Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Oleh :
Siti Norhasanah, S.Ked
FAB 117 016
Pembimbing :
dr. Tagor Sibarani
dr. Sutopo, Sp. RM
1
BAB I
PENDAHULUAN
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai jaringan otak/ parenkim otak oleh berbagai
macam mikroorganisme, misalnya viral, bakteri, fungi, protozoa dan metazoa. Peradangan
pada parenkim otak dan biasanya diasosiasikan dengan penyakit meningitis. Agen penyakit
menunjukkan gejala dan manifestasi yang berbeda, contohnya virus rabies menyebabkan
gejala infeksi dan manifestasi pada sistem saraf pusat yang berat sedangkan gejala sedikit
kurang pada infeksi yang disebabkan virus herpes simpleks atau varicella zooster.1
Luasnya daerah parenkim otak yang terkena infeksi dan Manfestasi yang muncul pada
penyakit Ensefalitis tidak hanya tergantung pada patogen penyebab infeksi, tetapi juga
kondisi pertahanan tubuh si host dan faktor lingkungan juga berperan penting. Beberapa agen
infeksi yang penting dan banyak menyebabkan ensefalitis adalah virus herpes simpleks 1
(HSV-1), virus varicella zoster (VZV), enterovirus, virus Epstein-Barr (EBV), Tickborne
(TBE), human herpesvirus 6 (HHV-6), virus rabies, West Nile Virus (WNV), dan virus HIV
Onset Ensefalitis terjadi secara akut, dan progresif, sehingga penderita ensefalitis,
yang pada awalnya sehat, tiba-tiba menjadi tidak sadar. Ditambah lagi, bahkan praktisi yang
berpengalaman sekalipun sering tidak yakin mengenai penyebab, terapi yang sesuai, maupun
Angka kematian untuk Ensefalitis sendiri masih tinggi, berkisar antara 35-50%.
Penderita yang hidup 20-40% mengalami komplikasi atau gejala sisa yang melibatkan sistem
saraf pusat yang dapat mengenai kecerdasan, motoris, psikiatrik, epilepsi, penglihatan atau
pendengaran. Pengobatan yang dilakukan selama ini bersifat nonspesifik dan empiris yang
bertujuan untuk mempertahankan kehidupan serta menopang setiap sistem organ yang
2
terserang.3 Insidensi ensefalitis masih belum dapat ditentukan secara pasti karena tidak
diberlakukannya standar pelaporan yang ketat. Di Amerika, beberapa ribu kasus ensefalitis
dilaporkan ke CDC tiap tahunnya. Pertahun ditemukan kasus 7.3/ 100.000dan pertahun lebih
dari 200.000 hari perawatan di RS, ada 1.400 kematian. Insidens tertinggi terjadi pada anak-
anak dibawah usia 1 thn. Menurut statistik dari 214 ensefalitis 54% (115 orang) dari
penderitanya ialah anak-anak. Virus paling sering ditemukan ialah virus herpes simpleks 31%
mental, iritabel, emosi tidak stabil, halusinasi bahkan epilepsi. Komplikasi yang terjadi tidak
dapat diketahui dengan pasti kapan akan bermanifestasi. Berdasarkan standar kompetensi
dokter Indonesia (SKDI) untuuk kasus ensefalitis adalah 3a yaitu mampu mendiagnosis dan
rujukan.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
Survey Primer
An, Y 7 bulan, P.
I. Vital Sign :
- Nadi : 203 kali/menit, regular
- Pernafasan : 80 x/menit
- Suhu : 42 °C
II. Airways : Bebas, tidak terdapat sumbatan.
III. Breathing : Spontan, 80 x/menit, pola abdominaltorakal, pergerakan dada simetris
kanan-kiri, tidak tampak ketertinggalan gerak.
IV. Circulation : Denyut nadi 203 x/menit, regular, kuat angkat, isi cukup CRT <2’’
V. Disability : GCS 6 (Eye 4, Verbal 1, Motorik 1), pupil isokor 3mm-3mm.
VI. Exposure : Tampak kejang
Evaluasi Masalah
Berdasarkan survey primer sistem triase, kasus ini merupakan kasus yang termasuk
dalam Emergency sign karena berdasarkan circulation, disability, dan exposure pasien
datang. Pasien diberi label Merah.
Tatalaksana Awal
Tatalaksana awal pada pasien ini adalah ditempatkan diruangan emergensi, pemberian
anti konvulsan dan pemberian antipiretik, oksigen mask 6 liter/menit, posisi head up 15o,
dilakukan pemasangan akses infus intravena.
Survey Sekunder
I. Identitas
Nama : An. Y
Usia : 7 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat Tumbang Talaken
Tanggal Masuk RS : 21/12/2017 pukul 05.40 wib
II. Anamnesis
4
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis (ibu pasien) di ruang IGD RSUD dr.Doris
Sylvanus Palangka Raya.
a. Keluhan Utama : Kejang
b. Keluhan Tambahan : Demam, dan mencret
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang ke IGD RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya dengan rujukan
dari Puskesmas Talaken dengan keluhan kejang (+) sejak pukul 24:00 wib rabu
malam ini. Kejang saat pasien sedang tidur diayunan. Kejang pada seluruh tubuh,
mata mendelik keatas. Kaki dan tangan menyentak. Kejang lebih dari 15 menit. Saat
kejang 1x dirumah pasien tidak sadar dan sesudah kejang pasien ketika dipanggil
menoleh, tapi tidak ada suara ataupun menangis. Kejang ke 2x saat dipuskesmas.
Kejang ke 3x, 4x dan ke 5x saat diperjalanan merujuk, mata pasien terbuka tapi
pasien saat dipanggil tidak menoleh dan tidak mengeluarkan suara sama sekali,
diperjalanan pasien ada diberi minum oralit dan tersedak.
Sebelumnya pasien ada mencret sejak selasa (19/12/2017), ganti popok sampai
≥ 20x/hari. Konsistensi : air lebih banyak, ampasnya sedikit, warna kuning. Pasien
masih belum dibawa ke faskes karena menurut ibu anaknya masih bisa minum dan
habis sampai ukuran 1 botol susu besar/jam.
Pasien juga ada demam (+) sejak rabu pagi, badan anak masih terasa hangat,
belum ada diberi obat penurun panas, tiba-tiba panas mulai tinggi saat rabu malam
(+), pasien ada riwayat terbentur kepala nya saat rabu malam sebelum diayunkan.
Foto thorax :
- Posisi Posterior-Anterior.
9
- Trakea berada ditengah
- Inspirasi cukup: >5 costae.
- Sudut costofrenicus: kanan kiri tajam
dan diafragma normal
- Corakan bronkovaskular normal
CT Scan
V. Diagnosis
VI. Penatalaksanaan
• O2 mask 6 liter/menit
• Elevasi kepala dan badan 15o
• Stesolid 5 mg per rectal
• Diazepam 2, mg (iv)
• Inj. PCT 80 mg (iv)
• Inj. Phenobarbital 60 mg (im)
10
• Pasang NGT dan DC
• IVFD RL loading 80 cc IVFD RL loading 80 cc
• Advis Sp.A:
• Inf RL 10 tpm
• Inj cefotaxim 3 x 300 mg/IV
• Inj gentamicin 2x20 amp/IV
• Inj MP 3 x 6,25 mg/IV
• Inj phenitoin 160 mg (IV) bolus pelan
• Inj.PCT 3x80 mg
• PO luminal 2x15 mg
• Rawat ICU
• KIE keluarga kondisi pasien
Advis dr.SpBS
• Terapi sesuai pediatri
Monitoring: Keadaan umum, Kesadaran GCS, vital sign (TD,DN, RR, dan t), kejang
dan observasi defisit neurologis dan observasi efek samping obat yang diberikan.
VII. Prognosis
Ad vitam : dubia
Ad sanationam : dubia
Ad fungsionam : dubia
11
BAB III
PEMBAHASAN
Telah dilakukan pemeriksaan pada seorang anak perempuan usia 7 bulan. Pada pasien
ini, diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang pasien ini mengalami penurunan kesadaran yang mungkin banyak
disebabkan beberapa factor penyebab seperti ensefalitis Ensefalitis + pneumonia aspirasi +
Trauma kapitis + GEA dehidrasi ringan-sedang + Status konvulsi.
Ensefalitis adalah penyakit disfungsi akut sistem saraf pusat, ditandai dengan terjadinya
infeksi dan inflamasi parenkim otak yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik maupun
histopatologik. Adapun disfungsi sistem saraf pusat tersebut menyebabkan terjadinya kejang
berulang, defisit neurologis fokal, dan penurunan kesadaran.2
Salah satu tantangan dalam mendiskusikan ensefalitis adalah membuat definisi praktis
mengenai Ensefalitis. Seseorang dikatakan mengidap ensefalitis, jika pada pemeriksaan
patologi ditemukan sel inflamasi mengilfiltrat sel-sel yang ada di otak, dan bukti tersebut
hanya bisa didapatkan dari pemeriksaan biopsi atau otopsi. Dalam praktiknya, jaringan otak
jarang bisa didapatkan sebelum kematian pasien, sehingga diagnosis ensefalitis hanya bisa
didapatkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiologik serta
laboratorium.2
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya bakteri,
parasit, jamur, spirokaeta dan virus. Ensefalitis dapat mengakibatkan salah satu dari dua
kondisi yang dapat mempengaruhi otak:
1. Ensefalitis primer terjadi bila virus atau agen menular lainnya secara langsung
menginfeksi otak. Infeksi dapat terkonsentrasi pada satu area atau meluas ke daerah lain.
Ensefalitis primer mungkin merupakan reaktivasi virus yang sudah tidak aktif (laten)
setelah sakit sebelumnya.
2. Sekunder (pasca-infeksi) ensefalitis adalah reaksi sistem kekebalan tubuh rusak dalam
menanggapi infeksi di tempat lain dalam tubuh. Ini mungkin terjadi ketika protein yang
seharusnya melawan infeksi penyakit tertentu malah keliru menyerang molekul di otak.
Ensefalitis sekunder sering terjadi dua sampai tiga minggu setelah infeksi awal. Jarang,
ensefalitis sekunder terjadi sebagai komplikasi dari vaksinasi terhadap infeksi virus.
Anamnesis yang cermat, tentang kemungkinan adanya infeksi akut atau kronis, keluhan,
kemungkinan adanya peningkatan tekanan intra kranial, adanya gejala, fokal
serebral/serebelar, adanya riwayat pemaparan selama 2-3 minggu terakhir terhadap penyakit
12
melalui kontak, pemaparan dengan nyamuk, riwayat bepergian ke daerah endemik dan lain-
lain. Pemeriksaan fisik/neurologik, perlu dikonfirmasikan dengan hasil anamnesis dan
sebaliknya anamnesis dapat diulang berdasarkan hasil pemeriksaan. Diagnosis pasti untuk
ensefalitis ialah berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi jaringan otak. Scara praktis
diagnostik dibuat berdasarkan manifestasi neurologik dan informasi epidemiologik.5
Secara umum gejala berupa trias ensefalitis :
1. Demam
2. Kejang
3. Kesadaran menurun
Bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi umum
dengan tanda-tanda meningkatnya tekanan intrakranial yaitu : nyeri kepala yang kronik dan
progresif, muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun. Pada pemeriksaan
mungkin terdapat edema papil. Tanda-tanda defisit neurologis tergantung pada lokasi dan
luasnya abses.2,7
Ensefalitis memiliki penyebab yang banyak sehingga sulit untuk mengeneralisasikan
tanda dan gejalanya. Manifestasi pertamanya adalah demam dan sakit kepala, diikuti dengan
perubahan status mental dan berkembangnya gejala neurologi fokal. Manifestasi yang terjadi
bisa memberi kesan bahwa encephalitis yang terjadi fokal atau difus. Contohnya, kebanyakan
aboviral enchepalitis melibatkan otak secara difus dengan demam yang lebih awal, muntah
dan koma. Sedangkan sebaliknya pada encephalitis HSV dimulai dengan hemiparesis, kejang
atau defek saraf kranial. Demam dan sakit kepala bisa ditemukan beberapa jam sampai
beberapa hari setelah itu.8 Tanda dan gejala pada encephalitis pada anak dan dewasa itu sama.
Pada bayi bisa terjadi susah diberi makan,rewel,muntah,pembengkakan fontanel dan kaku
tubuh. Gejala pada bayi merupakan suatu emergensi medis.9
Tanda dan gejala di atas bisa terjadi dua sampai tiga minggu dan bisa terdapar satu atau
beberapa gejala berikut:9
Demam
Kelelahan
Sakit tenggorokan
Kaku leher dan punggung
Sakit kepala
Muntah
Light-phobia
13
Pada kasus-kasus yang lebih berat mungkin terdapat tanda dan gejala sebagai
berikut:9
Kejang
Kelemahan otot
Paralisis
Hilang ingatan
Apatis
Riwayat anamnesis lengkap diperlukan, karena umumnya pasien sering datang dengan
penurunan kesadaran, disorientasi, delirium atau bahkan koma. Selain demam akut seperti
pada meningitis, pasien dengan ensefalitis umumnya mengalami konfusi/kebingungan,
kelainan perilaku, tingkat kesadaran yang berubah, terdapat tanda dan gejala kelainan
neurologis lainnya. Perubahan tingkat kesadaran dapat terjadi, mulai dari kelesuan yang
ringan sampai koma dalam. Pasien dengan ensefalitis mungkin memiliki halusinasi, agitasi,
perubahan kepribadian, gangguan perilaku, dan kadang-kadang terjadi keadaan psikotik.10
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan kimia darah ditemukan amilase serum sering meningkat pada parotitis,
fungsi hati abnormal dijumpai pada hepatitis virus dan mononucleosis infeksiosa, dan
pemeriksaan anti bodi-antigen spesifik untuk HSV, CMV, dan HIV. Elektrolit; dalam
batas normal, SIADH terjadi pada 25% pasien dengan ensefalitis St Louis.19
2. Pemeriksaan Neurologi
Encephalitis pada anak dini (young infant) sering menunjukkan gejala yang tidak khas
misalnya tidak aktif, sulit makan, iritable, rewel dan menangis dengan nada tinggi.19
3. Lumbal Punksi
Apabila tidak ada kontraindikasi, ditemukan cairan serebrospinal jernih dan tekanannya
dapat normal atau dapat meningkat dan pada fase dini dapat dijumpai peningkatan sel
PMN serta glukosa dan klorida normal.20
Pada encephalitis virus menunjukkan peningkatan protein, glukosa normal, pleiositosis
limfositer. Pada 5 – 15 % kasus HSV-1 encephalitis stadium awal tidak menunjukkan
pleiositosis.19
4. Elektroensefalografi (EEG)
EEG dilakukan apabila ada manifestasi kejang. Pada anak usia diatas 5 bulan yang
menderita HSV-1 encephalitis, sebanyak 80% menunjukkan perlambatan fokal atau
perlepasan gelombang epileptogenik berulang di lobus temporal. Perlambatan irama dasar
14
difus atau pelepasan gelombang epileptogenik multifokal sering ditemukan pada anak
dengan encephalitis virus dan nonvirus.19
5. Polymerase chain reaction (PCR)
Pemeriksaan PCR pada cairan serebrospinal biasanya positif lebih awal dibandingkan
titer antibodi. Pemeriksaan PCR mempunyai spesifisitas 100% dan sensitivitas 75-98%
dalam 25-45 jam pertama. Pemeriksaan PCR lebih cepat dapat dilakukan dan resikonya
lebih kecil.19
6. Radiologi
CT-scan merupakan salah satu modalitas pilihan pada kasus ensefalitis. Pada keadaan
awal, dapat tidak ditemukan kelainan intrakranial. Namun, pada proses lanjut dapat
ditemukan lesi yang hipodens dan terjadi penyangatan/enhancement post pemberian
kontras disertai edema yang hebat disekitarnya (perifokal edema) sehingga menimbulkan
efek massa intracranial. Dapat pula ditemukan perdarahan intrakranial. Lokasi tersering
adalah pada lobus frontalis dan temporalis baik unilateral maupun bilateral.21
MRI jauh lebih sensitif dalam mendeteksi perubahan parenkim otak, bahkan sejak
onset 24-48 jam pertama. Pada fase akut setelah pemberian kontras media selektif
peningkatan hipokampus dapat diamati, menunjukkan afinitas virus pada hipokampal,
parahipokampal dan korteks insular. Dalam hal perluasan infeksi, MRI dapat
menunjukkan lesi di pusat korteks atau korteks temporal anterior, insula dan inti grey
matter pada hemisfer serebral.
Semua pasien yang dicurigai sebagai ensefalitis harus dirawat di rumah sakit.
Penanganan ensefalitis biasanya tidak spesifik, tujuan dari penanganan tersebut adalah
mempertahankan fungsi organ, yaitu mengusahakan jalan nafas tetap terbuka, pemberian
makanan secara enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, koreksi
terhadap gangguan keseimbangan asam basa darah.
17
BAB V
PENUTUP
Telah dilaporkan sebuah kasus pada seorang anak perempuan 7 tahun yang masuk ke
IGD rumah sakit dengan keluhan utama kejang. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang dari pasien ini didiagnosis dengan penurunan kesadaran et causa
+ Status konvulsi.
darurat pada pasien ini adalah evaluasi cepat dan diagnosis, terapi umum (suportif) dan terapi
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Saharso, D., Hidayati, S. N., Infeksi Susunan Saraf Pusat. Dalam: Ismael, S.,
Soetomenggolo, T. Neurologi anak. Jakarta: IDAI. 2000
2. Lazoff, M., et al, Encephalitis. Medscape Refference. 2016. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/791896
3. Behrman,R., Kliegman, R., Arvin, A., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Nelson
(Nelson Textbook of Pediatrics) . 15th Edition. EGC.2007 ; p880-881
4. Roos L.Karen, Tyler L. Kenneth. Meningitis,Encephalitis, Brain Abses,and Empyema.
In: Kasper, Brounwald, Fauci, Hauser,Longo, Jameson, eds. Harrison’s Principal of
Internal Medicine. 16th ed. New York: Mc Graw Hill Companies; 2005. p.2480-83)
5. Basuki A, dkk. Encephalitis PadaAnak. In:KegawatdaruratanNeurologi.
Bandung:Bagian/UPF IlmuPenyakitSarafFakultasKedokteran UNPAD; 2009. p. 172-
173)
19