Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Ketidakstabilan lubang bor pada formasi umumnya disebabkan oleh dua hal,
yaitu imbibisi dengan konsekwensi swelling dan penutupan lubang bor, sedangkan
penyebab kedua adalah faktor mekanisme yang disebabkan oleh rotasi drilstring dan
aliran fluida pemboran di annulus yang akan menggerus dinding lubang bor,
sehingga akan mengganggu kestabilan lubang bor.
Imbibisi air adalah hal yang paling umum, dan hal ini terjadi akibat adanya
Crystalin Hydrational Force dan Osmotic Hydrational Force. Crystalin Hydrational
Force adalah gaya-gaya yang berasal dari substitusi elemen dilapisan tengah clay,
gaya ini sangat sulit diatasi, karena air diekstrasikan dimuka plate yang sama
besarnya dengan yang diekstrasikan disisi plate. Osmotic Hydrational Force terjadi
bila terdapat perbedaan konsentrasi ion antara formasi denagan fluida pemboran,
dimana air akan tertarik dari lumpur ke formasi.
Gejala yang timbul bila sedang mengalami masalah shale:
Tekanan pompa naik
Serbuk bor bertambah
Air filtrasi bertambah banyak
Ada banyak endapan serbuk bor di dalam lubang bor
Terjadi gumpalan pada pahat (bit balling)
Terjadi perubahan sifat-sifat lumpur, antara lain : berat lumpur bertambah,
viscositas lumpur naik, dan bertambahnya air tapisan.
Beberapa Jenis Shale Problem :
Shale biasanya merupakan hasil endapan marine basin, terutama dari lumpur,
silts dan clays. Dalam bentuknya yang lunak, biasanya disebut clay, bila makin
dalam, maka karena tekanan dan temperatur yang tinggi endapan ini akan mengalami
perubahan bentuk (consolidation), dan disebut sebagai shale, karena perubahan
bentuk proses metamorfosis disebut slate, phylite atau mica schist. Shale banyak
mengandung pasir disebut arenaceous shale, sedang yang banyak mengandung
organik material disebut carbonaceous shale. Adapun jenis-jenis shale adalah sebagai
berikut :
1. Pressure Shale
Shale merupakan batuan endapan, yang biasanya terdapat pada daerah yang
luas. Adanya proses geologi, terjadi penekanan batuan tersebut oleh lapisan-lapisan
yang mengendap berikutnya (overburden pressure). Pada proses compaction atau
pemadatan ini, maka cairan-cairan yang berada di dalam batuan tersebut tertekan
keluar dan masuk ke dalam batuan yang porous dan permeabel, biasanya pasir,
akibatnya cairan terperangkap dan tertekan di dalam pasir dan tekanan dapat
mencapai tekanan yang relatif tinggi, bahkan dapat menyamai tekanan overburden itu
sendiri.
Ketika lapisan tersebut dibor, bisa terjadi tekanan lumpur lebih kecil daripada
tekanan formasi. Perbedaan tekanan ini dapat mengakibatkan runtuhnya dinding
lubang bor pada waktu pemboran sedang berlangsung.
2. Swelling Clay
Terjadi pada saat pemboran menembus lapisan shale yang sangat reaktif
terhadap air. Shale yang berbentuk lempengan terhidrasi (menghisap air),
menyebabkan diameter menjadi besar, yang disebut swelling.
3. Sloughing
Berhubungan dengan sifat fisik dan mekanik, dimana sifat shale tidak bersifat
reaktif terhadap air tetapi terdapat pada retakan, dan mudah runtuh karena tekanan
pada lapisan shale tinggi, sehingga terdapat Phidrostatik < Pformasi. Dari sloughing
dapat terjadi heaving.
4. Heaving
Adalah terbongkarnya shale dari formasi. Shale bersifat lunak dan agak
keras, dan terbentuk dari terjadinya sloughing.
5. Tigth Hole
Akibat terjadinya clay koloid pada lapisan shale, yang mempunyai hidrasi
yang relatif besar, sehingga akan mengakibatkan pemuaian pada shale (umumnya
shale bentonite) dan akan membuat penyempitan lubang sumur.
3.1.1.1. Jenis-jenis shale berdasarkan sifat dan kandungan pada lapisan shale
a. Gas bearing shale
Lapisan shale yang mengandung lensa pasir, mempunyai tekanan gas yang
tinggi. Lapisan ini bila di bor dengan lumpur yang tekanan hidrostatisnya lebih kecil
dari tekanan formasi, maka akan terjadi longsoran (sloughing) dan runtuhan.
Penanggulangan terhadap problem ini adalah menaikan berat jenis lumpur, sehingga
tekanan hidrostatisnya meningkat, dengan meningkatnya tekanan hidrostatis maka
kemungkinan terjadinya longsoran dan runtuhan akan dapat dihindari.
b. Bentonic shale
Shale jenis ini mengandung coloidal clay yang kemampuan hidrasinya
menyerupai bentonic. Hidrasi ini akan menyebabkan bentonic shale memuai kedalam
lubang bor, sehingga menimbulkan bagian yang sempit (tight spot). Hal ini ditandai
dengan kenaikan torsi, drag dan bit balling.
c. Fractured Brittle Shale
Shale jenis ini sangat rapuh, serta mempunyai rekahan (Fractured) yang
miring. Lapisan ini mudah runtuh kedalam lubang bor.
Penanggulangan problem ini dengan cara menurunkan water loss dan bila mungkin
menaikan tekanan hidrostatis lumpur pemborannya.
dimana :
DF = Differential Force
Hs = tekanan hidrostatik lumpur pemboran
Pf = tekanan formasi
Kontak area (area of contact) merupakan hasil perkalian antara ketebalan zone
permeable dengan ketebalan mud cake, atau seringkali dinyatakan sebagai :
Kontak area = h x t ………………………………………...................... (3-2)
Faktor gesekan (friction faktor) dinotasikan f, besarnya bervariasi dimana salah satu
faktor yang mempengaruhi adalah komposisi mud cake, dengan mensubstitusikan
persamaan (3-2) ke dalam persamaan (3-1) didapatkan :
Gambar 3.1.
Differential Pipe Sticking 32)
Besarnya gaya differensial sangat sensitif untuk berubah terutama pada nilai kontak
area dan faktor gesekan, yang keduanya (kontak area dan faktor gesekan) merupakan
fungsi waktu. Semakin lama pipa dibiarkan berada dalam keadaan statis, tebal mud
cake akan meningkat. Demikian halnya dengan faktor gesekan yang akan meningkat
dengan semakin banyaknya air yang ditapiskan dari mud cake.
Gambar 3.2.
Perkembangan Differential Sticking Menurut Waktu
(a). kondisi awal; (b). setelah beberapa jam.32)
Gaya differensial ini juga sangat sensitif untuk berubah dalam hal besarnya
perbedaan tekan (Hs – Pf). Dalam operasi pemboran yang normal diusahakan terdapat
overbalance pressure antara 100 sampai dengan 200 psi (6.8 – 13.6 bar). Kenaikan
overbalance pressure yang tinggi dapat ditimbulkan oleh hal-hal sebagai berikut :
a). Kenaikan tiba-tiba dari berat lumpur pemboran yang akan meningkatkan tekanan
hidrostatik lumpur dan pada akhirnya akan meningkatkan besarnya overbalance
pressure.
b). Pemboran yang melalui reservoir yang terdeplesi dan adanya regresi tekanan.
Regresi tekanan terjadi pada operasi pemboran pada saat gradien tekanan
formasi menurun sementara gradien tekanan lumpur pemboran tetap untuk menahan
tekanan formasi pada formasi batuan yang berada diatasnya. Gambar 3.2.
menunjukkan gambaran tentang keadaan yang mungkin terjadi pada saat awal
terjadinya differential sticking dan beberapa jam sesudahnya.
3.1.2.2. Mechanical Sticking (Jepitan Mekanis)
Pipa dapat terjepit secara mekanis bila :
1. Keratan bor atau formasi yang mengalami sloughing menyumbat annulus
disekitar rangkaian bor.
2. Rangkaian bor diturunkan terlalu cepat sehingga menghantam bridge atau tight
spot atau dasar lubang.
3. Ditarik masuk ke dalam lubang kunci (key seat).
Tight spot dapat terjadi pada pemboran yang undergauge (ukuran lubang lebih
kecil daripada ukuran bit menerut program) sebagai akibat digunakannya bit yang
sudah aus atau digunakannya diamond corinnnng bit yang undersized. Tight spot ini
ditandai sebagai kenaikan overpull selama operasi trippng out (beban yang terjadi
sebagai akibat naiknya buoyant weight dari rangkaian). Untuk mencegah terjadinya
jepitan mekanis ini, tight spot harus di-reaming sebelum melakukan pemboran bagian
(section) lubang yang baru.
Metode yang biasanya dilakukan untuk membebaskan pipa yang terjepit
secara mekanis adalah dengan usaha menggerakkan pipa baik diputar ataupun ditarik
atau dengan mengaktifkan jar, apabila rangkaian pipa dilengkapi dengan jar. Jika
metode ini gagal, biasanya disemprotkan fluida organik dan kemudian prosedur yang
telah disebutkan tadi diulangi.
Gambar 3.3.
Perkembangan Key Seat.32)
3.1.3. Hilang Lumpur (Lost Circulation)
Hilang lumpur adalah peristiwa hilangnya lumpur pemboran masuk ke dalam
formasi. Hilang lumpur ini merupakan problem lama di dalam pemboran, yang
meskipun telah banyak penelitian, tetapi masih banyak terjadi dimana-mana, serta
kedalaman yang berbeda-beda. Hilang lumpur tejadi karena dua faktor, yakni : faktor
mekanis dan faktor formasi.
3. Hilang lumpur.
Hilang lumpur pada saat tertentu terlalu besar, sehingga permukaan lumpur
dalam lubang bor turun, dan tekanan hidrotatis lumpur dapat menjadi lebih kecil
daripada tekanan formasi. Hilang lumpur ini dapat terjadi karena porositas
formasi terlalu besar, formasi yang bergua (cavernous), mungkin pula karena ada
celah-celah atau rekahan di dalam formasi.
4. Abnormal pressure.
Adakalanya pemboran menembus formasi dengan tekanan sangat tinggi, dan
melebihi tekanan hidrotatis lumpur.
3.1.4.2. Peralatan Deteksi Well Kick
Peralatan standard :
1. Pit level indikator, dipakai level-measiring transducer pada setiap tangki
lumpur, sehingga volume lumpur di tangki selalu dapat di catat.
2. Pump stroke counter, alat penghitung jumlah langkah pompa ini sangat
perlu untuk pengendalian kick atau semburan liar.
3. Flow indicator, pada flow line untuk mengamati adanya atau besarnya
aliran pada flow line.
4. Trip tank, untuk mengamati jumlah lumpur yang keluar atau masuk
lubang bor pada waktu operasi cabut atau masuk pahat.
5. Gas chromatograph, untuk menganalisa gas.
Dalam hal inilah peralatan semburan liar akan berfungsi untuk mengatasi kick
dan semburan. Untuk itu diperlukan peralatan yang baik dan mempunyai tekanan
kerja yang sesuai.
Dari persamaan diatas dapat diubah menjadi besaran yang berlaku untuk filtrat
lumpur dinamik, yaitu :
Vo V C T To ...............................................................................(3-7 )
dimana :
V = Volume filtrat, ml/in2
Vo= Volume filtrat dinamik/statik awal, ml/in2
To= Waktu filtrasi selama Vo, ml/in2
Terinvasinya mud filtrat ke dalam formasi aalah suatu permulaan dimana mud cake
belum terbentuk, peristiwa ini disebut surge loss.
Gambar 3.5.
Besarnya Surge Loss untuk Berbagai Ukuran Partikel Lumpur 16)
Emulsi
Emulsi antara lain terbentuk karena bertemunya dua macam fluida yang
dalam kondisi normal tidak dapat bercampur, dalam hal ini minyak dengan filtrat
fluida. Dengan bertambahnya filtrat akan mendorong emulsi yang sudah ada
semakin jauh dari lubang sumur, sehingga memasuki tahap produksi dapat
menghalangi aliran minyak ke lubang sumur.
Perubahan sifat kebasahan (wettabilitas) batuan.
Kandungan bahan-bahan kimiawi yang ada dalam fluida filtrat seperti
surfactant, dapat menyebabkan terjadinya perubahan sifat kebasahan batuan.
Perubahan sifat kebasahan ini menyebabkan aliran air menjadi lebih mudah dan
sebaliknya minyak menjadi lebih sulit sehingga pada akhirnya akan
menyebabkan produksi air akan meningkat.
Pembentukan endapan scale
Sebelum tahap produksi, endapan scale cendrung terbentuk akibat
bertemunya dua jenis air yang mempunyai kandungan ion yang berbeda. Ion-ion
ini akan bereaksi dan membentuk endapan scale
Gambar 3.6.
Hidrasi Air Pada Plat-plat Montmorillonite 24)
3.2.1.3. Pengaruh Partikel Padatan Lumpur Pemboran
Adanya partikel-partikel padatan dalam lumpur dapat menimbulkan
penyumbatan dalam poi-pori batuan, dan sangat mempengaruhi permeabilitasnya.
Dilihat dari cara terinvasinya partikel-partikel padatan ini, maka dapat
dikelompokkan menjadi tiga cara, yaitu :
1. Partikel dengan ukuran cukup kecil masuk melalui celah-celah pori batuan.
Jumlahnya akan terus bertambah sehingga menyumbat pori-pori batuan
2. Padatan dengan ukuran cukup besar, sebutir padatan sudah cukup untuk
menyumbat pori-pori batuan.
3. Padatan yang mempunyai ukuran besar sehingga tidak dapat masuk kedalam
pori-pori batuan. Padatan ini akan bertambah pada permukaan formasi
membentuk filter cake.
Ketiga cara diatas menyebabkan penguranagn permeabilitas, yang pada
akhirnya akan mengurangi laju alir hidrokarbon dari formasi kedalam lubang bor.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan penyumbatan saluran pori batuan adalah :
Ukuran pori-pori batuan formasi
Distribusi ukuran partikel padatan lumpur
Kecenderungan partikel padatan untuk mengmpul
Kehadiran sejumlah minyak, grease atau bahan kimia pembentuk selaput
yang dapat mengikat atau merakatkan partikel.
Sistem lumpur serta pemboran yang baik tidak menyebabkan invasi padatan
kedalam formasi lebih dari 1-2 inch. Pada formasi rekah alami invasi dalam jumlah
besar dapat terjadi, sehingga untuk menguranginya harus ditambah dengan LCM
(material pencegah kehilangan lumpur karena sirkulasi). Tekanan overbalance dapat
menyebabkan terjadinya retakan atau memperbesar ukuran rekah alami. Lumpur
pemboran harus didesain agar invasi partikel padatan lumpur terjadi hanya beberapa
inchi kedalam formasi dan terbatas pada jarak tembus perforasi. Semakin jauh dari
lubang sumur, invasi dan pengaruhnya akan semakin mengecil dan permeabilitas
akan semakin membesar dan kembali sama dengan permeabilitas alami formasi.
Kriteria lumpur pemboran yang baik antara lain :
Lumpur harus mengandung berbagai ukuran partikel (dengan distribusi yang
cukup lebar).
Memungkinkan invasi terkendali.
Pembentukan mud/filter cake cepat dan baik dalam pengertian berfungsi
sebagai filter secara bertahap pada berbagai kondisi permeabilitas dan ukuran
pori.
3.2.2. Adanya Clay dalam Formasi
Clay adalah mineral unconsolidated yang terdiri dari butiran-butiran yang
mempunyai ukuran partikel yang lebih kecil dari dua mikron dan hampir ada di
semua batuan formasi. Partikel tersebut dapat berupa lapisan tebal atau tipis atau
berselang-seling dengan lapisan batu pasir atau karbonat, atau juga dapat tersebar
dalam batupasir sebagai butiran-butiran. Macam-macam clay yang sering dijumpai
dilapangan adalah :
1. Montmorillonite OH 4 Al 4 Si8 O20 .nH 2 O
Montmorillonite atau yang lebih dikenal dengan nama bentonite dan banyak
dipakai dalam lumpur pemboran. Lempung ini memiliki sifat strongly swelling clay.
Swelling pada lempung merupakan akibat dari pengabsorpsian molekul air pada
basal plane-nya, karena panggantian kation yang ada diantara kristal lempung dengan
molekul air. Dari semua jenis clay, hanya bentonite yang memiliki kemampuan
mengembang jika kontak dengan air, khususnya fresh water. Bentonite terbagi
menjadi dua jenis, yaitu Na-Bentonite (smectite) dan Ca-Bentonite. Na-Bentonite
atau Sodium Bentonite jauh lebih baik dibandingkan dengan Ca Bentonite dalam hal
pengembangan, karena mampu mengembang delapan kali bila dicampur dengan
air.Bila ion-ion diantara lempeng kristal bentonite tersebut bervalensi dua seperti Ca
dan Mg maka sifat mengembangnya akan hilang.