Вы находитесь на странице: 1из 39

BAB I

PENDAHULUAN

Saat ini penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak


dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah
menetapkan dekade lalu (2000-2010) menjadi dekade tulang dan persendian.
Masalah pada tulang yang mengakibatkan keparahan disabilitas adalah fraktur.
Fraktur merupakan kondisi terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
umumnya disebabkan trauma langsung maupun tidak langsung. Dengan makin
pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai jalan, jumlah
pemakai kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan, bertambahnya jaringan jalan
dan kecepatan kendaraan maka mayoritas terjadinya fraktur adalah kecelakaan
lalu lintas. Sementara trauma-trauma lain yang dapat menyebabkan fraktur adalah
jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja dan cedera olah raga.1
Fraktur adalah terputusnya hubungan/kontinuitas struktur tulang atau
tulang rawan bisa komplet atau inkomplet atau diskontinuitas tulang yang
disebabkan oleh gaya yang melebihi elastisitas tulang. Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari trauma, beberapa fraktur
sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan
fraktur yang patologis.2
Neglected fracture dengan atau tanpa dislokasi adalah fraktur
dengan atau tanpa dislokasi yang tidak ditangani atau ditangani tidak
semestinya, sehingga menghasilkan keadaan keterlambatan penanganan
atau kondisi lebih buruk, bahkan kecacatan. Pasien-pasien trauma patah
tulang di Indonesia kebanyakan masih memercayakan pengobatannya pada
pengobatan patah tulang tradisional, karena dianggap lebih terjangkau dalam
hal biaya dan jarak, dan menghindari tindakan bedah yang invasif. Pasien
sering datang ke dokter bedah tulang setelah gagal di pengobatan patah
tulang tradisional dengan keadaan patah tulang yang mengalami
komplikasi.3
Penanganan fraktur yang tidak tepat atau bahkan terabaikan tentu saja
akan memberikan progosis yang kurang baik bahkan kecatatan pada pasien
sehingga penting untuk diketahui lebih lanjut bagaimana fraktur, kejadian
neglected fracture dan bagaimana penanganan fraktur yang semestinya.
Berdasarkan SKDI 2012, kompetensi dokter umum dalam menangani fraktur
terbuka dan tertutup adalah 3B. Seorang dokter umum harus mampu untuk
mendiagnosis, menatalaksana awal, dan merujuk segera pasien dengan kondisi
tersebut. 4

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identifikasi Pasien


Nama : Sdr. KA
Jenis Kelamin : Laki laki
Tanggal Lahir : 25 Agustus 1997 (20 tahun)
Alamat : bukitmas
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Kawin
MRS : 27/07/2017
No. Rekam Medis : 262670

2.2 Anamnesis (Autoanamnesis pada tanggal 27/07/2017)


2.2.1 Keluhan utama
Sulit menggerakkan tangan kiri.

2.2.2 Riwayat perjalanan penyakit


1 tahun SMRS, pasien mengalami kecelakaan yaitu ditabrak mobil ketika
mengendarai sepeda motor sehingga pasien terjatuh dan tangan kiri membentur
benda keras. Cidera di bagian tubuh lain disangkal. Setelah kecelakaan, pasien
mengaku dalam keadaan sadar namun kondisi tangan kiri nyeri. Pasien langsung
dibawa ke rumah sakit petrokimia untuk ditindak lanjuti. Di rumah sakit,
dilakukan foto rontgen dan diketahui ada patah tulangpada tangan kir. Pasien
disarankan untuk operasi tetapi keluarga pasien menolak. Pasien hanya merawat
luka di rumah dan melakukan pengobatan ke dukun tulang di sangkal putung
untuk dipijat secara rutin selama 1 tahun ini dengan frekuensi 2 minggu sekali
hingga ± 1-2 bulan sekali.

3
Karena merasa tidak ada perbaikan dan pasien mengaku makin sulit
menggerakkan tangan kiri, pasien akhirnya berobat ke rs dan dilakukan operasi
ORIF pada tulang kering pada 28/07/2017.

2.2.3 Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit kronis, darah tinggi, kencing manis, alergi disangkal

2.2.4 Riwayat Kebiasaan


Kebiasaan merokok disangkal, olahraga sangat jarang

2.2.5 Riwayat pengobatan


Dukun patah di sangkalputung

2.2.6 Riwayat penyakit dalam keluarga


Disangkal

2.3 Pemeriksaan Fisik


2.3.1 Keadaan Umum
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Suhu : 36 oC
Pernapasan : 24 x/menit
2.3.2 Keadaan Spesifik
Kepala : normosefali
Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat
diameter3mm/3mm, isokor, Refleks cahaya (+/+).
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thorax :
Jantung

4
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : simetris, statis dinamis simetris dada kanan = dada kiri
Palpasi : stem fremitus kanan = stem fremitus kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : bunyi nafas vesikuler (+/+), wheezing (-), ronkhi (-)

Abdomen
Inspeksi : datar, simetris, massa (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani

2.3.3 Status Lokalis:


Regio antebrachii sinistra (27/07/ 2017)
- Look: Luka (-), kulit kemerahan (-), edema (+), pus (-), deformitas (+),
shortening (+) ± 2 cm
- Feel: Nyeri tekan (+) minimal, sensibilitas baik, pulsasi baik, CRT < 3
detik, akral hangat. Kekuatan otot= 4
- Move : ROM aktif dan pasif terbatas

2.4 Pemeriksaan Penunjang


2.4.1 Pemeriksaan laboratorium (27/07 2017)
Hemoglobin : 12,6 g/dl
RBC : 4,71 x 106/mm3
Leukosit : 16.900 / mm3
Hematokrit : 42 %
Trombosit : 616.000/µL

5
Diff Count : 0/4/71/21/4
GDS : 90 mg/dL
Natrium :143 mg/dl
Kalium :4,0 mEq
Albumin : 4.3 g/dL

2.4.2 Pemeriksaan Radiologis

Gambar Hasil Pemeriksaan Radiologis AP/Lateral antebrachii sinstra


Kesan : fraktur os radius ulna medial non union tertutup

6
Gambar. Hasil Pemeriksaan Radiologi AP/Lateral region antebrachii sinistra post ORIF

Kesan
- Tampak kedudukan tulang/plate di daaerah fraktur pada medial radius
dan ulna sinistra baik.
- Tampak terpasang 1 buah plate and 6screw pada ulna sinistra terpasang
baik
- Tampak terpasang 1 buah plate and 6screw pada radius sinistra
terpasang baik

2.5 Diagnosis Kerja


Preop : Neglected closed fraktur os radius ulna sinistra medial non union
tertutup

2.6 Penatalaksanaan
Edukatif

7
 Menginformasikan kepada pasien bahwa patah tulang pasien
tersebut tidak menyambung dengan benar dan terjadi sudah lama
 Menjelaskan kepada pasien prosedur tatalaksana dengan operasi
reduksi terbuka internal fiksasi (ORIF) yang akan dilakukan oleh
dokter spesialis orthopedi dan risiko kegagalan

Medikamentosa
Inj Ceftriaxon 1 g/hari
Inj Ketokolac 30 mg/ 8 jam

2.7 Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad Bonam

8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Antebrachii


3.1.1 Os ulna
Os ulna adalah tulang stabilisator pada lengan bawah, terletak medial dan
merupakan tulang yang lebih panjang dari dua tulang lengan bawah. Ulna adalah
tulang medial antebrachium. Ujung proksimal ulna besar dan disebut olecranon,
struktur ini membentuk tonjolan siku. Corpus ulna mengecil dari atas ke bawah.

3.1.2 Os radius
Os Radius terletak di lateral dan merupakan tulang yang lebih pendek dari
dari dua tulang di lengan bawah. Ujung proksimalnya meliputi caput pendek,
collum, dan tuberositas yang menghadap ke medial. Corpus radii, berbeda dengan
ulna, secara bertahap membesar saat ke distal. Ujung distal radius berbentuk sisi
empat ketika dipotong melintang. Processus styloideus radii lebih besar daripada
processus styloideus ulnae dan memanjang jauh ke distal. Hubungan tersebut
memiliki kepentingan klinis ketika ulna dan/atau radius mengalami fraktur

Gambar anatomi Tulang radius ulna6

9
3.1.3 Sistem Otot
Tabel 2.1 Sistem otot lengan bawah
Fungsi Otot Origo Insersio Nerve Action
Flexors m. biceps Caput Bagian Musculocut Flexi
brachii longum: posterior aneus (C5, shoulder
tuberositas tuberositas C6) dan
supraglenoida radius elbow,
lis supinasi
Caput brevis: forearm
processus
coracoideus
m. Setengah Processus Musculocut Flexi
brachialis bawah coronoideus aneus (C5, elbow
permukaan dan C6), radial
depan dari tuberositas nerve (C7)
humerus, ulna
intermuscular
septum
m. Di atas 2/3 Sisi lateral Radial Flexi
brachiora lateral dari radius nerve (C5, elbow
dialis supracondylus di atas C6)
humerus, processus
lateral styloideus
intermuscular
septum
m. Caput Pertengahan Median Pronasi
pronator humerus: dari nerve (C6, forearm,
teres epicondylus permukaan C7) flexi
medialis lateral elbow
humeri radius
Caput
ulnaris:
processus
coronoideus
Extensors m. triceps Long head: Permukaan Radial Extensi
brachii infraglenoid Atas nerve (C6- elbow
tubercle olecranon C8) dan
scapula shoulder
m. Permukaan Permukaan Radial nerve Extensi
anconeus belakang lateral (C6- elbow
epicondylus olecranon, C8)
lateral sepermpat
humerus atas
permukaan
belakang

10
Ulna

Pronators m. Caput Pertengahan Median nerve Pronasi


pronator humerus: dari (C6, forearm,
teres epicondylus permukaan C7) flexi
medialis lateral radius elbow
humeri Caput
ulnaris:
processus
coronoideus
m. Bagian bawah Bagian Median nerve Pronasi
pronator dari bawah (C7, forearm
quadratus permukaan dari C8)
depan ulna permukaan
depan
radius
Supinators m. Epycondylus Facies Posterior Supinasi
supinator lateralis anterior radii interosseous forearm
humeri, (proximal nerve (C6,
lig dan distal C7)
colaterale dari
radiale dan tuberositas
anulare radii, radii)
crista musculi
supinatori ulna
m. biceps Caput longum: Bagian Musculocut Flexi
brachii tuberositas posterior aneus (C5, shoulder
supraglenoida tuberositas C6) dan
lis radius elbow,
Caput brevis: supinasi
processus forearm
coracoideus

11
Gambar Otot lengan tampak
anterior

12
Gambar Otot lengan tampak posterior

3.2 Fraktur radius ulna


3.2.1 Definisi Fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang, sering diikuti oleh


kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh
darah, otot dan persarafan. Definisi fraktur 1/3 tengah femur adalah terputusnya
kontinuitas tulang pada area di antara corpus femoris.3

3.2.2 Etiologi Fraktur

13
- Trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan otot yang tiba-tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan,
pemuntiran, atau penarikan. Bila terkena kekuatan langsung, tulang dapat
patah pada tempat yang terkena; jaringan lunak juga pasti rusak. Bila
terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami fraktur pada
tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu; kerusakan
jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada.8
- Kompresi
Retak dapat terjadi pada tulang, sama halnya seperti pada logam dan
benda lain, akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering
ditemukan pada tibia atau fibula atau metatarsal, terutama pada atlet,
penari, dan calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh.8
- Patologik
Fraktur dapat terjadi karena tekanan yang normal apabila tulang itu lemah
(misalnya oleh tumor) atau apabila tulang itu sangat rapuh (misalnya pada
penyakit paget).8

3.2.3 Proses Terjadinya Fraktur


Proses terjadinya fraktur tergantung pada keadaan fisik tulang dan
keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah. Tulang kortikal
mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan
memuntir.Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan
tekanan terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan2
Trauma dapat bersifat:
- Trauma langsung  menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan
terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi bersifat
komunitif dan jaringan lunak ikut rusak.

14
- Trauma tidak langsung  apabila trauma dihantarkan ke daerah yang
lebih jauh dari daerah fraktur dan biasanya jaringan lunak tetap utuh
(Gambar 6)

Gambar 14. Mekanisme Injuri Fraktur8

3.2.4 Klasifikasi
Ada beberapa metode pengklasifikasian fraktur menurut berbagai literatur,
beberapa diantaranya:

Klasifikasi Etiologis.
Klasifikasi ini membagi fraktur berdasarkan penyebab berupa rumatik,
kompresi dan patologik.

Klasifikasi Klinis.
Klasifikasi ini membagi fraktur menjadi dua yaitu terbuka dan tertutup.
Fraktur tertutup yaitu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia
luar dan, terbuka dimana fraktur memiliki hubungan dengan dunia luar.
Menurut Gustillo dan Anderson (1976), mereka membagi fraktur terbuka
menjadi 3 tipe yaitu :

15
TIPE BATASAN
I Luka bersih dengan panjang luka < 1 cm
II Panjang luka >1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang berat
III Kerusakan jaringan lunak yang berat dan luas, fraktur segmental terbuka,
trauma amputasi, luka tembak dengan kecepatan tinggi, fraktur terbuka di
pertanian, fraktur yang perlu repair vaskular dan fraktur yang lebih dari 8
jam setelah kejadian.

Klasifikasi radiologik
Berdasarkan lokalisasi. :
a.Fr. diafisial
b.Fr. metafisis
c.Dislokasi dan fraktur
d. Fr. intra artikular

Gambar 15. Fraktur menurut lokalisasi9


Berdasarkan konfigurasi.
a. Fr. Transversal
b. Fr. Oblik
c. Fr. Spiral
d. Fr. Kupu-kupu
e. Fr. Kominutif
f. Fr. Segmental
g. Fr. Depresi

16
Gambar 16. Fraktur berdasarkan konfigurasi9

Berdasarkan alignment
Undisplaced (tidak bergeser)
Dislaced (bergeser)
a. bersampingan
b. angulasi
c. rotasi
d. distraksi
e. overriding
f. impaksi

Gambar 17. Fraktur tulang menurut alignment9

17
3.2.5 Penyembuhan Fraktur
Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai
usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan – kerusakan yang dialaminya.
Penyembuhan dari fraktur dipengaruhi oleh beberapa faktor lokal dan faktor
sistemik, adapun faktor lokal:10
1. Lokasi fraktur
2. Jenis tulang yang mengalami fraktur
3. Reposisi anatomis dan immobilasi yang stabil
4. Adanya kontak antar fragmen
5. Ada tidaknya infeksi
6. Tingkatan dari fraktur

Adapun faktor sistemik adalah :

1. Keadaan umum pasien


2. Umur
3. Malnutrisi
4. Penyakit sistemik.

Proses penyembuhan fraktur terdiri dari beberapa fase, sebagai berikut:10

1. Fase Reaktif
a. Fase hematom dan inflamasi
b. Pembentukan jaringan granulasi
2. Fase Reparatif
a. Fase pembentukan callus
b. Pembentukan tulang lamellar
3. Fase Remodelling
a. Remodelling ke bentuk tulang semula

18
Gambar 18. Gambar Proses Penyembuhan Fraktur 8

Dalam istilah-istilah histologi klasik, penyembuhan fraktur telah dibagi atas


penyembuhan fraktur primer dan fraktur sekunder.11

1. Proses penyembuhan fraktur primer


Penyembuhan cara ini terjadi internal remodelling yang meliputi
upaya langsung oleh korteks untuk membangun kembali dirinya ketika
kontinuitas terganggu. Agar fraktur menjadi menyatu, tulang pada salah
satu sisi korteks harus menyatu dengan tulang pada sisi lainnya (kontak
langsung) untuk membangun kontinuitas mekanis.
Tidak ada hubungan dengan pembentukan kalus. Terjadi internal
remodelling dari haversian system dan penyatuan tepi fragmen fraktur
dari tulang yang patah

2. Proses penyembuhan fraktur sekunder


Penyembuhan sekunder meliputi respon dalam periostium dan
jaringan-jaringan lunak eksternal. Proses penyembuhan fraktur ini secara
garis besar dibedakan atas 5 fase, yakni fase hematom (inflamasi), fase
proliferasi, fase kalus, osifikasi dan remodelling.

Penyembuhan sekunder meliputi respon dalam periostium dan


jaringan-jaringan lunak eksternal. Proses penyembuhan fraktur ini secara

19
garis besar dibedakan atas 5 fase, yakni fase hematom (inflamasi), fase
proliferasi, fase kalus, osifikasi dan remodelling.10
a. Fase Inflamasi
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan
berkurangnya pembengkakan dan nyeri.10

b. Fase proliferasi
Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi,
terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk
jaringan untuk revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan osteoblast.10

c. Fase Pembentukan Kalus


Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi
mulai terbentuk jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang
mulai tumbuh atau umumnya disebut sebagai jaringan tulang
rawan.10

d. Stadium Konsolidasi

20
Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus
menerus, tulang yang immature (woven bone) diubah menjadi
mature (lamellar bone).10

e. Stadium Remodelling.
Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat
dengan bentuk yang berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun terjadi proses pembentukan
dan penyerapan tulang yang terus menerus lamella yang tebal akan
terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi.10

3.2.6 Diagnosis
Anamnesis
Penderita datang dengan traumatik fraktur, baik yang hebat
maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk
menggunakan anggota gerak. Fraktur tidak selalu terjadi di daerah
trauma dan mungkin terjadi pada daerah lain. Trauma dapat terjadi
karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, jatuh di kamar
mandi pada orang tua, trauma olahraga, dal lainnya. Biasanya
penderita datang dengan keluhan nyeri, deformitas (angulasi, rotasi,
diskrepansi), pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak,
deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau gejala lainnya. Mekanisme
terjadinya trauma juga patut ditanyakan untuk mengetahui proses
terjadinya fraktur

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan awal, diperhatikan apakah adanya tanda-tanda :
1. Syok, anemia atau perdarahan

21
2. Kerusakan pada organ lain
3. Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis

Pemeriksaan Lokal/Pemeriksaan Orthopedi


1. Inspeksi (Look)
- Kulit, meliputi warna kulit dan tekstur kulit
- Jaringan lunak, yaitu pembuluh darah, saraf, otot, tendo, ligament,
jaringan lemak, fasia, kelenjar limfe
- Tulang dan sendi
- Sinus dan jaringan parut. Apakah sinus berasal dari permukaan saja,
dari dalam tulang atau dalam sendi.
- Bandingkan dengan bagian yang sehat
- Perhatikan posisi anggota gerak
- Keadaan umum penderita

- Ekspresi wajah karena nyeri


- Lidah kering atau basah
- Tanda anemia karena perdarahan
- Luka pada kulit dan jaringan lunak (membedakan fraktur terbuka
dan tertutup)
- Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai hari
- Deformitas berupa angulasi, rotasi, kependekan
- Survey pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ lain
- Kondisi mental penderita
- Keadaan vaskularisasi

2. Palpasi (Feel)
- Temperatur setempat
- Nyeri tekan, yang bersifat superficial biasanya disebabkan oleh
kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
- Krepitasi

22
- Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
radialis, a. dorsalis pedis, a. tibialis posterior (sesuai dengan angota
gerak yang terkena
- Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal
daerah trauma, temperatur kulit
- Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui
adanya perbedaan panjang tungkai
- Jaringan lunak, untuk menilai spasme otot, atrofi otot
- Pengukuran panjang anggota gerak terutama anggota gerrak bawah
dimana adanya perbedaan panjang ekstremitas

3. Pergerakan (Move)
Penderita diajak untuk menggerakan secara aktif dan pasif sendi
proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Evaluasi
gerakan sendi secara aktif dan pasif, stabilitas sendi, dan pemeriksaan
ROM (Range of Movement).

4. Pemeriksaan Neurologis
Berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta gradasi
kelainan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau
neurotmesis

Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:
- Dua posisi proyeksi, yaitu antero-posterior dan lateral. Jika
keadaan pasien tidak mengizinkan, dibuat dua proyeksi yang
tegak lurus satu sama lain. Ada kalanya perlu proyeksi khusus,
misalnya proyeksi aksial, bila ada fraktur pada femur proksimal
atau humerus proksimal.

23
- Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas
dan di bawah sendi yang mengalami fraktur
- Dua anggota gerak
- Dua trauma, pada trauma hebat sering menyebabkan fraktur pada
dua daerah tulang
- Dua kali dilakukan foto
Pemeriksaan radiologis selanjutnya adalah untuk kontrol:
a. Segera setelah reposisi untuk menilai kedudukan fragmen. Bila
dilakukan reposisi terbuka perlu diperhatikan kedudukan pen
intrameduler (terkadang pen menembus tulang), plate dan screw
(terkadang screw lepas)
b. Pemeriksaan periodik untuk menilai penyembuhan fraktur
- Pembentukan kalus
- Konsolidasi
- Remodeling
- Adanya komplikasi: osteomielitis, nekrosis avaskuler,
nonunion, delayed union, malunion, atrofi Sudeck
Pemeriksaan radiologis lainnya:
1. Tomografi, misalnya pada fraktur vertebra atau kondilus tibia
2. CT-scan
3. MRI
4. Radioisotop scanning

3.2.7 Prinsip dan Metode Pengobatan Fraktur


Secara umum, terdapat 4 prinsip umum pengobatan fraktur, yaitu:1
a. Recognition (mengenali)
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur
dengan anamnesis, pemeriksan klinis dan radiologis. Pada awal
pengobatan perlu diperhatikan :
- Kerusakan pada tulang dan jaringan lunak

24
- Mekanisme trauma (tumpul atau tajam, langsung atau tidak
langsung)
- Lokalisasi fraktur
- Bentuk fraktur
- Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
- Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan
b. Reduction (mengembalikan)
Reduksi berarti mengembalikan jaringan atau fragmen ke posisi
semula (reposisi). Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk
mendapatkan posisi yang dapat diterima.
- Alignment yang sempurna
- Aposisi yang sempurna

c. Retention/Retaining
Tindakan mempertahankan hasil reposisi dengan fiksasi (imobilisasi
fraktur). Hal ini akan menghilangkan spasme otot pada ekstremitas
yang sakit sehingga terasa lebih nyaman dan sembuh lebih cepat.
d. Rehabilitation
Mengembalikan aktivitas fungsional dari anggota yang sakit agar dapat
berfungsi semaksimal mungkin.

Metode pengobatan fraktur tertutup antara lain:


1. Konservatif
a. Proteksi untuk mencegah trauma lebih lanjut, misalnya dengan
cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau
tongkat pada anggota gerak bawah.
b. Imobilisasi dengan bidai eksterna (tanpa reduksi), biasanya
menggunakan plaster of Paris (gips) atau dengan bidai dari
plastik dan metal, diindikasikan untuk fraktur yang perlu
dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan.

25
c. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna,
menggunakan gips, diindikasikan sebagai bidai pada fraktur
untuk pertolongan pertama, untuk imobilisasi sebagai pengobatan
definitif pada fraktur, imobilisasi untuk mencegah fraktur
patologis, sebagai alat bantu tambahan pada fiksasi interna yang
kurang kuat.
d. Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan
imobilisasi, dengan cara traksi kulit dan tulang.
e. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi dengan
menggunakan alat-alat mekanik, seperti bidai Thomas, bidai
Brown Bohler, bidai Thomas dengan Pearson knee flexion
attachment. Tindakan ini untuk reduksi bertahap dan imobilisasi.

Indikasi:
- Bila tidak memungkinkan untuk dilakukan reduksi tertutup
dengan manipulasi dan imobilisasi serta mencegah tindakan
operatif.
- Bila terdapat otot yang kuat mengelilingi fraktur pada tulang
tungkai bawah yang menarik fragmen dan menyebabkan
angulasi, over-riding, dan rotasi yang dapat menimbulkan
malunion, nonunion, delayed union.
- Fraktur yang tidak stabil, oblik, spiral, kominutif pada tulang
panjang.
- Fraktur dengan pembengkakan yang sangat hebat disertai
dengan pergeseran yang hebat serta tidak stabil.
- Fraktur Colles atau fraktur pada orang tua dimana reduksi
tertutup dan imobilisasi eksterna tidak memungkinkan.

Terdapat 4 metode traksi kontinu yang digunakan, yaitu:


1. Traksi kulit

26
Traksi dengan menggunakan leukoplas yang melekat pada
kulit disertai dengan pemakaian bidai Thomas atau bidai
Brown Bohler.

2. Traksi menetap
Traksi menggunakan leukoplas yang melekat pada bidai
Thomas atau bidai Brown Bohler yang difiksasi pada salah
satu bagian dari bidai Thomas, dilakukan pada fraktur femur
yang tidak bergeser.

3. Traksi tulang
Traksi menggunakan kawat Kirschner (K-wire) dan pin
Steinmann yang dimasukkan ke dalam tulang dan dilakukan
traksi dengan menggunakan berat beban dengan bantuan
bidai Thomas dan bidai Brown Bohler. Tempat untuk
memasukkan pin, yaitu pada bagian proksimal tibia di bawah
tuberositas tibia, bagian distal tibia, trokanter mayor, bagian
distal femur pada kondilus femur, kalkaneus (jarang
dilakukan), prosesus olekranon, bagian distal metakarpal dan
tengkorak.

4. Traksi berimbang dan traksi sliding


Traksi yang digunakan pada fraktur femur, menggunakan
traksi skeletal dengan beberapa katrol dan bantalan khusus,
biasanya digunakan bidai Thomas dan Pearson attachment.

Komplikasi dari traksi kontinu, yaitu:


- Penyakit tromboemboli
- Infeksi kulit superfisial dan reaksi alergi
- Leukoplas yang mengalami robekan sehingga fraktur
mengalami pergeseran

27
- Infeksi tulang akibat pemasangan pin
- Terjadi distraksi di antara kedua fragmen fraktur
- Dekubitus pada daerah tekanan bidai Thomas, misalnya pada
tuberositas isiadikus

Gambar 19. Jenis Traksi1


2. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna atau fiksasi perkutaneus
dengan K-wire
K-wire perkutaneus dapat dimasukkan untuk mempertahankan reduksi
setelah dilakukan reduksi tertutup pada fraktur yang tidak stabil. Dapat
dilakukan pada fraktur leher femur dan pertrokanter dengan
memasukkan batang metal, serta pada fraktur batang femur dengan
teknik tertutup dan hanya membuat lubang kecil pada daerah
proksimal femur. Teknik ini memerlukan bantuan alat rontgen image
intensifier (C-arm).
3. Reduksi terbuka dan fiksasi interna atau fiksasi eksterna tulang
Tindakan operasi harus diputuskan dengan cermat dan cepat (dalam
satu minggu) dalam ruangan yang aseptik. Alat-alat yang digunakan
dalam operasi yaitu kawat bedah, kawat Kirschner, screw, screw dan
plate, pin Kuntscher intrameduler, pin Rush, pin Steinmann, pin
Trephine (pin Smith Peterson), plate dan screw Smith Peterson, pin
plate teleskopik, pin Jewett dan protesis.

28
Selain alat-alat metal, tulang yang mati ataupun hidup dapat pula
digunakan berupa bone graft baik autograft/allograft, untuk mengisi
defek tulang atau pada fraktur yang nonunion. Operasi dilakukan
dengan cara membuka daerah fraktur dan fragmen direduksi secara
akurat dengan penglihatan langsung. Saat ini, teknik operasi yang
dikembangkan oleh grup ASIF (metode AO) yang dilakukan di Swiss
dengan menggunakan peralatan yang secara biomekanik telah diteliti.
Prinsip operasi teknik AO berupa reduksi akurat, reduksi rigid,
mobilisasi dini yang akan memberikan hasil fungsional yang
maksimal.

a. Reduksi terbuka dengan fiksasi interna


Indikasi:
- Fraktur intraartikuler
- Reduksi tertutup yang gagal
- Terdapat interposisi jaringan di antara kedua fragmen
- Jika diperlukan fiksasi rigid
- Fraktur dislokasi yang tidak dapat direduksi secara baik dengan
reduksi tertutup
- Fraktur terbuka
- Terdapat kontraindikasi pada imobilisasi eksterna sehingga
diperlukan mobilisasi yang cepat
- Eksisi fragmen yang kecil
- Eksisi fragmen tulang yang kemungkinan mengalami nekrosis
avaskuler
- Fraktur avulsi
- Fraktur epifisis tertentu pada grade III dan IV pada anak
- Fraktur multiple
- Untuk mempermudah perawatan penderita

29
Gambar 20. Intenal Fiksasi12

b. Reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna


Indikasi:
- Fraktur terbuka grade II dan III
- Fraktur terbuka disertai hilangnya jaringan atau tulang yang hebat
- Fraktur dengan infeksi atau infeksi pseudoartrosis
- Fraktur yang miskin jaringan ikat
- Fraktur tungkai bawah penderita DM

Komplikasi:
- Infeksi (osteomielitis)
- Kerusakan pembuluh darah dan saraf
- Kekakuan sendi bagian proksimal dan distal
- Kerusakan periosteum yang hebat sehingga terjadi delayed union
atau nonunion
- Emboli lemak

3.2.8 Komplikasi Fraktur


1. Komplikasi segera
- Kulit dan otot: berbagai vulnus, kontusio, avulsi

30
- Vaskular: terputus, kontusio, perdarahan
- Organ dalam: jantung, paru-paru, hepar, limpa, buli-buli
- Neurologis, otak, medulla spinalis, kerusakan saraf perifer
- Trauma multipel, syok

2. Komplikasi dini
- Nekrosis kulit-otot, sindrom kompartemen, trombosis, infeksi
sendi, osteomyelitis
- ARDS, emboli paru, tetanus

3. Komplikasi lama
- Tulang: malunion, nonunion, delayed union, osteomielitis,
gangguan pertumbuhan, patah tulang rekuren.
1) Penyembuhan fraktur yang abnormal
Penyembuhan fraktur abnormal yang dapat terjadi seperti:
a) Malunion
Penyatuan tulang tidak terjadi pada waktunya fraktur menyatu
dalam posisi yang abnormal yang menunjukan adanya
deformitas.
b) Delayed union
Proses penyembuhan tulang tidak sesuai waktu penyembuhan
Waktu penyembuhan Fraktur femur:
- Intrakapsular waktu penyembuhanya:24 minggu
- Intratrokhanterik waktu penyembuhanya:10-12 minggu
- Batang waktu penyembuhanya:18 minggu
- Suprakondiler waktu penyembuhanya:12-15 minggu
c) Non union
Kegagalan penyatuan fragmen fraktur sepenuhnya. Setelah
periode penyatuan yang jauh lebih lama daripada periode
normal. Ada 2 tipe :
- Fibrous non union

31
Hanya terjadi penyatuan jaringan fibrosa. Masih dimungkinkan
adanya potensi penyatuan tulang jika diimobilisasi secara rigid
dalam waktu yang cukup dan penghambat penyembuhan fraktur
seperti infeski diberantas. Jika pada pemeriksaan radiologis
didapatkan ujung tulangyang sklerosis, ahli bedah harus
mengindkusi penyatuan dengan cangkok tulang autogen
-Psedu arthrosis
Gerkana terus-menerus pada fragmen fraktur merangsang
pembentukan sendi palsu (pseudo arthrosis ) yang komplit
dengan kapsul yang menyerupai kapsul synovial ( rongga
lengkap dengan cairannya ). Non union yang terjadi tidak dapat
disatukan bahkan dengan imobilisasi yang lama sehingga
dibutuhkan cangkok tulang. Cangkok tulang konselus autogen
lebih efektif daripada cangkok kortex luas.
Penyebab :
 Distraksi dan pemisahan fragmen
 Interposisi jaringan lunak diantara fragmen-fragmen
 Terlalu banyak gerakkan pada garis fraktur
 Persendian darah lokal buruk
Gejala klinis :
Biasanya terdapat riwayat cedera, diikuti dengan
ketidakmampuan menggunakan tungkai yang mengalami
cedera. Nyeri, memar dan pembengkakkan adalah gejala yang
sering ditemukan, tetapi gejala itu tidak membedakan fraktur
dari cedera jaringan lunak. Deformitas jauh lebih mendukung.

2) Gangguan pertumbuhan oleh karena adanya trauma pada


lempeng epifisis.
Gangguan lempeng epifisis karena trauma dapat mengenai
sebagian lempeng epifisis dengan akibat pertumbuhan yang lebih

32
pada satu sisi dibanding dengan sisi lain berupa deformitas valgus
atau varus pada sendi yang terkena.

3) Atrofi sudeck
Komplikasi ini biasanya ditemukan akibat kegagalan penderita
untuk mengembalikan fungsi normal tangan atau kaki setelah
penyembuhan trauma.
- Sendi: ankilosis, penyakit degeneratif sendi pascatrauma
- Miositis osifikan
- Distrofi refleks
- Kerusakan saraf
- Ulkus dekubitus akibat tirah baring lama

Komplikasi Sistemik
- Batu ginjal (akibat imobilisasi lama di tempat tidur dan
hiperkalsemia)
- Neurosis pasca trauma
3.3 Neglected Fracture
Neglected fracture dengan atau tanpa dislokasi adalah suatu fraktur dengan
atau tanpa dislokasi yang ditangani dengan tidak semestinya sehingga
menghasilkan keadaan keterlambatan dalam penanganan, atau kondisi yang lebih
buruk dan bahkan kecacatan. Menurut Prof dr. Subroto Sapardan, dalam
penelitiannya di RSCM dan RS Fatmawati Jakarta, Neglected fracture adalah
penanganan patah tulang pada extremitas (anggota gerak) yang salah oleh bone
setter (dukun patah), yang masih sering dijumpai di masyarakat Indonesia. Pada
umumnya neglected fracture terjadi pada yang berpendidikan dan berstatus sosio-
ekonomi yang rendah.

3.3.1 Non-Union
Pada non-union, fraktur tidak menyatu tanpa intervensi. Pergerakan dapat
terjadi pada sisi yang patah dan nyeri berkurang; celah fraktur menjadi

33
pseudoartrosis. Gambaran x-ray jelas terlihat, salah satu sisi tulang dapat
menunjukkan pertumbuhan banyak kalus atau artrofi. Non-union terbagi menjadi
jenis artrofi dan hipertrofi. Pada hipertrofi ujung tulang melebar, menunjukkan
osteogenesis yang masih aktif, tidak mampu menjembatani celah antar tulang
yang patah. Ujung tulang tersebut meruncing atau membulat tanpa adanya
pembentukan tulang yang baru.

Gambar 21 Tipe Nonunion


http://image.bone-fractures-nonunion-diagnosis-and-management-at-college-hospital-dhaka-
bangladesh-a.

a. Tata laksana Konservatif


Non-union kadang tanpa gejala, tanpa perlu penanganan atau pada sebagian
besar kasus melepaskan belat. Meskipun gejala muncul, tindakan operasi bukan
satu-satunya jawaban; dengan non-union hipertrofik, fungsi penguatan dapat
menginduksi penyatuan tulang tersebut, tetapi splintage perlu diperpanjang.
Pulsasi elekromagnetik dan low-frequency dapat digunakan untuk menstimulasi
penyatuan tulang.
b. Tindakan Operatif
Hipertrofik non-union dan deformitas, fiksasi yang sangat kaku (internal
atau eksternal) dapat membantu penyatuan. Pada atrofik non-union, fiksasi saja
tidak cukup. Jaringan fibrin pada celah fraktur, sangat keras, ujung tulang yang
sklerotik dieksisi dan bone grafts diisi di sekitar fraktur. Jika ’die-back’, hal ini
akan membutuhkan eksisi yang lebih luas dan penggunaan tehnik Ilizarov.

34
3.3.2 Mal-union
Malunion terjadi bila pada fraktur fragmen sendi pada posisi seperti angulasi,
rotasi atau pemendekan yang tidak semestinya. Penyebabnya yakni gagalnya
reduksi dari fraktur yang adekuat, gagalnya reduksi pada proses penyembuhan,
atau kolaps secara gradual dari tulang yang comminuted atau osteoporotic.
a. Gambaran Klinis
Deformitas biasanya jelas terlihat, namun kadang malunion yang luas hanya
terlihat pada x-ray. Deformitas rotasi pada femur dapat tidak terlihat kecuali bila
dibandingkan dengan sisi yang sehat. X-ray cukup berguna untuk memeriksa
posisi fraktur yang menyatu. Terutama pada 3 minggu pertama, bila situasi dapat
berubah tanpa peringatan. Pada tahap ini kadang sulit untuk memutuskan adanya
malunion.
b. Tatalaksana Malunion
Malunion baru dapat ditangani sebelum fraktur benar-benar menyatu,
keputusan diperlukannya re-manipulasi atau koreksi mungkin sangat sulit.
Beberapa pedoman yang ada yakni:
1) Pada orang dewasa fraktur harus direduksi mendekati posisi anatomis jika
memungkinkan. Angulasi lebih dari 10-150 pada tulang panjang atau
deformitas rotasi yang jelas terlihat mungkin perlu dikoreksi melalui re-
manipulasi, atau melalui osteotomi dan fiksasi.
2) Pada anak-anak, deformitas angulasi di sekat ujung tulang (dan khususnya jika
deformitas pada bidang yang sama dimana pergerakan pada sendi yang
berdekkatan) biasanya akan remodeling seiring berjalannya waktu; deformitas
rotasi tidak akan terjadi.
3) Pada ekstremitas bawah, pemendekan lebih dari 2,0 cm jarang dapat diterima
pada pasien dan prosedur penyaman panjang ekstremitas diindikasikan.
4) Ekspektasi pasien (lebih kea rah kosmetik) berbeda dari ahli bedah.
5) Diskusi dengan pasien melalui hasil x-ray dapat membantu dalam
memutuskan penanganan dan pencegahan.

35
6) Sangat sedikit yang tahu mengenai efek jangka panjang dari deformitas
angulasi pada fungsi sendi. Walaupun demikian, ini terlihat sama dimana
malalignment lebih dari 150 pada bidang yang sama menyebabkan asimetrik
dari sendi di atas atau di bawah dan perkembangan yang lambat osteoarthritis
sekunder; ini terjadi terutama pada large weightbearing joint.

Gambar 22. Penanganan dengan internal fiksasi pada malunion12

36
BAB IV
ANALISIS KASUS

Seorang laki laki berusia 19 tahun datang dengan keluhan sulit


menggerakkan tangan kiri. Pasien mengaku mengalami kesulitan menggerakkan
tangga sejak mengalami kecelakaan motor yang ditabrak mobil 1 tahun yang lalu..
Kecelakaan tersebut menyebabkan pasien mengalami fraktur osradius dan
os ulna. Ketika terjatuh karena kecelakaan, pasien mengaku tetap dalam keadaan
sadar dan meminta pertolongan. Cedera dan keluhan di bagian tubuh lain
disangkal. Kemudian pasien dirujuk untuk operasi sebagai tatalaksana lebih lanjut
fraktur. Pasien menolak dan lebih memilih untuk merawat sendiri luka di dukun
patah sangkal putung. Selama 1 tahun ini pasien hanya melakukan terapi dengan
dukun tulang secara rutin.
Karena sudah 1 tahun pasien tidak mengalami perbaikan dan belum bisa
menggerakkan tanggan kiri, pasien akhirnya pergi ke rs petrokimia dan setuju
untuk dilakukan operasi ORIF.
Dari pemeriksaan fisik pada inspeksi terdapat pemendekan pada tanggan
kiri. Pada palpasi terdapat nyeri pada tanggan kiri dan tidak terdapat gangguan
pada sistem saraf dan pembuluh darah. Pada pemeriksaan ROM didapatkan
pergerakan aktif dan pasif yang terbatas. Pemeriksaan foto rontgen mendapati
kesan closed fraktur os radius ulna sinistra ununion.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
penderita mengalami fraktur akibat trauma sejak 1 tahun yang lalu dan tidak
ditatalaksana dengan baik, sehingga diagnosis pada pasien yaitu neglected closed
fraktur radius ulna sinistraa medial.
Berdasarkan prinsip penanganan fraktur, tindakan pertama yang dilakukan
adalah recognition atau mengidentifikasi fraktur yang dialami penderita dan
mengurangi rasa nyeri dengan pemberian NSAID Ketorolac. Kedua adalah
reduction/reposisi dan sekaligus retaining, dimana dilakukan refrakturisasi,
ditraksi dan dipertahankan dengan ORIF. Terakhir adalah rehabilitasi yaitu

37
mengembalikan fungsi ekstremitas yang terganggu karena fraktur. Prognosis pada
kasus ini adalah dubia ad bonam.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Richard, Buckley. (2012). General Principles of Fracture Care. Diakses


dari http://emedicine.medscape.com/article/290717-overview
2. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. (2011). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-
2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
3. Wahyudiputra, A.G., H. D. Khoirur, R. A. Hakim, M. R. Narendra. 2015.
Spektrum Penderita Neglected Fracture di RSUD dr. Abdoer Rahem –
Januari 2012 s/d Desember 2013, CDK-225, 42 (2),
http://www.kalbemed.com/Portals/6/07_225Spektrum%20Penderita%20N
eglected%20Fracture%20di%20RSUD%20dr.%20Abdoer%20Rahem-
Januari%202012%20sd%20Desember%202013.pdf diakses pada 20 Maret
2017
4. Konsil Kedokteran Indonesia, Standar Kompetensi Dokter Indonesia, KKI,
Jakarta 2012
5. Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed.
6. Jakarta: EGC.
6. Hansen, John T. 2010. Netter Clinical Anatomy. 2nd Ed. Philadelphia:
Saunders
7. Thompson, Jon C. 2010. Netter Concise Orthopaedic Anatomy. 2nd Ed.
Philadelphia: Saunders.
8. Sjamsuhidajat, R., de Jong, Wim. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2.
Jakarta: EGC
9. Salter, Robert B. 1999. Textbook of Disorders and Injuries of
Musculoskeletal System Third Edition. Lippicot Williams and Wilkins:
California.p: 578-589.
10. James E Keany, MD. Femur Fracture. In site
http://emedicine.medscape.com/article/824856-overview#showall
11. Broken Shaft Fractures in site http://orthoinfo.aaos.org/PDFs/A00521.pdf.
Accesed on March, 11th 2017

39

Вам также может понравиться