Вы находитесь на странице: 1из 15

Agus Ahmad, SH., M.

Pd: Penerapan Model Pembelajaran Siklus Belajar


Empiris Induktif Dalam Meningkatkan Pemahaman
Konsep Ips Terpadu Pada Materi Fungsi Pajak Dlam
Perekonomian Nasional Siswa Kelas VIII SMPN 3
Batukliang Tahun Pelajaran 2014-2015

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam UUD 1945 diisyaratkan bahwa Negara kita bertujuan mewujudkan
masyarakat yang cerdas. Untuk mencapai bangsa yang cerdas, harus terbentuk
masyarakat belajar. Masyarakat belajar dapat terbentuk jika memiliki kemampuan
dan keterampilan mendengar dan minat baca yang besar. Apabila membaca sudah
merupakan kebiasaan dan membudaya dalam masyarakat, maka jelas buku tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari dan merupakan kebutuhan pokok yang
harus dipenuhi. Dalam dunia pendidikan, aktifitas belajar terbukti berdaya guna dan
bertepat guna sebagai salah satu langkah dalam meningkatkan kualitas sumber daya
manusia (SDM) untuk mewujudkan tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Terkait dengan hal tersebut, upaya-upaya dalam rangka perbaikan dan
pengembangan kurikulum menuju Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
termasuk kewenangan pengembangan, pendekatan pembelajaran, penataan isi/konten,
serta model sosialisasi, yang lebih disesuaikan dengan perkembangan situasi dan
kondisi serta era yang terjadi saat ini. Pendekatan pembelajaran dalam KTSP
diarahkan pada upaya mengembangkan kemampuan siswa dalam mengelola
perolehan belajar (kompetensi) yang paling sesuai dengan kondisi masing-masing.
Dengan demikian, proses belajar lebih mengacu kepada bagaimana siswa belajar dan
bukan lagi pada apa yang dipelajari.
Pengembangan kompetensi siswa tersebut dapat dilakukan melalui penerapan
suatu model atau pendekatan pembelajaran dalam proses belajar mengajar di kelas.
Proses pembelajaran IPS Terpadu di sekolah, diharapkan mampu meningkatkan
pemahaman siswa tentang fenomena alam secara alamiah sehingga pada gilirannya

1
siswa dapat mengimplementasikan pengetahuanya tersebut dalam kehidupan sehari-
hari secara baik. Pendidikan IPS Terpadu diarahkan untuk “mencari tahu” dan
“berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih
mendalam tentang kondisi alam dan masyarakat sekitar. Oleh karena itu, pendekatan
yang seharusnya diterapkan dalam menyajikan pembelajaran IPS Terpadu
memadukan antara pengalaman proses dan pemahaman produk dalam bentuk hands
on activity.
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan di lokasi penelitian ditemukan
bahwa, (i) proses pembelajaran IPS Terpadu yang dilakukan oleh guru cenderung
monoton dan (ii) proses belajar mengajar lebih banyak didominasi oleh guru. Siswa
pada umumnya hanya menerima informasi yang diberikan oleh guru. Siswa lebih
banyak mendengar, menulis apa yang diinformasikan oleh guru, dan mengerjakan
soal latihan. Akibatnya proses pembelajaran dirasakan siswa cukup membosankan,
tidak menarik, dan membuat siswa tidak termotivasi untuk belajar lebih lanjut
sehingga berdampak pada kurangnya siswa dalam memahami konsep-konsep IPS
Terpadu yang seharus dikuasai.
Dari uraian di atas, maka perlu adanya model pembelajaran yang dapat
melibatkan siswa belajar secara aktif untuk membangun pengetahuan sehingga siswa
lebih memahami konsep-konsep yang terkandung dalam pembelajaran IPS Terpadu.
Menurut pandangan konstruktivisme pengetahuan ditemukan, dibentuk, dan
dikembangkan oleh siswa. Siswa membangun pengetahuan secara aktif, sementara
guru berusaha untuk mengembangkan kemampuan siswa. Model pembelajaran siklus
belajar empiris induktif (SBEI) adalah salah satu model pembelajaran yang
mendukung pandangan konstruktivisme.
Menurut Lowson (dalam Isnawar, 2005: 3), strategi mengajar model
konstruktivis menggunakan First Experience Learning Cycle yang dikenal dengan
nama siklus belajar empiris induktif (SBEI), memungkinkan seorang peserta didik
untuk tidak hanya mengamati hubungan, tetapi juga menyimpulkan, dan menguji
penjelasan tentang konsep-konsep yang dipelajari. Dengan menerapkan SBEI

2
diharapkan siswa dapat meningkatkan pemahaman konsep IPS Terpadu berdasarkan
observasi langsung berupa fakta-fakta melalui fase eksplorasi, fase pengenalan
konsep, dan fase aplikasi konsep.
Terkait dengan hal tersebut, hasil observasi awal didapatkan pencapaian nilai
semester gasal mata pelajaran IPS Terpadu di SMPN 3 Batukliang tahun pelajaran
2014-2015, dari jumlah peserta sebanyak 43 siswa, untuk nilai terendah 1,25 dan nilai
tertinggi 7,48. Secara rinci penggolongan nilai tersebut adalah sebanyak 38%
mendapat nilai di rendah yaitu antara 0 - 4,25, sedangkan sebanyak 43% mendapat
nilai sedang dengan rentangan nilai antara 4,26-6,25, dan sebanyak 19% mendapat
nilai di atas 6,25. Hal ini masih tergolong sangat rendah, karena masih terdapat
beberapa siswa yang nilainya di bawah nilai rata-rata, walaupun pada nilai akhir
siswa tersebut dinyatakan lulus, namun bila dilihat dari kriteria ketuntasan yang
ditargetkan dalam KKM, maka siswa tersebut dapat dikatakan masih belum tuntas.
(Observasi 18 Maret 2015)
Melihat hasil semester gasal tersebut, maka tidak terlepas dari segi sistem
pengajaran yang dilakukan oleh guru, sebab guru merupakan ujung tombak
keberhasilan pencapaian siswa. Metode serta sistem pengajaran yang dilakukan
sangat menentukan prestasi siswa. Selama ini, metode pengajaran yang digunakan
guru di SMPN 3 Batukliang masih bersifat monoton, sehingga penanaman konsep
pada siswa tidak dapat dilakukan secara maksimal.
Mengingat metode pembelajaran dengan menggunakan siklus empiris ini
merupakan petama kali dilakukan di lokasi penelitian, karena sebelumnya tidak
pernah diajarkan degan menggunakan metode tersebut. Pada pembelajaran
sebelumnya dapat dikatakan masih menggunakan metode yang monoton, sehingga
pesrta didik kurang berminat terhadap pelajaran IPS Terpadu.
Untuk mengetahui apakah model pembelajaran siklus belajar empiris induktif
dapat meningkatkan pemahaman siswa, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul penelitian penerapan model pembelajaran siklus belajar
empiris induktif dalam meningkatkan pemahaman konsep IPS terpadu pada materi

3
fungsi pajak dalam perekonomian nasional siswa SMPN 2 Batukliang. Oleh karena
itu, peneliti mengambil judul ”Penerapan model pembelajaran siklus belajar empiris
induktif dalam meningkatkan pemahaman konsep IPS terpadu pada materi fungsi
pajak dlam perekonomian nasional siswa kelas VIII SMPN 3 Batukliang tahun
pelajaran 2014-2015”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat diidentifikasikan masalah
sebagai berikut:
1) Proses pembelajaran IPS Terpadu yang digunakan oleh guru cenderung monoton
2) Proses belajar mengajar didominasi oleh guru
3) Metode pembelajaran yang digunakan guru cenderung kurang variatif
4) Rendahnya nilai siswa
1.3 Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah
penerapan model pembelajaran siklus belajar empiris induktif dalam meningkatkan
pemahaman konsep IPS terpadu pada materi fungsi pajak dalam perekonomian
nasional siswa kelas VIII SMPN 3 Batukliang tahun pelajaran 2014-2015?
1.4 Cara Pemecahan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan di atas, tentang
pemahaman konsep yang didapatkan masih belum maksimal dalam pelaksanaan
belajar mengajar pada siswa kelas VIII SMPN 2 Batukliang, selama proses
pembelajaran, guru belum memberdayakan seluruh potensi dirinya sehingga sebagian
besar siswa belum mampu mencapai kompetensi individual yang diperlukan untuk
mengikuti pelajaran lanjutan. Beberapa siswa belum belajar sampai pada tingkat
pemahaman. Siswa baru mampu menghafal fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan
gagasan inovatif lainnya pada tingkat ingatan, mereka belum dapat menggunakan dan
menerapkannya secara efektif dalam pemecahan masalah sehari-hari yang
kontekstual.

4
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dalam penelitian ini peneliti
mencoba untuk menentukan langkah-langkah dalam mengatasinya yaitu dengan
menerapakan model pembelajaran siklus belajar empiris induktif .
1.5 Tujuan Tindakan
Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah Untuk
menjelaskan model pembelajaran siklus belajar empiris induktif dapat meningkatkan
pemahaman konsep IPS terpadu pada materi fungsi pajak dalam perekonomian
nasional siswa kelas VIII SMPN 3 Batukliang tahun pelajaran 2014-2015.
1.6 Manfaat Tindakan
1.6.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan akan bermanfaat Memberikan
wawasan bagi siswa dan guru dalam pembelajaran IPS Terpadu tentang fungsi
pajak dalam perekonomian nasional menggunakan siklus belajar empiris induktif,
serta memperluas wawasan peneliti terutama dalam merancang dan melakukan
kegiatan penelitian
1.6.2 Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis yang diharapkan dalam penelitian ini agar:
1) Guru
Dapat memberi masukan bagi guru agar dapat menciptakan suasana belajar
yang kondusif
2) Siswa
Dapat meningkatkan pemahaman konsep IPS Terpadu pada materi fungsi
pajak dalam perekonomian nasional.
3) Sekolah
Sebagai acuan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran dan kualitas
sekolah secara umum
2. Landasan Teori
2.1 Siklus Belajar Empiris Induktif

5
Menurut Dahar (dalam Isnawar, 2005: 11), konsep merupakan suatu abstraksi
mental yang mewakili suatu kelas stimulus-stimulus. Suatu konsep telah dipelajari
bila yang diajarkan dapat menampilkan perilaku-perilaku tertentu.
Siklus Belajar Empiris Induktif diartikan sebagai proses yang sistematis dalam
pembelajaran dengan tahap atau langkah-langkah yang diperoleh berdasarkan
observasi atau pengamatan langsung berupa fakta-fakta melalui fase-fase. Salah satu
strategi mangajar dalam menerapkan model konstruktivisme ialah penggunaan siklus
belajar yang dikemukakan oleh Herron, 1988 (Dahar, 1996 dalam Isnawar 2005: 12)
menyatakan bahwa siklus belajar terdiri dari tiga fase, yaitu fase eksplorasi, fase
pengenalan konsep, dan fase aplikasi konsep.
2.2 Pengertian Konsep
Istilah konsep sering didengar, tetapi belum ada suatu kesepakatan dalam
mendefinisikan konsep, walaupun disadari akan pentingnya konsep-konsep. Definisi
yang dikemukakan oleh para ahlipun berbeda-beda tergantung pada sudut
pandangnya. Konsep menurut Ausubel, Novak, Hanesan yang dikutip oleh Euwe van
Den Berg (1989, dalam Dahar 2: 2009) merupakan abstraksi dari ciri-ciri sesuatu
yang mempermudah komunikasi antara manusia, dan yang memungkinkan manusia
berpikir.
Roser (1984, dalam Dahar 2005: 96) menyatakan konsep adalah suatu
abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan,
atau hubungan-hubungan yang mempunyai atribut-atribut yang sama. Secara singkat
dapat dikatakan, bahwa suatu konsep merupakan suatu abstraksi mental yang yang
mewakili suatu kelas stimulus-stimulus.
Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan
bahwa konsep merupakan abstraksi yang menggambarkan ciri-ciri umum dari
sekelompok objek, proses, peristiwa atau fenomena lainya.
2.1.3 Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang digunakan
untuk merancang pembelajaran tatap muka didalam ruang kelas dan untuk menyusun

6
materi pengajaran (Wiranata, 2003: 34). Setiap model pembelajaran akan membantu
didalam merancang program pembelajaran sehingga setiap siswa akan tertolong
dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran.
Beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPS
Terpadu diantaranya adalah model pembelajaran pembentukan konsep, model
berpikir induktif, model perkembangan kognitif, model pengatur awal, dan model
inkuiri alamia (Sutresna, 2001: 5).
2.1.4 Teori Konstruktivisme
Pembelajaran model siklus belajar empiris induktif merupakan salah satu
model pembelajaran yang berdasarkan pada teori belajar konstruktivisme. Pertanyaan
yang sering muncul dalam dunia pendidikan adalah bagaimana siswa memperoleh
pendidikan. Menurut pandangan konstruktivisme, otak siswa pada dasarnya tidak
seperti gelas kosong yang siap di isi dengan air, atau siap di isi dengan semua
informasi yang berasal dari pikiran guru. Otak anak tidak kosong tetapi telah berisi
pengetahuan-pengetahuan yang dikonstruksi anak sendiri sewaktu anak berinteraksi
dengan lingkungan. Implikasi dari pandangan ini adalah bahwa pengetahuan tidak
dapat utuh di transfer dari pikiran guru kepikiran siswa, tetapi siswalah yang harus
aktif secara mental membangun pengetahuan dan pemahaman dalam proses
pembelajaran.
2.1.5 Konstruktivisme dan Siklus Belajar
Pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran menekankan pentingnya
peran pengetahuan awal dalam belajar. Dalam merancang aktivitas-aktivitas kelas,
guru harus membuat program pengajarannya atas dasar pengetahuan awal siswa.
Dalam kenyataannya jika guru tidak mengetahui pengetahuan awal siswa maka dapat
terjadi miskonsepsi. Bila terjadi miskonsepsi, maka akan menimbulkan kesulitan
belajar (Gaili et all, 1993 dalam Isnawar 2005:10).
Bagi konstruktivisme, kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif, dimana
peserta didik membangun sendiri pengetahuannya. Peserta didik mencari arti sendiri
dari yang mereka pelajari. Ini merupakan proses menyesuaikan konsep dan ide-ide

7
baru dengan kerangka berpikir yang telah ada dalam pikiran mereka (Bettencourt,
1989; Shymansky, 1992; Watts & Pope, 1989 dalam Suparno 2001).
2.1.6 Learning Cycle
Salah satu model pembelajaran yang dilandasi pandangan konstruktivisme
yaitu Learning Cycle atau model Siklus Belajar. Model ini memiliki pola tertentu dan
terdiri atas tiga tahapan pembelajaran, yaitu: eksplorasi, pengenalan konsep, dan
aplikasi konsep. Learning Cycle berkaitan sepenuhnya dengan teori pembelajaran.
Learning Cycle berdasarkan konsep asal oleh Robert Karplus pada tahun
1960-an dapat dibagi menjadi tiga bagian pokok: Eksplorasi (Exploration),
Pengenalan Konsep (Concept Invention), dan Perluasan Konsep (Concept Extention).
Dalam perkembangannya tahap-tahap tersebut menjadi: Ekplorasi (Exploration),
Pengenalan istilah (Term Introduction), serta Aplikasi Konsep (Concept Aplication)
(Lawson, 1988 dalam Tatang 2005: 9).
2.2 Kerangka Berfikir
Upaya untuk membangkitkan motivasi siswa kelas VIII SMPN 3 Batukliang
dalam pembelajaran IPS sudah dilakukan guru kelas dengan berbagai macam cara,
seperti memberi kesempatan siswa untuk bertanya dan mengemukakan gagasan, serta
mendesain pembelajaran dalam bentuk diskusi kelompok. Namun demikian, hasil
pembelajaran IPS pada Ulangan Harian Semester I Tahun Pelajaran 2014-2015 belum
begitu memuaskan.
2.3 Hipotesis Tindakan
Sesuai dengan permasalahan maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan dalam
penelitian ini sebagai berikut.“Penerapan model pembelajaran siklus belajar empiris
induktif dapat meningkatkan pemahaman konsep IPS terpadu pada materi fungsi
pajak dalam perekonomian nasional siswa kelas VIII SMPN 3 Batukliang tahun
pelajaran 2014-2015”.
3. Metode Penelitian
3.1 Rancangan Penelitian

8
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalm bentuk
penelitian tindakan kelas (Classrom Action Research) yang mengacu pada apa yang
dilakukan guru di dalam kelas untuk melihat kembali mengkaji secara seksama dan
menyempurnakan kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan serta memperbaiki
proses pembelajaran yang kurang atau dirasakan kurang agar menjadi lebih
efektif,efisien,dan menarik. Adapun tujuan dari pelaksanaan penelitian tindakan kelas
ini adalah untuk (1) meningkatkan kualitas praktik pembelajaran disekolah, (2)
relevansi pendidikan, (3) mutu hasil pendidikan, dan (4) efesiensi pengelolaan
pendidikan.
3.2 Subjek dan Objek Penelitian
3.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 2005:115).
Pendapat lain mengatakan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri
atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono, 2005:55).
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang di maksud dengan
populasi adalah sekelompok orang, kejadian atau objek yang telah dirumuskan
secara jelas untuk menjadi sasaran penelitian. Maka populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh siswa kelas VIII SMPN 3 Batukliang Tahun pelajaran 2014-2015 yang
berjumlah 120 orang yang tersebar dalam empat kelas.
3.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagai bagian dari populasi, sebagai contoh yang diambil
dengan menggunakan cara-cara tertentu (Margono, 2010:121). Sampel dalam
penelitian ini adalah siswa kels VIII.A sebagai kelas kontrol dan VIII.B sebagai kelas
eksperimen yang berjumlah 60 orang, pengambilan sample dalam penelitian ini
menggunakan teknik purposive sampling.
3.2.3 Objek Penelitian

9
Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII.A sebagai kelas Kontrol dan VIII.B
kelas eksperimen SMPN 3 Batukliang Tahun Pelajaran 2014-2015.
3.3 Prosedur Penelitian
3.4.2 Teknik Pengumpulan Data
Untuk teknik pengumpulan data, peneliti menggunakan 3 (tiga) metode yaitu:
Metode Observasi, metode tes, dan metode dokumentasi.
3.4 Teknik Analisa Data dan Kriteria Kebarhasilan
3.4.1 Teknik analisa data
1. Data Aktivitas Belajar Siswa
1.1.Menentukan skor aktivitas belajar siswa
1.2.Menentukan MI dan SDI
2. Data Aktivitas Guru
2.1. Menentukan skor aktivitas guru
2.2. Menentukan MI dan SDI
3. Data Prestasi Belajar Siswa
Setelah memperoleh data tes hasil belajar, maka data tersebut dianalisa dengan
mencari ketuntasan belajar, kemudian dianalisa secara kuantitatif. Untuk mengetahui
tingkat keberhasilan dalam proses belajar mengajar dapat digunakan kriteria sebagai
berikut:
Untuk mengetahui nilai rata-rata kelas digunakan rumus sebagai berikut:
∑𝑋
M= 𝑁

Keterangan :
M = Nilai Rata-rata
∑ 𝑋 = Skor
N = Jumlah individu
4. Ketuntasan Individu
Setiap siswa dalam proses belajar mengajar dikatakan tuntas apabila
memperoleh nilai ≥ 70. Nilai ketuntasan minimal sebesar 70 ini dipilih karena sesuai

10
dengan KKM yang ditetapkan di.SMPN 3 Batukliang Selanjutnya, untuk mengetahui
ketuntasan individu harus dibandingkan dengan KKM yang telah ditetapkan pada
sekolah tersebut.
5. Ketuntasan Klasikal
3.4.2 Kriteria Keberhasilan
Untuk menentukan keberhasilan dalam pelaksanaan proses pembelajaran
dalam penelitian ini, maka siswa dapat dikatakan berhasil jika nilaiyang didapatkan
diatas nilai KKM yang telah ditentukan di sekolah yaitu 70, sedangkan secara klasikal
dapat dikatakan berhasil jika prosentase ketercapaian diatas 85%. Jika pencapaian
klasikal masih berada dibawah 85% maka kegiatan pembelajaran dilanjutkan ke
siklus berikutnya.
4. Pembahasan
Berdasarkan paparan-paparan data tersebut di atas, maka untuk lebih
jelasnya peneliti akan menguraikan pembahasan singkat yang terkait dengan
kondisi siswa pada kelas kontrol dan kelas eksperimen serta analisis prosentase
peningkatan antara yang terjadi pada kelas kontrol dan kelas eksperimen.
4.1.1. Kelas Kontrol
1) Siklus I
a. Kemampuan tinggi = 4 orang = 4/30= 13,33 %
b. Kemampuan sedang = 26 orang = 26/30 = 86,67 %
Dari tabel 06 hasil Respon pada Siklus I untuk kelas kontrol tersebut di
dapatkan nilai rata-rata 60,7 dengan jumlah nilai total 1821, adapun perincian
yang mendapatkan nilai tinggi adalah 4 orang atau 13,33 %, sedangkan yang
mendapatkan nilai normal sekitar 26 orang atau 86,67 %.
2) Siklus II
a. Kemampuan tinggi = 7 orang = 7/30 = 23,33 %
b. Kemampuan sedang = 23 orang = 23/30 = 76,67 %
Dari tabel tersebut di dapatkan pada siklus II nilai rata-rata 63,3
dengan total nilai 1899, dengan perincian mendapatkan nilai sedang adalah 23

11
orang atau 76,67 %, yang mendapatkan nilai tinggi sekitar 7 orang atau 23,33
%. Jika diperhatikan dengan hasil yang didapatkan pada siklus I, maka
didapatkan peningkatan nilai rata-rata sebesar 78 poin atau sekitar 2,6 %.
4.1.2. Kelas Eksperimen
1) Siklus I
a. Kemampuan tinggi = 14 orang = 14/30= 46,67 %
b. Kemampuan sedang = 16 orang = 16/30 = 53,33 %
Dari tabel 07 hasil Respon pada Siklus I untuk kelas eksperimen
tersebut di dapatkan nilai rata-rata 66,63 dengan jumlah nilai total 1981,
adapun perincian yang mendapatkan nilai tinggi adalah 14 orang atau 46,67
%, sedangkan yang mendapatkan nilai normal sekitar 16 orang atau 53,33 %.
3) Siklus II
b) Kemampuan tinggi = 23 orang = 23/30 = 76,67 %
c) Kemampuan sedang = 7 orang = 7/30 = 23,33 %
Dari tabel tersebut di dapatkan nilai rata-rata pada siklus II adalah
69,03 dengan total nilai 2071, dengan perincian mendapatkan nilai tinggi
adalah 23 orang atau 76,67%, yang mendapatkan nilai tinggi sekitar sedang 7
orang atau 23,33 %. Jika diperhatikan dengan hasil yang didapatkan pada
siklus I, maka didapatkan peningkatan nilai rata-rata sebesar 90 poin atau
sekitar 3 %.
5. Penutup
5.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian yang berlangsung selama dua siklus, dapat
disimpulkan hasil-hasilnya sebagai berikut:
a. Hasil Respon pada siklus I untuk kelas kontrol di dapatkan nilai rata-rata 60,7
dengan jumlah nilai total 1821, adapun perincian yang mendapatkan nilai
tinggi adalah 4 orang atau 13,33 %, sedangkan yang mendapatkan nilai
normal sekitar 26 orang atau 86,67 %. Sedangkan pada siklus II di dapatkan
nilai rata-rata 63,3 dengan total nilai 1899, dengan perincian mendapatkan

12
nilai sedang adalah 23 orang atau 76,67 %, yang mendapatkan nilai tinggi
sekitar 7 orang atau 23,33 %. Jika diperhatikan dengan hasil yang didapatkan
pada siklus I, maka didapatkan peningkatan nilai rata-rata sebesar 78 poin atau
sekitar 2,6 %.
b. Hasil respon pada siklus I untuk kelas eksperimen di dapatkan nilai rata-rata
66,63 dengan jumlah nilai total 1981, adapun perincian yang mendapatkan
nilai tinggi adalah 14 orang atau 46,67 %, sedangkan yang mendapatkan nilai
normal sekitar 16 orang atau 53,33 %. Sedangkan pada siklus II di dapatkan
nilai rata-rata 69,03 dengan total nilai 2071, dengan perincian mendapatkan
nilai tinggi adalah 23 orang atau 76,67%, yang mendapatkan nilai tinggi
sekitar sedang 7 orang atau 23,33 %. Jika diperhatikan dengan hasil yang
didapatkan pada siklus I, maka didapatkan peningkatan nilai rata-rata sebesar
90 poin atau sekitar 3 %.
Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka dapat
disimpulkan bahwa pelaksanaan model pembelajaran siklus belajar empiris
induktif ternyata efektif dalam meningkatkan pemahaman konsep IPS terpadu
pada materi fungsi pajak dlam perekonomian nasional siswa kelas VIII SMPN 3
Batukliang tahun pelajaran 2014-2015.
5.2 Saran
Dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan yang meyakinkan akan
adanya peningkatan pemahaman konsep IPS terpadu pada materi fungsi pajak
dlam perekonomian nasional melalui penerapan model pembelajaran siklus
belajar empiris induktif siswa kelas VIII SMPN 3 Batukliang tahun pelajaran
2014-2015. Sehubungan dengan hal ini diajukan beberapa saran kepada pihak –
pihak yang berkepentingan.
Sesuai dengan uraian di atas ini penulis dapat memberikan saran sederhana
sebagai berikut.
a. Dalam rangka peningkatan mutu dan kualitas Sekolah, dihimbau kepada para
orang tua untuk lebih memperhatikan lagi keberadaan anak-anaknya serta

13
menekankan lagi supaya banyak memberikan kesempatan bagi para guru
yang ada untuk mengikuti pendidikan tambahan (inservice training) melalui
kuliah diluar jam tugas mengajar, mengikuti kuliah terbuka, seminar, diskusi
panel, penataran, kursus-kursus dan pendidikan lainnya yang relevan dengan
profesi mereka sebagai guru, sehingga akan menambah wawasan dan
pengetahuan tentang model dan metode pengajaran yang tepat serta mampu
menyesuaikan dengan kondisi peserta didik.
b. Dianjurkan kepada para siswa untuk lebih meningkatkan prestasi belajarnya
secara umum dengan memperbanyak diskusi dan saling bertukar pendapat
dengan sesama temanya baik disekolah maupun di rumah
c. Dianjurkan kepada pengurus dan kepala sekolah agar berupaya untuk segera
mewujudkan perpustakan sekolah dengan mempersiapkan buku-buku
penunjang pembelajaran baik yang bernapaskan agama maupun pendidikan
umum guna menciptakan kecerdasan dan ilmu pengetahuan yang luas bagi
murid. Juga dianjurkan agar sarana dan prasarana yang diperlukan oleh
sekolah secara bertahap dapat diwujudkan seperti alat-alat olah raga dan seni
budaya.

6. Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi. (2001). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Penerbit
Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. (1998). Prosedur Penelitian. Jakarta. Penerbit Rineka Cipta.
Dahar, Ratna Wilis. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Kurikulum 2006 Standar Kompetensi Mata
Pelajaran IPS. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Karli, H. (2002). Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Model-Model
Pembelajaran. Bandung : Bina Media Informasi.
Margono.2010. Metodologi Penelitian Pendidikan.Jakarta : Rosda Karya

14
Nurhasanah. (2004). Perbandingan Model Pembelajaran Siklus Belajar Empiris
Induktif dan Model Pembelajaran Interaktif. Skripsi. Jurusan Pendidikan
Fisika FPMIPA UPI. Bandung : Tidak diterbitkan.
Panggabean, L.P. (1996) Penelitian Pendidikan. Bandung : Jurusan Pendidikan
Fisika FPMIPA UPI Bandung.
Sudjana. (1996). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
Supardi, R. (2006) Pengembengan Model Pembelajaran Konstruktivisme Untuk
Meningkatkan Minat Belajar Siswa SMP Pada Pokok Bahasan Hukum
Newton. Skripsi . Jurusan Pendidikan Fisika FP MIPA UPI. Bandung : Tidak
diterbitkan.
Suparno, Paul. (2001). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta:
Kanisius.
Sutresna, H. (2001). Efektivitas Model Pembelajaran Learning Cycle Dalam
Meningkatkan Pemahaman Konsep Gaya Gesekan dan Keterampilan
Berpikir Siswa SMU. Skripsi. Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI.
Bandung : Tidak diterbitkan.
Wiranata, MA. (1992). Strategi belajar Mengajar IPA. Jakarta : Depdikbud Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah

15

Вам также может понравиться