Вы находитесь на странице: 1из 17

KEBANGSAAN

Wawasan Kebangsaan Indonesia adalah cara pandang mengenai diri dan tanah airnya
sebagai negara kepulauan dan sikap bangsa Indonesia terhadap diri dan lingkungannya,
dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan
berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.

Selain pengertian Wawasan Kebangsaan Indonesia diatas. Prof. Muladi, Gubernur


Lemhannas RI, meyampaikan bahwa wawasan kebangsaan indonesia adalah cara
pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya, mengutamakan kesatuan dan
persatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.

Wawasan kebangsaan dapat juga diartikan sebagai cara memandang / sudut pandang yang
mengandung kemampuan seseorang atau kelompok orang untuk memahami keberadaan jati
diri sebagai suatu bangsa dalam memandang dirinya dan bertingkah laku sesuai falsafah
hidup bangsa dalam lingkungan internal dan lingkungan eksternal (Suhady dan Sinaga,
2006).

Wawasan Kebangsaan Indonesia juga dikenal sebagai sebuah pedoman yang masih bersifat
filosofia normatif. Sebagai perwujudan dari rasa dan semangat kebangsaan yang melahirkan
bangsa Indonesia. Akan tetapi situasi dan suasana lingkungan yang terus berubah sejalan
dengan proses perkembangan kehidupan bangsa dari waktu ke waktu. Wawasan Kebangsaan
Indonesia harus senantiasa dapat menyesuaikan diri dengan perkembagan dan berbagai
bentuk implementasinya.

Makna Wawasan Kebangsaan


Wawasan Kebangsaan bagi bangsa Indonesia memiliki berbagai makna, salah satunya
adalah:

1. Wawasan kebangsaan mengamanatkan kepada seluruh bangsa agar menempatkan


persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa di atas kepentingan
individu atau golongan.
2. Wawasan kebangsaan tidak memberi tempat pada patriotisme yang licik
3. Wawasan kebangsaan mengembangkan persatuan Indonesia sedemikian rupa
sehingga asas Bhinneka Tunggal Ika dipertahankan.
4. NKRI yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur bertekad untuk
mewujudkan bangsa yang maju dan mandiri serta sejahtera lahir batin, sejajar dengan
bangsa lain yang sudah maju.
5. Dengan wawasan kebangsaan yang dilandasi oleh pandangan hidup Pancasila, bangsa
Indonesia telah berhasil merintis jalan menjalani misinya di tengah-tengah tata
kehidupan di dunia.

Nilai Dasar Wawasan Kebangsaan


Nilai Wawasan Kebangsaan yang terwujud dalam persatuan dan kesatuan bangsa memiliki 6
dimensi yang bersifat mendasar dan fundamental, yaitu sebagai berikut:
1. Penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa.
2. Cinta atas tanah air dan bangsa.
3. Demokrasi atau kedaulatan rakyat.
4. Tekad bersama untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas, merdeka, dan besatu.
5. Masyarakat adil-makmur.
6. Kesetiakawanan sosial.

Mengapa Wawasan Kebangsaan Harus Ada ?


Wawasan Kebangsaan merupakan konsep politik bangsa Indonesia yang memandang
Indonesia sebagai satu kesatuan wilayah, meliputi tanah (darat), air (laut) termasuk dasar laut
dan tanah di bawahnya dan udara di atasnya secara tidak terpisahkan, yang mempersatukan
bangsa dan negara secara menyeluruh mencakup segenap bidang kehidupan nasional yang
meliputi aspek ekonomi, politik, sosial budaya, dan hankam.

Wawasan Kebangsaan sebagai konsepsi politik dan kenegaraan yang merupakan manifestasi
pemikiran politik bangsa Indonesia. Sebagai satu kesatuan negara kepulauan, secara
konseptual, geopolitik Indonesia dituangkan dalam salah satu doktrin nasional yang disebut
Wawasan Nusantara dan politik luar negeri bebas aktif. Sedangkan geostrategi Indonesia
diwujudkan melalui konsep Ketahanan Nasional yang bertumbuh pada perwujudan kesatuan
ideologi, ekonomi, politik, sosial budaya dan pertahanan keamanan.

Landasan Wawasan Kebangsaan

 Konstitusional ==> UUD 1945


 Idiil ==> Pancasila

Terdapat 3 Unsur Dasar Wawasan Kebangsaan, Yaitu:

1. Wadah (Contour)
2. Isi (Content)
3. Tata laku (Conduct)

Berikut penjelasan dari ke 3 Unsur Dasar Wawasan Kebangsaan diatas.


Wadah (Contour)
Wadah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara mencakup seluruh wilayah
Indonesia yang memiliki sifat serba nusantara dengan kekayaan alam dan penduduk serta
aneka ragam budaya. Bangsa Indonesia mempunyai organisasi kenegaraan yang merupakan
wadah beragam kegiatan kenegaraan dalam bentuk supra struktur politik dan wadah dalam
kehidupan bermasyarakat pada berbagai kelembagaan dalam bentuk infra struktur politik.

Isi (Content)
Isi (Content) merupakan aspirasi bangsa yang berkembang di masyarakat dan cita-cita serta
tujuan nasional.

Tata laku (Conduct)


Hasil interaksi antara wadah dan isi wawasan kebangsaan akan berwujud tata laku, yang
terdiri dari :

 Tata laku Lahiriah yaitu tercermin dalam perbuatan, tindakan dan perilaku dari bangsa
Indonesia.
 Tata laku Bathiniah yaitu mencerminkan jiwa, semangat dan mentalitas yang baik dari
bangsa Indonesia.

Kedua tata laku tersebut mencerminkan identitas kepribadian / jati diri bangsa berdasarkan
kekeluargaan dan kebersamaan yang mempunyai rasa bangga dan cinta terhadap bangsa dan
tanah air sehingga menyebabkan rasa nasionalisme yang tinggi dalam segala aspek kehidupan
nasional.

Asas Wawasan Kebangsaan


Merupakan ketentuan-ketentuan dasar yang harus dipatuhi, dipelihara, ditaati dan diciptakan
agar terwujud demi tetap taat dan setianya unsur / komponen pembentuk bangsa Indonesia
(golongan/suku) terhadap kesepakatan (commitment) bersama. Asas Wawasan Kebangsaan
terdiri dari:

1. Kepentingan/Tujuan yang sama


2. Solidaritas
3. Keadilan
4. Kerjasama
5. Kejujuran
6. Kesetiaan terhadap kesepakatan

Hakekat Wawasan Kebangsaan


Hakekat Wawasan Kebangsaan Adalah keutuhan nasional / nusantara, dalam pengertian cara
pandang yang selalu utuh menyeluruh dalam lingkup nusantara dan demi kepentingan
nasional.

Berarti setiap warga negara dan aparatur negara wajib berfikir, bersikap dan bertindak secara
utuh menyeluruh dalam lingkup dan demi kepentingan bangsa termasuk produk-produk yang
dihasilkan oleh lembaga negara.

Baca Juga : Wawasan Nusantara Sebagai Geopolitik Indonesia lengkap Pengertian dan
Penjelasan

Hubungan Wawasan Kebangsaan dan Ketahanan


Nasional
Dalam penyelenggaraan kehidupan nasional agar senantiasa mengarah pada pencapaian
tujuan nasional diperlukan suatu landasan dan pedoman yang kokoh berupa konsepsi
wawasan kebangsaan untuk mewujudkan aspirasi bangsa serta kepentingan dan tujuan
nasional.
Wawasan nasional bangsa Indonesia merupakan wawasan nusantara yang tidak lain adalah
pedoman bagi proses pembangunan nasional menuju tujuan nasional. sedangkan ketahanan
nasional adalah kondisi yang harus diwujudkan agar proses pencapaian tujuan nasional
tersebut dapat berjalan dengan sukses. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa wawasan
kebangsaan dan Ketahanan Nasional merupakan dua konsepsi dasar yang saling mendukung
sebagai pedoman bagi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara agar tetap jaya
dan berkembang seterusnya.

LKBI
Kerangka Berfikir Ilmiah

Definisi.
Pertama yang harus didefinisikan adalah kata definisi
itu sendiri. Mengapa demikian? Tanpa kita sadari secara penuh,
sebenarnya “Definisi” adalah unsur pengetahuan yang kita
butuhkan. Baik dalam kehidupan Ilmiah maupun dalam kehidupan
sehari-hari kita sering berurusan dengan “Definisi”[2].
Lalu apa defenisi dari “Defenisi”? Secara
sedrhana defenisi adalah Batasan /Membatasi sesuatu sehingga
kita dapat memiliki pengertian terhadap
sesuatu atau memberikan pengertian/penjelasan tentang sesuatu
hal dan disertai dengan batasan-batasan sehingga hal tersebut
menjadi jelas. Karena teori ini mengharuskan adanya “Batas”
dalam sebuah objek yang hendak didefinisikan, secara langsung
juga membutuhkan sesuatu yang menjadi karakteristiknya.[3] Apa
karakteristik itu? Secara singkat dapat kita sebut
sebagai Genera (Jenis) dan Difffferentia (Sifat
pembeda). Dapat disimpulkan bahwa inti dari definisi yang
pertama ini adalah menjelaskan sesuatu yang terbatas.
Konsekwesinya, jika sesuatu tidak terbatas maka tidak dapat
didefinisikan.
Jika kita mencoba mendefinisikan judul diatas (kerangka
berpikir ilmiah) maka kurang lebih seperti berikut:
Kerangka adalah sesuatu yang menyusun atau menopang yang
lain, sehingga sesuatu yang lain dapat berdiri,
dan Berpikir merupakan gerak akal dari satu titik ke titik
yang lain. Atau bisa juga gerak akal dari pengetahuan yang
satu ke pengetahuan yang lain. Pengetahuan pertama kita adalah
ketidaktahuan (kita tahu bahwa kita sekarang tidak mengetahui
sesuatu), pengetahuan yang kedua adalah tahu (kemudian kita
mengetahui apa yang sebelumnya tidak kita tahu). Wajar
kemudian ada juga yang mendefinisikan berpikir sebagai gerak
akal dari tidak tahu menjadi tahu. Tapi yang penting (inti
pembahasannya) adalah adanya gerak akal.
Ilmiah adalah sesuatu hal/penyataan yang bersifat
keilmuan yang sesuai dengan hukum-hukum ilmu pengetahuan. Atau
sesuatu yang dapat dipertanggung jawabkan, dengan menggunakan
metode Ilmiah (Prosedur atau langkah-langkah sistematis yang
perlu diambil guna memperoleh pengetahuan yang didasarkan atas
uji coba hipotesis serta teori secara terkendali). Satu hal
yang menjadi garis bawah adalah “kebenaran ilmiah tidak
mutlak, melainkan bersifat sementara, relatif, metodologis,
pragmatis, dan fungsionalis, dan pasti Epistemologis”[4].
Dengan demikian dalam kacamata dunia Ilmiah berdasarkan metode
ilmiah, ilmu pengetahuan sebagai hasil fikir manusia akan
terus bertambah tanpa mengenal batas
akhir.Permasalahan Berfikir Ilmiah sudah tentu tidak terlepas
dari kajian filsafat ilmu, karena ia merupakan bagian dari
pengetahuan ilmiah. Sebelum memasuki pembahasan mendalam
penting kiranya saya jelaskan secara singkat apa itu filsafat?
(Mengingat kajian kita nantinya akan banyak bersinggungan
dengan keilmuan ini).
Filsafat atau Falsafah (Arab) Pilosopia (Latin) bada
dasarnya berasal dari bahasa Yunani “Philo” yang berarti cinta
dan “Sophia” yang berarti arif, bijaksana / pandai. Secara
bahasa semula Filsafat lazim diterjemahkan sebagai cinta
kearifan, kepandaian[5]. Namun, cakupan pengertian “Sophia”
yang semula itu ternyata luas sekali. Dahulu “Sophia” tidak
hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi pula kebenaran
pertama, pengetahuan luas, kebajikan intelektual, pertimbangan
sehat dll.

Pembahasan.
Seorang filosof pada dasarnya bukan sosok yang menakutkan
/ kafir / tidak familier, karena tujuan awal dari filsafat
sendiri adalah Love of Wisdom sehingga orang yang berfikir
filsafat hakekatnya adalah pencari kebijaksanaan &
mencintainya. Istilah ini konon pertama di perkenalkan oleh
pytagoras.[6]
Jika diatas kita sudah membahas makna Filsafat secara
bahasa, sekarang bagaimana pemaknaan filsafat itu menurut para
filosof besar? Plato; Filsafat adalah pengetahuan yang
berminat mencapai pengetahuan kebenaran
asli. Aristoteles; Filsafat adalah ilmu (Pengetahuan) yang
meliputi kebenaran yang terkandung didalam ilmu-ilmu
metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan
estetika. Al-Farbi; Filsafat adalah ilmu pengetahuan ttg alam
wujud, bagaimana hakekat yang sebenarnya. Hasbullah
Bakry; Ilmu filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala
sesuatu dengan mendalam.[7]
Disini penulis akan menitik beratkan pada tradisinya,
bukan sekedar pengertiannya.Dari sekian filosof yang kita
kenal baik didunia barat maupun timur, ada satu tradisi yang
hampir-hampir menjadi benang merah ketika menyelesaikan
sesuatu sdengan jalan filosofis, yaitu tradisi
berfikir. Filsafat yang mempunyai arti sebagai berpikir secara
radikal, menyeluruh dan sistematis. Maksudnya, dengan berpikir
radikal (bhs Yunani radix=akar) atau sampai ke akar-
akarnyabukan cuman dlohirnya, sehingga melihat sesuatu secara
menyeluruh dan tersusun sehinggadiharapkan kita dapat
lebih arif dalam melihat persoalan. Ketika dilekatkan dengan
kata ilmu maka berarti secara radikal, menyeluruh,
komperhensif, diskriptif dan sistematis[8] terhadap ilmu.
Menurut Jujun S. Suriasumantri filsafat ilmu merupakan
bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara
spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Lebih
lanjut Jujun mengatakan bahwa semua sistem kefilsafatan selalu
berkisar pada masalah Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi
karena, ketiga sub sistem tersebut selalu berkaitan satu sama
lain. Ontologi ilmu terkait dengan Epistemologi ilmu, dan
Epistemologi ilmu terkait dengan Aksiologi ilmu.
Atau secara sederhana dapat kita katakan
bahwa: Epistemologi adalah ilmu yang membahas tentang sumber
pengetahuan berikut kevalidan sebuah sumber. Kedua Ontologi,
membahas tentang hakikat sesuatu dalam hal eksistensi dan
esensi. Atau dengan kata lain keberadaan dan keapaan sesuatu.
Ketiga aksiologi, membahas tentang kegunaan sesuatu. Dalam
materi ini saya akan lebih banyak membahas aspek Epistemologi,
yang lainnya hanya untuk memperjelas saja.
Menurut William S. Sahakian; Epistemologi merupakan
“pembahasan mengenai bagaimana kita mendapatkan pengetahuan :
Apakah sumber pengetahuan? Apakah hakikat, jangkauan dan ruang
lingkup pengetahuan? Apakah manusia dimungkinkan untuk
mendapatkan pengetahuan? Sampai tahap mana pengetahuan yang
mungkin untuk ditangkap manusia.
Secara Bahasa / Lughowi, Epistemologi berasal dari
bahasa Yunani, episteme, yang berarti pengetahuan. Istilah
yang sama dalam bahasa yunani adalah Genosis, sehingga dalam
sejarahnya istilah Epistemologi ini pernah juga disebut
“Genoseologi”.[9] Pengetahuan dalam hal ini ada beberapa
persoalan pokok yang secara garis besar terbagi dua. Pertama,
persoalan tentang apa yang kelihatan (phenomena/appearance)
versus hakikat (noumena/essence): Apakah sumber pengetahuan?
Dari mana sumber pengetahuan yang benar itu datang? Bagaimana
cara diketahuinya? Benarkah ada realita di luar pikiran kita?
Apakah kita mengetahuinya?. Kedua, tentang mengkaji kebenaran
atau verifikasi: Apakah pengetahuan kita itu benar (valid)?
Bagaimana kita dapat membedakan yang benar dan yang
salah?. (Ringkasnya; Bagaimana kita mengetahui atau memperoleh
pengetahuan dan bagaimana menguji kebenaran pengetahuan tsb /
Evaluatif dan Kritis)[10].
Lantas apa itu pengetahuan? Ada yang mengatakan
pengetahuan adalah informasi atau ide, yang telah diterima
sebagai fakta yang benar, bisa jadi itu diperoleh dengan
pengindraan atau kegiatan empirik secara langsung maupun
melalui proses penalaran rasional terhadap ide-ide yang telah
ada dalam alam pikir manusia.[11] Dikemudian hari orang yang
lebih menekankan kegiatan empirik untuk memperoleh pengetahuan
dikatagorikan dalam penganut faham Empirisme sedangkan yang
mengandalkan pada rasionalitas disebut sebagai penganut faham
Rasionalisme sebagaimana sejarah Filsafat Barat mencatat; Ada
dua aliran pokok dalam epistemologi. Pertama, idealism atau
rasionalism (Plato), yaitu suatu aliran pemikiran yang
menekankan pentingnya peran “akal”, “idea”, “category”,
“form”, sebagai sumber ilmu pengetahuan, dan mengesampingkan
peran “indera”. Kedua,
adalah realism atauempiricism (Aristoteles), yaitu aliran
pemikiran yang lebih menekankan peran “indera” sebagai sumber
sekaligus alat memperoleh pengetahuan, serta menomorduakan
akal. Kedua aliran tersebut lahir pada zaman Yunani antara
tahun 423 sampai dengan tahun 322 sebelum Masehi.
Selanjutnya dalam sejarah filsafat Islam tercatat aliran
epistemologi yang menekankan pentingnya integrasi
metode rasionalism dan empiricsm yang melahirkan metode
eksperimen. Dalam metode ini pertentangan antara penalaran
rasio dan empiri seperti yang dianut Barat dihilangkan. Metode
ini dikembangkan oleh sarjana-sarjana Muslim pada abad
keemasan Islam, yaitu ketika ilmu dan pengetahuan lainnya
mencapai titik kulminasi antara abad IX dan XII Masehi.
Kemudian diperkenalkan di dunia Barat oleh filsuf Roger Bacon
(1214-1294) serta dimantapkan sebagai paradigma ilmiah atas
usaha Francis Bacon (1561-1626). Fakta ini diperkuat oleh H.G.
Wells yang menyatakan bahwa “jika orang Yunani adalah bapak
metode ilmiah, maka orang Muslim adalah bapak angkatnya”.
Dalam perjalanan sejarah maka lewat orang Muslimlah dunia
modern sekarang ini mendapatkan kekuatan dan cahayanya, dan
diakui telah memberi sumbangan besar bagi lahirnya renaissans
dalam peradaban Barat (Insya Allah akan dibahas nanti, jika
memungkinkan, jika tidak ya tetap bisa dipelajari & bisa
dibaca).
Setelah mengetahui pokok dasar dari
epistemologi adalah “Bagaimana kita mendapat pengetahuan”
perlu kiranya kita mengetahui sumber-sumber
pengetahuan. Secara umum ada beberapa mazhab pemikiran
yang berusaha menawarkan sumber-sumber
pengetahuansebagai mana berikut:

1. Skriptualisme
Skriptualisme adalah sebuah sistem berpikir yang dalam
menilai kebenaran digunakan teks kitab. Asumsi dasar yang
terbangun adalah teks dalam kitab mutlak adanya, oleh
karenanya dalam penilain kebenaran harus sesuai dengan teks
kitab. Mempertanyakan teks kitab sama saja dengan
mempertanyakan kemutlakan. Biasanya kaum skriptual adalah
orang yang beragama secara sederhana. Maksudnya, peran akal
dalam wilayah keagamaan sangat sempit bahkan hampir tidak ada.
Akal dianggap terbatas dan tidak mampu menilai, olehnya
kembali lagi ke teks kitab. Namun dalam wilayah epistemologi,
skriptualisme memiliki beberapa kekurangan, antara lain:
· Tidak memiliki alasan yang jelas, mengapa kita harus
mempercayai kitab tersebut. Kalau yang mutlak adalah teks
kitab, maka pertanyaannya “Bagaimana caranya diantara banyak
kitab menilai bahwa kitab inilah yang benar”. Kalau kita
langsung percaya, maka kitab lain juga harus kita langsung
percaya. Nah, kalau kontradisi, kitab yang mana benar?
Artinnya, kelemahan pertamanya adalah butuh sesuatu dalam
membuktikan kebenaran sebuah kitab.
· Dari kelemahan pertama dapat kita turunkan kelemahan
berikutnya, yakni: terjebak pada subjektifitas. Artinya,
kebenaran sebuah kitab sangat tergantung pada umatnya.
Kebenaran Al Qur’an, walau berbicara universal, hanya
dibenarkan oleh umat Islam. Umat Nasrani, Budha dan sebagainya
meyakini kitab mereka masing-masing. Sementara kita tidak
dapat memaksakan kitab kita pada umat lain sebagaimana kita
pun pasti tidak akan menerima teks kitab umat lain
· Kelemahan ketiga adalah teks adalah “tanda” atau simbol
yang membutuhkan penafsiran. Kitab tidak bisa berinteraksi
langsung, tetapi melewati proses penafsiran. Sementara dalam
penafsiran sangat tergantung kualitas intelektual dan
spiritual seseorang. Makanya kemudian, adalah wajar jika
sebuah teks dapat dimaknai berbeda. Sebagai contoh, surah 80:1

“Alif laam miin”


Teks tidak dapat membuktikan pencipta

2. Idealisme Platonian
Pemikiran Plato dapat digambarkan kurang lebih seperti
ini. Sebelum manusia lahir dan masih berada di alam ide, semua
kejadian telah terjadi. Olehnya, manusia telah memiliki
pengetahuan. Ketika terlahir di alam materi ini, pengetahaun
itu hilang. Untuk itu yang harus manusia lakukan kemudian
adalah bagaimana mengingat kembali. Pengetahuan yang kita
miliki hari ini kemarin dan akan datang sebetulnya (dalam
perspektif teori ini) tidak lebih dari pengingatan kembali.
Teori ini juga sering disebut sebagai teori pengingatan
kembal. Namun sebagai alat penilaian, teori ini memiliki
beberapa kekurangan.
· Tidak ada landasan yang memutlakkan bahwa dahulu kita
pernah di alam ide
· Turunan dari yang pertama, kalaupun (jadi diasumsikan
teori ini benar) ternyata sebelum lahir kita telah memiliki
pengetahuan, maka persoalannya adalah apakah pengetahuan kita
saat ini selaran dengan pengetahuan kita sewaktu di alam ide.
Kalau dikatakan selaras, apa yang dapat dijadikan bukti.
· Ketiga, tidak diterangkan dimanakah ide dan material
itu menyatu (saat manusia belum dilahirkan), dan mengapa
disaat kita lahir, tiba-tiba pengetahuan itu hilang. Kalau
dikatakan material kita terlalu kotor untuk menampung ide,
maka mengapa saat ini kita bukan saja memiliki ide, tapi
bahkan mampu mengembangkan ide disaat material kita justru
semakin kotor.

3. Empirisme
Doktrin empirisme berlandaskan pada pengalaman dan
persepsi inderawi. Oleh karena itu, kebenaran dalam doktrin
ini adalah sesuatu yang dapat ditangkap oleh indra manusia.
Bangunan sains kita pada hari ini sangat kental nuansa
empirisnya. Tetapi empirisme memiliki kekurangan sebagai
berikut:
· Indera terbatas mata misalnya memiliki daya jangkau
penglihatan yang berbeda. Begitupun telinga dan indera
lainnya. Olehnya indera hanya bisa menangkap hal-hal yang
bersifat terbatas atau material pula. Makanya fenomena
penyembahan dan jatuh cinta misalnya, tidak dapat dijawab
dengan tepat oleh kaum empiris.
· Indera dapat mengalami distorsi. Sebagai contoh
terjadinya fatamorgana atau pembiasan benda pada dua zat
dengan kerapatan molekul berbesa. Ketika kita masukkan pensil
ke dalam gelas berisi air kita akan melihatnya bengkok karena
kerapatan molekul air, gelas dan udara sebagai medium berbeda.
Padahal jika kita periksa ternyata pensil tetap lurus.

4. Kaum Perasa (Intuisi)


Kaum perasa selalu menjadikan perasaannya sebagai tolok
ukur kebenaran. Ciri khas mereka adalah “Yakin saja”. Mereka
menganggap dirinya sebagai orang yang paling mampu mendengar
suara hatinya, dan menjadikan suara hatinya sebagai ukuran
kebenaran. Banyak orang beragama seperti ini padahal sistem
berpikir macam ini memiliki kekurangan dalam pembuktian
kebenaran sebagai berikut:
· Tidak jelas yang didengar itu adalah suatu hati atau
justru sekedar gejolak emosional, atau bahkan (dengan
pendekatan orang beragama) justru bisikan setan. Jangan sampai
hanya gejolak emosi lantas dianggap suara hati, atau bisikan
setan. Nah persoalannya bagaimana membedakannya?
· Kalau pun didengar adalah suara hati, maka akan
subjektif. Karena hati orang berbeda. Jika subjektif, maka
yang didapatkan adalah relativitas, bukan kemutlakan.
· Tidak punya landasan mengapa kita mesti mengikuti suara
hati. Kalau akal menjustifikasi penggunaan hati berarti tidak
konsisten. Tetapi kalau menggunakan hati sebagai alasan
mengapa harus mengikuti suara hati, maka kembali ke point
sebelumnya.

Selanjutnya dalam kacamata Epistemologi ada beberapa


istilah yang penting untuk diketahui seperti Skeptisme; Dalam
bahasa yunaninya adalah Skeptomai maknanya saya berfikir
dengan seksama atau saya lihat dengan teliti, kemudian
diturunkan arti yang dihubungkan dengan kata tersebut yaitu
“Saya Meragukan”. Adalah Naif jika ada orang yang tidak pernah
meragukan sesuatu apapun, dengan meragukan maka proses
verifikasi akan terjadi. Kemudian Subjektivisme; Mengandaikan
bahwa satu-satunya hal yang dapat kita ketahui dengan pasti
ada dalam diri kita sendiri & kegiatan sadar kita. Dengan kata
lain pengetahuan yang bukan AKU adalah pengetahuan yang tidak
langsung. Sehingga muncul apa yang disebut dengan The Problem
of Bridge (Soal Jembatan Pengetahuan), yaitu Bagaimana orang
dapat keluar dari pikirannya sendiri dan mengetahui dunia
objektiv diluar kita? Bagaimana kita bisa tau bahwa gagasan
itu memang sesuai dengan Objeknya sendiri (Bukan cuman ilusi
kita) Relativisme; Mengingkari adanya dan diketahuinya
kebenaran yang Objektiv dan Universal oleh manusia (Kebenaran
yang ada dimanusia adalah kebenaran yang bersifat relatif)[12]
Mana yang Rasional..? Menurut Kang Jalal, sesutu kadang
dianggap tidak rasional karena tiga hal. Pertama tidak
empiris. Sesuatu yang tidak dicerna indra manusia biasanya
dianggap tidak rasional. Hal ini umumnya menghinggapi orang
yang sangat empiris. Kedua menyimpang dari rata-rata. Sewaktu
perang Khaibar, kaum muslim menundukkan benteng terakhir kaum
Yahudi. Para sahabat sejumlah 50 laki-laki yang kuat tidak
mampu mengangkat pintu benteng itu, tapi Sayyidina Ali mampu
mengangkatnya sendirian. Ini dianggap tidak rasional, padahal
hal ini rasional hanya tidak seperti kebanyakan. Ketiga tidak
tahu. Ketidaktahuan adalah kelemahan yang orang berusaha
tutupi dengan penisbahan stigma irasional.
Rasionalisme tidak menutup diri dari teks, pengalaman
atau persepsi inderawi, juga perasaan. Akan tetapi kaum
rasionalis menggunakan akal dalam menilai semua yang ditangkap
oleh bagian diri kita. Namun bagi sekelompok orang, akal tidak
dapat digunakan untuk menilai kebenaran. Alasannya, akal
terbatas. Artinya penggunaan akal sangat dekat dengan
mengakal-akali sesuatu.
Memang benar bahwa akal terbatas dibanding PenciptaNya
(selanjutnya dibahas dalam materi NDP / Dasar-Dasar
Kepercayaan), akan tetapi akal sebagai potensi untuk tahu,
dimana batasnya? Hukum akal menyatakan bahwa sebab selalu
mendahului, lebih kuat dari akibat. Jadi kesadaran akal
sebagai ciptaan atau akibat pasti memiliki keterbatasan
dihadapkan dengan penciptaNya. Cuma persoalannya adalah sejauh
mana kita gunakan akal kita untuk mengetahui.
Dalam kacamata seorang filsuf bahwa manusia adalah
binatang berakal. Secara Biologis manusia memiliki syarat-
syarat kebinatangan seperti respirasi, eksresi, regenerasi dan
sebagainya. Bedanya Cuma satu, akal. Artinya manusia yang
tidak menggunakan akalnya bisa lebih buruk daripada binatang.
Kadang orang merancukan antara akal dan otak. Katanya,
otaklah yang berpikir. Untuk menjawab hal ini sederhana.
Seandainya otak yang berpikir, maka tentu saja kerbau adalah
makhluk yang cerdas karena volume otaknya lebih besar dari
manusia. Ternyata kedokteran modern menemukan bahwa dalam otak
terdapat sel yang disebut neuron. Neuron inilah yang
mengkoordinasikan kerja syaraf dalam tubuh dimana tubuh disisi
kanan diatur melalui tulang belakang menuju ke otak kiri
begitupun sebaliknya. Artinya otak tidak ada hubungannya
dengan akal. Otak tidak lebih dari sebuah organ seperti
jantung, paru-paru dan sebagainya.

Dalam diri kita ada beberapa fakultas pengetahuan,


diantaranya:
· Indera, yang mencakup warna, bentuk, bunyi, bau,dam
sebagainya. Perbedaan dengan empirisme, empirisme menjadikan
indera sebagai tolok ukur sedang rasionalisme menjadikan
indera sebagai sumber pengetahuan namun bukan utama.
· Khayal. Hasil persekutuan ide yang tidak memiliki
realitas eksternal. Misalnya ide manusia dan monyet yang
kesemuanya memiliki realitas eksternal, namun jika digabungkan
menjadi kera sakti yang hanya memiliki realitas internal
(dalam ide) tapi tidak direalitas eksternal.
· Wahmi. Berkaitan dengan perasaan. Benci, cinta, rindu,
jengkel dan sebagainya. Ilmu secara wahmiyah seperti pada kaum
perasa diatas. Cuma perbedaannya wahmi masih dikontrol, bukan
sebagai patokan utama.
· Akal. Fakultas dalam diri kita yang mengontrol
semuanya.

Kita telah sampai pada pentingnya akal dalam menilai


sesuatu. Namun, persoalannya lagi bahwa ternyata akal pun
masih bisa salah. Artinya akal tidak mutlak. Untuk menjawab
hal ini, kita kembali ke pendefinisian awal. Berpikir adalah
gerak akal. Hal ini berarti menandakan adanya proses. Analogi
sederhana motor adalah akalnya, mengendarai motor adalah
menggerakkan motor dari satu titik ke titik lain, atau
berpikir. Dalam proses itu harus menaati aturan yang ada. Jika
kita tidak menaati aturan seperti lampu lalu lintas dan rambu-
rambu maka akan terjadi kecelakaan. Berpikir dengan tidak
menaati rambu-rambu atau aturan berpikir akan menyebabkan
kecelakaan berpikir.
Jadi terjadi kesalahan berpikir bukan akalnya yang
salah, tapi penggunaannya yang tidak tepat. Untuk itu kita
harus mengetahui bagaimana aturan berpikir yang mutlak adanya,
yang itupun harus dinilai kebenarannya.
Seorang pemikir telah membantu kita menyusun prinsip
atau aturan berpikir tersebut yang sering disebut logika
aristotelian atau logika formal sebagai berikut:
1. Prinsip identitas. Prinsip ini menyatakan bahwa sesuatu hanya
sama dengan dirinya sendiri. Secara matematis dirumuskan: X=X
2. Prinsip non kontradiksi. Prinsip ini menyatakan bahwa tiada
sesuatu pun yang berkontradiksi. Sesuatu berbeda dengan bukan
dirinya. Jika diturunkan melalui rumus matematika: X ≠ X
3. Prinsip kausalitas. Prinsip ini menyatakan bahwa tidak ada
sesuatupun yang kebetulan. Setiap sebab melahirkan akibat.
4. Prinsip keselarasan. Prinsip ini menyatakan bahwa setiap
akibat selaras dengan sebabnya.
Kira-kira begini:
Kambing jika kita beri emas dan rumput ia tidak akan
mengambil emas karena rumput = rumput dan emas = emas artinya
justru prinsip ini berlaku universal.
Ketika kita menangkap sesuatu kama akal kita akan
mengatakan bahwa tidak mungkin dia ada dengan sendirinya,
pasti ada penyebabnya. Dan akibat pasti selaras dengan
sebabnya. Tidak mungkin benih jagung menyebabkan tumbuhnya
pohon kurma. Semua yang ada di alam ini adalah bukti
kemutlakan prinsip yang niscaya lagi rasional ini.
Untuk menjelaskan hal itu Aristoteles juga mengembangkan
metode ke dalambeberapa macam (Yang sebenarnya tidak jauh
beda): 1. Induksi yaitu penalaran dari yang khusus kepada yang
umum, 2. Deduksi yaitu penalaran dari yang umum kepada yang
khusus 3. Observasi yaitu penggunaan bukti empiris, 4.
Klasifikasi yaitu penggunaan definisi. Beberapa metode yang
bermunculan sesuai dengan bidang keilmuannya diantaranya
phytagoras mengembangkan metode perhitungan matematika,
democritus dengan mengajukan konsep mekanisme. Dan metode
ilmiah akhirnya menjadi sebuah tahapan yang bervariasi sesuai
dengan disiplin ilmumyang dihadapi & untuk jelasnya silahkan
baca buku logika atau kajian.

Pengantar Prinsip dan Bentuk Epistemologi Islam


Sesungguhnya cara berpikir rasional dan empirik
merupakan bagian yang sah dari epistemologi Islam, bahkan
menjadi unsur permanen dalam sistem epistemologinya. Metode
eksperimen misalnya adalah produk kultur otentik dari budaya
berpikir logis dengan bukti-bukti empiris yang dikembangkan
sarjana-sarjana Muslim. Sejarah membuktikan dengan
ditemukannya Aljabar, Manthiq, Ilmu Falak dan lain-lain di
dunia Islam jauh sebelum Eropa mengenal metode eksperimen dan
hanya terkungkung pada corak berpikir monolinear antara
rasionalisme atau empirisme serta mengesampingkan peran ajaran
agama (sekularisme).
Di samping itu, salah satu karakteristik terpenting dari
epistemologi Islam serta membedakannya dari epistemologi Barat
yang sekular adalah masuknya nilai-nilai ajaran normatif agama
secara signifikan sebagai prinsip-prinsip dalam epistemologi
Islam. Wahyu (Al-Qur’an dan Al-Hadits) diyakini memiliki peran
sentral dalam memberi inspirasi, mengarahkan, serta menentukan
skop kajian ke arah mana sains Islam itu harus ditujukan.
Konsepsi ini mempunyai akibat-akibat penting terhadap
metodologi sains dalam Islam. Sehingga tidak heran bila
kemudian wahyu diletakkan pada posisi tertinggi sebagi cara,
sumber dan petunjuk pengetahuan Islam.
Permasalahannya, mengapa epistemologi Islam masih harus
disandarkan pada wahyu apabila dengan metode eksperimennya
telah dicapai titik sebuah kebenaran logis-empiris? Jawabnya
adalah bahwa manusia diyakini memilki keterbatasan kemampuan
untuk mengetahui hakikat ilmu pengetahuan. Kenyataan
membuktikan paradigma yang telah dibangun manusia terus
menghadapi dilema-dilema besar yang semakin sulit dipecahkan.
Dalam konteks ini manusia memerlukan petunjuk sebagai premis
dari kebenaran. Premis kebenaran itu pastilah bersumber dari
yang Maha Benar, yaitu Tuhan. Tuhan telah mewahyukan
kebenarannya lewat Al-Qur’an. Namun begitu, Kuntowijoyo
mengatakan bahwa penerimaan premis kebenaran yang bersumber
dari wahyu ini bersifat observable, dan manusia diberi
kebebasan untuk mengujinya.
Pertanyaan selanjutnya adalah apa sesungguhnya dasar
paling sentral dari nilai-nilai ajaran Islam yang menjadi
prinsip-prinsip epistemologinya?. Dalam Islam kita mengenal
adanya konsep tauhid (iman), yaitu konsep sentral yang
menekankan keesaan Allah, Allah tunggal secara mutlak,
tertinggi secara metafisis dan aksiologis, dan bahwa Allah
adalah pusat dari segala sesuatu, berawal dan berakhir pada-
Nya. Dia-lah Sang Pencipta, dengan perintah-Nya segala sesuatu
dan peristiwa terjadi. Implikasi doktrinalnya yang lebih jauh
adalah bahwa tujuan kehidupan manusia tak lain kecuali
menyembah kepada-Nya.
Dalam Al-Qur’an, fenomena alam sering dilukiskan sebagai
tanda-tanda Allah; bahwa semua yang terjadi, pada akhirnya
menuju kepada satu Pencipta yang menciptakan, Pengatur dengan
suatu sistem tunggal dan Penggerak dengan keteraturan tunggal.
Konsep tauhid (iman) inilah yang kemudian dipakai oleh ilmuwan
muslim dalam berusaha menjabarkan kesatuan alam semesta,
kesatuan kebenaran, kesatuan pengetahuan, kesatuan hidup, dan
kesatuan umat manusia serta dijadikan dasar sentral dari
landasan epistemologi Islam.
Ok, Kaitannya dengan ini, Dr. Mahdi Gulsyani menulis
“Suatu keyakinan kokoh pada prinsip tauhid membuat sang
peneliti melontarkan pandangan menyeluruh kepada alam,
bukannya hanya melihat alam secara sepotong-sepotong. Hal ini
membuatnya mampu menerangkan keselarasan dan tatanan dunia
fisik. Tanpa suatu keyakinan kokoh pada kehadiran tatanan dan
koordinasi pada alam, penelitian ilmiah tidak akan memiliki
makna universal; dan paling banyak nilainya hanya bersifat
sementara. Beberapa ilmuwan percaya pada keberadaan tatanan
dan koordinasi pada alam, tanpa mempercayai atau memperhatikan
prinsip tauhid; namun, menurut kami, tanpa mempercayai at-
tauhid, tidak akan ada keterangan memuaskan tentang tatanan
kosmis” (Gulsyani, 1984)
Sampai di sini ilmuwan muslim bersepakat bahwa konsep
tauhidlah yang menjadi prinsip pokok dalam epistemologi Islam.
Dengan begitu semakin jelas bagi kita, bahwa
epistemologi Islam berupaya untuk menunjukkan arah kepastian
kebenaran, di mana epistemologi ini berangkat dan berawal dari
kepercayaan, serta selanjutnya memantapkan kepercayaan itu
melalui perenungan-perenungan, penalaran, pemikiran, dan
pengamatan yang disandarkan pada wahyu Tuhan (Al-Qur’an dan
Al-Hadits), dan diyakini bahwa kebenaran wahyu tersebut
merupakan kebenaran tertinggi,
mengandung ayat (bukti), isyarat, hudan (pedoman hidup)
dan rahmah(rahmat).
Sebenarnya konsep tauhid dalam Islam ini hampir serupa
dengan konsep panteologisme yang dianut agama lain. Yaitu
sama-sama berakar pada pandangan teosentris. Namun, paradigma
teosentris yang dianut Islam berbeda dengan teosentris agama
lain dengan alasan bahwa sistem tauhid memiliki arus balik
kepada manusia. Paradigma teosentris Islam (iman) selalu
dikaitkan dengan amal manusia. Keduanya merupakan satu
kesatuan yang tak terpisahkan. Pusat dari perintah zakat –
misalnya – adalah iman kepada Allah, tapi ujungnya adalah
terwujudnya kesejahteraan sosial. Dengan demikian, dalam
Islam, konsep teosentris bersifat humanistik. Artinya, manusia
harus memusatkan diri kepada Allah (iman), tetapi tujuannya
adalah untuk kepentingan manusia sendiri (amal). Dalam
formulasi lain, Islam mengenalkan konsep dualisme manusia;
sebagai hamba (abdun) yang menyembah Penciptanya (beriman),
dan sebagai wakil Tuhan (khalifah) di muka bumi yang harus
senantiasa bersosialisasi dengan jenis dan lingkungannya
(beramal).
Lantas, apabila prinsip epistemologi Islam adalah
tauhid, bagaimanakah bentuk kongkrit dari epistemologi Islam
dalam mengkaji ilmu pengetahuan?
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa, pada awalnya
diakui jika epistemologi Islam dipengaruhi oleh epistemologi
yang berkembang di Yunani. Aliran pokok yang diikuti oleh
ilmuwan muslim adalah aliran rasionalism yang dikembangkan
oleh Plato (423-347 SM) dan aliran realism yang dikembangkan
oleh Aristoteles (384-322). Namun karena didapati antara
keduanya saling memposisikan aliran “dirinyalah” yang paling
benar, maka ilmuwan muslimpun mencari alternatif pemecahannya
dengan cara menggabungkan antara keduanya sehingga lahirlah
metode eksperimen.
Metode ini telah dikembangkan oleh ilmuwan muslim antara
abad ke-9 dan ke-12 Masehi, diantaranya adalah Hasan Ibn
Haitsam – biasa disebut Alhazen di Eropa –yang melahirkan
karya tentang teori-teori fisika dasar, Jabir Ibn Hayyan atau
Al-Jabar – biasa disebut Geber di Eropa – yang lahir pada
pertengahan abad ke-8, melahirkan karya tentang kimia secara
konfrehensif, dan masih banyak ilmuwan lainnya.
Selain metode eksperimen di atas, Islam mengakui intuisi
sebagai salah satu bentuk epistemologinya. Terlepas dari
kontroversi yang digencarkan ilmuwan Barat yang menyatakan
bahwa pengetahuan yang diperoleh lewat intuisi tidak dapat
dijelaskan melalui proses logis-empiris, yakni tanpa
pengamatan (observasi), tanpa deduksi (logis), bahkan tanpa
spekulasi (rasional), ilmuwan muslimpun meyakini intuisi
sebagai sumber kebenaran paling tinggi. Dan sumber kebenaran
ini hanya berada di bawah otoritas wahyu Tuhan (al-Qur’an),
termasuk tradisi kenabian (Al-Hadits).
Selain dinisbahkan kepada wahyu, metode intuisi sering
juga disebut dengan istilah lain yang subtansinya relatif
sama, di antaranya adalah ilham (kasfy). Terminologi tersebut
dimaksudkan untuk membedakan antara pengetahuan intuitif yang
berbentuk wahyu (Al-Qur’an dan Al-Hadits) yang diterima oleh
Nabi, dengan pengetahuan intuitif yang berbentuk ilham yang
diterima oleh manusia. Pembedaan tersebut adalah implikasi
dari keyakinan Islam bahwa kemampuan pengetahuan antara Nabi
dan manusia biasa berbeda.
Pada perkembangan epistemologi Islam selanjutnya,
lahirlah metode lain sepertinadzr, tadabbur, tafakkur,
bayyinah, burhan, mulahadzah, tajrib, istiqra’, qiyas, tamsil,
ta’wil, dzati, hissi, khayali, ‘aqli, syibhi dan lain
sebagainya. Namun pada dasarnya dalam diskursus dunia
pemikiran Muslim setidaknya ada tiga aliran penting yang
mendasari teori pengetahuannya. Yaitu, (1) pengetahuan
rasional, (2) pengetahuan inderawi, dan (3)
pengetahuan kasfy lewat ilham atau intuisi.

MAHASISWA
1. Definisi Mahasiswa
Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di universitas, institut atau akademi.
Mereka yang terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi dapat disebut sebagai mahasiswa. Tetapi
pada dasarnya makna mahasiswa tidak sesempit itu. Terdaftar sebagai mahasiswa di sebuah
Perguruan Tinggi hanyalah syarat administratif menjadi mahasiswa, tetapi menjadi mahasiswa
mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar masalah administratif itu sendiri.

Menyandang gelar mahasiswa merupakan suatu kebanggaan sekaligus tantangan. Betapa tidak,
ekspektasi dan tanggung jawab yang diemban oleh mahasiswa begitu besar. Pengertian mahasiswa
tidak bisa diartikan kata per kata, Mahasiswa adalah Seorang agen pembawa perubahan. Menjadi
seorang yang dapat memberikan solusi bagi permasalahan yang dihadapi oleh suatu masyarakat
bangsa di berbagai belahan dunia.

2. Peran dan Fungsi Mahasiswa


Sebagai mahasiswa berbagai macam lebel pun disandang, ada beberapa macam label yang melekat
pada diri mahasiswa, misalnya:

1. Direct Of Change, mahasiswa bisa melakukan perubahan langsung karena SDMnya yg banyak
2. Agent Of Change, mahasiswa agent perbahan,maksudnya sdm2 untuk melakukan perubahan

3. Iron Stock, sumber daya manusia dari mahasiswa itu ga akan pernah habis.

4. Moral Force, mahasiswa itu kumpulan orang yg memiliki moral yg baik.

5. Social Control, mahasiswa itu pengontrol kehidupan sosial,cntoh mengontrol kehidupan sosial
yg dilakukan masyarakat.

Namun secara garis besar, setidaknya ada 3 peran dan fungsi yang sangat penting bagi mahasiwa,
yaitu :

Pertama, peranan moral, dunia kampus merupakan dunia di mana setiap mahasiswa dengan bebas
memilih kehidupan yang mereka mau. Disinilah dituntut suatu tanggung jawab moral terhadap diri
masing-masing sebagai indidu untuk dapat menjalankan kehidupan yang bertanggung jawab dan
sesuai dengan moral yang hidup dalam masyarakat.

Kedua, adalah peranan sosial. Selain tanggung jawab individu, mahasiswa juga memiliki peranan
sosial, yaitu bahwa keberadaan dan segala perbuatannya tidak hanya bermanfaat untuk dirinya
sendiri tetapi juga harus membawa manfaat bagi lingkungan sekitarnya.

Ketiga, adalah peranan intelektual. Mahasiswa sebagai orang yang disebut-sebut sebagai insan
intelek haruslah dapat mewujudkan status tersebut dalam ranah kehidupan nyata. Dalam arti
menyadari betul bahwa fungsi dasar mahasiswa adalah bergelut dengan ilmu pengetahuan dan
memberikan perubahan yang lebih baik dengan intelektualitas yang ia miliki selama menjalani
pendidikan.

Mahasiswa, bukan lagi seorang siswa biasa yang menuntut ilmu di institusi pendidikan (SD, SMP, SMA)
seperti yang pernah kita lewati, tambahan kata‘ maha ‘, sebelum kata ‘ siswa ‘ memberikan identitas yang
berbeda. Identitas tersebut tidak didapatkan dengan mudah, namun didapatkan dengan perjuangan , letih ,
dan kesabaran dalam menempuh suatu ujian penjaringan mahasiswa baru. Maka tidak terlalu berlebihan
jika menganggap identitas mahasiswa sebagai simbol kemenangan para juara. Mahasiswa yang terpilih
memiliki potensi sebagai pemikir, tenaga ahli , professional, sekaligus sebagai penopang pembangunan
bangsa.

Disamping itu, mahasiswa juga sering disebut-sebut sebagai ‘ agent of change ‘, calon pemimpin masa
depan , pembawa nilai-nilai peradaban, dsb. Banyak perubahan besar , dan nilai-nilai sejarah yang
ditorehkan di negeri ini senantiasa menempatkan mahasiswa pada posisi yang terhormat. Kemauan yang
keras dan senantiasa menggelora dalam dirinya mampu menular kedalam jiwa bangsanya.

Harapan keluarga, harapan masyarakat, harapan bangsa, harapan Negara, bahkan harapan dunia tertumpu
pada pundak mahasiswa. Mahasiswa seringkali dianggap sebagai jembatan nurani masyarakat banyak yang
mampu mewakili aspirasi masyarakat.
Oleh karena itu, seiring dengan identitas yang melekat padanya , ada peran-peran yang harus dilaksanakan
sebagai konsekuensi logis dan konsekuensi otomatis dari identitas tersebut, mahasiswa dituntut melakukan
sesuatu yang seharusnya dikerjakan,untuk semua harapan yang tertumpu padanya.

Dari aspek akademis, tuntutan peran mahasiswa hanya ada satu , yakni belajar !. Karena konsekuensi
identitas mahasiswa dalam aspek lainnya merupakan turunan dari proses pembelajaran.Belajar merupakan
tugas inti !

Namun, tidak semua hal bisa dipelajari di ruang kuliah atau labolatorium. Sangat banyak hal yang harus
kita pelajari diluar itu semua, dan salah satu wadah utama yang menyediakan kebutuhan itu ialah
organisasi. Organisasi kemahasiswaan diantaranya, yang dengan luar biasa dapat memberikan kita
kesempatan untuk mengembangkan diri dalam berbagai aspek. Aspek kepemimpinan, manajemen
organisasi, team building , networking & human relation dapat kita kembangkan disini. Organisasi juga
merupakan tempat kita mengaplikasikan ilmu yang kita peroleh di tempat kuliah.

Organisasi kemahasiswaan adalah wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa ke arah perluasan
wawasan dan peningkatan kecendekiawanan serta integritas kepribadian yang disiapkan untuk menjadi
anggota masyarakat yang memiliki kemampuan yang dapat diterapkan, dikembangkan , dan diupayakan
penggunaanya untuk meningkatkan tarap kehidupan masyarakat. Diselenggarakan berdasarkan prinsip
dari, oleh dan untuk mahasiswa dengan memberikan peranan dan keleluasaan lebih besar kepada
mahasiswa.

Apa yang kita lakukan dalam organisasi kemahasiswaan merupakan sebuah pembelajaran, perjuangan
untuk bisa memberikan manfaat bagi lingkungan dan masyarakat sekitar.

Dalam perannya sebagai masyarakat suatu bangsa, mahasiswa juga dituntut untuk peduli, sadar dan
merasakan kondisi nyata masyarakatnya yang sedang mengalami krisis multidimensional, serta
mengekspresikan rasa empatinya tersebut dalam suatu aksi. Ketika meyakini kebenaran, mahasiswa sejati
akan memberi secara ikhlas tanpa pamrih, berjuang sepenuh hati dan jiwa mereka. Daya analisis yg kuat
didukung dengan spesialisasi keilmuan yang dipelajari menjadikan kekritisan mereka berbasis
intelektual.

Kampus merupakan gambaran dari masyarakat sesungguhnya karena memiliki kemiripan kompleksitas
permasalahan serta struktur sosial dengan masyarakat sebenarnya. Ajang simulasi yang baik bagi
mahasiswa untuk mendapatkan bekal ketika benar-benar terlibat dan terjun ke masyarakat yang
sesungguhnya.

Mahasiswa seringkali menjadi pemicu dan pemacu perubahan-perubahan dalam masyarakat. Perubahan
yang diinisiasi mahasiswa terjadi dalam bentuk teoritis maupun praktis. Contohnya adalah mahasiswa
menyususn system organisasi kemahasiswaannya secara desentralisasi (otonomi), di kemudian hari Negara
pun memberlakukan system otonomi daerah. Dalam kasus lain, mahasiswa menginisiasi pemilihan
langsung presiden mahasiswa, kini presiden Indonesia pun dipilih secara langsung oleh rakyat Indonesia.

Aktifitas kemahasiswaan adalah tahapan dimana seorang mahasiswa menimba ilmu dan pengalaman
semasa di bangku kuliah. Aktualisasi dirinya dalam rangka pembelajaran guna diaplikasikan di kehidupan
yang akan datang.

Belum pantas seseorang disebut mahasiswa tanpa memenuhi konsekuensi-konsekuensi dari identitas yang
melekat pada diri seorang mahasiswa. Pemenuhan keseluruhan konsekuensi identitas tersebut menjadikan
mahasiswa memiliki kebermaknaan sebagai mahasiswa, mahasiswa sebenarnya, mahasiswa
seutuhnya, bukan hanya sekedar mahasiswa !!

Вам также может понравиться