Вы находитесь на странице: 1из 16

DISUSUN OLEH :

NAMA :ANDRI ARIWANDA


M. QOLBI DERMAWAN
EKA PRADANA
NONI NARULITA
MISNAWATI

PRODI : AET
MATKUL : KLASIFIKASI TUMBUHAN

T.A 2017/2018

A. PENDAHULUAN
Air menutupi lebih dari 70% permukaan bumi. Habitat perairan dibagi
menjadi tiga bagian utama yaitu; air tawar, air laut, dan air eustuaria.Alga memiliki
habitat mulai dari perairan, baik air tawar maupun air laut, sampai dengan daratan
yang lembab atau basah, alga yang hidup di air ada yang bergerak aktif ada yang
tidak (Tjitrosoepomo, 2003). Alga termasuk mikroorganisme eukariotik. Mereka
umumnya bersifat fotosintetik dengan pigmen fotosintetik hijau (klorofil), biru
kehijauan (fikobilin), coklat (fikosantin), dan merah (fikoeritrin) (Anonim, 2010).
Menurut Volk and Wheeler (1993) dalam Anitamuina, 2013, alga yang
menguntungkan bagi kehidupan manusia adalah :
1. Pembebas energi, banyak terdapat pada divisi Chlorophyta yang memiliki
klorofil.
2. Penyusun biomassa
3. PST (Protein Sel Tunggal) contohnya divisi chlorophyta yaitu Chlorella sp.
4. Pengolahan limbah.
5. Pembuat agar, contohnya divisi Rhodophyta marga Gelidium.
6. Pembuat makanan, contohnya divisi Rhodophyta marga Poriphyra untuk
pembuatan sushi.
7. Penghasil O2 yaitu kemampuannya sebagai organisme autotrof, namun hanya
algae yang mempunyai klorofil yang mampu berfotosintesis.
Alga yang merugikan kehidupan manusia adalah :
1. Blooming alga. Merupakan salah satu peranan merugikan dari alga dimana suatu
ekosistem air terjadi peledakan biomassa alga yang dapat menutupi perairan
sehingga organisme dibawahnya tertutup cahaya matahari khususnya produsen
sehingga tidak dapat melakukan fotosintesis.
2. Penyebab penyakit, contohnya di Amerika Serikat disebut dengan istilah
“Pasang Merah”, oleh divisi pyrrophyta (genus Gymnodium dan Gonyaulaz) yang
menyebabkan keracunan, kelumpuhan hingga kematian.
Menurut Ciremai (2008) dalam Lia Erdina, 2010, bahwa sampai
permulaan abad 20 telah dikenal 4 kelas Alga, yaitu Chlorophyceae, Phaeophyceae,
Rhodophyceae dan Myxophyceae (Cyanophyceae). Menurut Nontji (1981) dalam Lia
Erdina, 2010, Chlorophyceae merupakan kelompok terbesar dari vegetasi Alga.

Thallophyta Page 2
(a) (b) (c)

Gambar 1.Chlorophyceae: (a). Ulva (b). Chlorella (c). Spirogyra


Sumber: Sudjadi Bagot, dan Laila Siti, 2005

(a) (b) (c)


Gambar 2.Phaeophyceae: (a). Sargasum (b). Macrocistis (c). Hormosira
Sumber: Pratiwi, 2005

(a) (b) (c) Gambar 3.Rhodophyceae: (a). Laurensia (b).


Gelidium (c). Gracilaria Sumber: Pratiwi, 2005

B. PEMBAHASAN

1. Morfologi
Thallophyta (tumbuhan talus) adalah tumbuhan yang belum dapat
dibedakan akar, batang dan daun sehingga dikatakan dengan tumbuhan talus.
Tubuh yang berupa talus itu mempunyai struktur dan bentuk dengan variasi
yang sangat besar, dari yang terdiri atas satu sel berbentuk bulat sampai yang
terdiri atas banyak sel dengan bentuk yang kadang-kadang telah mirip dengan
kormusnya tumbuhan tingkat tinggi. Walaupun alga tidak memiliki organ
batang, akar, daun, dan bunga, namun bentuknya berkisar dari tumbuhan yang
bersel tunggal (mikroskopik) sampai yang bersel banyak (makroskopik) yang

Thallophyta Page 3
sangat kompleks yang panjangnya mencapai 70 meter. Karena demikian
besarnya kisaran bentuk alga, maka bentuk alga dapat dibedakan sebagai
berikut:
1) Bersel tunggal, bersel tunggal yang dapat bergerak contohnya:
Chlamidomonas, bersel tunggal yang tidak dapat bergerak contohnya:
Chlorella, Synecoccus
2) Thallus bersel banyak, dibagi menjadi 5 bentuk sebagai berikut:
a) Koloni, koloni yang dapat bergerak contohnya Volvox, Pandorina.
Koloni yang kokoid yang tidak dapat bergerak contohnya
Hydrodiction, Pediastrum.
b) Agregat, contohnya Palmella, Gloeocapsa
c) Filament, filamen yang bercabang contohnya Ulothrix, Spirogyra.
Filamen yang bercabang, contohnya Cladophora.Filamen yang
heterotrikos, contohnya Chaelophora, Ectocarpus, Stigeoelonium.
Parenkim semu contohnya Nemaliun.
d) Thallus Parenkim, contohnya Ulva, Porphyra, Panctaria (Zona bawah,
Ciri-ciri dan morfologi alga.htm.).
Alga uniseluler (mikroskopik) dapat betul-betul berupa sel tunggal,
atau tumbuh dalam bentuk rantaian atau filamen. Ada beberapa jenis alga yang
sel-selnya membentuk koloni, misalnya pada Volvox, koloni terbentuk dari
500-60.000 sel. Koloni-koloni inilah yang dapat dilihat dengan mata biasa.
Alga multiseluler (makroskopik) mempunyai ukuran besar sehingga dapat
dilihat dengan mata biasa. Alga multiseluler (makroskopik) mempunyai
ukuran besar, sehingga dapat dilihat dengan mata biasa. Pada alga
makroskopik biasanya mempunyai berbagai macam struktur khusus. Beberapa
jenis alga mempunyai struktur yang disebut holdfast, yang mirip dengan
sistem perakaran pada tumbuhan, yang berfungsi untuk menempelnya alga
pada batuan atau substrat tertentu, tetapi tidak dapat digunakan untuk
menyerap air atau nutrien. Alga tidak memerlukan sistem transport nutrien dan
air, karena nutrien dan air dapat dipenuhi dari seluruh sel alga. Struktur khusus
yang lain adalah bladder atau pengapung, yang berguna untuk menempatkan
alga pada posisi tepat untuk mendapatkan cahaya maksimum. Tangkai atau
batang pada alga disebut stipe, yang berguna untuk mendukung blade, yaitu

Thallophyta Page 4
bagian utama alga yang berfungsi mengabsorbsi nutrien dan cahaya (Anonim,
2010).

2. Anatomi
Struktur anatomi thallus untuk tiap jenis alga makroskopis berbeda-
beda. Ada thallus yang memiliki percabangan dan ada pula yang tidak.
Percabangan thallus ada yang dichotomus (bercabang dua terus menerus),
pectinate (berderet searah pada satu sisi thallus utama), pinnate (bercabang
dua-dua pada sepanjang thallus utama secara berselang-seling), dan verticillate
(cabangnya berpusat melingkari aksis atau sumbu utama). Sifat substansi
thallus juga beraneka ragam, ada yang lunak seperti gelatin (gellatinous),
mengandung zat kapur (calcareous), lunak seperti tulang rawan
(cartilaginous), dan berserabut (spongious).
Sebagian besar alga mempunyai dinding sel yang jelas, tetapi beberapa
marga dan sel-sel reproduktif tertentu tidak mempunyai dinding sel. Materi
penyusun dinding sel alga adalah: selulosa, xilan, manan, polisakarida yang

mengandung sulfat asam alginate, protein, silikon, dioksida, dan CaCO 3.


Dinding sel alga tidak dibentuk oleh satu senyawa, tetapi merupakan matriks
dari satu materi yang bergantian dengan materi yang lainnya atau terbentuk
dari lapisan-lapisan berbagai materi yang berbeda (Zona bawah Ciri-ciri dan
morfologi alga.htm).
Alga termasuk golongan tumbuhan berklorofil dengan jaringan tubuh
yang secara relatif tidak berdiferensiasi, tidak membentuk akar batang dan
daun (Tjitrosoepomo, 1983). Adanya klorofil membuat alga bersifat autotrof,
yaitu dapat menghasilkan karbohidratnya sendiri seperti tumbuhan. Walaupun
memiliki klorofil, alga tidak selalu berwarna hijau karena bisa saja memiliki
pigmen lain seperti karotenoid (jingga), phycoeritrin (merah) dan xantofill.
Terkadang warna-warna pigmen lain ini lebih dominan sehingga menutupi
warna hijau klorofil dan akibatnya algae tidak berwarna hijau (Singleton dan
Sainsbury, 2006 dalam Monruw, 2011).
Menurut Iqna Kamila Abfa, 2013, salah satu senyawa bioaktif yang
dominan terkandung pada rumput laut merah adalah fikobilin, terdiri dari
fikoeritrin dan fikosianin. Fikobilin terbentuk oleh reduksi biliverdin mealalui
fitokromobilin. Pigmen tersebut berperan penting sebagai pigmen pelengkap

Thallophyta Page 5
pada proses fotosintesis rumput laut merah dengan membantu klorofil-a dalam
menyerap cahaya, fikoeritrin menyerap cahaya hijau yang dapat menutupi
warna hijau dari klorofil dan biru dari fikosianin. Struktur subunit fikoeritrin
(PE) adalah (αβ) 6γ dengan nilai absorbansi maksimal sekitar 580 nm. Jenis-
jenis fikoeritrin berdasarkan serapan spektranya dibagi menjadi beberapa
macam, yaitu B-fikoeritrin (B-PE), R-fikoeritrin (R-PE) dan C-fikoeritrin (C-
PE), R-PE jenis fikobiliprotein yang mendominasi algae merah. Beberapa
penelitian telah menunjukkan banyaknya manfaat dari pigmen tersebut. PE
telah digunakan secara luas dalam industri dan laboratorium penelian
immunologi, contoh sebagai label antibodi, reseptor antigen dan molekul
biologi yang lain. Selain itu PE digunakan dalam aplikasi histokimia,
digunakan sebagai fotosensitizer untuk pengobatan tumor dan berpotensi
sebagai antioksidan.
Komposisi sel yang penting lainnya adalah kandungan zat makanan
cadangannya. Beberapa alga yang mengandung zat tepung, bahan agar-agar,
zat kersik (silikat), zat kapur, pectin, dan minyak laminarin. Ada golongan alga
yang belum memiliki inti sejati atau tidak memiliki dinding nukleus didalam
selnya disebut sel prokariotik (pada Cyanophyceae), tetapi umumnya alga
bersifat eukariotik. Pada golongan alga Cyanophyceae banyak yang memiliki
lapisan lendir sebagai pembungkus koloninya (Bonita hadiani, 2011).

3. Fisiologi
Alga memiliki warna hijau yang jelas seperti pada tumbuhan tingkat
tinggi karena mengandung pigmen klorofil a dan klorofil b lebih dominan
dibangkan karotin dan xantofil. Hasil asimilasi dari beberapa amilum,
penyusunnya sama seperti pada tumbuhan tingkat tinggi yaitu amilose dan
amilopektin. Alga berperan sebagai produsen dalam ekosistem. Berbagai jenis
alga yang hidup bebas di air terutama yang tubuhnya bersel satu dan dapat
bergerak aktif merupakan penyusun fitoplankton. Sebagian besar fitoplankton
adalah anggota Alga hijau, pigmen klorofil yang demikian efektif melakukan
fotosintesis sehingga Algae hijau merupakan produsen utama dalam ekosistem
perairan.

Thallophyta Page 6
Pada umumnya alga bersifat fotosintetik, menggunakan H2O sebagai
donor elektron. Sifat fotosintetik pada alga dapat bersifat mutlak (obligat
fautotrof), jadi alga ini tumbuh di tempat-tempat yang terkena cahaya
matahari. Beberapa alga bersifat khemoorganotrof, sehingga dapat
mengkatabolisme gula-gula sederhana atau asam organik pada keadaan gelap.
Senyawa organik yang banyak digunakan alga adalah asetat, yang dapat
digunakan sebagai sumber C dan sumber energi. Alga tertentu dapat
mengasimilasi senyawa organik sederhana dengan menggunakan sumber
energi cahaya (fotoheterotrof). Pada alga tertentu dapat tidak terjadi proses
fotosintesa sama sekali, dalam hal ini pemenuhan kebutuhan nutrisi didapatkan
secara heterotrof. Pada keadaan gelap, proses fotosintesa berubah menjadi
proses respirasi. Alga yang tidak berdinding sel dapat memakan bakteri secara
fagotrofik. Alga leukofitik adalah alga yang kehilangan kloroplas. Hilangnya
kloroplas tersebut bersifat tetap, atau tidak dapat kembali seperti semula. Hal
ini banyak terjadi pada alga bersel tunggal seperti diatomae, flagelata, dan alga
hijau nonmotil. Alga leukofitik dapat dibuat, misalnya Euglena yang
diperlakukan dengan streptomisin atau sinar ultra violet (Raldorasuh, 2013).
Tiap spesies alga memiliki toleransi yang berbeda-beda terhadap
faktor-faktor ekologis. Faktor-faktor tersebut dapat berpengaruh bersama-sama
dan sederajat, atau satu faktor lebih menonjol pengaruhnya daripada faktor
yang lain. Faktor ekologis yang mempengaruhi kehidupan alga adalah: a.
Substrat dasar perairan
Semua makhluk hidup memerlukan tempat tumbuh untuk
menunjang kehidupannya. Secara ekologis, alga merupakan phytobenthos
berukuran makro yang memerlukan substrat sebagai tempat melekatnya.
Substrat yang dapat digunakan sebagai tempat melekat adalah pasir,
batuan karang, coral mati, tanaman lain, dan mungkin benda-benda padat
yang kebetulan tenggelam di dalam laut. Alga melekatkan dirinya pada
substrat dengan perantaraan organnya yang disebut dengan holdfast.
Berbeda dengan tumbuhan darat, alga tidak memerlukan struktur
jaringan untuk menyokong tegaknya tubuh dalam air. Hal ini
dimungkinkan karena air telah menyediakan daya apung yang membuat
bagian-bagian tubuh alga dapat terangkat ke atas di dalam kolom air.
Disamping itu, pada spesies alga tertentu ditemukan struktur organ

Thallophyta Page 7
menyerupai bola-bola kecil yang dapat menyerap udara dan berperan
sebagai pelampung, sehingga bagian-bagian tubuh alga tersebut dapat
terangkat ke atas untuk memaksimalkan penyerapan cahaya.
Dasar perairan biasanya terkait dengan tingkat kecerahan perairan.
Perairan dengan dasar karang atau karang mati biasanya memiliki
kejernihan air yang relatif baik. Hal ini cukup penting bagi berlangsungnya
fotosintesis alga. Dasar perairan yang keras, kokoh dan kuat yang tidak
dapat dipindahkan oleh gelombang atau pengaruh lain, seperti batu-batuan
dan batu karang merupakan substrat yang baik bagi kehidupan alga yang
merupakan bagian terbesar dari vegetasi laut.
Dasar perairan yang lemah dan gembur kurang baik bagi
kehidupan alga, tetapi banyak dihuni oleh alga yang berukuran kecil.
Dasar perairan yang berlumpur menyebabkan penetrasi cahaya rendah dan
menempelnya lumpur pada alga. Keadaan ini menyebabkan efektivitas
pemanfaatan cahaya menurun sehingga alga tidak dapat bertumbuh dan
menyebabkan kematian dalam jangka waktu lama (Zona Bawah Pengaruh
Substrat Terhadap Kehidupan Alga.htm).

b. Cahaya
Cahaya matahari sebagai sumber energi sangat berpengaruh
terhadap alga karena cahaya sangat diperlukan untuk melangsungkan
proses fotosintesis dan berperan sebagai sinyal lingkungan yang dapat
merangsang proses pertumbuhan dan perkembangan pada alga. Cahaya
merupakan faktor yang dominan dalam menentukan distribusi vegetasi
tumbuhan akuatik. Transparansi air laut lebih besar dibandingkan air
tawar, sehingga cahaya lebih dalam menembus air laut dibandingkan air
tawar. Kegiatan fotosintesis air laut dapat berlangsung sampai kedalaman
yang cukup besar yaitu sampai kedalaman 200 m. Alga hanya mungkin
tumbuh di perairan dengan kedalaman tertentu dimana sinar matahari
sampai ke dasar perairan.
Mutu dan kualitas cahaya berpengaruh terhadap produksi spora dan
pertumbuhannya. Cahaya memiliki spektrum warna yang berbeda sesuai
dengan panjang gelombang. Air laut dapat mengurangi intensitas cahaya,
serta dapat menyerap warna yang berbeda dengan panjang gelombang

Thallophyta Page 8
lebih pendek seperti warna biru, hijau, dan kuning tidak begitu banyak
diserap seperti halnya warna merah.
Pembentukkan spora dan pembelahan sel dapat dirangsang oleh
cahaya merah berintensitas tinggi. Alga intertidal memerlukan cahaya
dengan panjang gelombang terpanjang (merah) yang diserap oleh air
dengan cepat, dan cenderung banyak ditemukan di daerah intertidal yang
lebih tinggi, sehingga ketika alga tenggelam (ketika benar-benar
berfotosintesis), alga tersebut tidak boleh berada di tempat yang terlalu
dalam di bawah penetrasi cahaya merah (kira-kira 2 m).
Intensitas maupun panjang gelombang berpengaruh pada
pengendalian penyebaran alga. Karena alga intertidal utama dibagi ke
dalam 3 kelompok: merah, cokelat, dan hijau, dan ketiganya menyerap
spektrum cahaya yang berbeda, maka dapat dikatakan bahwa alga-alga
tersebut akan tersusun di sepanjang gradien kedalaman.
Pada satu gradien, alga hijau berada di tempat teratas karena
menyerap sinar merah, alga cokelat di tengah, dan terakhir alga merah
yang menyerap cahaya hijau terdapat di daerah yang terdalam. Kebutuhan
cahaya pada alga merah agak rendah dibandingkan alga coklat. Hal ini
disebabkan oleh alga merah memiliki pigmen xantofil, karoten dan
fikobiliprotein yang mampu menyerap energi cahaya gelombang pendek
dan ditransfer ke klorofil a.
Alga yang berwarna hijau akan tumbuh subur di dekat permukaan
dengan intensitas cahaya yang tinggi dengan cahaya merah yang
melimpah, sedangkan alga merah dapat hidup pada perairan yang lebih
dalam dengan kondisi intensitas cahaya yang lebih rendah yang mampu
menggunakan cahaya dengan panjang gelombang yang lebih pendek untuk
melakukan fotosintesis (Zona Bawah Pengaruh Cahaya Matahari Terhadap
Kehidupan Alga.htm). Campbell et al, 2008, menambahkan alga merah
yang hidup diperairan dangkal akan beradaptasi dengan memiliki sedikit
fikoeritrin. Akibatnya, spesies alga merah mungkin berwarna merah
kehijauan diperairan yang sangat dangkal, merah cerah pada kedalaman
sedang, dan nyaris hitam diperairan dalam.
Hayati Soeprapto, 2009, menambahkan bahwa tumbuhan algae
jenis Chlorophyta membutuhkan cahaya untuk proses fotosintesis yang

Thallophyta Page 9
terjadisecara kimia dengan memanfatkan cahaya matahari sebagai sumber
energi. Proses tersebut akan menghasilkan oksigen yang akan digunakan
sebagai fototrop. Chlorophyta mampu mensintesa makanan sendiri dengan
bantuan cahaya matahari karena adanya klorofil (Green Algae). Alga ini
juga menggunakan korbondioksida dan air untuk menghasikan gula dan
oksigen yang diperlukan sebagai makanan.

c. Suhu
Secara prinsip suhu yang tinggi dapat menyebabkan protein
mengalami denaturasi, serta dapat merusak enzim dan membran sel yang
bersifat labil terhadap suhu yang tinggi. Pada suhu yang rendah, protein
dan lemak membran dapat mengalami kerusakkan sebagai akibat
terbentuknya kristal es dalam sel. Terkait dengan itu, maka suhu sangat
mempengaruhi beberapa hal yang terkait dengan kehidupan alga seperti
kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi,
fotosintesis dan respirasi.
Berbeda dengan yang di daratan, variasi suhu di air tidak begitu
0
besar. Suhu air di permukaan jarang sampai melebihi 30 C yang tidak
0
pernah berada di bawah titik beku -3,6 C. di laut yang agak dalam suhu
agak rendah dan seragam. Dengan amplitudo suhu yang relatif kecil, alga
dapat melakukan kegiatan sepanjang musim. Pada musim panas
melakukan kegiatan vegetatif sedangkan pada musim dingin mengadakan
reproduksi.
Dalam hal kelangsungan hidup, maka alga-alga yang bersifat
eurythermal dapat bertahan hidup pada perairan yang suhunya sangat
berfluktuasi, sedangkan alga-alga yang bersifat stenothermal tidak dapat
hidup pada lingkungan yang demikian. Alga-alga yang bersifat
eurythermal dapat menyebar secara luas dan cenderung generalis,
sedangkan alga-alga yang stenothermal memiliki wilayah sebaran yang
sempit dan cenderung bersifat spesialis dalam batas kaitannya dengan
batas toleransi terhadap suhu.
Dalam kaitannya dengan pertumbuhan, maka suhu optimal bagi
pertumbuhan alga berbeda-beda tergantung jenis alga dan lintang tempat
dimana alga itu berada. Sebagai contohnya, jenis alga yang berada di
Thallophyta Page 10
0
daerah kutub dapat tumbuh dengan baik pada suhu 0-10 C, sedangkan
jenis alga yang hidup di daerah iklim sedang yang agak dingin dapat hidup
0
dapat tumbuh dengan baik pada suhu 10-15 C. Jenis alga yang hidup di
daerah iklim sedang yang agak hangat dapat tumbuh dengan baik pada
0
suhu 10-20 C, sedangkan jenis alga yang hidup di daerah tropis dapat
0
tumbuh dengan baik pada suhu 15-30 C.
Dalam kaitannya dengan pembiakkan, maka suhu sangat
mempengaruhi pembentukkan gamet dan spora. Suhu yang tinggi dapat
menghambat pembentukkan gametangia ordo alga tertentu yang hidup di
daerah iklim sedang yang hangat (Zona Bawah Pengaruh Suhu Terhadap
Kehidupan Alga.htm).

d. Salinitas
Salinitas didefinisikan sebagai berat dalam gram dari garam
anorganik yang terlarut di dalam 1 kilogram air laut sesudah semua bromin
dan iodin digantikan dengan jumlah yang sama oleh klorin, semua
karbonat dikonversi menjadi oksida dalam jumlah yang sama, dan semua
0
bahan-bahan organik teroksidasi pada suhu 480 C. Salinitas biasanya
0
dinyatakan dalam satuan satu per seribu ( /00), tetapi dapat juga dinyatakan
dalam milligram per liter (mg/L), miliequivalent per liter (meq/L), gram
0
per kilogram (gr/kg), atau persen ( /0).
0
Salinitas di lautan berkisar antara 33 sampai dengan 38 /00 dengan
0
rata-rata 35 /00.Muara sungai memiliki lebih banyak variasi salinitas
dibandingkan laut. Keadaan ini berubah secara temporer dalam tahunan,
musiman, harian dan siklus tidal dan secara ruang menurut garis
longitudinal, bujur dan lintang. Percampuran antara air sungai dan air laut,
larutan berbeda secara signifikan ditinjau dari komposisi sifat fisik dan
kimianya sehingga berpengaruh terhadap variasi suhu.
Salinitas merupakan salah satu parameter kualitas air yang cukup
berpengaruh pada organisme dan tumbuhan yang hidup di perairan.
Salinitas perairan yang ideal bagi lahan budidaya alga berkisar antara 28-
34 permil, dimana salinitas optimumnya adalah 32 permil.Agar dapat
tumbuh dengan baik, tekanan osmosis di dalam sel-sel alga harus sesuai
dengan tekanan osmosis lingkungan perairan tempat hidupnya. Mengingat
Thallophyta Page 11
salinitas berbanding lurus dengan tekanan osmosis, maka tekanan osmosis
sel-sel alga yang hidup di laut yang bersalinitas lebih tinggi menjadi lebih
tinggi dibanding tekanan osmosis alga yang hidup di laut yang bersalinitas
lebih rendah.
Kadar garam di samudra bebas kurang lebih 3,5 %, tetapi pada
tempat tertentu menyimpang dari angka tersebut. Bila terjadi banyak
penguapan maka kadar garam akan meningkat, tetapi bila terjadi
pengenceran oleh adanya air tawar maka kadar garam menurun.
Penurunan kadar garam tanpa disertai perubahan iklim menyebabkan
perubahan populasi alga hijau, alga perang maupun alga merah. Secara
umum akan terjadi penurunan pertumbuhan vegetasi, bahkan pada
konsentrasi yang lebih rendah alga perang dan merah menjadi kerdil.
Terkait dengan pertumbuhan, maka salinitas yang ekstrim dapat
menurunkan laju pertumbuhan alga secara tajam. Tingkat penurunan laju
pertumbuhan ini bergantung juga kepada daya toleransi alga terhadap
fluktuasi salinitas.Beberapa daerah yang perlu dihindari sebagai lahan
budidaya alga laut adalah muara sungai.Daerah ini memiliki salinitas yang
rendah dibandingkan dengan perairan laut yang tidak mendapatkan suplai
air tawar. Bahkan pada musim hujan, pasokan air tawar yang masuk akan
semakin banyak dan menurunkan nilai salinitas secara drastis. Hal ini
berdampak kurang baik terhadap pemeliharaan alga laut (Zona Bawah
Pengaruh Salinitas Terhadap Kehidupan Alga.htm).

e. Kekeringan
Suatu alasan yang unik menyatakan bahwa rendahnya
keanekaragaman alga mungkin disebabkan karena hampir semua alga
tidak mengalami tekanan kekeringan. Tingginya keanekaragaman
tumbuhan darat adalah karena secara periodik mereka mengalami tekanan
kekeringan.
Daya toleransi alga terhadap kekeringan dapat dipengaruhi oleh
morphologi dan bentuk pertumbuhan dari alga itu.Semakin luas
permukaan spesifik alga itu, semakin tidak tahan alga itu terhadap
kekeringan. Untuk mengurangi jumlah penguapan air, beberapa jenis alga
bertalus ramping dan memiliki bentuk pertumbuhan talus yang rapat dan
Thallophyta Page 12
saling tumpang tindih dengan maksud agar luas permukaan spesifik yang
bersentuhan dengan udara dapat berkurang. Dengan demikian, penguapan
air dapat dikurangi (Zona Bawah Pengaruh Kekeringan Terhadap
Kehidupan Alga.htm).

f. Nutrisi
Nutrisi merupakan faktor ekologis yang penting bagi pertumbuhan
dan kelangsungan hidup setiap organisme. Tidak seperti tumbuhan pada
umumnya yang zat haranya tersedia dalam tanah, zat hara alga diperoleh
dari air sekelilingnya.
Bila diamati secara seksama bagian yang menyerupai akar hanya
berfungsi sebagai pelekat saja. Penyerapan zat hara dilakukan melalui
seluruh bagian tanaman. Phosphor dan nitrogen secara normal
konsentrasinya rendah di dalam air laut, sehingga sering menjadi faktor
pembatas untuk pertumbuhan rumput laut.
Nitrogen diserap oleh alga dalam bentuk nitrat dan ammonium.
Apabila kadar nitrat dan phospat melimpah di perairan maka akan
mempengaruhi stadia reproduksi alga (Zona Bawah Pengaruh
Ketersediaan Nutrisi Terhadap Kehidupan Alga.htm).
Menurut Lia Erdina, 2010, Pertumbuhan dan reproduksi alga
dipengaruhi oleh kandungan nutrien didalam perairan. Kebutuhan akan
besarnya kandungan dan jenis nutrient oleh alga sangat tergantung pada
kelas atau jenis alga itu sendiri disamping jenis perairan dimana alga itu
hidup (Tubalawony, 2007 dalam Lia Erdina, 2010).Nutrien yang paling
penting untuk pertumbuhan alga adalah nitrogen danfosfor (Archipelago,
2003 alam Lia Erdina, 2010). Nitrogen berperan dalam pembentukan sel,
jaringan, dan organ tanaman. Beberapa anggota dari blue green alga
mampu mengikat N dariudara.Pada tanaman padi persawahan tergenang,
alga membantu mempertahankan jumlah N dalam tanah dengan
menggunakan N dari udara (Hardjowigeno, 1995 dalam Lia Erdina,
2010).Fosfor merupakan komponen penyusun beberapa enzim, protein,
ATP, RNA, dan DNA (Dwidjoseputro, 1994). Lily Maria Goretti

Panggabean, 2011, meneliti penambahan CO2 5% secara kontinyu mampu

Thallophyta Page 13
meningkatkan pertumbuhan dan produksi biomasa Chorella sp. strain
Ancol.
Arif Dwi Santoso, 2011, dalam penelitiannya menyimpulkan mikro
alga yang dibudidayakan dalam PBR di lokasi industri berpotensi

mengurangi emisi CO2 sekaligus dapat mengolah limbah cair yang


dihasilkan pabrik tersebut

g. Gerakan air
Gerakan-gerakan air laut disebabkan oleh beberapa faktor, seperti
angin yang menghembus di atas permukaan air laut. Pengadukkan yang
terjadi karena perbedaan suhu air dari dua lapisan air, perbedaan tinggi
permukaan air laut, pasang surut, dan lain-lain. Gerakan air laut ini dikenal
sebagai arus, gelombang, gerakan massa air ke permukaan (upwelling).
Gerakan air laut penting bagi berbagai proses biologik dan nonbiologik
dalam laut.
Gerakan air diperlukan untuk mempercepat difusi gas dan ion-ion
di dalam air. Dengan lancarnya difusi gas dan ion-ion yang diperlukan
oleh alga maka pertumbuhan alga akan menjadi lebih cepat. Gerakan air
juga berfungsi dalam membantu mensuplai zat hara dan membersihkan
kotoran yang menempel pada alga. Di pihak lain gerakan air yang berupa
arus dan gelombang dapat menekan, melucuti, membengkokkan dan
memelintir thallus-thallus dari alga terutama yang memiliki daun yang
sempit yang hidup di perairan yang gelombangnya cukup besar.
Gerakan air juga dapat mempengaruhi bentuk pertumbuhan rumput
laut. Sebagai contoh adalah alga yang hidup pada perairan yang mengalir
deras dapat tumbuh dengan daun yang sempit dan pipih serta membentuk
berkas stream line. Sementara itu, alga dari jenis yang sama yang hidup
pada perairan yang lebih tenang dapat tumbuh membentuk daun yang
lebih besar dan bergelombang.
Gerakan air juga mempengaruhi gerakan dan sebaran spora alga
yang kebanyakan bersifat planktonis. Kekuatan gerakan air akan
mempengaruhi melekatnya spora pada substratnya. Alga yang tumbuh di
perairan berombak dan berarus kuat akan memiliki karakteristik spora
yang berbeda dengan alga yang tumbuh di perairan tenang.

Thallophyta Page 14
Gerakan air mengalir (arus) yang baik untuk pertumbuhan alga
antara 20-40 cm/detik. Sedangkan gerakan air yang bergelombang
(ombak) harus tidak lebih dari 30 cm. Bila arus air lebih cepat maupun
ombak lebih tinggi, dapat menyebabkan alga robek, rusak dan terlepas dari
substrat. Selain itu, penyerapan zat hara akan terhambat karena belum
sempat diserap sudah dibawa kembali oleh air laut (Zona Bawah Pengaruh
Gerakan Air Terhadap Kehidupan Alga.htm).

C. KESIMPULAN
Alga termasuk mikroorganisme eukariotik. Mereka umumnya bersifat
fotosintetik dengan pigmen fotosintetik hijau (klorofil), biru kehijauan (fikobilin),
coklat (fikosantin), dan merah (fikoeritrin). Walaupun alga tidak memiliki organ
batang, akar, daun, dan bunga, namun bentuknya berkisar dari tumbuhan yang
bersel tunggal (mikroskopik) sampai yang bersel banyak (makroskopik) yang
sangat kompleks yang panjangnya mencapai 70 meter. Tiap spesies alga memiliki
toleransi yang berbeda-beda terhadap faktor-faktor ekologis.

DAFTAR PUSTAKA
Anitamuina, 2013, Morfologi algae, Morfologi Algae_anyleite.htm

Anonim, 2010, Algae,http://blog.unila.ac.id/wasetiawan/files/2010/01/ALGAE-rev-01.pdf /


20 Februari 2011.

Arif Dwi Santoso, Rahmania A. Darmawan, dan Joko P. Susanto, 2011, Mikro Alga Untuk
Penyerapan Emisi Co2 Dan Pengolahan Limbah Cair Di Lokasi Industri, Jurnal Ilmu
Dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 3, No. 2, Hal. 62-70, Desember 2011

Bonita hadiani, 2011, Fisiologi hewan dan mikrobiologi algae, fisiologi hewan dan
mikrobiologi algae.htm, 2011, diunduh tanggal 21 maret 2014 diunduh tanggal 21
maret 2014

Campbell et al, 2008, Biologi, Erlangga, Jakarta

Dwidjosoeputro, 1994, Ekologi Manusia Dengan Lingkungannya.


Erlangga, Jakarta.

Hayati Soeprapto, 2009, Manfaat cahaya bagi algae khususnya chlorophyta, Pena aquatika,
vol 1:1, April 2009

Thallophyta Page 15
Iqna Kamila Abfa, Budhi Prasetyo, AB Susanto, 2013, Karakteristik fikoeritrin sebagai
pigmen asesoris pada rumput laut merah, serta manfaatnya, Seminar Nasional X
Pendidikan Biologi FKIP UNS

Lia Erdina, Aulia Ajizah, Hardiansyah, 2010, keanekaragaman dan kemelimpahan alga
Mikroskopis pada daerah persawahan Di desa sungai lumbah kecamatan alalak
Kabupaten barito kuala, Jurnal Wahana-Bio Volume III Juni 2010

Lily Maria Goretti Panggabean, 2011, Fiksasi Karbon Dioksida Pada Mikroalga Chlorella
Sp., Strain Ancol dan Nannochloropsis OculataOseanologi dan Limnologi di
Indonesia (2011) 37(2): 309-321 ISSN 0125 – 9830

Monruw, 2011, Morfologi Alga, Morfologi Alga_MonRuw.htm

Pratiwi et al. 2005.Biologi SMA I. Erlangga. Jakarta

Raldorasuh, 2013, Alga_science.htm, diunduh tanggal 21 maret 2014

Sudjadi Bagot, dan Laila Siti, 2005, Biologi Sains Dalam Kehidupan IA, Yudhistira,
Surabaya

Tjitrosoepomo, Gembong, 1983, Taksonomi Tumbuhan Obat-Obatan, UGM Press,


Yogyakarta.

Tjitrosoepomo, Gembong, 2003,Taksonomi Tumbuhan (Schizophyta,Thallophyta, Bryophyta,


Pteridophyta). Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.

Zona bawah, Ciri-ciri dan morfologi alga.htm, diunduh tanggal 21 maret 2014

Zona bawah, Pengaruh Cahaya Matahari Terhadap Kehidupan Alga.htm, diunduh tanggal 21
maret 2014

Zona bawah, Pengaruh Gerakan Air Terhadap Kehidupan Alga.htm, diunduh tanggal 21
maret 2014

Zona bawah, Pengaruh Kekeringan Terhadap Kehidupan Alga.htm, diunduh tanggal 21 maret
2014

Thallophyta Page 16

Вам также может понравиться