Вы находитесь на странице: 1из 32

1

LAPORAN KASUS

I. Identitas

Nama : Tn. F
Umur : 58 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Babakan, Cirebon
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh kuli bangunan
Status : Menikah
Tanggal masuk : 28 oktober 2017

II. Anamnesis

a. Keluhan Utama
Nyeri pinggang

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poliklinik RSUD Waled dengan keluhan nyeri
pinggang sebelah kiri sejak 1 minggu yang lalu. Nyeri dirasakan menjalar
dari pinggang sampai ke tungkai bawah sebelah kiri. Nyeri juga dirasakan
seperti di tusuk benda tajam. Nyeri nya terus-menerus dan dirasakan
memberat saat beraktivitas, berjalan, dan batuk, berkurang saat beristirahat,
berbaring, dan memijat. Selain itu juga pasien mengeluhkan kaki sebelah
kirinya sering kesemutan dan baal. Pasien merasa aktivitasnya terganggu
karena nyeri, namun pasien masih bisa makan, minum dan mandi sendiri.
Riwayat seperti kejang, pingsan, demam, sakit kepala, lemah sebelah
tubuh, batuk lama, berat badan menurun, benjolan disangkal oleh pasien.
Riwayat trauma pernah jatuh dari motor 1 bulan yang lalu.

d. Riwayat Penyakit Dahulu


Mengalami jatuh dari motor 1 bulan yang lalu
Riwayat sakit yang sama sebelumnya disangkal
Riwayat diabetes melitus disangkal
Riwayat tumor disangkal
Riwayat Tb disangkal

c. Riwayat Penyakit Keluarga


2

Tidak ada keluarga yang mengalami hal yang sama.

d. Riwayat Pengobatan
(-)

f. Riwayat kebiasaan
Alkohol (-), Merokok (-)

g. Riwayat pribadi dan sosial


Pasien merupakan buruh kuli bangunan mengangkat beban paling sedikit
5kg

III. Pemeriksaan Fisik

a. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : GCS 15 = E4 V5 M6
Tanda Vital : TD : 110/70 mmHg
Nadi : 85 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 35,5°C
Status Gizi : BB : 65 kg
TB : 170 cm
Vas : 6 ( Sedang )

b. Pemeriksaan Kepala
Kepala : status lokalis
Mata : pupil isokor, CA (-/-), SI (-/-)
Mulut : Sianosis (-)

c. Pemeriksaan leher
Tiroid : Tidak teraba membesar
KGB : Tidak teraba membesar

d. Pemeriksaan Thoraks
Paru : SN vesikuler kiri dan kanan, wheezing (-/-) , rhonki (-/-)
Jantung : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

e. Pemeriksaan Abdomen
Datar, supel, jejas (-), Bu (+)

f. Pemeriksaan Ekstremitas
Akral hangat, Oedem
3

+ + - -
+ + - -

IV. Status neurologis


 Kesadaran : Compos mentis
 GCS : 15 (E4 V5 M6)
 MMSE : 25
 Mata : Pupil bulat isokor; diameter 3mm/3mm; RCL +/+ ; RCTL +/+

Tanda rangsang meningeal

 Kaku kuduk Negatif Negatif


 Brudzinsky 1 Negatif Negatif
 Brudzinsky 2 Negatif Negatif
 Kerniq 60° tidak terbatas 60° terbatas akibat nyeri
 Laseq 60° tidak terbatas 60° terbatas akibat nyeri

Pemeriksaan Nervus Cranialis


Nervus I Tidak dilakukan
Nervus II Baik
 Visus Baik
 Lapang pandang
4

Nervus III, IV, VI


 Ptosis Negatif Negatif
 Diplopia Negatif Negatif
 Nistagmus Positif (Horisontal) Positif(Horisontal)
 Gerak bola mata Baik Baik
o Atas Baik Baik
o Bawah Baik Baik
o Lateral Baik Baik
o Medial Baik Baik
o Atas lateral Baik Baik
o Atas medial Baik Baik
o Bawah lateral Baik Baik
o Bawah medial Negatif Negatif
Baik Baik
 Fiksasi Mata

Nervus V
 Menggigit Baik
 Membuka mulut Baik
 Sensibilitas
o R. Opthalmicus Baik Baik
o R. Maksilaris Baik Baik
o R. Mandibularis Baik Baik

Nervus VII
 Mengangkat alis Baik Baik
 mengerutkan dahi Baik Baik
 Memejamkan mata Baik Baik
 Menyeringai Simetris

Nervus VIII Tidak dilakukan


5

Nervus IX, X
 Disfagia Negatif
 Disfonia Negatif
 Posisi uvula Simetris di tengah
 Refleks faring Tidak dilakukan

Nervus XI
 Mengangkat bahu Baik Baik
 Menoleh Baik Baik

Nervus XII
 Tremor lidah Negatif
 Lidah mencong Negatif
 Disartria Negatif

Kanan Kiri
Refleks Tendon
Bisep Positif Positif
Trisep Positif Positif
Patela Positif Positif
Achiles Positif Positif
Refleks
Patologis
 Babibsky Negatif Negatif
 Chaddok Negatif Negatif
 Schaffer Negatif Negatif
 Klonus Patella Negatif Negatif
 Klonus Achilles Negatif Negatis

Ekstremitas
6

LENGAN Kanan Kiri

Otot Tonus Normotonus Normotonus


Massa Normal Normal
Sendi Normal Normal
Gerakan Aktif Aktif
Kekuatan +5 +5
Oedem Tidak ada Tidak ada

TUNGKAI dan KAKI Kanan Kiri


Otot Tonus Normotonus Normotonus
Massa Normal Normal
Sendi Normal Normal
Gerakan aktiv Inaktif
Kekuatan 5 4
Oedem Tidak ada Tidak ada

Sensoris

Kanan Kiri

Sensasi raba menurun Baik

Perbedaan suhu Baik Baik


Propioseptif Normal Normal

Koordinasi

Finger tip test Normal


Romberg test Normal

• Gerak involunter
1. Tremor : Negatif
2. Khorea : Negatif
3. Balismus : Negatif
7

• Susunan Saraf Otonom


1. Inkontinesia urine : Negatif
2. Inkontinesia alvie : Negatif
3. Hipersekresi keringat : Negatif

V. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium Darah
Tanggal : 1 April 2013
Hb : 16.2 gr/dl
Ht : 46,9` %
Leukosit : 6.3/mm3
Trombosit : 189/mm3
Ureum : 13.0 mg/dl
Creatinin: : 0,41 mg/dl
GDS : 91 mg/dl
LED : 2 mm/jam
Golongan Darah :O

VI. Diagnosa
Radikulopati lumbal

VII. Penatalaksaan
 Ibuprofen 2 x 200mg
 neurobion 500 1 x 1 amp
 Diazepam 2 x 1
 EMG

VIII. Prognosis
- Ad vitam : dubia ad bonam
- Ad sanationam : dubia ad bonam
- Ad fungsionam : dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan fungsi dan
struktur radiks akibat proses patologis yang dapat mengenai satu atau lebih radiks saraf
dengan pola gangguan bersifat dermatomal.
8
9

Hal ini berguna untuk mengingat bahwa :


- struktur wajah dan cranium anterior berada di daerah bidang saraf trigeminal
- belakang kepala, servikal ke-2
- leher, servikal ke-3
- area diatas pundak, servikal ke-4
- area deltoid, servikal ke-5
- lengan bawah radial dan ibu jari, servikal ke-6
- telunjuk dan jari tengah , servikal ke-7
- jari kelingking dan tepi ulnar dari tangan dan lengan bawah, servikal ke-8 dan
torakik ke-1
- puting, torakik ke-5
10

- umbilicus, torakik ke-10


- selangkangan, lumbal ke-1
- sisi medial lutut, lumbal ke-3
- jari kaki besar, lumbal ke-5
- jari kaki kecil (kelingking), sakrum ke-1
- belakang paha, sakrum ke-2
- area genitor-anal, sakrum ke-3, 4, dan 5

B. Etiologi
Terdapat tiga faktor utama penyebab terjadinya radikulopati, yaitu proses
kompresif, proses inflamasi, dan proses degeneratif sesuai dengan struktur dan lokasi
terjadinya proses patologis.

1. Proses Kompresif
Kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga mengakibatkan radikulopati
adalah :
a. Herniated nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus
b. Dislokasi traumatik
c. Fraktur kompresif
d. Skoliosis
e. Tumor medulla spinalis
f. Neoplasma tulang
g. Spondilosis
h. Spondilolistesis dan Spondilolisis
i. Stenosis spinal
j. Spondilitis tuberkulosis
k. Spondilosis servikal

2. Proses Inflamasi
Kelainan-kelainan inflamasi sehingga mengakibatkan radikulopati adalah :
a. Guillain–Barré syndrome
b. Herpes Zoster

3. Proses Degeneratif
Kelainan yang bersifat degeneratif sehingga mengakibatkan radikulopati adalah
Diabetes Mellitus.

C. Tipe-tipe Radikulopati
1. Radikulopati Lumbar
Radikulopati lumbar merupakan bentuk radikulopati pada daerah lumbar yang
disebabkan oleh iritasi atau kompresi dari radiks saraf lumbal. Radikulopati lumbar sering
juga disebut siatika. Pada radikulopati lumbar, keluhan nyeri punggung bawah (low back
pain) sering didapatkan.
11

2. Radikulopati Servikal
Radikulopati servikal umumnya dikenal dengan “saraf terjepit” merupakan
kompresi pada satu atau lebih radiks saraf pada leher. Gejala pada radikulopati servikal
seringnya disebabkan oleh spondilosis servikal.

3. Radikulopati Torakal
Radikulopati torakal merupakan bentuk yang relatif jarang dari kompresi saraf pada
punggung tengah. Daerah ini strukturnya tidak banyak membengkok seperti pada daerah
lumbar atau servikal. Oleh karena itu, area toraks lebih jarang menyebabkan sakit pada
spinal. Namun, kasus yang sering ditemukan pada bagian ini adalah nyeri pada infeksi
herpes zoster.

D. Patofisiologi
1. Proses Kompresif pada Lumbal Spinalis
 Pergerakan antara vertebral L4-L5 dan L5-S1 lebih leluasa sehingga
lebih sering terjadi gangguan. Vertebra lumbalis memiliki beban yang
besar untuk menahan bagian atas tubuh sehingga tulang, sendi, nukleus,
dan jaringan lunaknya lebih besar dan kuat. Pada banyak kasus, proses
degenerasi dimulai pada usia lebih awal seperti pada masa remaja
dengan degenerasi nukleus pulposus yang diikuti protusi atau ekstrasi
diskus. Secara klinis yang sangat penting adalah arah protusi ke
posterior, medial, atau ke lateral yang menyebabkan tarikan malah
robekan nukleus fibrosus.
 Protusi diskus posterolateral diketahui sebagai penyebab kompresi dari
radiks. Protusi diskus dapat mengenai semua jenis kelamin dan
berhubungan dengan riwayat trauma sebelumnya. Bila proses ini
berlangsung secara progresif dapat terbentuk osteofit. Permukaan sendi
menjadi malformasi dan tumbuh berlebihan, kemudian terjadi penebalan
dari ligamentum flavum.
 Pada pasien dengan kelainan kanal sempit, proses ini terjadi sepanjang
vertebra lumbalis, sehingga menyebabkan kanalis menjadi tidak bulat
dan membentuk “trefoil axial shape”. Pada tahap ini prosesnya
berhubungan dengan proses penuaan. Stenosis kanalis vertebra lumbalis
sering mengenai laki-laki pekerja usia tua.
 Sendi faset (facet joint), nukleus, dan otot juga dapat mengalami
perubahan degeneratif dengan atau tanpa kelainan pada diskus.

A. Herniated nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus


Herniated nucleus pulposus atau herniasi diskus, disebut juga ruptured, prolapsed
atau protruded disc, diketahui sebagai penyebab terbanyak back pain dan nyeri tungkai
berulang. Herniasi nukleus merupakan tonjolan yang lunak, tetapi suatu waktu mengalami
12

perubahan menjadi fibrokartilago, akhirnya menjadi tonjolan kalsifikasi. HNP kebanyakan


terjadi diantara vertebra L5-S1, jarang terjadi pada L4-L5, L3-L4, L2-L3, L1-L2, dan
vertebra torakal. Frekuensi yang sering juga terjadi pada vertebra C5-C6 dan C6-C7.
Penyebabnya biasanya ialah trauma fleksi, tetapi pada beberapa kasus bias juga tanpa
adanya trauma.
Penyebab lain adalah kecenderungan degenerasi diskus intervertebralis, yang mana
meningkat sesuai dengan peningkatan umur, dapat mengenai daerah servikal dan lumbal
pada penderita yang sama.
Kebanyakan kasus terjadi pada usia antara 20-64 tahun dan kejadian tersering ialah
pada usia 30-39 tahun. Setelah umur 40 tahun, frekuensinya menurun. Laki-laki memiliki
dua kali lipat kemungkinan untuk menderita HNP dibandingkan wanita. Nukleus pulposus
yang menonjol melalui annulus fibrosus yang robek biasanya terjadi pada satu sisi
dorsolateral atau sisi lainnya (terkadang pada bagian dorsomedial) akan menyebabkan
penekanan pada satu atau lebih radiks saraf.

B. Dislokasi Traumatik
Pada trauma yang menimbulkan dislokasi dari sendi faset vertebra akan
menimbulkan nyeri punggung yang hebat. Keadaan ini akan menyebabkan penyempitan
foramen intervertebral, sehingga radiks dan jaringan yang berdekatan mengalami iritasi dan
kompresi di dalam kanalnya dengan gejala-gejala radikuler.

C. Fraktur Kompresif
Pada fraktur yang bersifat kompresif, bila terjadi penekanan pada radiks atau
penyempitan pada foramen intervertebral yang dapat mengenai satu atau lebih radiks saraf
akan menimbulkan defisit neurologi.
D. Skoliosis
Skoliosis umumnya terjadi pada orang dewasa dengan keluhan utama nyeri
punggung. Keadaan ini sering berhubungan dengan lengkungan lumbal dan torakolumbal.
Nyeri tersebut disebabkan oleh adanya proses degeneratif pada sendi faset lengkungan itu
sendiri.

E. Tumor Medulla Spinalis


Tumor di daerah lumbosakral dapat terjadi pada konus medularis dan kauda ekuina.
Tumor yang tersering adalah ependioma. Tumor ini berasal dari sel-sel ependim yang
terdapat pada konus medularis dan filum terminale. Tumor ini timbulnya lambat, hanya
sebagian kecil yang berasal dari konus, sebagian besarnya ialah berasal dari filum terminale
yang kemudian mengenai radiks saraf.
Selain ependioma, terdapat tumor primer intraspinal yang sering ditemukan yang
terdiri dari sel-sel Schwann atau disebut dengan schwannoma. Schwannoma merupakan
tumor ekstramedular intradural dan dapat muncul dari saraf spinal pada setiap level.
Tersering muncul dari radiks posterior dengan keluhan-keluhan nyeri radikuler.
Pertumbuhannya lambat sebelum diagnosis diketahui dengan benar.
13

F. Neoplasma Tulang
Tumor ganas dapat merupakan tumor primer dari tulang ataupun sekunder hasil
metastase dari tempat lain, seperti kelenjar mammae, paru-paru, prostat, tiroid, ginjal,
lambung, dan uterus.
Tumor ganas primer yang sering ditemukan adalah multiple myeloma yang
menyerang dan merusak tulang terutama pada laki-laki dewasa tua berusia 40 tahun. Dapat
menyebabkan kolaps vertebra dengan keluhan pertama ialah nyeri punggung.
Tumor ganas sekunder juga sering ditemukan pada vertebra, dapat merupakan
tumor osteoblastik (metastasis dari kelenjar mammae) atau osteolitik yang dapat berasal
dari kelenjar mammae, paru-paru, ginjal, dan tiroid. Tumor tersebut menyebabkan destruksi
tulang dengan akibat “wedge shape” atau kolaps pada vertebra yang terkena, satu atau
beberapa radiks akan ikut terlibat.

G. Spondilosis
Spondilosis merupakan penyakit degeneratif pada tulang belakang. Bila usia
bertambah maka akan terjadi perubahan degeneratif pada tulang belakang, yang terdiri dari
dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus serta penonjolan ke semua arah dari annulus
fibrosus. Annulus mengalami kalsifikasi dan perubahan hipertrofik terjadi pada pinggir
tulang korpus vertebra, membentuk osteofit atau spur atau taji. Dengan penyempitan
rongga intervertebra, sendi intervertebra dapat mengalami subluksasi dan menyempitkan
foramina intervertebra, yang dapat juga ditimbulkan oleh osteofit.
Nyeri biasanya kurang menonjol pada spondilosis. Disestesia tanpa nyeri dapat
timbul pada daerah distribusi radiks yang terkena, dapat disertai kelumpuhan otot dan
gangguan refleks. Terjadi pembentukan osteofit pada bagian yang lebih sentral dari korpus
vertebra yang menekan medulla spinalis. Kauda ekuina dapat terkena kompresi pada
daerah lumbal bila terdapat stenosis kanal lumbal. Gejalanya berupa sindrom kauda ekuina
dengan paraparesis, defisit sensorik pada kedua tungkai, serta hilangnya kontrol sfingter.
Sindrom pseudoklaudikasi (klaudikasi neurologik) dapat terjadi dimana pasien mengeluh
nyeri pinggang dan tungkai saat berdiri atau berjalan, dan akan menghilang bila berbaring.

H. Spondilolitesis dan Spondilolisis


Spondilolistesis adalah pergeseran ke arah depan dari satu korpus vertebra terhadap
korpus vertebra dibawahnya. Hal ini paling sering terjadi pada spondilolisis, yaitu suatu
kondisi dimana bagian posterior unit vertebra menjadi terpisah, menyebabkan hilangnya
kontinuitas antara prosesus artikularis superior dan inferior. Spondilolistesis diduga
disebabkan oleh fraktur arkus neural segera setelah lahir, walaupun ini jarang simtomatis
sampai dewasa; usia rata-rata pasien yang mencari pengobatan adalah 35 tahun. Lokasi
yang paling sering dari keterlibatan adalah L5, yang mengalami subluksasi terhadap
14

sakrum. Yang lebih jarang ialah terjadi akibat penyakit degeneratif tulang belakang, ini
biasanya meliputi L5 atau L4.
Gejala paling sering adalah nyeri punggung bawah, biasanya dimulai pada usia
yang lebih dini dan perlahan-lahan memburuk, yang diperkuat oleh gerakan ekstensi.
Tetapi, nyeri dapat timbul mendadak bila ada cedera. Nyeri tungkai akibat kompresi radiks
saraf kurang sering ditemukan. Bila deformitas berat maka kauda ekuina dapat terkena
kompresi.

I. Stenosis Spinal
Stenosis spinal merupakan penyempitan kanal medulla spinalis yang mungkin
terjadi secara kongenital atau menyempit karena penonjolan annulus, hipertrofi sendi faset,
atau ligamen longitudinal posterior yang tebal atau mengeras, sehingga menekan saraf yang
mengandung beberapa radiks.
Penyempitan kanalis lumbalis dapat disebabkan oleh pedikel yang pendek karena
kongenital, lamina dan sendi faset yang tebal, kurva skoliosis, dan lordotik. Kebanyakan
kasus merupakan idiopatik dan sering terjadi pada usia pertengahan dan usia tua.

2. Proses Kompresif pada Torakal dan Lumbal Spinalis


Spondilitis Tuberkulosa
Spondilitis tuberkulosa sering terjadi pada vertebra torakal dan lumbal. Vertebra
yang sering terinfeksi adalah torakolumbal T8-L3. Bagian anterior vertebra lebih sering
terinfeksi dibandingkan bagian posterior dengan gejala awal berupa nyeri radikuler yang
dikenal sebagai nyeri interkostalis.
Perjalanan infeksi pada vertebra dimulai setelah terjadinya fase hematogen atau
reaktivasi kuman dorman. Basil masuk ke korpus vertebra melalui jalur arteri dan
penyebaran berlangsung secara sistemik sepanjang arteri ke perifer termasuk ke dalam
korpus vertebra yang berasal dari arteri segmentalis interkostal. Di dalam korpus, arteri ini
berakhir sebagai “end artery” (tanpa anastomosis), sehingga perluasan infeksi korpus
vertebra sering dimulai pada daerah paradiskal.
Jalur kedua adalah melalui pleksus Batson, suatu anyaman vena epidural dan
peridural. Vena dari korpus vertebra mengalir ke pleksus Batson pada perivertebral. Vena
dari korpus keluar melalui bagian posterior. Pleksus ini beranastomosis dengan vena dasar
otak, dinding dada, interkostal, lumbal, dan vena pelvis. Aliran retrograde yang dapat
terjadi akibat perubahan tekanan dinding dada dan abdomen dapat menyebabkan basil
menyebar dari infeksi tuberkulosa yang berasal dari organ di daerah aliran vena tersebut.
Jalur ketiga adalah dari abses paravertebral yang telah terbentuk dan menyebar
sepanjang ligamentum longitudinal anterior dan posterior ke korpus vertebra yang
berdekatan. Infeksi pada korpus vertebra berlanjut menjadi nekrosis dan destruksi sehingga
pada bentuk sentral dapat terjadi kompresi spontan akibat trauma, sedangkan pada bentuk
paradiskus akan menimbulkan kompresi, iskemi, dan nekrosis diskus. Pada bentuk anterior,
terjadi destruksi dari korpus di bagian anterior sehingga korpus vertebra menjadi bentuk
baji dan pada pasien terlihat adanya “gibbus formation” apabila proses ini telah berjalan
15

lama. Gangguan neurologis yang terjadi pada fase awal adalah akibat penekanan oleh pus,
perkejuan atau jaringan granulasi dengan nyeri sebagai keluhan pertama yang muncul.
Nyeri dapat dirasakan terlokalisir di sekitar lesi atau berupa nyeri menjalar sesuai saraf
yang terkena.

3. Proses Kompresif pada Servikal


A. Spondilosis Servikal
Seiring dengan bertambahnya usia terjadi pula perubahan degeneratif pada tulang
punggung, seperti dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus, serta penonjolan annulus fibrosus
ke segala arah. Annulus menjadi kalsifikasi dan perubahan hipertrofik terjadi pada pinggir
korpus vertebral seperti osteofit, dengan penyempitan rongga intervertebral. Dapat
mengenai satu atau beberapa radiks, unilateral atau bilateral, namun keluhannya tidak
sehebat herniasi diskus.

B. Herniated nucleus pulposus (HNP)


Mekanisme herniasi diskus di servikal sama seperti pada bagian lumbal. Namun
insidensinya 15 kali lebih jarang dibandingkan HNP di daerah lumbar. Nyeri yang terasa
menjalar sepanjang lengan, yang dinamakan brakialgia, akibat lesi iritatif di radiks
posterior C4-T1.

4. Proses Inflamasi

A. Guillain–Barré syndrome
Guillain-Barré syndrome (GBS) merupakan kelainan sistem imun tubuh yang mana
menyerang bagian dari system saraf perifer. Gejala pertama dari kelainan ini derajatnya
bervariasi meliputi kelemahan atau sensasi kesemutan pada kedua tungkai kaki. Dalam
banyak kasus kelemahan simetris dan sensasi abnormal menyebar ke lengan dan tubuh
bagian atas. Gejala ini dapat meningkatkan intensitas sampai otot-otot tertentu tidak dapat
digunakan sama sekali dan, bila berat, pasien GBS hampir mengalami lumpuh total. Dalam
kasus-kasus gangguan yang mengancam kehidupan - berpotensi mengganggu pernapasan
dan, pada saat yang bersamaan, dengan gangguan tekanan darah atau denyut jantung - dan
dianggap sebagai kegawatdaruratan medis. Pasien GBS sering memakai ventilator untuk
membantu pernapasan dan diawasi dengan ketat untuk masalah seperti detak jantung yang
tidak normal, infeksi, pembekuan darah, dan tekanan darah tinggi atau rendah.
Guillain-Barré dapat mempengaruhi siapa pun. Hal ini bisa menyerang pada usia
berapa pun dan kedua jenis kelamin sama-sama rentan terhadap gangguan tersebut.
Sindrom ini jarang terjadi, namun, hanya menyerang sekitar satu orang dalam 100.000
populasi. Biasanya Guillain-Barré terjadi beberapa hari atau minggu setelah pasien
16

memiliki gejala infeksi virus pernapasan atau pencernaan. Kadang-kadang operasi akan
memicu sindrom. Dalam kasus yang jarang vaksinasi dapat meningkatkan risiko GBS.
Setelah manifestasi klinis pertama dari penyakit, gejala dapat berkembang selama
beberapa jam, hari, atau minggu. Kebanyakan pasien GBS mencapai tahap kelemahan
terbesar dalam 2 minggu pertama setelah gejala muncul. Gejala-gejala yang dapat timbul
pada pasien GBS adalah kehilangan sensitivitas, seperti kesemutan, kebas (mati rasa), rasa
terbakar, atau nyeri, dengan pola persebaran yang tidak teratur dan dapat berubah-ubah.
Kelumpuhan pada pasien GBS biasanya terjadi dari bagian tubuh bawah ke atas atau dari
luar ke dalam secara bertahap, namun dalam waktu yang bervariasi. Pada pasien GBS
parah, kerusakan dapat berdampak pada paru-paru dan melemahkan otot-otot pernapasan
sehingga diperlukan ventilator untuk menjaga pasien agar tetap bertahan. Kondisi pasien
dapat bertambah parah karena kemungkin terjadi infeksi di dalam paru-paru akibat
berkurangnya kemampuan pertukaran gas dan kemampuan membersihkan saluran
pernapasan. Kematian umumnya terjadi karena kegagalan pernapasan dan infeksi yang
ditimbulkan.
Menurut penelitian, penyebab GBS ialah adanya sistem kekebalan tubuh yang
menyerang tubuh itu sendiri, yang dikenal sebagai penyakit autoimun. Biasanya sel-sel dari
sistem kekebalan tubuh menyerang hanya material asing dan organisme yang masuk tubuh
atau kita sebut sebagai antigen. Pada sindrom Guillain-Barré, sistem kekebalan tubuh mulai
menghancurkan selubung myelin yang mengelilingi akson dari saraf perifer, atau bahkan
menyerang akson itu sendiri.
Pada penyakit di mana selubung mielin saraf perifer “yang injuri atau rusak”, saraf
tidak bisa mengirimkan sinyal secara efisien. Itulah sebabnya otot-otot mulai kehilangan
kemampuan mereka untuk merespon perintah otak, perintah yang harus dilakukan melalui
jaringan saraf. Otak juga menerima sinyal sensorik lebih sedikit dari seluruh tubuh, yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk merasakan tekstur, panas, nyeri, dan sensasi
lainnya. Secara bergantian, otak dapat menerima sinyal yang tidak tepat yang
mengakibatkan kesemutan, "crawling-skin" atau sensasi nyeri. Karena sinyal menuju dan
dari lengan serta kaki harus melakukan perjalanan jarak terpanjang mereka yang paling
rentan terhadap gangguan, sehingga kelemahan otot dan sensasi kesemutan biasanya
pertama kali muncul di tangan dan kaki kemudian mulai dirasakan kebagian atas tubuh.
Ketika Guillain-Barré didahului oleh infeksi virus atau bakteri, maka kemungkinan
virus atau bakteri tersebut telah mengubah sifat sel dalam sistem saraf sehingga sistem
kekebalan tubuh memperlakukan mereka sebagai sel asing. Hal ini juga memungkinkan
bahwa virus membuat sistem kekebalan tubuh menjadi kurang mengenali sel myelin dan
akson sebagai sel tubuhnya sendiri , yang memungkinkan beberapa sel-sel kekebalan,
seperti beberapa jenis limfosit dan makrofag, untuk menyerang myelin. Limfosit T yang
tersensitisasi bekerja sama dengan limfosit B untuk memproduksi antibodi terhadap
komponen selubung mielin dan dapat berkontribusi pada kerusakan myelin.
B. Herpes Zoster
17

Herpes zoster paling sering termanifestasi pada satu atau lebih ganglia vertebra
posterior atau ganglia sensoris kranial, kemungkinan karena partikel virus yang menetap
dalam ganglia ini dalam keadaan tidak aktif sejak episode awal varicella. Hal ini
menyebabkan rasa sakit dan temuan karakteristik kutaneus sepanjang dermatom sensoris
yang sesuai dari ganglia yang terlibat. Jarang melibatkan sel kornu anterior dan posterior,
leptomeninges, dan saraf perifer, jarang dengan adanya kelemahan otot atau kelumpuhan,
pleocytosis (terdapat 20-50 limfosit) cairan spinal, dan / atau kehilangan sensori. Jarang
terjadi myelitis, meningitis, atau ensefalitis, keterlibatan visceral mungkin juga terjadi.

5. Proses Degeneratif

Penyakit Diabetes Mellitus


Pasien DM merupakan predisposisi dari berbagai macam gangguan saraf perifer
berupa “peripheral neuropathy” yang cenderung progresif dan ireversibel. Keluhan pada
pasien DM terutama ialah polineuropati distal sensoris yang simetris.
Mekanisme biokimia yang berkontribusi penting dalam perkembangan bentuk-
bentuk simetris paling umum dari polineuropati diabetes kemungkin besar meliputi jalur
poliol, produk akhir glikasi lanjut, dan stres oksidatif.

a. Jalur Poliol
Hiperglikemia menyebabkan peningkatan kadar glukosa intraseluler dalam saraf,
menyebabkan saturasi pada jalur glikolisis normal. Glukosa ekstra masuk ke dalam proses
jalur poliol dan diubah menjadi sorbitol dan fruktosa oleh enzim aldosa reduktase dan
sorbitol dehidrogenase. Akumulasi dari sorbitol dan fruktosa menyebabkan myoinositol
saraf berkurang, menurunkan aktivitas membran Na+/ K+-ATPase, mengganggu transportasi
aksonal, dan terjadi gangguan struktural saraf, menyebabkan potensial aksi menjadi
abnormal.
b. Produk Akhir Glikasi Lanjut (Advanced Glycation End Products-AGE)
Reaksi nonenzimatik dari glukosa berlebih dengan protein, nukleotida, dan hasil
lipid pada produk akhir glikasi lanjut (AGE), kemungkinan memiliki peran dalam
mengganggu integritas neuronal dan mekanisme perbaikan melalui gangguan metabolisme
sel saraf dan transportasi aksonal.
c. Stress Oksidatif
Peningkatan produksi radikal bebas pada diabetes dapat merugikan melalui
beberapa mekanisme yang belum sepenuhnya dipahami. Ini termasuk kerusakan langsung
pada pembuluh darah yang menyebabkan iskemia saraf dan memfasilitasi dari reaksi AGE.
Gejala Neuropati Diabetik
a. Gejala Sensoris
Neuropati sensorik biasanya onsetnya perlahan dan menunjukkan distribusi stoking-
dan-sarung tangan (stocking-and-glove distribution) di ekstremitas distal. Gejala sensorik
mungkin negatif atau positif, fokal atau difus. Gejala sensorik negatif termasuk baal atau
18

mati rasa, yang mana pasien dapat menggambarkannya seperti mengenakan sarung tangan
atau kaus kaki. Kehilangan keseimbangan, terutama dengan mata tertutup, dan luka tanpa
rasa sakit akibat hilangnya sensasi yang umum. Gejala positif dapat digambarkan sebagai
rasa terbakar, nyeri seperti ditusuk-tusuk, kesemutan, perasaan seperti tersengat listrik,
sakit, adanya keketatan, atau hipersensitivitas terhadap sentuhan.

b. Gejala Motorik
Kelainan motorik meliputi kelemahan distal, proksimal, atau beberapa kelemahan
yang bersifat fokal. Pada ekstremitas atas, gejala motor distal meliputi gangguan koordinasi
halus pada tangan, seperti membuka tutup botol atau mengunci pintu. Kaki sering
terpeleset atau jatuh dan lecet kemungkinan merupakan gejala awal dari kelemahan kaki.
Gejala kelemahan anggota gerak bawah proksimal meliputi kesulitan menaiki atau meuruni
tangga, atau sulit bangun dari posisi duduk atau terlentang. Sedangkan gejala kelemahan
anggota gerak atas proksimal ialah kesulitan dalam mengangkat lengan atas.

E. Manifestasi Klinik Radikulopati


Secara umum, manifestasi klinis radikulopati adalah sebagai berikut :
a. Rasa nyeri berupa nyeri tajam yang menjalar dari daerah parasentral dekat
vertebra hingga kearah ekstremitas. Rasa nyeri ini mengikuti pola
dermatomal. Nyeri bersifat tajam dan diperhebat oleh gerakan, batuk,
mengedan, atau bersin.
b. Paresthesia yang mengikuti pola dermatomal.
c. Hilang atau berkurangnya sensorik (hipesthesia) di permukaan kulit
sepanjang distribusi dermatom radiks yang bersangkutan.
d. Kelemahan otot-otot yang dipersarafi radiks yang bersangkutan.
e. Refleks tendon pada daerah yang dipersarafi radiks yang bersangkutan
menurun atau bahkan menghilang
Gejala radikulopati tergantung pada lokasi radiks saraf yang terkena (yaitu pada
servikal, torakal, atau lumbar). Nyeri radikular yang muncul akibat lesi iritaif di radiks
posterior tingkat servikal dinamakan brakialgia, karena nyerinya dirasakan sepanjang
lengan. Demikian juga nyeri radikular yang dirasakan sepanjang tungkai, dinamakan
iskialgia, karena nyerinya menjalar sepanjang perjalanan nervus iskiadikus dan lanjutannya
ke perifer. Radikulopati setinggi segmen torakal jarang terjadi, karena segmen ini lebih
rigid daripada segmen servikal maupun lumbar. Jika terjadi radikulopati setinggi segmen
torakal, maka akan timbul nyeri pada lengan, dada, abdomen, dan panggul.

1. Manifestasi Klinis Radikulopati pada Daerah Servikal


a. Leher terasa kaku, rasa tidak nyaman pada bagian medial skapula.
b. Gejala diperburuk dengan gerakan kepala dan leher, juga dengan regangan
pada lengan yang bersangkutan. Untuk mengurangi gejala tersebut,
19

penderita seringkali mengangkat dan memfleksikan lengannya di belakang


kepala.
c. Lesi pada C5 ditandai dengan nyeri pada bahu dan daerah trapezius,
berkurangnya sensorik sesuai dengan pola dermatomal, kelemahan dan
atrofi otot deltoid. Lesi ini dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan
abduksi dan eksorotasi lengan.
d. Lesi pada C6 ditandai dengan nyeri pada trapezius, ujung bahu, dan
menjalar hingga lengan atas anterior, lengan bawah bagian radial, jari ke-1
dan bagian lateral jari ke-2. Lesi ini mengakibatkan paresthesia ibu jari,
menurunnya refleks biseps, disertai kelemahan dan atrofi otot biseps.
e. Lesi pada C7 ditandai dengan nyeri bahu, area pektoralis dan medial aksila,
posterolateral lengan atas, siku, dorsal lengan bawah, jari ke-2 dan ke-3,
atau seluruh jari. Lesi ini dapat mengakibatkan paresthesia jari ke-2, ke-3,
dan juga jari pertama, atrofi dan kelemahan otot triseps, ekstensor tangan,
dan otot pektoralis.
f. Lesi pada C8 ditandai dengan nyeri sepanjang bagian medial lengan bawah.
Lesi ini akan mengganggu fungsi otot-otot intrinsik tangan dan sensasi jari
ke-4 dan 5 (seperti pada gangguan nervus ulnaris).
20

2. Manifestasi Klinis Radikulopati pada Daerah Lumbal


a. Rasa nyeri pada daerah sakroiliaka yang menjalar hingga ke bokong, paha,
betis, dan kaki. Nyeri dapat ditimbulkan dengan Valsava Maneuvers (seperti
: batuk, bersin, atau mengedan saat defekasi).
b. Pada rupture diskus intervertebra, nyeri dirasakan lebih berat bila penderita
sedang duduk atau akan berdiri. Ketika
duduk, penderita akan menjaga lututnya
dalam keadaan fleksi dan menumpukan berat
badannya pada bokong yang berlawanan.
Ketika akan berdiri, penderita menopang
dirinya pada sisi yang sehat, meletakkan
tangannya di punggung, menekuk tungkai
yang terkena (Minor’s Sign). Nyeri mereda
ketika pasien berbaring. Umumnya penderita
merasa nyaman dengan berbaring terlentang
disertai fleksi sendi coxae dan lutut, serta
21

bahu disangga dengan bantal untuk mengurangi lordosis lumbal. Pada tumor
intraspinal, nyeri tidak berkurang atau bahkan memburuk ketika berbaring.
c. Gangguan postur atau kurvatura vertebra. Pada pemeriksaan dapat
ditemukan berkurangnya lordosis vertebra lumbal karena spasme involunter
otot-otot punggung. Sering ditemui skoliosis lumbal, dan mungkin juga
terjadi skoliosis torakal sebagai kompensasi. Umumnya tubuh akan condong
menjauhi area yang sakit, dan panggung akan bungkuk ke depan dan kearah
yang sakit untung menghindari stretching pada saraf yang bersangkutan.
Jika iskialgia sangat berat, pasien akan menghindari ekstensi sendi lutut, dan
berjalan dengan bertumpu pada jari kaki (karena dorsofleksi kaki
menyebabkan stretching pada saraf, sehingga memperburuk nyeri). Pasien
membungkuk ke depan, berjalan dengan langkah kecil dan semifleksi sendi
lutut, disebut Neri’s Sign.
d. Ketika pasien berdiri, dapat ditemukan gluteal fold yang menggantung dan
tampak lipatan kulit tambahan karena otot gluteus yang lemah. Hal ini
merupakan bukti keterlibatan radiks S1.
e. Dapat ditemukan nyeri tekan pada sciatic notch dan sepanjang nervus
iskiadikus.
f. Pada kompresi radiks spinal yang berat, dapat ditemukan gangguan sensasi,
paresthesia, kelemahan otot, dan gangguan refleks tendon. Fasikulasi jarang
terjadi.
g. HNP biasanya terletak di posterolateral dan mengakibatkan gejala yang
unilateral. Tetapi, jika letak hernia agak besar dan sentral, dapat
menyebabkan gejala pada kedua sisi yang mungkin dapat disertai gangguan
berkemih dan buang air besar.
22
23

F. Anamnesis Riwayat Penyakit

Radikulopati Servikal
Mendapatkan riwayat penyakit yang rinci merupakan hal yang penting untuk
menegakkan diagnosis dari radikulopati servikal. Pemeriksa harus mengajukan pertanyaan-
pertanyaan sebagai berikut :
1. Pertama, apa keluhan utama pasien (misalnya : nyeri, mati rasa
(baal), kelemahan otot), dan lokasi dari gejala?
 Skala analog visual dari 0-10 dapat digunakan untuk menentukan tingkat
nyeri yang dirasakan oleh pasien.
 Gambar anatomi nyeri juga dapat membantu dokter dalam memberikan
suatu tinjauan singkat pola nyeri pada pasien.
2. Apakah aktivitas dan posisi kepala dapat memperparah atau
meringankan gejalanya?
 Informasi ini dapat membantu baik untuk mendiagnosis maupun dalam
penatalaksanaannya.
3. Apakah pasien pernah mengalami cedera diarea leher? Jika iya,
kapan terjadinya, seperti apa mekanisme terjadi cederanya, dan apa
yang dilakukan pada saat itu?
4. Apakah pasien pernah mengalami episode gejala serupa sebelumnya
atau nyeri leher yang terlokalisir?
5. Apakah pasien memiliki gejala sugestif dari myelopathy servikal,
seperti perubahan gaya berjalan, disfungsi usus atau kandung kemih,
atau perubahan sensoris atau kelemahan pada ekstremitas bawah?
6. Apa pengobatan sebelumnya yang telah dicoba oleh pasien (baik
berupa resep dokter atau mengobati sendiri) :
 Penggunaan dari es dan/atau penghangat
 Obat-obatan (seperti : acetaminophen, aspirin, nonsteroidal anti-
inflammatory drugs [NSAIDs])
 Terapi fisik, traksi, atau manipulasi
 Suntikan
 Operasi
7. Tanyakan riwayat sosial pasien, meliputi olahraga dan posisi pasien,
pekerjaan, dan penggunaan dari nikotin dan / atau alkohol.
8. Kekhasan pasien dengan radikulopati servikal ialah datang dengan
mengeluh adanya ketidaknyamanan pada leher dan lengan.
Ketidaknyamanan tersebut dapat berupa sakit tumpul sampai nyeri
hebat seperti rasa terbakar. Biasanya, nyerinya ini menjalar menuju
batas medial skapula, dan keluhan utama pasien ialah nyeri bahu.
Ketika radikulopatinya sedang berlangsung, nyeri tersebut menjalar
menuju lengan atas atau bawah dan menuju tangan, sepanjang
distribusi sensori dari radiks saraf yang terlibat.
24

9. Pasien yang lebih tua kemungkinan memiliki episode sakit leher


sebelumnya atau membeitahukan riwayat memiliki radang sendi
tulang servikal atau leher.
10. Herniasi diskus akut dan penyempitan tiba-tiba foramen saraf juga
dapat terjadi pada cedera yang melibatkan ekstensi servikal, lateral
bending, atau rotasi dan pembebanan aksial. Pasien-pasien mengeluh
peningkatan rasa sakit dengan posisi leher yang menyebabkan
penyempitan foraminal (misalnya, ekstensi, lateral bending, atau
rotasi menuju sisi yang bergejala).
11. Banyak pasien yang menceritakan bahwa mereka dapat mengurangi
gejala radikularnya dengan mengabduksikan bahunya dan
menempatkan tangannya dibelakang kepala. Manuver ini diduga
untuk meringankan gejala dengan mengurangi ketegangan pada
radiks saraf.
12. Pasien mungkin mengeluhkan perubahan sensorik di sepanjang
dermatom radiks saraf yang terlibat, dapat berupa kesemutan, mati
rasa (baal), atau hilangnya sensasi.
13. Beberapa pasien mungkin mengeluh kelemahan motorik. Sebagian
kecil pasien akan datang dengan kelemahan otot saja, tanpa rasa
sakit yang signifikan atau keluhan sensorik.
Radikulopati Lumbal
1. Timbulnya gejala pada pasien dengan radikulopati lumbosakral sering tiba-tiba
dan berupa LBP (nyeri punggung bawah). Beberapa pasien menyatakan nyeri
punggung yang sudah ada sebelumnya menghilang ketika sakit pada kaki mulai
terasa.
2. Duduk, batuk, atau bersin dapat memperburuk rasa sakit, yang berjalan dari
bokong turun ke tungkai kaki posterior atau posterolateral menuju pergelangan
kaki atau kaki.
3. Tanyakan penjalaran dari nyerinya, kelemahan otot, dan adanya perubahan
postur tubuh, cara duduk dan berdiri, kesulitan ketika berdiri setelah duduk atau
berbaring, dan perubahan dalam posisi berjalan.
4. Tanyakan apakah ada gangguan sensasi (seperti : kesemutan, baal, dan rasa
terbakar) dan gangguan dalam berkemih ataupun defekasi.
5. Ketika memperoleh riwayat pasien, waspadai setiap red flags (yaitu, indikator
kondisi medis yang biasanya tidak hilang dengan sendirinya tanpa manajemen).
Red flags tersebut dapat menyiratkan kondisi yang lebih rumit yang
memerlukan pemeriksaan lebih lanjut (misalnya, tumor, infeksi). Adanya
demam, penurunan berat badan, atau menggigil memerlukan evaluasi
menyeluruh. Usia pasien juga merupakan faktor ketika mencari kemungkinan
penyebab lain dari gejala-gejala pasien. Individu dengan usia kurang dari 20
tahun dan yang lebih dari 50 tahun memiliki risiko keganasan lebih tinggi yang
dapat menyebabkan nyeri (misalnya, tumor, infeksi).
25

G. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang lengkap adalah suatu hal yang penting. Penting
memperhatikan abnormalitas postur, deformitas, nyeri tekan, dan spasme otot. Pada
pemeriksaan neurologis harus diperhatikan :
 Gangguan sensorik (hipesthesia atau hiperesthesia). Perlu dibedakan
gangguan saraf perifer dan segmental.
 Gangguan motorik (pemeriksaan kekuatan otot, atrofi, fasikulasi, dan
spasme otot).
 Perubahan refleks.
Pemeriksaan panggul dan rektum perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya
neoplasma dan infeksi di luar vertebra.

Pemeriksaan Fisik Radikulopati Servikal

Pada pemeriksaan radikulopati servikal, antara lain akan didapatkan :


1. Terbatasnya “range of motion” leher.
2. Nyeri akan bertambah berat dengan pergerakan (terutama hiperekstensi).
3. Tes Lhermitte (Foramina Compression Test). Tes ini dilakukan dengan menekan
kepala pada posisi leher tegak lurus atau miring. Peningkatan dan radiasi nyeri
ke lengan setelah melakukan tes ini mengindikasikan adanya penyempitan
foramen intervertebralis servikal, sehingga berkas serabut sensorik di foramen
intervertebra yang diduga terjepit, secara faktual dapat dibuktikan.

Lhermitte’s Test
4. Tes Distraksi
Tes ini dilakukan ketika pasien sedang merasakan nyeri radikuler. Pembuktian
terhadap adanya penjepitan dapat diberikan dengan tindakan yang mengurangi penjepitan
itu, yakni dengan mengangkat kepala pasien sejenak.
26

Distraction Test

Pemeriksaan Fisik Radikulopati Lumbar

1. Tes Lasegue (Straight Leg Raising Test)


Pemeriksaan dilakukan dengan cara :
a. Pasien yang sedang berbaring diluruskan (ekstensi) kedua
tungkainya.
b. Secara pasif, satu tungkai yang sakit diangkat lurus, lalu
dibengkokkan (fleksi) pada persendian panggulnya (sendi
coxae), sementara lutut ditahan agar tetap ekstensi.
c. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan
lurus (ekstensi).
d. Fleksi pada sendi panggul/coxae dengan lutut ekstensi akan
menyebabkan stretching nervus iskiadikus (saraf spinal L5-
S1).
e. Pada keadaan normal, kita dapat mencapai sudut 70 derajat
atau lebih sebelum timbul rasa sakit dan tahanan.
f. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan di sepanjang nervus
iskiadikus sebelum tungkai mencapai sudut 70 derajat, maka
disebut tanda Lasegue positif (pada radikulopati lumbal).

2. Modifikasi/Variasi Tes Lasegue (Bragard’s Sign, Sicard’s Sign, dan Spurling’s Sign)
Merupakan modifikasi dari tes Lasegue yang mana dilakukan tes Lasuge disertai
dengan dorsofleksi kaki (Bragard’s Sign) atau dengan dorsofleksi ibu jari kaki (Sicard’s
Sign). Dengan modifikasi ini, stretching nervus iskiadikus di daerah tibial menjadi
meningkat, sehingga memperberat nyeri. Gabungan Bragard’s sign dan Sicard’s sign
disebut Spurling’s sign.
27

Lasegue’s Sign (SLR’s Test)

a) Bragard’s sign b)
Spurling’s sign

3. Tes Lasegue Silang atau O’Conell Test


28

Tes ini sama dengan tes Lasegue, tetapi yang diangkat tungkai yang sehat. Tes
positif bila timbul nyeri radikuler pada tungkai yang sakit (biasanya perlu sudut yang lebih
besar untuk menimbulkan nyeri radikuler dari tungkai yang sakit).

4. Nerve Pressure Sign


Pemeriksaan dilakukan dengan cara :
a. Lakukan seperti pada tes Lasegue (sampai pasien merasakan adanya nyeri)
kemudian lutut difleksikan hingga membentuk sudut 20 derajat.
b. Lalu, fleksikan sendi panggul/coxae dan tekan nervus tibialis pada fossa
poplitea hingga pasien mengeluh adanya nyeri.
c. Tes ini positif bila terdapat nyeri tajam pada daerah lumbal, bokong sesisi, atau
sepanjang nervus iskiadikus.

5. Naffziger Tests
Tes ini dilakukan dengan menekan kedua vena jugularis selama 2 menit. Tekanan
harus dilakukan hingga pasien mengeluh adanya rasa penuh di kepalanya. Kompresi vena
jugularis juga dapat dilakukan dengan sphygmomanometer cuff, dengan tekanan 40 mmHg
selama 10 menit. Dengan penekanan tersebut, dapat mengakibatkan tekanan intrakranial
meningkat. Meningkatnya tekanan intrakranial atau intraspinal, dapat menimbulkan nyeri
radikular pada pasien dengan space occupying lesion yang menekan radiks saraf. Pada
pasien ruptur diskus intervertebra, akan didapatkan nyeri radikular pada radiks saraf yang
bersangkutan.Pasien dapat diperiksa dalam keadaan berbaring atau berdiri.

H. Pemeriksaan Penunjang Radikulopati


1. Radiografi atau Foto Polos Roentgen
Tujuan utama foto polos Roentgen adalah untuk mendeteksi adanya kelainan
structural.
2. MRI dan CT-Scan
 MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang utama untuk mendeteksi kelainan
diskus intervertebra. MRI selain dapat mengidentifikasi kompresi medulla spinalis
dan radiks saraf, juga dapat digunakan untuk mengetahui beratnya perubahan
degenerative pada diskus intervertebra. MRI memiliki keunggulan dibandingkan
dengan CT-Scan, yaitu adanya potongan sagital dan dapat memberikan gambaran
hubungan diskus intervertebra dan radiks saraf yang jelas,sehingga MRI merupakan
prosedur skrining yang ideal untuk menyingkirkan diagnose banding gangguan
structural pada medulla spinalis dan radiks saraf.
 CT-Scan dapat memberikan gambaran struktur anatomi tulang vertebra dengan
baik, dan memberikan gambaran yang bagus untuk herniasi diskus intervertebra.
Namun demikian, sensitivitas CT-Scan tanpa myelography dalam mendeteksi
herniasi masih kurang bila dibandingkan dengan MRI.

3. Myelography
29

Pemeriksaan ini memberikan gambaran anatomis yang detail, terutama elemen


osseus vertebra. Myelography merupakan proses yang invasif, karena melibatkan penetrasi
pada ruang subarakhnoid. Secara umum myelogram dilakukan sebagai tes preoperative dan
seringkali dilakukan bersamaan dengan CT-Scan.

4. Nerve Conduction Study (NCS) dan Electromyography (EMG)


NCS dan EMG sangat membantu untuk membedakan asal nyeri atau untuk
menentukan keterlibatan saraf, apakah dari radiks, pleksus saraf, atau saraf tunggal. Selain
itu, pemeriksaan ini juga membantu menentukan lokasi kompresi radiks saraf. Namun bila
diagnosis radikulopati sudah pasti secara pemeriksaan klinis, maka pemeriksaan
elektrofisiologis tidak dianjurkan.

5. Laboratorium
 Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah, faktor rematoid,
fosfatase alkali/asam, dan kalsium.
 Urin analisis, berguna untuk penyakit nonspesifik seperti infeksi.

I. Diagnosis Banding
1. Radikulopati Servikal
- Cedera Pleksus Brakhialis
- Rotator Cuff Injury
2. Radikulopati Lumbar
- Cedera Diskus Lumbosakral
- Cedera Diskus Torakik

J. Penatalaksanaan
1. Terapi Non Farmakologi
a. Akut :
- Imobilisasi
- Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan
aktivitas
- Modalitas termal (terapi panas dan dingin)
- Pemijatan
- Traksi (tergantung kasus)
- Pemakaian alat bantu (misalnya korset atau
tongkat)
b. Kronik
- Terapi psikologis
- Modulasi nyeri (akupunktur atau modalitas
termal)
- Latihan kondisi otot
- Rehabilitasi vokasional
- Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan
aktivitas
30

2. Terapi Farmakologi

- NSAIDs
 Contoh : Ibuprofen
 Mekanisme Aksi : Menghambat reaksi inflamasi dan nyeri
dengan cara menurunkan sintesis prostaglandin
 Dosis dan penggunaan :
Dewasa : 300 – 800 mg per oral setiap 6 jam (4x1 hari) atau 400 – 800 mg IV
setiap 6 jam jika dibutuhkan
- Tricyclic Antidepressants
 Contoh : Amitriptyline
 Mekanisme Aksi : Menghambat reuptake serotonin dan / atau
norepinefrin oleh membran saraf presynaptic, dapat
meningkatkan konsentrasi sinaptik dalam SSP. Berguna sebagai
analgesik untuk nyeri kronis dan neuropatik tertentu.
 Dosis dan penggunaan :
Dewasa : 100 – 300 mg 1x1 hari pada malam hari
- Muscle Relaxants
 Contoh : Cyclobenzaprine
 Mekanisme Aksi : Relaksan otot rangka yang bekerja secara
sentral dan menurunkan aktivitas motorik pada tempat asal tonik
somatic yang mempengaruhi baik neuron motor alfa maupun
gamma.
 Dosis :
Dewasa : 5 mg per oral setiap 8 jam (3x1 hari)
- Analgesik
 Contoh : Tramadol (Ultram)
 Mekanisme Aksi : Menghambat jalur nyeri ascenden, merubah
persepsi serta respon terhadap nyeri, menghambat reuptake
norepinefrin dan serotonin
 Dosis :
 Dewasa : 50 – 100 mg per oral setiap 4 – 6 jam (4x1 hari) jika
diperlukan
- Antikonvulsan
 Contoh : Gabapentin (Neurontin)
 Mekanisme Aksi : Penstabil membran, suatu analog struktural dari
penghambat neurotransmitter gamma-aminobutyric acid (GABA),
yang mana tidak menimbulkan efek pada reseptor GABA.
 Dosis :
 Dewasa : Neurontin
 Hari ke-1 : 300 mg per oral 1x1 hari
 Hari ke-2 : 300 mg per oral setiap 12 jam (2x1 hari)
 Hari ke-3 : 300 mg per oral setiap 8 jam (3x1 hari)
31

3. Invasif Non Bedah


- Blok saraf dengan anestetik local
- Injeksi steroid (metilprednisolone) pada
epidural untuk mengurangi pembengkakan
sehingga menurunkan kompresi radiks saraf

4. Bedah (pada HNP)


Indikasi :
 skiatika dengan terapi konservatif selama > 4 minggu : nyeri berat,
menetap, dan progresif
 defisit neurologis memburuk
 sindroma kauda
 stenosis kanal (setelah terapi konservatif tidak berhasil)
 terbukti adanya kompresi radiks berdasarkan pemeriksaan
neurofisiologis dan radiologi

K. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton & Hall. Textbook of Medical Physiology 11th Edition


2. Adams and Victor’s. Principle of Neurology 8th Edition
3. Richard S. Snell. Clinical Neuroanatomy 6th Edition
4. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI. Edisi Ketiga
5. http://emedicine.medscape.com/article/94118-clinical . Cervical Radiculopathy
Clinical Presentation. Diakses 20 Oktober 2017, pkl : 08.00 WIB
6. http://emedicine.medscape.com/article/95025-overview. Lumbosacral
Radiculopathy. Diakses 20 Oktober 2017, pkl : 09.00 WIB
7. http://www.theacpa.org/default.aspx. American Chronic Pain Association - The
ACPA – American Chronic Pain Association. Diakses pkl : 10.00 WIB
32

8. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/pain.html#cat59 . Pain: MedlinePlus. Diakses


20 Oktober 2017, pkl : 13.00 WIB

Вам также может понравиться