Вы находитесь на странице: 1из 138

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG

PADA BEBERAPA TIPE HABITAT


DI HUTAN LINDUNG GUNUNG LUMUT
KALIMANTAN TIMUR

MUHDIAN PRASETYA DARMAWAN

E 34101016

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG
PADA BEBERAPA TIPE HABITAT
DI HUTAN LINDUNG GUNUNG LUMUT
KALIMANTAN TIMUR

MUHDIAN PRASETYA DARMAWAN


E 34101016

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
Judul Skripsi : Keanekaragaman Jenis Burung Pada Beberapa Tipe Habitat di
Hutan Lindung Gunung Lumut Kalimantan Timur
Nama : Muhdian Prasetya Darmawan
NRP : E 34101016
Departemen : Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Menyetujui,
Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, M.Sc Ir. Jarwadi Budi Hernowo, M.Sc.F
NIP. 131 284 817 NIP. 131 685 543

Mengetahui,
Dekan Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS


NIP. 131 430 799

Tanggal Lulus :
ABSTRAK

MUHDIAN PRASETYA DARMAWAN. Keanekaragaman Jenis Burung Pada


Beberapa Tipe Habitat di Hutan Lindung Gunung Lumut, Kalimantan Timur.
Dibimbing oleh ANI MARDIASTUTI dan JARWADI BUDI HERNOWO.

Burung merupakan salah satu jenis satwaliar yang banyak dimanfaatkan oleh
manusia. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingginya penggunaan
jenis burung, tekanan terhadap spesies dan habitat alami burung semakin meningkat.
Hutan Lindung Gunung Lumut merupakan salah satu kawasan lindung di
Kalimantan Timur yang dapat diproyeksikan sebagai habitat alternatif bagi burung.
Untuk mengetahui potensi dan keanekaragaman jenis burung serta habitatnya, perlu
dilakukan studi ilmiah dan inventarisasi, yang dapat digunakan untuk mendukung
implementasi rencana pengelolaan HLGL. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
keanekaragaman, kelimpahan, keterkaitan vegetasi dengan burung dan penggunaan
ruang secara stratifikasi oleh burung.
Penelitian dilakukan di Hutan Lindung gunung Lumut (HLGL) Kalimantan
Timur. Peralatan yang digunakan adalah binokuler, perekam dan pita kaset, kamera,
kompas “Engginer”, jam, alat tulis dan tallysheet, meteran, Global Positioning
Sistem (GPS ”Magellan 315”), buku panduan pengenalan tumbuhan dan pengenalan
burung. Obyek yang digunakan adalah burung dan habitatnya. Pengambilan data
burung di lapangan dilakukan dengan inventarisasi menggunakan metode IPA
(Indices Ponctuels d’Abondence). Dalam metode ini, pengamat berhenti pada suatu
titik pangamatan dan menghitung semua burung yang terdeteksi selama selang waktu
20 menit. Pengamatan dimulai pada pagi hari pukul 06.00-09.00 WITA dan sore
hari pukul 15.30-16.30 WITA. Pada setiap lokasi pengamatan di buat 6 titik
pengamatan dan jarak antar titik adalah 200 m dengan pengulangan sebanyak 5 kali
setiap lokasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekayaan jenis burung yang ditemukan di
Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) tergolong cukup tinggi, yaitu sebanyak 150
jenis yang termasuk kedalam 34 suku, dengan jenis endemik sebanyak empat.
Seluruh jenis burung yang dijumpai tersebar di berbagai lokasi pengamatan.
Pada setiap lokasi pengamatan hanya menemukan sebagian jenis burung. Lokasi
dengan penemuan jenis burung paling banyak adalah pada Jalur jalur HT1 dengan 71
jenis (180 individu) pada pagi hari serta 41 jenis (87 individu) pada pengamatan sore
hari. Lokasi dengan penemuan paling sedikit pada pengamatan pagi hari yaitu SU2
dengan 30 jenis (72 individu) serta pengamatan sore hari pada JL2 dengan 23 Jenis
(82 individu).

Penyebaran jenis burung paling luas, yang tercatat di seluruh tipe habitat adalah
jenis Pycnonotus simplex, Irena puella, Orthotomus ruficeps, Arachnothera
longirostra dan Dicaeum trigonostigma. Jenis-jenis tersebut dapat ditemukan di
seluruh tipe habitat dimungkinkan karena jenis tersebut memiliki rentang habitat
yang luas, sehingga mampu beradaptasi dengan tipe habitat yang berbeda. Penemuan
jenis pada pagi dan sore hari menunjukkan perbedaan karena pada umumnya jenis
burung yang dijumpai merupakan jenis diurnal yang aktif pada pagi dan siang hari.
Berdasarkan uji t student didapatkan bahwa pangamatan antara pagi dan sore hari
menunjukkan perbedaan keanekaragaman burung pada HT1, JL1 dan SU1 serta
menunjukkan tidak ada perbedaan keanekaragaman burung pada HT2, JL2 dan SU2.
Sifat kunjungan jenis burung dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu
kelompok penetap dan pendatang musiman. Sebanyak 146 jenis merupakan penetap
dan empat jenis adalah pendatang musiman. Jenis pendatang musiman ini tercatat
empat jenis yaitu Hirundo rustica, Motacilla cinerea, Muscicapa daurica dan Lanius
cristatus.
Menurut komposisi pakannya, jenis burung yang paling dominan di HLGL
adalah kelompok burung pemakan serangga (insectivora). Serangga dimanfaatkan
oleh 139 jenis burung (92,67%) dan 67 jenis diantaranya (48,20%) merupakan
pemakan serangga sejati. Pemakan serangga sejati merupakan murni pemakan
serangga tanpa mengkonsumsi jenis pakan lain
Jenis burung yang memiliki status dilindungi oleh pemerintah Indonesia tercatat
sebanyak 32 jenis, 6 kelompok pada tingkat suku yaitu suku Accipitridae, suku
Psittacidae, suku Trogonidae, suku Alcedenidae, suku Bucerotidae dan suku
Nectariniidae serta 4 jenis pada tingkat jenis yaitu Argusianus argus, Pitta guajana,
Rhipidura javanica dan Gracula religiosa. Jenis dilindungi tersebut yang masuk
Appendix II CITES sebanyak 12 jenis (3 suku dan 3 jenis).
Kelimpahan tertinggi jenis burung yang juga dominan pada pengamatan pagi
dan sore hari di HLGL adalah Pycnonotus simplex, Lonchura fuscans, Dicaeum
trigonostigma dan Rhapidura leucopygialis. Jenis ini memiliki kelimpahan tinggi
karena mampu memanfaatkan potensi pakan dan habitat di HLGL.
Nilai indeks keanekaragaman terbesar pada lokasi pengamatan adalah pada
habitat HT1, sedangkan nilai terendah diperoleh pada JL2. Nilai indeks
keanekaragaman tersebut berkisar antara 3.116-4.068. Nilai ini menunjukkan nilai
keanekaragaman yang cukup tinggi di suatu kawasan. Sedangkan indeks kemerataan
yang diperoleh dari HLGL menunjukkan nilai yang cukup tinggi, yaitu berkisar
antara 0.845-0.938. Nilai tertinggi tersebut diperoleh dari habitat HT2 sedangkan
terendah pada JL2. Nilai yang tinggi ini menunjukkan bahwa penyebaran individu
jenis burung pada satu komunitas sangat merata.
Vegetasi yang paling banyak dimanfaatkan oleh jenis burung adalah Ara (Ficus
sp.) di HT1, Meranti (Shorea sp.) di HT2, Marunjala di HT1, Nangsang (Macaranga
sp.) di JL1 dan SU2, Sungkai (Peronema canescens) di JL1 dan JL2, Mayas
(Duabanga moluccana) di SU1, Bekokal danum di SU2 dan semak belukar di HT1,
JL1, JL2, SU1 dan SU2. Sedangkan penggunaan ruang vertikal oleh burung pada
HLGL didominasi oleh penggunaan strata bagian atas. Pada habitat HT1 dan HT2
didominasi oleh penggunaan strata IV dan V. Sedangkan habitat lain, dominan
menggunakan strata III dan IV.
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi
ini berjudul “Keanekaragaman Jenis Burung Pada Beberapa Tipe Habitat di
Hutan Lindung Gunung Lumut, Kalimantan Timur”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini, antara lain :
1. Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti M.Sc dan Ir. Jarwadi Budi Hernowo MSc.F sebagai
pembimbing yang telah banyak memberikan masukan dan arahan, nasihat dan
bantuan selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

2. Lina Karlinasari S. Hut, MSc dan Dr. Ir. Cahyo Wibowo MSc sebagai dosen
penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Departemen Silvikultur.

3. Ayah, Ibu dan Adikku dan keluarga besar Bani Ismail atas dukungan dan
dorongan materi, moral dan spiritual, terutama atas doa dan bimbingannya.

4. Tropenbos International (TBI)-Kalimantan Programme yang telah memberikan


bantuan dana, untuk melaksanakan penelitian di HLGL Kaltim.

5. Dr. Dicky Simorangkir (Programme Team Leader TBI-KP), yang telah


memberikan kesempatan dan kepercayaan penulis untuk menerima bantuan dana
penelitian.

6. Insan Kurnia S.Hut atas bantuan, dukungan dan arahannya selama penyusunan
skripsi ini berlangsung.

7. Agus Hendrawan (UNMUL 2001) atas kerjasama dan suka-dukanya selama


dilapangan.

8. Masyarakat Adat Kampung Mului (Pak Jidan, Pak Jahan dan Pak Lindung),
Pemda Paser dan PeMA (Persatuan Masyarakat Adat) atas bantuan tenaga dan
izinnya.

Bogor, 6 Februari 2006

Muhdian Prasetaya Darmawan


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Blitar, pada tanggal 6 April 1983.


Merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Imam
Mucharor Spd. (Ayah) dan Masripah (Ibu)
Penulis menempuh pendidikan menengah atas di SMUN 1 Srengat dan lulus
pada tahun 2001. Pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi Konservasi Sumberdaya
Hutan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas
Kehutanan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi pengurus HIMAKOVA
pada bidang Kerohanian dan Kekeluargaan (2002/2003) serta Pengembangan
Sumber Daya Manusia (2003/2004). Penulis juga pernah menjadi ketua Kelompok
Pemerhati Burung (KPB) ”Prenjak” pada tahun 2003-2004. Pada bulan Juni 2004
penulis mengikuti Praktek Pengenalan Hutan di BKPH Rawa Timur- KPH
Banyumas Barat dan BKPH Gunung Slamet-KPH Banyumas Timur. Penulis juga
melakukan Praktek Pengelolaan Hutan pada bulan Juli-Agustus 2004 di Perum
Perhutani Unit I Jawa Tengah. Kemudian pada bulan Februari-April 2005, penulis
melaksanakan Praktek Kerja Lapang Profesi Departemen Konservasi Sumberdaya
Hutan dan Ekowisata di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Pada tahun 2003
sampai sekarang, penulis aktif menjadi anggota UKM Uni Konservasi Fauna (UKF)
IPB, pada Divisi Konservasi Burung.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis
melakukan penelitian dan menyusun karya ilmiah dengan judul ”Keanekaragaman
Jenis Burung Pada Beberapa Tipe Habitat di Hutan Lindung Gunung Lumut,
Kalimantan Timur” di bimbing oleh Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti M.Sc dan Ir.
Jarwadi Budi Hernowo MSc.F, atas bantuan dana dari Tropenbos International-
Kalimantan Programme.
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Burung merupakan salah satu jenis satwaliar yang banyak dimanfaatkan oleh
manusia sebagai bahan makanan, binatang peliharaan, pemenuhan kebutuhan
ekonomi dan estetika. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingginya
penggunaan jenis burung oleh manusia, mengakibatkan terjadinya tekanan spesies
dan habitat alami burung. Dengan banyaknya manfaat yang dimiliki, manusia
berupaya ingin memanfaatkan baik langsung maupun tidak langsung sehingga
kelestarian spesies burung ini dapat terancam.
Burung merupakan salah satu keanekaragaman hayati yang harus dijaga
kelestariannya dari kepunahan maupun penurunan keanekaragaman jenis. Menurut
Sujatnika et al. (1995), keberadaan suatu jenis burung dapat dijadikan sebagai
indikator keanekaragaman hayati, karena kelompok burung memiliki sifat-sifat yang
mendukung, yaitu hidup di seluruh habitat, peka terhadap perubahan lingkungan dan
taksonomi serta penyebarannya telah cukup diketahui.
Konservasi burung di Indonesia saat ini masih terpusat pada kawasan
konservasi seperti cagar alam, suaka margasatwa dan taman nasional. Burung
merupakan satwaliar yang memiliki tingkat mobilitas yang tinggi dan mampu
berdaptasi pada berbagai tipe habitat yang luas (Welty, 1982), sehingga upaya
konservasi juga perlu dilakukan di kawasan lain, salah satunya adalah di hutan
lindung.
Menurut UU no 41 tahun 1999, hutan lindung ialah kawasan hutan yang karena
keadaan sifat alamnya diperuntukkan guna mengatur tata air, pencegahan bencana
banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah. Gunung Lumut adalah salah
satu kawasan yang ditetapkan berdasarkan SK Menteri Kehutanan
No.24/Kpts/Um/1983 sebagai hutan lindung di Kalimantan Timur. Dengan status
tersebut, diharapkan Hutan Lindung Gunung Lumut dapat memberikan manfaat
sesuai dengan peruntukannya.
Dalam perkembangannya, Hutan Lindung Gunung Lumut diharapkan mampu
menampung keanekaragaman jenis burung. Hutan Lindung Gunung Lumut juga
diproyeksikan sebagai habitat alternatif bagi burung, karena habitat yang ada di
sekitarnya mengalami penurunan oleh kegiatan manusia. Sehingga untuk
mengetahui potensi dan keanekaragaman jenis burung serta habitatnya, perlu
dilakukan studi ilmiah dan inventarisasi dalam rangka pelestarian dan pengelolaan
keanekaragaman jenis burung dan habitatnya di HLGL.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :


1. Menganalisa keanekaragaman dan kelimpahan jenis burung pada beberapa
tipe habitat di Hutan Lindung Gunung Lumut
2. Menganalisa keterkaitan vegetasi sebagai komponen habitat dengan burung
yang menghuninya
3. Menganalisa pola penggunaan ruang secara stratifikasi vertikal oleh burung

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menyediakan data dan informasi ilmiah
mengenai keanekaragaman jenis burung dan habitatnya, serta berguna bagi upaya
pelestarian burung di Hutan Lindung Gunung Lumut.
TINJAUAN PUSTAKA

Burung

Definisi Burung

Burung termasuk dalam kelas Aves, sub Phylum Vertebrata dan masuk ke
dalam Phylum Chordata, yang diturunkan dari hewan berkaki dua (Welty, 1982).
Redaksi Ensiklopedi Indonesia (1992), menyebutkan bahwa burung telah dibagi
dalam ordo-ordo dan pembagiannya dimulai dari burung yang diperkirakan bersifat
paling primitif, lalu ditelusuri sampai tingkat perkembangan paling tinggi. Burung
dibagi dalam 29 ordo yang terdiri dari 158 famili.
Burung merupakan salah satu diantara kelas hewan bertulang belakang.
Burung berdarah panas dan berkembangbiak melalui telur. Tubuhnya tertutup bulu
dan memiliki bermacam-macam adaptasi untuk terbang. Burung memiliki
pertukaran zat yang cepat kerena terbang memerlukan banyak energi. Suhu
tubuhnya tinggi dan tetap sehingga kebutuhan makanannya banyak (Redaksi
Ensiklopedi Indonesia, 1992).
Welty (1982) mendiskripsikan burung sebagai hewan yang memiliki bulu,
tungkai atau lengan depan termodifikasi untuk terbang, tungkai belakang teradaptasi
untuk berjalan, berenang dan hinggap, paruh tidak bergigi, jantung memiliki empat
ruang, rangka ringan, memiliki kantong udara, berdarah panas, tidak memiliki
kandung kemih dan bertelur.

Manfaat dan Fungsi Burung

Burung merupakan salah satu jenis satwaliar yang memiliki banyak fungsi dan
sering dimanfaatkan oleh manusia. Manfaat dan fungsi burung secara garis besar
dapat digolongkan dalam :
a. Nilai Ekologis
Manfaat yang dijadikan penilaian adalah peran ekologis yang secara jelas dapat
dilihat dan dirasakan langsung. Peran tersebut adalah seperti membantu
penyerbukan bunga (burung sesap madu), pemakan hama (burung pemakan serangga
atau tikus) dan penyangga ekosistem (terutama jenis burung pemangsa) (Sozer,
1999). Hernowo et al. (1989) mengatakan bahwa dengan pentingnya peranan burung
bagi komponen ekosistem alam, burung dapat digunakan sebagai indikator
lingkungan, karena apabila terjadi degradasi lingkungan burung komponen alam
terdekat yang terkena dampaknya.
Menurut Welty (1982), jenis burung juga mempunya peran penting dalam
penyabaran biji tanaman. Burung yang dapat menyebarkan biji tersebut antara lain
adalah burung dari famili Anatidae, Columbidae, Picidae, Turdidae, Sittidae dan
Corvidae.
b. Nilai Ekonomis
Burung memiliki nilai ekonomis tinggi yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan
makanan (daging, telur, sarang), diperdagangkan dan dipelihara oleh masyarakat.
Menurut Welty (1982), bulu burung yang indah banyak dimanfaatkan oleh perancang
mode untuk desain pakaian atau aksesori lainnya. Manfaat lain yang dapat diambil
adalah sarang burung walet. Sarang burung ini memiliki kasiat untuk
menyembuhkan beberapa jenis penyakit, sehingga memiliki harga yang sangat
mahal. Selain manfaat tersebut, daging dan telur burung merupakan salah satu
sumber protein yang sangat berguna bagi manusia.
Menurut MacKinnon (1992), burung-burung banyak diperdagangkan sebagai
binatang peliharaan. Namun karena banyaknya aktivitas perdagangan ini, beberapa
jenis burung dilaporkan hampir lenyap, seperti cucak rawa, jalak, murai batu dan
perkutut.
c. Nilai Budaya
Di daratan tinggi Kalimantan, keberadaan burung dapat dijadikan kalender.
Lahan pertanian dikerjakan lantas disemai, bertepatan dengan kedatangan dan
lewatnya burung Kicuit Motacilla yang bermigrasi. Suku Iban dan Dayak lainnya di
Kalimantan, lebih jauh lagi menggunakan kebudayaan pemakaian jenis burung ini
sebagai petunjuk bertani (MacKinnon, 1992)
Menurut Welty (1982), masyarakat Dayak Laut di Kalimantan Selatan masih
percaya bahwa ada tujuh jenis burung yang merupakan menantu dewa-dewa
penguasa. Jenis-jenis tersebut adalah satu jenis piculet, satu jenis raja udang, dua
trogon, satu jenis jay, satu jenis pelatuk dan satu jenis shama.
d. Nilai Estetika
Burung menjadi inspirasi para seniman dalam berkarya, dalam bentuk tulisan,
nyanyian maupun lukisan. Banyak cerita-cerita dan lagu yang menggambarkan
keindahan burung. Lukisan Bali, baik tradisional maupun modern banyak yang
bertemakan burung (Surata, 1993 dalam Yuda, 1995).
Welty (1982), mengatakan bahwa burung memiliki nilai estetik dan rekreasi
yang tinggi. Menyaksikan keindahan dan keelokan burung serta tingkah lakunya
yang menarik, suaranya yang merdu merupakan pemandangan yang menakjubkan.
e. Nilai Ilmu Pengetahuan
Burung dapat dijadikan hewan percobaan dalam bidang famasi dan
kedokteran. Pemahaman terhadap malaria pada manusia tidak terlepas dari
penelitian malaria pada burung. Selain itu keberhasilan pembuatan vaksin penyakit
demam Yellow fever juga tidak terlepas dari penelitian burung (Welty, 1982).
Menurut Sozer et al. (1999), burung juga memiliki kepekaan tertentu terhadap
kesehatan lingkungan dalam habitatnya, sehingga dapat digunakan sebagai indikator
kesehatan lingkungan, salah satu diantaranya adalah sebangsa raja udang.

Keanekaragaman dan Kelimpahan Burung

Keanekaragaman Jenis Burung

Keragaman merupakan sifat komunitas yang menunjukkan tingkat


keanekaragaman jenis organisme yang ada di dalamnya. Menurut Krebs (1978)
keanekaragaman (diversity) yaitu banyaknya jenis yang biasanya diberi istilah
kekayaan jenis (species richnes). Odum (1993) mengatakan bahwa keragaman jenis
tidak hanya berarti kekayaan atau banyaknya jenis, tetapi juga kemerataan (evenness)
dari kelimpahan individu tiap jenis.
Keanekaragaman jenis burung berbeda pada setiap tempat, tergantung kondisi
lingkungan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor yang mempengaruhi
tersebut adalah keragaman konfigurasi dan ketinggian pohon (MacArthur and
MacArthur, 1961 dalam Welty, 1982). Sedangkan Krebs (1978) menyebutkan ada
enam faktor yang saling berkaitan yang menentukan naik turunnya keragaman jenis
suatu komunitas yaitu : waktu, heterogenitas ruang, persaingan, pemangsaan,
kestabilan lingkungan dan produktivitas. Blake et al. (2000) mengatakan bahwa
keanekaragaman jenis burung akan semakin berubah dengan perubahan ketinggiann,
dimana semakin rendah, keanekaragaman jenis burung semakin inggi.
Keanekaragaman jenis burung berbeda dari suatu tempat ke tempat lainnya, hal
ini tergantung pada kondisi lingkungan dan faktor yang mempengaruhinya.
Distribusi vertikal dari dedaunan atau stratifikasi tajuk merupakan faktor yang
mempengaruhi keanekaragaman jenis burung. Keanekaragaman merupakan khas
bagi suatu komunitas yang berhubungan dengan banyaknya jenis dan jumlah
individu tiap jenis sebagai komponen penyusun komunitas (Helvoort, 1981).
Menurut Odum (1993), keanekaragaman jenis mempunyai sejumlah
komponen yang dapat memberikan reaksi berbeda terhadap faktor geografis,
perkembangan atau fisik. Satu komponen utama keanekaragaman dapat disebut
sebagai kekayaan jenis dan komponen utama kedua dari keanekaragaman adalah
kemerataan.
Keanekaragaman jenis burung yang ada di Kalimantan Timur diperkirakan
cukup tinggi. Berdasarkan beberapa penelitian di berbagai tempat di Kalimantan
Timur, keanekaragaman burung tersebut dapat diketahui jenis dan penyebarannya.
Menurut MacKinnon et al. (1993), keanekaragaman jenis burung di Kawasan Taman
Nasional Kutai Kalimantan Timur memiliki keanekaragaman burung yang sudah
tercatat adalah 236 jenis. Sedangkan di tempat lain, yaitu di daerah Pa’Reyen Taman
Nasioanal Kayan Mentarang, keanekaragaman jenis burung yang ada di lokasi
tersebut mencapai 132 jenis dan 33 famili (Boer et al., 2003).
Keanekaragaman jenis burung yang tinggi di Kalimantan Timur juga dapat
dilihat dari keanekaragaman burung di areal bekas tebangan dan hutan primer di
HPH PT Narkata Rimba, Kalimantan Timur. Menurut Yusuf (1998),
keanekaragaman jenis burung yang terdapat di lokasi tersebut mencapai 148 jenis
burung.

Kelimpahan Jenis Burung

Kelimpahan adalah istilah umum yang digunakan untuk suatu populasi satwa
dalam hal jumlah yang sebenarnya dan kecenderungan naik turunnya populasi atau
keduanya (Shaw, 1985 dalam Mahmud, 1991). Kelimpahan erat kaitannya dengan
distribusi, sehingga biasanya kedua istilah ini seringkali digunakan bersama-sama
(Andrewartha & Birch, 1954 dalam Mahmud, 1991). Kelimpahan dapat dinyatakan
juga sebagai jumlah organisme per unit area (kepadatan absolut), atau sebagai
kepadatan relatif, yaitu kepadatan dari satu populasi terhadap populasi lainnya
(Krebs, 1978). Kelimpahan relatif adalah perbandingan kelimpahan individu tiap
jenis terhadap kelimpahan (jumlah) seluruh individu dalam suatu komunitas (Krebs,
1978).
Welty (1992) mengemukakan, modifikasi lingkungan alami menjadi lahan
pertanian, perkebunan, kota, jalan raya dan kawasan industri berakibat buruk bagi
burung. Walaupun modifikasi tertentu habitat alami dapat membawa keberuntungan
bagi spesies-spesies tertentu, namun secara keseluruhan berakibat merusak
kehidupan burung

Habitat Burung

Habitat adalah kawasan yang terdiri dari beberapa kawasan, baik fisik maupun
biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup dan
berkembangbiaknya satwaliar (Alikodra, 2002). Sedangkan menurut Sozer (1999),
habitat merupakan tempat makhluk hidup berada secara alami.
Di dalam suatu kawasan, habitat yang ada merupakan bagian penting bagi
distribusi dan jumlah burung. Bagi habitat yang tidak dilindungi, habitat mungkin
berubah, contohnya akibat penebangan hutan. Pengelolaan yang memadai sangat
bergantung pada pemahaman mengenai saling keterkaitan antara burung dan
habitatnya (Bibby et al., 2000).
Habitat terdiri dari beberapa mikrohabitat yang seringkali sangat besar
pengaruhnya terhadap satwa, karena adanya variasi iklim mikro. Untuk jenis
burung, iklim mikro tersebut erat kaitannya dengan cara penampatan sarang burung,
disamping alasan keamanan telur dan gangguan pemangsa (Welty, 1982).
Burung dapat menempati tipe habitat yang beranekaragam, baik habitat hutan
maupun habitat bukan hutan. Secara umum, burung memanfaatkan habitat tersebut
sebagai tempat mencari makan, beraktifitas, berkembangbiak dan berlindung.
Menurut Welty (1982), setiap burung yang hidup di alam membutuhkan dua
kebutuhan dasar yaitu bahan dan energi. Bahan menyediakan media untuk hidup
burung, seperti udara dan daratan, sedangkan energi didapatkan burung dari makanan
dan energi matahari.
Faktor yang menentukan keberadaan burung adalah ketersediaan makanan,
tempat untuk istirahat, main, kawin, bersarang, bertengger, dan berlindung pada
suatu habitat. Kemampuan areal menampung burung yang ditentukan oleh luasan,
komposisi dan struktur vegetasi, banyaknya tipe ekosistem dan bentuk habitat.
Burung merasa betah tinggal di suatu tempat apabila terpenuhi tuntutan hidupnya
antara lain habitat yang mendukung dan aman dari gangguan (Hernowo, 1985)

Profil Habitat

Suatu sketsa dari profil vegetasi sepanjang garis transek sangat berguna bagi
penelitian burung yang menempati habitat hutan. Komposisi dari suatu profil habitat
sangat bermanfaat untuk membuat suatu kesimpulan tentang hubungan antara derajat
kelimpahan burung dengan tipe habitat (Alikodra, 2002).
James (1971) dalam Welty (1982) mengatakan bahwa penutupan tajuk,
ketinggian tajuk dan keragaman jenis pohon menentukan keanekaragaman jenis
burung. Menurut Bibby et.al., (2000), selain ukuran tajuk, baik pada pohon yang
selalu hijau atau pohon yang meluruhkan daun, bentuk pohon sering merupakan ciri
penting untuk memperkirakan distribusi burung-burung.
Menghubungkan distribusi burung secara langsung dengan pohon dan jenis
tumbuhan yang ada di suatu tempat memang ideal, tetapi cukup sulit. Jenis pohon
tropis sering sangat sulit diidentifikasi dan kebanyakan kepadatannya sangat rendah,
sehingga sulit sekali untuk menghubungkan secara langsung keberadaan jenis burung
dengan keberadaan jenis pohon tertentu (Bibby et al., 2000).

Gangguan Pada Burung

Akibat tingginya nilai manfaat yang dimiliki oleh burung, satwa ini sangat
rentan terhadap gangguan dan perburuan. Johnson et al. (1977) dalam Kurnia
(2003) menyatakan bahwa manusia adalah penyebab utama gangguan terhadap
burung.
Sozer et al. (1999) mengungkapkan bahwa perdagangan burung dan bagian-
bagiannya (daging, telur, tulang, opset dan bulu) merupakan penyebab dari
langkanya suatu jenis burung. Indikasi langkanya suatu jenis burung di alam adalah
langka di pasaran, sehingga harga mahal. Keadaan pasar seperti itu akan memicu
penangkapan di alam sehingga menambah jumlah jenis langka.
Salah satu penyebab gangguan pada burung adalah terjadinya tekanan dan
perubahan habitat burung. Hernowo et al. (1989) menyatakan bahwa akibat
penggunaan sumberdaya alam oleh manusia yang kurang memperhatikan aspek
kelestarian menyebabkan terjadinya penyempitan maupun perusakan habitat alami
burung yang menyebabkan merosotnya populasi burung di alam. Sedangkan
menurut MacKinnon et al. (1993), besarnya jumlah penduduk dan meningkatnya
tekanan eksploitasi terhadap semua sumberdaya yang memiliki nilai ekonomi, alam
akan mengalami kemunduran. Hutan akan didesak sampai ke puncak gunungdan
burung-burung akan diburu untuk dimakan, untuk olahraga atau dijual.
Beberapa peralatan yang sering digunakan oleh masyarakat untuk menangkap
burung adalah perangkap, lem, senapan dan jaring. Kadang-kadang anakan paruh
bengkok langsung diambil dari lubang sarangnya (WWF, 1997 dalam Soehartono,
2003). Gangguan ini akan sangat berpengaruh terhadap populasi dan keberadaan
burung di alam.
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Sejarah dan Status Kawasan

Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) pada tahun 1970-an masih merupakan
areal konsesi HPH PT Telaga Mas. Sejak tahun 1983, kawasan ini ditetapkan sebagai
hutan lindung berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.24/Kpts/Um/1983. Meskipun
demikian, sampai saat ini kegiatan-kegiatan logging masih terjadi di dan sekitar
kawasan HLGL, baik oleh beberapa konsesi yang memiliki HPH dan IPK (izin
Pemanfaatan Kayu) maupun kegiatan illegal logging yang semakin marak.
Kegiatan tersebut telah memberikan tekanan dan gangguan bagi keberadaan
hutan lindung. Sejalan dengan itu, kesadaran sebagian masyarakat di dan sekitar
HLGL terhadap fungsinya masih kurang. Umumnya mereka memanfaatkan hutan
dengan mengambil rotan dan madu yang merupakan produk hutan non-kayu. Namun
sebagian masyarakat ada pula yang menebang kayu, baik untuk kebutuhan sendiri
maupun dijual (Tropenbos International (TBI) Indonesia, 2004)

Kondisi Fisik

Letak dan Luas


Hutan Lindung Gunung Lumut terletak pada koordinat geografis 116 o 02’ 57’’-
116 o 50’ 41’’ Bujur Timur dan 01o 13’ 08’- 01o 45’ 33’’ Lintang Selatan (Gambar 1).
Hutan lindung ini secara administratif berada di wilayah Kecamatan Batu Sopang,
Muara Komam, Long Ikis dan Long Kali, di bawah pengawasan Dinas Kehutanan
Kabupaten Pasir, Propinsi Kalimantan Timur.
Hutan Lindung Gunung Lumut memiliki luas sekitar 42.000 hektar (berdasar
UPTD Planologi Kehutanan Balikpapan), dengan batas wilayah :
Sebelah Utara : Desa Kepala Telake
Sebelah timur : Desa Muara Lambakan, Desa Belimbing, Desa Tiwei, Desa
Rantau Layung, Desa Rantau Buta
Sebelah Selatan : Desa Kasungai, Desa Busui, Desa Rantau Layung
Sebelah Barat : Desa Batu Butok, Desa Uko, Desa Muara Kuaro, Desa
Prayon, Desa Long Sayo, Desa Swanslutung
Gambar 1. Peta Lokasi Hutan Lindung Gunung Lumut, Kalimantan Timur
Sumber http://www.tropenbos.nl/images/sites/pasir-watershed.gif

Iklim

Kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut, berdasarkan data iklim tahun 1994-
1998 dan sistem klasifikasi Schmit dan Ferguson (1951) termasuk dalam tipe curah
hujan A atau sangat basah. Kawasan ini memiliki rata-rata curah hujan pada tahun
1982-1993 sebesar 165,83 mm/bulan dengan 8,92 hari hujan dan pada tahun 1994-
1998 rata-rata curah hujan sebesar 216,38 mm/bulan dengan 10,36 hari hujan
(Aipassa, 2004).

Hidrologi

Hutan Lindung Gunung Lumut merupakan bagian hulu dari sungai-sungai


yang akan mengalir ke daerah permukiman dan pertanian di daerah hilir sehingga
berperan sangat penting sebagai daerah tangkapan air dan melindungi sistem tata air
di kawasan tersebut. Hutan lindung tersebut merupakan daerah tangkapan air untuk
dua DAS besar yaitu DAS Kendilo dengan anak sungai Sungai Busui (20 km) dan
DAS Telake (Aipassa, 2004).
Tanah dan Geologi

Jenis tanah yang ada di wilayah Hutan Lindung Gunung Lumut meliputi jenis
tanah Ultisol dan Inceptisol. Jenis Ultisol berasal dari lithologi batuan sedimen yang
mengandung mineral felsic dan mineral campuran. Tekstur tanah bervariasi dari
kasar, cukup halus sampai halus dengan drainase menunjukkan kelas baik. Jenis
tanah Ultisol terdiri dari 2 kelompok besar tanah yaitu Tropudults dan Kandiudults.
Sedangkan formasi geologi yang membangun Hutan Lindung Gunung Lumut adalah
tiga formasi bauan yaitu Pemaluan Bed, Palaogene dan Pulau Balang Bed (Aipassa,
2004).

Kondisi Biologi

Keanekaragaman Flora

Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Mulawarman (1999) dalam


Aipassa (2004), menyatakan bahwa vegetasi yang ada pada kawasan HLGL terdiri
dari hutan primer dan hutan sekunder dengan berbagai keanekaragaman jenis flora
mulai dari tingkat pertumbuhan semai sampai dengan pohon. Jenis sungkai
(Peronema canescens), mali-mali (Leea indica) dan Buta ketiap (Milletia sp)
merupakan jenis-jenis tumbuhan dominan pada komunitas hutan primer.
Habitat HLGL juga dijumpai pula asosiasi beberapa jenis yang tergolong suku
Dipterocarpaceae, seperti Shorea laevis (Bangkirai) dan jenis-jenis Keruing
(Dipterocarpus spp). Pada komunitas hutan sekunder jenis Mahang (Macaranga sp.)
merupakan jenis dominan. Hasil hutan bukan kayu yang ada antara lain adalah rotan,
madu, damar, gaharu, akar tunjuk, tumbuhan obat lainnya juga termasuk sarang
burung walet.

Keanekaragaman Fauna

Hasil penelitian PPLH UNMUL (1999) dalam Aipassa (2004), menyatakan


bahwa terdapat berbagai jenis satwaliar yang hidup khususnya pada komunitas hutan
primer yang menjadi berbagai habitat satwaliar baik yang tergolong pada kelompok
mamalia (babi, kijang, musang, kukang, macan dahan, dll), burung (enggang, murai
batu, kucica, ayam hutan, dll) dan reptilia (biawak, ular sawa, dll).
Diantara berbagai jenis satwaliar kelompok mamalia yang ada, selain monyet
hitam, monyet ekor panjang, dijumpai pula jenis primata yakni Owa/kelawot
(Hylobates meulleri) pada beberapa habitat tertentu, khususnya komunitas hutan
primer. Jenis ini merupakan jenis yang peka terhadap gangguan berupa perubahan
struktur dan komposisi hutan dan sekaligus merupakan indikator masih utuhnya
kawasan hutan di daerah tersebut.
METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL), Kalimantan


Timur di Desa Mului, Kecamatan Muara Komam Kabupaten Pasir. Pengambilan
data keanekaragaman jenis burung di lapangan, dilaksanakan pada bulan Agustus
2005 sampai dengan September 2005.

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah binokuler (8x40), alat
perekam dan pita kaset, kamera, kompas, alat pengukur waktu, alat tulis dan
tallysheet, meteran, Global Positioning Sistem (GPS ”Magellan 315”), buku panduan
pengenalan tumbuhan (Kessler et al., 1999) dan buku panduan burung (Seri
Panduan Lapang Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan oleh
MacKinnon et al., 1993). Obyek yang digunakan adalah burung dan habitat yang
ada di HLGL.

Pengambilan Data

Pemilihan Lokasi Contoh

Lokasi plot pengamatan didasarkan pada tipe habitat yang ada di HLGL.
Pengamatan dilakukan pada enam habitat yang memiliki karakteristik yang berbeda,
yaitu habitat hutan yang sebagian vegetasinya pernah terbakar, habitat hutan
dipterocarpaceae, habitat bukan hutan berupa kebun campuran, habitat bukan hutan
berupa calon ladang, rumah, dan lahan terbuka, serta habitat reparian pada hutan
skunder dan habitat reparian pada ladang (Tabel 1).
Tabel 1. Lokasi pengamatan keanekaragaman jenis burung
Habitat Keterangan (Kode) Ketinggian (mdpl)
Hutan terbakar HT1 356-501
Hutan dipterocarpaceae HT2 343-461
Kebun campuran JL1 343-356
Ladang, rumah dan lahan terbuka JL2 324-339
Riparian hutan skunder SU1 50-100
Riparian pada ladang SU2 50-30
Pemilihan lokasi tersebut berdasarkan perbedaan penutupan lahan secara visual,
strata vegetasi, penutupan tajuk dan pengaruh lingkungan sekitar lokasi. Pada
masing-masing lokasi, dibuat satu jalur pengamatan dengan setiap jalur dilakukan
lima kali ulangan.

Jenis Data
Jenis data yang diambil dan diperlukan dalam penelitian ini adalah :
1.1. Keanekaragaman Jenis Burung
a. Jenis burung yang diamati melalui perjumpaan langsung dan tidak
langsung (suara), dengan parameter yang dicatat mencakup (1) jenis
burung (2) jumlah burung (3) waktu (4) aktivitas dan (5) letak
burung pada sruktur tajuk.
b. Komposisi jenis (melalui pendekatan jenis dominan, subdominan dan
jenis jarang) dan struktur jenis (melalui pendekatan berdasarkan pola
makan yaitu carnivores, granivores, frugivores, nectarivores,
piscivores, insectivores atau herbivores).
c. Jenis-jenis burung yang dilindungi, endemik dan langka
1.2. Habitat burung
Jenis data habitat burung yang diambil adalah :
a. Fungsi habitat bagi burung sebagai tempat mencari makan, istirahat,
bersarang dan beraktivitas.
b. Pola penggunaan ruang secara vertikal oleh burung pada lapisan
tajuk.
c. Keanekaragaman habitat burung.

Pengolahan Data

Profil Habitat

Untuk pembuatan profil habitat, dibuat petak ukur pengamatan berukuran 50 m


x 20 m. Pengukuran dilakukan terhadap kedudukan vegetasi, penutupan tajuk, arah
tajuk, tinggi tajuk, tinggi bebas cabang vegetasi dan diameter batang setinggi dada.
Pengamatan Burung

Pengamatan burung dilakukan dengan metode point count atau IPA. Metode
Point Count atau Point Index of Abundannce adalah metode pengamatan burung
dengan mengambil sampel dari komunitas burung untuk dihitung dalam waktu dan
lokasi tertentu. Pengamatan dilakukan dengan berdiri pada titik tertentu pada habitat
yang diteliti kemudian mencatat perjumpaan terhadap burung dalam rentang waktu
tertentu (Helvoort, 1981)
Pengamatan dilakukan pada titik pengamatan yang diletakkan secara teratur
pada habitat yang diteliti, untuk memudahkan pengamatan ulang. Jumlah titik pada
setiap jalur adalah enam titik, dengan jarak masing-masing titik 200 m (Gambar 2).

200 m

1 km

Gambar 2. Bentuk titik pengamatan dengan menggunakan metode Point Count


atau IPA (Point Index of Abundannce)

Pengamatan dilakukan pada pagi hari pukul 06.00-09.00 WITA dan sore hari
pukul 15.30-17.30 WITA untuk setiap plot pengamatan. Lama waktu pengamatan
pada setiap titik adalah 20 menit. Pada setiap plot pengamatan akan dilakukan
pengulangan pengamatan sebanyak lima kali.
Pengamatan dilakukan melalui perjumpaan langsung dan tidak langsung
(suara). Parameter yang dicatat adalah jenis, jumlah yang ditemukan, aktivitas,
posisi burung pada tajuk pohon, struktur dan jenis vegetasi yang digunakan burung.
Sedangkan perjumpaan terhadap jenis burung diluar titik pengamatan tidak
diperhitungkan.
Untuk mengetahui penyebaran burung secara vertikal, posisi burung
didasarkan pada strata ketinggian. Strata ketinggian yang dipakai adalah strata
ketinggian Balen (1984).
Tabel 2. Interval penyebaran burung secara vertikal (van Balen, 1984)
No Tempat Ketinggian (m)
1 Lantai/tanah 0.00-0.15
2 Semak rendah dan sedang 0.15-1.80
3 Semak-semak tinggi 1.80-4.50
4 Pohon d ibawah tajuk 4.50-15.00
5 Pohon di atas tajuk >15.00

Pengamatan Habitat

Pengamatan habitat ini dilakukan untuk mengetahui fungsi dan pemanfaatan


habitat bagi burung. Pengamatan dilakukan terhadap vegetasi yang merupakan cover
atau tempat berlindung dan bersarang bagi burung serta pengamatan terhadap
vegetasi yang berpotensi sebagai sumber pakan burung.

Analisa Data

Indeks Keanekaragaman Jenis

Kekayaan jenis burung ditentukan dengan menggunakan indeks


keanekaragaman Shannon-Wiener dengan rumus :
S
n  n 
H’ = - ∑  i  ln . i 
i =1  N  N
Keterangan :
ni = Jumlah individu spesies ke-i
N = Total jumlah individu semua jenis yang ditemukan

Indeks Kemerataan

Untuk menentukan proporsi kelimpahan jenis burung yang ada pada masing-
masing tipe habitat dapat digunakan indeks kemerataan dengan rumus :
H'
E =
ln S
Dimana : E = indeks kemerataan (nilai antara 0 – 1)
H’ = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
S = jumlah jenis
Penyebaran Burung

Penyebaran burung ini digunakan untuk melihat penyebaran jenis burung


secara horisontal pada masing masing habitat yang diamati. Rumus yang digunakan
dalam analisis penyebaran burung ini adalah :
Jumlah plot ditemukan suatu jenis burung
Frekuensi Jenis (Fj) =
Jumlah seluruh plot contoh
Frekuensi suatu jenis
Frekuensi Relatif (FR) = × 100%
Frekuensi seluruh jenis

Analisis Dominansi Jenis Burung

Menentukan jenis burung yang dominan di dalam kawasan penelitian,


ditentukan dengan menggunakan rumus menurut Helvoort (1981) :
ni
Di = × 100%
N
Keterangan : Di = Indeks dominasi suatu jenis burung
ni = Jumlah individu suatu jenis burung
N = Jumlah individu dari seluruh jenis burung
Kriteria : Di = 0 – 2 % jenis tidak dominan
Di = 2 – 5 % jenis subdominan
Di = > 5 % jenis dominan

Indeks Kesamaan Jenis Burung

Habitat sangat mempengaruhi komposisi jenis burung dalam suatu komunitas.


Perubahan komposisi pad setiap habitat dapat diukur dengan indeks kesamaan jenis
(Similarity Index) terhadap jenis burung. Rumus yang digunakan berdasarkan
Jaccard (1901) dalam Krebs (1978) adalah :
a
Indeks Kesamaan Jenis (SI) =
a+b+c
Dimana :
a = jumlah jenis yang umum di komunitas A dan B
b = jumlah jenis yang unik di komunits A tetapi tidak di komunitas B
c = jumlah jenis yang unik di komunitas B tetapi tidak ada di komunitas A
Untuk melihat tingkat kesamaannya, digunakan dendrogram kesamaan jenis
burung (Krebs, 1978). Nilai indeks kesamaan jenis ini digunakan juga untuk
menguji kesamaan antar habitat maupun antar plot.

Tingkat Penggunaan Habitat

Nilai ini digunakan untuk melihat pemanfaatan habitat atau vegetasi oleh
burung, dengan menggunakan rumus :
St
Ft = × 100%
Sp
Dimana :
Ft = Fungsi habitat atau vegetasi bagi burung
St = Jumlah jenis burung yang menggunakan habitat atau vegetasi
Sp = Jumlah keseluruhan jenis burung yang ada di lokasi penelitian

Penggunaan Tajuk Sebagai Habitat oleh Burung

Analisis penggunaan tajuk sebagai habitat oleh burung ini (Gambar 3),
dilakukan secara diskriptif kualitatif yaitu dengan cara melihat hubungan antara
strata tajuk hutan dengan kehadiran burung di habitat tersebut. Analisis ini
digunakan untuk melihat jenis burung yang menggunakan strata tajuk dimasing-
masing tipe habitat.

2
A B A

h 3

4
Gambar 3. Bentuk tajuk pohon secara vertikal dan horizontal sebagai habitat burung

Keterangan :
A : Tepi tajuk
B : Tengah tajuk

1 : Tajuk bagian atas


2 : Tajuk bagian tengah
3 : Tajuk bagian bawah
4 : Batang pohon
h : Ketinggian burung dari atas tanah

Analisis Fungsi Habitat

Analisis fungsi habitat dapat dilakukan dengan melihat tingkat penggunaan


jenis burung terhadap habitat tersebut. Fungsi habitat dianalisis dari aktivitas burung
yaitu aktivitas mencari makan, bersarang, tidur, istirahat maupun bermain.

Uji t Student

Uji t student merupakan uji statistik yang digunakan untuk mengetahui adanya
perbedaan keanekaragaman jenis burung pada berrbagai tipe habitat yang da di
HLGL. Selain itu, uji t student juga dapat digunakan untuk membandingkan
keanekaragaman jenis burung pada waktu pengamatan pagi dan sore hari pada
tingkat kepercayaan 95% dan 99%, dengan menggunakan keputusan hipotesa :
Jika thitung < ttabel, maka terima H0
Jika thitung ≥ ttabel, maka tolak H0 dan terima H1, dimana :
H0 = Tidak ada perbedaan keanekaragaman jenis burung pada tipe habitat 1
dan tipe habitat 2 atau tidak ada perbedaan keanekaragaman jenis burung
pada pengamatan pagi dan sore hari.
H1 = Ada perbedaan perbedaan keanekaragaman jenis burung pada tipe habitat
1 dan tipe habitat 2 atau tidak ada perbedaan keanekaragaman jenis
burung pada pengamatan pagi dan sore hari.
Persamaan yang digunakan berdasarkan Poole (1974) :
2
s
 s 
∑ pi ln pi2
−  ∑ pi ln pi 
 i =1  + s −1
Var(H’) = i =1
N 2N 2

H '1 − H ' 2
thitung =
(var(H '1 ) + var(H '1 ))2
[var (H '1 ) + var (H ' 2 )]2
[var (H '1 )2 / N 1 + var (H ' 2 )2 / N 2 ]
df =

Dimana : var H’ = Keragaman dari Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener


S = Jumlah jenis pada suatu habitat
N = Jumlah total individu pada suatu habitat
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
df = Derajat bebas
HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Kondisi Habitat Burung

Hutan Terbakar (HT1). Jalur HT1 merupakan hutan primer yang sebagian
vegetasinya pernah terbakar pada tahun 1997. Namun kebakaran tersebut tidak
begitu besar dan area yang terbakar tidak terlalu luas sehingga komposisi vegetasi
alami tidak berubah total.
Vegetasi yang ada di HT1 sangat beragam. Ditemukan 37 jenis pohon (61
individu) yang tersebar sepanjang jalur pengamatan. Jenis vegetasi yang paling
dominan adalah Ara (Ficus sp) sebesar 15.38%, sedangkan Nangsang (Macaranga
sp) sebagai tumbuhan perintis hanya tercatat sebesar 3.85%. (Gambar 4; Gambar 5,
Lampiran 1).

Gambar 4. Profil vegetasi pohon di hutan primer yang pernah terbakar


Keterangan :
A: Selokako B: Quercus argentata C: Kayu bawang D: Ficus sp.
E: Sungkuang F: Santiria griffithii G: Pekalung H: Marunjala
I: Macaranga sp J: Malayombatn K: Balangkoing bitik L: Malayombatn
M: Baning N:Pterospermum javanicum O:Peronema canescens P:Selombumbundiri
Q: Ficus sp R: Dyera cosulata S: Selobumbundiri T: Kayu mirip

Pada HT1, jalur pengamatan terletak pada ketinggian 356-501 mdpl. Vegetasi
di jalur ini memiliki tinggi pohon berkisar 10-30 m dengan strata yang beragam,
meliputi strata I sampai dengan V. Tajuk pohon pada lokasi yang tidak terbakar
cukup rapat, sedangkan tempat yang pernah terbakar, penutupan tajuknya agak
terbuka. Lokasi dengan tajuk agak terbuka tersebut banyak ditumbuhi semak belukar
dan tumbuhan perintis seperti Nangsang (Macaranga sp).
Keanekaragaman vegetasi yang ada di HT1 mampu memberikan tempat untuk
hidup berbagai jenis burung. Pada tipe habitat tersebut ditemukan sebanyak 81 jenis
dan 267 individu burung.

(a) (b)
Gambar 5. Profil vegetasi di hutan primer yang pernah terbakar.
(a) Vegetasi pohon (b) Penutupan tajuk

Hutan Dipterocarpaceae (HT2). Jalur pengamatan HT2 juga merupakan


hutan primer tetapi memeiliki tipe vegetasi yang berbeda dengan HT1. Pada lokasi
ini, jalur pengamatan terletak pada ketinggian yang lebih rendah yaitu 343-461 mdpl.
Selain itu jalur pengamatan HT2 habitatnya masih tergolong alami dan belum pernah
mengalami kebakaran. Penutupan tajuknya pun lebih rapat dan lebih lebar.
Vegetasi di HT2 secara umum memiliki ketinggian berkisar antara 10-35 m.
Strata yang ada di HT2 ini meliputi lima strata yaitu strata I sampai dengan strata V.
Jenis vegetasi pohon yang ditemukan sebanyak 30 jenis (58 individu). Jenis pohon
yang dominan adalah Shorea sp (20%) (Gambar 6, Gambar 7, Lampiran 1).
Keanekaragaman vegetasi tersebut memberikan tempat untuk beraktivitas
burung. Pada habitat tersebut ditemukan jenis burung yang lebih sedikit
dibandingkan dengan HT1 yaitu 58 jenis dan 196 individu burung.
Gambar 6. Profil vegetasi pohon di hutan Dipterocarpaceae
Keterangan :
A: Shorea sp B: Serembolum C: Shorea sp D: Doyun
E: Nephelium sp F: Palaquium sp G: Serembolum H: Shorea sp
I: Shorea sp J: Shorea sp K: Santiria griffithii L: Tarap
M:Actinodaphne glabra N:Balangkoing bitik O: Shorea sp P:Mantongara
Q: Serembolum

(a) (b)
Gambar 7. Profil vegetasi di hutan Dipterocarpaceae. (a) Vegetasi poho
(b)Penutupan tajuk

Kebun Campuran (JL1). Penutupan lahan di kanan dan kiri jalan


membentuk suatu habitat yang dapat dibedakan dengan habitat lain. Pada awalnya
lokasi ini merupakan hutan, namun telah dikonversi oleh masyarakat menjadi lahan
budidaya. Jalan yang digunakan sebagai jalur pengamatan merupakan jalan logging
yang memiliki lebar antara 6-8 m. Jalur pengamatan Jalan 1 (JL1) yang terletak pada
ketinggian 343-356 mdpl.
Jalur pengamatan pada JL1 merupakan habitat bukan hutan yang berupa kebun
campuran. Vegetasi yang ada di jalur ini merupakan vegetasi berupa tanaman
budidaya dan tanaman lain yang tumbuh alami. Vegetasi yang merupakan tanaman
bididaya dan ditanam oleh penduduk setempat adalah Ubi kayu (Manihot utilissima),
Nangka (Artocarpus heterophyllus), Pete (Parkia sp), Pisang (Musa sp), Rambutan
(Nephelium sp) dan Sungkai (Peronema canescens).
Vegetasi di JL1 memiliki tinggi antara 5-20 m dengan penutupan tajuk sangat
terbuka. Meskipun terbuka, pada habitat ini juga ditemukan lima strata vegetasi.
Jenis vegetasi pohon yang tercatat sebanyak 12 jenis (31 individu) dengan jenis
dominan adalah Nangsang (Macaranga sp) dan Sungkai (Peronema canescens)
sebesar 20.69% (Gambar 8, Gambar 9, Lampiran 1).
Jenis burung yang memanfaatkan habitat JL1 sebanyak 66 jenis dan 287
individu. Jenis burung yang tercatat di JL1 ini lebih banyak dibandingkan HT2 dan
jumlah individu yang tercatat lebih banyak dibandingkan HT1.

Gambar 8. Profil vegetasi pohon di kebun campuran


Keterangan :
A: Peronema canescens B: Peronema canescens C: Nephelium sp D: Macaranga sp
E: Malomonu F: Macaranga sp G: Waru H: kompasia exelsa
(a) (b)
Gambar 9. Profil Vegetasi di kebun campuran. (a) Tanaman bididaya (b) Vegetasi
pohon dan semak belukar

Ladang, Perkampungan dan Lahan Terbuka (JL2). Jalur pengamatan pada


JL2 terletak pada ketinggian 324-339 mdpl yang merupakan habitat bukan hutan
berupa tanaman budidaya (kebun), calon ladang, perumahan dan lahan terbuka.
Jenis tanaman budidaya pada JL2 ini sama dengan JL1. Calon ladang adalah lahan
yang awalnya berupa hutan sekunder dan sebagian hutan primer yang dikonversi
menjadi tempat untuk menanam padi dan ketan. Hutan tersebut dikonversi dengan
cara menebang pohon di areal calon ladang yang kemudian dibakar untuk menambah
kesuburan tanah. Sedangkan lahan terbuka merupakan lahan yang tidak ditanami
sehingga ditumbuhi rumput dan belukar liar (Gambar 10, Gambar 11, Lampiran 1).

Gambar 10. Profil Vegetasi pohon di ladang, perkampungan dan lahan terbuka

Keterangan :
A: Saga B: Durio sp C: Macarangan sp D: Macaranga sp
Jenis vegetasi di JL2 ini tercatat sebanyak 9 jenis dan 18 individu pohon,
dengan tinggi antara 6-10 m yang memiliki penutupan tajuk sangat terbuka. Habitat
JL2 memiliki lima strata vegetasi dengan vegetasi pohon yang dominan adalah
Sungkai (Peronema canescens, 27.78%). Jenis burung yang menempati habitat
tersebut tercatat sebanyak 40 jenis dan 207 individu burung

(a) (b) (c)

Gambar 11. Profil Vegetasi di Jalan 2. (a) vegetasi semak belukar (b) perkampungan
penduduk adat (c) lahan terbuka calon ladang

Riparian Hutan Sekunder (SU1). Penutupan lahan di kanan kiri sungai


membentuk suatu habitat yang berbeda yang disebut dengan riparian. Habitat ini
berbeda dengan yang lain karena pada lokasi ini terdapat aliran air yang memberikan
komponen habitat yang berbeda.
Jalur pengamatan pada SU1 terletak pada Sungai Serari yang memiliki lebar 1-
2 meter. Pada jalur pengamatan, kanan kiri sungai sebagian besar berupa hutan
sekunder yang pernah dibuka untuk lahan budidaya. Jalur pengamatan ini terletak
antara ketinggian 50-100 mdpl. Tinggi vegetasi yang ada berkisar antara 8-21 m,
dengan penutupan tajuk yang agak rapat. Strata vegetasi pada habitat ini berupa
strata I sampai dengan strata V. Jenis vegetasi yang tercatat pada jalur pengamatan
sebanyak 14 jenis (32 individu). Jenis pohon yang dominan adalah Nangsang
(Macaranga sp) sebesar 18.42% dan Mayas (Duabanga moluccana) sebesar 15.79%
(Gambar 12, Gambar 13, Lampiran 1).
Habitat tersebut ditempati oleh berbagai macam jenis burung. Jenis burung
yang tercatat dan memanfaatkan habitat SU1 ini sebanyak 71 jenis dan 204 individu
burung. Pada umumnya jenis burung ini memanfaatkan sungai untuk memenuhi
kebutuhan dan aktivitas hidupnya.

Gambar 12. Profil vegetasi pohon di riparian hutan sekunder


Keterangan :
A: Octomeles sumatrana B: Macaranga sp C: Octomeles sumatrana D: Biwan
E: Macaranga sp F: Actinodaphne glabra G: Actinodaphne glabra H: Pohon to
I: Tarap J: Biwan K: Duku L: Tarap
M: Duku N:Petanak O: Kendhui P: Biwan

(a) (b)
Gambar 13. Profil Vegetasi di riparian hutan sekunder. (a) Vegetasi riparian (b)
Sungai Serari

Riparian pada Ladang (SU2). Jalur pengamatan SU2 merupakan habitat


reparian yang kanan dan kiri sungainya berupa ladang. Jalur pengamatan ini terletak
di sungai Mului yang memiliki lebar antara 3-6 meter dengan ketinggian sekitar 50-
30 mdpl.
Ketinggian vegetasi di jalur pengamatan ini antara 8-20 m, dengan penutupan
tajuk yang lebih terbuka dibandingkan dengan SU1. Jenis vegetasi yang tercatat
pada jalur pengamatan sebanyak 17 jenis (46 individu pohon). Jenis pohon yang
paling dominan adalah Mayas sebesar 15.27% dan Lendoyung (Trema tomentosa)
sebesar 13.04% (Gambar 14, Gambar 15, Lampiran 1).
Keanekaragaman vegetasi di SU2 tersebut ditempati berbagai macam burung.
Jenis burung yang menempati habitat tersebut sebanyak 44 jenis dan 143 individu
burung, yang kebanyakan memanfaatkan daerah riparian untuk minum, mandi dan
mencari makan.

Gambar 14. Profil vegetasi pohon di riparian pada ladang


Keterangan :
A: Macaranga sp B: Tarap C: Macaranga sp D: Keramu
E: Bekokal danum F: Bekokal danum G: Bekokal danum H: Bekokal danum
I: Bekokal danum J: Duku K: Keranji L: Biwan
M: Biwan N: Asam pelipis O: Biwan P :Biwan
Q: Biwan
(a) (b)
Gambar 15. Profil Vegetasi di riparian pada ladang. (a) Vegetasi riparian
(b) sungai Mului

Kekayaan Jenis Burung

Kekayaan jenis burung yang dijumpai selama penelitian sebanyak 150 jenis
dari 33 suku (Lampiran 2). Terdapat empat jenis yang merupakan endemik
Kalimantan yaitu Luntur kalimantan (Harpactes whiteheadi), Yuhina kalimantan
(Yuhina everetti), Pentis kalimantan (Prionochilus xantopygius) dan Bondol
kalimantan (Lonchura fuscans). Jenis burung yang dilindungi oleh pemerintah
Indonesia sebanyak 32 jenis (10 suku). Sedangkan jenis burung yang merupakan
jenis migran sebanyak empat jenis burung. Kekayaan jenis, Indeks Keanekaragaman
dan jenis dilindungi paling tinggi tercatat pada HT1. Sedangkan jenis dominan
paling banyak ditemukan di JL2 dengan 7 jenis (Tabel 3).

Tabel 3. Kekayaan jenis burung pada berbagai tipe habitat

Habitat Kekayaan Jenis H’ Jenis Dilindungi Jenis Dominan E’


HT1 81 4.068 17 1 0.926
HT2 58 3.810 11 2 0.938
JL1 66 3.717 9 5 0.887
JL2 40 3.116 5 7 0.845
SU1 71 3.947 13 2 0.926
SU2 44 3.348 11 5 0.909
Keterangan : H’ : Indeks Keanekaragaman; E : Indeks Kemerataan

Suku dengan anggota terbanyak adalah Timaliidae dengan 16 jenis burung.


Diikuti oleh Suku Pycnonotidae (15 jenis) dan Cuculidae (11 jenis). Delapan suku
hanya terdiri dari satu jenis burung yaitu Psittacidae, Hemiprocnidae, Meropidae,
Pittidae, Sittidae, Motacillidae, Laniidae dan Ploiceidae (Gambar 16).

18 16
15
16
14
Jumlah Jenis

11
12
10 9 9 9 8
8 6 6
6 5 5 4 4 4 4 4 4 4
3 3 3 3
4 2 2 2
1 1 1 1 1 1 1 1
2
0
ae

Buce ida e

da e
eida e
pepha a e
bidae
Euryl i dae

A pod e

H irun ri dae
dae
ae

ae

ida e

A ccip ida e

ae
l idae

A lce dae

Colum ae

S turn e
ida e
Hemi a cida e
M ero a e
D ica e e

P has ia ae

Mota dae
ae
Corv e

dae

pida e
Cucu e

ae

ae
Dicru e
nida

da
da
a
da

ida
dinid

Picid

aim id

dini d
rotid
gid

itri d

c ill id
id
tonid
ica pid

P itt id
arinii

La nii
li

Orioli

Sitti
ops ei

Turdi
onoti

on

Sylv

procn
Ti ma

P loic
P si tt
Trog
Capi
Nect
M usc
P ycn

Chlor
Cam

S uku

Gambar 16. Jumlah keanekaragaman jenis burung pada setiap suku

Penyebaran dan Penemuan Jenis Burung

Lokasi dengan penemuan jenis burung paling banyak adalah pada jalur HT1
dengan 71 jenis (180 individu) pada pagi hari serta 41 jenis (87 individu) pada
pengamatan sore hari (Tabel 4). Lokasi dengan penemuan paling sedikit pada
pengamatan pagi hari yaitu SU2 dengan 30 jenis (72 individu) serta pengamatan
sore hari pada JL2 dengan 23 Jenis (82 individu).

Tabel 4. Penyebaran dan penemuan jenis pada pengamatan pagi dan sore hari
Pagi Hari Sore Hari Total
Habitat
∑ Jenis ∑ Individu ∑ Jenis ∑ Individu ∑ Jenis ∑ Individu
HT1 71 180 41 87 81 267
HT2 45 112 38 84 58 196
JL1 54 171 40 116 66 287
JL2 33 125 23 82 40 207
SU1 59 138 31 66 71 204
SU2 30 72 27 71 44 143
200 180 140
180 171 116
120
160
138
140 125 100 87 84 82
120 112
Jumlah

J um la h
80 66 71 ∑ Individu
100
72 60 ∑ jenis
80
71 41 38
60 54 59 40 40 31
45 23
40 33 27
30 20
20
0 0
HT 1 HT 2 JL 1 JL 2 SU 1 SU 2 HT 1 HT 2 JL 1 JL 2 SU 1 SU 2
Habitat Habitat

(a) (b)
350
287
300 267
250
196 207 204
Jumlah

200 ∑ Individu
143
150 ∑ Jenis
100 81 66
58 71
40 44
50
0
HT1 HT2 JL1 JL2 SU1 SU2
Habitat

(c)

Gambar 17. Penemuan jenis dan jumlah individu burung. (a) Pengamatan pagi hari
(b) Pengamatan sore hari, (c) Gabungan pagi dan sore hari

Pada keseluruhan pengamatan pagi dan sore hari, jenis dan jumlah individu
paling banyak ditemukan pada habitat HT1 yaitu 81 jenis (267 individu). Sedangkan
jumlah penemuan jenis terkecil adalah pada habitat JL2 (40 jenis) dan jumlah
penemuan individu terkecil pada SU2 (143 individu). (Tabel 3; Gambar 17).
Pada umumnya semakin banyak jenis yang ditemukan, jumlah individu yang
tercatat juga semakin melimpah. Namun pada pengamatan sore hari di JL2, jenis
burung yang ditemukan paling sedikit tetapi memiliki jumlah individu burung yang
lebih besar dibanding dengan SU1 dan SU2.
Dari 150 jenis burung yang tercatat, 43 jenis hanya ditemukan pada pagi
hari dan 19 jenis hanya ditemukan pada sore hari. Sedangkan jenis yang ditemukan
pada pengamatan pagi dan sore hari sebanyak 88 jenis.
Penemuan jenis burung pada pagi dan sore hari memiliki perbedaan baik jenis
maupun jumlah. Frekuensi relatif pada masing-masing pengamatan dapat
menunjukkan tingkat penyebaran burung pada waktu pengamatan pagi dan sore hari,
sehingga menunjukkan perbedaan penyebaran burung pada pagi dan sore hari
(Lampiran 3 dan 4).
Jenis burung ada yang dapat dijumpai pada seluruh lokasi, sebaliknya terdapat
juga beberapa jenis burung yang hanya ditemukan pada satu lokasi saja. Lima jenis
burung yang dapat dijumpai pada seluruh lokasi yaitu Pycnonotus simplex, Irena
puella, Orthotomus ruficeps, Arachnothera longirostra dan Dicaeum trigonostigma .
Jenis burung yang hanya ditemukan pada HT1 tercatat sebanyak 15 jenis dan
yang ditemukan hanya pada hutan dipterocarpaceae (HT2) sebanyak 8 jenis.
Sedangkan jenis yang dapat ditemukan pada kedua habitat tersebut tercatat sebanyak
11 jenis burung. Pada habitat lain, burung yang hanya tercatat pada habitat terbuka
JL1 sebanyak 8 jenis dan JL 2 sebanyak 1 jenis. Jenis-jenis yang tercatat pada JL1
dan JL2 sekaligus sebanyak 2 jenis yaitu Dicrurus aeneus dan Copsychus saularis
(Tabel 5).
Pada habitat riparian, jenis burung yang hanya tercatat pada SU1 sebanyak 12
jenis dan pada SU2 sebanyak 4 jenis. Sedangkan yang tercatat pada kedua habitat
sebanyak 10 jenis. Jenis khas yang ditemukan pada habitat riparian tersebut pada
umumnya merupakan jenis burung yang menggunakan sungai sebagai tempat
beraktivitas, antara lain seperti suku Alcedinidae dan suku Turdidae (Enicurus
leschenaulti dan Motacilla cinerea). Selain penemuan jenis burung pada satu atau
dua jenis habitat, jenis burung juga dapat diklasifikasikan menurut penemuannya
berdasarkan beberapa kombinasi habitat (Tabel 5).

Tabel 5. Penemuan jenis burung pada lokasi pengamatan


Lokasi Nama Jenis
Ictinaetus malayensis Anthracoceros malayanus Pomatorhinus montanus
Rollulus rouloul Hemipus hirundinaceus Macronous ptilosus
HT1 Loriculus galgulus Pycnonotus squamatus Yuhina everetti
Harpactes whiteheadi Criniger finschii Anthreptes malacensis
Aceros comatus Hypsipetes flavala Aethopyga siparaja
Spizaetus cirrhatus Blythipicus rubiginosus Eumyias indigo
HT2 Phaenicophaeus diardi Reinwardtipicus validus Culicicapa ceylonensis
Picus miniaceus Rhinomyias umbratilis
Treron olax Collocalia esculenta Stachyris nigricollis
JL1 Ducula aena Dendrocopos moluccensis Prionochilus maculata
Corvus macrorhynchos Phaenicophaeus javanicus
JL2 Hirundo rustica
Chalcophaps indica Platysmurus leucopterus Malacopteron
Picus puniceus Sitta frontalis magnirostre
SU1 Dinopium javanense Pellorneum capistratum Enicurus ruficapillus
Platylophus Trichastoma bicolor Arachnothera flavigaster
galericulatus Arachnothera affinis
Tabel 5. Lanjutan
Lophura ignita Pelargopsis capensis
SU2
Centropus rectunguis Trichastoma rostratum
Argusianus argus Pitta guajana Stachyris rufifrons
Aceros undulatus Coracina larvata Stachyris erythroptera
HT1-HT2
Buceros rhinoceros Tricholestes criniger Alcippe brunneicauda
Megalaima henricii Ixos malaccensis
Meiglyptes tristis Corvus enca Prionochilus thoracius
HT1-JL1
Chloropsis sonneratii Aplonis panayensis Dicaeum chrysorrheum
HT1-JL2 Lanius cristatus
HT1-SU1 Eurylaimus javanicus Copsychus malabaricus
HT2-JL1 Actenoiedes concretus Pericrocotus flammeus Aegithina viridissima
HT2-JL2 Orthotomus sericeus
HT2-SU1 Harpactes duvaucelii Malacocincla malaccense
JL1-JL2 Dicrurus aeneus Copsychus saularis Pycnonotus goiavier
JL1-SU1 Treron capellei Dicrurus paradiseus Malacopteron cinereum
Hemiprocne comata Alcedo euryzona Dicrurus annectans
Harpactes kasumba Ceyx erithacus Enicurus leschenaulti
SU1-SU2
Harpactes diardii Ceyx rufidorsa Motacilla cinerea
Alcedo meninting
Cacomantis sonneratii Megalaima rafflesii Rhipidura javanica
HT1-HT2-JL1
Anorrhinus galeritus Chloropsis cyanopogon
HT1-HT2-JL2 Hemipus picatus Chloropsis cochinchinensi
Pycnonotus simplex Orthotomus ruficeps Dicaeum trigonostigma
HT1-HT2-SU1
Irena puella Arachnothera longirostra
Spilornis cheela Megalaima Malacopteron magnum
HT1-HT2-JL1-
Cacomantis merulinus mystacophanos Stachyris maculata
JL2
Megalaima australis
HT1-HT2-JL1- Phaenicophaeus Phaenicophaeus Megalaima chrysopogo
SU1 chlorophaeus curvirostris
HT1-HT2-JL1- Cuculus micropterus
SU2
Surniculus lugubris Irena puella Arachnothera longirostra
HT1-HT2-JL1-
Eurylaimus ochromalus Orthotomus ruficeps Dicaeum trigonostigma
JL2-SU1
Pycnonotus simplex
HT1-HT2-JL1- Pycnonotus simplex Orthotomus ruficeps Dicaeum trigonostigma
JL2-SU2 Irena puella Arachnothera longirostra
HT1-HT2-JL1- Pycnonotus simplex Orthotomus ruficeps Dicaeum trigonostigma
JL2-SU1-SU2 Irena puella Arachnothera longirostra

Penemuan jenis burung pada keseluruhan pengamatan menunjukkan bahwa


semakin banyak keanekaragaman jenis burung yang ditemukan, semakin menurun
jumlah individunya. Penemuan jenis burung yang paling banyak adalah Pycnonotus
simplex (76 individu), Dicaeum trigonostigma (64 individu), Lonchura fuscans (60
indivudu), Orthotomus ruficeps (49 individu) dan Rhapidura leucopygialis (41
individu). Sedangkan jenis burung dengan penemuan terkecil sebanyak 24 jenis
dengan satu individu burung (Gambar 18).
80

75

70

65

60

55

50
Jumlah Individu

45

40

35

30

25

20

15

10

0
1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
21
23
25
27
29
31
33
35
37
39
41
43
45
47
49
51
53
55
57
59
61
63
65
67
69
71
73
75
77
79
81
83
85
87
89
91
93
95
97
99
101
103
105
107
109
111
113
115
117
119
121
123
125
127
129
131
133
135
137
139
141
143
145
147
149
Jenis Burung

Gambar 18. Jumlah individu jenis burung di lokasi penelitian


1 Pycnonotus simplex 24 Motacilla cinerea 47 Gracula religiosa 70 Cypsiurus balasiensis 93 Culicicapa ceylonensis 116 Harpactes diardii 139 Dendrocopos moluccensis
2 Dicaeum trigonostigma 25 Megalaima chrysopogon 48 Rollulus rouloul 71 Alcedo euryzona 94 Aplonis panayensis 117 Alcedo meninting 140 Reinwardtipicus validus
3 Lonchura fuscans 26 Phaenicophaeus Chlorophaeus 49 Cacomantis sonneratii 72 Hemipus picatus 95 Anthreptes malacensis 118 Actenoiedes concretus 141 Hypsipetes flavala
4 Orthotomus ruficeps 27 Surniculus lugubris 50 Alophoixus ochraceus 73 Oriolus xanthonotus 96 Prionochilus thoracius 119 Calorhamphus fuliginosus 142 Platysmurus leucopterus
5 Rhapidura leucopygialis 28 Aceros undulatus 51 Ixos malaccensis 74 Stachyris erythroptera 97 Lophura ignita 120 Meiglyptes tristis 143 Sitta frontalis
6 Irena puella 29 Pycnonotus atriceps 52 Rhipidura javanica 75 Copsychus saularis 98 Treron olax 121 Hemipus hirundinaceus 144 Trichastoma rostratum
7 Pycnonotus goiavier 30 Alcippe brunneicauda 53 Anthreptes simplex 76 Philentoma pyrhopterum 99 Collocalia esculenta 122 Platylophus galericulatus 145 Trichastoma bicolor
8 Macronous gularis 31 Prinia flaviventris 54 Anthreptes singalensis 77 Tersiphone paradisi 100 Harpactes duvaucelii 123 Corvus macrorhynchos 146 Macronous ptilosus
9 Arachnothera longirostra 32 Buceros rhinoceros 55 Prionochilus percussus 78 Argusianus argus 101 Ceyx rufidorsa 124 Stachyris rufifrons 147 Enicurus ruficapillus
10 Stachyris maculata 33 Pericrocotus flammeus 56 Treron capellei 79 Phaenicophaeus diardi 102 Blythipicus rubiginosus 125 Yuhina everetti 148 aethopyga siparaja
11 Orthotomus atrogularis 34 Nyctyornis amictus 57 Cuculus micropterus 80 Centropus bengalensis 103 Eurylaimus javanicus 126 Arachnothera flavigaster 149 Arachnothera affinis
12 Megalaima australis 35 Pericrocotus ignaeus 58 Megalaima rafflesii 81 Harpactes kasumba 104 Pitta guajana 127 Ictinaetus malayensis 150 Prionochilus maculata
13 Hirundo tahitica 36 Chloropsis cyanopogon 59 Sasia abnormis 82 Ceyx erithacus 105 Hirundo rustica 128 Spizaetus cirrhatus
14 Anorrhinus galeritus 37 Dicrurus aeneus 60 Cymbirhynchus macrorhynchos 83 Megalaima henricii 106 Coracina larvata 129 Ducula aena
15 Prionochilus xanthopygius 38 Muscicapa daurica 61 Calyptomena viridis 84 Chloropsis cochinchinensi 107 Chloropsis sonneratii 130 Chalcophaps indica
16 Centropus sinensis 39 Cacomantis merulinus 62 Tricholestes criniger 85 Pycnonotus melanoleucos 108 Pycnonotus squamatus 131 Phaenicophaeus javanicus
17 Anthracoceros malayanus 40 Orthotomus sericeus 63 Dicrurus annectans 86 Criniger finschii 109 Malacocincla malaccense 132 Centropus rectunguis
18 Megalaima mystacophanos 41 Hemiprocne comata 64 Hypothymis azurea 87 Alophoixus bres 110 Pomatorhinus montanus 133 Harpactes whiteheadi
19 Pycnonotus erythrophthalmos 42 Aegithina viridissima 65 Lanius cristatus 88 Pellorneum capistratum 111 Stachyris nigricollis 134 Pelargopsis capensis
20 Eurylaimus ochromalus 43 Pycnonotus eutilotus 66 Hypogrammahypogrammicum 89 Malacopteron magnirostre 112 Enicurus leschenaulti 135 Aceros comatus
21 Pycnonotus brunneus 44 Iole olivacea 67 Arachnothera robusta 90 Malacopteron cinereum 113 Eumyias indigo 136 Picus puniceus
22 Corvus enca 45 Dicrurus paradiseus 68 Spilornis cheela 91 Copsychus malabaricus 114 Dicaeum chrysorrheum 137 Picus miniaceus
23 Rhipidura perlata 46 Malacopteron magnum 69 Phaenicophaeus curvirostris 92 Rhinomyias umbratilis 115 Loriculus galgulus 138 Dinopium javanense

35
Uji Beda Keanekaragaman Jenis Burung

Perbedaan keanekaragaman jenis burung pada beberapa habitat dan waktu


pengamatan dapat diketahui dengan menggunakan uji t student. Berdasarkan uji
tersebut dapat diketahui bahwa pada pengamatan pagi hari, antara HT1-SU1, HT2-
JL1 dan JL2-SU2 perbedaan keanekaragaman jenis burungnya tidak signifikan.
Sedangkan antara habitat lainnya menunjukkan adanya perbedaan keanekaragamn
yang sangat nyata (Tabel 6; Lampiran 9a).
Tabel 6. Matrik t hitung beberapa habitat pada pengamatan pagi hari
Habitat HT2 JL1 JL2 SU1 SU2
HT1 4,058** 3,826** 8,874** 1,494TS 7,108**
HT2 0,563TS 4,526** 2,597** 3,024**
JL1 5,392** 2,224* 3,760**
JL2 7,323** 1,367TS
SU1 5,653**
Keterangan : TS = Tidak signifikan; * = Nyata; ** = Sangat nyata

Perbedaan keanekaragaman jenis burung pada pengamatan sore hari di


beberapa tipe habitat menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan antara HT1-
HT2, HT1-JL1, HT2-JL1, JL1-SU1 dan JL2-SU2. Antara habitat HT2-SU1 dan
HT2-SU2 menunjukkan perbedaan keanekaragaman jenis burung pada taraf nyata.
Sedangkan antara habitat lainnya menunjukkan perbedaan keanekaragaman yang
sangat nyata (Tabel 7; Lampiran 9b).

Tabel 7. Matrik t hitung beberapa habitat pada pengamatan sore hari


Habitat HT2 JL1 JL2 SU1 SU2
HT1 0,959TS 1,737 TS 5,682** 2,665** 3,265**
HT2 0,470 TS 4,327** 1,954* 2,360*
JL1 4,706** 1,507 TS 2,707**
JL2 5,754** 1,104 TS
SU1 5,653**
Keterangan : TS = Tidak signifikan ; * = Nyata; ** = Sangat nyata; TS = Tidak signifikan

Gabungan pengamatan pada pagi dan sore hari memberikan nilai perbedaan
keanekaragaman jenis burung di berbagai habitat pada taraf tidak signifikan antara
HT1-SU1, HT2-JL1, HT2-SU1 dan JL2-SU1. Sedangkan perbedaan habitat yang
lain menunjukkan perbedaan keanekaragaman jenis burung yang sangat berbeda
nyata. (Tabel 8; Lampiran 9c).
Tabel 8. Matrik t hitung beberapa habitat pada pengamatan gabungan pagi dan sore
Habitat HT2 JL1 JL2 SU1 SU2
HT1 3,335** 4,309** 10,697** 1,447 TS 7,763**
HT2 1,128 TS 7,718** 1,620 TS 4,934**
JL1 6,431** 2,603** 3,802**
JL2 8,580** 1,663 TS
SU1 6,059**
Keterangan : TS = Tidak signifikan ; * = Nyata; ** = Sangat nyata

Perbedaan keanekaragaman antara pengamatan pagi dan sore hari pada


masing-masing habitat memberikan nilai perbedaan keanekaragaman pada tingkat
sangat nyata antara pengamatan pagi dan sore hari di HT1, JL1 dan SU1. Sedangkan
pada HT2, JL2 dan SU2 menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan antara
pengamatan pagi dan sore hari (Tabel 9; Lampiran 9d).

Tabel 9. Nilai t hitung antara pengamatan pagi dan sore di masing-masing habitat
Habitat HT1 HT2 JL1 JL2 SU1 SU2
t hitung 4,388** 1,291 TS 2,729** 1,499 TS 5,225** 1,081 TS
Keterangan : TS = Tidak signifikan ; * = Nyata; ** = Sangat nyata

Komposisi dan Struktur Jenis Burung

Sifat Kunjungan. Berdasarkan sifat kunjungannya, jenis burung yang ada di


HLGL dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok penetap dan pendatang
musiman. Kelompok-kelompok tersebut memiliki perbedaan dalam tingkat
penggunaan habitat di HLGL.
Kelompok penetap ini merupakan jenis burung yang selalu ada di HLGL
sepanjang tahun, sehingga kemungkinan pertemuan dengan jenis ini sangat besar
pada setiap waktu pengamatan. Jenis-jenis burung penetap tersebut tercatat sebanyak
146 jenis yang diantaranya adalah Spilornis cheela, Ictinaetus malayensis, Rollulus
rouloul, Chalcophaps indica, Surniculus lugubris, Harpactes duvaucelii, Buceros
rhinoceros, Megalaima australis, Sasia abnormis, Eurylaimus ochromalus, Hirundo
tahitica, Pycnonotus simplex, Irena puella, Macronous gularis, Orthotomus ruficeps,
Arachnothera longirostra dan Lonchura fuscans.
Jenis pendatang musiman (migran) merupakan kelompok jenis burung yang hanya
datang ke HLGL pada musim-musim tertentu (terutama musim dingin di negara
asalnya). Jenis pendatang musiman ini tercatat empat jenis yaitu Hirundo rustica,
Motacilla cinerea, Muscicapa daurica dan Lanius cristatus.
Jenis dan Sruktur Pakan. Burung memanfaatkan jenis pakan yang berbeda-
beda untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jenis pakan yang yang dimanfaatkan
oleh burung dapat digolongkan menjadi tujuh kelompok yaitu serangga, buah,
daging, biji, ikan, nektar (serbuk sari) dan tumbuhan (daun/kuncup bunga/batang).
Dalam pemanfaatan jenis pakan, burung dapat mengkonsumsi pakan secara tunggal
(satu jenis pakan) maupun kombinasi dari beberapa jenis pakan (Gambar 19).

160
139
140

120
100
Jumlah

80
58
60

40
17 13
20 8 7 6
0
Serangga Buah Daging Biji Ikan Nektar Tumbuhan
Jenis Pakan

Gambar 19. Penggunaan jenis pakan oleh burung di Hutan Lindung Gunung Lumut

Serangga merupakan jenis pakan yang paling banyak dimanfaatkan, yaitu oleh
139 jenis burung. Jenis pakan lain seperti buah dimanfaatkan oleh 58 jenis burung,
daging oleh 17 jenis burung, biji oleh 13 jenis burung, ikan oleh delapan jenis
burung, nektar oleh 7 jenis burung dan tumbuhan (daun/kuncup bunga/batang) oleh 6
jenis burung.
Berdasarkan kombinasi pakan utamanya, jenis burung dapat digolongkan
menjadi 18 kelompok. Jenis pakan yang dikonsumsi secara tunggal sebanyak empat
kelompok, kombinasi dari dua macam pakan sebanyak enam kelompok, enam
kelompok memanfaatkan tiga kombinasi pakan dan dua kelompok memanfaatkan
empat kombinasi pakan (Gambar 20; Tabel 6).
40
67

6
6
1 11 1 1 1 2 3 4 6
2 2 3 3

I FI CFI CI IP FG C FGHI IN
FGI N PIC FIN G FGHN GHI FHI IG

Gambar 20. Pengelompokan jenis burung berdasarkan kombinasi pakan


Keterangan :
C = Carnivora G = Granivora I = Insectivora P = Piscivora
F = Frugivora H = Herbivora N = Nectarivora

Tabel 10. Penggunaan tipe pakan oleh berbagai jenis burung


Pakan ∑ Jenis burung
I 67 Cacomantis sonneratii Dendrocopos moluccensis Pomatorhinus montanu
Phaenicophaeus diardi Blythipicus rubiginosus Stachyris rufifrons
Phaenicophaeus Reinwardtipicus validus Stachyris maculata
Chlorophaeus Cymbirhynchus Stachyris nigricollis
Phaenicophaeus javanicus macrorhynchos Stachyris erythroptera
Centropus rectunguis Eurylaimus javanicus Macronous gularis
Centropus bengalensis Eurylaimus ochromalus Macronous ptilosus
Collocalia esculenta Calyptomena viridis Alcippe brunneicauda
Rhapidura leucopygialis Pitta guajana Yuhina everetti
Cypsiurus balasiensis Hirundo rustica Orthotomus ruficeps
Hemiprocne comata Hirundo tahitica Orthotomus sericeus
Actenoiedes concretus Hemipus picatus Prinia flaviventris
Nyctyornis amictus Hemipus hirundinaceus Rhinomyias umbratilis
Megalaima chrysopogon Dicrurus annectans Muscicapa daurica
Megalaima rafflesii Dicrurus aeneus Culicicapa ceylonensis
Megalaima mystacophanos Platysmurus leucopterus Rhipidura perlata
Megalaima henricii Sitta frontalis Rhipidura javanica
Calorhamphus fuliginosus Trichastoma rostratum Hypothymis azurea
Sasia abnormis Trichastoma bicolor Philentoma pyrhopterum
Picus puniceus Malacocincla malaccense Tersiphone paradisi
Picus miniaceus Malacopteron magnirostre Arachnothera robusta
Dinopium javanense Malacopteron cinereum Arachnothera flavigaster
Meiglyptes tristis Malacopteron magnum
Orthotomus atrogularis
N 2 Anthreptes simplex Hypogramma hypogrammicum
C 4 Spilornis cheela Ictinaetus malayensis Spizaetus cirrhatus
G 1 Lonchura fuscans
FI 40 Aplonis panayensis Pycnonotus melanoleucos Ixos malaccensis
Anorrhinus galeritus Pycnonotus atriceps Hypsipetes flavala
Aceros comatus Pycnonotus squamatus Oriolus xanthonotus
Aceros undulatus Pycnonotus eutilotus Irena puella
Anthracoceros malayanus Pycnonotus simplex Copsychus saularis
Buceros rhinoceros Pycnonotus brunneus Copsychus malabaricus
Megalaima australis Pycnonotus Eumyias indigo
Coracina larvata erythrophthalmos Prionochilus thoracius
Pericrocotus ignaeus Criniger finschii Prionochilus maculata
Pericrocotus flammeus Alophoixus ochraceus Prionochilus
Chloropsis cyanopogon Alophoixus bres xanthopygius
Chloropsis sonneratii Tricholestes criniger Prionochilus percussus
Iole olivacea Dicaeum chrysorrheum
Dicaeum trigonostigma
Tabel 10. Lanjutan
CI 6 Dicrurus paradiseus Pellorneum capistratum Lanius cristatus
Platylophus galericulatus Phaenicophaeus curvirostris Centropus sinensis
IP 6 Enicurus ruficapillus Enicurus leschenaulti Ceyx erithacus
Motacilla cinerea Alcedo meninting Ceyx rufidorsa
FG 4 Treron olax Ducula aena
Treron capellei Chalcophaps indica
IG 1 Aegithina viridissima
IN 3 Anthreptes singalensis Aethopyga siparaja Arachnothera longirostra
CFI 6 Corvus enca Harpactes kasumba Harpactes whiteheadi
Corvus macrorhynchos Harpactes diardii Harpactes duvaucelii
FGI 2 Gracula religiosa Chloropsis cochinchinensi
PIC 2 Alcedo euryzona Pelargopsis capensis
GHI 1 Arachnothera affinis
FIN 1 Anthreptes malacensis
FHI 1 Pycnonotus goiavier
FGHI 3 Rollulus rouloul Lophura ignita Argusianus argus
FGHN 1 Loriculus galgulus
Keterangan : C= Carnivora, G= Granivora, I= Insectivora, P= Piscivora, F = Frugivora, H= Herbivora, N= Nectarivora

Status. Status jenis burung ini berhubungan dengan berbagai aspek yang
bertujuan untuk kelestarian jenis burung, yang diantaranya berkaitan dengan
penyebaran di alam (keendemikan jenis), perlindungan dan status kelangkaan.
Perlindungan ini dilakukan baik oleh pemerintah (melalui : UU No.5 th 1990, PP No.
7 th 1999, PP Binatang Liar tahun 1931, SK Mentan No 66/Kpts/UM/2/1973 dan SK
Mentan No. 421/Kpts/UM/8/1970) maupun oleh CITES (Convention of International
Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora).
Pada lokasi penelitian, jenis burung yang tercatat ada yang dilindungi pada
tingkat suku (enam suku) maupun pada tingkat jenis (empat jenis). Jenis burung
yang tercatat di lokasi penelitian dan dilindungi oleh pemerintah Indonesia sebanyak
32 jenis.
Jenis burung yang dilindungi pada tingkat suku dan jenis, diantaranya adalah
suku Accipitridae, suku Psittacidae, suku Trogonidae, suku Alcedenidae, suku
Bucerotidae dan suku Nectariniidae. Sedangkan burung yang memiliki status
dilindungi pada tingkat jenis adalah Argusianus argus, Pitta guajana, Rhipidura
javanica dan Gracula religiosa.
Pada lokasi penelitian, jenis burung yang dilindungi berdasarkan CITES masuk
dalam kategori Appendix II. CITES Appendix II merupakan spesies satwa yang
dapat diperdagangkan secara internasional dengan batasan kuota tertentu. Jenis
burung yang ada di HLGL yang termasuk dalam daftar CITES Appendix II tercatat
sebanyak 12 jenis (Tabel 11).
Tabel 11. Status jenis burung yang dilindungi oleh pemerintah Indonesia dan CITES
STATUS PERLINDUNGAN
NO JENIS BURUNG
C S D B M
Accipitridae
1 Spilornis cheela V V V
2 Ictinaetus malayensis V V V
3 Spizaetus cirrhatus V V V
Psittacidae
4 Loriculus galgulus V V
Phasianidae
5 Argusianus argus V V V
Trogonidae
6 Harpactes kasumba V V
7 Harpactes diardii V V
8 Harpactes whiteheadi V
9 Harpactes duvaucelii V V
Alcedinidae
10 Alcedo meninting V V
11 Alcedo euryzona V V
12 Ceyx erithacus V V
13 Ceyx rufidorsa V V
14 Pelargopsis capensis V V
15 Actenoiedes concretus V
Bucerotidae
16 Anorrhinus galeritus V V V
17 Aceros comatus V V
18 Aceros undulatus V V
19 Anthracoceros malayanus V V V
20 Buceros rhinoceros V V V
Pittidae
21 Pitta guajana V V V
Muscicapidae
22 Rhipidura javanica V V
Sturnidae
23 Gracula religiosa V V
Nectariniidae
24 Anthreptes simplex V V
25 Anthreptes malacensis V V
26 Anthreptes singalensis V V
27 Hypogramma hypogrammicum V V
28 Aethopyga siparaja V V
29 Arachnothera longirostra V V
30 Arachnothera robusta V V
31 Arachnothera flavigaster V V
32 Arachnothera affinis V V
Keterangan :
Status : B,D,M,S,C dilindungi oleh : B = Peraturan Perlindungan Binatang Liar 1931; D = PP No. 7
Tahun 1999 dan UU No 5 Tahun 1990; M = SK Mentan No. 66/Kpts/UM/2/1973; S = SK Mentan
No. 421/Kpts/UM/8/1870; C = Apendiks II CITES
Jenis burung yang endemik Kalimantan merupakan jenis burung yang hanya
ditemukan dan memiliki sebaran hanya di Kalimantan saja. Jenis yang tercatat dan
termasuk endemik Kalimantan sebanyak empat jenis yaitu Harpactes whiteheadi,
Yuhina everetti, Prionochilus xanthopygius dan Lonchura fuscans.

Kelimpahan Jenis Burung

Kelimpahan jenis burung yang ada di HLGL menunjukkan perbedaan antara


pengamatan pagi dan sore hari. Berdasarkan grafik (Gambar 21) dapat diketahui
bahwa jenis Pycnonotus simplex, Lonchura fuscans, Dicaeum trigonostigma dan
Rhapidura leucopygialis memiliki kelimpahan paling tinggi pada pagi dan sore hari.

45
40
Jumlah Individu Jenis

35
30
Pagi
25
Sore
20
15
10
5
0
onostigma

ubris
australis
longirostra

aculata
Irena puella

ochromalus
scans

copygialis

laris

galeritus

itica
goiavier

atrogularis

lata

nos
simplex

us
ensis
ruficeps

xanthopygiu

us Chlorophae

mystacopha
Rhipidura per
Macronous gu

Hirundo tah

Surniculus lug
Lonchura fu

Centropus sin
Stachyris m

Megalaima
Pycnonotus

Pycnonotus
Orthotomus

Anorrhinus
Dicaeumtrig
Rhapidura leu

Arachnothera

Orthotomus
Eurylaimus
Prionochilus

Megalaima
Phaenicophae

Jenis Burung

Gambar 21. Kelimpahan Individu jenis burung pada pagi dan sore hari di HLGL

Grafik di atas juga menunjukkan bahwa sebagian besar jenis burung memiliki
kelimpahan tertinggi pada pagi hari. Dari 21 jenis yang ditampilkan, 15 diantaranya
memiliki kelimpahan tertinggi pada pagi hari dan enam jenis pada sore hari. Jenis
burung yang memiliki kelimpahan tertinggi pada sore hari adalah Stachiris maculata,
Hirundo tahitica, Orthotomus atrogularis, Centropus sinensis dan Megalaima
mystacophonos. Kelimpahan rata-rata dari jumlah kumulatif pagi dan sore hari, jenis
burung yang menunjukkan tingkat paling melimpah adalah Pycnonotus simplex,
Dicaeum Trochileum, Lonchura fuscans, Orthotomus ruficeps dan Rhapidura
leucopygialis.
Dominansi Jenis Burung

Dominansi jenis burung tersebut menggambarkan jenis-jenis burung yang


dominan di dalam kawasan penelitian. Pada pengamatan pagi hari, Anthracoceros
malayanus merupakan jenis burung dominan yang ditemukan di HT1. Pada HT2,
Anorrhinus galeritus dan Pycnonotus simplex merupakan jenis burung dominan.
Jenis burung dominan di JL1 ditemukan sebanyak empat jenis yaitu Lonchura
fuscans, Macronous gularis, Corvus enca dan Pycnonotus goiavier. Sedangkan
pada JL2 ditemukan tujuh jenis burung dominan yaitu Lonchura fuscans, Rhapidura
leucopygialis, Macronous gularis, Dicaeum trigonostigma, Pycnonotus goiavier,
Stachyris maculata dan Hirundo tahitica. Lokasi SU2 juga ditemukan sebanyak
tujuh jenis burung dominan yaitu Dicaeum trigonostigma, Rhapidura leucopygialis,
Pycnonotus simplex, Motacilla cinerea, Hemiprocne comata, Pycnonotus brunneus
dan Orthotomus ruficeps. Sedangkan pada SU1 hanya ditemukan satu jenis dominan
yaitu Pycnonotus simplex (Tabel 12; Lampiran 5).

Tabel 12. Dominansi jenis burung pada pengamatan pagi dan sore hari.
Pengamatan Pagi Pengamatan Sore Pengamatan Pagi -Sore
Habitat
D S N D S N D S N
HT1 1 17 53 3 20 18 1 15 65
HT2 2 14 29 4 15 19 2 19 37
JL1 4 10 40 5 6 29 5 9 52
JL2 7 4 22 8 7 8 7 3 30
SU1 1 15 43 6 9 14 2 11 58
SU2 7 12 11 8 7 12 5 13 26
Keterangan : D = Dominan; S = Subdominan; N = Nondominan

Jenis dominan yang ditemukan pada pengamatan sore hari di HT1 sebanyak
tiga jenis yaitu Anthracoceros malayanus, Megalaima mystacophanos dan
Megalaima australis. Pada HT2, jenis dominan yang ditemukan sebanyak empat
jenis yaitu Aceros undulatus, Pycnonotus simplex, Megalaima chrysopogon dan
Rhipidura javanica. Habitat JL1 memiliki jenis dominan sebanyak lima jenis yaitu
Lonchura fuscans, Dicaeum trigonostigma, Pycnonotus goiavier, Centropus sinensis
dan Anorrhinus galeritus. Pada JL2 dan SU2 tercatat delapan jenis dominan,
sedangkan pada SU1 tercatat enam jenis dominan (Lampiran 6).
Dominansi pada gabungan pengamatan pagi-sore hari, tercatat jenis burung
yang dominan di HT1 adalah Anthracoceros malayanus. Jenis dominan pada HT 2
adalah Anorrhinus galeritus dan Pycnonotus simplex. Pada JL1, jenis dominan sama
dengan pada pengamatan pagi dengan ditambahkan Dicaeum trigonostigma. Lokasi
JL2 memiliki kesamaan jenis dominan pada pengamatan di JL2 pagi hari. Lokasi
SU1 memiliki jenis dominan Pycnonotus simplex dan Irena puella, sedangkan pada
SU2 jenis dominan yang tercatat adalah Dicaeum trigonostigma, Rhapidura
leucopygialis, Pycnonotus simplex, Motacilla cinerea dan Orthotomus ruficeps
(Lampiran 7).

Indeks Keanekaragaman dan Kemerataan Jenis Burung

Keanekaragaman jenis burung dapat dilihat dengan menggunakan berbagai


parameter. Parameter tersebut antara lain menggunakan nilai indeks keanekaragaman
dan indeks kemerataan.
Indeks keanekaragaman tertinggi pada pengamatan pagi serta sore hari tercatat
pada HT1 dengan nilai 3.986 dan 3.528. Nilai indeks keanekaragaman terendah
pada pagi dan sore hari tercatat pada SU2 dengan nilai 3.027 dan 2.841. Sedangkan
indeks keanekaragaman tertinggi pada gabungan pengamatan pagi dan sore hari, juga
pada HT1 (4.068) dengan nilai indeks keanekaragaman terendah pada JL2 (3.116).
Indeks kemerataan tertinggi pada pengamatan pagi hari tercatat pada SU1
dengan nilai 0.943 dan nilai keanekaragaman terendah tercatat pada JL2 dengan nilai
0.865. Pada pengamatan sore hari, indeks kemerataan tertinggi tercatat pada HT1
dengan nilai 0.950 dan terendah tercatat pada JL1 dengan nilai 0.898. Sedangkan
indeks kemerataan tertinggi pada gabungan pengamatan pagi dan sore hari tercatat
pada HT2 (0.938) dan indeks kemerataan terendah pada JL2 (0.845) (Tabel 13,
Lampiran 8a , 8b dan 8c).

Tabel 13. Indeks keanekaragaman dan indeks kemerataan jenis burung di HLGL
Indeks Keanekaragaman Indeks Kemerataan
Habitat
Pagi Sore Pagi dan Sore Pagi Sore Pagi dan Sore
HT1 3.986 3.528 4.068 0.935 0.950 0.926
HT2 3.567 3.412 3.810 0.931 0.938 0.938
JL1 3.627 3.313 3.717 0.909 0.898 0.887
JL2 3.027 2.841 3.116 0.865 0.906 0.845
SU1 3.845 3.158 3.947 0.943 0.919 0.926
SU2 3.199 3.029 3.348 0.940 0.919 0.909
Indeks Kesamaan Jenis Burung

Jumlah jenis yang tercatat di masing-masing habitat memiliki kesamaan jenis.


Untuk melihat tingkat kesamaan jenis di berbagai habitat pada pengamatan pagi dan
sore hari tersebut, digunakan indeks kesamaan jenis burung.
Pada pengamatan pagi hari, dendogram menunjukkan bahwa habitat SU1
memiliki tingkat kesamaan jenis burung tertinggi dengan habitat SU2 sebesar 50.8%.
Kedua habitat tersebut memiliki kesamaan jenis dengan habitat JL2 sebesar 28.8%.

Tabel 14. Matriks indeks kesamaan jenis burung pada pengamatan pagi hari di
beberapa tipe habitat

Habitat HT1 HT2 JL1 JL2 SU1 SU2


HT1 1 0.348 0.302 0.182 0.215 0.122
HT2 1 0.222 0.164 0.169 0.103
JL1 1 0.339 0.228 0.133
JL2 1 0.278 0.286
SU1 1 0.508
SU2 1

0.201
INDEKS KESAMAAN

0.205
0.233
0.282

0.508

6
SU 1 SU 2 JL 2 JL 1 HT 1 HT 2
TIPE HUTAN

Gambar 22. Dendrogram kesamaan jenis di lokasi penelitian pada pengamatan pagi
hari
Habitat JL1 hanya memiliki tingkat kesamaan jenis 23.3% dengan habitat SU1,
SU2 dan JL1. Gabungan keempat habitat tersebut memberikan nilai kesamaan jenis
sebesar 20.5% dengan habitat HT1. Sedangkan nilai kesamaan jenis terkecil yaitu
antara habitat HT2 dengan SU1, SU2, JL2, JL1 dan HT1, hanya sebesar 20.1%.
Berdasarkan dendogram (Gambar 22) terbentuk dua kelompok komunitas burung
yaitu HT 2 membentuk satu komunitas burung dan kedua dibentuk oleh SU1, SU2,
JL2, JL1 dan HT1.

Tingkat kesamaan jenis tertinggi pada pengamatan sore hari menurut


dendogram adalah antara habitat JL1 dengan JL2 sebesar 40%. Kedua habitat
tersebut memiliki nilai kesamaan jenis dengan HT1 sebesar 27.4%. Kesamaan jenis
pada habitat SU2 dengan JL1, JL2 dan HT1 memiliki nilai sebesar 21.2%.

Gabungan keempat habitat tersebut memiliki tingkat kesamaan jenis burung


dengan habitat HT2. Nilai kesamaan jenis paling kecil yaitu antara SU1 dengan JL1,
JL2, HT1, SU2 dan HT2. Dendogram tersebut (Gambar 23) juga menunjukkan
bahwa ada dua kelompok komunitas burung, yaitu SU1 membentuk satu komunitas
dan komunitas kedua dibentuk oleh JL1, JL2, HT1, SU2 dan HT2.

Tabel 15. Matriks indeks kesamaan jenis burung pada pengamatan sore hari di
beberapa tipe habitat

Habitat HT1 HT2 JL1 JL2 SU1 SU2


HT1 1 0.254 0.329 0.175 0.220 0.236
HT2 1 0.200 0.089 0.232 0.121
JL1 1 0.400 0.145 0.241
JL2 1 0.125 0.160
SU1 1 0.289
SU2 1
0

0.163

INDEKS KESAMAAN
0.166
0.212

0.274

0.400

5
JL 1 JL 2 HT 1 SU 2 HT 2 SU 1
TIPE HUTAN

Gambar 23. Dendrogram kesamaan jenis di lokasi penelitian pada pengamatan sore
hari

Tingkat kesamaan jenis tertinggi pada gabungan pengamatan pagi dan sore hari
adalah pada HT1 dan HT2 serta SU1 dan SU2 sebesar 49.4%. HT1 dan HT2
membentuk satu komunitas dengan JL1 dan JL2, dimana nilai kesamaan JL1 dengan
HT1 dan HT2 sebesar 31.9%. Ketiga habitat tersebut memiliki indeks kesamaan
dengan JL2 sebesar 27.7%. sedangkan SU1 dan SU2 membentuk komunitas sendiri
dengan nilai sebesar 49.4% (Tabel 16, Gambar 24).

Tabel 16. Matriks indeks kesamaan jenis burung pada pengamatan pagi dan sore
hari di beberapa tipe habitat.

Habitat HT1 HT2 JL1 JL2 SU1 SU2


HT1 1 0.494 0.374 0.222 0.277 0.19
HT2 1 0.265 0.195 0.194 0.121
JL1 1 0.413 0.280 0.209
JL2 1 0.247 0.273
SU1 1 0.494
SU2 1
0

INDEKS KESAMAAN

0.224
0.277
0.319

0.494

0.500
HT1 HT2 JL1 JL2 SU1 SU2
TIPE HUTAN

Gambar 24. Dendrogram kesamaan jenis pada pengamatan pagi dan sore hari

Penggunaan Vegetasi oleh Burung

Penggunaan Strata Vegetasi. Penggunaan ruang oleh burung pada suatu


habitat dapat diamati dengan melakukan pengamatan jenis burung yang berada pada
strata tertentu pada suatu vegetasi. Pemanfaatan ruang oleh burung dibagi
berdasarkan pemanfatan vegetasi secara vertikal pada masing-masing habitat.
Pada Habitat HT1, jumlah jenis burung yang memanfaatkan strata bawah
(strata I dan II) sebanyak delapan jenis, strata menengah (strata III) 12 jenis dan
strata atas (strata IV dan V) 44 jenis burung. Jenis-jenis burung yang khas menghuni
strata bawah di HT1 antara lain Rollulus rouloul, Argusianus argus dan Pitta
guajana (Gambar 25; Lampiran 10a).
m

Gambar 25. Pemanfaatan strata vegetasi oleh burung di HT1


Keterangan :
1 Rollulus rouloul 21 Chloropsis cochinchinensi 41 Rhipidura perlata
2 Argusianus argus 22 Pycnonotus melanoleucos 42 Rhipidura javanica
3 Loriculus galgulus 23 Pycnonotus squamatus 43 Hypothymis azurea
4 Phaenicophaeus Chlorophaeus 24 Pycnonotus eutilotus 44 Philentoma pyrhopterum
5 Phaenicophaeus curvirostris 25 Pycnonotus simplex 45 Tersiphone paradisi
6 Harpactes whiteheadi 26 Pycnonotus brunneus 46 Lanius cristatus
7 Nyctyornis amictus 27 Pycnonotus erythrophthalmos 47 Aplonis panayensis
8 Aceros comatus 28 Criniger finschii 48 Anthreptes simplex
9 Aceros undulatus 29 Alophoixus ochraceus 49 Anthreptes malacensis
10 Anthracoceros malayanus 30 Alophoixus bres 50 aethopyga siparaja
11 Buceros rhinoceros 31 Tricholestes criniger 51 Arachnothera longirostra
12 Sasia abnormis 32 Iole olivacea 52 Prionochilus thoracius
13 Meiglyptes tristis 33 Ixos malaccensis 53 Prionochilus xanthopygius
14 Eurylaimus ochromalus 34 Pomatorhinus montanus 54 Prionochilus percussus
15 Calyptomena viridis 35 Macronous gularis 55 Dicaeum chrysorrheum
16 Pitta guajana 36 Macronous ptilosus 56 Dicaeum trigonostigma
17 Hemipus picatus 37 Yuhina everetti
18 Hemipus hirundinaceus 38 Orthotomus atrogularis
19 Coracina larvata 39 Orthotomus ruficeps
20 Chloropsis cyanopogon 40 Muscicapa daurica

Jenis burung yang memanfaatkan strata atas pada HT2 tercatat 40 jenis.
Jumlah ini sangat melimpah dibandingkan dengan penggunaan strata bawah (dua
jenis) dan strata menengah (tiga jenis). Jenis yang menempati strata bawah adalah
Argusianus argus dan Pitta guajana. Sedangkan yang menempati strata menengah
adalah Harpactes duvaucelii, Orthotomus sericeus dan Dicaeum trigonostigma.
Jenis burung yang memanfaatkan strata pohon bagian atas antara lain Spizeatus
cirrhatus, Phaenicophaeus diardi, annorhinus galeritus, Aceros undulatus, Buceros
rhinoceros dan Pericrocotus flammeus (Gambar 26; Lampiran 10b).
m

Gambar 26. Pemanfaatan strata vegetasi oleh burung di HT2


Keterangan :
1 Spizaetus cirrhatus 16 Calyptomena viridis 31 Orthotomus ruficeps
2 Argusianus argus 17 Pitta guajana 32 Orthotomus sericeus
3 Surniculus lugubris 18 Hemipus picatus 33 Orthotomus sericeus
4 Phaenicophaeus diardi 19 Coracina larvata 34 Rhinomyias umbratilis
5 Phaenicophaeus Chlorophaeus 20 Pericrocotus flammeus 35 Muscicapa daurica
6 Phaenicophaeus curvirostris 21 Aegithina viridissima 36 Eumyias indigo
7 Harpactes duvaucelii 22 Chloropsis cyanopogon 37 Culicicapa ceylonensis
8 Nyctyornis amictus 23 Chloropsis cochinchinensi 38 Rhipidura perlata
9 Anorrhinus galeritus 24 Pycnonotus atriceps 39 Rhipidura perlata
10 Aceros ndulates 25 Pycnonotus simplex 40 Rhipidura javanica
11 Buceros rhinoceros 26 Alophoixus bres 41 Philentoma pyrhopterum
12 Megalaima mystacophanos 27 Tricholestes criniger 42 Tersiphone paradisi
13 Picus miniaceus 28 Ixos malaccensis 43 Hypogrammahypogrammicum
14 Blythipicus rubiginosus 29 Irena puella 44 Dicaeum trigonostigma
15 Eurylaimus ochromalus 30 Malacopteron magnum

Strata bawah pada JL1 dimanfaatkan oleh tujuh jenis burung. Jenis-jenis
tersebut antara lain Centropus sinensis, Prinia flaviventris, Arachnothera longirostra
dan Lonchura fuscans. Strata menengah dimanfaatkan oleh 32 jenis, diantaranya
adalah Stachyris nigricollis, Stachyris maculata, Macronous gularis, Malacopteron
magnnum, Orthotomus atrogularis, Aegithina viridissima, Pycnonotus simplex,
Pycnonotus brunneus, Eurylaimus ochromalus, Megalaima mystacophanos dan
Pycnonotus erythrophthalmos. Sedangkan strata atas ditempati oleh 29 jenis antara
lain Irena puella, Dicrurus paradiseus, Corvus enca, Corvus Macrorhynchos,
Copsychus saularis dan Gracula religiosa ( Gambar 27; Lampiran 10c).
m

Gambar 27. Pemanfaatan strata vegetasi oleh burung di JL1


Keterangan :
1 Treron olax 21 Chloropsis cyanopogon 41 Orthotomus ruficeps
2 Treron capellei 22 Chloropsis sonneratii 42 Prinia flaviventris
3 Ducula aena 23 Pycnonotus melanoleucos 43 Rhipidura javanica
4 Surniculus lugubris 24 Pycnonotus goiavier 44 Gracula religiosa
5 Phaenicophaeus Chlorophaeus 25 Pycnonotus simplex 45 Anthreptes simplex
6 Phaenicophaeus javanicus 26 Pycnonotus brunneus 46 Anthreptes singalensis
7 Phaenicophaeus curvirostris 27 Pycnonotus erythrophthalmos 47 Arachnothera longirostra
8 Centropus sinensis 28 Iole olivacea 48 Arachnothera robusta
9 Nyctyornis amictus 29 Dicrurus aeneus 49 Prionochilus thoracius
10 Anorrhinus galeritus 30 Dicrurus paradiseus 50 Prionochilus maculata
11 Megalaima chrysopogon 31 Irena puella 51 Prionochilus xanthopygius
12 Megalaima rafflesii 32 Corvus enca 52 Prionochilus percussus
13 Megalaima mystacophanos 33 Corvus macrorhynchos 53 Dicaeum chrysorrheum
14 Calorhamphus fuliginosus 34 Malacopteron cinereum 54 Dicaeum trigonostigma
15 Sasia abnormis 35 Malacopteron magnum 55 Lonchura fuscans
16 Meiglyptes tristis 36 Stachyris maculata
17 Dendrocopos moluccensis 37 Stachyris nigricollis
18 Eurylaimus ochromalus 38 Macronous gularis
19 Pericrocotus flammeus 39 Copsychus saularis
20 Aegithina viridissima 4 Orthotomus atrogularis

Tingkat penggunaan strata pada JL2 didominasi oleh penggunaan strata


menengah (20 jenis). Strata bawah hanya digunakan oleh sembilan jenis burung dan
Strata atas dimanfaatkan 11 jenis burung. Jenis burung yang memanfaatkan kedua
strata (bawah dan menengah) sebanyak tujuh jenis serta strata menengah dan atas
sebanyak empat jenis. Jenis burung yang dapat memanfaatkan ketiga strata secara
keseluruhan adalah Dicaeum trigonostigma (Gambar 28; Lampiran 10d).
m

Gambar 28. Pemanfaatan strata vegetasi oleh burung di JL2


Keterangan :
1 Spilornis cheela 11 Pycnonotus goiavier 21 Orthotomus sericeus
2 Megalaima mystacophanos 12 Pycnonotus simplex 22 Prinia flaviventris
3 Megalaima australis 13 Dicrurus aeneus 23 Lanius cristatus
4 Calorhamphus fuliginosus 14 Oriolus xanthonotus 24 Anthreptes simplex
5 Sasia abnormis 15 Malacopteron magnum 25 Anthreptes singalensis
6 Cymbirhynchus macrorhynchos 16 Stachyris maculata 26 Arachnothera longirostra
7 Eurylaimus ochromalus 17 Macronous gularis 27 Arachnothera robusta
8 Hemipus picatus 18 Copsychus saularis 28 Prionochilus xanthopygius
9 Pericrocotus ignaeus 19 Orthotomus atrogularis 29 Prionochilus percussus
10 Chloropsis cochinchinensi 20 Orthotomus ruficeps 30 Dicaeum trigonostigma
31 Lonchura fuscans

Penggunaan strata pada SU1 didominasi oleh penggunaan burung pada strata
atas (26 jenis) dan strata menengah (17 jenis). Sedangkan strata bawah digunakan
oleh empat jenis burung. Jenis burung yang dapat memanfaatkan strata bawah dan
menengah secara bersamaan adalah Sasia abnormis. Sedangkan yang memanfaatkan
dua strata (menengah dan atas) sebanyak lima jenis yaitu Harpactes duvaucelii,
Pycnonotus simplex, Iole olivacea, Tersiphone paradisi dan Prionochilus
xanthopygius (Gambar 29; Lampiran 10e).
m

Gambar 29. Pemanfaatan strata vegetasi oleh burung di SU1


Keterangan :
1 Treron capellei 16 Alophoixus bres 31 Muscicapa daurica
2 Phaenicophaeus Chlorophaeus 17 Iole olivacea 32 Rhipidura perlata
3 Phaenicophaeus curvirostris 18 Dicrurus annectans 33 Hypothymis azurea
4 Harpactes duvaucelii 19 Dicrurus aeneus 34 Philentoma pyrhopterum
5 Ceyx rufidorsa 20 Dicrurus paradiseus 35 Tersiphone paradisi
6 Sasia abnormis 21 Irena puella 36 Arachnothera longirostra
7 Picus puniceus 22 Platylophus galericulatus 37 Arachnothera flavigaster
8 Dinopium javanense 23 Platysmurus leucopterus 38 Arachnothera flavigaster
9 Eurylaimus javanicus 24 Sitta frontalis 39 Arachnothera affinis
10 Eurylaimus ochromalus 25 Trichastoma bicolor 40 Prionochilus xanthopygius
11 Pericrocotus ignaeus 26 Malacopteron magnirostre 41 Dicaeum trigonostigma
12 Pycnonotus melanoleucos 27 Malacopteron cinereum
13 Pycnonotus atriceps 28 Copsychus saularis
14 Pycnonotus simplex 29 Orthotomus atrogularis
15 Alophoixus ochraceus 30 Orthotomus ruficeps

Strata yang paling banyak digunakan pada SU2 adalah strata atas yaitu
sebanyak 24 jenis dan strata menengah 19 jenis. Strata menengah paling sedikit
digunakan oleh burung dalam beraktivitas yaitu hanya sebanyak empat jenis. Strata
bawah digunakan oleh Lophura ignita, Orthotomus atrogularis, Macronous gularis,
Motacilla cinerea dan Lonchura fuscans. Jenis burung yang memanfaatkan strata
menengah sekaligus strata atas sebanyak enam jenis yaitu Pycnonotus simplex,
Pycnonotus brunneus, Pycnonotus erythrophthalmos, Irena puella, Orthotomus
ruficeps dan Prionochilus xanthopygius (Gambar 30; Lampiran 10f).
m

Gambar 30. Pemanfaatan strata vegetasi oleh burung di SU2


Keterangan :
1 Lophura ignita 16 Pycnonotus atriceps 31 Hypothymis azurea
2 Centropus rectunguis 17 Pycnonotus eutilotus 32 Tersiphone paradisi
3 Centropus sinensis 18 Pycnonotus simplex 33 Motacilla cinerea
4 Centropus bengalensis 19 Pycnonotus brunneus 34 Gracula religiosa
5 Hemiprocne comata 20 Pycnonotus erythrophthalmos 35 Anthreptes simplex
6 Harpactes kasumba 21 Alophoixus ochraceus 36 Anthreptes singalensis
7 Harpactes diardii 22 Dicrurus annectans 37 Arachnothera longirostra
8 Alcedo meninting 23 Oriolus xanthonotus 38 Arachnothera robusta
9 Alcedo euryzona 24 Irena puella 39 Prionochilus xanthopygius
10 Ceyx erithacus 25 Trichastoma rostratum 40 Dicaeum trigonostigma
11 Pelargopsis capensis 26 Macronous gularis 41 Lonchura fuscans
12 Nyctyornis amictus 27 Macronous gularis
13 Cymbirhynchus macrorhynchos 28 Orthotomus atrogularis
14 Calyptomena viridis 29 Orthotomus ruficeps
15 Pericrocotus ignaeus 30 Muscicapa daurica

Penggunaan Ruang Tajuk. Burung menggunakan tajuk pohon untuk


melakukan aktivitas hariannya. Penggunaan tajuk ini berbeda pada setiap jenis
burung. Perbedaan penggunaan tajuk disebabkan oleh beranekaragamnya
kemampuan burung untuk memanfaatkan habitat yang ada. Sehinga terjadilah
pemanfaatan tajuk yang dapat diklasifikasikan (Lampiran 9).
Pada habitat HT1, jenis burung yang tercatat memanfaatkan seluruh bagian
tajuk pohon adalah Phaenicophaeus chlorophaeus. Jenis burung yang
memanfaatkan tajuk atas sebanyak 7 jenis burung, tajuk tengah 30 jenis dan tajuk
bawah 23 jenis. Jenis-jenis burung tersebut kebanyakan memanfaatkan lebih dari
satu bagian tajuk.
Pemanfaatan tajuk pohon di HT2 sangat bervariasi. Anorrhinus galeritus dan
Pycnonotus simplex merupakan jenis burung yang memanfaatkan semua bagian
tajuk. Jenis burung yang ditemukan hanya menempati bagian strata tertentu saja
seperti tajuk bawah (18 jenis), tajuk menengah (23 jenis) dan tajuk atas (delapan
jenis). Jenis burung yang memanfaatkan bagian batang pohon adalah Picus
miniaceus dan Blythpicus rubiginosus.
Pada habitat JL1, jenis burung yang memanfaatkan semua bagian tajuk adalah
Dicaeum trigonostigma. Tajuk yang paling banyak digunakan jenis burung adalah
tajuk tengah (20 jenis) kemudian tajuk bawah (13 jenis) dan tajuk atas (lima jenis).
Burung yang memanfaatkan dua bagian tajuk (bawah dan menengah) sebanyak enam
jenis
Jenis burung di JL2 tidak ditemukan yang menggunakan semua bagian tajuk
vegetasi. Tajuk yang paling banyak digunakan adalah tajuk tengah (lima jenis), tajuk
bawah (empat jenis) dan tajuk atas (2 jenis). Bagian tajuk bawah digunakan oleh
Eurylaimus ochromalus, Pericrocotus ignaeus, Pycnonotus simplex dan Dicaeum
trigonostigma. Tajuk menengah ditempati Megalaima mystacophanos, Pycnonotus
goiavier, Oriolus xanthonotus, Copsychus saularis dan Lanius cristatus. Sedangkan
tajuk atas digunakan oleh Spilornis cheela dan Chloropsis cochinchinensis.
Jenis burung pada SU1 yang menggunakan semua bagian tajuk dalam
aktivitasnya adalah Phaenicophaeus chlorophaeus dan Pericrocotus ignaeus.
Sedangkan jenis lain pada umumnya hanya menggunakan satu atau dua bagian tajuk
saja yaitu menggunakan tajuk bawah (11 jenis) , tajuk tengah (13 jenis) dan tajuk
atas (enam jenis).
Burung yang memanfaatkan seluruh bagian tajuk pada SU2 adalah Pycnonotus
simplex, Pycnonotus brunneus dan Dicaeum trigonostigma. Sedangkan jenis lain
ada yang memanfaatkan tajuk bawah (11 jenis), tajuk tengah (17 jenis) dan tajuk atas
(4 jenis).

Penggunaan Jenis Vegetasi. Berdasarkan hasil pengamatan vegetasi di lokasi


penelitian dapat diketahui bahwa tingkat penggunaan habitat oleh burung
dipengaruhi oleh komposisi habitat. Semakin beranekaragam habitat, semakin
banyak vegetasi yang dapat dimanfaatkan burung (Tabel 17).
Tabel 17. Tingkat penggunaan vegetasi oleh burung di tiap tipe habitat
No Tipe Habitat Jenis Vegetasi Jumlah Jenis Burung % Penggunaan
Ficus sp 13 8.7
1 HT 1 Marunjala 13 8.7
Semak belukar 12 8
Meranti 15 10
2 HT 2 Ficus sp 3 2
Marunjala 3 2
Macaranga sp 15 10
3 JL1 Semak belukar 15 10
Sungkai 11 7.3
Semak belukar 15 10
4 JL 2 Sungkai 8 5.3
Waru 7 4.7
Macaranga sp 10 6.7
5 SU1 Mayas 9 6
Semak belukar 12 8
Bekokal danum 8 5.3
6 SU 2 Lami 8 5.3
Semak belukar 8 5.3

Jenis vegetasi yang banyak dimanfaatkan oleh burung di tiap tipe habitat,
antara lain Ficus sp, Marunjala, Semak belukar, Meranti (Shorea sp), Macaranga sp,
Sungkai (Peronema canescens), Waru, Mayas (Duabanga moluccana), Bekokal
danum dan Lami. Tingkat penggunaan vegetasi oleh burung di tiap tipe habitat
berkisar antara 4.7-10 % (Lampiran 11).

Fungsi dan Pemanfatan Habitat

Dari hasil pengamatan di lapangan dapat diketahui bahwa burung


memanfaatkan habitat untuk berbagai macam aktivitas. Aktivitas yang dilakukan
oleh burung yang dapat diamati antara lain untuk keperluan makan, bermain,
istirahat, bersarang, bernyanyi dan mandi. Aktivitas tersebut dapat dilakukan secara
berkelompok atau individu (Tabel 18).

Tabel 18. Penggunaan beberapa tipe habitat oleh burung


Peranan Habitat (%)
Tipe Habitat Total Jenis Burung
Makan Main Istirahat Sarang Suara Mandi
HT1 81 24.69 17.28 49.38 0 41.98 0
HT2 59 8.47 16.95 57.63 1.69 64.41 0
JL1 66 22.73 28.79 66.67 0 33.33 0
JL2 40 27.50 25.00 72.50 2.50 27.50 0
SU1 71 16.90 12.68 43.66 0 23.94 14.08
SU2 45 46.67 22.22 55.56 2.22 22.22 6.67
Tipe habitat HT1 dimanfaatkan oleh 81 jenis burung. Pemanfaatan habitat di
HT1 paling tinggi adalah untuk istirahat (49.83%), kemudian diikuti oleh aktivitas
bersuara (41.98%). Untuk mencari makan, pemanfaatan habitat pada HT1 mencapai
24.69%. Sedangkan untuk aktivitas bermain, HT1 hanya digunakan oleh 17.28 %
jenis burung.
Pemanfaatan habitat pada HT2 didominasi oleh aktivitas bersuara yaitu
64.41% dari 59 jenis burung. Burung memanfaatkan HT2 sebagai tempat istirahat
sebanyak 57.63%, bermain 16.95% dan mencari makan sebanyak 8.47%. Sedangkan
pemanfaatan lain yang dijumpai di HT2 ini adalah aktivitas bersarang, yaitu
sebanyak 1.69%.
Total jenis burung yang memanfaatkan habitat JL1 adalah 66 jenis. Dari total
jenis tersebut, pemanfaatan habitat dominan digunakan sebagai isirahat oleh 66.67 %
jenis dan aktivitas bersuara oleh 33.33% jenis burung. Aktivitas mencari makan
pada tipe habitat ini menempati urutan 4 (22.73%) setelah aktivitas bermain sebesar
28.79%.
Pemanfaatan habitat JL2 didominasi untuk tempat istirahat (72.5%), sedangkan
untuk aktivitas mencari makan dan bersuara masing-masing sebesar 27.5%. Pada
habitat ini juga ditemukan aktivitas bersarang yaitu sebesar 2.5% dari total 40 jenis
burung.
Pemanfaatan habitat di SU1 dan SU2 yang berbeda dengan pemanfaatan
habitat lain adalah pemanfaatan sebagai tempat mandi dan minum. Pada SU1
aktivitas mandi ditemukan sebanyak 14.08% dari total 71 jenis burung. Sedangkan
pada SU2 dimanfaatkan oleh 6.67% jenis burung. Aktivitas bersarang ditemukan
pada pemanfaatan habitat SU2 yaitu sebanyak 2.22%, tetapi tidak ditemukan pada
SU1. Habitat SU1 dan SU2 juga didominasi oleh pemanfaatan sebagai tempat
istirahat yaitu sebesar 43.66% dan 55.56%. Dalam aktivitas mencari makan, SU1
dimanfaatkan 16.9% burung dan SU2 dimanfaatkan 46.67% jenis burung.

Gangguan Pada Burung

Potensi gangguan keanekaragaman jenis burung pada Hutan Lindung Gunung


Lumut (HLGL) sangat besar. Gangguan tersebut berupa gangguan tidak langsung
terhadap habitat burung maupun langsung terhadap individu jenis burung. Gangguan
tersebut dapat datang dari perseorangan, masyarakat, institusi pemerintah maupun
gangguan secara alami.
Ganguan yang paling besar adalah gangguan yang berasal dari aktivitas
manusia. Aktivitas manusia ini berpengaruh terhadap habitat maupun individu jenis
burung. Gangguan terhadap habitat burung dapat berupa penebangan liar yang
terjadi di lokasi HLGL. Penebangan tersebut biasanya berupa vegetasi pohon yang
memiliki diameter yang tidak terlalu besar, yang digunakan sebagai kayu bakar.
Gangguan yang lebih besar datang dari aktivitas masyarakat yang mengkonversi
penutupan lahan bervegetasi menjadi tidak bervegetasi, atau menjadi lahan budidaya.
Konversi lahan tersebut dilakukan di dalam kawasan HLGL, yang biasanya
dilakukan pada setiap tahun pada waktu menjelang musim penghujan untuk
menyiapkan ladang dengan cara membakar lahan bervegetasi.
Kegiatan masyarakat yang langsung berpengaruh terhadap individu jenis
adalah penangkapan dan perburuan. Penangkapan ini tidak hanya dilakukan pada
jenis satwa burung tetapi juga pada jenis satwa mamalia. Hal ini akan sangat
berpengaruh terhadap populasi burung dan mamalia yang digunakan sebagai obyek
buruan.
PEMBAHASAN

Kondisi Habitat Burung

Lokasi penelitian di Hutan Lindung Gunung Lumut (HLGL) dapat


diklasifikasikan menjadi enam tipe penutupan lahan. Tipe penutupan lahan tersebut
berupa hutan bekas terbakar (HT1), hutan dipterocarpaceae tidak terbakar (HT2),
kebun campuran (JL1), tanaman budidaya (kebun), calon ladang dan lahan terbuka
(JL2), sungai dengan habitat disekelilingnya berupa hutan sekunder (SU1) dan
sungai dengan habitat sekelilingnya berupa kebun (SU2).
Perubahan penutupan lahan banyak terjadi di areal penelitian. Pada HT1,
perubahan penutupan lahan terjadi akibat kebakaran hutan yang terjadi pada tahun
1997 (Jidan, Pers. Comm.). Akibat dari perubahan penutupan lahan tersebut, habitat
HT 1 ditemukan vegetasi perintis yaitu jenis Macaranga sp dan lantai hutan banyak
ditumbuhi semak belukar. Sehingga jenis burung yang tercatat di habitat ini
merupakan jenis burung semak belukar dan burung hutan.
Habitat HT 2 juga ditemukan vegetasi Macaranga sp. Namun jenis tersebut
ditemukan di tepi hutan yang merupakan awal dari titik pengamatan. Kondisi habitat
HT2 yang masih rapat dan tergolong vegetasi pohon tua memberikan
keanekaragaman jenis burung yang khas. Pada habitat ini ditemukan beberapa jenis
suku Bucerotidae dan Picidae.
Perubahan penutupan lahan juga terjadi pada habitat JL1 dan JL2. Awalnya
kedua habitat tersebut merupakan habitat hutan, yang kemudian dikonversi oleh
masyarakat adat untuk dijadikan lahan budidaya. Perkampungan penduduk adat
mului merupakan perkampungan yang berada di dalam kawasan (enclave) HLGL.
Masyarakat desa ini memiliki pengaruh besar terhadap terjadinya perubahan
penutupan lahan yang berada di sekitar HLGL. Kegiatan yang dilakukan masyarakat
ini adalah merubah penutupan lahan hutan menjadi ladang yang selanjutnya akan
digunakan sebagai kebun campuran. Hal tersebut menjadikan penutupan lahan hutan
menjadi terbuka dan ditumbuhi oleh semak belukar, tanaman budidaya dan tanaman
perintis. Sehingga pada area perkampungan ini banyak ditemukan jenis burung
daerah terbuka dan burung lapisan bawah.
Lokasi yang banyak mengalami perubahan penutupan lahan, banyak ditemukan
vegetasi Macaranga sp. Jenis ini banyak dijumpai pada habitat hutan yang sudah
dikonversi menjadi lahan budidaya. Sedangkan pada penutupan lahan berupa hutan
yang mengalami gangguan, Macaranga sp hanya sedikit ditemui.
Bibby et al. (2000) mengatakan bahwa beberapa jenis pohon perintis seperti
Macaranga sp. dapat digolongkan sebagai habitat hutan yang terganggu. Hutan yang
terganggu dan kawasan bukan hutan memiliki penutupan tajuk yang renggang
dibandingkan dengan hutan primer dan mungkin lebih banyak penutupan tanah dan
semak atau lapisan bawah yang luas. Namun hutan primer kebanyakan memiliki
tajuk di bagian atas dan tengah sementara lapisan yang ada dibawahnya renggang.
Vegetasi berupa pohon yang memiliki penyebaran yang cukup luas adalah
Ficus sp. Jenis ini tercatat di habitat HT1, HT2, SU1 dan SU2. Jenis lain yang
cukup dominan yang tercatat di tiga habitat antara lain Biwan, Malomonu,
Marunjala, Medang (Actinodaphne glabra), Nangka (Artocarpus heterophyllus),
Rambutan (Nephelium sp), Sungkai (Peronema canescens) dan Waru.
Jenis vegetasi bukan pohon yang dominan dijumpai di lokasi penelitian adalah
semak belukar. Semak belukar ini menempati luasan yang cukup besar, namun
menyebar di luar habitat hutan dan riparian. Sedangkan semak belukar yang ada di
HT1 hanya terdapat pada area yang pernah terbakar, dengan luasan yang sangat
sempit.
Habitat JL1 dan JL2 tercatat jenis burung yang merupakan jenis burung habitat
terbuka. Jenis burung tersebut merupakan suku Apodidae, Hirundinidae, beberapa
jenis suku Timaliidae dan Ploiceidae. Jenis tersebut kebanyakan memanfaatkan
ruang di atas tajuk dan vegetasi semak belukar yang ada di kedua habitat tersebut.
Mikrohabitat lain ( bukan vegetasi) yang berupa sungai, berpengaruh terhadap
jenis burung. Sungai tersebut membentuk habitat riparian yang digunakan oleh
berbagai jenis burung. Pada lokasi penelitian terdapat dua sungai yang dapat
dibedakan berdasarkan tipe penutupan lahan yang ada di sekitarnya. Sungai Serari
memiliki lebar 1-2 m dengan vegetasi sekitarnya berupa hutan sekunder. Sedangkan
sungai Mului memiliki lebar 3-6 m dengan vegetasi sekitarnya berupa kebun. Kedua
habitat riparian tersebut dimanfaatkan burung untuk mencari makan, mandi, minum
dan aktivitas harian lainnya.
Jenis burung yang tercatat pada habitat riparian baik pada SU1 maupun SU2
merupakan jenis burung yang melakukan aktivitas terkait dengan keberadaan sungai.
Jenis burung yang ditemukan adalah suku Alcedinidae yang memanfaatkan sungai
sebagai tempat mencari makan. Sedangkan jenis suku lain seperti Pycnonotidae
memanfaatkan sungai untuk mandi dan minum.
Secara umum, hutan yang ada di lokasi penelitian dapat dikategorikan hutan
yang masih baik, jika dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Hal ini didukung oleh
banyaknya jenis burung suku Bucerotidae yang ditemukan di lokasi penelitian. Suku
Bucerotidae ini menyukai hutan dengan penutupan tajuk yang lebat dan diameter
pohon yang besar. Sehingga keberadannya di HLGL juga dapat digunakan sebagai
indikator kesehatan hutan.

Kekayaan Jenis Burung

Kekayaan jenis burung yang ditemukan di Hutan Lindung Gunung Lumut


(HLGL) tergolong cukup tinggi, yaitu sebanyak 150 jenis yang termasuk kedalam 33
suku, dengan jenis endemik sebanyak empat. Keseluruhan jenis burung di
Kalimantan tercatat memiliki keanekaragaman burung sebanyak 580 jenis
(Davidson et al., 1996) dengan jenis endemik 35 jenis (Boer et al., 2003) dari 1539
jenis burung dan 381 jenis endemik yang ada di Indonesia (Sujatnika et al., 1995).
Dibandingkan dengan kekayaan jenis seluruh Kalimantan, HLGL memiliki
25.85% jenis atau sebesar 9.75% dibandingkan dengan seluruh kekayaan jenis
burung Indonesia. Sedangkan jenis endemik yang ditemukan di HLGL sebesar
12.12% dari keseluruhan jenis endemik di Kalimantan dan 1.50% dari jenis endemik
seluruh Indonesia. MacKinnon et al. (1993) menemukan 236 jenis burung di Taman
Nasional Kutai di Kalimantan Timur. Dibandingkan dengan jenis ini, HLGL
memiliki kekayaan jenis sebesar 63.56%.
Tingginya keanekaragaman burung tersebut didukung oleh beragamnya tipe
penutupan lahan yang ada di HLGL. Welty (1982) mengatakan bahwa
keanekaragaman habitat berpengaruh terhadap keanekaragaman jenis burung. Makin
beranekaragam struktur habitat semakin besar keanekaragaman satwa. Struktur
habitat yang dimaksud terutama keanekaragaman jenis tumbuhan dan struktur
vegetasi. Sedangkan Welty (1982) menambahkan bahwa penutupan tajuk dan
ketinggian tajuk juga berpengaruh dalam keanekaragaman jenis burung.
Kekayaan jenis burung pada beberapa tipe habitat di lokasi penelitian lebih
besar dipengaruhi oleh perbedaan tipe habitat dibandingkan dengan faktor ketinggian
tempat. Hal ini disebabkan tingkat ketinggian pada lokasi pengamatan tidak jauh
berbeda.
Perbedaan ketinggian sebenarnya sangat berpengaruh dalam keanekaragaman
jenis burung. Primack et al. (1998) mengatakan bahwa komposisi komunitas dan
keanekaragaman jenis lebih tinggi pada dataran rendah daripada dataran tinggi dan
kelimpahan spesies berkurang dengan semakin bertambahnya ketinggian. Alikodra
(2002) juga menyatakan hal yang sama yaitu keanekaragaman jenis burung akan
semakin terbatas di daerah yang letaknya semakin tinggi
Tingginya keanekaragaman jenis burung pada lokasi penelitian dicirikan
dengan banyak ditemukannya jenis burung dalam satu suku, misalnya adalah suku
Timaliidae dengan 16 jenis burung, Pycnonotidae dengan 15 jenis dan Cuculidae
dengan 11 jenis. Selain itu keanekaragaman jenis burung yang tinggi dapat
digambarkan dari banyaknya jenis burung pemangsa (tiga jenis) dan jenis burung
rangkong (lima jenis) yang ditemukan di HLGL.
Banyaknya suku Timaliidae yang tercatat di HLGL, terkait dengan sifat burung
ini yang suka berkelompok, bersuara agak berisik dan aktif di atas atau dekat tanah
(MacKinnon et al., 1993). Sehingga jenis burung ini mudah ditemui dan diamati
baik di habitat hutan maupun bukan hutan.
Kekayaan jenis burung yang tinggi di HLGL, menunjukkan bahwa kawasan
hutan lindung ini memiliki salah satu fungsi penting bagi kelestarain jenis dan habitat
burung. Keanekaragaman tinggi ini didukung oleh keanekaragaman tipe habitat
yang mampu menyediakan pakan, dan kebutuhan hidup lain bagi burung.
Jenis burung yang ditemukan pada HLGL, di luar titik pengamatan sebanyak
dua jenis, yaitu Kukuk beluk (Strix leptogrammica) yang termasuk burung nokturnal
dan Burung-gereja erasia (Passer montanus). Strix leptogrammica ditemukan
sebanyak satu kali dengan jumlah satu jenis. Sedangkan Passer montanus ditemukan
sebanyak empat kali dengan jumlah dua sampai dengan enam individu. Keberadaan
jenis Passer montanus dimungkinkan terkait dengan adanya permukiman yang ada di
dalam HLGL. Menurut MacKinnon et al. (1993) jenis burung ini suka berasosiasi
dengan manusia dan hidup berkelompok disekitar pemukiman atau bangunan.

Penyebaran dan Penemuan Keanekaragaman Jenis Burung

Penyebaran jenis burung paling luas, yang tercatat di seluruh tipe habitat
adalah jenis Pycnonotus simplex, Irena puella, Orthotomus ruficeps, Arachnothera
longirostra dan Dicaeum trigonostigma. Jenis-jenis tersebut dapat ditemukan di
seluruh tipe habitat dimungkinkan karena jenis tersebut memiliki rentang habitat
yang luas, sehingga mampu beradaptasi dengan tipe habitat yang berbeda. Selain hal
tersebut, jenis ini dapat ditemukan pada berbagai tipe habitat dikarenakan jenis ini
memiliki populasi atau jumlah individu yang cukup besar.
Jenis burung yang menyebar luas, umumnya ditemukan pada saat pengamatan
pagi maupun sore hari. Jenis yang memiliki penyebaran luas tetapi hanya ditemukan
pada pagi hari adalah jenis Irena puella. Sedangkan yang hanya ditemukan pada
pengamatan sore hari adalah Arachnothera longirostra. Menurut Hernowo (1985)
terdapat hubungan antara penyebaran jenis burung dengan tingkat dominansi jenis
burung, dimana jenis yang memiliki penyebaran dan dominasi tinggi makan jenis
tersebut akan lebih survival terhadap perubahan lingkungan yang terjadi.
Burung yang hanya ditemukan pada satu atau beberapa habitat saja
dimungkinkan karena jenis tersebut hanya mampu menempati tipe habitat tertentu
atau dikarenakan jenis tersebut memiliki populasi yang cukup rendah. Sebagai
contoh adalah Argusianus argus, Rollulus rouloul, Sitta frontalis, Yuhina everetti dan
Hypsipetes flavala.
Penemuan jenis burung terbesar pada pengamatan pagi dan sore hari adalah
pada HT1 dengan 71 jenis dan 180 individu pada pagi hari serta 41 jenis dan 87
individu pada pengamatan sore hari. Tingginya penemuan jenis pada jalur ini
dimungkinkan karena adanya keanekaragaman vegetasi, keanekaragaman strata dan
tajuk. Vegetasi yang ada berupa vegetasi semak belukar, pohon dan bukan pohon,
dengan strata vegetasi sangat bervariasi dari strata bawah sampai atas. Demikian
juga dengan penutupan tajuk vegetasi yang lebar, dapat memberikan pilihan habitat
bagi banyak burung untuk beraktivitas dan memenuhi kebutuhan hidupnya.
Penemuan jenis burung yang rendah pada lokasi pengamatan berkaitan dengan
berbagai hal, antara lain ketersediaan pakan, ruang untuk beraktivitas dan
pemenuhan kebutuhan hidup. Hernowo (1985) mengatakan bahwa terdapatnya jenis
burung di suatu habitat terkait dengan kondisi habitat, jenis burung dan besarnya
gangguan di tempat tersebut. Pada pengamatan pagi hari, penemuan jenis paling
rendah tercatat pada habitat SU2 dengan 30 jenis dan 72 individu serta pengamatan
sore hari pada JL2 dengan 23 Jenis dan 82 individu.
Penemuan keanekaragaman jenis yang menunjukkan perbedan tidak signifikan
pada lokasi penelitian menandakan bahwa keanekaragaman pada masing-masing
habitat tersebut relatif sama atau tidak ada perbedaan keanekaragaman jenis burung
pada masing-masing habitat. Hal tersebut ditunjukkan pada pengamatan pagi hari
oleh habitat HT1-SU1, HT2-JL1 dan JL2-SU2 dan pada pengamatan sore hari
ditunjukkan oleh habitat HT1-HT2, HT1-JL1, HT2-JL1, JL1-SU1 dan JL2-SU2.
Secara umum, semakin banyak jenis yang ditemukan pada suatu lokasi, jumlah
individu yang ditemukan juga semakin melimpah. Namun pada SU2, jenis burung
yang ditemukan paling sedikit tetapi memiliki jumlah individu yang besar. Hal ini
dikarenakan pada SU2 ditemukan jenis burung Rhapidura leucopygialis dan Hirundo
tahitica. Kedua jenis burung ini terbang berkelompok menyambar serangga sebelum
pulang ke sarangnya, sehingga ditemukan jumlah individu yang besar. Dengan kata
lain banyaknya individu yang ditemukan tersebut dikarenakan jenis burung yang
berkelompok dalam jumnlah yang cukup besar.
Habitat JL2 menunjukkan bahwa rendahnya penemuan jenis burung diduga
berhubungan dengan kemampuannya menyediakan kebutuhan pakan bagi burung.
Habitat JL2 didominasi semak belukar. Sedangkan jenis vegetasi pohon sangat
terbatas, sehinga hanya jenis burung tertentu saja yang dapat memanfaatkan jenis
habitat ini. Jenis burung yang tercatat pada habitat ini kebanyakan adalah burung
daerah terbuka seperti Prinia flaviventri, Lonchura fuscans, Centropus bengalensis
dan Hirundo tahitica.
Rendahnya penemuan jenis di SU2 ini berkaitan dengan kecocokan jenis
burung memanfaatkan habitat. Habitat sungai ini banyak dimanfaatkan burung pada
siang dan sore hari yaitu untuk minum dan mandi. Sedangkan untuk pagi hari, jenis
burung yang ditemukan hanya memanfaatkan habitat sekitar sungai, sehingga jenis
yang ditemukan sangat terbatas.
Penemuan jenis pada tiap habitat dapat dikelompokkan berdasar
penyebarannya pada habitat tertentu saja. Penyebaran jenis burung yang terbatas
pada hutan terbakar (HT1) merupakan jenis burung yang hanya ditemukan pada
habitat ini (15 jenis). Jenis-jenis tersebut merupakan jenis lapisan bawah hutan,
penghuni tajuk dan semak belukar. Sedangkan jenis burung yang terbatas pada hutan
dipterocarpaceae (HT2) sebanyak delapan jenis, didominasi oleh jenis dari suku
Picidae dan Muscicapidae. Keberadaan jenis burung suku Picidae dikarenakan jenis
burung ini menyukai habitat dengan vegetasi pohon yang digunakannya sebagai
lubang membuat sarang dan mencari makan. Menurut Holmes et al. (1999) suku
Picidae kebanyakan menyukai hutan pamah (hutan dataran rendah dengan ketinggian
0-1500 mdpl), sehingga jenis burung ini penyebarannya sekarang menjadi agak
lokal.
Pennemuan jenis burung yang terbatas pada JL1 merupakan jenis burung
habitat terbuka (delapan jenis). Jenis tersebut memanfaatkan semak belukar, tajuk
dan atas tajuk pada kebun untuk beraktivitas. Sedangkan jenis yang memiliki
sebaran terbatas pada JL2 adalah Hirundo rustica yang memanfaatkan atas tajuk
untuk menyambar serangga dan beraktivitas. Jenis ini ditemukan pada sore hari
sebanyak satu kali dengan jumlah tiga individu.
Jenis burung yang khas ditemukan dan menyebar pada habitat riparian (SU1
dan SU2) sebanyak sepuluh jenis. Jenis yang khas habitat riparian yang hanya
ditemukan pada SU1 adalah Enicurus ruficapillus, serta pada SU2 adalah
Pelargopsis capensis dan Motacilla cinerea. Sedangkan jenis yang ditemukan di dua
lokasi adalah Alcedo meninting, Alcedo euryzona, Ceyx erithacus, Ceyx rufidorsa,
Enicurus leschenaulti dan Motacilla cinerea. Jenis-jenis tersebut menempati habitat
riparian terkait dengan ketersediaan makan dan tempat untuk bersarang dan
beraktivitas yang mampu diberikan oleh habitat riparian. Sedangkan jenis lain yang
ditemukan di lokasi tersebut juga memanfaatkan habitat sebagai tempat mencari
makan, mandi dan aktivitas lainnya.
Keanekaragaman jenis burung pada HLGL, berdasarkan uraian diatas dapat
dikategorikan sebagai berikut :
1. Burung hutan. Jenis burung ini memiliki kriteria yaitu penghuni habitat
hutan yang memanfaatkan vegetasi hutan (strata serta ruang tajuk) dan lantai
hutan untuk melakukan aktivitas hidupnya dan hanya ditemukan di tipe
habitat hutan. Jenis burung hutan yang ditemukan di HLGL sebanyak 21
jenis, antara lain : Rollulus rouloul, Argusianus argus, Loriculus galgulus,
Harpectes whiteheadi, Phaenicophaeus diardi, suku Bucerotidae, Blytipicus
rubiginosus, Pitta guajana, Pycnonotus squamatus, Criniger finschii,
Hypsipetes flavala, Pomatorhinus montanus, Macronous ptilosus, Alcippe
brunneicaeuda, Yuhina everitii, Eumyias indigo dan Culicicapa ceylonensis
2. Burung habitat terbuka, semak belukar dan lahan budidaya. Jenis burung ini
merupakan jenis burung yang mampu memanfaatkan habitat terganggu dan
lahan bididaya sebagai tempat beraktivitas serta hanya ditemukan pada
habitat terbuka. Jenis burung yang ditemukan sebanyak 15 jenis, antara lain :
Treron olax, Corvus macrorhynchos, Collacalia esculenta, Rhapidura
leucopygialis, Cypsiurus balasiensis, Pycnonotus goiavier, Stachiris
erithroptera, Stachiris maculata, Hirundo rustica, Hirundo tahitica,
Orthotomus atrogularis, Orthotomus rificeps, Orthotomus sericeus, Prinia
flaviventris dan Lonchura fuscans.
3. Burung habitat riparian. Jenis burung ini merupakan jenis burung yang
hidupnya bergantung dengan keberadaan sungai untuk mencari makan,
bermain dan aktivitas lainnya seta hanya umum dijumpai pada habitat
perairan. Jenis burung yang ditemukan sebanyak 8 jenis antara lain :
Enicurus ruficapillus, Enicurus leschenaulti, Pelargopsis capensis, Alcedo
meninting, Alcedo euryzona, Ceyx erithacus, Ceyx rufidorsa dan Motacilla
cinerea.
4. Burung di atas tajuk. Jenis burung ini merupakan jenis brung yang
menggunakan ruang di atas tajuk (udara) untuk melakukan aktivitasnya,
seperti mencari makan, berpindah tempat dan mengintai mangsa (berburu).
Jenis burung ini ditemukan sebanyak 14 jenis (5 suku) yaitu : suku
Accipitridae, suku Bucerotidae, suku Apodidae, suku Hemiprocnidae dan
suku Hirundinidae
Uji Beda Keanekaragaman Jenis Burung

Penemuan jenis burung pada masing-masing habitat pada pagi dan sore hari,
memberikan keanekaragaman jenis dan jumlah individu yang berbeda. Sedangkan
berdasarkan uji t student pada umumnya juga menunjukkan nilai beda yang sangat
nyata. Hal ini berarti bahwa pada masing-masing habitat di lokasi penelitian
memiliki keanekaragamanan jenis burung yang berbeda baik pada pengamatan pagi
maupun sore hari.
Keanekaragaman jenis burung pada gabungan pengamatan pagi dan sore hari
berdasarkan nilai uji t student menunjukkan perbedaan sangat nyata dan tidak
signifikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis burung pada
setiap lokasi atau habitat yang diamati memiliki keanekaragaman jenis burung yang
banyak berbeda satu dengan yang lain. Perbedaan keanekaragaman jenis burung
tersebut juga mencerminkan bahwa jenis burung yang mampu memanfaatkan setiap
habitat yang ada pada lokasi penelitian sangat berbeda atau dengan kata lain, jenis
burung hanya mampu memanfaatkan tipe habitat tertentu untuk melangsungkan
aktivitas hidupnya.
Penemuan jenis burung antara pagi dan sore hari pada tiap habitat
menunjukkan data keanekaragaman jenis dan jumlah individu yang sangat berbeda.
Secara keseluruhan pengamatan, jenis burung banyak ditemukan pada pagi hari
dibandingkan pada sore hari. Hal ini dikarenakan jenis burung yang ditemukan
kebanyakan adalah jenis diurnal yang aktif pada pagi atau siang hari. Perbedaan
keanekaragaman tersebut juga diperlihatkan dengan menggunakan uji beda t student.
Dengan menggunakan uji tersebut dapat diketahui bahwa penemuan jenis burung
pada pagi dan sore hari sangat berbeda nyata pada habitat HT1, JL1 dan SU1.
Sedangkan pada HT2, JL2 dan SU2 menunjukkan bahwa penemuan jenis antara pagi
dan sore hari relatif sama atau tidak ada perbedaan keanekaragaman jenis burung
pada habitat tersebut.

Komposisi dan Struktur Jenis Burung

Sifat Kunjungan. Berdasarkan sifat kunjungannya, jenis burung di HLGL


dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok penetap dan pendatang
musiman. Kelompok penetap merupakan kelompok burung yang selalu dapat
ditemui sepanjang tahun di HLGL. Menurut Alikodra (2002) jenis burung penetap
ini mempunyai tempat-tempat yang jelas untuk tempat tidur, berlindung, mencari
makanan dan air serta berkembang biak pada habitatnya.
Kelompok burung penetap ini memiliki jumlah yang jauh lebih besar
dibandingkan dengan kelompok pendatang musiman. Sebanyak 146 jenis
merupakan penetap dan empat jenis adalah pendatang musiman.
Kelompok burung pendatang musiman merupakan jenis burung yang hanya
datang ka HLGL pada musim-musim tertentu (terutama musim dingin di daerah
asalnya). Jenis ini adalah Hirundo rustica, Motacilla cinerea, Muscicapa daurica
dan Lanius cristatus. Primack et al. (1998) mengatakan bahwa spesies yang
bermigrsi musiman sangat tergantung pada dua atau lebih habitat yang berlainan.
Jika salah satu habitat rusak, spesies tersebut mungkin saja tidak mampu bertahan.
Ditemukannya jenis pendatang musiman di HLGL menandakan bahwa habitat
tersebut masih tergolong bagus dibandingkan dengan daerah disekitarnya. Jenis-
jenis tersebut mengunjungi HLGL karena habitat ini mampu memenuhi segala
kebutuhan hidup, terutama untuk mencari makan, beraktivitas dan beristirahat.

Jenis dan Struktur Pakan. Pakan merupakan kebutuhan utama bagi burung.
Burung memiliki tingkat kesukaan terhadap jenis pakan tertentu, sehingga dalam
memenuhi kebutuhan pakan, burung akan mencari habitat yang mampu menyediakan
jenis pakan yang sesuai.
Jenis burung yang paling dominan di HLGL adalah kelompok burung pemakan
serangga (insectivora). Serangga dimanfaatkan oleh 139 jenis burung (92.67%) dan
67 jenis diantaranya (48.20%) merupakan pemakan serangga sejati. Pemakan
serangga sejati merupakan murni pemakan serangga tanpa mengkonsumsi jenis
pakan lain.
Jenis pemakan serangga merupakan jenis terbanyak, dikarenakan serangga
merupakan jenis pakan yang melimpah di alam sehingga mudah didapatkan oleh
semua jenis burung. Serangga yang dimakan oleh burung dapat berupa serangga air,
serangga yang hidup pada vegetasi, ulat maupun larva. Kelompok pemakan
serangga memiliki fungsi yang sangat penting bagi keseimbangan lingkungan yaitu
sebagai pengendali populasi hama serangga di alam. Menurut Sekercioglu et al.
(2002) berdasarkan contoh pakannya, serangga yang banyak dikonsumsi burung
adalah Coleoptera, Orthoptera, Formicidae dan Arachnidae.
Jenis burung pemakan buah (frugivora) memenuhi kebutuhan hidupnya dengan
memanfaatkan buah dari vegetasi yang ada di kawasan HLGL. Jenis buah yang
dimanfaatkan antara lain adalah buah Ficus sp, Marunjala, Lami dan buah lendoyung
(Trema tomentosa). Pemanfaatan vegetasi berbuah ini berbeda antar jenis burung.
Untuk jenis berukuran kecil biasanya memanfaatkan buah yang juga berukuran kecil
seperti Pycnonotus simplex dan Pycnonotus brunneus yang memanfaatkan buah
lami dan marunjala yang berukuran kecil. Sedangkan untuk jenis burung suku
Bucerotidae biasanya memanfaatkan buah Ficus sp yang memiliki buah besar
dengan tajuk vegetasi lebar.
Pada lokasi penelitian, jenis burung pemakan buah tercatat sebanyak 58 jenis
burung (38.67%). Namun tidak ditemukan jenis burung pemakan buah murni. Pada
umumnya burung pemakan buah mengkombinasikan jenis pakannya dengan jenis
pakan lain seperti serangga dan biji. Menurut Blake et al. (2000) burung pemakan
buah dan pemakan serangga merupakan komponen penting pada hutan tropis,
dimana jenis ini memiliki fungsi sebaga pengendali hama dan penyebaran biji pohon
tropis.
Jenis burung pemakan daging merupakan kolompok terbanyak ketiga. Daging
dimanfaatkan oleh 17 jenis burung (11.33%) dan 3 jenis (17.65%) diantaranya
pemakan daging murni. Jenis pemakan daging murni ini adalah anggota suku
Accipitridae, yang biasa dikenal dengan sebutan burung pemangsa. Jenis pakan
burung carnivora ini berupa mamalia kecil seperti tupai, bajing, tikus, cecurut,
burung, kadal, katak, kodok dan ular kecil.
Jenis burung pemakan biji tercatat sebanyak 13 jenis (8.67%) dan 1 jenis
(7.69%) diantaranya merupakan burung pemakan biji sejati (murni). Jenis burung
pemakan biji memenuhi kebutuhan pakannya dari biji rerumputan dan vegetasi
lainnya.
Jenis burung pemakan ikan pada umumnya menggunakan habitat sungai untuk
memenuhi kebutuhan pakannya. Pada lokasi penelitian ditemukan 8 jenis (5.33%)
burung pemakan ikan. Burung ini menggunakan Sungai Serari dan Sungai Mului
untuk mencari pakan. Pakan yang damanfaatkan adalah ikan, larva ikan, dan berudu.
Jenis burung pemakan ikan yang ditemukan merupakan suku Alcedinidae, Motacilla
cinerea, Enicurus ruficapillus dan Enicurus leschenaulti.
Kelompok burung penghisap madu atau nektar memenuhi kebutuhan pakannya
dengan mengunjungi jenis vegetasi berbunga yang ada di HLGL. Burung penghisap
madu ini ditemukan 7 jenis (4.67%). Kelompok jenis ini memiliki manfaat yang
tinggi untuk membantu penyerbukan bunga yang ada di HLGL.
Kelompok burung pemakan tumbuhan (daun/kuncup bunga/batang) tercatat
sebanyak 6 jenis (4%). Jenis tumbuhan yang dimanfaatkan pada umumnya adalah
rumput dan pucuk Ficus sp. Jenis burung yang memanfaatkan tipe pakan ini adalah
suku Phasianidae (daun, bunga dan batang), Loriculus galgulus (daun dan batang),
Arachnothera affinis ( kuncup bunga) dan Pycnonotus goiavier (pucuk daun).
Keanekaragaman vegetasi yang ada di HLGL sangat mendukung ketersediaan
jenis pakan yang ada. Sehingga burung memiliki banyak piliha untuk memanfaatkan
satu atau lebih jenis pakan yang tersedia. Dengan demikian rentang habitat yang
disediakan HLGL sangat bervariasi dalam hal ketersediaan jenis pakan.

Status. Banyaknya jenis burung di HLGL yang memiliki status endemik,


dilindungi baik oleh pemerintah dan CITES, serta memiliki nilai ekologi terhadap
kawasan HLGL, memberikan nilai penting kawasan tersebut. Hal ini juga berarti
bahwa HLGL merupakan salah satu kawasan yang perlu dilestarikan sebagai
kawasan perlindungan serta kelestarian jenis burung.
Jenis burung yang memiliki status dilindungi oleh pemerintah Indonesia
tercatat sebanyak 32 jenis, 6 kelompok pada tingkat suku yaitu Suku Accipitridae,
Suku Psittacidae, Suku Trogonidae, Suku Alcedenidae, Suku Bucerotidae dan Suku
Nectariniidae serta 4 jenis pada tingkat jenis yaitu Argusianus argus, Pitta guajana,
Rhipidura javanica dan Gracula religiosa.
Convention of International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and
Flora (CITES) merupakan konvensi internasional yang mengatur perdagangan antar
negara spesies satwa dan tumbuhan liar yang terancam punah. Jenis burung yang
ditemukan di HLGL merupakan jenis burung yang masuk pada Appendix II CITES.
Sedangkan jenis yang masuk ke dalam Appendix I dan III tidak ditemukan di lokasi
penelitian.
Sozer et al. (1999) menyebutkan bahwa Appendix II CITES berarti bahwa
spesies-spesies hidupan liar dapat diperdagangkan secara internasional dengan
pembatasan kuota tertentu yang didasarkan pada data yang akurat mengenai populasi
dan kecenderungannya di alam.
Dari 12 jenis dengan status Appendix II CITES, 3 kelompok pada tingkat suku
yaitu Suku Accipitridae, Suku Psittacidae dan Suku Bucerotidae dan 3 pada tingkat
jenis yaitu Argusianus argus, Pitta guajana dan Gracula religiosa.
Accipitridae dilindungi pada tingkat suku oleh pemerintah Indonesia dan
CITES, dikarenakan burung ini memiliki fungsi yang sangat penting bagi
penyeimbang ekosistem. Jenis burung pemangsa ini memiliki fungsi untuk menjaga
keseimbangan ekosistem dari populsi hama tikus dan populasi ular yang berlebihan
dengan cara memangsanya (Sozer et al., 1999).
Psittacidae dilindungi pada tingkat suku oleh pemerintah dan CITES,
dikarenakan jenis ini banyak diperdagangkan baik di dalam maupun luar negeri.
Menurut Soehartono et al. (2003) jenis burung paruh bengkok terutama Loriculus
galgulus pada tahun 1994 menempati pringkat ketiga jenis burung paruh bengkok
indonesia yang diminati di pasar internasioanal.
Bucerotidae dilindungi pada tingkat suku oleh pemerintah dan CITES
dikarenakan jenis ini memiliki manfaat yang besar sebagai indikator kesehatan hutan.
Menurut Kemp (1993) dalam Noerdjito (2005) jenis burung anggota Bucerotidae
memegang peranan penting dalam penyebaran biji.
Bucerotidae ini menyenangi habitat hutan yang memiliki penutupan tajuk
lebar, pohon dengan diameter besar dan banyak terdapat pohon buah. Sehingga suku
tersebut dapat digunakan untuk melihat kesehatan atau tingkat kelestarian hutan.
Selain itu populasi jenis ini di alam sangatlah terbatas, dan rentan terhadap gangguan
sehingga perlu dilindungi.
Alcedinidae juga dilindungi pada tinggkat suku. Suku ini perlu dilindungi
karena burung pemakan ikan, terutama suku Alcedinidae dapat digunakan sebagai
indikator habitat. Jenis ini memiliki kepekaan tertentu terhadap kesehatan
lingkungan dalam habitatnya (Sozer et al., 1999), sehingga sangat bermanfaat untuk
indikator keseimbangan lingkungan alam.
Nectariniidae termasuk dilindungi pada tingkat suku. Suku ini memiliki
manfaat yang tinggi untuk membantu penyerbukan bunga, sehinga sangat penting
untuk regenerasi vegetasi berbunga.
Ada beberapa alasan suatu jenis burung perlu dilindungi pada tingkiat jenis.
Alasan tersebut antara lain karena jenis burung tersebut memiliki potensi
diperdagangkan yang tinggi, terancam populasinya atau populasi di alam sedikit,
penyebarannya terbatas serta memiliki manfaat terhadap keseimbangan dan
kelestarian lingkungan (Sozer et al., 1999).

Kelimpahan dan Dominansi Jenis Burung

Burung memiliki kelimpahan yang beragam pada habitat dan waktu


pengamatan yang berbeda. Perbedaan ini dimungkinakan karena perbedan
kemampuan burung untuk memanfaatkan habitat yang ada di HLGL. Kelimpahan
burung yang tinggi pada umumnya juga didukung oleh kemampuan habitat yang ada
untuk memenuhi kebutuhan pakan dan kebutuhan hidup lainnya.
Kelimpahan jenis burung memiliki hubungan dengan dominansi jenis burung.
Jenis burung yang memiliki kelimpahan tertinggi merupakan jenis burung yang
dominan dan begitu juga sebaliknya.
Jenis burung yang memiliki kelimpahan tertinggi yang juga dominan pada
pengamatan pagi dan sore hari di HLGL adalah Pycnonotus simplex, Lonchura
fuscans, Dicaeum trigonostigma dan Rhapidura leucopygialis. Jenis ini memiliki
kelimpahan tinggi dikarenakan mampu memanfaatkan potensi pakan dan
menggunakan habitat HLGL untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kelimpahan
yang tinggi ini juga dimungkinkan karena populasi jenis burung ini besar dan
berkelompok (berpasangan), sehingga pada saat pengamatan ditemukan dalam
jumlah besar.
Pycnonotus simplex merupakan jenis burung yang mampu memanfaatkan
habitat yang ada, dengan tipe pemakan campuran sehingga mampu memanfaatkan
semua jenis pakan. Lonchura fuscans merupakan jenis yang menyukai habitat
terbuka. Jenis ini berkelompok dalam jumlah besar sehingga ditemui melimpah pada
pengamatan pagi dan sore hari. Dicaeum trigonostigma merupakan jenis burung
yang mampu memanfaatkan habitat hutan maupun terbuka dari strata bawah sampai
atas. Sedangkan Rhapidura leucopygialis merupakan jenis burung pemakan
serangga murni yang memanfaatkan pakan dengan menyambar serangga di udara.
Jenis ini ditemukan sering berkelompok dan terbang berkeliling pada habitat
terbuka.
Perbedaan kelimpahan jenis burung pada pengamatan pagi dan sore hari
disebabkan oleh aktivitas dan kemampuan memanfaatkan habitat hutan. Pada
umumnya pada pengamatan pagi hari kelimpahan burung yang ditemukan lebih
besar dibandingkan dengan pengamatan sore hari. Hal ini dikarenakan jenis yang
tercatat di HLGL kebanyakan adalah jenis diurnal yang aktivitas hidupnya banyak
dilakukan pada pagi dan siang hari. Aktivitas tersebut berupa aktivitas mencari
makan, berjemur, bermain dan mandi. Selain hal tersebut, mudahnya jenis burung
diamati dan tipe burung yang berkelompok memberikan nilai kelimpahan yang
berbeda pada masing-masing habitat.
Menurut MacKinnon et al. (1993), burung adalah satwa yang paling aktif pada
pagi hari. Karena itu pagi hari merupakan waktu yang paling baik melakukan
pengamatan karena pada pagi hari burung melakukan aktivitas yang cukup tinggi dan
akan menurun menjelang siang hari
Kelimpahan dan dominasi tertinggi pada tingkat habitat adalah jenis
Anthracoceros malayanus (habitat HT1) serta jenis dominan pada HT 2 adalah
Anorrhinus galeritus dan Pycnonotus simplex. Tingginya kelimpahan kedua jenis
suku Bucerotidae tersebut disebabkan oleh kebiasaan mereka yang melakukan
aktivitas secara berkelompok, sehingga memiliki nilai dominasi yang tinggi.
Jenis yang memiliki kelimpahan dan dominasi tinggi pada setiap habitat adalah
Pycnonotus simplex. Burung ini mampu memanfaatkan habitat baik hutan, bukan
hutan maupun riparian. Hal ini terkait dengan makanan, aktivitas dan perilaku harian
yang mampu memanfaatkan semua jenis penutupan lahan.

Indeks Keanekaragaman dan Indeks Kemerataan

Nilai indeks keanekaragaman terbesar pada lokasi pengamatan adalah pada


habitat HT1, sedangkan nilai terendah diperoleh pada JL2. Nilai indeks
keanekaragaman tersebut berkisar antara 3.116-4.068. Nilai ini menunjukkan
keanekaragaman yang cukup tinggi di suatu kawasan. Jika dibandingkan dengan
indeks keanekaragaman jenis burung di Taman Nasional Kayan Mentarang (Pa’Raye
bagian utara) sebesar 4.577 (Boer et al., 2003), indeks keanekaragaman di HLGL
menunjukkan nilai yang cukup tinggi.
Indeks keanekaragaman yang tinggi ini menunjukkan bahwa komunitas yang
ada di HLGL sangat mendukung keberadaan jenis burung. Helvoort (1981)
mengatakan bahwa terdapat hubungan antara keanekaragaman dengan keseimbangan
jenis dalam satu komunitas. Apabila nilai keanekaragaman tinggi, maka
keseimbangan antar jenis juga tinggi, tetapi tidak berlaku sebaliknya. Keseimbangan
jenis tersebut dapat digunakan untuk melihat kondisi kestabilan hubungan dalam
komunitas. Melihat hal tersebut, dapat dikatakan bahwa keseimbangan jenis burung
di habitat hutan sangat tinggi. Senada dengan pernyataan diatas, habitat riparian juga
menunjukkan tingkat keseimbangan yang tinggi pada SU1. Sedangkan habitat bukan
hutan menunjukkan tingkat keseimbangan yang rendah pada habitat JL2.
Indeks kemerataan yang diperoleh dari HLGL menunjukkan nilai yang cukup
tinggi, yaitu berkisar antara 0.845-0.938. Nilai tertinggi tersebut diperoleh dari
habitat HT2 sedangkan terendah pada JL2. Nilai yang tinggi ini menunjukkan bahwa
penyebaran individu jenis burung pada komunitas tersebut sangat merata.
Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa berdasarkan nilai indeks
keanekaragaman dan indeks kemerataan, keseimbangan jenis burung serta stabilitas
komunitas paling tinggi dimiliki oleh habitat dengan pentupan lahan berupa hutan
yaitu pada HT1 dan HT2.

Indeks Kesamaan Jenis Burung

Keanekaragaman jenis burung pada setiap habitat memiliki kesamaan antara


satu habitat dengan yang lain. Pada pengamatan pagi hari, tingkat kesamaan jenis
tertinggi menurut dendogram adalah antara SU1 dengan SU2 sebesar 50.80%.
Tingginya kesamaan jenis pada dua habitat ini dimungkinkan karena habitat ini
memiliki karakteristik yang hampir sama. Kesamaan habitat yang dimiliki tersebut
menjadikan kesamaan jenis burung yang ditemukan cukup tinggi. Hal lain yang
mungkin berpengaruh adalah sifat jenis burung dan aktivitas jenis burung yang
bergantung pada habitat riparian.
Dendogram pengamatan pagi hari, membentuk dua kelompok komunitas
burung yaitu SU1, SU2, JL2, JL1 dan HT1 membentuk satu komunitas sedangkan
HT2 membentuk satu komunitas tersendiri. Hal tersebut menunjukkan bahwa HT2
memiliki komposisi jenis burung yang berbeda pada pengamatan pagi hari atau
hanya mempunya nilai kesamaan sebesar 20.1% saja.
Pengamatan sore hari menunjukkan komunitas jenis burung yang berbeda
dengan pengamatan pagi hari. Pengamatan sore hari menunjukkan tingkat kesamaan
jenis yang tinggi pada habitat JL1 dengan JL2 sebesar 40%. Kesamaan jenis yang
tinggi ini didukung oleh faktor habitat yang hampir sama.
Dendogram pengamatan sore juga membentuk dua komunitas burung yang
komposisinya juga sangat berbeda dengan pangamatan pagi hari. Komunitas
pertama dibentuk oleh JL1, JL2, HT1, SU2 dan HT2 sedangkan SU1 membentuk
komunitas sendiri yang berbeda dengan habitat lainnya. Nilai kesamaan jenis burung
antara komunitas satu dengan kedua hanya sebesar 16.30%. Perbedaan nilai
kesamaan jenis pada pengamatan pagi dan sore hari disebabkan oleh waktu
beraktivitas burung yang beragam dan berbeda antara pagi dan sore hari.
Indeks kesamaan jenis burung pada keseluruhan pengamatan (pagi dan sore)
membentuk dendogram yang sangat berbeda dengan dendogram yang terbentuk pada
pengamatan masing-masing pagi dan sore hari. Kesamaan jenis tertinggi pada HT1
dengan HT2 serta SU1 dengan SU2 sebesar 49.40%.
Dendogram pada keseluruhan pengamatan ini membentuk dua komunitas
burung. Habitat HT1 dan HT2 membentuk satu komunitas dengan JL1 dan JL2,
sedangkan komunitas burung yang kedua dibentuk oleh SU1 dan SU2. Kedua
komunitas tersebut memiliki nilai kesamaan 22.4%. Dari dendogram tersebut dapat
menggambarkan bahwa pada keseluruhan habitat yang diamati, HT1 dengan HT2
dan SU1 dengan SU2 memiliki komposisi jenis burung yang lebih tinggi, yang
membentuk komunitas burung yang saling berbeda dengan lainnya
Menurut dendrogram kesamaan jenis burung pada keseluruhan pengamatan,
juga memperlihatkan bahwa kesamaan jenis burung dapat didasarkan pada tipe
ketinggian. Komunitas pertama yang terbentuk yaitu HT1, HT2, JL1 dan JL2
memeiliki ketinggian antara 324-501 mdpl atau diatas ketinggian 300 mdpl.
Sedangkan komunitas kedua terbentuk oleh habitat SU1 dan SU2 yang memiliki
ketinggian 30-100 mdpl atau dibawah 300 mdpl. Hal ini menunjukkan bahwa
kesamaan burung berdasarkan ketinggian juga terbentuk dua kominatas, dimana pada
ketinggian diatas 300 mdpl membentuk kesamaan jenis yang berbeda dengan
ketinggian di bawah 300 mdpl.

Penggunaan Vegetasi oleh Burung

Penggunaan Strata Vegetasi. Suatu masyarakat burung dapat dibedakan


menurut perbedaan lapisan hutan. Hutan terdiri atas strata semak belukar, strata
antara semak belukar dengan pohon dan stratum tajuk hutan. Setiap strata memiliki
kemampuan untuk mendukung kehidupan jenis burung tertentu. Pemanfaatan strata
hutan bervariasi menurut waktu dan ruang, yang secara umum dimanfaatkan burung
pada siang hari (Alikodra, 2002).
Pemanfaatan strata vegetasi di HT1 dan HT2 didominasi oleh pemanfaatan
strata bagian atas, yaitu sebanyak 44 jenis dan 40 jenis burung. Hal tersebut terkait
dengan tipe habitat yang ada di lokasi pengamatan HT1 dan HT2 yang berupa hutan.
Bibby et al. (2000) mengatakan bahwa banyak jenis burung hutan hujan yang hidup
pada lapisan tajuk atas pada ketinggian 30-70 meter.
Pemanfaatan strata tersebut terkait dengan kebutuhan burung untuk melakukan
aktivitas seperti mencari makan dan istirahat. Jenis burung yang khas memanfaatkan
strata bagian atas adalah suku Bucerotidae dan Accipitridae. Suku Bucerotidae
memanfaatkan strata atas untuk mencari makan dan istirahat pada pohon berbuah
seperti Ficus sp yang tinggi dan memiliki percabangan banyak. Sedangkan suku
Accipitridae memanfaatkan tajuk atas untuk istirahat dan mengintai mangsa.
Strata menengah (strata III) di HT1 dan HT2 pada umumnya banyak
dimanfaatkan oleh jenis burung pemakan serangga dan pemakan buah. Harrison
(1962) dalam Alikodra (2002), juga mengungkapkan bahwa stratum bagian atas di
hutan hujan kalimantan didominasi oleh satwaliar yang bisa terbang, terutama
burung pemakan serangga. Jenis pemakan serangga dan buah yang dominan di strata
menengah ini adalah Dicaeum trigonostigma, Muscicapa daurica, Hemipus picatus,
Prionochilus xanthopygius dan Harpactes duvaucelii.
Strata bawah (strata I dan II) pada HT1 dan HT2 banyak dimanfaatkan oleh
burung arboreal (hidup di tanah) dan burung lapisan bawah. Menurut Alikodra
(2002), jenis burung yang ada di lantai hutan sangat bervariasi, terutama ditentukan
oleh komposisi jenis tumbuhan, kerapatan dan letak tempatnya.
Jenis burung yang khas menghuni strata bawah di kedua lantai hutan adalah
Argusianus argus dan Pitta guajana. Sedangkan pada HT1 ditambahkan Rollulus
rouloul. Menurut Bibby et al. (2000), banyak burung dunia yang paling indah dan
sangat sukar dilihat adalah jenis burung lapisan bawah atau penghuni permukaan
tanah.
Pemanfaatan strata vegetasi oleh burung di JL1 dan JL2 menunjukkan tingkat
kemiripan, meskipun tidak terlalu besar. Kedua habitat tersebut didominai oleh
pemanfaatan strata bagian menengah. Hal tersebut terkait dengan vegetasi penyusun
kedua habitat yang berupa penutupan lahan bukan hutan, yang memiliki vegetasi
pohon sangat terbatas.
Jenis burung yang paling banyak menghuni strata menengah pada kedua
habitat adalah suku Pycnonotidae, Nectariniidae dan Dicaeidae. Ketiga suku tersebut
memanfaatkan strata menengah untuk mencari makan, bermain dan istirahat.
Sedangkan jenis yang menghuni strata bawah seperti Lonchura fuscans, Prinia
flaviventris dan suku Timalidae sangat dipengaruhi oleh adanya vegetasi rerumputan
dan semak belukar yang ada di kedua lokasi tersebut.
Habitat riparian juga didominasi oleh penggunaan strata bagian atas.
Penggunaan strata atas ini dikarenakan habitat riparian tersebut berupa hutan
sekunder dan kebun yang memiliki vegetasi pohon yang dapat digunakan burung
untuk beraktivitas.
Strata atas dimanfaatkan burung untuk mencari makan, bermain, istirahat
(berjemur dan menelisik), sedangkan strata bawah digunakan burung untuk mandi,
mencari makan dan istirahat. Suku Alcedinidae menggunakan dua strata yaitu strata
bawah untuk mencari makan dan strata menengah pada umumnya digunakan untuk
bertengger, mengintai mangsa dan beristirahat.
Jenis burung yang melakukan aktivitas diatas strata V adalah jenis burung suku
Accipitridae, suku Bucerotiidae, suku Apodidae, suku Hirundinidae , jenis Corvus
enca dan Corvus macrorhynchos. Aktivitas yang diperlihatkan adalah terbang,
mencari makan ataupun berpindah tempat.
Secara umum, jenis burung yang paling banyak menggunakan tingkat strata
pada berbagai habitat adalah jenis Pycnonotus simplex dan Dicaeum trochileum,
sehingga jenis ini memiliki kemampuan untuk hidup di berbagai tipe habitat.

Penggunaan Ruang Tajuk. Pada umumnya burung memanfaatkan satu atau


lebih ruang tajuk untuk melakukan aktivitas hariannya. Pemanfaatan ruang tajuk ini
berbeda pada setiap jenis burung. Jenis burung yang memanfaatkan ruang tajuk
adalah jenis burung yang memiliki kemampuan terbang. Bibby et al. (2000)
mengungkapkan bahwa penutupan tajuk tumbuhan pada berbagai strata bervariasi di
habitat yang berbeda, dan dapat digunakan untuk mendiskripsikan distribusi burung.
Pemanfaatan ruang tajuk yang berbeda pada setiap jenis burung dipengaruhi
oleh kemampuan jenis burung memanfaatkan tajuk dan kemampuan tajuk
memberikan kebutuhan untuk aktivitas burung. Pada HT1 jenis yang mampu
memanfaatkan keseluruhan ruang tajuk adalah jenis Phaenicophaeus chlorophaeus.
Jenis ini memiliki kebiasaan berjalan atau melompot berpindah dari bagian tajuk ke
tajuk lainnya untuk mencari makan. Namun pada umumnya, jenis ini memanfaatkan
seluruh ruang tajuk hanya pada vegetasi strata III dan IV.
Pemanfaatan ruang tajuk di HT2 dapat dibedakan berdasarkan strata vegetasi.
Pada strata III dan IV, jenis burung yang mampu memanfaatkan seluruh ruang tajuk
adalah Pycnonotus simplex. Jenis burung ini memanfaatkan keseluruhan ruang tajuk
untuk mencari makan dan bermain. Sedangkan pada strata V, jenis yang mampu
memanfaatkan keseluruhan ruang tajuk adalah Anorrhinus galeritus. Jenis burung ini
tercatat menggunakan keseluruhan ruang tajuk untuk istirahat dan mencari makan
secara berkelompok (6-10 individu).
Ruang tajuk yang dimanfaatkan pada JL1 secara umum adalah bagian tengah
(20 jenis) kemudian tajuk bawah (13 jenis) dan tajuk atas (lima jenis). Jenis yang
mampu memanfaatkan keseluruhan ruang tajuk adalah Dicaeum trochileum. Jenis
ini merupakan jenis yang mampu memanfaatkan semua ruang tajuk dan strata
vegetasi sehingga jenis ini memiliki penyebaran yang luas. Sedangkan pada JL2
jenis burung yang menggunakan ruang tajuk sangat terbatas, hal ini dikarenakan
vegetasi pohon yang ada di JL2 juga sangat sedikit.
Pada habitat riparian, ruang vegetasi yang teramati adalah vegetasi dipinggir
sungai. Habitat SU1 tercatat jenis yang memanfaatkan ruang tajuk secara
keseluruhan dalam aktivitas hidupnya adalah Phaenicophaeus chlorophaeus dan
Pericrocotus ignaeus. Sedangkan habitat SU2 adalah Pycnonotus simplex,
Pycnonotus brunneus dan Dicaeum trigonostigma.
Tajuk yang dimanfaatkan pada setiap habitat memiliki perbedaan tergantung
oleh karakteristik jenis burung maupun karakteristik vegetasi. Burung dengan
penyebaran strata terbatas akan memanfaatkan ruang tajuk pada vegetasi yang
mendukung.

Penggunaan Jenis Vegetasi. Berdasarkan penggunaan vegetasi oleh burung,


Ficus sp, marunjala dan semak belukar merupakan jenis vegetasi yang banyak
dimanfaatkan oleh berbagai jenis burung di HT1. Pada HT2, jenis vegetasi yang
paling sering didatangi oleh burung adalah jenis meranti (Shorea sp). Jenis burung
pada JL1 banyak memanfaatkan Macaranga sp, semak belukar dan sungkai
(Peronema canescens). Pada JL2, semak belukar, sungkai (Peronema canescens)
dan waru merupakan jenis vegetasi yang banyak digunakan oleh burung dalam
berbagai aktivitas. Pada SU1, jenis vegetasi yang paling banyak digunakan adalah
Macaranga sp, mayas dan semak belukar. Sedangkan pada SU2, bekokal danum,
lami dan semak belukar merupakan jenis vegetasi yang banyak digunakan.
Tingkat penggunaan vegetasi oleh berbagai jenis burung di berbagai tipe
habitat (Tabel 1), diduga disebabkan oleh fungsi, manfaat dan penggunaan ruang
yang dimiliki oleh vegetasi. Pemilihan jenis tumbuhan oleh burung berdasarkan
tingkat kesukaan terhadap jenis tertentu. Jenis tumbuhan yang dipilih oleh burung
adalah jenis yang dapat memberikan sumber pakan, tempat beristirahat, bersarang
dan keamanan bagi burung dalam melakukan aktivitasnya.

Fungsi dan Pemanfatan Habitat

Kawasan HLGL memiliki fungsi sebagai habitat burung yang sangat penting.
Fungsi habitat yang dapat dipenuhi secara sebagian atau menyeluruh dari kawasan
ini adalah sebagai tempat hidup berbagai macam jenis burung.
Dilihat dari masing-masing habitat yang diamati, peranan habitat ini berbeda
satu dengan yang lain, tergantung dengan pola pemanfaatan jenis burung yang ada
dalam komunitas tersebut. Secara umum peranan habitat terbesar yang tercatat pada
keseluruhan habitat adalah peranannya sebagai tempat istirahat atau bertengger.
Jenis yang melakukan aktivitas ini banyak tercatat karena pada aktivitas istirahat
burung lebih mudah diamati.
Pernyataan tersebut tidak berlaku pada HT2, karena pada habitat ini aktivitas
jenis burung yang banyak tercatat adalah bersuara (64.41%). Hal ini terkait dengan
habitat yang ada di HT2 berupa hutan dipteocarpaceae yang memiliki penutupan
tajuk lebat dan pohon yang tinggi, sehingga penemuan aktivitas burung banyak
tercatat berdasarkan suara. Sedangkan pemanfaatan habitat yang juga tercatat pada
HT2 adalah aktivitas bersarang (1.69%), yaitu oleh Blythipicus rubiginosus pada
batang kayu Buno (Santiria griffithii).
Pemanfaatan habitat JL1 dan JL2 juga ditemukan paling besar pada aktivitas
istirahat. Sedangkan aktivitas makan dipenuhi burung dengan memanfaatkan
vegetasi yang ada di sepanjang jalur pengamatan, yaitu pada semak belukar dan
vegetasi pohon. Pada JL2 ditemukan aktivitas bersarang pada vegetasi semak
belukar yaitu jenis Dicaeum trigonostigma.

Gambar 31. Sarang burung Dicaeum trigonostigma pada habitat semak belukar

Pada pemanfaatan habitat riparian, juga ditemukan aktivitas bersarang oleh


burung Alcedo euryzona dengan membuat lubang di tanah di tepi sungai. Pada
kedua habitat ini ditemukan aktivitas yang tidak ditemukan pada tipe habitat lain,
yaitu aktivitas mandi. Habitat SU1 digunakan oleh 14.08% jenis dan SU2 digunakan
oleh 6.67% jenis burung. Aktivitas mandi ini ditemukan pada pengamatan pagi dan
sore hari. Namun jenis burung kebanyakan frekuensi pemanfaatan habitat riparian
unuk mandi pada sore hari lebih besar dibandingkan pada pagi hari.
Gangguan Pada Burung

Gangguan pada populasi burung dapat berupa gangguan habitat burung


maupun gangguan individu jenis burung. Gangguan ini akan sangat berpengaruh
terhadap populasi dan keberadaan jenis burung di suatu habitat. Gangguan habitat
burung yang terbesar adalah konversi lahan bervegetasi menjadi lahan tidak
bervegetasi atau menjadi lahan budidaya. Gangguan ini mengakibatkan fungsi
habitat sebagai habitat burung menjadi berkurang, sehingga jenis burung yang
memanfaatkan habitat juga akan terbatas.
Konversi lahan yang terjadi di sekitar HLGL, pada setiap tahunnya dapat terus
bertambah. Hal ini dikarenakan kebutuhan ekonomi penduduk yang makin
meningkat. Selain hal tersebut, penebangan vegetasi untuk konversi lahan tidak
murni lagi menggunakan kapak atau parang, tetapi sudah menggunakan gergaji
mesin, ehingga kerusakan dan pembukaan lahan dari tahun ke tahun akan semakin
meluas di kawasan HLGL.

Gambar 32. Pembakaran vegetasi untuk persiapan ladang

Rusaknya penutupan lahan yang bervegetasi pohon akan berdampak bagi


kelangsungan hidup burung. Jenis burung yang biasa memanfaatkan struktur
vegetasi dan ruang tajuk akan kehilangan tempat untuk beraktivitas seperti mencari
makan, istirahat dan bermain. Hernowo (1985) mengatakan bahwa terdapatnya jenis
burung di suatu habitat terkait dengan kondisi habitat, jenis burung dan besarnya
gangguan di tempat tersebut. Kondisi habitat tersebut adalah tersedianya makanan,
istirahat, berlindung, tidur dan bersarang.
Gangguan habitat tersebut akan mengurangi fungsi habitat sebagai tempat
mencari makan, istirahat, bermain dan bersarang, sehingga jenis burung yang tidak
bisa beradaptasi dengan perubahan habitat tersebut akan berpindah dan kemungkinan
populasinya akan berkurang. Selain ganguan oleh kegiatan manusia, gangguan
habitat jenis burung dapat terjadi akibat bencana alam, seperti kebakaran dan
kekeringan. Namun gangguan ini frukuensinya sangat kecil jika dibandingkan
dengan gangguan yang diakibatkan oleh kegiatan manusia.
Gangguan yang secara langsung dapat berpengaruh terhadap individu jenis dan
popolasi burung adalah perburuan atau penangkapan. Penangkapan jenis burung ini
dilakukan oleh masyarakat yang berada di sekitar HLGL. Alat yang digunakan
untuk menangkap jenis burung adalah pulut (lem dari getah tumbuhan), jerat (untuk
jenis burung lapisan bawah) dan burung pemancing.
Jenis burung yang banyak ditangkap oleh masyarakat adalah Murai batu
(Copsychus malabaricus). Burung ini memiliki daerah teritori, sehingga saat
dipancing dengan burung lain akan mendatangi burung tersebut untuk
mempertahankan teritorinya. Jenis ini paling banyak diminati karena memiliki harga
jual yang tinggi dan mudah untuk ditangkap.
Jenis burung yang ditangkap di permukaan tanah dengan jerat adalah
Argusianus argus, Lophura ignita, Pitta arquata dan jenis lain yang merupakan
burung lapisan bawah. Sedangkan Chalcophaps indica ditangkap menggunakan
jerat, dengan terlebih dahulu dipancing dengan menirukan suaranya menggunakan
bilah bambu. Jenis ini umumnya hanya dipelihara sendiri sebagai hobi.

Gambar 33. Burung (Pitta arquata) yang ditangkap dan dipelihara masyarakat
Jenis burung yang ditangkap menggunakan pulut adalah jenis yang biasa
mengunjungi vegetasi berbuah. Jenis yang biasa ditangkap dan diperdagangkan
adalah jenis Irena puella, Copsychus saularis, suku Chloropseidae dan suku
Pycnonotidae. Khusus untuk suku Pycnonotidae, ada beberapa jenis yang
dikonsumsi seperti Pycnonotus simplex dan Pycnonotus goiavier. Sedangkan jenis
burung yang diambil masih anakan dari sarangnya adalah jenis Gracula religiosa
Loriculus galgulus dan Psittacula longicauda.
Penangkapan burung tersebut pada umumnya dilakukan pada saat masyarakat
tidak bercocok tanam, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu
adanya nilai ekonomis yang tinggi dari jenis burung ini, memacu masyarakat untuk
menangkap burung. Melihat hal tersebut, maka kelestarian burung di HLGL juga
sangat terancam, mengingat masyarakat sekitar HLGL mengusahakan cocok tanam
pada awal musim hujan saja.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah :


1. Keanekaragaman jenis burung yang dijumpai di kawasan Hutan Lindung
Gunung Lumut (HLGL) adalah 150 jenis dari 33 suku. Sebanyak 131 jenis
ditemukan pada pagi hari dan 107 jenis ditemukan pada sore hari. Dari 150
jenis, empat diantaranya merupakan jenis endemik Kalimantan.
2. Jenis burung yang memiliki kelimpahan tertinggi di HLGL adalah Merbah
corok-corok (Pycnonotus simplex), Bondol kalimantan (Lonchura fuscans),
Cabai bunga-api (Dicaeum trigonostigma) dan Kapinis-jarum kecil (Rhapidura
leucopygialis).
3. Penemuan dan penyebaran jenis burung dari yang tertinggi sampai terendah
adalah pada hutan terbakar (81 jenis, 256 individu), riparian hutan sekunder
(71 jenis, 204 individu), kebun campuran (66 jenis, 287 individu), hutan
dipterocarpaceae (58 jenis, 196 individu), riparian pada ladang (44 jenis, 143
individu) dan ladang, rumah, lahan terbuka (40 jenis, 207 individu),
4. Uji t student menunjukkan adanya perbedaan keanekaragaman jenis burung
antara pengamatan pagi dan sore hari pada HT1, JL1 dan SU1. Sedangkan
pada pengamatan di HT2, JL2 dan SU2 menunjukkan tidak ada perbedaan
keanekaraman jenis burung antara pengamatan pagi dan sore hari.
5. Vegetasi yang paling banyak dimanfaatkan oleh jenis burung adalah Ara (Ficus
sp.) di HT1, Meranti (Shorea sp.) di HT2, Marunjala di HT1, Nangsang
(Macaranga sp.) di JL1 dan SU2, Sungkai (Peronema canescens) di JL1 dan
JL2, Mayas (Duabanga moluccana) di SU1, Bekokal danum di SU2 dan semak
belukar di HT1, JL1, JL2, SU1 dan SU2.
6. Penggunaan ruang vertikal oleh burung pada HLGL didominasi oleh
penggunaan strata bagian atas. Pada habitat HT1, HT2, SU1 dan SU2
didominasi oleh penggunaan strata IV dan V. Sedangkan habitat JL1 dan JL2
dominan menggunakan strata III dan IV.
Saran

Saran yang dapat dikemukakan berdasarkan penelitian ini adalah :

1. Kawasan HLGL tidak hanya dijadikan sebagai kawasan lindung, tetapi juga
sebagai kawasan untuk melestarikan keanekaragaman satwaliar, terutama jenis
burung
2. Perlunya dilakukan sosialisasi atau penyuluhan mengenai pentingnya
perlindungan satwaliar, terutama jenis burung di kawasan HLGL maupun
daerah sekitarnya.
3. Memberikan pengetahuan tentang budidaya tanaman pangan secara intensif
(intensifikasi pangan), sehinga masyarakat yang berada di dalam kawasan tidak
terus-menerus membuka hutan untuk lahan budidaya.
4. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai keanekaragaman jenis burung di
HLGL, terutama keanekaragaman jenis burung berdasarkan tipe ketinggian
tempat.
DAFTAR PUSTAKA

Aipassa, M. 2004. Nilai Ekologi dan Hidrologi Kawasan Hutan Lindung Gunung
Lumut dan Permasalahan Serta Ancamannya. Makalah disajikan dalam
Lokakarya Pengelolaan Hutan Lindung Gunung Lumut di Tanah Grogot.
Balikpapan

Alikodra, H. S. 2002. Pengelolaan Satwaliar. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan


IPB. Bogor.

Balen, v. B. 1984. Bird Counts and Bird Observation in the Neighbourhood of


Bogor. Nature Conservation Dept. Agriculture University Wageningen. The
Netherlands.

Bibby, C; M.Jones; S. Marsden. 2000. Teknik-Teknik Ekspedisi Lapangan :Survey


Burung. BirdLife International Indonesia Programme. Bogor.

Blake, J. G.; Bettle A. L. 2000. Diversity of Bird Along an Elevational Gradient in


the Coldillera Central, Costarica. The Auk Vol. 117(3). Hal. 663-686.

Boer, C.; Dijan, S.R.; Syaiful, B.; Francis, K.D. 2003. The Avivauna Of Pa’Reye in
Northern Part Of Kayan Mentarang National Park, East Kalimantan. Joint
Biodiversity Expedition in Kayan Mentarang National Park Ministry of
Forestry-WWF Indonesia-ITTO. Jakarta.

Davidson, G. W. H; Chew Y. F. 1996. A Photographic Guide to Birds of Borneo.


New Holand Ltd. Netherland

Helvoort, B.V. 1981. Bird Populations in The Rural Ecosistems of West Java.
Nature Conservation Depertment. Netrherlands.

Hernowo, J. B. 1985. Studi Pengaruh Tanaman Pekarangan Terhadap


Keanekaragaman Jenis Burung Daerah Pemukiman Penduduk Perkampungan
di Wilayah Tingkat II Bogor. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya
Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Hernowo, J. B.; L. B. Prasetyo,. 1989. Konsep ruang Terbuka Hijau di Kota


Sebagai Pendukung Pelestarian Burung. Media Konservasi Vol. II (4). Hal.
61-77.

Kessler, P.J.A. and Sidiyasa, K. 1999. Pohon-Pohon Hutan Kalimantan Timur.


Pedoman mengenal 280 jenis pohon pilihan di daerah Balikpapan-Samarinda.
Tropenbos-Kalimantan Series 2. Tropenbos International, Wageningen, the
Netherlands.

Krebs, C.J. 1978. Ecological Methodology. Harper dan Row Publisher. New York.
Kurnia, I. 2003. Studi Keanekaragaman Jenis Burung untuk Pengembangan Wisata
Birdwatching di Kampus IPB Darmaga. Skripsi. Jurusan Konservasi
Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor,
Bogor.Tidak Dipublikasikan.

MacKinnon, J.; K. Phillips; B. V. Balen. 1993. Seri Panduan Lapang Burung-


Burung Di Sumatera, Jawa, Bali Dan Kalimantan. Pusat Panelitian Dan
Pengembangan Biologi LIPI. Bogor.

Mahmud, A. 1991. Kelimpahan dan Pola Penyebaran Burung-burung Merandai di


Cagar Alam Pulau Rambut. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan
Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Noerdjito, M. 2005. Nama Baku Indonesia (Itik-Itikan dan Enggang-Enggangan).


Seri I. Puslit Biologi LIPI. Bogor.

Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Gadjah Mada University Press.


Yogyakarta.

Redaksi Ensiklopedi Indonesia. 1992. Ensiklopedi Indonesia Seri Fauna. PT.


Ichtiar Baru van Hoeve. Jakarta.

Soehartono, T.; A. Mardiastuti. 2003. Pelaksanaan Konvensi CITES (Convention


International on Trade of Endangered Species of Flora and Fauna) di
Indonesia. JICA. Jakarta.

Sozer, R., Y. Saaroni, P.F. Nurwatha. 1999. Jenis-Jenis Burung Dilindungi Yang
Sering Diperdagangkan. Yayasan Pribumi Alam Lestari. Bandung

Sujatnika; P. Joseph; T.R. Soehartono, M.J. Crosby, A. Mardiastuti. 1995.


Melestarikan Keanekaragaman Hayati Indonesia : Pendekatan Daerah Burung
Endemik. PHPA/BirdLife International-Indonesia Programme. Jakarta.

Tropenbos International (TBI) Indonesia. 2004. Hutan Lindung Gunung Lumut dan
Biodiversity Assessment. Makalah disajikan dalam Lokakarya Pengelolaan
Hutan Lindung Gunung Lumut di Tanah Grogot. Balikpapan

Poole, R. W. 1974. An Introduction to Quantitative Ecology. McGraw-Hill, Inc.


Tokyo, Japan.

Sekercioglu, C. H; P.R. Ehrlich; G.C. Daily; D. Aygen; D. Goehring and R.F. Sandi.
2002. Dissappearance of Insectivorous Bird from Tropical Forest Fragment.
Diakses dari www.pnas.org/cgi/doi/10.1073/pnas.012616198. Tanggal 9
Januari 2006.

Welty, J.C. 1982. The Life of Bird. Saunders College Publishing. Philadelphia.

Yuda, P. 1995. Studi Keragaman dan Kelimpahan Burung di Berbagai Habitat di


Hutan Wanagama I, Daerah Instimewa Yogyakarta. Program Pascasarjana
IPB. Bogor.
Yusuf, M. 1998. Studi Keanekaragaman dan Kelimpahan Jenis Burung dan
Mamalia pada Beberapa Areal Bekas Tebangan dan Hutan Primer di Areal
HPH Narkata Rimba, Kalimantan Timur.
Lampiran 1. Jenis vegetasi yang tercatat di berbagai tipe habitat.

HT1
No Jenis Vegetasi Nama Latin ∑
Pohon
1 Bengalun Mischocarpus pentapetalus 2
2 Buno Santiria griffithii 4
3 Buno jerapi 1
4 Delekui 2
5 Emparai 1
6 Ara Ficus sp 8
7 Katan Canarium megalanthum 3
8 Kayu balik 1
9 Keramu Dacryods rostrata 2
10 Kuisip Glochidion sericeum 2
11 Lami 1
12 Losususungsakan Nauclea officinalis 3
13 Luwing 3
14 Nangsang Macaranga sp 2
15 Malayombatn 3
16 Malomonu 1
17 Mangkolato 1
18 Mansowani 1
19 Mantomis 1
20 Maromintu 1
21 Marunjala 1
22 Medang Actinodaphne glabra 1
23 Meliwe 1
24 Meranti Shorea sp 2
25 Tekaler Quercus argentata 1
26 Tungkuis 1
27 Selokako 1
28 Sungkuang 1
29 Kayu bawang 1
30 Pekalung 1
31 Balangkoing bitik 1
32 Baning 1
33 Bayur Pterospermum javanicum 1
34 Selobombun diri 1
35 Jelutung Dyera costulata 1
36 Kayu mirip 1
37 Sengkloi 1
Non pohon
38 Perdu
39 Semak belukar
HT2
No Jenis Vegetasi Nama Latin ∑
Pohon
1 Balangkoing bitik 2
2 Bekokal bawo 1
3 Biwan 1
4 Buno Santiria griffithii 1
5 Buno jerapi 2
6 Damar Agathis sp 1
7 Doyun 2
8 Duku 4
9 Emparai 1
10 Ara Ficus sp 4
11 Katan Canarium megalanthum 1
12 Kayu otak 1
13 Keruing 1
14 Luwing 2
15 Nangsang Macaranga sp 1
16 Malomonu 1
17 Mantomias 1
18 Maromintu 3
19 Marumpetak 1
20 Marunjala 5
21 Medang Actinodaphne glabra 1
22 Meliwe 1
23 Meranti Shorea sp 11
24 Misepon Quercus gaharuensis 1
25 Natu Palaquium sp 2
26 Rambutan hutan Nephelium sp 1
28 Tekaler Quercus argentata 1
27 Waru Hibiscus alba 1
28 Serembolum 1
29 Mantongara 1
30 Tarap 1
Non pohon
31 Semak belukar

JL1
No Jenis Vegetasi Nama Latin ∑
Pohon
1 Bangris Koompassia exelsa 2
2 Bayur Pterospermum javanicum 2
3 Kenanga Cananga odorata 2
4 Losususungsakan Nauclea officinalis 1
5 Nangsang Macaranga sp 6
6 Malomonu 1
7 Nangka Artocarpus heterophylus 3
8 Pete Parkia sp 1
9 Pisang Musa sp
10 Rambutan Nephelium sp 5
11 Waru Hibiscus alba 2
12 Sungkai Peronema canescens 6
Non pohon
13 Tepus
14 Ketela Manihot utilissima
15 Semak belukar
JL2
No Jenis Vegetasi Nama Latin ∑
Pohon
1 Durian Durio sp 2
2 Jambu Eugenis sp 1
3 Nangsang Macaranga sp 2
4 Nangka Artocarpus heterophylus 1
5 Rambutan Nephelium sp 1
6 Saga Adenanthera sp 1
7 Sungkai Peronema canescens 5
8 Walur 2
9 Waru Hibiscus alba 3
Non pohon
10 Semak belukar
11 Pisang Musa sp
12 Ketela

SU1
No Jenis Vegetasi Nama Latin ∑
Pohon
Benuang Octomeles sumatrana 1
Biwan 3
Delewe 1
Ficus sp 1
Lendoyung Trema tomentosa 1
Lenganyut 1
Nangsang Macaranga sp 7
Marumpetak 1
Marunjala 1
Mayas Duabanga moluccana 6
Medang Actinodaphne glabra 4
Pohon to Anthocephalus chinensis 2
Sungkai Peronema canescens 1
Temba 2
Non pohon
Rotan
Pakis
Semak belukar
Bambu Bambusa sp
Tepus
Tumb merambat
SU2
No Jenis Vegetasi Nama Latin ∑
Pohon
Aren Arenga sp 1
Bangris Koompassia exelsa 1
Bekokal danum 8
Biwan 2
Duku 2
Ensipang 2
Ara Ficus sp 3
Lami 4
Lendoyung Trema tomentosa 6
Nangang Macaranga sp 3
Mayas Duabanga moluccana 7
Nangka Artocarpus heterophylus 1
Pete Parkia sp 1
Tarap 1
Rambutan Nephelium sp 2
Keramu 1
Keranji 1
Non pohon
Semak belukar
Tepus
Tumb merambat
Bambu Bambusa sp
Lampiran 2. Kekayaan dan Komposisi Jenis Burung di Hutan Lindung Gunung Lumut, Kalimantan Timur

NO NAMA INDONESIA NAMA ILMIAH NAMA INGGRIS NAMA LOKAL Kj St TP K HABITAT


Accipitridae
1 Elang-ular bido Spilornis cheela Crested serpent-Eagle Koniu burit R C2DS C Tdm 1234
2 Elang hitam Ictinaetus malayensis Black Eagle Koniu biwang R C2DS C Tdm 1
3 Elang brontok Spizaetus cirrhatus Changeable Hawk-eagle Koniu bura kotat R C2DS C Tdm 2
Phasianidae
4 Puyuh sengayan Rollulus rouloul Crested Partridge Lisio R Tdl GFIH Tdm 1
5 Sempidan biru Lophura ignita Crested Fireback Sakan R Tdl GFIH Tdm 6
6 Kuau raja Argusianus argus Great Argus Jue R C2DS GFIH Tdm 12
Columbidae
7 Punai kecil Treron olax Little Green-Pigeon Karoweko R Tdl GF Tdm 1
8 Punai besar Treron capellei Large Green-Pigeon - R Tdl GF Tdm 35
9 Pergam hijau Ducula aena Green Imperial-Pigeon - R Tdl GF Tdm 3
10 Delimukan jamrud Chalcophaps indica Emerald Dove Lembukon R Tdl GF Tdm 5
Psittacidae
11 Serindit melayu Loriculus galgulus Blue-crowned Hanging-Parrot Telisok R Tdl GFNH Tdm 1
Cuculidae
12 Kangkok india Cuculus micropterus Indian Cuckoo Kakangkapot R Tdl IF Tdm 1236
13 Wiwik lurik Cacomantis sonneratii Banded Bay Cuckoo Koniu upan R Tdl I Tdm 123
14 Wiwik kelabu Cacomantis merulinus Plaintive Cuckoo Sempote R Tdl IF Tdm 1234
15 Kedasi hitam Surniculus lugubris Drongo Cuckoo Ganggang ginggi R Tdl IF Krm 12345
16 Kadalan beruang Phaenicophaeus diardi Black-bellied Malkoha - R Tdl I Tdm 2
17 Kadalan selaya Phaenicophaeus chlorophaeus Raffles’s Malkoha Nape R Tdl I Krm 1235
18 Kadalan kembang Phaenicophaeus javanicus Red-billed Malkoha - R Tdl I Tdm 3
19 Kadalan birah Phaenicophaeus curvirostris Chesnut-bellied Malkoha Balongketok R Tdl IC Tdm 1235
20 Bubut teragop Centropus rectunguis Short-toed Coucal Bumbut R Tdl I Tdm 6
21 Bubut besar Centropus sinensis Greater Coucal Bumbut regelu R Tdl IC Krm 3456
22 Bubut alang-alang Centropus bengalensis Lesser Coucal Bumbut trokok R Tdl I Tdm 456
Apodidae
23 Walet sapi Collocalia esculenta Glossy Swiftlet Kaloputung R Tdl I Tdm 3
24 Kapinis-jarum kecil Rhapidura leucopygialis Silver-rumpet Swift Kaloputung R Tdl I Sd 3456
25 Walet-palem asia Cypsiurus balasiensis Asian Palm-Swift Kaloputung R Tdl I Tdm 34
Hemiprocnidae
Kaloputung R Tdl I 56
26 Tepekong rangkang Hemiprocne comata Whiskered Treeswift
tongkok Tdm

93
Lampiran 2. Lanjutan
NO NAMA INDONESIA NAMA ILMIAH NAMA INGGRIS NAMA LOKAL Kj St TP K HABITAT
Trogonidae
27 Luntur kasumba Harpectes kasumba Red-naped Trogon Apow jangkut R DB IFC Tdm 56
28 Luntur diard Harpectes diardii Diard’s Trogon Apow boa bekak R DB IFC Tdm 56
29 Luntur kalimantan Harpectes whiteheadi Apow RE D IFC Tdm 1
30 Luntur putri Harpectes duvaucelii Scarlet-rumpet Trogon Apow alus R DB IFC Tdm 25
Alcedinidae
31 Raja-udang meninting Alcedo meninting Blue-eared Kingfisher Binti kuot R DB PI Tdm 56
32 Raja-udang kalung-biru Alcedo euryzona Blue-banded Kingfisher Binti batu R DB PIC Tdm 56
33 Udang api Ceyx erithacus Black-backed Kingfisher Binti apui R DB PI Tdm 56
34 Udang punggung-merah Ceyx rufidorsa Rufous-backed Kingfisher Binti bayau R DB PI Tdm 56
35 Pekaka emas Pelargopsis capensis Stork-billed Kingfisher Binti kakak R DB PIC Tdm 6
36 Cekakak-hutan melayu Actenoiedes concretus Rufous-collared Kingfisher - R D I Tdm 23
Meropidae
37 Cirik-cirik kumbang Nyctyornis amictus Red-bearded Bee-Eater Beu R Tdl I Tdm 12356
Bucerotidae
38 Enggang klihingan Anorrhinus galeritus Bushy-crested Hornbill Lengingan R C2DB FI Krm 123
39 Enggang jambul Aceros comatus White-crowned Hornbill Lempu R C2D FI Tdm 1
40 Julang emas Aceros undulatus Wreathed Hornbill Totoh R C2DB FI Krm 12
41 Kangkareng hitam Anthracoceros malayanus Asian Black Hornbill Moek R C2DB FI Krm 1
42 Rangkong badak Buceros rhinoceros Rhinoceros Hornbill Nongang R C2DB FI Krm 12
Capitonidae
43 Takur gedang Megalaima chrysopogon Gold-whiskered Barbet Truwak R Tdl I Krm 1235
44 Takur tutut Megalaima rafflesii Red-crowned Barbet Truwak R Tdl I Tdm 123
45 Takur warna-warni Megalaima mystacophanos Red-throated Barbet Truwak R Tdl I Krm 1234
46 Takur topi-emas Magalaima henricii Yellow-croned Barbet Truwak toktrot R Tdl I Tdm 12
47 Takur tenggeret Megalaima australis Blue-eared Barbet Truwak R Tdl FI Krm 1234
48 Takur ampis Calorhamphus fuliginosus Brown Barbet Truwak R Tdl I Tdm 34
Picidae
49 Tukik tikus Sasia abnormis Rufous Piculet Montit R Tdl I Tdm 1345
50 Pelatuk sayap-merah Picus puniceus Crimson-winged Woodpecker - R Tdl I Tdm 5
51 Pelatuk merah Picus miniaceus Banded Woodpecker - R Tdl I Tdm 2
52 Pelatuk besi Dinopium javanense Common goldenback Tekalis baya R Tdl I Tdm 5
53 Caladi batu Meiglyptes tristis Buff-rumped Woodpecker - R Tdl I Tdm 13
54 Caladi tilik Dendrocopos moluccensis Sunda Woodpecker - R Tdl I Tdm 3

94
Lampiran 2. Lanjutan
NO NAMA INDONESIA NAMA ILMIAH NAMA INGGRIS NAMA LOKAL Kj St TP K HABITAT
55 Pelatuk pangkas Blythipicus rubiginosus Maroon Woodpecker Tekalis gegay R Tdl I Tdm 2
56 Pelatuk kundang Reinwardtipicus validus Orange-backed Woodpecker - R Tdl I Tdm 2
Eurylaimidae
57 Sempur-hujan sungai Cymbirhynchus macrorhynchos Black-and-red Broadbill Bansolano R Tdl I Tdm 456
58 Sempur-hujan rimba Eurylaimus javanicus Banded Broadbill Bansolano R Tdl I Tdm 15
59 Sempur-hujan darat Eurylaimus ochromalus Black-and-yellow Broadbill Barawariu R Tdl I Krm 12345
60 Madi-hijau kecil Calyptomena viridis Green Broadbill Sentoa R Tdl I Tdm 1256
Pittidae
61 Paok pancawarna Pitta guajana Banded Pitta Tukuyas R C2DB I Tdm 12
Hirundinidae
62 Layang-layang api Hirundo rustica Barn Swallow - W Tdl I Tdm 4
63 Layang-layang batu Hirundo tahitica Pasific Swallow - R Tdl I Krm 34
Campephagidae
64 Jinjing bukit Hemipus picatus Bar-winged Flycatcher-shrike - R Tdl I Tdm 124
Black-winged Flycatcher- R Tdl I
65 Jinjing batu Hemipus hirundinaceus - 1
Shrike Tdm
66 Kepudang-sungu gunung Coracina larvata Sunda Cuckoo-shrike - R Tdl FI Tdm 12
Mpulu R Tdl FI
67 Sepah tulin Pericrocotus ignaeus Fiery Minivet 456
luposoluang Tdm
Mpulu R Tdl FI
68 Sepah hutan Pericrocotus flammeus Scarlet Minivet 23
luposoluang Krm
Chloropseidae
69 Cipoh jantung Aegithina viridissima Green Lora - R Tdl IG Tdm 23
70 Cica-daun kecil Chloropsis cyanopogon Lesser Green Leafbird Bileh idi R Tdl FI Tdm 123
71 Cica-daun besar Chloropsis sonneratii Greater Green Leafbird Bileh olai R Tdl FI Tdm 13
72 Cica-daun sayap-biru Chloropsis cochinchinensi Blue-winged Leafbird Bileh R Tdl FIG Tdm 124
Pycnonotidae
73 Cucak-sakit tubuh Pycnonotus melanoleucos Black-and-white Bulbul Tiluk R Tdl FI Tdm 135
74 Cucak kuricang Pycnonotus atriceps Black-headed Bulbul Binseng R Tdl FI Krm 256
75 Cucak bersisik Pycnonotus squamatus Scaly-breasted Bulbul Tikuri R Tdl FI Tdm 1
76 Cucak rumbai-tungging Pycnonotus eutilotus Puff-backed Bulbul Karombilit lati R Tdl FI Tdm 156
77 Merbah cerukcuk Pycnonotus goiavier Yellow-vented Bulbul Trantang lati R Tdl HFI Sd 34
78 Merbah corok-corok Pycnonotus simplex Cream-vented Bulbul Karombilit R Tdl FI M 123456
Karombilit mea R Tdl FI 1356
79 Merbah mata-merah Pycnonotus brunneus Red-eyes Bulbul
mato Krm

95
Lampiran 2. Lanjutan
NO NAMA INDONESIA NAMA ILMIAH NAMA INGGRIS NAMA LOKAL Kj St TP K HABITAT
80 Merbah kacamata Pycnonotus erythrophthalmos Spectacled Bulbul Karombilit elang R Tdl FI Krm 1356
81 Empuloh leher-kuning Criniger finschii Finsch’s Bulbul - R Tdl FI Tdm 1
82 Empuloh ragum Alophoixus ochraceus Ochraceous Bulbul Koreu roheu R Tdl FI Tdm 156
83 Empuloh janggut Alophoixus bres Grey-cheeked Bulbul - R Tdl FI Tdm 125
84 Brinji rambut-tungggir Tricholestes criniger Hairy-backed Bulbul - R Tdl FI Tdm 12
85 Brinji mata-putih Iole olivacea Buff-vented Bulbul - R Tdl FI Tdm 135
86 Brinji bergaris Ixos malaccensis Sreaked Bulvul - R Tdl FI Tdm 12
87 Brinji kelabu Hypsipetes flavala Ashy Bulbul - R Tdl FI Tdm 1
Dicruridae
88 Srigunting gagak Dicrurus annectans Crown-billed Drongo Pakotiang R Tdl I Tdm 56
89 Srigunting keladi Dicrurus aeneus Bronzed Drongo Pakotiang R Tdl I Tdm 345
90 Srigunting batu Dicrurus paradiseus Greater Racked-tailed Drongo Pakotiang R Tdl CI Tdm 35
Oriolidae
91 Kepudang hutan Oriolus xanthonotus Dark-throated Oriole - R Tdl FI Tdm 456
92 Kacembang gadung Irena puella Asian Fairy-Bluebird Mbas R Tdl FI Sd 123456
Corvidae
93 Tangkar ongklet Platylophus galericulatus Crested Jay Keriris R Tld CI Tdm 5
94 Tangkar kambing Platysmurus leucopterus Black Magpie Tlaong buyung R Tdl I Tdm 5
95 Gagak hutan Corvus enca Slender-billed Crown Kak R Tdl CFI Krm 13
96 Gagak kampung Corvus macrorhynchos Large-billed Crown - R Tdl CFI Tdm 3
Sittidae
97 Munguk beledu Sitta frontalis Velvet-fronted Nuthatch Teleser puti R Tdl I Tdm 5
Timalidae
98 Pelanduk topi-hitam Pellorneum capistratum Black-capped Babbler - R Tdl CI Tdm 5
99 Pelanduk dada-putih Trichastoma rostratum White-chested Babbler - R Tdl I Tdm 6
100 Pelanduk merah Trichastoma bicolor Ferruginous Babbler - R Tdl I Tdm 5
101 Pelanduk ekor-pendek Malacocincla malaccense Short-tailed Babbler - R Tdl I Tdm 25
102 Asi kumis Malacopteron magnirostre Moustached Babbler - R Tdl I Tdm 5
103 Asi topi-sisik Malacopteron cinereum Scaly-crowned Babbler Tantowarik R Tdl I Tdm 35
104 Asi besar Malacopteron magnum Rufous-crowned Babbler Tantowarik R Tdl I Tdm 1234
Chesnut-backed Scimitar- R Tdl I
105 Cica-kopi melayu Pomatorhinus montanus Mpulu nalautang 1
Babbler Tdm
106 Tepus dahi-merah Stachyris rufifrons Rufous-fronted Babbler - R Tdl I Tdm 12
107 Tepus tunggir-merah Stachyris maculata Chesnud-rumped Babbler - R Tdl I Sd 1234
108 Tepus kaban Stachyris nigricollis Black-throated Babbler Engkutong alas R Tdl I Tdm 3

96
Lampiran 2. Lanjutan
NO NAMA INDONESIA NAMA ILMIAH NAMA INGGRIS NAMA LOKAL Kj St TP K HABITAT
109 Tepus merbah-sampah Stachyris erythroptera Chesnut-winged Babbler - R Tdl I Tdm 12
110 Ciung-air coreng Macronous gularis Striped Tit- Babbler - R Tdl I Sd 13456
111 Ciung-air pongpong Macronous ptilosus Fluffy-backed Tit- Babbler Balongkowong R Tdl I Tdm 1
112 Wergan coklat Alcippe brunneicauda Brown Fulvetta - R Tdl I Krm 12
113 Yuhina kalimantan Yuhina everetti Chestnut-crested Yuhina - RE Tdl I Tdm 1
Turdidae
114 Kucica kampung Copsychus saularis Magpie Robin Tinjau R Tdl FI Tdm 345
Bila omban / R Tdl FI
115 Kucica hutan Copsychus malabaricus White-rumped Shama 15
murai Tdm
116 Meninting cegar Enicurus ruficapillus Chestnut-naped Forktail Binti besi R Tdl I,P Tdm 5
117 Meninting besar Enicurus leschenaulti White-crowned Forktail - R Tdl I,P, Tdm 56
Sylvidae
118 Cinenen belukar Orthotomus atrogularis Dark-necked Tailorbird Briyek R Tdl I Krm 13456
119 Cinenen kelabu Orthotomus ruficeps Ashy Tailorbird Briyek R Tdl I Sd 123456
120 Cinenen merah Orthotomus sericeus Rufous-tailed Tailorbird Briyek R Tdl I Tdm 24
121 Perenjak rawa Prinia flaviventris Yellow-bellied Prinia Deliyak R Tld I Krm 34
Muscicapidae
Sikatan-rimba dada- Grey-chested Jungle- R Tdl I
122 Rhinomyias umbratilis - 2
kelabu Flycatcher Tdm
123 Sikatan bubik Muscicapa daurica Asian Brown Flycatcher - RW Tdl I Tdm 1256
124 Sikatan ninon Eumyias indigo Indigo Flycatcher Tialing balo R Tdl FI Tdm 2
125 Sikatan kepala-abu Culicicapa ceylonensis Grey-headed Flycatcher - R Tld I Tdm 2
126 Kipasan mutiara Rhipidura perlata Spotted Fantail Benrantorung R Tdl I Krm 125
127 Kipasan belang Rhipidura javanica Pied Fantail Benrantorung R DM I Tdm 123
128 Kehicap ranting Hypothymis azurea Black-naped Monarch - R Tdl I Tdm 156
129 Philentoma sayap-merah Philentoma pyrhopterum Rufous-winged Philentoma - R Tdl I Tdm 125
130 Seriwang asia Tersiphone paradisi Asian Paradise-Flycatcher Mpulu joyo R Tdl I Tdm 1256
Motacillidae
131 Kicuit batu Motacilla cinerea Grey Wagtail Tangkodidi RW Tld I,P Krm 56
Laniidae
132 Bentet coklat Lanius cristatus Brown Shrike - W Tdl CI Tdm 14
Sturnidae
133 Perling kumbang Aplonis panayensis Asian Glossy Starling Pialing R Tdl F,I Tdm 13
134 Tiong emas Gracula religiosa Hill Myna Tiong R C2D F,I,G Tdm 1356

97
Lampiran 2. Lanjutan
NO NAMA INDONESIA NAMA ILMIAH NAMA INGGRIS NAMA LOKAL Kj St TP K HABITAT
Nectariniidae
135 Burung-madu polos Anthreptes simplex Plain Sunbird Ngsui R DB N Tdm 13456
136 Burung-madu kelapa Anthreptes malacensis Plain-throated Sunbird Ngsui R DB FIN Tdm 1
137 Burung-madu belukar Anthreptes singalensis Ruby-cheeked Sunbird Ngsui R DB IN Tdm 346
138 Burung-madu rimba Hypogramma hypogrammicum Purple-naped Sunbird Ngsui R DB N Tdm 125
139 Burung-madu sepah-raja Aethopyga siparaja Crimson Sunbird Ngsui R DB IN Tdm 1
140 Pijantung kecil Arachnothera longirostra Little Spiderhunter Besek R DB IN Sd 123456
141 Pijantung besar Arachnothera robusta Long-billed Spiderhunter Besek R DB I Tdm 3456
142 Pijantung tasmak Arachnothera flavigaster Spectacled Spiderhunter Besek R DB I Tdm 5
143 Pijantung gunung Arachnothera affinis Grey-breasted Spiderhunter Besek R DB GHI Tdm 5
Dicaeidae
144 Pentis kumbang Prionochilus thoracius Scarlet-breasted Flowerpecker - R Tdl FI Tdm 13
Yellow-breasted R Tdl FI
145 Pentis raja Prionochilus maculata - 3
Flowerpecker Tdm
146 Pentis kalimantan Prionochilus xanthopygius Yellow-rumped Flowerpecker - RE Tdl FI Krm 13456
Crimson-breasted R Td FI
147 Pentis pelangi Prionochilus percussus - 134
Flowerpecker Tdm
148 Cabai rimba Dicaeum chrysorrheum Yellow-vented Flowerpecker - R Tdl FI Tdm 13
149 Cabai bunga-api Dicaeum trigonostigma Orange-bellied Flowerpecker - R Tdl FI M 123456
Ploiceidae
150 Bondol kalimantan Lonchura fuscans Dusky Munia Mpit buyung RE Td G M 3456
Keterangan :
1) Penamaan dan taksonomi berdasarkan MacKinnon et al., 1993
2) Nama lokal berdasarkan pada bahasa masyarakat desa Mului, Kec. Muara Komam Kabupaten Paser
3) Kj = Sifat kunjungan burung : R =Resident /penetap; W = Wintering/musiman
4) St = Status : B,D,M,S,C 2 dilindungi oleh : B = Peraturabn Perlindungan Binatang Liar 1931; D = PP No. 7 Tahun 1999 dan UU No 5 Tahun 1990; M = SK Mentan No.
66/Kpts/UM/2/1973; S = SK Mentan No. 421/Kpts/UM/8/1870; C 2 = Apendiks II CITES;
E = Endemik Kalimantan
5) TP = Tipe pakan : C = Carnivora; F = Frugivora; G = Granivora; H = Herbivora; I = Insectivora; N = Nectarivora; P = Piscivora
6) K = Kelimpahan pagi dan sore : M = melimpah (51 – 100 ekor); Sd = sedang ( 26 – 50 ekor); Krm = kurang melimpah (11 – 25 ekor); Tdm = tidak melimpah (≤ 10 ekor)
8) Habitat : 1 = HT1; 2 = HT2; 3 = JL1; 4 = JL2; 5 = SU1; 6 = SU2

98
Lampiran 3. Penyebaran burung secara horizontal pada pengamatan pagi hari
Jumlah Frekuensi Frekuensi
No Jenis Burung
Plot Jenis Relatif
1 6 1 2,069 Merbah corok-corok, Kacembang gadung, Cinenen kelabu,
Cabai bunga-api
2 5 0.833 1,724 Sempur-hujan darat, Pijantung kecil
3 4 0.667 1,379 Wiwik kelabu, Kadalan selaya, Kadalan birah, Bubut besar,
Kapinis-jarum kecil, Takur tenggeret, Madi-hijau kecil,
Merbah mata-merah, Tepus tunggir-merah, Ciung-air coreng,
Seriwang asia, Burung-madu polos, Pijantung besar, Pentis
Kalimantan, Bondol kalimantan
4 3 0.5 1,034 Elang-ular bido, Kangkok India, Wiwik lurik, Kedasi hitam,
Bubut alang-alang, Cirik-cirik kumbang, Takur gedang,
Takur warna-warni, Tukik tikus, Sempur-hujan sungai,
Sepah tulin, Cica-daun kecil, Cucak-sakit tubuh, Cucak
rumbai-tungging, Merbah kacamata, Empuloh ragum,
Kepudang hutan, Asi besar, Philentoma sayap-merah,
Burung-madu rimba
5 2 0.333 0,690 Kuau raja, Tepekong rangkang, Luntur kasumba, Luntur
diard, Raja-udang meninting, Raja-udang kalung-biru, Udang
api, Udang punggung-merah, Rangkong badak, Takur tutut,
Takur topi-emas, Caladi batu, Sempur-hujan rimba, Paok
pancawarna, Layang-layang batu, Jinjing bukit, Sepah hutan,
Cipoh jantung, Cica-daun besar, Cica-daun sayap-biru,
Cucak kuricang, Merbah cerukcuk, Empuloh janggut, Brinji
mata-putih, Brinji bergaris, Srigunting keladi, Srigunting
batu, Gagak hutan, Pelanduk ekor-pendek, Tepus dahi-
merah, Tepus merbah-sampah, Wergan coklat, Kucica
kampung, Kucica hutan, Meninting besar, Cinenen belukar,
Cinenen merah, Perenjak rawa, Sikatan bubik, Kipasan
mutiara, Kipasan belang, Kicuit batu, Bentet coklat, Tiong
emas, Burung-madu belukar, Pentis pelangi, Cabai rimba
6 1 0.167 0,345 Elang hitam, Puyuh sengayan, Punai kecil, Punai besar,
Pergam hijau, Delimukan jamrud, Kadalan beruang, Kadalan
kembang, Walet sapi, Walet-palem asia, Luntur putrid,
Cekakak-hutan melayu, Enggang klihingan, Enggang jambul,
Julang emas, Kangkareng hitam, Takur tutut, Caladi tilik,
Pelatuk pangkas, Pelatuk kundang, Jinjing batu, Kepudang-
sungu gunung, Cucak bersisik, Empuloh leher-kuning, Brinji
rambut-tungggir, Srigunting gagak, Tangkar ongklet,
Tangkar kambing, Gagak kampong, Asi topi-sisik, Cica-kopi
melayu, Tepus kaban, Ciung-air pongpong, Yuhina
Kalimantan, Meninting cegar, Sikatan kepala-abu, Kehicap
ranting, Perling kumbang, Burung-madu kelapa, Burung-
madu sepah-raja, Pijantung tasmak, Pijantung gunung, Pentis
raja
Lampiran 4. Penyebaran burung secara horizontal pada pengamatan sore hari

Jumlah Frekuensi Frekuensi


No Jenis Burung
Plot Jenis Relatif
1 6 1 3,015 Merbah corok-corok, Cinenen kelabu, Pijantung
kecil,
Cabai bunga-api
2 5 0.833 2,513 Kacembang gadung, Cinenen belukar
3 4 0.667 2,010 Takur warna-warni, Merbah mata-merah, Pentis
Kalimantan, Takur gedang
4 3 0.5 1,508 Wiwik lurik, Wiwik kelabu, Kedasi hitam, Kadalan
selaya, Kapinis-jarum kecil, Cirik-cirik kumbang,
Takur tenggeret, Sempur-hujan darat, Cica-daun
kecil, Cucak kuricang, Merbah kacamata, Tepus
tunggir-merah, Ciung-air coreng, Sikatan bubik,
Kipasan mutiara, Kehicap ranting, Tiong emas
5 2 0.333 1,005 Kuau raja, Bubut besar, Luntur putrid, Takur tutut,
Takur ampis, Layang-layang batu, Jinjing bukit, Cica-
daun sayap-biru, Merbah cerukcuk, Empuloh janggut,
Srigunting gagak, Srigunting keladi, Wergan coklat,
Kucica hutan, Perenjak rawa, Burung-madu polos,
Burung-madu belukar, Pentis kumbang, Pentis
pelangi, Bondol kalimantan
6 1 0.167 0,503 Elang-ular bido, Elang brontok, Sempidan biru, Punai
besar, Serindit melayu, Kangkok India, Kadalan
beruang, Kadalan birah, Bubut teragop, Walet-palem
asia, Luntur Kalimantan, Raja-udang kalung-biru,
Udang punggung-merah, Pekaka emas, Cekakak-
hutan melayu, Enggang klihingan, Julang emas,
Kangkareng hitam, Takur tutut, Takur topi-emas,
Tukik tikus, Pelatuk sayap-merah, Pelatuk merah,
Pelatuk besi, Pelatuk pangkas, Sempur-hujan sungai,
Madi-hijau kecil, Paok pancawarna, Layang-layang
api, Kepudang-sungu gunung, Sepah tulin, Sepah
hutan, Cucak bersisik, Brinji rambut-tungggir, Brinji
mata-putih, Brinji bergaris, Brinji kelabu, Srigunting
batu, Gagak hutan, Munguk beledu, Pelanduk topi-
hitam, Pelanduk dada-putih, Pelanduk merah, Asi
kumis, Asi topi-sisik, Asi besar, Tepus merbah-
sampah, Kucica kampong, Cinenen merah, Sikatan-
rimba dada-kelabu, Sikatan ninon, Sikatan kepala-
abu, Kipasan belang, Kicuit batu, Bentet coklat,
Perling kumbang, Burung-madu rimba, Pijantung
besar, Cabai rimba,
Lampiran 5a. Tingkat Dominansi jenis burung pada pengamatan di jalur HT 1 pagi hari
DOMINANSI JENIS BURUNG
Dominan Anthracoceros malayanus Alcippe brunneicauda
Subdominan Pycnonotus simplex Orthotomus ruficeps Pycnonotus eutilotus
Rollulus rouloul Megalaima australis Criniger finschii
Anorrhinus galeritus Orthotomus atrogularis Anthreptes malacensis
Aceros undulatus Rhipidura perlata Arachnothera longirostra
Buceros rhinoceros Phaenicophaeus Chlorophaeus Prionochilus xanthopygius
Pycnonotus erythrophthalmos
Nondominan Megalaima chrysopogon Lanius cristatus Pycnonotus melanoleucos
Megalaima mystacophanos Aplonis panayensis Pycnonotus squamatus
Pomatorhinus montanus Hypogrammahypogrammicum Pycnonotus brunneus
Stachyris maculata Prionochilus percussus Alophoixus ochraceus
Dicaeum trigonostigma Ictinaetus malayensis Alophoixus bres
Spilornis cheela Argusianus argus Ixos malaccensis
Cuculus micropterus Cacomantis sonneratii Irena puella
Nyctyornis amictus Cacomantis merulinus Corvus corvina
Eurylaimus javanicus Phaenicophaeus curvirostris Malacopteron magnum
Hemipus picatus Aceros comatus Stachyris rufifrons
Hemipus hirundinaceus Megalaima rafflesii Macronous ptilosus
Coracina larvata Magalaima henricii Copsychus malabaricus
Chloropsis cyanopogon Meiglyptes tristis Rhipidura javanica
Iole olivacea Eurylaimus ochromalus Philentoma pyrhopterum
Stachyris erythroptera Calyptomena viridis Tersiphone paradisi
Yuhina everetti Pitta guajana Anthreptes simplex
Muscicapa daurica Chloropsis sonneratii aethopyga siparaja
Chloropsis cochinchinensi Dicaeum chrysorrheum

Lampiran 5b. Tingkat Dominansi jenis burung pada pengamatan di jalur HT 2 pagi hari
DOMINANSI JENIS BURUNG
Dominan Anorrhinus galeritus Pycnonotus simplex
Subdominan Buceros rhinoceros Ixos malaccensis Alcippe brunneicauda
Megalaima australis Orthotomus ruficeps Orthotomus sericeus
Irena puella Rhipidura perlata Culicicapa ceylonensis
Eurylaimus ochromalus Surniculus lugubris Philentoma pyrhopterum
Aegithina viridissima Malacopteron magnum
Non Dominan Cacomantis sonneratii Hypogramma hypogrammicum Magalaima henricii
Phaenicophaeus diardi Arachnothera longirostra Blythipicus rubiginosus
Pericrocotus flammeus Dicaeum trigonostigma Reinwardtipicus validus
Chloropsis cyanopogon Argusianus argus Calyptomena viridis
Pycnonotus atriceps Cuculus micropterus Pitta guajana
Tricholestes criniger Cacomantis merulinus Chloropsis cochinchinensi
Malacocincla malaccense Phaenicophaeus Chlorophaeus Alophoixus bres
Stachyris maculata Phaenicophaeus curvirostris Stachyris rufifrons
Stachyris erythroptera Actenoiedes concretus Tersiphone paradisi
Muscicapa daurica Megalaima chrysopogon
Lampiran 5c. Tingkat Dominansi jenis burung pada pengamatan di jalur JL 1 pagi hari
DOMINANSI JENIS BURUNG
Dominan Lonchura fuscans Corvus corvina
Macronous gularis Pycnonotus goiavier
Subdominan Rhapidura leucopygialis Dicrurus aeneus Treron capellei
Arachnothera longirostra Pericrocotus flammeus Aegithina viridissima
Dicaeum trigonostigma Orthotomus ruficeps Orthotomus atrogularis
Pycnonotus simplex
Non Dominan Treron olax Chloropsis sonneratii Cypsiurus balasiensis
Collocalia esculenta Pycnonotus melanoleucos Megalaima chrysopogon
Nyctyornis amictus Corvus macrorhynchos Megalaima rafflesii
Chloropsis cyanopogon Malacopteron magnum Megalaima mystacophanos
Dicrurus paradiseus Anthreptes singalensis Megalaima australis
Irena puella Spilornis cheela Sasia abnormis
Stachyris maculata Ducula aena Meiglyptes tristis
Stachyris nigricollis Cacomantis sonneratii Dendrocopos moluccensis
Prinia flaviventris Cacomantis merulinus Eurylaimus ochromalus
Gracula religiosa Phaenicophaeus Chlorophaeus Hirundo tahitica
Cuculus micropterus Phaenicophaeus javanicus Pycnonotus brunneus
Centropus sinensis Phaenicophaeus curvirostris Rhipidura javanica
Prionochilus maculata Prionochilus xanthopygius Arachnothera robusta
Dicaeum chrysorrheum

Lampiran 5d. Tingkat Dominansi jenis burung pada pengamatan di jalur JL 2 pagi hari
DOMINANSI JENIS BURUNG
Dominan Lonchura fuscans Dicaeum trigonostigma Stachyris maculata
Rhapidura leucopygialis Pycnonotus goiavier Hirundo tahitica
Macronous gularis
Subdominan Pycnonotus simplex Orthotomus ruficeps
Prinia flaviventris Orthotomus sericeus
Non Dominan Cacomantis merulinus Spilornis cheela Irena puella
Centropus sinensis Surniculus lugubris Anthreptes simplex
Centropus bengalensis Megalaima australis Arachnothera robusta
Megalaima mystacophanos Sasia abnormis Prionochilus xanthopygius
Pericrocotus ignaeus Cymbirhynchus macrorhynchos Prionochilus percussus
Copsychus saularis Eurylaimus ochromalus Arachnothera longirostra
Lanius cristatus Hemipus picatus Oriolus xanthonotus
Anthreptes singalensis
Lampiran 5e. Tingkat Dominansi jenis burung pada pengamatan di jalur SU 1 pagi hari
DOMINANSI JENIS BURUNG
Dominan Pycnonotus simplex
Subdominan Rhapidura leucopygialis Arachnothera longirostra Dicrurus paradiseus
Orthotomus ruficeps Surniculus lugubris Irena puella
Motacilla cinerea Hemiprocne comata Prionochilus xanthopygius
Dicaeum trigonostigma Pericrocotus ignaeus Alophoixus ochraceus
Iole olivacea Pycnonotus brunneus Malacopteron cinereum
Non Dominan Phaenicophaeus
Chlorophaeus Tersiphone paradisi Dicrurus annectans
Centropus sinensis Arachnothera flavigaster Platysmurus leucopterus
Harpectes kasumba Lonchura fuscans Malacocincla malaccense
Alcedo euryzona Chalcophaps indica Copsychus saularis
Ceyx erithacus Phaenicophaeus curvirostris Copsychus malabaricus
Sasia abnormis Centropus bengalensis Enicurus ruficapillus
Cymbirhynchus
macrorhynchos Harpectes diardii Philentoma pyrhopterum
Eurylaimus ochromalus Harpectes duvaucelii Gracula religiosa
Pycnonotus eutilotus Alcedo meninting Anthreptes simplex
Dicrurus aeneus Ceyx rufidorsa Hypogrammahypogrammicum
Oriolus xanthonotus Nyctyornis amictus Arachnothera robusta
Platylophus galericulatus Eurylaimus javanicus Arachnothera affinis
Macronous gularis Calyptomena viridis Pycnonotus erythrophthalmos
Enicurus leschenaulti Pycnonotus melanoleucos
Hypothymis azurea Pycnonotus atriceps

Lampiran 5f. Tingkat Dominansi jenis burung pada pengamatan di jalur SU 2 pagi hari
DOMINANSI JENIS BURUNG
Dominan Dicaeum trigonostigma Motacilla cinerea Pycnonotus brunneus
Rhapidura leucopygialis Hemiprocne comata Orthotomus ruficeps
Pycnonotus simplex
Subdominan Alophoixus ochraceus Alcedo euryzona Pycnonotus eutilotus
Irena puella Ceyx erithacus Oriolus xanthonotus
Centropus sinensis Cymbirhynchus macrorhynchos Macronous gularis
Harpectes kasumba Pericrocotus ignaeus Lonchura fuscans
Non Dominan Centropus bengalensis Calyptomena viridis Tersiphone paradisi
Harpectes diardii Pycnonotus atriceps Anthreptes simplex
Alcedo meninting Pycnonotus erythrophthalmos Arachnothera robusta
Ceyx rufidorsa Enicurus leschenaulti

Lampiran 6a. Tingkat Dominansi jenis burung pada pengamatan di jalur HT 1 sore hari
DOMINANSI JENIS BURUNG
Dominan Anthracoceros malayanus Megalaima mystacophanos Megalaima australis
Subdominan Pycnonotus simplex Prionochilus xanthopygius Ixos malaccensis
Tricholestes criniger Loriculus galgulus Stachyris maculata
Orthotomus ruficeps Megalaima rafflesii Alcippe brunneicauda
Arachnothera longirostra Magalaima henricii Muscicapa daurica
Megalaima chrysopogon Sasia abnormis Hypothymis azurea
Pycnonotus erythrophthalmos Pycnonotus squamatus Lanius cristatus
Rhipidura perlata Pycnonotus brunneus
Non Dominan Argusianus argus Chloropsis cyanopogon Gracula religiosa
Cacomantis sonneratii Chloropsis cochinchinensi Prionochilus thoracius
Cacomantis merulinus Hypsipetes flavala Prionochilus percussus
Surniculus lugubris Irena puella Dicaeum trigonostigma
Phaenicophaeus curvirostris Macronous gularis Orthotomus atrogularis
Harpectes whiteheadi Copsychus malabaricus Hemipus picatus
Lampiran 6b. Tingkat Dominansi jenis burung pada pengamatan di jalur HT 2 sore hari
DOMINANSI JENIS BURUNG
Dominan Aceros undulatus Megalaima chrysopogon
Pycnonotus simplex Rhipidura javanica
Subdominan Megalaima australis Orthotomus sericeus Phaenicophaeus Chlorophaeus
Pericrocotus flammeus Eumyias indigo Megalaima rafflesii
Irena puella Rhipidura perlata Blythipicus rubiginosus
Rhinomyias umbratilis Surniculus lugubris Eurylaimus ochromalus
Megalaima mystacophanos Phaenicophaeus diardi Dicaeum trigonostigma
Non Dominan Spilornis cheela Hemipus picatus Orthotomus ruficeps
Spizaetus cirrhatus Coracina larvata Culicicapa ceylonensis
Argusianus argus Chloropsis cyanopogon Hypogramma hypogrammicum
Cacomantis sonneratii Pycnonotus atriceps Arachnothera longirostra
Harpectes duvaucelii Alophoixus bres Picus miniaceus
Nyctyornis amictus Stachyris erythroptera Alcippe brunneicauda
Pitta guajana

Lampiran 6c. Tingkat Dominansi jenis burung pada pengamatan di jalur JL 1 sore hari
DOMINANSI JENIS BURUNG
Dominan Lonchura fuscans Pycnonotus goiavier Anorrhinus galeritus
Dicaeum trigonostigma Centropus sinensis
Subdominan Orthotomus ruficeps Pycnonotus simplex Prionochilus thoracius
Corvus corvina Irena puella Prionochilus percussus
Non Dominan Cacomantis merulinus Orthotomus atrogularis Chloropsis cyanopogon
Surniculus lugubris Aplonis panayensis Iole olivacea
Phaenicophaeus Chlorophaeus Gracula religiosa Dicrurus aeneus
Rhapidura leucopygialis Anthreptes simplex Malacopteron cinereum
Megalaima australis Arachnothera longirostra Prinia flaviventris
Hirundo tahitica Cacomantis sonneratii Anthreptes singalensis
Pycnonotus brunneus Actenoiedes concretus Dicaeum chrysorrheum
Pycnonotus erythrophthalmos Megalaima chrysopogon Eurylaimus ochromalus
Stachyris maculata Megalaima mystacophanos Copsychus saularis
Macronous gularis Calorhamphus fuliginosus

Lampiran 6d. Tingkat Dominansi jenis burung pada pengamatan di jalur JL 2 sore hari
DOMINANSI JENIS BURUNG
Dominan Hirundo tahitica Orthotomus ruficeps Pycnonotus simplex
Rhapidura leucopygialis Dicaeum trigonostigma Stachyris maculata
Lonchura fuscans Pycnonotus goiavier
Subdominan Cypsiurus balasiensis Orthotomus atrogularis Malacopteron magnum
Hirundo rustica Prinia flaviventris Prionochilus xanthopygius
Centropus sinensis
Non Dominan Cacomantis merulinus Chloropsis cochinchinensi Anthreptes simplex
Megalaima mystacophanos Dicrurus aeneus Arachnothera longirostra
Calorhamphus fuliginosus Macronous gularis

Lampiran 6e. Tingkat Dominansi jenis burung pada pengamatan di jalur SU 1 sore hari
DOMINANSI JENIS BURUNG
Dominan Pycnonotus simplex Eurylaimus ochromalus Malacopteron magnirostre
Irena puella Pellorneum capistratum Orthotomus atrogularis
Subdominan Treron capellei Pericrocotus ignaeus Muscicapa daurica
Phaenicophaeus Chlorophaeus Pycnonotus atriceps Arachnothera longirostra
Calyptomena viridis Dicrurus annectans Dicaeum trigonostigma
Non Dominan Harpectes duvaucelii Pycnonotus brunneus Copsychus malabaricus
Ceyx rufidorsa Alophoixus bres Orthotomus ruficeps
Nyctyornis amictus Dicrurus paradiseus Rhipidura perlata
Megalaima chrysopogon Sitta frontalis Hypothymis azurea
Picus puniceus Trichastoma bicolor Prionochilus xanthopygius
Dinopium javanense
Lampiran 6f. Tingkat Dominansi jenis burung pada pengamatan di jalur SU 2 sore hari
DOMINANSI JENIS BURUNG
Dominan Pycnonotus simplex Orthotomus atrogularis Orthotomus ruficeps
Pycnonotus atriceps Motacilla cinerea Dicaeum trigonostigma
Irena puella Pycnonotus erythrophthalmos
Subdominan Lophura ignita Muscicapa daurica Arachnothera robusta
Dicrurus annectans Anthreptes singalensis Prionochilus xanthopygius
Nyctyornis amictus
Non Dominan Cuculus micropterus Pelargopsis capensis Macronous gularis
Centropus rectunguis Cymbirhynchus macrorhynchos Hypothymis azurea
Rhapidura leucopygialis Pycnonotus brunneus Gracula religiosa
Alcedo euryzona Trichastoma rostratum Arachnothera longirostra

Lampiran 7a. Tingkat Dominansi jenis burung pada pengamatan di HT1 pagi dan sore hari
DOMINANSI JENIS BURUNG
Dominan Anthracoceros malayanus
Subdominan Pycnonotus simplex Alcippe brunneicauda Anorrhinus galeritus
Megalaima australis Rhipidura perlata Aceros undulatus
Orthotomus ruficeps Arachnothera longirostra Buceros rhinoceros
Megalaima mystacophanos Rollulus rouloul Megalaima chrysopogon
Pycnonotus erythrophthalmos Prionochilus xanthopygius Orthotomus atrogularis
Nondominan Stachyris maculata Cacomantis sonneratii Eurylaimus ochromalus
Phaenicophaeus Chlorophaeus Cacomantis merulinus Calyptomena viridis
Pycnonotus eutilotus Phaenicophaeus curvirostris Pitta guajana
Criniger finschii Nyctyornis amictus Chloropsis sonneratii
Tricholestes criniger Sasia abnormis Pycnonotus melanoleucos
Muscicapa daurica Eurylaimus javanicus Alophoixus ochraceus
Lanius cristatus Hemipus hirundinaceus Alophoixus bres
Anthreptes malacensis Coracina larvata Hypsipetes flavala
Dicaeum trigonostigma Chloropsis cochinchinensi Corvus corvina
Megalaima rafflesii Iole olivacea Malacopteron magnum
Magalaima henricii Irena puella Stachyris rufifrons
Hemipus picatus Stachyris erythroptera Macronous gularis
Chloropsis cyanopogon Yuhina everetti Macronous ptilosus
Pycnonotus squamatus Copsychus malabaricus Rhipidura javanica
Pycnonotus brunneus Hypothymis azurea Philentoma pyrhopterum
Ixos malaccensis Aplonis panayensis Tersiphone paradisi
Pomatorhinus montanus Hypogrammahypogrammicum Gracula religiosa
Prionochilus percussus Ictinaetus malayensis Anthreptes simplex
Spilornis cheela Surniculus lugubris aethopyga siparaja
Argusianus argus Harpectes whiteheadi Prionochilus thoracius
Loriculus galgulus Aceros comatus Dicaeum chrysorrheum
Cuculus micropterus Meiglyptes tristis
Lampiran 7b. Tingkat Dominansi jenis burung pada pengamatan di HT2 pagi dan sore hari

DOMINANSI JENIS BURUNG


Dominan Pycnonotus simplex Anorrhinus galeritus
Subdominan Megalaima australis Pericrocotus flammeus Alcippe brunneicauda
Irena puella Orthotomus sericeus Dicaeum trigonostigma
Rhipidura perlata Orthotomus ruficeps Ixos malaccensis
Aceros undulatus Buceros rhinoceros Phaenicophaeus diardi
Megalaima chrysopogon Surniculus lugubris Aegithina viridissima
Eurylaimus ochromalus Rhipidura javanica Rhinomyias umbratilis
Culicicapa ceylonensis
Nondominan Megalaima mystacophanos Stachyris maculata Cacomantis merulinus
Arachnothera longirostra Tricholestes criniger Phaenicophaeus curvirostris
Phaenicophaeus Chlorophaeus Muscicapa daurica Nyctyornis amictus
Chloropsis cyanopogon Megalaima rafflesii Coracina larvata
Cacomantis sonneratii Argusianus argus Chloropsis cochinchinensi
Stachyris erythroptera Pitta guajana Calyptomena viridis
Hypogramma hypogrammicum Alophoixus bres Stachyris rufifrons
Malacopteron magnum Malacocincla malaccense Tersiphone paradisi
Philentoma pyrhopterum Magalaima henricii Spizaetus cirrhatus
Blythipicus rubiginosus Hemipus picatus Harpectes duvaucelii
Pycnonotus atriceps Spilornis cheela Actenoiedes concretus
Eumyias indigo Cuculus micropterus Picus miniaceus
Reinwardtipicus validus

Lampiran 7c. Tingkat Dominansi jenis burung pada pengamatan di JL1 pagi dan sore hari

DOMINANSI JENIS BURUNG


Dominan Lonchura fuscans Pycnonotus goiavier Macronous gularis
Dicaeum trigonostigma Corvus corvina
Subdominan Orthotomus ruficeps Pycnonotus simplex Anorrhinus galeritus
Centropus sinensis Arachnothera longirostra Irena puella
Rhapidura leucopygialis Dicrurus aeneus Anthreptes simplex
Nondominan Pericrocotus flammeus Anthreptes singalensis Dicaeum chrysorrheum
Stachyris maculata Prionochilus thoracius Spilornis cheela
Gracula religiosa Prionochilus percussus Ducula aena
Treron capellei Cuculus micropterus Phaenicophaeus javanicus
Aegithina viridissima Cacomantis sonneratii Phaenicophaeus curvirostris
Chloropsis cyanopogon Surniculus lugubris Cypsiurus balasiensis
Prinia flaviventris Megalaima chrysopogon Actenoiedes concretus
Treron olax Megalaima mystacophanos Megalaima rafflesii
Cacomantis merulinus Eurylaimus ochromalus Calorhamphus fuliginosus
Phaenicophaeus Chlorophaeus Chloropsis sonneratii Sasia abnormis
Collocalia esculenta Pycnonotus melanoleucos Meiglyptes tristis
Nyctyornis amictus Pycnonotus erythrophthalmos Dendrocopos moluccensis
Megalaima australis Corvus macrorhynchos Iole olivacea
Hirundo tahitica Malacopteron magnum Malacopteron cinereum
Pycnonotus brunneus Copsychus saularis Rhipidura javanica
Dicrurus paradiseus Orthotomus atrogularis Arachnothera robusta
Stachyris nigricollis Aplonis panayensis Prionochilus maculata
Prionochilus xanthopygius
Lampiran 7d. Tingkat Dominansi jenis burung pada pengamatan di JL2 pagi dan sore hari

DOMINANSI JENIS BURUNG


Dominan Lonchura fuscans Dicaeum trigonostigma Pycnonotus goiavier
Hirundo tahitica Stachyris maculata Macronous gularis
Rhapidura leucopygialis
Subdominan Pycnonotus simplex Orthotomus ruficeps Prinia flaviventris
Nondominan Centropus sinensis Lanius cristatus Hemipus picatus
Cypsiurus balasiensis Anthreptes simplex Spilornis cheela
Orthotomus sericeus Centropus bengalensis Chloropsis cochinchinensi
Megalaima mystacophanos Pericrocotus ignaeus Prionochilus percussus
Arachnothera longirostra Copsychus saularis Sasia abnormis
Cacomantis merulinus Anthreptes singalensis Calorhamphus fuliginosus
Cymbirhynchus
Prionochilus xanthopygius Megalaima australis macrorhynchos
Orthotomus atrogularis Irena puella Dicrurus aeneus
Hirundo rustica Eurylaimus ochromalus Oriolus xanthonotus
Malacopteron magnum Surniculus lugubris Arachnothera robusta

Lampiran 7e. Tingkat Dominansi jenis burung pada pengamatan di SU1 pagi dan sore hari

DOMINANSI JENIS BURUNG


Dominan Pycnonotus simplex Irena puella
Subdominan Dicaeum trigonostigma Pericrocotus ignaeus Pycnonotus brunneus
Orthotomus ruficeps Eurylaimus ochromalus Iole olivacea
Arachnothera longirostra Motacilla cinerea Dicrurus paradiseus
Rhapidura leucopygialis Prionochilus xanthopygius
Nondominan Hypogramma
Orthotomus atrogularis Nyctyornis amictus hypogrammicum
Surniculus lugubris Tersiphone paradisi Philentoma pyrhopterum
Phaenicophaeus Chlorophaeus Harpectes duvaucelii Alophoixus bres
Malacocincla
Hemiprocne comata Pycnonotus eutilotus malaccense
Phaenicophaeus
Pellorneum capistratum Copsychus malabaricus curvirostris
Pycnonotus
Malacopteron magnirostre Treron capellei erythrophthalmos
Pycnonotus atriceps Harpectes kasumba Eurylaimus javanicus
Pycnonotus
Calyptomena viridis Alcedo euryzona melanoleucos
Hypothymis azurea Ceyx erithacus Gracula religiosa
Alophoixus ochraceus Ceyx rufidorsa Chalcophaps indica
Dicrurus annectans Platylophus galericulatus Harpectes diardii
Malacopteron cinereum Enicurus leschenaulti Alcedo meninting
Lonchura fuscans Arachnothera flavigaster Picus puniceus
Macronous gularis Anthreptes simplex Dinopium javanense
Centropus sinensis Centropus bengalensis Platysmurus leucopterus
Sasia abnormis Copsychus saularis Sitta frontalis
Cymbirhynchus macrorhynchos Arachnothera robusta Trichastoma bicolor
Dicrurus aeneus Rhipidura perlata Enicurus ruficapillus
Oriolus xanthonotus Megalaima chrysopogon Arachnothera affinis
Muscicapa daurica
Lampiran 7f. Tingkat Dominansi jenis burung pada pengamatan di SU2 pagi dan sore hari

DOMINANSI JENIS BURUNG


Dominan Pycnonotus simplex Motacilla cinerea Orthotomus ruficeps
Dicaeum trigonostigma Irena puella
Subdominan Cymbirhynchus
Rhapidura leucopygialis Hemiprocne comata macrorhynchos
Pycnonotus atriceps Alophoixus ochraceus Alcedo euryzona
Pycnonotus brunneus Dicrurus annectans Arachnothera robusta
Orthotomus atrogularis Macronous gularis Lophura ignita
Pycnonotus erythrophthalmos
Nondominan Pericrocotus ignaeus Harpectes kasumba Anthreptes simplex
Prionochilus xanthopygius Ceyx erithacus Centropus bengalensis
Lonchura fuscans Anthreptes singalensis Gracula religiosa
Centropus sinensis Arachnothera longirostra Harpectes diardii
Oriolus xanthonotus Calyptomena viridis Alcedo meninting
Muscicapa daurica Hypothymis azurea Cuculus micropterus
Nyctyornis amictus Tersiphone paradisi Centropus rectunguis
Pycnonotus eutilotus Ceyx rufidorsa Pelargopsis capensis
Enicurus leschenaulti Trichastoma rostratum
Lampiran 8a. Indeks keanekaragaman dan indeks kemerataan pada pengamatan pagi hari
HT 1 HT 2
No Nama Indonesia Jumlah Pi Ln pi Pi/Ln S No Nama Indonesia Jumlah Pi Ln pi Pi/Ln S
1 Elang-ular bido 2 0.050 0.012 1 Kuau raja 1 0.042 0.011
2 Elang hitam 1 0.029 0.007 2 Kangkok india 1 0.042 0.011
3 Puyuh sengayan 7 0.126 0.030 3 Wiwik lurik 2 0.071 0.019
4 Kuau raja 1 0.029 0.007 4 Wiwik kelabu 1 0.042 0.011
5 Kangkok india 2 0.050 0.012 5 Kedasi hitam 3 0.096 0.025
6 Wiwik lurik 1 0.029 0.007 6 Kadalan beruang 2 0.071 0.019
7 Wiwik kelabu 1 0.029 0.007 7 Kadalan selaya 1 0.042 0.011
8 Kadalan selaya 4 0.085 0.020 8 Kadalan birah 1 0.042 0.011
9 Kadalan birah 1 0.029 0.007 9 Cekakak-hutan melayu 1 0.042 0.011
10 Cirik-cirik kumbang 2 0.050 0.012 10 Enggang klihingan 10 0.215 0.056
11 Enggang klihingan 6 0.113 0.027 11 Rangkong badak 5 0.138 0.036
12 Enggang jambul 1 0.029 0.007 13 Takur gedang 1 0.042 0.011
13 Julang emas 6 0.113 0.027 14 Takur topi-emas 1 0.042 0.011
14 Kangkareng hitam 11 0.171 0.040 15 Takur tenggeret 5 0.138 0.036
15 Rangkong badak 6 0.113 0.027 16 Pelatuk pangkas 1 0.042 0.011
16 Takur gedang 3 0.068 0.016 17 Pelatuk kundang 1 0.042 0.011
17 Takur tutut 1 0.029 0.007 18 Sempur-hujan darat 4 0.118 0.031
18 Takur warna-warni 3 0.068 0.016 19 Madi-hijau kecil 1 0.042 0.011
19 Takur topi-emas 1 0.029 0.007 20 Paok pancawarna 1 0.042 0.011
20 Takur tenggeret 5 0.100 0.023 21 Sepah hutan 2 0.071 0.019
21 Caladi batu 1 0.029 0.007 22 Cipoh jantung 4 0.118 0.031
22 Sempur-huja rimba 2 0.050 0.012 23 Cica-daun kecil 2 0.071 0.019
23 Sempur-hujan darat 1 0.029 0.007 24 Cica-daun sayap-biru 1 0.042 0.011
24 Madi-hijau kecil 1 0.029 0.007 25 Cucak kuricang 2 0.071 0.019
25 Paok pancawarna 1 0.029 0.007 26 Merbah corok-corok 7 0.172 0.045
26 Jinjing bukit 2 0.050 0.012 27 Empuloh janggut 1 0.042 0.011
27 Jinjing batu 2 0.050 0.012 28 Brinji rambut-tungggir 2 0.071 0.019
28 Kepudang-sungu gunung 2 0.050 0.012 29 Brinji bergaris 4 0.118 0.031
29 Cica-daun kecil 2 0.050 0.012 30 Kacembang gadung 5 0.138 0.036
30 Cica-daun besar 1 0.029 0.007 31 Pelanduk ekor-pendek 2 0.071 0.019
31 Cica-daun sayap-biru 1 0.029 0.007 32 Asi besar 3 0.096 0.025
32 Cucak-sakit tubuh 1 0.029 0.007 33 Tepus dahi-merah 1 0.042 0.011
33 Cucak bersisik 1 0.029 0.007 34 Tepus tunggir-merah 2 0.071 0.019
34 Cucak rumbai-tungging 4 0.085 0.020 35 Tepus merbah-sampah 2 0.071 0.019
35 Merbah corok-corok 8 0.138 0.032 36 Wergan coklat 3 0.096 0.025
36 Merbah mata-merah 1 0.029 0.007 37 Cinenen kelabu 4 0.118 0.031
37 Merbah kacamata 6 0.113 0.027 38 Cinenen merah 3 0.096 0.025
38 Empuloh leher-kuning 4 0.085 0.020 39 Sikatan bubik 2 0.071 0.019
39 Empuloh ragum 1 0.029 0.007 40 Sikatan kepala-abu 3 0.096 0.025
40 Empuloh janggut 1 0.029 0.007 41 Kipasan mutiara 4 0.118 0.031
41 Brinji mata-putih 2 0.050 0.012 42 Philentoma sayap-merah 3 0.096 0.025
42 Brinji bergaris 1 0.029 0.007 43 Seriwang asia 1 0.042 0.011
43 Kacembang gadung 1 0.029 0.007 44 Burung-madu rimba 2 0.071 0.019
44 Gagak hutan 1 0.029 0.007 45 Pijantung kecil 2 0.071 0.019
45 Asi besar 1 0.029 0.007 46 Cabai bunga-api 2 0.071 0.019
46 Cica-kopi melayu 3 0.068 0.016 TOTAL 113 3.568 0.932
47 Tepus dahi-merah 1 0.029 0.007
48 Tepus tunggir-merah 3 0.068 0.016
49 Tepus merbah-sampah 2 0.050 0.012
50 Ciung-air pongpong 1 0.029 0.007
51 Wergan coklat 6 0.113 0.027
52 Yuhina kalimantan 2 0.050 0.012
53 Kucica hutan 1 0.029 0.007
54 Cinenen belukar 5 0.100 0.023
55 Cinenen kelabu 6 0.113 0.027
56 Sikatan bubik 2 0.050 0.012
57 Kipasan mutiara 5 0.100 0.023
58 Kipasan belang 1 0.029 0.007
59 Philentoma sayap-merah 1 0.029 0.007
60 Seriwang asia 1 0.029 0.007
61 Bentet coklat 2 0.050 0.012
62 Perling kumbang 2 0.050 0.012
63 Burung-madu polos 1 0.029 0.007
64 Burung-madu kelapa 4 0.085 0.020
65 Burung-madu rimba 2 0.050 0.012
66 Burung-madu sepah-raja 1 0.029 0.007
67 Pijantung kecil 4 0.085 0.020
68 Pentis kalimantan 4 0.085 0.020
69 Pentis pelangi 2 0.050 0.012
70 Cabai rimba 1 0.029 0.007
71 Cabai bunga-api 3 0.068 0.016
TOTAL 62 3.986 0.935
JL 1 Jl 2
No Nama Indonesia Jumlah Pi Ln pi Pi/Ln S No Nama Indonesia jumlah Pi Ln pi Pi/Ln S
1 Elang-ular bido 1 0.030 0.008 1 Elang-ular bido 1 0.039 0.011
2 Punai kecil 3 0.071 0.018 2 Wiwik kelabu 2 0.066 0.019
3 Punai besar 4 0.088 0.022 3 Kedasi hitam 1 0.039 0.011
4 Pergam hijau 1 0.030 0.008 4 Bubut besar 2 0.066 0.019
5 Kangkok india 2 0.052 0.013 5 Bubut alang-alang 2 0.066 0.019
6 Wiwik lurik 1 0.030 0.008 6 Kapinis-jarum kecil 11 0.214 0.061
7 Wiwik kelabu 1 0.030 0.008 7 Takur warna-warni 2 0.066 0.019
8 Kadalan selaya 1 0.030 0.008 8 Takur tenggeret 1 0.039 0.011
9 Kadalan kembang 1 0.030 0.008 9 Tukik tikus 1 0.039 0.011
10 Kadalan birah 1 0.030 0.008 10 Sempur-hujan sungai 1 0.039 0.011
11 Bubut besar 2 0.052 0.013 11 Sempur-hujan darat 1 0.039 0.011
12 Walet sapi 3 0.071 0.018 12 Layang-layang batu 8 0.176 0.050
13 Kapinis-jarum kecil 7 0.131 0.033 13 Jinjing bukit 1 0.039 0.011
14 Walet-palem asia 1 0.030 0.008 14 Sepah tulin 2 0.066 0.019
15 Cirik-cirik kumbang 3 0.071 0.018 15 Merbah cerukcuk 10 0.202 0.058
16 Takur gedang 1 0.030 0.008 16 Merbah corok-corok 5 0.129 0.037
17 Takur tutut 1 0.030 0.008 17 Kepudang hutan 1 0.039 0.011
18 Takur warna-warni 1 0.030 0.008 18 Kacembang gadung 1 0.039 0.011
19 Takur tenggeret 1 0.030 0.008 19 Tepus tunggir-merah 10 0.202 0.058
20 Tukik tikus 1 0.030 0.008 20 Ciung-air coreng 11 0.214 0.061
21 Caladi batu 1 0.030 0.008 21 Kucica kampung 2 0.066 0.019
22 Caladi tilik 1 0.030 0.008 22 Cinenen kelabu 3 0.090 0.026
23 Sempur-hujan darat 1 0.030 0.008 23 Cinenen merah 3 0.090 0.026
24 Layang-layang batu 1 0.030 0.008 24 Perenjak rawa 5 0.129 0.037
25 Sepah hutan 5 0.104 0.026 25 Bentet coklat 2 0.066 0.019
26 Cipoh jantung 4 0.088 0.022 26 Burung-madu polos 1 0.039 0.011
27 Cica-daun kecil 3 0.071 0.018 27 Burung-madu belukar 2 0.066 0.019
28 Cica-daun besar 2 0.052 0.013 28 Pijantung kecil 2 0.066 0.019
29 Cucak-sakit tubuh 2 0.052 0.013 29 Pijantung besar 1 0.039 0.011
30 Merbah cerukcuk 9 0.156 0.039 30 Pentis kalimantan 1 0.039 0.011
31 Merbah corok-corok 6 0.118 0.030 31 Pentis pelangi 1 0.039 0.011
32 Merbah mata-merah 1 0.030 0.008 32 Cabai bunga-api 11 0.214 0.061
33 Srigunting keladi 6 0.118 0.030 33 Bondol kalimantan 17 0.271 0.078
34 Srigunting batu 3 0.071 0.018 TOTAL 125 3.027 0.866
35 Kacembang gadung 3 0.071 0.018
36 Gagak hutan 11 0.177 0.044
37 Gagak kampung 2 0.052 0.013
38 Asi besar 2 0.052 0.013
39 Tepus tunggir-merah 3 0.071 0.018
40 Tepus kaban 3 0.071 0.018
41 Ciung-air coreng 13 0.197 0.049
42 Cinenen belukar 4 0.088 0.022
43 Cinenen kelabu 5 0.104 0.026
44 Perenjak rawa 3 0.071 0.018
45 Kipasan belang 1 0.030 0.008
46 Tiong emas 3 0.071 0.018
47 Burung-madu belukar 2 0.052 0.013
48 Pijantung kecil 7 0.131 0.033
49 Pijantung besar 1 0.030 0.008
50 Pentis raja 1 0.030 0.008
51 Pentis kalimantan 1 0.030 0.008
52 Cabai rimba 1 0.030 0.008
53 Cabai bunga-api 7 0.131 0.033
54 Bondol kalimantan 16 0.222 0.056
TOTAL 170 3.627 0.909
SU 1 SU 2
No Nama Indonesia Jumlah Pi Ln pi Pi/Ln S No Nama Indonesia Jumlah Pi Ln pi Pi/Ln S
1 Delimukan jamrud 1 0.036 0.009 1 Bubut besar 2 0.100 0.029
2 Kedasi hitam 4 0.103 0.025 2 Bubut alang-alang 1 0.059 0.017
3 Kadalan selaya 2 0.061 0.015 3 Kapinis-jarum kecil 6 0.207 0.061
4 Kadalan birah 1 0.036 0.009 4 Tepekong rangkang 4 0.161 0.047
5 Bubut besar 2 0.061 0.015 5 Luntur kasumba 2 0.100 0.029
6 Bubut alang-alang 1 0.036 0.009 6 Luntur diard 1 0.059 0.017
7 Kapinis-jarum kecil 6 0.136 0.033 7 Raja-udang meninting 1 0.059 0.017
8 Tepekong rangkang 4 0.103 0.025 8 Raja-udang kalung-biru 2 0.100 0.029
9 Luntur kasumba 2 0.061 0.015 9 Udang api 2 0.100 0.029
10 Luntur diard 1 0.036 0.009 10 Udang punggung-merah 1 0.059 0.017
11 Luntur putri 1 0.036 0.009 11 Sempur-hujan sungai 2 0.100 0.029
12 Raja-udang meninting 1 0.036 0.009 12 Madi-hijau kecil 1 0.059 0.017
13 Raja-udang kalung-biru 2 0.061 0.015 13 Sepah tulin 2 0.100 0.029
14 Udang api 2 0.061 0.015 14 Cucak kuricang 1 0.059 0.017
15 Udang punggung-merah 1 0.036 0.009 15 Cucak rumbai-tungging 2 0.100 0.029
16 Cirik-cirik kumbang 1 0.036 0.009 16 Merbah corok-corok 5 0.185 0.054
17 Tukik tikus 2 0.061 0.015 17 Merbah mata-merah 4 0.161 0.047
18 Sempur-hujan sungai 2 0.061 0.015 18 Merbah kacamata 1 0.059 0.017
19 Sempur-huja rimba 1 0.036 0.009 19 Empuloh ragum 3 0.132 0.039
20 Sempur-hujan darat 2 0.061 0.015 20 Kepudang hutan 2 0.100 0.029
21 Madi-hijau kecil 1 0.036 0.009 21 Kacembang gadung 3 0.132 0.039
22 Sepah tulin 4 0.103 0.025 22 Ciung-air coreng 2 0.100 0.029
23 Cucak-sakit tubuh 1 0.036 0.009 23 Meninting besar 1 0.059 0.017
24 Cucak kuricang 1 0.036 0.009 24 Cinenen kelabu 4 0.161 0.047
25 Cucak rumbai-tungging 2 0.061 0.015 25 Seriwng asia 1 0.059 0.017
26 Merbah corok-corok 9 0.178 0.044 26 Kicuit batu 5 0.185 0.054
27 Merbah mata-merah 4 0.103 0.025 27 Burung-madu polos 1 0.059 0.017
28 Merbah kacamata 1 0.036 0.009 28 Pijantung besar 1 0.059 0.017
29 Empuloh ragum 3 0.083 0.020 29 Cabai bunga-api 7 0.227 0.067
30 Brinji mata-putih 5 0.120 0.029 30 Bondol kalimantan 2 0.100 0.029
31 Srigunting gagak 1 0.036 0.009 TOTAL 72 3.199 0.941
32 Srigunting keladi 2 0.061 0.015
33 Srigunting batu 4 0.103 0.025
34 Kepudang hutan 2 0.061 0.015
35 Kacembang gadung 4 0.103 0.025
36 Tangkar ongklet 2 0.061 0.015
37 Tangkar kambing 1 0.036 0.009
38 Pelanduk ekor-pendek 1 0.036 0.009
39 Asi topi-sisik 3 0.083 0.020
40 Ciung-air coreng 2 0.061 0.015
41 Kucica kampung 1 0.036 0.009
42 Kucica hutan 1 0.036 0.009
43 Meninting cegar 1 0.036 0.009
44 Meninting besar 2 0.061 0.015
45 Cinenen kelabu 6 0.136 0.033
46 Kehicap ranting 2 0.061 0.015
47 Philentoma sayap-merah 1 0.036 0.009
48 Seriwang asia 2 0.061 0.015
49 Kicuit batu 6 0.136 0.033
50 Tiong emas 1 0.036 0.009
51 Burung-madu polos 1 0.036 0.009
52 Burung-madu rimba 1 0.036 0.009
53 Pijantung kecil 5 0.120 0.029
54 Pijantung besar 1 0.036 0.009
55 Pijantung tasmak 2 0.061 0.015
56 Pijantung gunung 1 0.036 0.009
57 Pentis kalimantan 4 0.103 0.025
58 Cabai bunga-api 6 0.136 0.033
59 Bondol kalimantan 2 0.061 0.015
TOTAL 138 3.846 0.943
Lampiran 8b. Indeks keanekaragaman dan indeks kemerataan pada pengamatan sore hari
HT 1 HT 2
No Nama Indonesia Jumlah Pi Ln pi Pi/Ln S No Nama Indonesia Jumlah Pi Ln pi Pi/Ln S
1 Kuau raja 1 0.051 0.014 1 Elang-ular bido 1 0.053 0.015
2 Serindit melayu 2 0.087 0.023 2 Elang brontok 1 0.053 0.015
3 Wiwik lurik 1 0.051 0.014 3 Kuau raja 1 0.053 0.015
4 Wiwik kelabu 1 0.051 0.014 4 Wiwik lurik 1 0.053 0.015
5 Kedasi hitam 1 0.051 0.014 5 Kedasi hitam 2 0.089 0.024
6 Kadalan birah 1 0.051 0.014 6 Kadalan beruang 2 0.089 0.024
7 Luntur kalimantan 1 0.051 0.014 7 Kadalan selaya 2 0.089 0.024
8 Kangkareng hitam 6 0.184 0.050 8 Luntur putri 1 0.053 0.015
9 Takur gedang 3 0.116 0.031 9 Cirik-cirik kumbang 1 0.053 0.015
10 Takur tutut 2 0.087 0.023 10 Julang emas 7 0.207 0.057
11 Takur warna-warni 6 0.184 0.050 11 Takur gedang 5 0.168 0.046
12 Takur topi-emas 2 0.087 0.023 12 Takur tutut 2 0.089 0.024
13 Takur tenggeret 5 0.164 0.044 13 Takur warna-warni 3 0.119 0.033
14 Tukik tikus 2 0.087 0.023 14 Takur tenggeret 4 0.145 0.040
15 Jinjing bukit 1 0.051 0.014 15 Pelatuk merah 1 0.053 0.015
16 Cica-daun kecil 1 0.051 0.014 16 Pelatuk pangkas 2 0.089 0.024
17 Cica-daun sayap-biru 1 0.051 0.014 17 Sempur-hujan darat 2 0.089 0.024
18 Cucak bersisik 2 0.087 0.023 18 Paok pancawarna 1 0.053 0.015
19 Merbah corok-corok 4 0.142 0.038 19 Jinjing bukit 1 0.053 0.015
20 Merbah mata-merah 2 0.087 0.023 Kepudang-sungu
20 1 0.053 0.015
21 Merbah kacamata 3 0.116 0.031 gunung
Brinji rambut- 21 Sepah hutan 4 0.145 0.040
22 4 0.142 0.038
tungggir 22 Cica-daun kecil 1 0.053 0.015
23 Brinji bergaris 2 0.087 0.023 23 Cucak kuricang 1 0.053 0.015
24 Brinji kelabu 1 0.051 0.014 24 Merbah corok-corok 6 0.189 0.052
25 Kacembang gadung 1 0.051 0.014 25 Empuloh janggut 1 0.053 0.015
26 Tepus tunggir-merah 2 0.087 0.023 26 Kacembang gadung 4 0.145 0.040
27 Ciung-air coreng 1 0.051 0.014 27 Tepus merbah-sampah 1 0.053 0.015
28 Wergan coklat 2 0.087 0.023 28 Wergan coklat 1 0.053 0.015
29 Kucica hutan 1 0.051 0.014 29 Cinenen kelabu 1 0.053 0.015
30 Cinenen belukar 1 0.051 0.014 30 Cinenen merah 3 0.119 0.033
31 Cinenen kelabu 4 0.142 0.038 Sikatan-rimba dada-
31 4 0.145 0.040
32 Sikatan bubik 2 0.087 0.023 kelabu
33 Kipasan mutiara 3 0.116 0.031 32 Sikatan ninon 3 0.119 0.033
34 Kehicap ranting 2 0.087 0.023 33 Sikatan kepala-abu 1 0.053 0.015
35 Bentet coklat 2 0.087 0.023 34 Kipasan mutiara 3 0.119 0.033
36 Tiong emas 1 0.051 0.014 35 Kipasan belang 5 0.168 0.046
37 Pijantung kecil 4 0.142 0.038 36 Burung-madu rimba 1 0.053 0.015
38 Pentis kumbang 1 0.051 0.014 37 Pijantung kecil 1 0.053 0.015
39 Pentis kalimantan 3 0.116 0.031 38 Cabai bunga-api 2 0.089 0.024
40 Pentis pelangi 1 0.051 0.014 TOTAL 84 3.413 0.938
41 Cabai bunga-api 1 0.051 0.014
TOTAL 87 3.529 0.950
JL 1
No Nama Indonesia Jumlah Pi Ln pi Pi/Ln S
1 Wiwik lurik 1 0.041 0.011
SU 1
2 Wiwik kelabu 2 0.070 0.019 No Nama Indonesia Jumlah Pi Ln pi Pi/Ln S
3 Kedasi hitam 2 0.070 0.019 1 Punai besar 2 0.106 0.031
4 Kadalan selaya 2 0.070 0.019 2 Kadalan selaya 2 0.106 0.031
5 Bubut besar 7 0.169 0.046 3 Luntur putri 1 0.063 0.018
6 Kapinis-jarum kecil 2 0.070 0.019 4 Udang punggung-merah 1 0.063 0.018
7 Cekakak-hutan melayu 1 0.041 0.011 5 Cirik-cirik kumbang 1 0.063 0.018
8 Enggang klihingan 6 0.153 0.042 6 Takur gedang 1 0.063 0.018
9 Takur gedang 1 0.041 0.011 7 Pelatuk sayap-merah 1 0.063 0.018
10 Takur warna-warni 1 0.041 0.011 8 Pelatuk besi 1 0.063 0.018
11 Takur tenggeret 2 0.070 0.019 9 Sempur-hujan darat 4 0.170 0.049
12 Takur ampis 1 0.041 0.011 10 Madi-hijau kecil 2 0.106 0.031
13 Sempur-hujan darat 1 0.041 0.011 11 Sepah tulin 2 0.106 0.031
14 Layang-layang batu 2 0.070 0.019 12 Cucak kuricang 2 0.106 0.031
15 Cica-daun kecil 1 0.041 0.011 13 Merbah corok-corok 9 0.272 0.079
16 Merbah cerukcuk 9 0.198 0.054 14 Merbah mata-merah 1 0.063 0.018
17 Merbah corok-corok 3 0.095 0.026 15 Empuloh janggut 1 0.063 0.018
18 Merbah mata-merah 2 0.070 0.019 16 Srigunting gagak 2 0.106 0.031
19 Merbah kacamata 2 0.070 0.019 17 Srigunting batu 1 0.063 0.018
20 Brinji mata-putih 1 0.041 0.011 18 Kacembang gadung 7 0.238 0.069
21 Srigunting keladi 1 0.041 0.011 19 Munguk beledu 1 0.063 0.018
22 Kacembang gadung 3 0.095 0.026 20 Pelanduk topi-hitam 4 0.170 0.049
23 Gagak hutan 4 0.116 0.031 21 Pelanduk merah 1 0.063 0.018
24 Asi topi-sisik 1 0.041 0.011 22 Asi kumis 4 0.170 0.049
25 Tepus tunggir-merah 2 0.070 0.019 23 Kucica hutan 1 0.063 0.018
26 Ciung-air coreng 2 0.070 0.019 24 Cinenen belukar 4 0.170 0.049
27 Kucica kampung 2 0.070 0.019 25 Cinenen kelabu 1 0.063 0.018
28 Cinenen belukar 2 0.070 0.019 26 Sikatan bubik 2 0.106 0.031
29 Cinenen kelabu 5 0.136 0.037 27 Kipasan mutiara 1 0.063 0.018
30 Perenjak rawa 1 0.041 0.011 28 Kehicap ranting 1 0.063 0.018
31 Perling kumbang 2 0.070 0.019 29 Pijantung kecil 2 0.106 0.031
32 Tiong emas 2 0.070 0.019 30 Pentis kalimantan 1 0.063 0.018
33 Burung-madu polos 2 0.070 0.019 31 Cabai bunga-api 2 0.106 0.031
34 Burung-madu belukar 1 0.041 0.011 TOTAL 66 3.159 0.920
35 Pijantung kecil 2 0.070 0.019
36 Pentis kumbang 3 0.095 0.026
37 Pentis pelangi 3 0.095 0.026 SU 2
38 Cabai rimba 1 0.041 0.011
39 Cabai bunga-api 13 0.245 0.066 No Nama Indonesia Jumlah Pi Ln pi Pi/Ln S
40 Bondol kalimantan 15 0.265 0.072 1 Sempidan biru 3 0.134 0.041
TOTAL 116 3.313 0.898 2 Kangkok india 1 0.060 0.018
3 Bubut teragop 1 0.060 0.018
4 Kapinis-jarum kecil 1 0.060 0.018
5 Raja-udang kalung-biru 1 0.060 0.018
JL 2 6 Pekaka emas 1 0.060 0.018
No Nama Indonesia Jumlah Pi Ln pi Pi/Ln S 7 Cirik-cirik kumbang 2 0.101 0.031
1 Wiwik kelabu 1 0.054 0.017 8 Sempur-hujan sungai 1 0.060 0.018
2 Bubut besar 2 0.091 0.029 9 Cucak kuricang 6 0.209 0.063
3 Kapinis-jarum kecil 8 0.227 0.072 10 Merbah corok-corok 9 0.262 0.079
4 Walet-palem asia 4 0.147 0.047 11 Merbah mata-merah 1 0.060 0.018
5 Takur warna-warni 1 0.054 0.017 12 Merbah kacamata 4 0.162 0.049
6 Takur ampis 1 0.054 0.017 13 Srigunting gagak 3 0.134 0.041
7 Layang-layang api 3 0.121 0.039 14 Kacembang gadung 6 0.209 0.063
8 Layang-layang batu 12 0.281 0.090 15 Pelanduk dada-putih 1 0.060 0.018
9 Cica-daun sayap-biru 1 0.054 0.017 16 Ciung-air coreng 1 0.060 0.018
10 Merbah cerukcuk 5 0.171 0.054 17 Cinenen belukar 5 0.187 0.057
11 Merbah corok-corok 5 0.171 0.054 18 Cinenen kelabu 4 0.162 0.049
12 Srigunting keladi 1 0.054 0.017 19 Sikatan bubik 2 0.101 0.031
13 Asi besar 2 0.091 0.029 20 Kehicap ranting 1 0.060 0.018
14 Tepus tunggir-merah 5 0.171 0.054 21 Kicuit batu 5 0.187 0.057
15 Ciung-air coreng 1 0.054 0.017 22 Tiong emas 1 0.060 0.018
16 Cinenen belukar 3 0.121 0.039 23 Burung-madu belukar 2 0.101 0.031
17 Cinenen kelabu 6 0.191 0.061 24 Pijantung kecil 1 0.060 0.018
18 Perenjak rawa 3 0.121 0.039 25 Pijantung besar 2 0.101 0.031
19 Burung-madu polos 1 0.054 0.017 26 Pentis kalimantan 2 0.101 0.031
20 Pijantung kecil 1 0.054 0.017 27 Cabai bunga-api 4 0.162 0.049
21 Pentis kalimantan 2 0.091 0.029 TOTAL 71 3.030 0.919
22 Cabai bunga-api 6 0.191 0.061
23 Bondol kalimantan 8 0.227 0.072
TOTAL 82 2.842 0.906
Lampiran 8c. Indeks keanekaragaman dan indeks kemerataan pada pagi dan sore hari

HT1
73 Burung-madu kelapa 4 0.063 0.014
No Nama Indonesia ∑ Pi Ln pi Pi/Ln S
1 2 0.037 0.008 74 Burung-madu rimba 2 0.037 0.008
Elang-ular bido
2 1 0.021 0.005 75 Burung-madu sepah-raja 1 0.021 0.005
Elang hitam
3 7 0.095 0.022 76 Pijantung kecil 8 0.105 0.024
Puyuh sengayan
4 2 0.037 0.008 77 Pentis kumbang 1 0.021 0.005
Kuau raja
5 2 0.037 0.008 78 Pentis kalimantan 7 0.095 0.022
Serindit melayu
6 2 0.037 0.008 79 Pentis pelangi 3 0.050 0.011
Kangkok india
7 2 0.037 0.008 80 Cabai rimba 1 0.021 0.005
Wiwik lurik
8 2 0.037 0.008 81 Cabai bunga-api 4 0.063 0.014
Wiwik kelabu
9 1 0.021 0.005 TOTAL 267 4.068 0.926
Kedasi hitam
10 Kadalan selaya 4 0.063 0.014
11 Kadalan birah 2 0.037 0.008
12 Luntur kalimantan 1 0.021 0.005
13 Cirik-cirik kumbang 2 0.037 0.008
14 Enggang klihingan 6 0.085 0.019
15 Enggang jambul 1 0.021 0.005
16 Julang emas 6 0.085 0.019
17 Kangkareng hitam 17 0.175 0.040
18 Rangkong badak 6 0.085 0.019
19 Takur gedang 6 0.085 0.019
20 Takur tutut 3 0.050 0.011
21 Takur warna-warni 9 0.114 0.026
22 Takur topi-emas 3 0.050 0.011
23 Takur tenggeret 10 0.123 0.028
24 Tukik tikus 2 0.037 0.008
25 Caladi batu 1 0.021 0.005
26 Sempur-huja rimba 2 0.037 0.008
27 Sempur-hujan darat 1 0.021 0.005
28 Madi-hijau kecil 1 0.021 0.005
29 Paok pancawarna 1 0.021 0.005
30 Jinjing bukit 3 0.050 0.011
31 Jinjing batu 2 0.037 0.008
32 Kepudang-sungu gunung 2 0.037 0.008
33 Cica-daun kecil 3 0.050 0.011
34 Cica-daun besar 1 0.021 0.005
35 Cica-daun sayap-biru 2 0.037 0.008
36 Cucak-sakit tubuh 1 0.021 0.005
37 Cucak bersisik 3 0.050 0.011
38 Cucak rumbai-tungging 4 0.063 0.014
39 Merbah corok-corok 12 0.139 0.032
40 Merbah mata-merah 3 0.050 0.011
41 Merbah kacamata 9 0.114 0.026
42 Empuloh leher-kuning 4 0.063 0.014
43 Empuloh ragum 1 0.021 0.005
44 Empuloh janggut 1 0.021 0.005
45 Brinji rambut-tungggir 4 0.063 0.014
46 Brinji mata-putih 2 0.037 0.008
47 Brinji bergaris 3 0.050 0.011
48 Brinji kelabu 1 0.021 0.005
49 Kacembang gadung 2 0.037 0.008
50 Gagak hutan 1 0.021 0.005
51 Asi besar 1 0.021 0.005
52 Cica-kopi melayu 3 0.050 0.011
53 Tepus dahi-merah 1 0.021 0.005
54 Tepus tunggir-merah 5 0.074 0.017
55 Tepus merbah-sampah 2 0.037 0.008
56 Ciung-air coreng 1 0.021 0.005
57 Ciung-air pongpong 1 0.021 0.005
58 Wergan coklat 8 0.105 0.024
59 Yuhina kalimantan 2 0.037 0.008
60 Kucica hutan 2 0.037 0.008
61 Cinenen belukar 6 0.085 0.019
62 Cinenen kelabu 10 0.123 0.028
63 Sikatan bubik 4 0.063 0.014
64 Kipasan mutiara 8 0.105 0.024
65 Kipasan belang 1 0.021 0.005
66 Kehicap ranting 2 0.037 0.008
67 Philentoma sayap-merah 1 0.021 0.005
68 Seriwang asia 1 0.021 0.005
69 Bentet coklat 4 0.063 0.014
70 Perling kumbang 2 0.037 0.008
71 Tiong emas 1 0.021 0.005
72 Burung-madu polos 1 0.021 0.005
HT2 JL1
No Nama Indonesia ∑ Pi Ln pi Pi/Ln S No Nama Indonesia ∑ Pi Ln pi Pi/Ln S
1 Elang-ular bido 1 0.027 0.007 1 Elang-ular bido 1 0.020 0.005
2 Elang brontok 1 0.027 0.007 2 Punai kecil 3 0.048 0.011
3 Kuau raja 2 0.047 0.012 3 Punai besar 4 0.060 0.014
4 Kangkok india 1 0.027 0.007 4 Pergam hijau 1 0.020 0.005
5 Wiwik lurik 3 0.064 0.016 5 Kangkok india 2 0.035 0.008
6 Wiwik kelabu 1 0.027 0.007 6 Wiwik lurik 2 0.035 0.008
7 Kedasi hitam 5 0.094 0.023 7 Wiwik kelabu 3 0.048 0.011
8 Kadalan beruang 4 0.079 0.020 8 Kedasi hitam 2 0.035 0.008
9 Kadalan selaya 3 0.064 0.016 9 Kadalan selaya 3 0.048 0.011
10 Kadalan birah 1 0.027 0.007 10 Kadalan kembang 1 0.020 0.005
11 Luntur putri 1 0.027 0.007 11 Kadalan birah 1 0.020 0.005
12 Cekakak-hutan melayu 1 0.027 0.007 12 Bubut besar 9 0.109 0.026
13 Cirik-cirik kumbang 1 0.027 0.007 13 Walet sapi 3 0.048 0.011
14 Enggang klihingan 10 0.152 0.037 14 Kapinis-jarum kecil 9 0.109 0.026
15 Julang emas 7 0.119 0.029 15 Walet-palem asia 1 0.020 0.005
16 Rangkong badak 5 0.094 0.023 16 Cekakak-hutan melayu 1 0.020 0.005
17 Takur gedang 6 0.107 0.026 17 Cirik-cirik kumbang 3 0.048 0.011
18 Takur tutut 2 0.047 0.012 18 Enggang klihingan 6 0.081 0.019
19 Takur warna-warni 3 0.064 0.016 19 Takur gedang 2 0.035 0.008
20 Takur topi-emas 1 0.027 0.007 20 Takur tutut 1 0.020 0.005
21 Takur tenggeret 9 0.141 0.035 21 Takur warna-warni 2 0.035 0.008
22 Pelatuk merah 1 0.027 0.007 22 Takur tenggeret 3 0.048 0.011
23 Pelatuk pangkas 3 0.064 0.016 23 Takur ampis 1 0.020 0.005
24 Pelatuk kundang 1 0.027 0.007 24 Tukik tikus 1 0.020 0.005
25 Sempur-hujan darat 6 0.107 0.026 25 Caladi batu 1 0.020 0.005
26 Madi-hijau kecil 1 0.027 0.007 26 Caladi tilik 1 0.020 0.005
27 Paok pancawarna 2 0.047 0.012 27 Sempur-hujan darat 2 0.035 0.008
28 Jinjing bukit 1 0.027 0.007 28 Layang-layang batu 3 0.048 0.011
29 Kepudang-sungu gunung 1 0.027 0.007 29 Sepah hutan 5 0.071 0.017
30 Sepah hutan 6 0.107 0.026 30 Cipoh jantung 4 0.060 0.014
31 Cipoh jantung 4 0.079 0.020 31 Cica-daun kecil 4 0.060 0.014
32 Cica-daun kecil 3 0.064 0.016 32 Cica-daun besar 2 0.035 0.008
33 Cica-daun sayap-biru 1 0.027 0.007 33 Cucak-sakit tubuh 2 0.035 0.008
34 Cucak kuricang 3 0.064 0.016 34 Merbah cerukcuk 18 0.174 0.041
35 Merbah corok-corok 13 0.180 0.044 35 Merbah corok-corok 9 0.109 0.026
36 Empuloh janggut 2 0.047 0.012 36 Merbah mata-merah 3 0.048 0.011
37 Brinji rambut-tungggir 2 0.047 0.012 37 Merbah kacamata 2 0.035 0.008
38 Brinji bergaris 4 0.079 0.020 38 Brinji mata-putih 1 0.020 0.005
39 Kacembang gadung 9 0.141 0.035 39 Srigunting keladi 7 0.091 0.022
40 Pelanduk ekor-pendek 2 0.047 0.012 40 Srigunting batu 3 0.048 0.011
41 Asi besar 3 0.064 0.016 41 Kacembang gadung 6 0.081 0.019
42 Tepus dahi-merah 1 0.027 0.007 42 Gagak hutan 15 0.154 0.037
43 Tepus tunggir-merah 2 0.047 0.012 43 Gagak kampung 2 0.035 0.008
44 Tepus merbah-sampah 3 0.064 0.016 44 Asi topi-sisik 1 0.020 0.005
45 Wergan coklat 4 0.079 0.020 45 Asi besar 2 0.035 0.008
46 Cinenen kelabu 5 0.094 0.023 46 Tepus tunggir-merah 5 0.071 0.017
47 Cinenen merah 6 0.107 0.026 47 Tepus kaban 3 0.048 0.011
48 Sikatan-rimba dada-kelabu 4 0.079 0.020 48 Ciung-air coreng 15 0.154 0.037
49 Sikatan bubik 2 0.047 0.012 49 Kucica kampung 2 0.035 0.008
50 Sikatan ninon 3 0.064 0.016 50 Cinenen belukar 6 0.081 0.019
51 Sikatan kepala-abu 4 0.079 0.020 51 Cinenen kelabu 10 0.117 0.028
52 Kipasan mutiara 7 0.119 0.029 52 Perenjak rawa 4 0.060 0.014
53 Kipasan belang 5 0.094 0.023 53 Kipasan belang 1 0.020 0.005
54 Philentoma sayap-merah 3 0.064 0.016 54 Perling kumbang 2 0.035 0.008
55 Seriwang asia 1 0.027 0.007 55 Tiong emas 5 0.071 0.017
56 Burung-madu rimba 3 0.064 0.016 56 Burung-madu polos 2 0.035 0.008
57 Pijantung kecil 3 0.064 0.016 57 Burung-madu belukar 3 0.048 0.011
58 Cabai bunga-api 4 0.079 0.020 58 Pijantung kecil 9 0.109 0.026
TOTAL 196 3.810 0.938 59 Pijantung besar 1 0.020 0.005
60 Pentis kumbang 3 0.048 0.011
61 Pentis raja 1 0.020 0.005
62 Pentis kalimantan 1 0.020 0.005
63 Pentis pelangi 3 0.048 0.011
64 Cabai rimba 2 0.035 0.008
65 Cabai bunga-api 20 0.186 0.044
66 Bondol kalimantan 31 0.240 0.057
TOTAL 287 3.717 0.887
JL2 SU1
No Nama Indonesia ∑ Pi Ln pi Pi/Ln S No Nama Indonesia ∑ Pi Ln pi Pi/Ln S
1 Elang-ular bido 1 0.026 0.007 1 Punai besar 2 0.045 0.011
2 Wiwik kelabu 3 0.061 0.017 2 Delimukan jamrud 1 0.026 0.006
3 Kedasi hitam 1 0.026 0.007 3 Kedasi hitam 4 0.077 0.018
4 Bubut besar 4 0.076 0.021 4 Kadalan selaya 4 0.077 0.018
5 Bubut alang-alang 2 0.045 0.012 5 Kadalan birah 1 0.026 0.006
6 Kapinis-jarum kecil 19 0.219 0.059 6 Bubut besar 2 0.045 0.011
7 Walet-palem asia 4 0.076 0.021 7 Bubut alang-alang 1 0.026 0.006
8 Takur warna-warni 3 0.061 0.017 8 Kapinis-jarum kecil 6 0.104 0.024
9 Takur tenggeret 1 0.026 0.007 9 Tepekong rangkang 4 0.077 0.018
10 Takur ampis 1 0.026 0.007 10 Luntur kasumba 2 0.045 0.011
11 Tukik tikus 1 0.026 0.007 11 Luntur diard 1 0.026 0.006
12 Sempur-hujan sungai 1 0.026 0.007 12 Luntur putri 2 0.045 0.011
13 Sempur-hujan darat 1 0.026 0.007 13 Raja-udang meninting 1 0.026 0.006
14 Layang-layang api 3 0.061 0.017 14 Raja-udang kalung-biru 2 0.045 0.011
15 Layang-layang batu 20 0.226 0.061 15 Udang api 2 0.045 0.011
16 Jinjing bukit 1 0.026 0.007 16 Udang punggung-merah 2 0.045 0.011
17 Sepah tulin 2 0.045 0.012 17 Cirik-cirik kumbang 2 0.045 0.011
18 Cica-daun sayap-biru 1 0.026 0.007 18 Takur gedang 1 0.026 0.006
19 Merbah cerukcuk 15 0.190 0.052 19 Tukik tikus 2 0.045 0.011
20 Merbah corok-corok 10 0.146 0.040 20 Pelatuk sayap-merah 1 0.026 0.006
21 Srigunting keladi 1 0.026 0.007 21 Pelatuk besi 1 0.026 0.006
22 Kepudang hutan 1 0.026 0.007 22 Sempur-hujan sungai 2 0.045 0.011
23 Kacembang gadung 1 0.026 0.007 23 Sempur-huja rimba 1 0.026 0.006
24 Asi besar 2 0.045 0.012 24 Sempur-hujan darat 6 0.104 0.024
25 Tepus tunggir-merah 15 0.190 0.052 25 Madi-hijau kecil 3 0.062 0.015
26 Ciung-air coreng 12 0.165 0.045 26 Sepah tulin 6 0.104 0.024
27 Kucica kampung 2 0.045 0.012 27 Cucak-sakit tubuh 1 0.026 0.006
28 Cinenen belukar 3 0.061 0.017 28 Cucak kuricang 3 0.062 0.015
29 Cinenen kelabu 9 0.136 0.037 29 Cucak rumbai-tungging 2 0.045 0.011
30 Cinenen merah 3 0.061 0.017 30 Merbah corok-corok 18 0.214 0.050
31 Perenjak rawa 8 0.126 0.034 31 Merbah mata-merah 5 0.091 0.021
32 Bentet coklat 2 0.045 0.012 32 Merbah kacamata 1 0.026 0.006
33 Burung-madu polos 2 0.045 0.012 33 Empuloh ragum 3 0.062 0.015
34 Burung-madu belukar 2 0.045 0.012 34 Empuloh janggut 1 0.026 0.006
35 Pijantung kecil 3 0.061 0.017 35 Brinji mata-putih 5 0.091 0.021
36 Pijantung besar 1 0.026 0.007 36 Srigunting gagak 3 0.062 0.015
37 Pentis kalimantan 3 0.061 0.017 37 Srigunting keladi 2 0.045 0.011
38 Pentis pelangi 1 0.026 0.007 38 Srigunting batu 5 0.091 0.021
39 Cabai bunga-api 17 0.205 0.056 39 Kepudang hutan 2 0.045 0.011
40 Bondol kalimantan 25 0.255 0.069 40 Kacembang gadung 11 0.157 0.037
TOTAL 207 3.116 0.845 41 Tangkar ongklet 2 0.045 0.011
42 Tangkar kambing 1 0.026 0.006
43 Munguk beledu 1 0.026 0.006
44 Pelanduk topi-hitam 4 0.077 0.018
45 Pelanduk merah 1 0.026 0.006
46 Pelanduk ekor-pendek 1 0.026 0.006
47 Asi kumis 4 0.077 0.018
48 Asi topi-sisik 3 0.062 0.015
49 Ciung-air coreng 2 0.045 0.011
50 Kucica kampung 1 0.026 0.006
51 Kucica hutan 2 0.045 0.011
52 Meninting cegar 1 0.026 0.006
53 Meninting besar 2 0.045 0.011
54 Cinenen belukar 4 0.077 0.018
55 Cinenen kelabu 7 0.116 0.027
56 Sikatan bubik 2 0.045 0.011
57 Kipasan mutiara 1 0.026 0.006
58 Kehicap ranting 3 0.062 0.015
59 Philentoma sayap-merah 1 0.026 0.006
60 Seriwang asia 2 0.045 0.011
61 Kicuit batu 6 0.104 0.024
62 Tiong emas 1 0.026 0.006
63 Burung-madu polos 1 0.026 0.006
64 Burung-madu rimba 1 0.026 0.006
65 Pijantung kecil 7 0.116 0.027
66 Pijantung besar 1 0.026 0.006
67 Pijantung tasmak 2 0.045 0.011
68 Pijantung gunung 1 0.026 0.006
69 Pentis kalimantan 5 0.091 0.021
70 Cabai bunga-api 8 0.127 0.030
71 Bondol kalimantan 2 0.045 0.011
TOTAL 204 3.947 0.926
SU2
No Nama Indonesia ∑ Pi Ln pi Pi/Ln S
1 Sempidan biru 3 0.081 0.021
2 Kangkok india 1 0.035 0.009
3 Bubut teragop 1 0.035 0.009
4 Bubut besar 2 0.060 0.016
5 Bubut alang-alang 1 0.035 0.009
6 Kapinis-jarum kecil 7 0.148 0.039
7 Tepekong rangkang 4 0.100 0.026
8 Luntur kasumba 2 0.060 0.016
9 Luntur diard 1 0.035 0.009
10 Raja-udang meninting 1 0.035 0.009
11 Raja-udang kalung-biru 3 0.081 0.021
12 Udang api 2 0.060 0.016
13 Udang punggung-merah 1 0.035 0.009
14 Pekaka emas 1 0.035 0.009
15 Cirik-cirik kumbang 2 0.060 0.016
16 Sempur-hujan sungai 3 0.081 0.021
17 Madi-hijau kecil 1 0.035 0.009
18 Sepah tulin 2 0.060 0.016
19 Cucak kuricang 7 0.148 0.039
20 Cucak rumbai-tungging 2 0.060 0.016
21 Merbah corok-corok 14 0.228 0.060
22 Merbah mata-merah 5 0.117 0.031
23 Merbah kacamata 5 0.117 0.031
24 Empuloh ragum 3 0.081 0.021
25 Srigunting gagak 3 0.081 0.021
26 Kepudang hutan 2 0.060 0.016
27 Kacembang gadung 9 0.174 0.046
28 Pelanduk dada-putih 1 0.035 0.009
29 Ciung-air coreng 3 0.081 0.021
30 Meninting besar 1 0.035 0.009
31 Cinenen belukar 5 0.117 0.031
32 Cinenen kelabu 8 0.161 0.043
33 Sikatan bubik 2 0.060 0.016
34 Kehicap ranting 1 0.035 0.009
35 Seriwang asia 1 0.035 0.009
36 Kicuit batu 10 0.186 0.049
37 Tiong emas 1 0.035 0.009
38 Burung-madu polos 1 0.035 0.009
39 Burung-madu belukar 2 0.060 0.016
40 Pijantung kecil 1 0.035 0.009
41 Pijantung besar 3 0.081 0.021
42 Pentis kalimantan 2 0.060 0.016
43 Cabai bunga-api 11 0.197 0.052
44 Bondol kalimantan 2 0.060 0.016
TOTAL 143 3.438 0.909
Lampiran 9a. Uji beda keanekaragaman jenis burung di beberapa habitat pada pagi hari
Habitat t hitung Derajat Bebas (df) t 0.05 t 0.001
Uji beda HT1 dengan :
HT2 4,058 236 1.960 2.576
JL1 3,826 347 1.960 2.576
JL2 8,874 245 1.960 2.576
SU1 1,494 303 1.960 2.576
SU2 7,108 146 1.960 2.576
Uji beda HT2 dengan :
JL1 0,563 247 1.960 2.576
JL2 4,526 237 1.960 2.576
SU1 2,597 234 1.960 2.576
SU2 3,024 166 1.960 2.576
Uji beda JL1 dengan :
JL2 5,392 257 1.960 2.576
SU1 2,224 305 1.960 2.576
SU2 3,760 157 1.960 2.576
Uji beda JL2 dengan :
SU1 7,323 245 1.960 2.576
SU2 1,367 179 1.960 2.576
Uji beda SU1 dengan :
SU2 5,653 252 1.960 2.576

Lampiran 9b. Uji beda keanekaragaman jenis burung di beberapa habitat pada sore hari
Habitat t hitung Derajat Bebas (df) t 0.05 t 0.001
Uji beda HT1 dengan :
HT2 0,959 87 1.960 2.576
JL1 1,737 200 1.960 2.576
JL2 5,682 158 1.960 2.576
SU1 2,665 134 1.960 2.576
SU2 3,265 154 1.960 2.576
Uji beda HT2 dengan :
JL1 0,470 116 1.960 2.576
JL2 4,327 82 1.960 2.576
SU1 1,954 66 1.960 2.576
SU2 2,360 71 1.960 2.576
Uji beda JL1 dengan :
JL2 4,706 193 1.960 2.576
SU1 1,507 171 1.960 2.576
SU2 2,707 187 1.960 2.576
Uji beda JL2 dengan :
SU1 5,754 146 1.960 2.576
SU2 1,104 151 1.960 2.576
Uji beda SU1 dengan :
SU2 5,653 131 1.960 2.576
Lampiran 9c. Uji beda keanekaragaman jenis burung di beberapa habitat pada gabungan
pengamatan pagi dan sore hari
Habitat t hitung Derajat Bebas (df) t 0.05 t 0.001
Uji beda HT1 dengan :
HT2 3,335 452 1.960 2.576
JL1 4,309 267 1.960 2.576
JL2 10,697 466 1.960 2.576
SU1 1,447 463 1.960 2.576
SU2 7,763 372 1.960 2.576
Uji beda HT2 dengan :
JL1 1,128 196 1.960 2.576
JL2 7,718 828 1.960 2.576
SU1 1,620 400 1.960 2.576
SU2 4,934 331 1.960 2.576
Uji beda JL1 dengan :
JL2 6,431 207 1.960 2.576
SU1 2,603 204 1.960 2.576
SU2 3,802 143 1.960 2.576
Uji beda JL2 dengan :
SU1 8,580 411 1.960 2.576
SU2 1,663 338 1.960 2.576
Uji beda SU1 dengan :
SU2 6,059 336 1.960 2.576

Lampiran 9d. Uji beda keanekaragaman jenis burung pada pengamatan pagi dengan sore
hari di masing-masing habitat.
Habitat HT1 HT2 JL1 JL2 SU1 SU2
t hitung 4,388 1,291 2,729 1,499 5,225 1,081
Derajat bebas (df) 189 186 233 197 58 56
t 0.05 1.960 1.960 1.960 1.960 2,002 2,004
t 0.01 2.576 2.576 2.576 2.576 26.644 26.688
Lampiran 10a. Tingkat penggunaan tajuk sebagai habitat burung di HT 1

STRATA
NO JENIS SM
I II III IV TAJUK V TAJUK
1 Rollulus rouloul 7 B
2 Argusianus argus 1 B
3 Loriculus galgulus 2 2AB A
4 Phaenicophaeus Chlorophaeus 4 123AB A
5 Phaenicophaeus curvirostris 2 23AB A
6 Harpectes whiteheadi 1 2A A
7 Nyctyornis amictus 2 3AB A
8 Aceros comatus 1 3B A
9 Aceros undulatus 2 1AB A
10 Anthracoceros malayanus 9 13AB A
11 Buceros rhinoceros 2 1AB A
12 Sasia abnormis 1 1 3AB BM
13 Meiglyptes tristis 1 3AB A
14 Eurylaimus ochromalus 1 2AB A
15 Calyptomena viridis 1 2B A
16 Pitta guajana 1 B
17 Hemipus picatus 2 2 23B M
18 Hemipus hirundinaceus 2 2B A
19 Coracina larvata 2 2B A
20 Chloropsis cyanopogon 2 12AB A
21 Chloropsis cochinchinensi 2 1AB A
22 Pycnonotus melanoleucos 1 2B A
23 Pycnonotus squamatus 2 1 3AB MA
24 Pycnonotus eutilotus 4 2AB A
25 Pycnonotus simplex 4 12 23AB MA
26 Pycnonotus brunneus 4 2AB A
27 Pycnonotus erythrophthalmos 7 23AB 2 2AB A
28 Criniger finschii 4 2AB A
29 Alophoixus ochraceus 1 23AB A
30 Alophoixus bres 1 1 2AB A
31 Tricholestes criniger 2 3B 2 2AB A
32 Iole olivacea 2 2AB A
33 Ixos malaccensis 3 23AB A
34 Pomatorhinus montanus 1 3B 2 2AB A
35 Macronous gularis 1 B
36 Macronous ptilosus 1 B
37 Yuhina everetti 2 2A A
38 Orthotomus atrogularis 1 1 3AB BA
39 Orthotomus ruficeps 1 9 3 23AB BM
40 Muscicapa daurica 2 2 23AB MA
41 Rhipidura perlata 4 3AB 5 23AB A
42 Rhipidura javanica 1 2B A
43 Hypothymis azurea 2 2AB A
44 Philentoma pyrhopterum 1 M
45 Tersiphone paradisi 1 M
46 Lanius cristatus 4 23AB A
47 Aplonis panayensis 3 23AB A
48 Anthreptes simplex 1 2B A
49 Anthreptes malacensis 4 2B A
50 Aethopyga siparaja 2 3A A
51 Arachnothera longirostra 4 1 3B 3B MA
52 Prionochilus thoracius 1 1AB 1AB A
53 Prionochilus xanthopygius 4 3 2B 2B MA
54 Prionochilus percussus 3 M
55 Dicaeum chrysorrheum 1 M
56 Dicaeum trigonostigma 3 23B A
Keterangan
Strata : I = Strata I (0.00-0.15 m), II = Strata II (0.15-1.8), III = Strata III (1.8-4.5 m), IV = Strata IV (4.5-15 m), V = Strata V
(> 15 m)
Tajuk : 1 = Tajuk bagian atas; 2 = Tajuk bagian tengah; 3 = tajuk bagian bawah; 4 = batang pohon; A = Tepi tajuk; B =
Tengah tajuk
SM : Strata Melihat , : B = bawah, M = menengah, A = atas

Lampiran 10b. Tingkat penggunaan tajuk sebagai habitat burung di HT 2

STRATA
NO JENIS SM
I II III IV TAJUK V TAJUK
1 Spizaetus cirrhatus 1 3A A
2 Argusianus argus 1 B
3 Surniculus lugubris 1 2B A
4 Phaenicophaeus diardi 2 1AB 2 3AB A
Phaenicophaeus
5 4 12AB 1B A
Chlorophaeus
6 Phaenicophaeus curvirostris 1 2AB A
7 Harpectes duvaucelii 1 M
8 Nyctyornis amictus 1 2B A
9 Anorrhinus galeritus 10 123AB A
10 Aceros undulatus 2 2A A
11 Buceros rhinoceros 5 12A A
12 Megalaima mystacophanos 1 3B A
13 Picus miniaceus 1 14 batang A
14 Blythipicus rubiginosus 2 4 A
15 Eurylaimus ochromalus 2 23AB A
16 Calyptomena viridis 1 2AB A
17 Pitta guajana 1 B
18 Hemipus picatus 1 2A A
19 Coracina larvata 1 1B A
20 Pericrocotus flammeus 3 1AB A
21 Aegithina viridissima 2 2A A
22 Chloropsis cyanopogon 2 1AB 1 2A A
23 Chloropsis cochinchinensi 1 3B A
24 Pycnonotus atriceps 1 2B A
25 Pycnonotus simplex 19 123AB A
26 Alophoixus bres 1 2A A
27 Tricholestes criniger 2 3AB A
28 Ixos malaccensis 4 23AB 2A A
29 Irena puella 3 3AB A
30 Malacopteron magnum 1 3AB A
31 Orthotomus ruficeps 1 2A A
32 Orthotomus sericeus 3 M
33 Orthotomus sericeus 3 3AB A
34 Rhinomyias umbratilis 4 3AB A
35 Muscicapa daurica 2 2A A
36 Eumyias indigo 3 3AB A
37 Culicicapa ceylonensis 3 3AB A
38 Rhipidura perlata 4 2AB A
39 Rhipidura perlata 3 2AB A
40 Rhipidura javanica 5 2AB A
41 Philentoma pyrhopterum 3 23AB A
42 Tersiphone paradisi 1 2B A
43 Hypogrammahypogrammicum 1 3A A
44 Dicaeum trigonostigma 1 2 3A 2 3A A
Keterangan
Strata : I = Strata I (0.00-0.15 m), II = Strata II (0.15-1.8), III = Strata III (1.8-4.5 m), IV = Strata IV (4.5-15 m), V = Strata V
(> 15 m)
Tajuk : 1 = Tajuk bagian atas; 2 = Tajuk bagian tengah; 3 = tajuk bagian bawah; 4 = batang pohon;
A = Tepi tajuk; B = Tengah tajuk
SM : Strata Melihat , : B = bawah, M = menengah, A = atas
Lampiran 10c. Tingkat penggunaan tajuk sebagai habitat burung di JL 1

STRATA
NO TAJUK SM
I II III IV TAJUK V TAJUK
1 Treron olax 6 23AB A
2 Treron capellei 4 2AB A
3 Ducula aena 1 23AB A
4 Surniculus lugubris 1 3A A
5 Phaenicophaeus Chlorophaeus 3 23AB A
6 Phaenicophaeus javanicus 1 3A A
7 Phaenicophaeus curvirostris 1 1 1B MA
8 Centropus sinensis 1 B
9 Nyctyornis amictus 3 2A A
10 Anorrhinus galeritus 6 1AB A
11 Megalaima chrysopogon 1 M
12 Megalaima rafflesii 1 3B A
13 Megalaima mystacophanos 2 M
14 Calorhamphus fuliginosus 1 M
15 Sasia abnormis 1 3B A
16 Meiglyptes tristis 1 2B A
17 Dendrocopos moluccensis 1 M
18 Eurylaimus ochromalus 1 2 3AB MA
19 Pericrocotus flammeus 2 6 23AB MA
20 Aegithina viridissima 4 4 2AB MA
21 Chloropsis cyanopogon 3 23AB A
22 Chloropsis sonneratii 2 2AB A
23 Pycnonotus melanoleucos 2 M
24 Pycnonotus goiavier 28 2 2AB MA
25 Pycnonotus simplex 7 8 2AB 2AB MA
26 Pycnonotus brunneus 2 1 2A MA
27 Pycnonotus erythrophthalmos 2 M
28 Iole olivacea 1 M
29 Dicrurus aeneus 3 2 3AB MA
30 Dicrurus paradiseus 3 3A A
31 Irena puella 3 2 2AB MA
32 Corvus corvina 8 12AB A
33 Corvus macrorhynchos 2 1A A
34 Malacopteron cinereum 1 M
35 Malacopteron magnum 2 M
36 Stachyris maculata 1 M
37 Stachyris nigricollis 3 M
38 Macronous gularis 2 M
39 Copsychus saularis 2 3B A
40 Orthotomus atrogularis 5 M
41 Orthotomus ruficeps 7 B
42 Prinia flaviventris 7 B
43 Rhipidura javanica 2 B
44 Gracula religiosa 4 2B A
45 Anthreptes simplex 2 2AB A
46 Anthreptes singalensis 2 1 2B MA
47 Arachnothera longirostra 7 BM
48 Arachnothera robusta 1 M
49 Prionochilus thoracius 3 M
50 Prionochilus maculata 1 M
51 Prionochilus xanthopygius 1 M
52 Prionochilus percussus 1 M
53 Dicaeum chrysorrheum 2 M
54 Dicaeum trigonostigma 3 9 6 123AB 2 1A BMA
55 Lonchura fuscans 11 13 7 BM
Keterangan
Strata : I = Strata I (0.00-0.15 m), II = Strata II (0.15-1.8), III = Strata III (1.8-4.5 m), IV = Strata IV (4.5-15 m), V = Strata V
(> 15 m)
Tajuk : 1 = Tajuk bagian atas; 2 = Tajuk bagian tengah; 3 = tajuk bagian bawah; 4 = batang pohon;
A = Tepi tajuk; B = Tengah tajuk
SM : Strata Melihat , : B = bawah, M = menengah, A = atas

Lampiran 10d. Tingkat penggunaan tajuk sebagai habitat burung di JL 2

STRATA
NO JENIS SM
I II III IV TAJUK V TAJUK
1 Spilornis cheela 1 1A A
2 Megalaima mystacophanos 1 2 2A MA
3 Megalaima australis 1 M
4 Calorhamphus fuliginosus 1 M
5 Sasia abnormis 1 B
6 Cymbirhynchus macrorhynchos 1 M
7 Eurylaimus ochromalus 1 3A A
8 Hemipus picatus 2 M
9 Pericrocotus ignaeus 2 3AB A
10 Chloropsis cochinchinensi 1 1A A
11 Pycnonotus goiavier 9 5 2A MA
12 Pycnonotus simplex 8 2 3A MA
13 Dicrurus aeneus 2 M
14 Oriolus xanthonotus 1 2A A
15 Malacopteron magnum 2 B
16 Stachyris maculata 3 3 BM
17 Macronous gularis 2 4 4 BM
18 Copsychus saularis 2 2A A
19 Orthotomus atrogularis 3 M
20 Orthotomus ruficeps 2 4 BM
21 Orthotomus sericeus 1 2 BM
22 Prinia flaviventris 1 4 3 BM
23 Lanius cristatus 2 2A A
24 Anthreptes simplex 2 M
25 Anthreptes singalensis 2 M
26 Arachnothera longirostra 3 M
27 Arachnothera robusta 1 M
28 Prionochilus xanthopygius 3 M
29 Prionochilus percussus 1 M
30 Dicaeum trigonostigma 3 8 6 3A BMA
31 Lonchura fuscans 8 12 5 BM
Keterangan
Strata : I = Strata I (0.00-0.15 m), II = Strata II (0.15-1.8), III = Strata III (1.8-4.5 m), IV = Strata IV (4.5-15 m), V = Strata V
(> 15 m)
Tajuk : 1 = Tajuk bagian atas; 2 = Tajuk bagian tengah; 3 = tajuk bagian bawah; 4 = batang pohon;
A = Tepi tajuk; B = Tengah tajuk
SM : Strata Melihat , : B = bawah, M = menengah, A = atas
Lampiran 10e. Tingkat penggunaan tajuk sebagai habitat burung di SU 1

STRATA
NO JENIS SM
I II III IV TAJUK V TAJUK
1 Treron capellei 2 1AB A
2 Phaenicophaeus Chlorophaeus 4 123AB A
3 Phaenicophaeus curvirostris 1 1AB A
4 Harpectes duvaucelii 1 1 2A MA
5 Ceyx rufidorsa 1 B
6 Sasia abnormis 1 1 2 BM
7 Picus puniceus 1 4 A
8 Dinopium javanense 1 4 A
9 Eurylaimus javanicus 1 M
10 Eurylaimus ochromalus 1 3A A
11 Pericrocotus ignaeus 8 12AB A
12 Pycnonotus melanoleucos 1 2A A
13 Pycnonotus atriceps 1 3A A
14 Pycnonotus simplex 9 4 2AB MA
15 Alophoixus ochraceus 2 3AB A
16 Alophoixus bres 1 M
17 Iole olivacea 1 3 23AB MA
18 Dicrurus annectans 3 23AB A
19 Dicrurus aeneus 2 3A A
20 Dicrurus paradiseus 3 23A A
21 Irena puella 6 2AB A
22 Platylophus galericulatus 2 M
23 Platysmurus leucopterus 1 1A A
24 Sitta frontalis 1 3AB A
25 Trichastoma bicolor 1 B
26 Malacopteron magnirostre 1 M
27 Malacopteron cinereum 3 M
28 Copsychus saularis 1 2AB A
29 Orthotomus atrogularis 2 M
30 Orthotomus ruficeps 2 M
31 Muscicapa daurica 2 3A A
32 Rhipidura perlata 1 M
33 Hypothymis azurea 1 B
34 Philentoma pyrhopterum 1 3A A
35 Tersiphone paradisi 1 1 2A MA
36 Arachnothera longirostra 7 M
37 Arachnothera flavigaster 1 M
38 Arachnothera flavigaster 1 1A A
39 Arachnothera affinis 1 2AB A
40 Prionochilus xanthopygius 4 1 2A MA
41 Dicaeum trigonostigma 2 M
Keterangan
Strata : I = Strata I (0.00-0.15 m), II = Strata II (0.15-1.8), III = Strata III (1.8-4.5 m), IV = Strata IV (4.5-15 m), V = Strata V
(> 15 m)
Tajuk : 1 = Tajuk bagian atas; 2 = Tajuk bagian tengah; 3 = tajuk bagian bawah; 4 = batang pohon;
A = Tepi tajuk; B = Tengah tajuk
SM : Strata Melihat , : B = bawah, M = menengah, A = atas
Lampiran 10f. Tingkat penggunaan tajuk sebagai habitat burung di SU 2

STRATA
NO JENIS SM
I II III IV TAJUK V TAJUK
1 Lophura ignita 3 B
2 Centropus rectunguis 1 2AB A
3 Centropus sinensis 2 3B A
4 Centropus bengalensis 1 M
5 Hemiprocne comata 7 13AB A
6 Harpectes kasumba 2 23AB A
7 Harpectes diardii 1 2A A
8 Alcedo meninting 1 M
9 Alcedo euryzona 2 M
10 Ceyx erithacus 2 M
11 Pelargopsis capensis 1 M
12 Nyctyornis amictus 2 2AB A
13 Cymbirhynchus macrorhynchos 3 23AB A
14 Calyptomena viridis 1 M
15 Pericrocotus ignaeus 2 2A A
16 Pycnonotus atriceps 5 2AB A
17 Pycnonotus eutilotus 2 3AB A
18 Pycnonotus simplex 4 10 123AB MA
19 Pycnonotus brunneus 4 2 23AB MA
20 Pycnonotus erythrophthalmos 1 4 23A MA
21 Alophoixus ochraceus 3 2AB A
22 Dicrurus annectans 3 2AB A
23 Oriolus xanthonotus 2 2AB A
24 Irena puella 2 1 2B MA
25 Trichastoma rostratum 1 M
26 Macronous gularis 1 M
27 Macronous gularis 1 B
28 Orthotomus atrogularis 3 M
29 Orthotomus ruficeps 3 4 23A MA
30 Muscicapa daurica 2 M
31 Hypothymis azurea 1 M
32 Tersiphone paradisi 1 2A A
33 Motacilla cinerea 6 B
34 Gracula religiosa 1 2B A
35 Anthreptes simplex 1 M
36 Anthreptes singalensis 2 M
37 Arachnothera longirostra 1 3B A
38 Arachnothera robusta 2 1A A
39 Prionochilus xanthopygius 1 1 2A MA
40 Dicaeum trigonostigma 11 123AB A
41 Lonchura fuscans 2 B
Keterangan
Strata : I = Strata I (0.00-0.15 m), II = Strata II (0.15-1.8), III = Strata III (1.8-4.5 m), IV = Strata IV (4.5-15 m), V = Strata V
(> 15 m)
Tajuk : 1 = Tajuk bagian atas; 2 = Tajuk bagian tengah; 3 = tajuk bagian bawah; 4 = batang pohon;
A = Tepi tajuk; B = Tengah tajuk
SM : Strata Melihat , : B = bawah, M = menengah, A = atas
Lampiran 11. Tingkat penggunaan vegetasi oleh burung di tiap tipe habitat pada pengamatan
pagi dan sore hari.
HT1
NO JENIS VEGETASI NAMA LATIN ∑ JENIS BURUNG Ft (%)
Pohon
1 Bengalun Mischocarpus pentapetalus 2 1.3
2 Buno Santiria griffithii 4 2.7
3 Buno jerapi 1 0.7
4 Delekui 4 2.7
5 Emparai 1 0.7
6 Ara Ficus sp 13 8.7
7 Katan Canarium megalanthum 2 1.3
8 Kayu balik 1 0.7
9 Keramu Dacryods rostrata 3 2.0
10 Kuisip Glochidion sericeum 2 1.3
11 Lami 1 0.7
12 Losususungsakan Nauclea officinalis 8 5.3
13 Luwing 3 2.0
14 Nangsang Macaranga sp 1 0.7
15 Malayombatn 3 2.0
16 Malomonu 2 1.3
17 Mangkolato 1 0.7
18 Mansowani 1 0.7
19 Mantomis 1 0.7
20 Maromintu 1 0.7
21 Marunjala 13 8.7
22 Medang Actinodaphne glabra 1 0.7
23 Meliwe 3 2.0
24 Tungkuis 1 0.7
25 Tekaler Quercus argentata 2 1.3
26 Meranti Shorea sp 1 0.7
Non pohon
27 Perdu 3 2.0
28 Semak belukar 12 8.0
HT2
NO JENIS VEGETASI NAMA LATIN ∑ JENIS BURUNG Ft (%)
Pohon
1 Balangkoing bitik 2 1.3
2 Bekokal bawo 1 0.7
3 Biwan 1 0.7
4 Buno Santiria griffithii 1 0.7
5 Buno jerapi 2 1.3
6 Damar Agathis sp 1 0.7
7 Doyun 3 2.0
8 Duku 2 1.3
9 Emparai 1 0.7
10 Ara Ficus sp 3 2.0
11 Katan Canarium megalanthum 1 0.7
12 Kayu otak 1 0.7
13 Keruing 1 0.7
14 Luwing 2 1.3
15 Nangsang Macaranga sp 1 0.7
16 Malomonu 1 0.7
17 Mantomias 1 0.7
18 Maromintu 3 2.0
19 Marumpetak 1 0.7
20 Marunjala 3 2.0
21 Medang Actinodaphne glabra 1 0.7
22 Meliwe 1 0.7
23 Meranti Shorea sp 15 10.0
24 Misepon Quercus gaharuensis 1 0.7
25 Natu Palaquium sp 3 2.0
26 Rambutan hutan Nephelium sp 1 0.7
27 Tekaler Quercus argentata 1 0.7
28 Waru Hibiscus alba 1 0.7
Non pohon
29 Semak belukar 2 1.3

JL1
NO JENIS VEGETASI NAMA LATIN ∑ JENIS BURUNG Ft (%)
Pohon
1 Bangris Koompassia exelsa 4 2.7
2 Bayur Pterospermum javanicum 2 1.3
3 Kenanga Cananga odorata 3 2.0
4 Losususungsakan Nauclea officinalis 1 0.7
5 Nangsang Macaranga sp 15 10.0
6 Malomonu 2 1.3
7 Nangka Artocarpus heterophylus 12 8.0
8 Pete Parkia sp 2 1.3
9 Rambutan Nephelium sp 4 2.7
10 Waru Hibiscus alba 3 2.0
11 Sungkai Peronema canescens 11 7.3
12 Tepus 1 0.7
Non pohon
13 Semak belukar 15 10.0
14 Pisang Musa sp 5 3.3
15 Ketela 6 4.0
JL2
NO JENIS VEGETASI NAMA LATIN ∑ JENIS BURUNG Ft (%)
Pohon
1 Durian Durio sp 2 1.3
2 Jambu Eugene sp 1 0.7
3 Nangsang Macaranga sp 2 1.3
4 Nangka Artocarpus heterophylus 2 1.3
5 Rambutan Nephelium sp 1 0.7
6 Saga Adenanthera sp 4 2.7
7 Walur 1 0.7
8 Waru Hibiscus alba 7 4.7
9 Sungkai Peronema canescens 8 5.3
Non pohon
10 Pisang Musa sp 6 4.0
11 Semak belukar 15 10.0
12 Ketela Manihot utilissima 3 2.0

SU1
NO JENIS VEGETASI NAMA LATIN ∑ JENIS BURUNG Ft (%)
Pohon
1 Benuang Octomeles sumatrana 1 0.7
2 Biwan 4 2.7
3 Delewe 1 0.7
4 Ara Ficus sp 1 0.7
5 Lendoyung Trema tomentosa 1 0.7
6 Lenganyut 1 0.7
7 Nangsang Macaranga sp 10 6.7
8 Marumpetak 1 0.7
9 Marunjala 1 0.7
10 Mayas Duabanga moluccana 9 6.0
11 Medang Actinodaphne glabra 4 2.7
12 Pohon to Anthocephalus chinensis 2 1.3
13 Semak belukar 12 8.0
14 Sungkai Peronema canescens 1 0.7
15 Temba 2 1.3
Non pohon
16 Pakis 1 0.7
17 Rotan 4 2.7
18 Bambu Bambusa sp 3 2.0
19 Tepus 2 1.3
20 Tumb. merambat 1 0.7
SU2
NO JENIS VEGETASI NAMA LATIN ∑ JENIS BURUNG Ft (%)
Pohon
Bangris Koompassia exelsa 1 0.7
Bekokal danum 8 5.3
Biwan 2 1.3
Duku 2 1.3
Ensipang 2 1.3
Ara Ficus sp 4 2.7
Lami 8 5.3
Lendoyung Trema tomentosa 5 3.3
Nangsang Macaranga sp 3 2.0
Mayas Duabanga moluccana 4 2.7
Nangka Artocarpus heterophylus 1 0.7
Pete Parkia sp 1 0.7
Rambutan Nephelium sp 2 1.3
Tarap 1 0.7
Non pohon
Semak belukar 8 5.3
Bambu Bambusa sp 4 2.7
Aren Arenga sp 1 0.7
Tepus 1 0.7
Tumb merambat 4 2.7

Keterangan :Ft = Persen penggunaan habitat (jumlah jenis yang menggunakan vegetasi dibagi total jenis burung
yang ditemukan)
Lampiran 12. Lokasi Pengamatan di Hutan Lindung Gunung Lumut Kalimantan Timur

130

Вам также может понравиться