Вы находитесь на странице: 1из 7

Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Barat Dalam Mendukung Kedaulatan Pangan .......................................................................

(Widjojo)

KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA BARAT DALAM MENDUKUNG


KEDAULATAN PANGAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
(Food Security in West Java to Support Food Sovereignty in the Unitary State
of the Republic of Indonesia)

Suharto Widjojo
Badan Informasi Geospasial (BIG)
Jln. Raya Jakarta-Bogor KM 46 Cibinong 16911, Indonesia
E-mail: Suharto.widjojo@big.go.id;Suharto_widjojo@yahoo.com

ABSTRAK
Provinsi Jawa Barat terdiri dari 26 Kabupaten/Kota, dengan luas wilayah 15.77,70 km2. Jumlah
penduduk Jawa Barat (hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2012), mencapai 46,09 juta jiwa.
Perkembangan luas baku lahan sawah diJawa Barat mulai banyak ditinggalkan, padahal dengan pangan
negara mampu menancapkan pengaruh, untuk menguasai dan menghegemoni bangsa-bangsa dan negara-
negara lain. Lahan sawah di Jawa Barat banyak dikonversi menjadi penggunaan non sawah seperti
permukiman atau lahan usaha. Hal ini sebagai bagian dari tantangan dalam upaya mempertahankan swa
sembada pangan yang didukung dana APBN. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kesiapan Pemerintah
Jawa Barat dalam menghadapi kebutuhan pangan di wilayahnya serta daerah lain di Indonesia. Kendala dan
peluangnya dalam menghadapi kedaulatan pangan khususnya di Provinsi Jawa Barat. Kendala yang dihadapi
adalah kurangnya sumberdaya manusia yang memadai dan terdesaknya lahan pertanian. Metode yang
digunakan meliputi pengumpulan data dan informasi, penelusuran data primer dan sekunder, analisis data
dan Focus Group Discussion (FGD) dengan para pemangku kepentingan. Hasil penelitian menunjukkan
produktivitas padi sawah di Jawa Barat tergolong tinggi dibandingkan dengan rata-rata nasional, meskipun
lahan sawah cenderung menyusut, serta setidaknya masih ada 4 (empat) wilayah di Jawa Barat terdeteksi
rawan pangan. Hasil penelitian ini diharapkan mampu mengukur kesiapan Jawa Barat dalam mendukung
kedaulatan pangan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Kata kunci: kedaulatan pangan; lahan pertanian; konversi lahan; Jawa Barat

ABSTRACT
West Java Province (Jabar) comprised of 26 District / City, with an area of 15,77,70 km2. The total
population in West Java in 2012, reaching 46.09 million. The areas of Agriculture in West Java beginning to
decrease. Some areas of Paddy fields in West Java, are converted to the use of non-paddy fields such as
residential or business area. It is as part of the challenge in order to maintain food security in this province.
The purpose of this study is to determine the readiness of the Government of West Java in facing of food
security in the territory as well as other regions in Indonesia. Constraints faced is the lack of adequate
human resources as well as agricultural land. Methods used include the collection of data and information, a
search of primary data, secondary data analysis and Focus Group Discussion (FGD) amongs stakeholders.
The result shows although the productivity of paddy fields in West Java is relatively higher compared to
those of national products, the areas of agricultural lands tend to shrink. Futhermore, there are at least four
(4) areas in West Java detected food insecurity. This research is expected to be able to measure the
readiness of West Java in favor of food sovereignty in Unitary States of the Republic of Indonesia (NKRI).
Keywords: food sovereignty; agricultural land; land conversion; West Java (Jawa Barat)

PENDAHULUAN
Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas
sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan hak dasar bagi setiap warga
Negara. Sebagai kebutuhan dasar pangan mempunyai arti dan peran yang sangat penting bagi
kehidupan suatu bangsa. Ketersediaan pangan yang tidak memenuhi kebutuhan masyarakat dapat
menciptakan ketidakstabilan ekonomi. Berbagai gejolak sosial dan politik dapat juga terjadi jika
ketersediaan pangan terganggu. Kondisi pangan yang kritis bahkan dapat membahayakan
stabilitas ekonomi nasional.

323
Seminar Nasional Peran Geospasial dalam Membingkai NKRI 2016: 323-329

Penyediaan pangan yang cukup merupakan permasalahan yang kompleks terkait dengan
kepentingan orang banyak dengan beragam latar belakang dan sosial budayanya. Mengingat hal
tersebut maka diperlukan peran pemerintah untuk menjembatani beragam kepentingan tersebut
mulai dari proses produksi sampai konsumsi. Pada sisi produksi telah banyak program dan
kegiatan untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya padi, jagung dan kedelai baik berupa
intensifikasi seperti Bimas, Inmas, Primatani, dan lain sebagainya; Upaya-upaya peningkatan
produksi beras tersebut telah berhasil mengantarkan negara Republik Indonesia pada posisi
swasembada beras pada tahun 2008. Namun demikian posisi defisit stok beras nasional sering kali
terjadi sehingga diperlukan impor beras dalam jumlah yang cukup besar, misalnya pada periode
tahun 1997-2011 pemerintah mengimpor beras sekitar 1,0 – 5,9 juta ton/tahun (Irawan, 2013).
Laju peningkatan produksi beras dalam 20 tahun terakhir ini masih positif dan itu pertanda
keberhasilan di sisi produksi sekalipun menghadapi hambatan yang sangat mendasar, seperti
konversi lahan sawah dan dampak perubahan iklim.
Namun demikian keberhasilan di sisi produksi tersebut menjadi kurang bermakna karena
kebutuhan konsumsi beras tetap tinggi, berkembangnya industri makanan berbahan baku beras
dan beras masih menjadi makanan pokok masyarakat banyak. Di lingkup Provinsi Jawa Barat
Provinsi (JABAR) yang terdiri atas 26 Kabupaten/Kota, dengan luas wilayah 15,77,70 km. Jumlah
penduduk di Jawa Barat hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2012, mencapai 46,09 juta jiwa.
Dengan rincian, laki-laki sebanyak 23,38 juta jiwa dan perempuan sebanyak 22,38 juta jiwa,
permasalahan pangan masih merupakan salah satu topik utama yang banyak dibicarakan oleh
berbagai pihak. Hal tersebut karena Jawa Barat memiliki peran strategis sebagai salah satu
provinsi penopang pemenuhan kebutuhan bahan pangan nasional, khususnya beras di Indonesia
dengan kontribusinya terhadap pemenuhan kebutuhan beras nasional sekitar 20 % atau nomor
dua setelah Jawa Timur.
Di sisi lain fenomena perberasan di Jawa Barat tidak berbeda dengan kondisi nasional dimana
suatu saat nanti di masa depan akan menghadapi kesulitan dalam hal ketahanan pangan,
khususnya beras, jagung dan kedelai.
Ketahanan pangan adalah kondisi dimana kebutuhan pangan bagi seluruh masyarakat dapat
terpenuhi baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya (Martami, 2015); Sedang menurut Irawan
(2013) yang dimaksud Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga
yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata
dan terjangkau. Ketersediaan pangan dapat berasal dari produksi domestik atau sumber lain
(Irawan, 2013). Ketahanan pangan juga mendukung Nawa Cita ke 7 yaitu Mewujudkan
kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik
Tujuan penelitian ketahanan pangan untuk mengetahui kesiapan wilayah Jawa Barat dalam
menghadapi kebutuhan pangan di wilayahnya serta daerah lain di Indonesia. Kendala dan
peluang dalam menghadapi kedaulatan pangan khususnya di Provinsi Jawa Barat.

METODE
Metode yang digunakan meliputi pengumpulan data dan informasi, penelusuran data primer,
sekunder, analisis data serta Focus Group Discussion (FGD) dengan para pemangku kepentingan
dan instansi terkait di Provinsi Jawa Barat.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Untuk mendapatkan hasil optimal pada sebidang lahan dapat dilakukan penanaman multi
crops atau teknologi pertanian terpadu. Teknologi tersebut dirancang sebagai suatu proses
multiple cropping yang dapat menghasilkan produksi sepanjang tahun yang terdiri dari:
1. Panen harian yang diperoleh dari telur unggas atau susu sapi
2. Panen bulanan berupa hasil budidaya ikan dan tanaman sayuran
3. Panen musiman yang diperoleh dari budidaya tanaman pangan seperti padi, jagung dan
kedelai
4. Panen tahunan dari budidaya sapi dan kambing/domba
5. Panen winduan dari hasil budidaya jatimas

324
Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Barat Dalam Mendukung Kedaulatan Pangan ....................................................................... (Widjojo)

Sebagai bentuk keberlanjutan program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan


(P2KP) berbasis sumber daya lokal yang telah dilakukan sejak tahun 2010, maka pada tahun 2013,
program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) di implementasikan melalui
kegiatan:
1. Optimalisasi pemanfaatan pekarangan melalui konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari
(KRPL);
2. Model pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L), dan
3. Sosialisasi dan promosi penganeka ragaman konsumsi pangan (Kartasasmita, 2011)
Jawa Barat yang kaya dan subur sumber daya alam, akhir-akhir ini terus dirundung berbagai
jenis bencana yang terjadi dalam selang waktu yang tidak terlalu lama. Seperti: wabah flu burung,
demam berdarah, musim kemarau yang begitu panjang, jawa Barat selatan juga mengalami
bencana tsunami, kemudian setelah itu Jawa Barat bagian Utara mengalami bencana banjir.
Akibatnya kekurangan panganpun terjadi. Di Jawa Barat harga beras melambung sehingga
banyak warga yang mengalami kelaparan karena tidak mampu membeli kebutuhan pangannya.
Jawa Barat menghadapi masalah dalam membangun ketahanan pangan.
Provinsi Jawa Barat selain sangat subur rakyatnya juga ramah, sehingga banyak mengundang
pendatang untuk tinggal yang akibatnya Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki penduduk
terbanyak di Indonesia. Pertumbuhan penduduk Jawa Barat dari tahun ke tahun berkisar di angka
2%, Sedang produksi beras Jawa Barat dari tahun ke tahun memperlihatkan data yang fluktuatif.
Pada tahun 2006 Jawa Barat menghasilkan padi sebanyak 9.500.551 ton. Data pada tahun
sebelumnya tahun 2005 sebesar 9.787.217 ton, tahun 2004 sebesar 9.602.302 ton, dan pada
tahun 2003 sebesar 8.776.889 ton. Pada kenyataannya ternyata kelangkaan beras juga melanda
Jawa Barat sehingga memicu kenaikan harga beras di pasaran.
Sistem pertanian dalam rangka pencanangan sistem ketahanan pangan Jawa Barat yang lebih
tangguh perlu lebih terencana dan terkendali. Masalahnya bagaimana semua dapat saling
menyahut dan bersinergi menuju target dan kondisi yang ingin dicapai. Dalam rangka
menciptakan sistem ketahanan pangan yang tangguh, keberhasilan pertanian juga perlu
dituntaskan dengan sistem logistik dan distribusi setiap komoditi pangan, khususnya beras. Jagung
dan kedelai. Sistem yang ada sekarang masih perlu dioptimalkan atau disempurnakan atau bahkan
diubah secara total, agar keberhasilan ketahanan pangan benar-benar tuntas
Agar Jawa Barat mampu menjadi provinsi yangTahan Pangan. perlu. antara lain:
a. Mencegah dan mengurangi laju konversi lahan produktif.
b. Melakukan rehabilitasi, pemeliharaan dan optimasi pemanfaatan infrastruktur irigasi dan
jalan desa.
c. Melakukan berbagai langkah kongkrit dalam konservas sumberdaya tanah dan air,
terutama dalam wilayah aliran sungai.
d. Mempromosikan produksi dan konsumsi aneka-ragam pangan berbasis sumberdaya lokal,
baik yang berbasis tanah maupun berbasis air (laut, danau, sungai), dengan menyertakan
masyarakat dan dunia usaha (Kartasasmita, 2011)

Analisis Ketersediaan Pangan di Jawa Barat

Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 mengamanatkan hakekat pembangunan pangan


adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, dan pemerintah bersama masyarkat
bertanggung jawab untuk mewujudkan ketahanan pangan. Undang –undang ini juga menjelaskan
tentang konsep ketahanan pangan, komponen serta pihak yang berperan serta dalam
mewujudkan ketahanan pangan. Undang-undang tersebut telah dijabarkan dalam beberapa
peraturan Rencana Strategis (RENSTRA) Badan Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Jawa Barat
Tahun 2013-2018 mengacu Peraturan Pemerintah (PP) antar lain:
(1) PP No. 68 tahun 2002 tentang ketahanan pangan yang mengatur dan mencakup aspek
ketersediaan pangan cadangan pangan, penganekaragaman pangan, pencegahan dan
penanggulangan masalah pangan. Pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat,
berkolaberasi dalam pengembangan sumberdaya manusia dan kerja sama internasional;

325
Seminar Nasional Peran Geospasial dalam Membingkai NKRI 2016: 323-329

(2) PP No. 69 tahun 1999 tentang label dan iklan pangan yang mengatur pembinaan dan
pengawasan dibidang label dan iklan pangan dalam rangka menciptakan perdagangan
pangan yang jujur dan bertanggung jawab; dan
(3) PP No. 28 tahun 2004 yang mengatur tentang keamanan, mutu dan gizi pangan,
pemasukan dan pengeluran kewilayah Indonesia, pengawasan dan pembinaan serta
peran serta masyarakat mengenai hal-hal dibidang mutu dan gizi pangan.
Pembangunan di Jawa Barat pada tahap kedua RPJP Daerah atau RPJM Daerah tahun 2013-
2018 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan yang belum
terselesaikan, namun juga untuk mengantisipasi perubahan yang muncul di masa yang akan
datang.
Posisi Jawa Barat yang strategis dan berdekatan dengan ibukota negara, mendorong Jawa
Barat berperan sebagai agen pembangunan bagi pertumbuhan nasional. Arah kebijakan
pembangunan daerah ditujukan untuk pengentasan kemiskinan dan peningkatan kualitas hidup
masyarakat, revitalisasi pertanian dan kelautan, perluasan kesempatan lapangan kerja,
peningkatan aksebilitas dan kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan.
Kebijakan pembangunan bidang ketahanan pangan di Jawa Barat berdasarkan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Rencana Strategis (RENSTRA) Badan Ketahanan Pangan
Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2018 adalah peningkatan ketersediaan, akses dan
keamanan pangan. Kebijakan tersebut dilakukam melalui program Peningkatan Ketahanan Pangan
dengan sasaran sebagai berikut:
1. meningkatnya produksi dan produktivitas pangan pokok beras, jagung dan kedelai;
2. menurunnya tingkat kehilangan hasil panen;
3. menurunnya kerawanan pangan masyarakat;
4. tertatanya distribusi dan perdagangan beras;
5. meningkatnya keaneragaman konsumsi, kualitas pangan serta menurunnya
ketergantungan terhadap pangan pokok beras,
6. meningkatnya pengendalian keamanan pangan.
Sangat mungkin bagi Jawa Barat khususnya atau Indonesia secara umum untuk mencapai
kedaulatan pangan pertama karena mayoritas penduduk Indonesia mata pencariannya di sektor
pertanian. Kedua iklim di Indonesia hanya mengenal dua musim, yakni hujan dan kering, hal ini
memungkinkan lahan sawah untuk bisa ditanami sepanjang tahun. Ketiga enam puluh persen
cadangan pangan di Khatulistiwa itu ada di Indonesia. Hal Ini menandakan bahwa Indonesia
memang tempat yang strategis di sektor pangan, bisa ditanami sepanjang musim selama masih
ada tanah, matahari dan hujan. Kita memiliki tanah yang sangat subur. Kondisi-kondisi demikian
merupakan peluang besar bagi negara Indonesia (Murdaningsih, 2016).
Sayangnya, dari tahun ke tahun system pengelolaan pangan di Indonesia masih tidak
berubah. Setiap Ramadhan, Idul Fitri, tahun baru dan hari-hari besar lainnya terjadi kelangkaan
pangan. Terlihat yang salah dari semua itu ada pada tata kelola yang kurang baik.
Kalau penekanan masalahnya hanya pada produksi, tidak juga. Karena cadangan beras di
Bulog tercatat lebih dari dua juta ton, artinya kita punya kemampuan. Ada peningkatan tanam.
Ada empat ratus ribu hektar pertambahan tanaman baru, dan ini bisa ditingkatkan lagi. Sehingga
produksi pangan diharapkan tidak ada masalah.
Perlu didorong agar Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan sebagai pengelola distribusi
pangan untuk berkordinasi dan bekerjasama dengan baik. Sektor perdagangan jangan merasa
karena memiliki hak impor maka mindset nya selalu impor. Hanya karena satu kota yang
mengalami kelangkaan maka menganggap hal itu juga berlaku bagi kota lain. Sehingga langsung
mengambil langkah impor. Padahal kondisi satu daerah berbeda dengan daerah lainnya. Beberapa
waktu lalu, di Bandung harga cabai mencapai 45 ribu per kilo, ketika pemerintah akan impor cabai
ternyata di Cianjur harga cabai berkisar 20-15 ribu per kilo, cabai dalam negeri malah surplus.
Untungnya impor bisa digagalkan, kalau tidak petani semakin menjerit karena harga semakin
jatuh.

326
Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Barat Dalam Mendukung Kedaulatan Pangan ....................................................................... (Widjojo)

Meningkatkan Kedaulatan Pangan

Upaya peningkatan kedaulatan pangan perlu secara sadar, sistematis, dan terstruktur
diupayakan, baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat, termasuk industri pangan. Hal ini
dapat dimulai dengan upaya sosialisasi tentang pentingnya kedaulatan pangan, terutama tentang
arti strategis kedaulatan pangan bagi bangsa.
Umumnya, produk-produk pangan dan hasil pertanian bersifat mudah rusak (perishable).
Dalam hal ini, industri pangan mempunyai peran penting karena dengan teknologi yang tepat,
produk yang mudah rusak tersebut bisa diolah menjadi aneka produk olahan yang aman, awet,
layak dikonsumsi manusia. Pengolahan pangan juga akan mempermudah penanganan dan
distribusi (sehingga lebih murah), memberikan variasi jenis olahan pangan (makanan/ minuman),
meningkatkan dan/atau mempertahankan mutu dan gizi pangan, serta secara keseluruhan mampu
meningkatkan nilai ekonomis produk pertanian.
Untuk mempercepat sasaran kedaulatan pangan nasional Tahun 2019 diperlukan berbagai
upaya dan komitmen Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sebagai berikut:
1. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu memperkuat kerjasama dengan berbagai
komponen masyarakat (pengusaha, perguruan tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat,
organisasi profesi, pemuka agama) dalam meningkatkan daya saing nasional.
2. Meningkatkan daya saing produk pangan nasional dengan cara, meningkatkan sinkronisasi
kebijakan/ program. mempercepat perbaikan dan perluasan infrastruktur; mempermudah
akses UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah); mengimplementasikan Pelayanan Terpadu
Satu Atap (PTSP) dan mengintroduksikan sistem sertifikasi produksi sebagai jaminan mutu
dan keamanan pangan.
3. Dalam rangka mengoptimalkan implementasi Rencana Aksi Nasional Pangan perlu dilakukan
penguatan koordinasi lintas SKPD dalam menangani permasalahan gizi di masyarakat;
pelibatan seluruh stakeholder pangan dalam melaksanakan Rencana Aksi Daerah (RAD)
Pangan dan Gizi; dan pembangunan sistem informasi pangan yang terintegrasi dan aman.
4. Untuk mempercepat pengembangan kawasan sentra produksi pangan, Pemerintah perlu
meningkatkan produktivitas dan luas tanam, mempertahankan lahan produktif dan menambah
lahan pertanian baru untuk meningkatkan produksi pangan nasional; meningkatkan produksi
padi, jagung dan kedele melalui perbaikan dan pembangunan infrastruktur; serta
meningkatkan Nilai Tukar Petani dan pertumbuhan kesejahteraan petani
5. Dalam rangka mengembangkan potensi keragaman sumber pangan maka perlu meningkatkan
produksi pangan lokal untuk meningkatkan ketersediaan pangan memperkuat konsumsi
pangan nasional; meningkatkan kualitas produksi pangan melalui pemanfaatan sumberdaya
dan meningkatkan kesejahteraan pelaku usaha pangan dan menumbuhkan budaya keamanan
pangan.
6. Peningkatan perlindungan dan pemberdayaan perempuan sebagai pelaku utama pengelola
pangan yang paling dominan untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga.
7. Dalam pencapaian kedaulatan pangan dan menghadapi persaingan pasar global perlu
dibangun harmoni dan sinergi antar sector; pembangunan Industri pangan skala besar dan
UMKM.
8. Untuk merealisasikan berbagai kebijakan dan program serta mewujudkan komitmen tersebut,
keberadaan kelembagaan pangan nasional seperti yang diamanatkan UU No. 18/2012 tentang
Pangan sangat diperlukan. (Budiman dan Tauchid, 2015)
Oleh karena itu, Masyarakat beserta Dewan Ketahanan Pangan (DKP) Wilayah Jawa Barat
merekomendasikan kepada pemerintah agar segera membentuk kelembagaan pangan nasional.
Sedangkan pemerintah daerah berkomitmen untuk memperkuat kelembagaan pangan daerah.
Ketersediaan dan keterjangkauan harga pangan dalam menghadapi anomali iklim, menjadi isu
penting yang harus serius ditangani oleh pemerintah. Mengingat keberadaan pangan menyangkut
persoalan antara hidup dan mati suatu bangsa.
Namun ironisnya, hingga kini masalah pangan tak kunjung usai, bahkan kompleksitasnya
meningkat, kesejahteraan petani jauh dari harapan. Meski pembangunan pertanian berjalan,
sektor pertanian masih dibayangi dilema impor Di sisi lain, akses mendapatkan pangan bergizi

327
Seminar Nasional Peran Geospasial dalam Membingkai NKRI 2016: 323-329

yang terjangkau bagi masyarakat kurang mampu masih jauh dari harapan, tidak sedikit rakyat dari
keluarga miskin yang mengalami gizi buruk.
Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) tercatat, selama kurun waktu 2014-
2016 di negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, jumlah warga yang kelaparan
mencapai 60,5 juta jiwa. Kondisi itu sungguh menjadi ironi di tengah melimpahnya potensi sumber
daya pangan di Indonesia ini.

Kebijakan terintegrasi

Untuk mengatasi persoalan pangan, diperlukan kebijakan yang terintegrasi dari hulu ke hilir
sebagai berikut:
Pertama, revitalisasi peran Perum Bulog sebagai perpanjangan tangan pemerintah harus
dikembalikan agar bisa meng-cover seluruh kebutuhan pangan nasional, seperti beras, kedelai,
jagung, gula, daging, dan telur.
Kedua, untuk menjaga ketersediaan kebutuhan pangan bagi lebih dari 250 juta penduduk
Indonesia. Dua sisi harus dilihat secara seimbang antara produsen (petani) dan konsumen.
Ketiga, sinergi di antara lembaga terkait, jika Kementerian Pertanian sibuk menggalakkan
kedaulatan pangan nasional melalui berbagai program revitalisasi pertanian, Kementerian
Perdagangan harus berperan dalam membatasi berbagi impor pangan.
Keempat, prioritas pembangunan harus pada sektor pertanian. Majunya ekonomi Indonesia
dengan berbagai parameter bukan berarti meninggalkan pertanian, yang identik dengan negara
berkembang atau bahkan terbelakang. Faktanya, di Indonesia, kontribusi sektor pertanian
terhadap Prpduk Domestik Bruto cukup besar sekitar 15,3 persen. Anggaran besar untuk sektor
pertanian ternyata belum bisa dioptimalkan, melalui program ketahanan pangan jangka panjang.
Anggaran pertanian seharusnya digunakan untuk penyuluhan (mengedukasi) petani agar
mengelola lahan dengan manajemen dan inovasi teknologi modern, sehingga lebih produktif dan
berdaya saing terhadap produk pangan impor.
Kelima, pemerintah harus tegas melindungi lahan pertanian yang sering menjadi korban konversi,
berubah jadi lahan komersial. Ratusan ribu hektar lahan pertanian hilang setiap tahun. Tingkat
kesuburan tanah juga mencemaskan, 75 persen merupakan lahan kritis. BPS mencatat,
kepemilikan lahan petani rata-rata hanya 0,2 hektare (Nauli, 2016; Sallepang, 2015; Widodo,
2015).
Program revitalisasi sektor pertanian yang dimulai sejak 2005 masih belum optimal.
Infrastruktur irigasi banyak yang rusak, jalan di desa-desa basis pertanian belum memadai. Jika
pemerintah tidak serius dalam mengatasi masalah pertanian dengan solusi komprehensif, dan
tetap mengandalkan impor, kedaulatan pangan di negeri ini akanmenghawatirkan.
Rakyat berharap Negara Kesatuan Republik Indonesia mampu mewujudkan kedaulatan
pangan nasional secara nyata. Program kerja kabinet Jokowi-JK yang pro kedaulatan pangan perlu
didukung semua pihak. Saatnya kemampuan petani, kelembagaan petani, serta hubungan petani
dengan pemerintah perlu terus ditingkatkan, demi memenuhi ketersediaan pangan lokal yang
berdaulat.

KESIMPULAN
Hasil studi menunjukkan walaupun Produktivitas padi sawah di Jawa Barat tergolong tinggi
dibandingkan dengan rata-rata nasional, lahan sawah cenderung menyusut dan masih ada
setidaknya 4 (empat) wilayah di Jawa Barat terdeteksi rawan pangan.Kesiapan Jawa Barat dalam
mendukung kedaulatan pangan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dapat terganggu
karena perubahan iklim global dan konversi lahan sawah ke penggunan lainnya.Pemerintah dan
rakyat perlu meningkatkan hasil dan mutu pertanian melalui pemanfaatan teknologi berbasis
agroindustri dan agrobisnis serta pengolahan hutan-hutan yang lestari.Dalam upaya mewujudkan
ketahanan pangan. Pemerintah menargetkan pengendalian impor pangan dengan cara

328
Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Barat Dalam Mendukung Kedaulatan Pangan ....................................................................... (Widjojo)

meningkatkan produktivitas pangan dalam negeri, pemberantasan mafia impor, dan juga
mengembangkan ekspor pertanian berbasis pengolahan pertanian

UCAPAN TERIMA KASIH


Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh keluarga besar Badan
Informasi GeospasiaL (BIG) dan Panitia Seminar Nasional Geomatika 2016 atas kerjasamanya.

DAFTAR PUSTAKA
Budiman, & Agus M. Tauchid, S. (2015). Rumusan Sidang Regional Dewan Ketahanan Pangan Tahun 2015
Wilayah Barat (Se-Sumatera Dan Jawa), Bogor: Dewan Ketahanan Pangan 25 Juni 2015
Harris, HM. (2015). Mewujudkan Ketahanan Pangan Bagi Daerahnya, Bupati Lakukan Sejumlah Terobosan,
pelalawan Riau: Dinas Prtanian Tanaman pangan
HUMAS, CILACAP. (2011). Dewan Ketahanan Pangan Harus Ciptakan Terobosan, Cilacap, Jawa Tengah:
Dewan Ketahanan Pangan Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah.
Irawan. (2013). Kemandirian Pangan Jawa Barat Menjelang Tahun 2030, Bogor: Balai Penelitian Tanah
Kartasasmita, Ginanjar, 2011, Masalah Ketahanan Pangan Jawa Barat, Bandung: Badan Ketahanan Pangan
Jawa Barat, Bandung.
KPU (2014). Sembilan Program (Nawa Cita) Jokowi-JK, Jakarta: www.kpu.go.id
Kurnia, Kiki (2016). Sejumlah buruh mengangkut beras dari gudang Bulog Pekandangan Indramayu untuk
dikirim ke sejumlah daerah di Jawa Barat http://www.galamedianews.com/ daerah/94667/surplus-
beras-indramayu-pasok-beras-ke-daerah-lain.htm, di akses 29 September 2016
Martami, Muhammad Mufid. (2015). Kebijakan Pangan Jokowi: Jalan Menuju Ketahanan Pangan
Indonesia?, http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/ 20141020082500-99-6880/warisan-masalah-
pangan-sby-untuk-jokowi/ (diakses 29 September 2016).
Murdaningsih, Dwi (2016). Sangat Mungkin Bagi Indonesia untuk Capai Kedaulatan Pangan, Harian Umum
Republika 18 Mei 2016
Nauli, Deslina Zahra (2016). Mewujudkan Kedaulatan Pangan, Harian Umum Republika, Senin, 17 October
2016.
RI (Republik Indonesia), (2012), Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Sekretariat
Negara, Jakarta
Saleppang. (2015). Terobosan Dasar Kebijakan Pemerintah Untuk Mendukung Ketahanan Pangan,
http://forum.viva.co.id/indeks/threads/ terobosan-dasar-kebijakan-pemerintah-untuk-mendukung-
ketahanan-pangan.1929345/, diakses 29 Septmber 2016
Widodo, J. (2015). Peningkatan Produktivitas Untuk Wujudkan Ketahanan Pangan, Dipublikasikan Pada
19/11/2015, http://presidenri.go.id/pangan/1967.html

329

Вам также может понравиться