Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
2
BAB II
LAPORAN KASUS
3
Karena merasa tidak ada perbaikan dan pasien mengaku makin sulit
menggerakkan tangan kiri, pasien akhirnya berobat ke rs dan dilakukan operasi
ORIF pada tulang kering pada 28/07/2017.
Thorax :
Jantung
4
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : simetris, statis dinamis simetris dada kanan = dada kiri
Palpasi : stem fremitus kanan = stem fremitus kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : bunyi nafas vesikuler (+/+), wheezing (-), ronkhi (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, simetris, massa (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
5
Diff Count : 0/4/71/21/4
GDS : 90 mg/dL
Natrium :143 mg/dl
Kalium :4,0 mEq
Albumin : 4.3 g/dL
6
Gambar. Hasil Pemeriksaan Radiologi AP/Lateral region antebrachii sinistra post ORIF
Kesan
- Tampak kedudukan tulang/plate di daaerah fraktur pada medial radius
dan ulna sinistra baik.
- Tampak terpasang 1 buah plate and 6screw pada ulna sinistra terpasang
baik
- Tampak terpasang 1 buah plate and 6screw pada radius sinistra
terpasang baik
2.6 Penatalaksanaan
Edukatif
7
Menginformasikan kepada pasien bahwa patah tulang pasien
tersebut tidak menyambung dengan benar dan terjadi sudah lama
Menjelaskan kepada pasien prosedur tatalaksana dengan operasi
reduksi terbuka internal fiksasi (ORIF) yang akan dilakukan oleh
dokter spesialis orthopedi dan risiko kegagalan
Medikamentosa
Inj Ceftriaxon 1 g/hari
Inj Ketokolac 30 mg/ 8 jam
2.7 Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad Bonam
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.2 Os radius
Os Radius terletak di lateral dan merupakan tulang yang lebih pendek dari
dari dua tulang di lengan bawah. Ujung proksimalnya meliputi caput pendek,
collum, dan tuberositas yang menghadap ke medial. Corpus radii, berbeda dengan
ulna, secara bertahap membesar saat ke distal. Ujung distal radius berbentuk sisi
empat ketika dipotong melintang. Processus styloideus radii lebih besar daripada
processus styloideus ulnae dan memanjang jauh ke distal. Hubungan tersebut
memiliki kepentingan klinis ketika ulna dan/atau radius mengalami fraktur
9
3.1.3 Sistem Otot
Tabel 2.1 Sistem otot lengan bawah
Fungsi Otot Origo Insersio Nerve Action
Flexors m. biceps Caput Bagian Musculocut Flexi
brachii longum: posterior aneus (C5, shoulder
tuberositas tuberositas C6) dan
supraglenoida radius elbow,
lis supinasi
Caput brevis: forearm
processus
coracoideus
m. Setengah Processus Musculocut Flexi
brachialis bawah coronoideus aneus (C5, elbow
permukaan dan C6), radial
depan dari tuberositas nerve (C7)
humerus, ulna
intermuscular
septum
m. Di atas 2/3 Sisi lateral Radial Flexi
brachiora lateral dari radius nerve (C5, elbow
dialis supracondylus di atas C6)
humerus, processus
lateral styloideus
intermuscular
septum
m. Caput Pertengahan Median Pronasi
pronator humerus: dari nerve (C6, forearm,
teres epicondylus permukaan C7) flexi
medialis lateral elbow
humeri radius
Caput
ulnaris:
processus
coronoideus
Extensors m. triceps Long head: Permukaan Radial Extensi
brachii infraglenoid Atas nerve (C6- elbow
tubercle olecranon C8) dan
scapula shoulder
m. Permukaan Permukaan Radial nerve Extensi
anconeus belakang lateral (C6- elbow
epicondylus olecranon, C8)
lateral sepermpat
humerus atas
permukaan
belakang
10
Ulna
11
Gambar Otot lengan tampak
anterior
12
Gambar Otot lengan tampak posterior
13
- Trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan otot yang tiba-tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan,
pemuntiran, atau penarikan. Bila terkena kekuatan langsung, tulang dapat
patah pada tempat yang terkena; jaringan lunak juga pasti rusak. Bila
terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami fraktur pada
tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu; kerusakan
jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada.8
- Kompresi
Retak dapat terjadi pada tulang, sama halnya seperti pada logam dan
benda lain, akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering
ditemukan pada tibia atau fibula atau metatarsal, terutama pada atlet,
penari, dan calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh.8
- Patologik
Fraktur dapat terjadi karena tekanan yang normal apabila tulang itu lemah
(misalnya oleh tumor) atau apabila tulang itu sangat rapuh (misalnya pada
penyakit paget).8
14
- Trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke daerah yang
lebih jauh dari daerah fraktur dan biasanya jaringan lunak tetap utuh
(Gambar 6)
3.2.4 Klasifikasi
Ada beberapa metode pengklasifikasian fraktur menurut berbagai literatur,
beberapa diantaranya:
Klasifikasi Etiologis.
Klasifikasi ini membagi fraktur berdasarkan penyebab berupa rumatik,
kompresi dan patologik.
Klasifikasi Klinis.
Klasifikasi ini membagi fraktur menjadi dua yaitu terbuka dan tertutup.
Fraktur tertutup yaitu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia
luar dan, terbuka dimana fraktur memiliki hubungan dengan dunia luar.
Menurut Gustillo dan Anderson (1976), mereka membagi fraktur terbuka
menjadi 3 tipe yaitu :
15
TIPE BATASAN
I Luka bersih dengan panjang luka < 1 cm
II Panjang luka >1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang berat
III Kerusakan jaringan lunak yang berat dan luas, fraktur segmental terbuka,
trauma amputasi, luka tembak dengan kecepatan tinggi, fraktur terbuka di
pertanian, fraktur yang perlu repair vaskular dan fraktur yang lebih dari 8
jam setelah kejadian.
Klasifikasi radiologik
Berdasarkan lokalisasi. :
a.Fr. diafisial
b.Fr. metafisis
c.Dislokasi dan fraktur
d. Fr. intra artikular
16
Gambar 16. Fraktur berdasarkan konfigurasi9
Berdasarkan alignment
Undisplaced (tidak bergeser)
Dislaced (bergeser)
a. bersampingan
b. angulasi
c. rotasi
d. distraksi
e. overriding
f. impaksi
17
3.2.5 Penyembuhan Fraktur
Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai
usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan – kerusakan yang dialaminya.
Penyembuhan dari fraktur dipengaruhi oleh beberapa faktor lokal dan faktor
sistemik, adapun faktor lokal:10
1. Lokasi fraktur
2. Jenis tulang yang mengalami fraktur
3. Reposisi anatomis dan immobilasi yang stabil
4. Adanya kontak antar fragmen
5. Ada tidaknya infeksi
6. Tingkatan dari fraktur
1. Fase Reaktif
a. Fase hematom dan inflamasi
b. Pembentukan jaringan granulasi
2. Fase Reparatif
a. Fase pembentukan callus
b. Pembentukan tulang lamellar
3. Fase Remodelling
a. Remodelling ke bentuk tulang semula
18
Gambar 18. Gambar Proses Penyembuhan Fraktur 8
19
garis besar dibedakan atas 5 fase, yakni fase hematom (inflamasi), fase
proliferasi, fase kalus, osifikasi dan remodelling.10
a. Fase Inflamasi
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan
berkurangnya pembengkakan dan nyeri.10
b. Fase proliferasi
Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi,
terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk
jaringan untuk revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan osteoblast.10
d. Stadium Konsolidasi
20
Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus
menerus, tulang yang immature (woven bone) diubah menjadi
mature (lamellar bone).10
e. Stadium Remodelling.
Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat
dengan bentuk yang berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun terjadi proses pembentukan
dan penyerapan tulang yang terus menerus lamella yang tebal akan
terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi.10
3.2.6 Diagnosis
Anamnesis
Penderita datang dengan traumatik fraktur, baik yang hebat
maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk
menggunakan anggota gerak. Fraktur tidak selalu terjadi di daerah
trauma dan mungkin terjadi pada daerah lain. Trauma dapat terjadi
karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, jatuh di kamar
mandi pada orang tua, trauma olahraga, dal lainnya. Biasanya
penderita datang dengan keluhan nyeri, deformitas (angulasi, rotasi,
diskrepansi), pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak,
deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau gejala lainnya. Mekanisme
terjadinya trauma juga patut ditanyakan untuk mengetahui proses
terjadinya fraktur
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan awal, diperhatikan apakah adanya tanda-tanda :
1. Syok, anemia atau perdarahan
21
2. Kerusakan pada organ lain
3. Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis
2. Palpasi (Feel)
- Temperatur setempat
- Nyeri tekan, yang bersifat superficial biasanya disebabkan oleh
kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
- Krepitasi
22
- Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
radialis, a. dorsalis pedis, a. tibialis posterior (sesuai dengan angota
gerak yang terkena
- Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal
daerah trauma, temperatur kulit
- Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui
adanya perbedaan panjang tungkai
- Jaringan lunak, untuk menilai spasme otot, atrofi otot
- Pengukuran panjang anggota gerak terutama anggota gerrak bawah
dimana adanya perbedaan panjang ekstremitas
3. Pergerakan (Move)
Penderita diajak untuk menggerakan secara aktif dan pasif sendi
proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Evaluasi
gerakan sendi secara aktif dan pasif, stabilitas sendi, dan pemeriksaan
ROM (Range of Movement).
4. Pemeriksaan Neurologis
Berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta gradasi
kelainan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau
neurotmesis
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:
- Dua posisi proyeksi, yaitu antero-posterior dan lateral. Jika
keadaan pasien tidak mengizinkan, dibuat dua proyeksi yang
tegak lurus satu sama lain. Ada kalanya perlu proyeksi khusus,
misalnya proyeksi aksial, bila ada fraktur pada femur proksimal
atau humerus proksimal.
23
- Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas
dan di bawah sendi yang mengalami fraktur
- Dua anggota gerak
- Dua trauma, pada trauma hebat sering menyebabkan fraktur pada
dua daerah tulang
- Dua kali dilakukan foto
Pemeriksaan radiologis selanjutnya adalah untuk kontrol:
a. Segera setelah reposisi untuk menilai kedudukan fragmen. Bila
dilakukan reposisi terbuka perlu diperhatikan kedudukan pen
intrameduler (terkadang pen menembus tulang), plate dan screw
(terkadang screw lepas)
b. Pemeriksaan periodik untuk menilai penyembuhan fraktur
- Pembentukan kalus
- Konsolidasi
- Remodeling
- Adanya komplikasi: osteomielitis, nekrosis avaskuler,
nonunion, delayed union, malunion, atrofi Sudeck
Pemeriksaan radiologis lainnya:
1. Tomografi, misalnya pada fraktur vertebra atau kondilus tibia
2. CT-scan
3. MRI
4. Radioisotop scanning
24
- Mekanisme trauma (tumpul atau tajam, langsung atau tidak
langsung)
- Lokalisasi fraktur
- Bentuk fraktur
- Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
- Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan
b. Reduction (mengembalikan)
Reduksi berarti mengembalikan jaringan atau fragmen ke posisi
semula (reposisi). Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk
mendapatkan posisi yang dapat diterima.
- Alignment yang sempurna
- Aposisi yang sempurna
c. Retention/Retaining
Tindakan mempertahankan hasil reposisi dengan fiksasi (imobilisasi
fraktur). Hal ini akan menghilangkan spasme otot pada ekstremitas
yang sakit sehingga terasa lebih nyaman dan sembuh lebih cepat.
d. Rehabilitation
Mengembalikan aktivitas fungsional dari anggota yang sakit agar dapat
berfungsi semaksimal mungkin.
25
c. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna,
menggunakan gips, diindikasikan sebagai bidai pada fraktur
untuk pertolongan pertama, untuk imobilisasi sebagai pengobatan
definitif pada fraktur, imobilisasi untuk mencegah fraktur
patologis, sebagai alat bantu tambahan pada fiksasi interna yang
kurang kuat.
d. Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan
imobilisasi, dengan cara traksi kulit dan tulang.
e. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi dengan
menggunakan alat-alat mekanik, seperti bidai Thomas, bidai
Brown Bohler, bidai Thomas dengan Pearson knee flexion
attachment. Tindakan ini untuk reduksi bertahap dan imobilisasi.
Indikasi:
- Bila tidak memungkinkan untuk dilakukan reduksi tertutup
dengan manipulasi dan imobilisasi serta mencegah tindakan
operatif.
- Bila terdapat otot yang kuat mengelilingi fraktur pada tulang
tungkai bawah yang menarik fragmen dan menyebabkan
angulasi, over-riding, dan rotasi yang dapat menimbulkan
malunion, nonunion, delayed union.
- Fraktur yang tidak stabil, oblik, spiral, kominutif pada tulang
panjang.
- Fraktur dengan pembengkakan yang sangat hebat disertai
dengan pergeseran yang hebat serta tidak stabil.
- Fraktur Colles atau fraktur pada orang tua dimana reduksi
tertutup dan imobilisasi eksterna tidak memungkinkan.
26
Traksi dengan menggunakan leukoplas yang melekat pada
kulit disertai dengan pemakaian bidai Thomas atau bidai
Brown Bohler.
2. Traksi menetap
Traksi menggunakan leukoplas yang melekat pada bidai
Thomas atau bidai Brown Bohler yang difiksasi pada salah
satu bagian dari bidai Thomas, dilakukan pada fraktur femur
yang tidak bergeser.
3. Traksi tulang
Traksi menggunakan kawat Kirschner (K-wire) dan pin
Steinmann yang dimasukkan ke dalam tulang dan dilakukan
traksi dengan menggunakan berat beban dengan bantuan
bidai Thomas dan bidai Brown Bohler. Tempat untuk
memasukkan pin, yaitu pada bagian proksimal tibia di bawah
tuberositas tibia, bagian distal tibia, trokanter mayor, bagian
distal femur pada kondilus femur, kalkaneus (jarang
dilakukan), prosesus olekranon, bagian distal metakarpal dan
tengkorak.
27
- Infeksi tulang akibat pemasangan pin
- Terjadi distraksi di antara kedua fragmen fraktur
- Dekubitus pada daerah tekanan bidai Thomas, misalnya pada
tuberositas isiadikus
28
Selain alat-alat metal, tulang yang mati ataupun hidup dapat pula
digunakan berupa bone graft baik autograft/allograft, untuk mengisi
defek tulang atau pada fraktur yang nonunion. Operasi dilakukan
dengan cara membuka daerah fraktur dan fragmen direduksi secara
akurat dengan penglihatan langsung. Saat ini, teknik operasi yang
dikembangkan oleh grup ASIF (metode AO) yang dilakukan di Swiss
dengan menggunakan peralatan yang secara biomekanik telah diteliti.
Prinsip operasi teknik AO berupa reduksi akurat, reduksi rigid,
mobilisasi dini yang akan memberikan hasil fungsional yang
maksimal.
29
Gambar 20. Intenal Fiksasi12
Komplikasi:
- Infeksi (osteomielitis)
- Kerusakan pembuluh darah dan saraf
- Kekakuan sendi bagian proksimal dan distal
- Kerusakan periosteum yang hebat sehingga terjadi delayed union
atau nonunion
- Emboli lemak
30
- Vaskular: terputus, kontusio, perdarahan
- Organ dalam: jantung, paru-paru, hepar, limpa, buli-buli
- Neurologis, otak, medulla spinalis, kerusakan saraf perifer
- Trauma multipel, syok
2. Komplikasi dini
- Nekrosis kulit-otot, sindrom kompartemen, trombosis, infeksi
sendi, osteomyelitis
- ARDS, emboli paru, tetanus
3. Komplikasi lama
- Tulang: malunion, nonunion, delayed union, osteomielitis,
gangguan pertumbuhan, patah tulang rekuren.
1) Penyembuhan fraktur yang abnormal
Penyembuhan fraktur abnormal yang dapat terjadi seperti:
a) Malunion
Penyatuan tulang tidak terjadi pada waktunya fraktur menyatu
dalam posisi yang abnormal yang menunjukan adanya
deformitas.
b) Delayed union
Proses penyembuhan tulang tidak sesuai waktu penyembuhan
Waktu penyembuhan Fraktur femur:
- Intrakapsular waktu penyembuhanya:24 minggu
- Intratrokhanterik waktu penyembuhanya:10-12 minggu
- Batang waktu penyembuhanya:18 minggu
- Suprakondiler waktu penyembuhanya:12-15 minggu
c) Non union
Kegagalan penyatuan fragmen fraktur sepenuhnya. Setelah
periode penyatuan yang jauh lebih lama daripada periode
normal. Ada 2 tipe :
- Fibrous non union
31
Hanya terjadi penyatuan jaringan fibrosa. Masih dimungkinkan
adanya potensi penyatuan tulang jika diimobilisasi secara rigid
dalam waktu yang cukup dan penghambat penyembuhan fraktur
seperti infeski diberantas. Jika pada pemeriksaan radiologis
didapatkan ujung tulangyang sklerosis, ahli bedah harus
mengindkusi penyatuan dengan cangkok tulang autogen
-Psedu arthrosis
Gerkana terus-menerus pada fragmen fraktur merangsang
pembentukan sendi palsu (pseudo arthrosis ) yang komplit
dengan kapsul yang menyerupai kapsul synovial ( rongga
lengkap dengan cairannya ). Non union yang terjadi tidak dapat
disatukan bahkan dengan imobilisasi yang lama sehingga
dibutuhkan cangkok tulang. Cangkok tulang konselus autogen
lebih efektif daripada cangkok kortex luas.
Penyebab :
Distraksi dan pemisahan fragmen
Interposisi jaringan lunak diantara fragmen-fragmen
Terlalu banyak gerakkan pada garis fraktur
Persendian darah lokal buruk
Gejala klinis :
Biasanya terdapat riwayat cedera, diikuti dengan
ketidakmampuan menggunakan tungkai yang mengalami
cedera. Nyeri, memar dan pembengkakkan adalah gejala yang
sering ditemukan, tetapi gejala itu tidak membedakan fraktur
dari cedera jaringan lunak. Deformitas jauh lebih mendukung.
32
pada satu sisi dibanding dengan sisi lain berupa deformitas valgus
atau varus pada sendi yang terkena.
3) Atrofi sudeck
Komplikasi ini biasanya ditemukan akibat kegagalan penderita
untuk mengembalikan fungsi normal tangan atau kaki setelah
penyembuhan trauma.
- Sendi: ankilosis, penyakit degeneratif sendi pascatrauma
- Miositis osifikan
- Distrofi refleks
- Kerusakan saraf
- Ulkus dekubitus akibat tirah baring lama
Komplikasi Sistemik
- Batu ginjal (akibat imobilisasi lama di tempat tidur dan
hiperkalsemia)
- Neurosis pasca trauma
3.3 Neglected Fracture
Neglected fracture dengan atau tanpa dislokasi adalah suatu fraktur dengan
atau tanpa dislokasi yang ditangani dengan tidak semestinya sehingga
menghasilkan keadaan keterlambatan dalam penanganan, atau kondisi yang lebih
buruk dan bahkan kecacatan. Menurut Prof dr. Subroto Sapardan, dalam
penelitiannya di RSCM dan RS Fatmawati Jakarta, Neglected fracture adalah
penanganan patah tulang pada extremitas (anggota gerak) yang salah oleh bone
setter (dukun patah), yang masih sering dijumpai di masyarakat Indonesia. Pada
umumnya neglected fracture terjadi pada yang berpendidikan dan berstatus sosio-
ekonomi yang rendah.
3.3.1 Non-Union
Pada non-union, fraktur tidak menyatu tanpa intervensi. Pergerakan dapat
terjadi pada sisi yang patah dan nyeri berkurang; celah fraktur menjadi
33
pseudoartrosis. Gambaran x-ray jelas terlihat, salah satu sisi tulang dapat
menunjukkan pertumbuhan banyak kalus atau artrofi. Non-union terbagi menjadi
jenis artrofi dan hipertrofi. Pada hipertrofi ujung tulang melebar, menunjukkan
osteogenesis yang masih aktif, tidak mampu menjembatani celah antar tulang
yang patah. Ujung tulang tersebut meruncing atau membulat tanpa adanya
pembentukan tulang yang baru.
34
3.3.2 Mal-union
Malunion terjadi bila pada fraktur fragmen sendi pada posisi seperti angulasi,
rotasi atau pemendekan yang tidak semestinya. Penyebabnya yakni gagalnya
reduksi dari fraktur yang adekuat, gagalnya reduksi pada proses penyembuhan,
atau kolaps secara gradual dari tulang yang comminuted atau osteoporotic.
a. Gambaran Klinis
Deformitas biasanya jelas terlihat, namun kadang malunion yang luas hanya
terlihat pada x-ray. Deformitas rotasi pada femur dapat tidak terlihat kecuali bila
dibandingkan dengan sisi yang sehat. X-ray cukup berguna untuk memeriksa
posisi fraktur yang menyatu. Terutama pada 3 minggu pertama, bila situasi dapat
berubah tanpa peringatan. Pada tahap ini kadang sulit untuk memutuskan adanya
malunion.
b. Tatalaksana Malunion
Malunion baru dapat ditangani sebelum fraktur benar-benar menyatu,
keputusan diperlukannya re-manipulasi atau koreksi mungkin sangat sulit.
Beberapa pedoman yang ada yakni:
1) Pada orang dewasa fraktur harus direduksi mendekati posisi anatomis jika
memungkinkan. Angulasi lebih dari 10-150 pada tulang panjang atau
deformitas rotasi yang jelas terlihat mungkin perlu dikoreksi melalui re-
manipulasi, atau melalui osteotomi dan fiksasi.
2) Pada anak-anak, deformitas angulasi di sekat ujung tulang (dan khususnya jika
deformitas pada bidang yang sama dimana pergerakan pada sendi yang
berdekkatan) biasanya akan remodeling seiring berjalannya waktu; deformitas
rotasi tidak akan terjadi.
3) Pada ekstremitas bawah, pemendekan lebih dari 2,0 cm jarang dapat diterima
pada pasien dan prosedur penyaman panjang ekstremitas diindikasikan.
4) Ekspektasi pasien (lebih kea rah kosmetik) berbeda dari ahli bedah.
5) Diskusi dengan pasien melalui hasil x-ray dapat membantu dalam
memutuskan penanganan dan pencegahan.
35
6) Sangat sedikit yang tahu mengenai efek jangka panjang dari deformitas
angulasi pada fungsi sendi. Walaupun demikian, ini terlihat sama dimana
malalignment lebih dari 150 pada bidang yang sama menyebabkan asimetrik
dari sendi di atas atau di bawah dan perkembangan yang lambat osteoarthritis
sekunder; ini terjadi terutama pada large weightbearing joint.
36
BAB IV
ANALISIS KASUS
37
mengembalikan fungsi ekstremitas yang terganggu karena fraktur. Prognosis pada
kasus ini adalah dubia ad bonam.
38
DAFTAR PUSTAKA
39