Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
Identitas Klien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam MRS, nomor registrasi, dan diagnosa medis.
Keluhan Utama
Keluhan utama ini seringkali yang menjadi alasan klien untuk datang meminta pertolongan rumah sakit.
Biasanya pasien akan mengeluh kelemahan anggota gerak, badan, bicara agak pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang
beraktivitas. Biasanya akan diikuti dengan nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang hingga tidak sadar.
Selain gejala seperti kelumpuhan separuh badan, terdapat gejala lain yang diakibatkan oleh gangguan
fungsi otak.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan adanya perubahan dalam
intrakranial. Keluhan perubahan perilukan juga umum terjadi. Disamping itu juga, perkembangan
penyakit akan menyebabkan letargi, tidak responsif, dan koma.
Pada pasien dengan CVA Stroke, akan didapatkan adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya,
DM, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-
obatan anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian obat-obatan
yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta,
dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral.
Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan
suatu data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya terdapat riwayat penyakit keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau adanya
riwayat stroke dari generasi terdahulu.
Pengkajian Psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa hal yang memungkinkan perawat untuk
memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Dikarenakan
disfungsi motorik yang mengakibatkan kelemahan atau kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh, maka
klien biasanya akan jarang melakukan ibadah spiritual karena tingkah laku yang tidak stabil.
Selain itu, perlu untuk memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak gangguan
neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu.
Pemeriksaan Fisik
B1 (Breathing)
Pada infeksi, didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu
nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan. Pada auskultasi terdengar bunyi nafas tambahan seperti
ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun sering
didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran atau koma. Pada klien dengan tingkat
kesadaran komposmentis, pengkajian inspeksi pernafasannya menunjukkan tidak ada kelainan. Palpasi
toraks didapatkan adanya taktil premitus seimbang kanan dan diri, dan auskultasi tidak terdapat suara
tambahan
B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan adanya renjatan atau syok hipovolemik yang sering
terjadi pada klien stroke. Terjadinya peningkatan tekanan darah dan dapat terjadi hipertensi massif (TD
mencapai > 200 mmHg)
B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, berganting pada lokasi pembuluh mana yang
tersumbat, dan ukuran area yang perfusinya tidak adekuat. Lesi otak yang rusak dapat membaik
sepenuhnya. Pengkajian ini memeriksa secara fokus dan lebih lengkap dibandingkan dengan pengkajian
sistem lainnya. Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter
yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respon terhadap
lingkungan adalah indikator yang paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem
digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut, tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai
tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
Pengkajian fungsi serebral meliputi kasus mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal,
dan hemisfer.
Saraf I: biasanya pada klien stroke tidak terdapat kelainan pada fungsi penciuman
Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer diantara mata dan korteks visual.
Gangguan hubungan visual-spasial sering terlihat pada klien dengan hemiplegi kiri. Klien mungkin tidak
dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian
tubuh.
Saraf III, IV, VI: apabla terjadi paralisis, pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan
kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit
Saraf V: pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus, penurunan kemampuan
koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu
sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
Saraf VII: persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian
sisi yang sehat
Saraf VIII: tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
Saraf IX dan X: kemampuan menelan kurang baik dan sulit untuk membuka mulutnya
Saraf XII: lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
Pengkajian Sistem Motorik
Stroke merupakan penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan hilangnya kontrol volunteer
terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan, maka gangguan kontrol motor volunteer pada
salah satu tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak.
Inspeksi umum: didapatkan hemiplegi karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Selain itu juga
didapatkan terjadinya hemiparesis atau kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
Mengalami gangguan keseimbangan dan koordinasi karena adanya hemiparese dan hemiplegi
Pengkajian Reflek
Pemeriksaan ini terdiri dari pemeriksaan reflek profunda dan pemeriksaan reflek patologis. Pada gerakan
involunter tidak ditemukan adanya tremor, tic, dan distonia. Pada keadaan tertentu, klien biasanya
mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan stroke disertai peningkatan tekanan suhu tubuh
yang tinggi. Kejang berhubungan sekunder dengan area fokal kortikal yang peka
B4 (Bladder)
Stroke klien akan mengalamo inkontinensia urine sementara karena konfusi, juga ketidakmampuan
mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidak mampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena
kerusakan kontrol motorik dan postural. Terkadang kontrol sfingter urine eksternal menghilang atau
berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermitten dengan teknik steril. Inkontinensia urin
yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
B5 (Bowel)
Adanya keluhan susah menelan, anoreksia, mual dan muntah pada fase akut. Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan
nutrisi. Pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya
inkontinensia yang berlanjut akana menunjukkan kerusakan neurologis yang luas.
B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit Upper Motor Neuron (UMN) yang mengakibatkan hilangnya kontrol volunteer
terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron atas yang menyilang, maka gangguan kontrol motor
volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi
yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegi karena lesi pada sisi otak
yang berlawanan. Pada kulit, jika klien kekurangan oksigen, kulit akan tampak pucat kebiruan, dan
apabila kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu dikaji tanda-tanda dekubitus
terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah dalam mobilitas fisiknya.
Selain itu juga terdapat kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise,
serta mudah lelah yang menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang bisa diambil dari CVA Stroke adalah sebagai berikut:
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah, gangguan oklusif dan
hemoragi, vasospasme serebral, dan edema serebral, ditandai oleh menurunnya kesadaran, sakit kepala,
dan perasaan berputar ketika sedang melakukan aktivitas
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, kelemahan atau parestesia,
dan paralisis spastis yang ditandai oleh hilangnya rasa atau adanya sensasi tidak normal pada lengan dan
tungkai, merasa menurunnya intelijensi
Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, dan perseptual kognitif yang
ditandai oleh munculnya perasaan kurang percaya diri, sulit berinteraksi dan berkomunikasi dengan
orang sekitar
Risiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan volume intrakarnial, penekanan jaringan
otak, dan edema serebri
Risiko infeksi yang berhubungan dengan sistem pertahanan primer (cedera pada jaringan paru,
penurunan aktivitas silia), malnutrisi, tindakan invasif
Risiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan tirah baring lama
Risiko tinggi cidera yang berhubungan dengan penurunan luas lapang pandang, penurunan sensasi rasa
(panas, dingin).
Intervensi
Rencana tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan pada pasien dengan CVA Stroke antara lain:
Diagnosa 1: Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah, gangguan
oklusif dan hemoragi, vasospasme serebral, dan edema serebral, ditandai oleh menurunnya kesadaran,
sakit kepala, dan perasaan berputar ketika sedang melakukan aktivitas
Tujuan Intervensi
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan 2 x/24jam didapatkan hasil pasien mulai menunjukkan tanda-tanda
kesadaran penuh, dan tidak gelisahKriteria Hasil:- Tingkat kesadaran membaik
1. Pantau status neurologis secara teratur dengan skala koma glascow2. pantau TTV terutama TD3.
Pertahankan keadaan tirah baring
4. Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis
5. kolaborasikan obat sesuai indikasi: antikoagulan
Diagnosa 2: Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, kelemahan atau
parestesia, dan paralisis spastis yang ditandai oleh hilangnya rasa atau adanya sensasi tidak normal pada
lengan dan tungkai, merasa menurunnya intelijensi
Tujuan Intervensi
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan 2 x/24jam didapatkan hasil pasien dapat melakukan artivitas secara
umumKriteria Hasil:- Dapat mempertahankan posisi yang optimal
1. kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas2. ubah posisi minimal setiap 2 jam3. Mulai
melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas
4. Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas yang
tidak sakit
5. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien
Diagnosa 3: Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan
neuromuskular, hilangnya tonus otot, dan kelemahan ditandai oleh bicara tidak jelas, agak pelo, bibir
peyot.
Tujuan Intervensi
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan 2 x/24jam diharapkan pasien dapat berkomunikasi sesuai dengan
keadaannyaKriteria Hasil:- Klien dapat mengemukakan bahasa isyarat dengen tepat
– Tidak terjadi lagi kesalahpahaman komunikasi bahasa antara klien, perawat, dan keluarga
1. Kaji tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi2. Minta klien untuk mengikuti perintah
sederhana3. Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda tersebut
Diagnosa 4: Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, dan perseptual
kognitif yang ditandai oleh munculnya perasaan kurang percaya diri, sulit berinteraksi dan berkomunikasi
dengan orang sekitar
Tujuan
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan 1 x/24jam diharapkan pasien tidak memiliki gangguan harga
diriKriteria Hasil:- Pasien mau berkomunikasi dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan
yang terjadi
1. Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat ketidakmampuannya2. Bantu pasien
dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik3. Berikan dukungan terhadap perilaku atau
usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam kegiatan rehabilitasi
4. Dorong orang terdekat agar memberi kesempatan pada pasien untuk melakukan kebaikan sebanyak
mungkin untuk dirinya sendiri
Diagnosa 1: Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah, gangguan
oklusif dan hemoragi, vasospasme serebral, dan edema serebral, ditandai oleh menurunnya kesadaran,
sakit kepala, dan perasaan berputar ketika sedang melakukan aktivitas
Meletakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis
Diagnosa 2: Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, kelemahan atau
parestesia, dan paralisis spastis yang ditandai oleh hilangnya rasa atau adanya sensasi tidak normal pada
lengan dan tungkai, merasa menurunnya intelijensi
Memulai melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas
Menganjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas yang
tidak sakit
Mengkonsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien
Diagnosa 3: Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan
neuromuskular, hilangnya tonus otot, dan kelemahan ditandai oleh bicara tidak jelas, agak pelo, bibir
peyot
Diagnosa 4: Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, dan perseptual
kognitif yang ditandai oleh munculnya perasaan kurang percaya diri, sulit berinteraksi dan berkomunikasi
dengan orang sekitar
Mengkaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat ketidakmampuannya
Membantu pasien dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik
Memberikan dukungan terhadap perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam
kegiatan rehabilitasi
Mendorong orang terdekat agar memberi kesempatan pada pasien untuk melakukan kebaikan sebanyak
mungkin untuk dirinya sendiri
Evaluasi
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah, gangguan
oklusif dan hemoragi, vasospasme serebral, dan edema serebral, ditandai oleh menurunnya kesadaran,
sakit kepala, dan perasaan berputar ketika sedang melakukan aktivitas S: Pasien mengeluhkan nyeri
kepala dan perasaan berputar saat melakukan aktivitasO: Pasien tampak menurun kesadarannyaA:
Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
P: Lanjutkan intervensi
P: lanjutkan intervensi
4. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, dan perseptual
kognitif yang ditandai oleh munculnya perasaan kurang percaya diri, sulit berinteraksi dan berkomunikasi
dengan orang sekitar S: pasien merasa tidak percaya diriO: pasien tampak sulit berinteraksi dengan
orang sekitarA: Masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Carpenito, L.J & Moyet. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 10. Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, (Edisi 3). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan.
Jakarta: Salemba Medika.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC
Price S. A. and Wilson L.M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Buku II.
Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. (Edisi 8). (Volume 3). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi 4. Jakarta: Interna Publishing.