Вы находитесь на странице: 1из 31

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Leher


Radiks anterior dan posterior bergabung menjadi satu berkas di
foramen intervertebral dan disebut saraf spinal. Berkas serabut sensorik dari
radiks posterior disebut dermatome.
Segala sesuatunya yang bisa merangsang serabut sensorik pada tingkat
radiks dan foramen intervertebral dapat menyebabkan nyeri radikuler,
yaitu nyeri yang berpangkal pada tulang belakang tingkat tertentu dan
menjalar sepanjang kawasan dermatome radiks posterior yang
bersangkutan.
Pada umumnya, sebagai permulaan hanya satu radiks saja yang mengalami
iritasi terberat, kemudian yang kedua lainnya mengalami nasib yang sama karena
adanya perbedaan derajat iritasi, selisih waktu dalam penekanan, penjepitan dan
lain sebagainya. Maka nyeri radikuler akibat iritasi terhadap 3 radiks posterior ini
dapat pula dirasakan oleh pasien sebagai nyeri neurogenik yang terdiri atas nyeri
yang tajam, menjemukan dan paraestesia.
Nyeri yang timbul pada vertebra servikalis dirasakan didaerah leher dan
belakang kepala sekalipun rasa nyeri ini bisa di proyeksikan ke daerah bahu,
lengan atas, lengan bawah atau tangan. Rasa nyeri di picu/diperberat dengan
gerakan/posisi leher tertentu dan akan disertai nyeri tekan serta keterbatasan
gerakan leher.
4

Gambar 2.2 Plexus Brachial

2.1.1 Sistem tulang


1. Arcus
Arcus adalah bangunan yang merupakan lempengan dan simetris antara
kanan dan kiri, terletak pada posterior corpus. Pangkal dari corpus ini
disebut radiks arcus vertebralis. Di sebelah posterior dari lengkung ini
bertemu linea mediana posterior dan selanjutnya membentuk tonjolan
seperti duri yang disebut prosessus spinosus. Tonjolan meruncing pada
batas dataran radiks dan arus ke lateral disebut prosessus tranversus.
2. Foramen vertebralis
Vertebra cervicalis membentuk suatu columna vertebralis, dengan
sendirinya tiap foramen vertebraeyang lain membentuk kanalis di
dalam columna vertebralis yang ditempati oleh medulla spinalis, yaitu
foramen vertebralis.
3. Vertebrae cervicalis
Vertebrae cevicalis terdiri dari tujuh vertebrae, yang masing-masing
terhubung dengan yang lain. Pada vertebra cervicalis satu sampai enam
mempunyai corpus kecil. Processusnya bersifat bifida (bercabang
dua). Processus tranversusnya mempunyai foramen transversarium yang
membagi processus tranversum menjadi dua tonjolan yaitu tuberkulum
anterius dan posterius. tetapi pada cervical enam terdapat pembesaran
dari tuberkulum anterius yang disebut tuberkulum karotikus yang terletak
diarteria karotikus.
Sedangkan pada vertebrae cervical tujuh terdapat perbedaan susunan
dengan vertebrae cervicalis lainya karena prosessus spinosusnya disini
meruncing menuju ke dorsal dan tidak bercabang menjadi dua lagi dan
sangat menonjol sehingga mudah diraba dari luar, oleh karena itu vertebrae
cervical tujuh disebut vertebrae prominens. Selain itu perbedaan yang
lainya adalah foramen tranversarium sangat kecil, sebab belum dilalui oleh
pembuluh darah.
5

2.1.1.1 Anatomi Vertebrae Cervicalis


Anatomi vertebrae cervical berbeda dengan vertebrae thoracal dan juga
lumbal. Ini semua berkaitan dengan fungsinya yang memang berbeda.
Vertebrae cervical relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan vertebrae
lumbal, begitu juga dengan discus intervertebralenya yang memiliki ukuran
lebih kecil. Vertebra Cervical yang pertama dan kedua (C1 dan C2) memilki
susunan anatomi yang berbeda dengan yang lainnya.1
Leher merupakan bagian spina/tulang belakang yang paling bergerak
(mobile), mempunyai tiga fungsi utama, yaitu:1,2
1. Menopang dan memberi stabilitas pada kepala;
2. Memungkinkan kepala bergerak di semua bidang gerak;
3. Melindungi struktur yang melewati spina, terutama medula spinalis,
akar saraf, dan arteri vertebra.
Spina servikal menopang kepala, memungkinkan gerakan dan posisi
yang tepat. Semua pusat saraf vital berada di kepala memungkinkan
pengendalian penglihatan (vision), keseimbangan vestibular, arahan
pendengaran (auditory) dan saraf penciuman; secara esensial
mengendalikan semua fungsi neuromuskular yang sadar. Untuk itu maka
kepala harus ditopang oleh spina servikal pada posisi yang tepat agar
memungkinkan gerakan spesifik untuk menyelesaikan semua fungsi
tersebut.
Kolumna servikal dibentuk oleh tujuh tulang vertebra. Spina servikal,
C1-C7, terlihat dari lateral membentuk lengkung lordosis dan kepala pada
tingkat oksipitoservikal membentuk sudut yang tajam agar kepala berada di
bidang horizontal. Apabila dilihat dari anteroposterior maka spina servikal
sedikit mengangkat (tilt) kepala ke satu sisi. Hal tersebut dapat dijelaskan
oleh faset pada oksiput, atlas (C1) dan aksis (C2) yang sedikit asimetrik.
Spina servikal merupakan persatuan unit fungsional yang saling
tumpang-tindih (superimposed), masing-masing terdiri atas 2 badan, yang
dipisahkan oleh diskus intervertebra mulai di bawah aksis (C2). Unit
fungsional spina servikal dibagi atas dua kolumna, yaitu kolumna anterior
yang terdiri atas vertebra, ligamen longitudinal dan diskus di antaranya,
6

serta kolumna posterior yang meliputi kanal oseus neural, ligamen posterior,
sendi zygapophyseal, dan otot erektor spina. Secara anatomis, foramen
intervertebralis terletak di antara kedua kolumna tersebut. Sebenarnya, otot
servikal bagian anterior yaitu fleksor merupakan bagian dari kolumna
anterior. Untuk mengevaluasi secara fungsional maka spina servikal dibagi
menjadi segmen servikal atas (diatas C3) dan segmen servikal bawah (C3-
C7). Setiap segmen itu berfungsi berbeda.

Gambar 2.3 Gerakan Leher/Cervival

Gambar 2.4 Vertebra, Pandangan Lateral dan Posterior

1. Vertebra cervical 1 (Atlas) :


a) Tidak mempunyai corpus, hanya berupa arcus anterior.
b) Processus transversus tanpa foramina dan tidak ada processus
spinosus.
7

c) Di sisi atas mempunyai 2 facet konkaf untuk menopang condylus


occipitalis

Vertebra Cervicalis 1

2. Vertebra cervical 2 (Axis) :


a) Mempunyai processus odontoid atau dens yang menonjol ke atas dari
corpusnya, bersendi dengan arcus dari atlas anterior dan diikat kuat
oleh ligament.
b) Di bawah C2 terdapat discus di antara tiap vertebrae.

Vertebra Cervicalis 2 (Axis/Epistropheus)

3. Vertebra Cervical 3, 4, 5. :
8

Mempunyai processus spinosus yang bercabang.

Vertebra Cervicalis 3-5

4. Vertebra Cervical 6 dan 7 :


a) Processus spinosus tidak bercabang dan lebih panjang.
b) Merupakan transisional vertebra, mirip dengan vertebrae thoracal.
c) Permukaan superior konkaf, terdapat processus uncinatus pada tiap
sisi, sendinya disebut uncovertebral von Luschka.

Vertebra Cervicalis 7 (Vertebra Prominens)

Diskus intervertebralis
a) Pada vertebrae cervical lebih kecil.
b) Terdiri dari nucleus pulposus, annulus fibrosus, dan 2 cartilaginous end
plate.
9

c) Lebih tertutup tulang bila dibandingkan dengan vertebra yang lain.

Articulatio
Persendian antara kepala dan vertebra Cervical atas :
a) Articulatio atlantooccipitalis
b) Articulatio atlantoepistrphica
Persendian tiap vertebra Cervical, mempunyai 5 buah facies articularis :
a) Satu articulation corpus vertebra yang dipisahkan oelh discus
intervertebralis.
b) Dua sendi uncovertebralis von Luschka yang bersiga sendi palsu dan
tidak dibatasi membrana synovia.
c) Dua articulation facet yang terletak di belakang corpus
d) Oleh karena bentuk persendian pada cervical seperti Sadel sehingga
terjadi gerakan yaitu : fleksi-ekstensi, lateral-bending, dan rotasi.

2.1.2 Sistem Otot


Sesuai dengan kondisi CRS ini maka dalam bab ini penulis akan membahas
otot-otot yang berhubungan dengan gerakan leher dan bahu yang meliputi flexor
cervicalis otot-otot penggerak utamanya adalah m. sternoleidomastoideus, m.
sclaneus medius dan anterior posterior, dimana otot-otot ini diinervasi oleh C1-
8, eksensor cervicalis otot penggerak utamanya adalah m. splennius cervicis, m.
semi spinalis, m. longisimus cervicalis, m. ilioastalis cervicis (diinervasi C3-
T6), lateral flexi otot penggerak utamanya adalah m. sternoleidomastoideus,
m. sclaneus anterior, medius dan posterior (diinervasi C2-3),rotasi, penggerak
utamanya adalah m. obliqus capitis inferior, m. semispinalis cervicis, m. splenius
cervicis, m. longus capitis (diinervasi C2-T5).
Sedangkan otot–otot penggerak bahu adalah m. deltoid anterior, m. supra
spinatus, dan m. coraco radialis untuk gerakan flexi, m. latisimus dorsi dan m.
teres mayor untuk ekstensi, m. deltoid middle, m. supra spinatus untuk abduksi,
m. latisimus dorsi, m. petoralis mayor, m. teres minor dan m. coraco
brachialisuntuk adduksi, m. infraspinatus, m. teres minor untuk internal dan
eksternal rotasi.
10

2.1.3 Sistem Persarafan


Sistem persarafan merupakan sistem penghantar yang berfungsi sebagai
perantara impuls-impuls saraf yang berjalan di kedua arah antara susunan saraf
pusat dan jaringan tubuh lainya. Komponen badan saraf terdiri dari serabut-
serabut yang terikat menjadi satu oleh jaringan penyokong konektif. Sistem
persarafan yang terletak pada plexsus brachialis merupakan sistem saraf perifer
yang mana terdapat beberapa persarafan antara lain, n. medianus, n. ulnaris, n.
cuaeus, dan n. radialis.
a) Nerves Musculocutaneus
Nerves Musculocutaneus timbul dari fascicularis lateral plexsus brachialis dan
terdiri dari serabut-serabut yang berasal dari segmen C5 dan C6. mula-mula
nerves ini terletak di sebelah lateral arteri axillaris, lalu menembus muscular
coraco brachialis dan turun secara oblique di sebelah lateral diantara musculus
biceps dan brachialis.
b) Nerves axillaris (circumflexa, C5-C6)
Nerves axillaris berasal dari fasciculer post plexus brachialis dan terdiri dari
serabut-serabut yang berasal dari segmen C5 dan C6, kemudian serabut
berjalan ke dorsal.
c) Nerves radialis (musculospiralis, C6-8 dan Th 1)
Nerves radialis merupakan cabang yang terbesar daripada batas bawah
muscular pectoralis sebagai kelanjutan langsung dari fasciculer pectoralis dan
serabut-serabut yang berasal dari tiga segmen thoracal pertama dari medulla
spinalis. Selama berjalan turun sepanjang lengan, n. radialis ini menyertai
arteri profundus dan sekitar humerus serta di dalam sulcus musculospinalis.
d) Nerves Medianus (C6-8, Th1)
Nerves medianus dipercabangkan dari pleksus brachialis dengan dua buah
caput. Kedua caput tersebut berasal dari fasikulus
lateral dan fasikulus medial. Kedua caput tersebut bersatu pada bawah otot
pectoralis minor, jadi serabut-serabut dari dalam trunkus berasal dari tiga
segmen cervical yang bawah dan dari segmen thorakal pertama medulla
spinalis di dalam lengan atas bagian bawah.
11

e) Nerves Ulnaris (C8-Th1)


Nerves ulnaris merupakan cabang terbesar daripada plexsus brachialis. Serabut
syaraf ini terdiri dari serabut-serabut yang berasal dari segmen C8-
Th1. Nerves ulnaris ini berasal dari batas bawahmusculus pectoralis minor dan
berjalan turun pada sisi medial lengan dan menembus septum
intermuscular untuk melanjutkan perjalanan dalam sulcus pada caput medialis.

2.2 Cervical Root Syndrome


2.2.1 Definisi
Cervical Root Syndrome atau syndroma akar saraf leher adalah kumpulan
gejala klinis yang disebabkan oleh iritasi atau penekanan akar saraf servikal oleh
penonjolan discus invertebralis mengakibatkan nyeri pada leher dan kelemahan
pada otot yang diinervasi. Gejala tersebut dapat berupa nyeri, spasme otot dan
mengakibatkan keterbatasan gerak pada leher.

Gambar 2.9 Penonjolan Discus Invertebralis

Salah satu contoh penyakitnya adalah Syndrome radikulopati. Radikulopati


berarti radiks posterior dan anterior yang dilanda proses patologik. Gangguan itu
dapat setempat atau menyeluruh.
Dalam mempelajari tentang Cervikal Root Syndrome, ada beberapa istilah
yang perlu diketahui sebagai berikut :
 Anasthesia : hilang perasaan ketika dirangsang ; hipestesia
12

 Hiperesthesia : perasaan terasa berlebihan jika dirangsang (kebalikan


anasthesia)
 Parasthesia : perasaan yang timbul secara spontan, tanpa dirangsang ;
disebut juga dengan istilah “kesemutan”.
 Gangguan sensori negative : perasaan abnormal tubuh yang dinamakan
anesthesia dan parasthesia.
 Gangguan sensori positive : hasil perangsangan pada nosiceptor serta
unsur-unsur saraf yang menghantarkan impuls nyeri ke kortex cerebri.
 Ataksia : gangguan lintasan proprioseptif.
 Hipesthesia radikular : hipesthesia dermatomal.

2.2.3 Etiologi
Beberapa kondisi pada leher banyak disebabkan oleh pergeseran atau
penjepitan dari akar saraf atau gangguan pada foramen intervertebralis mungkin
disertai dengan tanda dan gejala dari Cervical Root Syndrome. Kondisi tebanyak
pada kasus ini disebabkan oleh proses degeneratif dan herniasi dari discus
intervertebralis.

2.2.4 Patofisologi
Discus intervertebralis terdiri dari nucleus pulposus yang merupakan
jaringan elastis, yang dikelilingi oleh annulus fibrosus yang terbentuk oleh
jaringan fibrosus. Kandungan air dalam nucleus pulposus ini tinggi, tetapi
semakin tua umur seseorang kadar air dalam nuleus pulposus semakin
berkurang terutama setelah seseorang berumur 40 tahun, bersamaan dengan
itu terjadi perubahan degenerasi pada begian pusat discus, akibatnya discus
ini akan menjadi tipis, sehingga jarak antara vertebrae yang berdekatan
mejadi kecil dan ruangan discus menjadi sempit, selanjutnya annulus fibrosus
mengalami penekanan dan menonjol keluar.
Menonjolnya bagian discus ini maka jaringan sekitarnya yaitu corpus-
corpus vertebrae yang berbatasan akan terjadi suatu perubahan.
Perubahannya yaitu terbentuknya jaringan ikat baru yang dikenal dengan
nama osteofit. Kombinasi antara menipisnya discus yang menyebabkan
13

penyempitan ruangan discus dan timbulnya osteofit akan mempersempit


diameter kanalis spinalis. Pada kondisi normal diameter kanalis spinalis
adalah 17 mm sampai 18 mm. Tetapi pada kondisi CRS, kanalis ini
menyempit dengan diameter pada umumnya antara 9 mm sampai 10 mm.
Pada keadaan normal, akar-akar saraf akan menempati seperempat sampai
seperlima, sedangkan sisanya akan diisi penuh oleh jaringan lain sehingga tidak
ada ruang yang tersisa. Bila foramen intervertebralis ini menyempit akibat adanya
osteofit, maka akar-akar saraf yang ada didalamnya akan tertekan. Saraf yang
tertekan ini mula-mula akan membengkok. Perubahan ini menyebabkan akar-akar
saraf tersebut terikat pada dinding foramen intervertebralis sehingga mengganggu
peredaran darah. Selanjutnya kepekaan saraf akan terus meningkat terhadap
penekanan, yang akhirnya akar-akar saraf kehilangan sifat fisiologisnya.
Penekanan akan menimbutkan rasa nyeri di sepanjang daerah yang mendapatkan
persarafan dari akar saraf tersebut.

2.2.5 Tanda dan Gejala


Nyeri radikuler serviks ditandai dengan nyeri leher menjalar ke sisi posterior
lengan bawah, bahu dan kadang-kadang bisa mencapai ke tangan. Memancarkan
nyeri mengikuti distribusi dermatom dari saraf yang terkena, tetapi juga
mempengaruhi jaringan diinervasi oleh saraf ini, seperti otot, sendi, ligamen dan
kulit. Nyeri yang berasal dari akar serviks keempat (C4) terlokalisir di leher dan
daerah supraskapular. Nyeri dari akar serviks kelima (C5) menjalar ke lengan
bawah, sedangkan nyeri dari akar keenam dan ketujuh (C6 dan C7) meluas ke
leher, lengan bahu, dan tangan.
14

Gambar 2.10 Gambaran Nyeri Radikuler (1)

Gambar 2.11 Gambaran Nyeri Radikuler (2)

 Nyeri leher yang menyebar ke bahu, lengan atas atau lengan bawah.
Timbulnya nyeri terjadi secara perlahan-lahan terkadang juga bisa
mendadak. Nyeri bersifat kronik. Nyeri yang berasal dari akar serviks
keempat (C4) terlokalisir di leher dan daerah supraskapular. Nyeri dari akar
serviks kelima (C5) menjalar ke lengan bawah, sedangkan nyeri dari akar
keenam dan ketujuh (C6 dan C7) meluas ke leher, lengan bahu, dan tangan.
Nyeri juga bisa menjalar ke daerah cervical atas yang menimbulkan nyeri
occipital.
 Kaku leher (stiffness)
Kaku leher dimulai pada pagi hari dan makin bertambah dengan
adanya aktivitas, gerakan leher terbatas dan terkadang disertai dengan
krepitasi dan nyeri.
 Paresthesia, tergantung pada radiks saraf yang terkena oleh spur atau iritasi
15

saraf dan biasanya bersifat unilateral.


 Kelemahan atau spasme otot. Parese terjadi bila adanya penekanan hebat
pada radiks saraf.
 Gejala lain: Nyeri kepala, vertigo dan tinnitus.

2.2.6 Penegakan Diagnosis


II.5.1 Anamnesa
Anamnesa adalah hal-hal yang menjadi sejarah kasus pasien, juga berguna untuk
menentukan diagnosa, karena misalnya dengan pendekatan psikiatri terhadap
depresinya yang kadang merupakan factor dasar nyeri bahu ini.
Gejala-gejala yang mungkin nampak pada inspeksi dan palpasi, misalnya :
1. Nyeri kaku pada leher
2. Rasa nyeri dan tebal dirambatkan ke ibu jari dan sisi radial tangan
3. Dijumpai kelemahan pada biceps atau triceps
4. Berkurangnya reflex biceps
5. Dijumpai nyeri menjalar (referred pain) di bahu yang samar, dimana “nyeri
bahu” hanya dirasa bertahan di daerah deltoideus bagian lateral dan
infrascapula atas.
II.5.2 Tes Khusus
Untuk tes-tes khusus yang harus dilakukan sebenarnya banyak, misalnya :
1. Tes Provokasi
Tes Spurling atau tes Kompresi Foraminal, dilakukan dengan cara posisi leher
diekstensikan dan kepala dirotasikan ke salah satu sisi, kemudian berikan tekanan
ke bawah pada puncak kepala. Hasil positif bila terdapat nyeri radikuler ke arah
ekstremitas ipsilateral sesuai arah rotasi kepala. Pemeriksaan ini sangat spesifik
namun tidak sensitif guna mendeteksi adanya radikulopati servikal. Pada pasien
yang datang ketika dalam keadaan nyeri, dapat dilakukan distraksi servikal secara
manual dengan cara pasien dalam posisi supinasi kemudian dilakukan distraksi
leher secara perlahan. Hasil dinyatakan positif apabila nyeri servikal berkurang.
16

Tes Provokasi
2. Tes Distraksi Kepala
Distraksi kepala akan menghilangkan nyeri yang diakibatkan oleh kompresi
terhadap radiks syaraf. Hal ini dapat diperlihatkan bila kecurigaan iritasi radiks
syaraf lebih memberikan gejala dengan tes kompresi kepala walaupun penyebab
lain belum dapat disingkirkan.

Tes Distraksi Kepala


3. Tindakan Valsava
Dengan tes ini tekanan intratekal dinaikkan, bila terdapat proses desak ruang di
17

kanalis vertebralis bagian cervical, maka dengan di naikkannya tekanan intratekal


akan membangkitkan nyeri radikuler. Nyeri syaraf ini sesuai dengan tingkat
proses patologis dikanalis vertebralis bagian cervical. Cara meningkatkan tekanan
intratekal menurut Valsava ini adalah pasien disuruh mengejan sewaktu ia
menahan nafasnya. Hasil positif bila timbul nyeri radikuler yang berpangkal di
leher menjalar ke lengan.

Tindakan Valsava

II.5.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan radiologis masih menjadi standar yang paling baik untuk penegakan
diagnosis sampai sekarang. Pada foto rontgen akan didapatkan :
1) Pembentukan osteofit dan sklerosis pada sendi-sendi apofiseal intervertebrae.
18

2) Penyempitan pada discus intervertebralis akibat erosi kartilago.


3) Pembentukan tulang baru (spurring) antar vertebra yang berdekatan dan dapat
menyebabkan kompresi akar saraf.

Gambar .Foto rontgen AP spondilosis servikalis


Selain menggunakan foto rontgen, dapat juga digunakan MRI dan CT
(Computerized Tomography) untuk penegakan diagnosis.

1. CT scan menyediakan informasi yang baik pada struktur tulang, tetapi ada
keterbatasan berkaitan dengan jaringan lunak. MRI adalah pemeriksaan pilihan,
menunjukkan perubahan morfologi yang terjadi di diskus intervertebralis, saraf
tulang belakang, akar saraf dan jaringan lunak sekitarnya. Diagnosis tidak boleh
hanya didasarkan pada temuan radiologis, karena sejumlah penelitian telah
menunjukkan bahwa sekitar 30% dari pasien dengan temuan MRI tidak
menunjukkan gejala. Ketika klinis dan radiologis temuan cocok, maka akan lebih
mudah untuk membuat diagnosa yang tepat.
19

2. Tes elektrofisiologi
Tes elektrofisiologi termasuk konduksi saraf dan elektromiografi (EMG). Ini
berguna ketika ada kecurigaan cacat saraf tetapi mereka tidak memberikan
informasi khusus mengenai nyeri.

Foto 2
20

2.2.7 Diagnosa Banding


Banyak kondisi yang dapat menimbulkan nyeri pada leher dan bahu serta rasa tak
nyaman pada ekstremitas. Semua itu harus dibedakan dari mana asalnya dan
bagaimana mekanisme terjadinya. Diagnosis banding untuk CRS ini adalah :

1. Carpal Tunnel Syndrome,


Adalah suatu gejala yang muncul bila ada penekanan nervus
medianus oleh ligamen transversum sehingga timbul kesemutan, nyeri menjalar
ke tangan.

2. Thoracic outlet syndrome


a. Anterior sclanei syndrome
Disebabkan karena adanya kompresi bundle neurovaskuler diantara
otot sclanei dan costa pertama. Gejalanya adalah numbness, tingling, di lengan
dan jari-jari tangan. Biasanya menggambarkan kesemutan datang dan pergi dari
tangan dan jari tangan. Nyeri ini letaknya dalam biasanya datang setelah duduk
lama.
b. Petoralis minor syndrome
Muncul bila ada penekanan bundle neuromuscular diantara bagian antero lateral
atas dan otot pectoralis minor terjadi bila hiperabduksi humerus mengulur otot
pectoralis minor.

3. Claviculocostal syndrome
Timbul karena adanya penekanan pada bundle neurovasculer saat melewati
belakang clavicula di sebelah anterior costa pertama, gejala lainnya adalah
adanya dropy posture yaitu posturnya salah, lelah, cemas, dam depresi.

2.2.8 Penatalaksanaan
II.6.1 Pengobatan Konservatif
Obat penghilang nyeri atau relaksan otot dapat diberikan pada fase akut. Obat-
obatan ini biasanya diberikan selama 7-10 hari. Jenis obat-obatan yang banyak
21

digunakan biasanya dari golongan salisilat atau NSAID. Bila keadaan nyeri
dirasakan begitu berat, kadang-kadang diperlukan juga analgetik golongan
narkotik seperti codein, meperidin, bahkan bisa juga diberikan morfin. Ansiolitik
dapat diberikan pada mereka yang mengalami ketegangan mental. Pada kondisi
tertentu seperti nyeri yang diakibatkan oleh tarikan, tindakan latihan ringan yang
diberikan lebih awal dapat mempercepat proses perbaikan.
Kepala sebaiknya diletakan pada bantal servikal sedemikian rupa yaitu sedikit
dalam posisi flexi sehingga pasien merasa nyaman dan tidak mengakibatkan
gerakan kearah lateral. Istirahat diperlukan pada fase akut nyeri,terutama pada
spondilosis servikalis atau kelompok nyeri non spesifik.
Obat-obatan yang banyak digunakan adalah:
 Ibuprofen 400 mg, tiap 4-6 jam (PO)
 Naproksen 200-500 mg, tiap 12 jam (PO)
 Fenoprofen 200 mg, tiap 4-6 jam (PO)
 Indometacin 25-50 mg, tiap 8 jam (PO)
 Kodein 30-60 mg, tiap jam (PO/Parentral)
 Vit. B1, B6, B12

II.6.2 Pengobatan Pencegahan Nyeri


1. Epidural Kortikosteroid Injection
Bila penyakit ini dalam bentuk yang akut atau subakut, injeksi kortikosteroid
diindikasikan.Teknik yang digunakan, adalah pendekatan translaminar posterior,
sedangkan injeksi epidural transforaminal dihindari karena risiko tinggi
komplikasi yang parah, yang bertentangan dengan tulang belakang lumbar mana
pendekatan transforaminal disukai. Di seluruh dunia penelitian sistematis
mengarah pada kesimpulan bahwa injeksi kortikosteroid serviks epidural secara
signifikan efektif dalam pengobatan nyeri radikuler akut dan subakut serviks dan
selalu harus diterapkan sebelum keputusan operasi.
2. Neuroplasty (adhesiolysis) dengan kateter Racz
Bila penyakit ini dalam bentuk-yang kronis yang biasanya terjadi setelah operasi
tulang belakang atau mengikuti fase akut dan subakut radikulitis dari herniasi
yang telah undertreated dengan terapi konservatif-neuroplasty (adhesiolysis)
22

dengan kateter Racz diindikasikan.


Masyarakat Amerika Dokter Nyeri Intervensional (ASIPP) diterbitkan pedoman
berbasis bukti untuk teknik invasif dalam pengelolaan nyeri tulang belakang
kronis. Menurut pedoman ini, ada bukti kuat yang menunjukkan kemanjuran
neuroplasty dengan kortikosteroid dalam kontrol pendek dan jangka panjang dari
nyeri pada refraktori radiculopathy dan nyeri tulang belakang neuropatik.

3. Pulsed Radiofrequency Theraphy (PRF)


Studi terkontrol acak telah menunjukkan kemanjuran PRF diterapkan pada
ganglion akar dorsal tulang belakang (DRG) dari tulang belakang leher. Menurut
pengobatan berbasis bukti, penerapan metode dalam kasus radikulitis serviks
kronis sangat dianjurkan. Durasi analgesia bervariasi dari kasus ke kasus. Teknik
ini aman dan dapat diulangi sebanyak yang diperlukan. Jika, meskipun sesi terapi
berulang-ulang dengan frekuensi radio berdenyut hasilnya telah membatasi durasi,
maka frekuensi radio konvensional dapat diterapkan. Aplikasi ini, bagaimanapun,
menghancurkan (ablates) ganglion dan dapat menyebabkan kelemahan otot sedikit
di lengan.
4. S Stimulasi Cord Pinal
Ini adalah terapi neuromodulatory, yang digunakan dalam kasus semua metode
yang kurang invasif lain gagal. Kemanjurannya dalam mengobati nyeri neuropatik
yang kronis adalah signifikan.
II.6.3 Fisioterapi
Tujuan utama penatalaksanaan adalah reduksi dan resolusi nyeri, perbaikan atau
resolusi defisit neurologis dan mencegah komplikasi atau keterlibatan medulla
spinalis lebih lanjut.
1. Traksi
Tindakan ini dilakukan apabila dengan istirahat keluhan nyeri tidak berkurang
atau pada pasien dengan gejala yang berat dan mencerminkan adanya kompresi
radiks saraf. Traksi dapat dilakukan secara terus-menerus atau intermiten.
23

Traksi
2. Cervical Collar
Pemakaian cervical collar lebih ditujukan untuk proses imobilisasi serta
mengurangi kompresi pada radiks saraf, walaupun belum terdapat satu jenis collar
yang benar-benar mencegah mobilisasi leher. Salah satu jenis collar yang banyak
digunakan adalah SOMI Brace (Sternal Occipital Mandibular Immobilizer).
Collar digunakan selama 1 minggu secara terus-menerus siang dan malam dan
diubah secara intermiten pada minggu II atau bila mengendarai kendaraan. Harus
diingat bahwa tujuan imobilisasi ini bersifat sementara dan harus dihindari
akibatnya yaitu diantaranya berupa atrofi otot serta kontraktur. Jangka waktu 1-2
minggu ini biasanya cukup untuk mengatasi nyeri pada nyeri servikal non
spesifik. Apabila disertai dengan iritasi radiks saraf, adakalanya diperlukan waktu
2-3 bulan. Hilangnya nyeri, hilangnya tanda spurling dan perbaikan defisit
motorik dapat dijadikan indikasi pelepasan collar.

Cervical Collar
3. Thermoterapi
Thermoterapi dapat juga digunakan untuk membantu menghilangkan nyeri.
24

Modalitas terapi ini dapat digunakan sebelum atau pada saat traksi servikal untuk
relaksasi otot. Kompres dingin dapat diberikan sebanyak 1-4 kali sehari selama
15-30 menit, atau kompres panas/pemanasan selama 30 menit 2-3 kali sehari jika
dengan kompres dingin tidak dicapai hasil yang memuaskan. Pilihan antara
modalitas panas atau dingin sangatlah pragmatik tergantung persepsi pasien
terhadap pengurangan nyeri.

Thermoterapi

4. Latihan
Berbagai modalitas dapat diberikan pada penanganan nyeri leher. Latihan bisa
dimulai pada akhir minggu I. Latihan mobilisasi leher kearah anterior, latihan
mengangkat bahu atau penguatan otot banyak membantu proses penyembuhan
nyeri. Hindari gerakan ekstensi maupun flexi. Pengurangan nyeri dapat
diakibatkan oleh spasme otot dapat ditanggulangi dengan melakukan pijatan.
Teknologi Fisioterapi
Modalitas fisioterapi yang digunakan dalam penanganan CRS ini adalah SWD,
ultra sonic, dan terapi latihan.
1. SWD (Short Wave Diatermy)
SWD adalah alat yang menggunakan energi listrik elektromagnetik yang
25

dihasilkan arus bolak-balik frekuensi tinggi. Frekuensi yang diperbolehkan pada


penggunaan SWD adalah 27 MHz dengan panjang gelombang 11 m. Energi
elektromagnetik yang dipancarkan dari emitter akan menyebar sehingga
kepadatan gelombang semakin berkurang pada jarak semakin jauh. Berkurangnya
intensitas energi elektromagnetik juga disebabkan oleh penyerapan jaringan.
Dalam kasus ini penulis menggunakan modalitas fisioterapi berupa Short Wave
Diatermy ( SWD ). Pemberian SWD diharapkan dapat merangsang serabut syaraf
tipe II dan tipe III, sehingga akan menghalangi masuknya impuls nosiseptif di
tingkat medulla spinalis sehingga nyeri akan berkurang dan selanjutnya akan
memutus siklus nyeri, kemudian akan memberikan efek relaksasi otot-otot lain
yaitu mempengaruhi aliran darah lokal yang membuat spasme otot berkurang
sehingga terapi relaksasi dan nyeri dapat terhambat.

2. Ultra Sonic
Gelombang ultra sonic adalah gelombang yang tidak dapat didengar oleh
manusia. Merupakan gelombang longitudinal yang gerakan partikelnya dari arah
“ke” dan “dari” dan perambatannya memerlukan media penghantar. Media
pengahantar harus elastis agar partikel bisa merubah bentuk dan kembali ke
bentuk semula untuk memungkinkan gerakan “ke” dan “dari”. Dari sini dijumpai
daerah padat atau compression dan daerah renggang atau refraction.
Dalam penggunakan modalitas ultra sonic beberapa ahli membuktikan bahwa
ultra sonic efektif untuk mengurangi nyeri, karena ultra sonic dapat meningkatkan
ambang rangsang, mekanisme dari efek termal panas. Selain itu
pembebasan histamin, efek fibrasi dari ulta sonic terhadap gerbang nyeri dan dari
suatu percobaan ditemukan bahwa pemakaian ultra sound dengan pulsa rendah .

a. Efek Ultra sonic


1) Efek mekanik
Efek yang pertama kali didapat oleh tubuh adalah efek mekanik.
Gelombang ultra sonic menimbulkan adanya peregangan dan perapatan didalam
jaringan dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi dari ultra sonic. Efek
mekanik ini juga disebut dengan micro massage. Pengaruhnya terhadap jaringan
26

yaitu meningkatkan permeabilitas terhadap jaringan dan meningkatkan


metabolisme.
Micro massage adalah merupakan efek terapeutik yang penting karena
semua efek yang timbul oleh terapi Ultra Sonic diakibatkan oleh micro
massage ini.
2) Efek termal
Panas yang dihasilkan tergantung dari nilai bentuk gelombang yang
dipakai, intensitas dan lama pengobatan. Yang paling besar yang menerima panas
adalah jaringan antar kulit dan otot. Efek termal akan memberikan pengaruh pada
jaringan yaitu bertambahnya aktivitas sel, vasodilatasi yang mengakibatkan
penambahan oksigen dan sari makanan dan memperlancar proses metabolisme.
3) Efek biologi
Efek biologi merupakan respon fisiologi yang dihasilkan dari pengaruh mekanik
dan termal. Pengaruh biologi ultra sonic terhadap jaringan antara lain:
b. Memperbaiki sirkulasi darah
Pemberian ultra sonic akan menyebabkan kenaikan temperatur yang menimbulkan
vasodilatasi sehingga aliran darah ke daerah yang diobati menjadi lebih lancar.
Hal ini akan memungkinkan proses metabolisme dan pengangkutan sisa
metabolisme serta suplai oksigen dan nutrisi menjadi meningkat.

c. Relaksasi otot
Rileksasi otot akan mudah dicapai bila jaringan dalam keadaan hangat dan rasa
sakit tidak ada. Pengaruh termal dan mekanik dari ultra sonic dapat mempercepat
proses pengangkutan sel P (zat asam laktat) sehingga dapat memberikan efek
rileksasi pada otot.
d. Meningkatkan permeabilitas jaringan
Energi ultra sonic mampu menambah permeabilitas jaringan otot dan pengaruh
mekaniknya dapat memperlunak jaringan pengikat.
e. Mengurangi nyeri
Nyeri dapat berkurang dengan pengaruh termal dan pengaruh langsung terhadap
saraf. Hal ini akibat gelombang pulsa yang rendah intensitasnya memberikan efek
27

sedatif dan analgetik pada ujung saraf sensorik sehingga mengurangi nyeri. Dan
dasar dari pengurangan rasa nyeri ini diperoleh dari, perbaikan sirkulasi darah,
normalisasi dari tonus otot, berkurangnya tekanan dalam jaringan, berkurangnya
derajat keasaman.
f. Mempercepat penyembuhan
Pemberian Ultra sonic mampu mempercepat proses penyembuhan jaringan lunak .
Adanya peningkatan suplai darah akan meningkatkan zat antibodi yang
mempercepat penyembuhan dan perbaikan pembuluh darah untuk memperbaiki
jaringan.
g. Pengaruh terhadap saraf parifer
Menurut beberapa penelitian bahwa Ultra Sonic dapat mendepolarisasikan saraf
efferent, ditunjukkan bahwa getaran Ultra Sonic dengan intensitas 0,5-3 w/cm2
dengan gelombang kontinyu dapat mempengaruhi exitasi dari saraf perifer. Efek
ini berhubungan dengan efek panas. Sedangkan dari aspek mekanik tidak terlalu
berpengaruh.

3. Terapi latihan
a. Dengan metode PNF
Terapi Latihan merupakan salah satu pengobatan dalam fisioterapi yang dalam
pelaksanaanya menggunakan latihan-latihan gerakan tubuh baik secara aktif
maupun pasif. Atau pula dapat didefinisikan sebagai suatu usaha untuk
mempercepat proses penyembuhan dari suatu cidera yang telah merubah cara
hidupnya yang normal. Hilangnya suatu fungsi atau adanya hambatan dalam
melakanakan suatu fungsi dapat menghambat kemampuan dirinya untuk hidup
secara independentyaitu dalam melaksanakan aktifitas kerja.
Tujuan dari Terapi latihan adalah (1) Memajukan aktifitas penderita, (2)
Memperbaiki otot yang tidak efisien dan memperoleh kembali jarak gerak sendi
yang normal tanpa memperlambat usaha mencapai gerakan yang berfungsi dan
efisien, (3) Memajukan kemampuan penderita yang telah ada untuk dapat
melakukan gerakan-gerakan yang berfungsi serta bertujuan, sehingga dapat
28

beraktifitas normal.
Jenis terapi latihan yang digunakan untuk kondisi CRS adalah Terapi latihan
dengan menggunakan metode Propioceptif Neuromusular Fasilitation
(PNF) berusaha memberikan rangsangan sedemikian sehingga diharapkan timbul
reaksi-reaksi yang sesuai dengan perangsangan yang akhirnya gerakan-gerakan
yang diinginkan tercapai. Tujuan PNF adalah untuk meningkatkan kekuatan otot.
Berdasarkan prinsip PNF dari teori pergerakan yang menyatakan bahwa PNF
dapat memperbaiki kekuatan dan kondisi system neuro musuloseletal. Tehnik ini
bermanfaat untuk assisted otot-otot yang lemah sekaligus strengthening otot-otot
yang lebih kuat tanpa melupakan prinsip-prinsip dasar PNF dan teknik PNF.
Adapun prinsip-prinsip dasar yang berhubumgan dengan kasus CRS ini antara
lain:
1. Tahanan maksimal (optimal)
Tahanan maksimal maksudnya adalah tahanan maksimal yang masih bisa
dilawan oleh penderita dengan baik sehingga memungkinkan penderita untuk
mempertahankan suatu posisi (kontraksi isometric) dengan gerakan yang halus.
Tahanan ini tergantung toleransi pasien.
Pegangan pada lumbrical akan mempermudah dalam memberikan tahanan
rotasi. Tahanan diberikan sejak awal gerakan sampai titik lemah gerakan. Faktor-
faktor mekanis seperti cara kerja “lever”., letak “as” dan gaya berat (gravitasi)
sangat mempengaruhi terhadap besar-kecilnya tahanan yang diberikan.
2. Manual contact
Manual contact dimaksudkan agar pasien mengerti arah gerakan yang
diminta oleh terapis dan sebaiknya dilakukan dengan kedua tangan sehingga
mudah untuk memberikan tahanan ataupun assisted.
3. Stimulasi verbal (komando)
Rangsangan suara dapat memacu semangat aktivitas penderita. Dalam
memberikan aba-aba kepada penerita harus jelas dan sering diulang-ulang.
4. Body position dan body mechanic
Terapis berdiri pada grove dan menghadap ke pasien sehingga
memungkinkan selalu memperhatikan pasien agar dalam melakukan latihan di
rumah sama seperti yang diajarkan terapis.
29

5. Traksi dan aproksimasi.


Traksi adalah tarikan yang membuat saling menjauhnya segmen yang satu
terhadap segmen yang lain atau usaha mengulur segmen pada suatu ekstrimitas.
Aproximasi adalah saling menekanya atau memberikan tekanan pada suatu
segmern atau ekstrimitas. Aproximasi bertujuan untuk stabilisasi sendi.
6. Pola gerak
Pola gerak pada ekstrimitas atas adalah flksi-abduksi-eksoroasi, fleksi-
adduksi-eksorotasi, ektsensi, abduksi-eksorotasi, ekstensi-abduksi-endorotasi,
ekstensi-adduksi-endorotasi. Teknik yang digunakan pada kasus ini adalah “
repeated contration”. Repeated contrationadalah suatu teknik isotonic untuk
kelompok agonis, yang dilakukan pada bagian–bagian tertentu, dari lintasan
gerakan dengan jalan memberikan “ restrech “ yang disusun dengan kontraksi
isotonic. Dan tujuan dari teknik ini antara lain memperbaiki kekuatan otot dan
daya tahan, memperbaiki lingkup gerak sendi secara aktif, menurunkan
ketegangan atau penguluran antagonis, serta penguatan (strengtening).

Terapi latihan bertujuan untuk :


a. Mengurangi rasa nyeri
b. Mengurangi lordosis cervical
c. Memperbaiki kekuatan otot
d. Meningkatkan postur pada ADL
e. Mempertahankan fleksibilitas atau rentang sendi (R.O.M)
Terapi Latihan juga akan membantu proses pengurangan rasa nyeri selain
fungsinya yang mengembalikan keadaan pasien ke kondisi normalnya. Pada
keadaan nyeri, pasien akan cenderung untuk tidak menggerakan kepala. Hal ini
bisa menyebabkan spasme otot leher yang lama-kelamaan akan menyebabkan
atrofi otot. Atrofi otot akan menambah rasa nyeri pada pasien karena otot leher
akan mengalami penurunan fungsinya dalam mempertahankan posisi kepala.
Terapi Latihan dapat berupa :
a) Latihan penguatan otot leher
Latihan penguatan otot dilakukan secara isotmetrik, yakni melawan tahanan yang
tidak bergerak atau dengan mempertahankan leher pada posisi statik. Latihan
30

isometrik cervical ini dilakukan secara self resistance pada posisi duduk.
(1) Fleksi
Pasien meletakkan ke dua tangan dan menekan dahi dengan telapak tangan,
kemudian kepala melakukan gerakan fleksi (mengangguk) tetapi ditahan dengan
tangan agar tidak terjadi gerakan.
(2) Lateral Bending
Pasien menekan dengan tangan pada sisi lateral kepala dan mencoba untuk lateral
fleksi kepala, tahanan diberikan pada telinga dan bahu, di usahakan tidak terjadi
gerakan.
(3) Ekstensi axial
Pasien menekan belakang kepala dengan kedua tangan dimana tahanan diberikan
pada belakang kepala dekat puncak kepala.

(4) Rotasi
Pasien menekan dengan satu tangan menahan pada daerah atas dan lateral dari
mata dan mencoba memutar kepala (rotasi) tetapi tetap ditahan agar tidak terjadi
gerakan.
Preskripsi untuk latihan kekuatan sebagai berikut
a) Intensitas (beban) : 100% dari kontraksi maksimum
b) Durasi : 5 detik tiap kontraksi
c) Repetisi : 5-10 kontraksi
d) Frekuensi : 5 hari tiap minggu
e) Lama program : 4 minggu atau lebih
Kerugian latihan ini adalah terjadinya peningkatan tekanan darah,
disebabkan peningkatan denyut jantung tanpa perubahan perifer umum.
Pada penderita penyakit jantung, latihan isometrik dapat menyebabkan
timbulnya disaritmia ventrikel.
b) Latihan fleksibilitas / stretching otot leher
Bila terdapat rasa tidak enak akibat postur yang buruk atau adanya spasme otot,
maka R.O.M aktif akan membantu menghilangkan stress pada struktur leher,
memperbaiki sirkulasi. Tujuan dari latihan stretching pada otot leher adalah
31

menambah fleksibilitas dalam fleksi, ekstensi, rotasi dan lateral fleksi secara aktif.
Semua gerakan dilakukan perlahan sampai full R.O.M dan dilakukan beberapa
kali. Posisi pasien duduk dengan leher tergantung secara rileks pada kursi atau
berdiri rileks. Setelah itu pasien di minta untuk :
(1) Menekuk leher ke depan dan belakang (gerakan ekstensi tidak boleh dilakukan
bila terdapat penekanan saraf).
(2) Menekuk kepala ke lateral kanan dan kiri, merotasikan kepala pada masing-
masing sisi.
(3) Putar bahu, elevasi, retraksi, kemudian relaks dari scapula.
(4) Putar secara melingkar lengan mengelilingi bahu. Dikerjakan dengan siku
fleksi dan ekstensi, menggunkan gerakan sirkuler yang luas maupun kecil. Posisi
lengan ke depan atau agak menyamping. Gerakan searah maupun berlawanan
jarum jam harus digerakkan karena membantu dalam latihan postur yang benar.
Sendi harus digerakkan secara penuh setidaknya 2-3 kali sehari.
c) Latihan postur
Postur yang buruk akan menambah lordosis cervical dan penambahan beban yang
berlebih pada leher. Postur yang dimaksud salah satunya adalah forward-head
posture. Postur yang tidak tepat ini juga berpengaruh pada penekanan annulus
fibrosus dan menyebabkan penyempitan foramen intervertebrale sehingga terjadi
iritasi pada saraf bagian cervical.
Latihan postur sangat membutuhkan kesadaran dalam melakukan latihan yang
teratur. Yang dilakukan adalah melakukan teknik relaksasi otot dan stretching
untuk mengembalikan ROM normal. Pada ADL juga harus dievaluasi untuk
mencegah posisi yang memperburuk kondisi cervical serta dilakukan edukasi :
(1) Cara mengangkat barang dengan lutut fleksi.
(2) Hindari hiperekstensi leher dan forward-head posture yang terlalu lama dan
berlebihan.
(3) Perbaiki lingkungan pekerjaan penderita seperti kursi dan meja yang kurang
sesuai ukuran tingginya, lingkungan tidur seperti bantal yang sesuai tingginya dan
matras untuk membantu relaksasi otot.

Problematika fisioterapi
32

1. Impairment, yaitu berupa nyeri, penurunan kekuatan otot bahu dan leher,
serta penurunan lingkup gerak sendi bahu dan leher..
2. Functional limitation, berupa gangguan saat menengok dan menunduk, nyeri
saat bangun tidur dan tidur miring, nyeri saat mengangkat lengannya.
3. Disability, yaitu tidak ada gangguan dalam bersosialisasi dengan
masyarakat.

II.6.4 Operasi
Tindakan operatif lebih banyak ditujukan pada keadaan yang disebabkan
kompresi terhadap radiks saraf atau pada penyakit medula spinalis yang
berkembang lambat serta melibatkan tungkai dan lengan. Pada penanggulangan
kompresi tentunya harus dibuktikan dengan adanya keterlibatan neurologis serta
tidak memberikan respon dengan terapi medikamentosa biasa.

L. Edukasi1
Untuk mencapai kondisi pemulihan pasien sehingga bisa secepatnya kembali
bekerja adalah kesadaran tentang pentingnya kesehatan dan lingkungan kerja yang
baik. Untuk mencegah terjadinya nyeri tengkuk ada beberapa nasehat yang
bermanfaat:
- Sikap tubuh yang baik dimana tubuh tegak, dada terangkat, bahu santai,
dagu masuk, leher merasa kuat, longgar dan santai.
- Tidur dengan bantal.
- Memelihara sendi otot yang fleksibel dan kuat dengan latihan yang benar.
- Pencegahan nyeri cervical ulangan yaitu dengan memperhatikan posisi saat
duduk, mengendarai kendaraan, dan posisi leher yang berkaitan dengan
berbagai pekerjaan atau aktivitas sehari-hari.
- Menghindari bekerja dengan kepala terlalu turun atau satu posisi dalam
waktu yang lama, pegangan dan posisi yang sering berulang.

2.2.9 Komplikasi
Komplikasi dari Cervical Root Syndrome adalah atrofi otot-otot leher dan adanya
kelemahan otot-otot leher dan bahu, dan ketidakmampuan tangan untuk
33

melakukan aktifitas

Вам также может понравиться

  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Документ2 страницы
    Kata Pengantar
    metafitrian
    Оценок пока нет
  • Pegagan
    Pegagan
    Документ23 страницы
    Pegagan
    DellaTrissia
    Оценок пока нет
  • Hepatology of Hepar
    Hepatology of Hepar
    Документ16 страниц
    Hepatology of Hepar
    Frans Herrin Rengirit
    Оценок пока нет
  • Test Provokasi Nyeri
    Test Provokasi Nyeri
    Документ34 страницы
    Test Provokasi Nyeri
    Uwais Al
    Оценок пока нет
  • Usulan Judul
    Usulan Judul
    Документ1 страница
    Usulan Judul
    Uwais Al
    Оценок пока нет
  • Cover As SC
    Cover As SC
    Документ1 страница
    Cover As SC
    Uwais Al
    Оценок пока нет
  • P - Drug CN
    P - Drug CN
    Документ9 страниц
    P - Drug CN
    Uwais Al
    Оценок пока нет
  • Jurnal RHM
    Jurnal RHM
    Документ5 страниц
    Jurnal RHM
    Uwais Al
    Оценок пока нет
  • Antitusif CN
    Antitusif CN
    Документ7 страниц
    Antitusif CN
    Uwais Al
    Оценок пока нет
  • P - Drug CN
    P - Drug CN
    Документ9 страниц
    P - Drug CN
    Uwais Al
    Оценок пока нет
  • Cts
    Cts
    Документ25 страниц
    Cts
    Uwais Al
    Оценок пока нет
  • Referat 3
    Referat 3
    Документ27 страниц
    Referat 3
    Uwais Al
    Оценок пока нет
  • DB CN
    DB CN
    Документ35 страниц
    DB CN
    Uwais Al
    Оценок пока нет
  • Blok 23. Miopia
    Blok 23. Miopia
    Документ24 страницы
    Blok 23. Miopia
    Mutiara M J
    Оценок пока нет
  • Bab I
    Bab I
    Документ2 страницы
    Bab I
    Uwais Al
    Оценок пока нет
  • Lapkas RM Moon
    Lapkas RM Moon
    Документ27 страниц
    Lapkas RM Moon
    cokurci91
    Оценок пока нет
  • Bab Ii CN DF
    Bab Ii CN DF
    Документ5 страниц
    Bab Ii CN DF
    Uwais Al
    Оценок пока нет
  • Jurnal RHM
    Jurnal RHM
    Документ5 страниц
    Jurnal RHM
    Uwais Al
    Оценок пока нет
  • Cover LPJ
    Cover LPJ
    Документ2 страницы
    Cover LPJ
    Uwais Al
    Оценок пока нет
  • Cover
    Cover
    Документ1 страница
    Cover
    Uwais Al
    Оценок пока нет
  • BAB I F Pelvis CN
    BAB I F Pelvis CN
    Документ2 страницы
    BAB I F Pelvis CN
    Uwais Al
    Оценок пока нет
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Документ1 страница
    Daftar Pustaka
    Uwais Al
    Оценок пока нет
  • Bab I
    Bab I
    Документ2 страницы
    Bab I
    Uwais Al
    Оценок пока нет
  • BAB I F Pelvis CN
    BAB I F Pelvis CN
    Документ2 страницы
    BAB I F Pelvis CN
    Uwais Al
    Оценок пока нет
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Документ2 страницы
    Kata Pengantar
    Uwais Al
    Оценок пока нет
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Документ1 страница
    Daftar Pustaka
    Rahmatika Lestari
    Оценок пока нет
  • Laporan Kasus COVER
    Laporan Kasus COVER
    Документ3 страницы
    Laporan Kasus COVER
    Uwais Al
    Оценок пока нет
  • Soal Ii
    Soal Ii
    Документ1 страница
    Soal Ii
    Uwais Al
    Оценок пока нет
  • SOAL I Forensik
    SOAL I Forensik
    Документ1 страница
    SOAL I Forensik
    Uwais Al
    Оценок пока нет