kemungkinan memiliki peran dalam
mengganggu integritas neuronal dan mekanisme perbaikan melalui gangguan metabolisme
sel saraf dan transportasi aksonal.
c. Stress Oksidatif
Peningkatan produksi radikal bebas pada diabetes dapat merugikan melalui
beberapa mekanisme yang belum sepenuhnya dipahami. Ini termasuk kerusakan langsung
pada pembuluh darah yang menyebabkan iskemia saraf dan memfasilitasi dari reaksi AGE.
Gejala Neuropati Diabetik
a. Gejala Sensoris
Neuropati sensorik biasanya onsetnya perlahan dan menunjukkan distribusi stoking-
dan-sarung tangan (stocking-and-glove distribution) di ekstremitas distal. Gejala sensorik
mungkin negatif atau positif, fokal atau difus. Gejala sensorik negatif termasuk baal atau
18
mati rasa, yang mana pasien dapat menggambarkannya seperti mengenakan sarung tangan
atau kaus kaki. Kehilangan keseimbangan, terutama dengan mata tertutup, dan luka tanpa
rasa sakit akibat hilangnya sensasi yang umum. Gejala positif dapat digambarkan sebagai
rasa terbakar, nyeri seperti ditusuk-tusuk, kesemutan, perasaan seperti tersengat listrik,
sakit, adanya keketatan, atau hipersensitivitas terhadap sentuhan.
b. Gejala Motorik
Kelainan motorik meliputi kelemahan distal, proksimal, atau beberapa kelemahan
yang bersifat fokal. Pada ekstremitas atas, gejala motor distal meliputi gangguan koordinasi
halus pada tangan, seperti membuka tutup botol atau mengunci pintu. Kaki sering
terpeleset atau jatuh dan lecet kemungkinan merupakan gejala awal dari kelemahan kaki.
Gejala kelemahan anggota gerak bawah proksimal meliputi kesulitan menaiki atau meuruni
tangga, atau sulit bangun dari posisi duduk atau terlentang. Sedangkan gejala kelemahan
anggota gerak atas proksimal ialah kesulitan dalam mengangkat lengan atas.
bahu disangga dengan bantal untuk mengurangi lordosis lumbal. Pada tumor
intraspinal, nyeri tidak berkurang atau bahkan memburuk ketika berbaring.
c. Gangguan postur atau kurvatura vertebra. Pada pemeriksaan dapat
ditemukan berkurangnya lordosis vertebra lumbal karena spasme involunter
otot-otot punggung. Sering ditemui skoliosis lumbal, dan mungkin juga
terjadi skoliosis torakal sebagai kompensasi. Umumnya tubuh akan condong
menjauhi area yang sakit, dan panggung akan bungkuk ke depan dan kearah
yang sakit untung menghindari stretching pada saraf yang bersangkutan.
Jika iskialgia sangat berat, pasien akan menghindari ekstensi sendi lutut, dan
berjalan dengan bertumpu pada jari kaki (karena dorsofleksi kaki
menyebabkan stretching pada saraf, sehingga memperburuk nyeri). Pasien
membungkuk ke depan, berjalan dengan langkah kecil dan semifleksi sendi
lutut, disebut Neri’s Sign.
d. Ketika pasien berdiri, dapat ditemukan gluteal fold yang menggantung dan
tampak lipatan kulit tambahan karena otot gluteus yang lemah. Hal ini
merupakan bukti keterlibatan radiks S1.
e. Dapat ditemukan nyeri tekan pada sciatic notch dan sepanjang nervus
iskiadikus.
f. Pada kompresi radiks spinal yang berat, dapat ditemukan gangguan sensasi,
paresthesia, kelemahan otot, dan gangguan refleks tendon. Fasikulasi jarang
terjadi.
g. HNP biasanya terletak di posterolateral dan mengakibatkan gejala yang
unilateral. Tetapi, jika letak hernia agak besar dan sentral, dapat
menyebabkan gejala pada kedua sisi yang mungkin dapat disertai gangguan
berkemih dan buang air besar.
22
23
Radikulopati Servikal
Mendapatkan riwayat penyakit yang rinci merupakan hal yang penting untuk
menegakkan diagnosis dari radikulopati servikal. Pemeriksa harus mengajukan pertanyaan-
pertanyaan sebagai berikut :
1. Pertama, apa keluhan utama pasien (misalnya : nyeri, mati rasa
(baal), kelemahan otot), dan lokasi dari gejala?
Skala analog visual dari 0-10 dapat digunakan untuk menentukan tingkat
nyeri yang dirasakan oleh pasien.
Gambar anatomi nyeri juga dapat membantu dokter dalam memberikan
suatu tinjauan singkat pola nyeri pada pasien.
2. Apakah aktivitas dan posisi kepala dapat memperparah atau
meringankan gejalanya?
Informasi ini dapat membantu baik untuk mendiagnosis maupun dalam
penatalaksanaannya.
3. Apakah pasien pernah mengalami cedera diarea leher? Jika iya,
kapan terjadinya, seperti apa mekanisme terjadi cederanya, dan apa
yang dilakukan pada saat itu?
4. Apakah pasien pernah mengalami episode gejala serupa sebelumnya
atau nyeri leher yang terlokalisir?
5. Apakah pasien memiliki gejala sugestif dari myelopathy servikal,
seperti perubahan gaya berjalan, disfungsi usus atau kandung kemih,
atau perubahan sensoris atau kelemahan pada ekstremitas bawah?
6. Apa pengobatan sebelumnya yang telah dicoba oleh pasien (baik
berupa resep dokter atau mengobati sendiri) :
Penggunaan dari es dan/atau penghangat
Obat-obatan (seperti : acetaminophen, aspirin, nonsteroidal anti-
inflammatory drugs [NSAIDs])
Terapi fisik, traksi, atau manipulasi
Suntikan
Operasi
7. Tanyakan riwayat sosial pasien, meliputi olahraga dan posisi pasien,
pekerjaan, dan penggunaan dari nikotin dan / atau alkohol.
8. Kekhasan pasien dengan radikulopati servikal ialah datang dengan
mengeluh adanya ketidaknyamanan pada leher dan lengan.
Ketidaknyamanan tersebut dapat berupa sakit tumpul sampai nyeri
hebat seperti rasa terbakar. Biasanya, nyerinya ini menjalar menuju
batas medial skapula, dan keluhan utama pasien ialah nyeri bahu.
Ketika radikulopatinya sedang berlangsung, nyeri tersebut menjalar
menuju lengan atas atau bawah dan menuju tangan, sepanjang
distribusi sensori dari radiks saraf yang terlibat.
24
G. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang lengkap adalah suatu hal yang penting. Penting
memperhatikan abnormalitas postur, deformitas, nyeri tekan, dan spasme otot. Pada
pemeriksaan neurologis harus diperhatikan :
Gangguan sensorik (hipesthesia atau hiperesthesia). Perlu dibedakan
gangguan saraf perifer dan segmental.
Gangguan motorik (pemeriksaan kekuatan otot, atrofi, fasikulasi, dan
spasme otot).
Perubahan refleks.
Pemeriksaan panggul dan rektum perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya
neoplasma dan infeksi di luar vertebra.
Lhermitte’s Test
4. Tes Distraksi
Tes ini dilakukan ketika pasien sedang merasakan nyeri radikuler. Pembuktian
terhadap adanya penjepitan dapat diberikan dengan tindakan yang mengurangi penjepitan
itu, yakni dengan mengangkat kepala pasien sejenak.
26
Distraction Test
2. Modifikasi/Variasi Tes Lasegue (Bragard’s Sign, Sicard’s Sign, dan Spurling’s Sign)
Merupakan modifikasi dari tes Lasegue yang mana dilakukan tes Lasuge disertai
dengan dorsofleksi kaki (Bragard’s Sign) atau dengan dorsofleksi ibu jari kaki (Sicard’s
Sign). Dengan modifikasi ini, stretching nervus iskiadikus di daerah tibial menjadi
meningkat, sehingga memperberat nyeri. Gabungan Bragard’s sign dan Sicard’s sign
disebut Spurling’s sign.
27
a) Bragard’s sign b)
Spurling’s sign
Tes ini sama dengan tes Lasegue, tetapi yang diangkat tungkai yang sehat. Tes
positif bila timbul nyeri radikuler pada tungkai yang sakit (biasanya perlu sudut yang lebih
besar untuk menimbulkan nyeri radikuler dari tungkai yang sakit).
5. Naffziger Tests
Tes ini dilakukan dengan menekan kedua vena jugularis selama 2 menit. Tekanan
harus dilakukan hingga pasien mengeluh adanya rasa penuh di kepalanya. Kompresi vena
jugularis juga dapat dilakukan dengan sphygmomanometer cuff, dengan tekanan 40 mmHg
selama 10 menit. Dengan penekanan tersebut, dapat mengakibatkan tekanan intrakranial
meningkat. Meningkatnya tekanan intrakranial atau intraspinal, dapat menimbulkan nyeri
radikular pada pasien dengan space occupying lesion yang menekan radiks saraf. Pada
pasien ruptur diskus intervertebra, akan didapatkan nyeri radikular pada radiks saraf yang
bersangkutan.Pasien dapat diperiksa dalam keadaan berbaring atau berdiri.
3. Myelography
29
5. Laboratorium
Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah, faktor rematoid,
fosfatase alkali/asam, dan kalsium.
Urin analisis, berguna untuk penyakit nonspesifik seperti infeksi.
I. Diagnosis Banding
1. Radikulopati Servikal
- Cedera Pleksus Brakhialis
- Rotator Cuff Injury
2. Radikulopati Lumbar
- Cedera Diskus Lumbosakral
- Cedera Diskus Torakik
J. Penatalaksanaan
1. Terapi Non Farmakologi
a. Akut :
- Imobilisasi
- Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan
aktivitas
- Modalitas termal (terapi panas dan dingin)
- Pemijatan
- Traksi (tergantung kasus)
- Pemakaian alat bantu (misalnya korset atau
tongkat)
b. Kronik
- Terapi psikologis
- Modulasi nyeri (akupunktur atau modalitas
termal)
- Latihan kondisi otot
- Rehabilitasi vokasional
- Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan
aktivitas
30
2. Terapi Farmakologi
- NSAIDs
Contoh : Ibuprofen
Mekanisme Aksi : Menghambat reaksi inflamasi dan nyeri
dengan cara menurunkan sintesis prostaglandin
Dosis dan penggunaan :
Dewasa : 300 – 800 mg per oral setiap 6 jam (4x1 hari) atau 400 – 800 mg IV
setiap 6 jam jika dibutuhkan
- Tricyclic Antidepressants
Contoh : Amitriptyline
Mekanisme Aksi : Menghambat reuptake serotonin dan / atau
norepinefrin oleh membran saraf presynaptic, dapat
meningkatkan konsentrasi sinaptik dalam SSP. Berguna sebagai
analgesik untuk nyeri kronis dan neuropatik tertentu.
Dosis dan penggunaan :
Dewasa : 100 – 300 mg 1x1 hari pada malam hari
- Muscle Relaxants
Contoh : Cyclobenzaprine
Mekanisme Aksi : Relaksan otot rangka yang bekerja secara
sentral dan menurunkan aktivitas motorik pada tempat asal tonik
somatic yang mempengaruhi baik neuron motor alfa maupun
gamma.
Dosis :
Dewasa : 5 mg per oral setiap 8 jam (3x1 hari)
- Analgesik
Contoh : Tramadol (Ultram)
Mekanisme Aksi : Menghambat jalur nyeri ascenden, merubah
persepsi serta respon terhadap nyeri, menghambat reuptake
norepinefrin dan serotonin
Dosis :
Dewasa : 50 – 100 mg per oral setiap 4 – 6 jam (4x1 hari) jika
diperlukan
- Antikonvulsan
Contoh : Gabapentin (Neurontin)
Mekanisme Aksi : Penstabil membran, suatu analog struktural dari
penghambat neurotransmitter gamma-aminobutyric acid (GABA),
yang mana tidak menimbulkan efek pada reseptor GABA.
Dosis :
Dewasa : Neurontin
Hari ke-1 : 300 mg per oral 1x1 hari
Hari ke-2 : 300 mg per oral setiap 12 jam (2x1 hari)
Hari ke-3 : 300 mg per oral setiap 8 jam (3x1 hari)
31
K. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
DAFTAR PUSTAKA