Вы находитесь на странице: 1из 2

Billy Nicholas Manik

Kelas A

1510141

Berita 1

Mengejutkan! Medan Peringkat 2 Kasus Gizi


Buruk di Sumut
POJOKSATU.id, MEDAN-Sepanjang 2015, Kota Medan menduduki peringkat 2 kasus balita gizi buruk di Sumut
dengan 113 penderita. Sedangkan peringkat pertama, berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan
(Dinkes) Sumut yaitu Asahan dengan 117 kasus.
Peringkat ketiga Kota Gunung Sitoli (76). Selanjutnya, Langkat (72), Nias Barat (71), Mandailing Natal (62), Dairi
(55), Serdang Bedagai (52), Batubara (49) dan Tapanuli Tengah (43).

“Jumlah balita kasus gizi buruk di Sumut tahun 2015 sebanyak 1.152 dan jumlah ini menurun sedkit dibanding
2014 yaitu 1.196,” kata Penanggung Jawab Kegiatan Gizi Dinkes Sumut, Ferdinan, Kamis (21/1/2016).

Ia menjelaskan, penyebab gizi buruk karena faktor langsung dan tak langsung. Faktor langsung yaitu adanya
penyakit atau infeksi, kurangnya asupan gizi.

Sedangkan faktor tak langsung yaitu pendidikan ibu, karena semakin tinggi pendidikan ibu semakin baik gizi
anak. Lalu pola asuh anak, siapa yang mengasuh apakah orangtuanya, pembantu atau family.

“Juga karena lingkungan, makin bersih atau higienis lingkungan biasanya anak gizi buruk semakin kecil. Juga
pelayanan kesehatan yaitu bagaimana peran pelayanan kesehatan seperti di tingkat Puskesmas, ada apa tidak
pemantauan gizi buruk dan kalau ada segera diobati atau diberikan makanan tambahan. Tetapi, akar masalah
gizi buruk adalah kemiskinan menyebabkan daya beli atau kemampuan yang terbatas,” jelas Ferdinan.

Untuk itu, sambungnya, bagaimana komitmen pemerintah daerah dalam upaya penanggulangan masalah
kesehatan dan ini tercermin dari anggaran yang disediakan. Misalnya upaya penanggulannya minimal dengan
pemberian makanan tambahan bagi yang gizi kurang jangan sampai menjadi gizi buruk.

“Posyandu juga tetap melakukan pencatatan ada tidaknya kasus gizi buruk, melakukan penimbangan berat
badan balita naik apa turun. Ini awal dari pencegahan gizi buruk,” pinta Ferdinan.

Gizi buruk, dikatakannya lagi, tidak hanya masalah kesehatan tetapi harus ditanggulangi bersama seperti
dengan badan ketahanan pangan, pertanian dan lainnya. ”Tiap kabupaten/kota harus ada indikator kesehatan
yaitu usia harapan hidup, persentase kematian ibu dan bayi serta persentase gizi,” katanya. (fir/sdf)

Sumber : http://sumut.pojoksatu.id/2016/01/22/mengejutkan-medan-peringkat-2-kasus-gizi-buruk-
di-sumut/

SOLUSI :

“Diperlukan adanya perhatian intensif dari orang tua dikarenakan kebanyakan orang tua masih banyak belum
mengetahui tentang Gizi Buruk,seperti banyak bayi dan Batita yang tidak diberikan ASI Eksklusif dikarenakan bayi tidak
mau meminum atau orang tua yang terlalu sibuk dalam pekerjaan,sedangkan ASI Eksklusif sangat dibutuhkan dalam
tumbuh kembang seorang anak.Serta dibutuhkan pemberian makanan yang seimbang untuk menunjang tumbuh
kembang anak.Kedua orang tua wajib melakukan program pemerintah dalam program intensif untuk balita dan juga
melakukan pemeriksaan rutin bayi ke puskesmas terdekat,karena itu diperlukan kerja sama yang baik antara kedua
Orang Tua maupun dan petugas Kesehatan serta pemerintah.”
Berita 2

Kematian Ibu dan Bayi di


Indramayu Sangat Tinggi
REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU – Jumlah kematian ibu dan bayi di Kabupaten Indramayu, sangat tinggi. Sejumlah
program pun akan dilakukan untuk mengatasi kondisi tersebut.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu, Deden Boni Koswara menyebutkan, sejak Januari 2017 hingga saat ini,
jumlah kematian ibu di Kabupaten Indramayu ada lima kasus. Sementara jumlah kematian bayi hingga kini masih dilakukan
pengumpulan data.

Sedangkan sepanjang 2016 lalu, jumlah kematian ibu di Kabupaten Indramayu ada 60 kasus. Sedangkan kematian bayi, ada
314 kasus. "Ini sangat tinggi," ujar Deden, saat ditemui akhir pekan kemarin.

Deden menyebutkan, di Jabar, jumlah kematian ibu di Kabupaten Indramayu menempati rangking ketiga tertinggi.
Sedangkan jumlah kematian bayi, menempati rangking kedua tertinggi di Jabar.
Deden menyebutkan, ada tiga faktor penyebab tingginya kasus kematian ibu dan bayi di Indramayu. Yakni dari faktor
masyarakat, puskesmas sebagai fasilitas kesehatan pertama dan rumah sakit sebagai fasilitas kesehatan kedua.

Untuk faktor masyarakat, terang Deden, masih ada persalinan ibu melahirkan yang ditolong oleh dukun. Selain itu, mereka
juga terlambat datang ke fasilitas kesehatan karena khawatir masalah biaya maupun kekhawatiran lainnya.Sedangkan dari
faktor puskesmas, Deden menyebut hal itu menyangkut kompetensi petugas kesehatan, termasuk kemampuan bidan.
Sementara dari faktor rumah sakit, selain karena memang semua pasien yang dirujuk sudah dalam kondisi kurang baik,
sarana dan prasrana di rumah sakit juga ada yang masih kurang.

Ketika ditanyakan adanya bidan desa yang belum tinggal di desa tempat mereka bertugas, Deden mengakuinya. Dia pun
meminta semua bidan desa tinggal di desa tempat mereka bertugas. "(Bidan desa harus tinggal di desa) karena persalinan di
jam kerja harus dilayani di fasilitas kesehatan yakni puskesmas," kata Deden.

Sementara itu, untuk menurunkan tingginya kasus kematian ibu dan bayi, Deden mengungkapkan, ada dua program yang
disiapkan. Yakni program siaga ibu bayi indramayu (Sibayu) dan desa siaga (Sidesi).

Khusus untuk program Sidesi, terang Deden, pada tahun ini disiapkan minimal satu desa siaga per puskesmas. Dengan
jumlah 49 puskesmas di Kabupaten Indramayu, maka minimal akan ada 49 desa yang akan jadi contoh desa siaga.

Tak hanya itu, Bupati Indramayu, Anna Sophanah, juga telah mengeluarkan Perbup No 31 Tahun 2016 tentang
Penyelamatan Ibu, Bayi Baru Lahir dan Anak Balita. Dalam perbup tersebut dijelaskan mengenai upaya-upaya
penyelamatan ibu, bayi baru lahir dan balita. "Diharapkan dengan kolaborasi antara desa siaga dan partisipasi masyarakat
serta didukung perbup, maka kematian ibu dan bayi bisa menurun," tegas Deden.

Terpisah, Koordinator Forum Masyarakat Madani Dharma Ibu dan Bayi, Darwini, saat dimintai tanggapannya, berharap
Perbub Nomor 31 Tahun 2016 tentang Penyelamatan Ibu, Bayi Baru Lahir dan Anak Balita yang ditandatangani Bupati
Indramayu, Anna Sophanah pada Oktober 2016 disosialisasikan sampai ke tingkat desa. Pasalnya, di dalam perbub itu
mengatur agar masing-masing desa membuat perdes tentang kesehatan ibu melahirkan. "(Sampai saat ini), perbup itu belum
semua tersosialisasikan," tandas Darwini.

Sumber : http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/17/02/19/olmez1359-kematian-ibu-dan-bayi-di-indramayu-
sangat-tinggi

Solusi :

Diperlukan penyuluhan rutin untuk melaksanakan Antenatal Care untuk ibu hamil dan juga perhatian dari keluarga dan
juga diperlukan pengawasan terhadap Perbup tentang Bumil dan bayi dari pemerintah sendiri agar terlaksana dengan
baik

Вам также может понравиться