Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
“Considering that, while seeking means to preserve peace and prevent armed
conflict among nations, it is likewise necessary to have regard to cases where an
appeal to arms may be caused by events which their solicitude could not avert.”
All members shall settle their international disputes by peaceful means in such
manner that international peace and security, and justice, are not endangered.
3. The principle concerning the duty not to intervene in matters within the
domestic jurisdiction of any State, in accordance with the Charter [prinsip non-
intervensi urusan yang ada di dalam yurisdiksi domestik negara lain];
Convention (II) with Respect to the Laws and Customs of War on Land and
its annex: Regulations concerning the Laws and Customs of War on Land,
The Hague, 29 Juli 1899.
United Nations Charter, 1945, Pasal 2 ayat (3).
Declaration on Principles of International Law concerning Friendly Relation
and Co-operation among States in accordance with the Charter of United
Nations, 1970
4. The duty of States to co-operate with one another in accordance with the
Charter [prinsip kewajiban kerja sama antar negara];
7. The principle that States shall fulfil in good faith the obligations assumed by
them in accordance with the Charter [prinsip penggunaan iktikad baik dalam
menjalankan kewajiban dalam Piagam PBB].
1. penyelesaian sukarela
Jika negosiasi tidak berhasil, salah satu pihak bisa memutuskan untuk melakukan
terminasi. Hal ini juga bisa disebut the other way of settling a treaty.
Jika suatu sengketa tidak bisa diselesaikan dengan negosiasi, pihak ketiga bisa
diundang untuk membantu. Berhasil atau tidaknya bergantung pada banyak
faktor. Salah satunya adalah tingkat kerjasama antara para pihak. Tidak semua
perjanjian mengatur perihal penyelesaian sengketa dengan bantuan pihak ketiga
sehingga para pihak perlu menegosiasikan suatu kesepakatan ad hoc tentang hal
ini. Jika pilihannya adalah mediasi atau konsiliasi, kecuali para pihak menghendaki
sebaliknya, para pihak tidak terikat pada rekomendasi yang diberikan oleh pihak
ketiga ini.
Konsiliasi
Pilihan konsiliasi bisa diberikan oleh perjanjian itu sendiri, perjanjian mengenai
penyelesaian sengketa secara umum di mana kedua belah pihak menjadi pihak di
dalamnya, atau disepakati secara ad hoc. 29 Karakteristik konsiliasi telah
dijelaskan dengan baik dalam Annex VCLT itu sendiri, yang memberikan pilihan
konsiliasi antara para pihak konvensi untuk beberapa kasus tertentu saja.
(4) The [Conciliation] Commission may draw the attention of the parties to the
dispute to any measures which might facilitate an amicable settlement.
(5) The Commission shall hear the parties, examine the claims and objections, and
make proposals to the parties with a view to reaching an amicable settlement of
the dispute.
(6) . . . The report of the Commission, including any conclusions stated therein
regarding the facts or questions of law, shall not be binding upon the parties and
it shall have no other character than that of recommendations submitted for the
consideration of the parties in order to facilitate an amicable settlement of the
dispute
Format ini dijadikan contoh untuk berbagai perjanjian internasional yang lain,
salah satunya adalah United Nations Convention on the Law of the Sea 1982.
Komisi konsiliasi biasanya terdiri dari tiga sampai empat anggota; satu (atau dua)
anggota dipilih oleh masing-masing pihak dan satu pihak dipilih oleh anggota yang
ditunjuk tadi untuk bertindak sebagai ketua. Jika para pihak gagal untuk
menunjuk anggotanya atau tidak tercapai kesepakatan antara para anggota yang
ditunjuk atas anggota ketiga, biasanya pemilihan anggotanya diserahkan kepada
seseorang yang independen seperti Presiden ICJ atau Sekretaris Jenderal PBB.
Atas dasar inilah, penetapan tenggat waktu menjadi penting. Annex VCLT ini
memberikan model yang baik bagi perjanjian multilateral dengan menyediakan
daftar tetap konsiliatior agar penunjukan konsiliator tidak hanya diserahkan
kepada para pihak yang bersengketa.
Hasil konsiliasi hampir selalu tidak mengikat (non-binding). Hal ini dijelaskan
dengan baik dalam Annex VCLT Sehingga, dapat disimpulkan bahwa konsiliasi, di
satu sisi, adalah mekanisme penyelesaian yang kurang efektif dibandingkan
arbitrase atau penyelesaian secara yudisial – yang mana keputusannya mengikat
(binding) – tetapi biayanya dan waktu yang digunakan bisa sama besarnya. Jika
konsiliasi tidak berhasil, kecuali kemudian para pihak sepakat untuk menggunakan
arbitrase atau penyelesaian secara yudisial, maka tidak ada cara lain yang bisa
digunakan untuk menyelesaikan sengketa
Jasa-jasa baik (good offices) adalah mekanisme yang mirip dengan mediasi
(istilahnya bahkan seringkali dipertukarkan), yaitu melibatkan juga pihak ketiga –
biasanya Sekretaris Jenderal PBB atau wakil khususnya – yang memberikan
asistensi berimbang dalam upaya menyelesaikan sengketa. Prosesnya juga
memiliki kelemahan yang sama dengan mediasi.
Mediasi dan jasa-jasa baik pada dasarnya adalah suatu negosiasi antara
kedua belah pihak yang bersengketa dengan mediator sebagai pihak yang aktif,
berwenang, malah diharapkan untuk mengajukan proposal yang fresh – yang
tidak terpikirkan oleh kedua pihak serta untuk menginterpretasi dan
mempertemukan proposal para pihak yang bersengketa. Hal yang membedakan
mediasi dengan konsiliasi adalah bahwa mediasi umumnya mengajukan
rekomendasi penyelesaian secara informal dan berdasarkan informasi yang
diberikan oleh kedua belah pihak; tidak seperti konsiliasi yang menggunakan jasa
investigasi tersendiri, meskipun dalam praktek perbedaanya sangat kabur
iii. pencarian fakta (inquiry) ‘Inquiry’
inquiry sebagai suatu istilah dapat digunakan dalam dua hal yang berbeda,
meskipun keduanya berkaitan. Dalam arti luas, inquiry merujuk pada suatu proses
dalam persidangan atau lembaga ajudikasi lainnya dalam mencari fakta untuk
dipertimbangkan dalam membuat suatu keputusan. Inquiry dalam artian ini
adalah komponen penting dalam arbitrasi, konsiliasi, ajudikasi oleh organisasi
Dalam suatu sengketa, para pihak memiliki versi yang berbeda tentang fakta yang
terjadi. Agar suatu sengketa dapat diselesaikan, maka dibutuhkan rangkain fakta
yang dapat disetujui atau setidaknya diakui oleh para pihak yang bersengketa.
Sehingga inquiry yang dimaksud di sini adalah kegiatan pencarian fakta dengan
bantuan pihak ketiga yang dapat memuaskan para pihak yang bersengketa.
Namun, para pihak tidak memiliki keharusan untuk menerima fakta-fakta yang
ditemukan oleh pihak ketiga, kecuali mereka menghendaki hal yang sebaliknya.
Rencana pembentukan dan mekanisme pelaksanaan suatu komisi inquiry
diberikan secara garis besarnya oleh Konvensi Hague 1899 dan 1907.
sengaja atau tidak. Akhirnya, Jerman membayar ganti rugi sebesai 6.5
florin ke pemerintah Belanda.
Arbitrase adalah pengajuan sengketa kepada seorang atau lebih hakim untuk
diputuskan dengan prinsip-prinsip yang dipilih oleh para pihak. Para pihak harus
menerima dan menghormati putusannya. Hakim dalam hal ini disebut
“arbitrators” dan keputusannya disebut “award.” Arbitrase yang hanya dipimpin
oleh seorang arbiter biasanya adalah arbitrase dengan kasus yang simpel dengan
cakupan sengketa yang sempit. Dalam kasus yang lebih besar, tiap pihak yang
bersengketa akan memilih seorang arbirator dan para arbiter ini akan menunjuk
seorang arbiter lainnya. Arbiter yang dipilih oleh para pihak ini akan bisa
menjelaskan posisi negara yang diwakilinya.
Karena arbitrase adalah suatu proses yang konsensual, para pihak pertama-
tama harus sepakat bahwa sengketa akan dibawa ke arbitrase. Klausa yang
menyatakan bahwa para pihak sepakat untuk menyelesaikan sengketa di masa
depan dengan mekanisme arbitrase disebut dengan compromissory clause. Akan
lebih baik jika klausa ini mengatur secara detail. Beberapa perjanjian internasional
di masa lampau hanya mengatur secara umum terkait penyelesaian sengketa
dengan arbitrase (seperti UK-US Air Services Agreement) dan menyerahkan
syarat-syarat yang lebih mendetail di kemudian hari. Hal ini akan menambah
kerumitan sengketa karena pihak yang bersengketa, sebelum mencoba
menyelesaikan pokok sengketa, masih harus
Ibid. 44
Ibid., hlm. 292 45
Ibid.
- komposisi tribunal;
- bahasa;
- biaya;
Hal-hal yang disebutkan di atas tidak perlu seluruhnya diatur. Misalnya, aturan
tentang prosedur dan metode kerja bisa disepakati untuk diatur oleh tribunal
yang hendak dibentuk.
Hal yang perlu dihindari adalah kelalaian untuk mengatur pihak ketiga yang
akan menunjuk arbiter ‘netral’ atau arbiter ‘nasional’ jika tidak terjadi
kesepakatan antara para pihak. Kelalaian ini ditemukan dalam Annex 2 Dayton
Agreement yang mengatur penyelesaian sengketa melalui arbitrase dengan tiga
orang arbiter. Meskipun ada ketentuan di mana Presiden ICJ akan menunjuk
seorang arbiter netral jika tidak terjadi kesepakatan, tidak ada ketentuan yang
memberikan hak untuk Presiden ICJ (atau pihak ketiga lainnya) untuk menunjuk
arbiter nasional jika salah satu pihak gagal untuk menunjuk. Selain itu, penting
pula untuk menyepakati poinpoin yang hendak diselesaikan melalui arbitrase.
Arbitrase, sebagai salah stau cara penyelesaian sengketa, sering digunakan
dalam hubungan dagang internasional. Hal ini, menurut Rajagukguk, disebabkan
karena beberapa alasan. Pertama, pada umumnya pihak asing kurang mengenal
sistem tata negara lain. Kedua, adanya keraguan akan sikap objektivitas
Pengadilan setempat
dalam memeriksa dan memutus pekara yang di dalamnya terdapat unsur asing.
Ketiga, pihak asing masih ragu akan kualitas dan kemampuan pengadilan negara
berkembang dalam memeriksa dan memutus perkara yang berskala perdagangan
internasional dan alih teknologi. Keempat, timbulnya dugaan dan kesan,
penyelesaian sengketa melalui jalur formal badan peradilan memakan waktu yang
lama.49 Beberapa nama badan arbitrase asing yang sering digunakan untuk
mneyelesaikan sengketa bisnis internasional, di mana pihaknya bisa saja negara,
adalah International Chamber of Commerce (ICC) yang didirikan pada tahun 1923;
American Arbitration Association (AAA) yang didirikan pada tahun 1926; London
Court of International Arbitration (LCIA) yang didirikan pada tahun 1892, dan
United Nations Comission on International Trade Law (UNCITRAL).
“Any dispute arising in connection the present contract shall be finally settled
under the Rules of Conciliation and Arbitration of the International Chamber of
Commerce by one or more arbitrators appointed in accordace with the said
Rules.”
“Any dispute arising out of or in connection with this contract, including any
question regarding its existence, validity or termination, shall be refrred to and
finally resolved by arbitration under the Rules of the London Court of
International Arbitration, which Rules are deemed to be incorporated by
reference into this clause.”
b. penyelesaian yudisial
Penyelesaian judisial adalah suatu mekanisme penyelesaian sengketa
dengan merujuk sengketa tersebut ke suatu tribunal permanen untuk
membuat putusan yang mengikat. Penyelesaian jenis ini merupakan
perkembangan dari arbitrase. Tribunal yang dimaksud dapat berupa
tribunal yang memiliki yurisdiksi umum (general jurisdiction) seperti
International Court of Justice (ICJ) atau yurisdiksi khusus seperti
International Tribunals for the Law of the Sea (ITLOS).
- membuat deklarasi timbal balik sesuai dengan Pasal 36 Statuta ICJ yang
menyatakan penerimaan terlebih dahulu yurisdiksi ICJ untuk memutus semua
kasus terkait perjanjian internasional yang sedang berjalan.
Oleh karena itu, tribunal permanen seperti ICJ memiliki contentious
jurisdiction, yaitu bahwa tribunal itu tidak memiliki yurisdiksi untuk membuat
keputusan atas suatu sengketa kecuali para pihak yang bersengketa telah
memberikan persetujuannya.
International Tribunal for the Law of the Sea (Mahkamah Hukum Laut
Internasional) adalah badan yang dibentuk berdasarkan Annex VI dari Konvensi
Hukum Laut Internasional (UNCLOS, 1982). UNCLOS mengamanatkan agar setiap
perselisihan atau sengketa yang timbul di antara negara peserta konvensi
diselesaikan melalui jalan damai.
Prinsip ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 279 UNCLOS 1982 yang
menyatakan bahwa:
“State parties shall settle any dispute between them concerning the
interpretation or application of this convention by peaceful means...”
Pada pasal selanjutnya, yaitu Pasal 280, para pihak yang bersengketa
dengan persetujuan bersama dapat memilih sendiri prosedur apa yang akan
digunakan untuk penyelesaian sengketa yang timbul. Beberapa pilihan prosedur
yang dapat dipilih menurut Pasal 287 UNCLOS 1982, upaya penyelesaian dapat
dilakukan melalui:
i. International Tribunal for the Law of the Sea yang dibentuk berdasarkan
Annex VI;
ii. ii. International Court of Justice;
iii. iii. Arbitral Tribunal yang dibentuk berdasarkan Annex VII; dan
iv. iv. Special Arbitral Tribunal yang dibentuk berdasarkan Annex VIII guna
menyelesaikan masalah-masalah khusus.
Tribunal ini terdiri dari 21 orang anggota yang dipilih oleh negara-negara
anggota UNCLOS 1982. Jumlah ini dianggap cukup untuk mewakili berbagai
prinsip dalam sistem hukum yang ada di dunia. Dari 21 orang anggota ini, tidak
ada dua orang yang memiliki kewarganegaraan sama. Anggota dipilih untuk
masa jabatan sembilan tahun dan mungkin dipilih kembali untuk satu masa
jabatan. Sebagai pelaksanaan dari prinsip keadilan dan ketidakberpihakan,
anggota Tribunal tidak diperkenankan untuk bertindak sebagai konsultan,
penasehat, atau mewakili pihak-pihak lain yang sedang ditangani Tribunal.
Dalam Vienna Convention on the Laws of Treaty, 1969 juga diatur perihal
sengketa dan penyelesaiannya dalam Pasal 65 dan Pasal 66. Namun, kedua pasal
ini hanya berlaku pada sengketa yang berhubungan dengan Pasal 46-64 tentang
Invalidity, Termination, and Suspension of the Operation of Treaties. Sehingga,
ketentuannya tidak mencakup sengketa yang timbul akibat penerapan atau
interpretasi perjanjian internasional.62 Dalam Pasal 65 ayat (3) dan ayat (4) VCLT
diatur bahwa:
(3) If, however, objection has been raised by any other party, the parties shall
seek a solution through the means indicated in Article 33 of the Charter of the
United Nations.
(4) Nothing in this foregoing paragraphs shall affect the rights or obligations of
the parties under any provisions in force binding the parties with regard to the
settlement of disputes.
If, under paragraph 3 of article 65, no solution has been reached within a period
of 12 months following the date on which the objection was raised, the following
procedures shall be followed:
KESIMPULAN :
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Dorr, Oliver dan Kirsten Schmalenbach (Eds). 2012. Vienna Convention on the Law
of Treaties, A Commentary. (New York: Springer Heidelberg Dordrecht)
Randy, Daeng. “Statute of the International Tribunal for the Law of the Sea.”
Indonesian Journal of International Law Vol. 1 No. 3 (Apr, 2004).
Instrumen Hukum
Convention (II) with Respect to the Laws and Customs of War on Land and its
annex: Regulations concerning the Laws and Customs of War on Land. The Hague,
29 Juli 1899.