Вы находитесь на странице: 1из 56

Artikel Kesmas

Kumpulan Artikel Kesehatan Masyarakat

Home Daftar Isi Hubungi Kami Privacy Policy Disclaimer ▼

Monday, September 8, 2014

Makalah Kekurangan Vitamin A (KVA)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kekurangan vitamin A (KVA) merupakan masalah kesehatan utama di negara yang sedang
berkembang termasuk Indonesia. KVA terutama sekali mempengaruhi anak kecil, diantara mereka
yang mengalami defisiensi dapat mengalami xerophthalmia dan dapat berakhir menjadi kebutaan,
pertumbuhan yang terbatas, pertahanan tubuh yang lemah, eksaserbasi infeksi serta meningkatkan
resiko kematian. Hal ini menjadi nyata bahwa KVA dapat terus berlangsung mulai usia sekolah dan
remaja hingga masuk ke usia dewasa (Keith dan West, 2008).

Meskipun konsekuensi kesehatan dari KVA tidak digambarkan dengan baik di atas anak usia dini,
namun data terakhir menunjukkan bahwa KVA pada wanita usia reproduksi dapat meningkatkan
resiko kesakitan dan kematian selama kehamilan dan periode awal postpartum. KVA yang berat pada
maternal juga memberikan kerugian bagi anak baru lahir karena dapat akibatkan peningkatan
kematian dibulan pertama kehidupan. Sebagai konsekuensi dari meningkatnya pemahaman
tentang KVA maka sangat penting bahwa beban kesehatan yang dihasilkan dikuantifikasi setepat
mungkin, sebagai dasar tindakan dan pemantauan serta evaluasi program pencegahan selanjutnya.
Kemajuan telah dilakukan selama 4 dekade terakhir dalam memperkirakan beban KVA, terutama
dengan menggabungkan dan mengekstrapolasikan data prevalensi dari negara dimana telah
dikumpulkan dalam populasi dengan profil demografis yang sama dan risiko yang telah diantisipasi.
Dalam beberapa tahun terakhir, KVA telah diperkirakan mempengaruhi antara 75 dan 254 juta anak
prasekolah setiap tahun, jauh dari jarak yang akurat. Tidak ada perkiraan permasalahan kesehatan
global KVA ibu atau adanya insidensi tahunan kebutaan malam ibu (XN) ( Arlappa, 2012; Keith dan
West, 2008).

KVA pada anak biasanya terjadi pada anak yang menderita Kurang Energi Protein (KEP) atau Gizi
buruk sebagai akibat asupan zat gizi sangat kurang, termasuk zat gizi mikro dalam hal ini vitamin A.
Anak yang menderita KVA mudah sekali terserang infeksi seperti infeksi saluran pernafasan akut,
campak, cacar air, diare dan infeksi lain karena daya tahan anak tersebut menurun. Namun masalah
KVA dapat juga terjadi pada keluarga dengan penghasilan cukup. Hal ini terjadi karena kurangnya
pengetahuan orang tua / ibu tentang gizi yang baik. Gangguan penyerapan pada usus juga dapat
menyebabkan KVA walaupun hal ini sangat jarang terjadi. Kurangnya konsumsi makanan (< 80 %
AKG) yang berkepanjangan akan menyebabkan anak menderita KVA, yang umumnya terjadi karena
kemiskinan, dimana keluarga tidak mampu memberikan makan yang cukup. Sampai saat ini masalah
KVA di Indonesia masih membutuhkan perhatian yang serius. Oleh karena itu dirasakan perlunya
Program penanggulangan masalah KVA bertujuan untuk menurunkan prevalensi KVA terutama
ditujukan kepada kelompok sasaran rentan yaitu balita dan wanita yang berada pada usia reproduksi
( Heijthuijsen, et al ,2013).

Penanggulangan masalah Kurang Vitamin A (KVA) pada anak Balita sudah dilaksanakan secara
intensif sejak tahun 1970-an, melalui distribusi kapsul vitamin A setiap 6 bulan, dan peningkatan
promosi konsumsi makanan sumber vitamin A. Dua survei terakhir tahun 2007 dan 2011
menunjukkan, secara nasional proporsi anak dengan serum retinol kurang dari 20 ug sudah di bawah
batas masalah kesehatan masyarakat, artinya masalah kurang vitamin A secara nasional tidak menjadi
masalah kesehatan masyarakat (Depkes, 2012).

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan vitamin A?

2. Apa yang dimaksud dengan Kekurangan Vitamin A (KVA)?

3. Apa saja fungsi vitamin A?

4. Faktor risiko apa saja yang menyebabkan Kekurangan Vitamin A?

5. Apa penyebab terjadinya Kekurangan Vitamin A?

6. Bagaimana tanda-tanda/gelaja Kekurangan Vitamin A?

7. Apa akibat Kekurangan Vitamin A?

8. Bagaimana pencegahan dan penanggulangan Kekurangan Vitamin A?

9. Apa saja sumber vitamin A?

10. Berapa Angka Kecukupan Gizi vitamin A?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian vitamin A

2. Untuk mengetahui pengertian Kekurangan Vitamin A (KVA)

3. Untuk mengetahui fungsi-fungsi vitamin A

4. Untuk mengetahui faktor risiko Kekurangan Vitamin A

5. Untuk mengetahui penyebab terjadinya Kekurangan Vitamin A

6. Untuk mengetahui tanda-tanda/gelaja Kekurangan Vitamin A

7. Untuk mengetahui akibat Kekurangan Vitamin A

8. Untuk mengetahui pencegahan dan penanggulangan Kekurangan Vitamin A

9. Untuk mengetahui sumber vitamin A

10. Untuk mengetahui Angka Kecukupan Gizi vitamin A


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Vitamin A

Vitamin A adalah vitamin yang larut dalam lemak. Berdasarkan struktur kimianya disebut retinol
atau retina atau disebut juga dengan asam retinoat, terdapat pada jaringan hewan dimana retinol 90-
95% disimpan pada hati (Haryadi, 2009).

Vitamin A adalah salah satu zat gizi dan golongan vitamin yang sangat diperlukan oleh tubuh yang
berguna untuk kesehatan mata (agar dapat melihat dengan baik) dan untuk kesehatan tubuh
(meningkatkan daya tahan tubuh untuk melawan penyakit, khususnya diare dan penyakit infeksi).
Vitamin A atau berdasarkan struktur kimianya dibagi menjadi dua bentuk, yaitu :

1. Retinol
Retinol dapat dimanfaatkan langsung oleh tubuh karena umumnya sumber retinol diperoleh
dari makanan hewani seperti telur, hati, minyak ikan yang mudah dicerna dalam tubuh.

2. Betacaritine
Sering disebut pro-vitamin A, baru dapat dirasakan setelah mengalami proses pengolahan
menjadi retinol. Sumber betacarotene berasal dari makanan yang berwarna orange atau hijau
tua, seperti wortel, bayam, ubi kuning, mangga dan pepaya.
Retinol atau Retinal atau juga Asam Retinoat, dikenal sebagai faktor pencegahan xeropthalmia,
berfungsi untuk pertumbuhan sel epitel dan pengatur kepekaan rangsang sinar pada saraf mata,
Jumlah yang dianjurkan berdasarkan Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (KGA-2004) per hari
400 ug retinol untuk anak-anak dan dewasa 500 ug retinol.Tubuh menyimpan retinol dan
betacarotene dalam hati dan mengambilnya jika tubuh memerlukannya (Iskandar, 2012).

B. Pengertian Kekurangan Vitamin A

Kekurangan Vitamin A (KVA) adalahpenyakit yang disebabkan oleh kurangnya asupan vitamin A
yang memadai. Hal inidapat menyebabkan rabun senja,xeroftalmia
dan jika kekuranganberlangsung parah dan berkepanjanganakan mengakibatkan keratomalasia(Tade
sse, Lisanu, 2005).

Sedangkan menurut Arisman tahun 2002, Kurang Vitamin A (KVA) merupakan penyakit sistemik
yang merusak sel dan organ tubuh dan menghasilkan metaplasi keratinasi pada epitel, saluran nafas,
saluran kencing dan saluran cerna. Penyakit Kurang Vitamin A (KVA) tersebar luas dan merupakan
penyebab gangguan gizi yang sangat penting. Prevalensi KVA terdapat pada anak-anak dibawah usia
lima tahun.Sampai akhir tahun 1960-an KVA merupakan penyebab utama kebutaan pada anak.

C. Fungsi Vitamin A

1. Penglihatan

Vitamin A berfungsi dalam penglihatan normal pada cahaya remang. Bila kita dari cahaya
terang diluar kemudian memasuki ruangan yang remang-remang cahayanya, maka
kecepatan mata beradaptasi setelah terkena cahaya terang berhubungan langsung dengan
vitamin A yang tersedia didalam darah. Tanda pertama kekurangan vitamin A adalah rabun
senja. Suplementasi vitamin A dapat memperbaiki penglihatan yang kurang bila itu
disebabkan karena kekurangan vitamin A (Melenotte et al., 2012).

2. Pertumbuhan dan Perkembangan

Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk email
dalam pertumbuhan gigi. Pada kekurangan vitamin A, pertumbuhan tulang terhambat dan
bentuk tulang tidak normal. Pada anak–anak yang kekurangan vitamin A, terjadi kegagalan
dalam pertumbuhannya. Dimana vitamin A dalam hal ini berperan sebagai asam retinoat
(Tansuğ N, et al., 2010).

3. Reproduksi
Pembentukan sperma pada hewan jantan serta pembentukan sel telur dan perkembangan
janin dalam kandungan membutuhkan vitamin A dalam bentuk retinol. Hewan betina
dengan status vitamin A rendah mampu hamil akan tetapi mengalami keguguran atau
kesukaran dalam melahirkan. Kemampuan retinoid mempengaruhi perkembangan sel epitel
dan kemampuan meningkatkan aktivitas sistem kekebalan diduga berpengaruh dalam
pencegahan kanker kulit, tenggorokan, paru-paru, payudara dan kandung kemih (Knutson
dan Dame, 2011).

4. Fungsi Kekebalan

Vitamin A berpengaruh terhadap fungsi kekebalan tubuh pada manusia. Dimana kekurangan
vitamin A dapat menurunkan respon antibody yang bergantung pada limfosit yang berperan
sebagai kekebalan pada tubuh seseorang (Almatsier, 2008).

5. Perkembangan Jantung

Defek kardiak dan cabang aorta diamati sebagai bagian dari sindroma kekurangan vitamin A.
singkat kata, peranan vitamin A dalam perkembangan jantung mamalia
meliputi pembentukan pipa pola jantung dan lingkaran, ruang dan katup saluran keluar,
trabekulasi ventrikel, diferensiasi kardiomiosit dan pengembangan pembuluh koroner
(Knutson dan Dame, 2011).

6. Perkembangan Ginjal dan Saluran Kencing

Kekurangan vitamin A pada kehamilan dapat berkorelasi dengan kekurangan jumlah nefron
sub-klinis dan sedikit defisit nefron yang tidak disadari pada saat lahir, tapi mungkin bisa
berkontribusi dalam jangka panjang terjadinya gagal ginjal dan hipertensi (Knutson dan
Dame, 2011).

7. Diafragma

Fungsi diafragma sebagai otot utama respirasi dan sebagai pembatas antara rongga dada dan
perut. Hernia diafragma kongenital (CDH) terjadi pada sekitar satu dari 3000 kelahiran, dan
berhubungan dengan kematian neonatal yang tinggi. Vitamin A sangat penting bagi
perkembangan diafragma normal, dan telah disimpulkan bahwa gangguan sinyal retinoid
dapat berkontribusi pada etiologi dari gangguan manusia (Knutson dan Dame, 2011).

8. Paru dan Saluran Nafas Atas serta Aliran Udara

Defek Respirasi termasuk agenesis paru kiri, hypoplasia paru bilateral, dan agenesis
esophagotracheal septum digambarkan dalam sindroma KVA awal namun dikarakteristikkan
sebagai kelainan yang jarang terjadi. Paru berkembang dari foregut endoderm selama
perekembangan awal embrio. RA dari mesoderm splanchnic di sekitar endoderm foregut
telah penting ditemukan untuk pembentukan tunas paru primordial. Sebuah laporan terbaru
di New England Journal of Medicine menunjukkan bahwa, di daerah endemik dengan
defisiensi vitamin A (retinol), anak-anak yang ibunya menerima suplementasi vitamin A
sebelum, selama, dan selama 6 bulan setelah kehamilan memiliki fungsi paru-paru yang lebih
baik ketika mereka diuji pada 9 sampai 11 tahun daripada anak-anak yang ibunya menerima
suplemen beta karoten atau plasebo. Selain itu, mereka menemukan bahwa periode di mana
suplementasi dengan vitamin A yang paling penting adalah dari kehamilan usia postnatal dari
6 bulan (Knutson dan Dame, 2011).

D. Faktor Risiko Kekurangan Vitamin A

Sebagai permasalahan kesehatan masyarakat, defisiensi vitamin A terjadi didalam lingkungan


sosial, ekonomi, dan ekologi yang miskin dan penduduknya tinggal di negara yang ekonomiya sedang
berkembang serta mengalami transisi. Pengaruh relatif faktor kasusal pada tingkat makro maupun
mikro dapat sangat bervariasi antar negara bahkan antar wilayah dalam negara yang sama. Oleh
karena itu, kita harus memahami kondisi setempat ketika membuat rancangan program intervensi
yang tepat dan efektif secepatnya untuk memperbaiki situasi tersebut. Walaupun begitu, ada
beberapa faktor resiko dibaliknya yang cenderung menandai sebagian besar situasi ketika defisiensi
vitamin A lazim ditemukan.

Usia

Berbagai tingkat defisiensi vitamin A mulai dari bentuk subklinis hingga bentuk malnutrisi dengan
kebutaan yang berat (keratomalasia), dapat terjadi pada setiap usia jika keadaannya cukup ekstrim.
Namun demikian, sebagai persoalan kesehatan masyarakat, defisiensi vitamin A, khususnya defisiensi
yang berat, akan menyerang anak-anak dalam usia prasekolah. Keadaan ini terjadi karena kebutuhan
vitamin A bagi pertumbuhan pada anak-anak ini cukup tinggi. Sementara asupan vitamin dari makanan
seringkali rendah dengan tambahan beban pajanan infeksi yang lebih besar. Insidens xeroftalmia
kornea paling prevalen pada anak-anak yang berusia 2-4 tahun. Pada anak-anak dibawah usia 12
bulan, penyakit kornea merupakan kejadian yang relatif jarang dijumpai (terutama karena efek
protektif pemberian ASI), tetapi keratomalasia lebih sering terjadi diantara bayi-bayi yang hidup dalam
kondisi sosial ekonomi yang rendah.

Prevalensi xeroftalmia ringan, terutama buta senja (SN) dan bercak bitot (XB) meningkat
seiring usia hingga usia prasekolah dan keterkaitan ini ternyata berbeda-beda diantara berbagai
budaya terlepas dari angka xeroftalmia yang spesifik menurut usia. Defisiensi vitamin A subklinis juga
sering ditemukan diantara anak-anak usia sekolah, remaja, dan dewasa muda pada komunitas yang
sama dan prevalensinya pada anak-anak kecil cukup tinggi.

Gender

Pada orang dewasa yang sehat, kadar retinol plasma maupun RBP (retinol-binding protein) ternyata
berada pada level 20% lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan pada wanita, kendati signifikan fisiologi
perbedaan ini masih belum jelas. Walaupun begitu, laki-laki umumnya memiliki risiko yang lebih tinggi
untuk mengalami buta senja dan bercak Bitot dibandingkan perempuan selama usia prasekolah dan
awal usia sekolah. Perbedaan gender ini tidak begitu jelas dalam hal xeroftalmia yang berat.
Perbedaan pada budaya pemberian makan dan perawatan antara anak laki-laki dan perempuan dalam
sebagian populasi dapat menkelaskan variasi menurut gender ketika hal ini diamati.

Status Fisiologi

Dengan meningkatnya kebutuhan vitamin A selama periode pertumbuhan yang cepat, anak-anak kecil
merupakan kelompok yang paling rentan. Kebutuhan akan vitamin A juga meningkat selama masa
kehamilan dan menyusui; dengan demikian, ibu hamil dan menyusui dalam populasi yang kehilangan
haknya tidak mampu memenuhi kebutuhan yang meningkat selama periode tertentu. Buta senja
selama kehamilan dan laktasi terutama sering ditemukan di Asia Selatan dengna kejadian buta senja
sebesar 15%-20% dari semua kehamilan dan kemudian berulang kembali pada kehamilan berikutnya;
keadaan ini pada beberapa budaya dianggap sebagai bagian dari kehamilan. Sejumlah penelitian juga
memperlihatkan bahwa ASI dari ibu dnegan status vitamin A yang buruk sering kali turut
menyebabkan peningkatan kerentanan pada bayi.

Diet

Penyebab dasar yang melandasi defisiensi vitamin A sebagai permasalahan kesehatan masyarakat
adlaha diet atau pola makan yang kurang mengandung vitamin, baik senyawa
karotenoid performed aatau provitamin A untuk memenuhi kebutuhan. Pada umumnya, ditempat
yang kondisi hidupnya buruk, diet seseorang akan bergantung pada makanan nabati yang lebih murah
tetapi secara hayati kurang mengandung vitamin A (sebagai karotenoid). Populasi yang mengonsumsi
beras sebagai makanan pokok dan serat pangan dalam kehidupan sehari-hari ternyata sangat berisiko
untuk mengalami defisiensi vitamin A. Dengan demikian, xeroftalmia lebih sering ditemukan di Asia
Selatan dan Asia Timur. Defisiensi vitamin A subklinis umumnya terjadi ditempat yang kualitas
makanannya relatif rendah akibat kendala pada kemampuan mengakses makanan dan ketersediaan
makanan, khususnya makanan hewani.
Pemberian ASI, kualitas makanan tambahan, dan kualitas diet anak semuanya merupakan
faktor penting untuk mempertahankan status vitamin A. Ada bukti jelas yang menunjukkan bahwa
anak-anak yang mendapatkan ASI menghadapi kemungkinan yang lebih kecil untuk mengalami
defisiensi vitamin A jika dibandingkan dengan anak-anak pada usia sama yang tidak memperoleh ASI.
Lebih lanjut, peningkatan frekuensi pemberian ASI juga memberikan efek protektif terhadap
xeroftalmia.

Banyak penelitian epidemiologi mendukung pemberian makanan tambahan yang tepat dan
tindakan ini ternyata dapat melindungi anak-anak selama usia prasekolah terhadap xeroftalmia.
Konsumsi buah yang berwarna kuning (mangga dan pepaya) akan memberikan perlindungan yang
kuat pada anak berusia dua dan tiga tahun. Ketika pengaruh pemberian ASI berkurang, sayuran yang
berwarna hijau gelap memainkan peranan yang lebih penting bagi anak-anak pada usia tiga tahun
keatas. Sesudah masa bayi, konsumsi rutin makanan hewani yang mengandung vitamin A preformed
( telur, produk susu, ikan dan hati) bersifat sangat protektif terhadap kesehatan anak. Sebaliknya,
dalam usia satu tahun pertama ketika anak disapih, anak-anak yang menderita xeroftalmia ternyata
lebih sedikit mendapat makanan yang kaya akan vitamin A secara teratur dibandingkan dengan
anak anak yang tidak menderita xeroftalmia. Konsumsi sayuran berwarna hijau gelap ataubuah dan
sayuran yang berwarna kuning disertai dengan penurunan risiko xeroftalmia sebesar 4-6 kali lipat,
sementara efek konsumsi telur, daging, ikan, dan susu yang hanya dilakukan sekali-kali disertai dengan
peningkatan risiko sebesar 2-3 kali lipat . Pola makan pada saudara kandung yang usianya lebih muda
pada dua tahun pertama kehidupannya ternyata serupa dengan pola makan kasus xeroftalmia dalam
keluarga yang sama; Kenyataan ini mencerminkan buruknya diet secara kronis pada rumah tangga
yang berisiko tinggi. Defisiensi vitamin A paling sering ditemukan pada polpulasi penduduk; yang
mengonsumsi sebagian kebutuhan vitamin A mereka dari sumber karotenoid provitamin dengan
sedikit lemak yang terkandung dalam makanan mereka.

Kebiasaan makan yang spesifik menurut budaya dan sejumlah tabuh atau larangan dalam
pemberian makanan anak, remaja dan ibu hamil serta menyusui sering kali membatasi konsumsi
makanan yang berpotensi sebagai sumber vitamin A yang baik. Namun demikian, kurangnya
komsumsi yang kaya akan vitamin A bukan berarti ketersediaan makanan tersebut dalam sebuah
rumah tangga juga mengalami kekurangan. Bagaimana anak-anak mengkomsumsi makanan dan
dengan siapa anak-anak itu makan, dapat memperngaruhi resikonya untuk terkena defisiensi vitamin
A. Sejumlah penelitian egnoghrafi secara rinci dilaksanakan oleh kelompok Johns Hopkins University
dan lainnya memperlihatkan bahwa anak-anak desa di Nepal memiliki peluang dua kali lebih besar
untuk mengkomsumsi sayuran, buah, kacang-kacangan, daging atau ikan serta produk susu ketika
mereka makan bersama keluarga dibandingkan ketika mereka makan sendiri. Ironisnya, hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa pola kaum ibu memastikan kecukupan makanan bagi anak-anak
mereka pada sebagian budaya dapat menjadi factor predisposisi untuk terjadinya difisiensi vitamin A
pada ibu sendiri. Sebagai contoh, para ibu hamil di Nepal yang menderita buta senja ternyata
mengalami penurunan peluang sepenuhnya untuk mengkomsumsi makanan yang kaya akan vitamin
A, khususnya selama musim kemarau yang kering akan langka panga. Di Indonesia, ketika terjadi krisis
ekonomi, para ibu telah mengorbankan asupan telur mereka demi memenuhi kebutuhan giza anaka-
anaknya.

Pola Penyakit

Keterkaitan antara penyakit infeksi dan status vitamin A merupakan persoalan kompleks yang telah
ditinjau secara luas. Difisiensi vitamin A akan meningkatkan risiko morbiditas penyakit infeksi dan
sebaliknya, penyakit infeksi merupakanpredisposisi terjadinya difisiensi vitamin A. Beberapa jenis
infekssi seperti diare, infeksi pernafasan, dan campak akan disertai bentuk tertentu difisiensi vitamin
A yang dapat berupa penurunan kadar retinol serum atau peningkatan resiko xeroktalmia.
Selanjutnya, frekuensi, durasi, dan intensitas penyakit infeksi secara langsung atau tidak langsung
turut meningkatkan keretangan terhadap keadaan difisiensi vtamin A.

Keberaradaan KEP akan lebih meningkatkan resiko xeroktalmia yang urutan intensitasnya
hamper sama seperti penyakit diare dan pernafasan. Protein pengikat retinol (RBP; RETINOL BINDING
PROTEIN) dapat menurun ketika KEP sehingga mengurangi ketersediaan vitamin A dalam darah.
Selama episode penyakit infeksi, penurunan kadar vitamin A dalam serum menggambarkan secara
parsial respon yang tidak spesifik terhadap keadaan demam ketika sintesis RBP yang juga merupakan
protein fase akut yang negative itu berkurang. Kadar retinol dalam serum kembali normal setelah
terjadi kesembuhan.

Cacing usus seperti Giardia serta Ascaris juga dilaporkan sebagai penyebab penurunan
absorpsi vitamin A, dengan demikian dapat turut menimbulkan defisiensi vitamin A. Salah satu
laporan tidak berhasil memperlihatkan kehilangan vitamin A sesudah pemberian oral vitamin A
kepada anak-anak yang menderita askariasis. Walaupun begitu, infeksi parasit harus diatasi ketika kita
menghadapi populasi dengan persoalan defisiensi, dapat disertai dengan xeroftalmia.

Kondisi sosioekonomi

Dalam pengertian kesehatan masyarakat. Kemiskinan terutama terjadi penyebab defisiensi vitamin,
sekalipun tidak selalu demikian,. Pada umumnya, defisiensi vitamin A ditemukan terutama di negara-
negara yang perekonomiannya relatif miskin. Sejumlah penelitaian memperlihatkan bahwa keluarga
di negara-negara yang perekonomiannya relatif memiliki lahan yang lebih sempit, kondisi perumahan
yang lebih buruk, hewan peliharaan yang lebih sedikit, dan kemampuan ekonomi yang lebih rendah
(diukur berdasarkan lebih sedikitnya barang yang dimiliki seperti radio, arloji, atau sepeda). Meskipun
indikator status sosioekonomi yang rendah ditemukan (di Bangladesh) berkaitan dengan risiko
xeroftalmia yang 1,5-2,3 kali lebih tnggi, namun karakteristik ini tidak selalu dengan sendirinya
meramalkan kejadian xeroftalmia. Tingkat pendidikan yang rendah pada ayah atau ibu dalam
keadaan ini dapat dibedakan, merupakan faktor risiko yang lain.

Pengelompokan

Kejadian defisiensi vitamin A cenderung mengelompok (clustering) ketinbang tersebar secara


rata. data dari berbagai negara menunjukkan bahwa tanda-tanda klinis defisiensi mengelompok i
dalam provinsi atau Kabupaten, Kecamatan, Desa dan bahkan rumah tangga. Memperlihatkan
pengelompokan defisiensi vitami A berdasrkan distrik di Bangladesh. Pengelompokkan di dalam
negara pada dasarnya berhubungan denga faktor ekologi serta budaya yang semakin diperparah oleh
infrastruktur yang tidak dibangun dengan baik, dan pengelompokkan di dalam rumah tangga serta
masyarakat terjadikarena praktik-praktik serta lingkungan yang tidak kondusif bagi pola makan
dankesehatan yang memadai. Bukti menunjukkan bahwa besaran pengelompokkan didalam rumah
tangga jauh melebihi didalam desa, dan bahwa faktor rumah tangga inilah yang menjelaskan banyak
tentang pengelompokkan ini ketimbang penyakit infeksi. Identifikasi kelompom-
kelompok defisiensi vitamin A dapat memfasilitasi implementasi program intervensi dan jika seorang
anak ditemukan dengan xeroftalmia, saudara kandungnya harus ditangani sebagai kasus suspect
defisiensi vitamin A pula.

E. Penyebab Terjadinya Kekurangan Vitamin A

Arisman (2002) menyatakan bahwa KVA bisa timbul karena menurunnya cadangan vitamin A
pada hati dan organ-organ tubuh lain serta menurunnya kadar serum vitamin A dibawah garis yang
diperlukan untuk mensuplai kebutuhan metabolik bagi mata. Vitamin A diperlukan retina mata untuk
pembentukan rodopsin dan pemeliharaan diferensiasi jaringan epitel. Gangguan gizi kurang vitamin A
dijumpai pada anak-anak yang terkait dengan : kemiskinan, pendidikan rendah, kurangnya asupan
makanan sumber vitamin A dan pro vitamin A (karoten), bayi tidak diberi kolostrum dan disapih lebih
awal, pemberian makanan artifisial yang kurang vitamin A. Pada anak yang mengalami kekurangan
energi dan protein, kekurangan vitamin A terjadi selain karena kurangnya asupan vitamin A itu sendiri
juga karena penyimpanan dan transpor vitamin A pada tubuh yang terganggu.

Kelompok umur yang terutama mudah mengalami kekurangan vitamin A adalah kelompok bayi
usia 6-11 bulan dan kelompok anak balita usia 12-59 bulan (1-5 tahun). Sedangkan yang lebih berisiko
menderita kekurangan vitamin A adalah bayi berat lahir rendah kurang dari 2,5 kg, anak yang tidak
mendapat ASI eksklusif dan tidak diberi ASI sampai usia 2 tahun, anak yang tidak mendapat makanan
pendamping ASI yang cukup, baik mutu maupun jumlahnya, anak kurang gizi atau di bawah garis
merah pada KMS, anak yang menderita penyakit infeksi (campak, diare, TBC, pneumonia) dan
kecacingan, anak dari keluarga miskin, anak yang tinggal di dareah dengan sumber vitamin A yang
kurang, anak yang tidak pernah mendapat kapsul vitamin A dan imunisasi di posyandu maupun
puskesmas, serta anak yang kurang/jarang makan makanan sumber vitamin A.

Terjadinya kekurangan vitamin A berkaitan dengan berbagai faktor dalam hubungan yang
kompleks seperti halnya dengan masalah kekurangan kalori protein (KKP). Makanan yang rendah
dalam vitamin A biasanya juga rendah dalam protein, lemak dan hubungannya antara hal-hal ini
merupakan faktor penting dalam terjadinya kekurangan vitamin A.
Kekurangan vitamin A bisa disebabkan seorang anak kesulitan mengonsumsi vitamin A dalam jumlah
yang banyak, kurangnya pengetahuan orang tua tentang peran vitamin A dan kemiskinan. Sedangkan
untuk mendapatkan pangan yang difortifikasi bukan hal yang mudah bagi penduduk yang miskin.
Karena, harga pangan yang difortifikasi lebih mahal daripada pangan yang tidak difortifikasi.

Pembedahan pada usus atau pankreas juga akan memberikan efek kekurangan vitamin A. Bayi-
bayi yang tidak mendapat ASI mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita kekurangan vitamin A ,
karena ASI merupakan sumber vitamin A yang baik. Kekurangan vitamin A sekunder dapat terjadi pada
penderita Kurang Energi Protein (KEP), penyakit hati, gangguan absorpsi karena kekurangan asam
empedu (Suhardjo, 2002).

Penyebab lain KVA pada balita dikarenakan kurang makan sayuran dan buah-buahan berwarna
serta kurang makanan lain sumber vitamin A seperti : daun singkong, bayam, tomat, kangkung, daun
ubi jalar, wortel, daun pepaya, kecipir, daun sawi hijau, buncis, daun katu, pepaya, mangga, jeruk,
jambu biji, telur ikan dan hati. Akibatnya menurun daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit
(Depkes RI, 2005).

F. Tanda-tanda dan Gejala Klinis Kekurangan Vitamin A

KVA adalah kelainan sistemik yang mempengaruhi jaringan epitel dari organ-organ seluruh tubuh,
termasuk paru-paru, usus, mata dan organ lain. Akan tetapi gambaran gangguan secara fisik dapat
langsung terlihat oleh mata. Kelainan kulit pada umumnya terlihat pada tungkai baeah bagian depan
dan lengan atas bagian belakang, kulit nampak kering dan bersisik. Kelainan ini selain diebabkan oleh
KVA dapat juga disebabkan kekurangan asam lemak essensial, kurang vitamin golongan B atau KEP.

Gejala klinis KVA pada mata akan timbul bila tubuh mengalami KVA yang telah berlangsung lama.
gejala tersebut akan lebih cepat muncul jika menderita penyaki campak, diare, ISPA dan penyakit
infeksi lainnya.Gejala klinis KVA pada mata menurut klasifikasi WHO sebagai berikut :

1. Buta senja = XN. Buta senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retina. Pada keadaan ringan,
sel batang retina sulit beradaptasi di ruang yang remang-remang setelah lama berada di cahaya
yang terang. Penglihatan menurun pada senja hari, dimana penderita tidak dapat melihat
lingkungan yang kurang cahaya.

2. Xerosis konjunctiva = XI A. Selaput lendir mata tampak kurang mengkilat atau terlihat sedikit
kering, berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan kasar dan kusam.

3. Xerosis konjunctiva dan bercak bitot = XI B. Gejala XI B adalah tanda-tanda XI A ditambah dengan
bercak bitot, yaitu bercak putih seperti busa sabun atau keju terutama celah mata sisi luar. Bercak
ini merupakan penumpukan keratin dan sel epitel yang merupakan tanda khas pada penderita
xeroftalmia, sehingga dipakai sebagai penentuan prevalensi kurang vitamin A pada masyarakat.
Dalam keadaan berat tanda-tanda pada XI B adalah, tampak kekeringan meliputi seluruh
permukaan konjunctiva, konjunctiva tampak menebal, berlipat dan berkerut.

4. Xerosis kornea = X2. Kekeringan pada konjunctiva berlanjut sampai kornea, kornea tampak suram
dan kering dengan permukaan tampak kasar.

5. Keratomalasia dan Ulcus Kornea = X3 A ; X3 B. Kornea melunak seperti bubur dan dapat terjadi
ulkus. Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea.Keratomalasia dan tukak kornea dapat
berakhir dengan perforasi dan prolaps jaringan isi bola mata dan membentuk cacat tetap yang
dapat menyebabkan kebutaan. Keadaan umum yang cepat memburuk dapat mengakibatkan
keratomalasia dan ulkus kornea tanpa harus melalui tahap-tahap awal xeroftalmia.

6. Xeroftalmia Scar (XS) = jaringan parut kornea. Kornea tampak menjadi putih atau bola mata
tampak mengecil. Bila luka pada kornea telah sembuh akan meninggalkan bekas berupa sikatrik
atau jaringan parut. Penderita menjadi buta yang sudah tidak dapat disembuhkan walaupun
dengan operasi cangkok kornea.

7. Xeroftalmia Fundus (XF). Tampak seperti cendolXN, XI A, XI B, X2 biasanya dapat sembuh kembali
normal dengan pengobatan yang baik. Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat yang
harus segera diobati karena dalam beberapa hari bisa menjadi keratomalasia. X3A dan X3 B bila
diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat yang bahkan dapat menyebabkan
kebutaan total bila lesi pada kornea cukup luas sehingga menutupi seluruh kornea.Prinsip dasar
untuk mencegah xeroftalmia adalah memenuhi kebutuhan vitamin A yang cukup untuk tubuh
serta mencegah penyakit infeksi. Selain itu perlu memperhatikan kesehatan secara umum
(Wardani, 2012).

G. Akibat Kekurangan Vitamin A

Tubuh memerlukan asupan vitamin yang cukup sebagai zat pengatur dan memperlancar proses
metabolisme dalam tubuh. Sebagai vitamin yang larut dalam lemak, vitamin A membangun sel-sel
kulit dan memperbaiki sel-sel tubuh, menjaga dan melindungi mata, menjaga tubuh dari infeksi, serta
menjaga pertumbuhan tulang dan gigi. Karena fungsi tersebut, vitamin A sangat bagus dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan anak. Vitamin A juga berperan dalam epitil, misalnya pada epitil
saluran pencernaan dan pernapasan serta kulit. Vitamin A berkaitan erat dengan kesehatan mata.
Vitamin A membantu dalam hal integritas atau ketahanan retina serta menyehatkan bola mata.
Vitamin A fungsinya tak secara langsung mengobati penderita minus, tapi bisa menghambat minus.
Kekurangan vitamin A menyebabkan mata tak dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan cahaya
yang masuk dalam retina. Sebagai konsekuensi awal terjadilah rabun senja, yaitu mata sulit melihat
kala senja atau dapat juga terjadi saat memasuki ruangan gelap. Bila kekurangan vitamin A
berkelanjutan maka anak akan mengalami xerophtalmia yang mengakibatkan kebutaan. Selain itu
kekurangan vitamin A menyebabkan tubuh rentan terhadap infeksi bakteri dan virus. Tanpa vitamin
A, sistem pertahanan tubuh akan hilang.Ini memicu tubuh rentan terserang penyakit.

Vitamin A bisa terserap dalam tubuh yang kondisinya baik. Anak usia balita sangat rentan
kekurangan vitamin A karena kondisi tubuhnya rentan terhadap penyakit, seperti diare atau infeksi
pencernaan. Untuk itu peran ibu sangat penting dalam menjaga ketahanan tubuh bayi yakni dengan
memberikan ASI eksklusif, agar mempunyai ketahanan tubuh yang cukup.Kebutuhan vitamin A yang
cukup dalam tubuh, dapat diketahui dengan cara menganalisis makanan yang dikonsumsi sehari-hari
dan melihat kondisi tubuh. Jika tubuh anak sering terkena penyakit, seperti diare, busung lapar atau
gangguan saluran pernapasan, maka secara otomatis, asupan vitamin A-nya kurang (Zulkarnaen,
2012).

Selain itu, dampak kekurangan Vitamin A bagi balita antara lain:

1. Hemarolopia atau kotok ayam (rabun senja).

2. Frinoderma, pembentukan epitelium kulit tangan dan kaki terganggu, sehingga kulit tangan dan
kaki bersisik.

3. Pendarahan pada selaput usus, ginjal dan paru-paru.

4. Kerusakan pada bagian putih mata mengering dan kusam (Xerosis konjungtiva), bercak seperti
busa pada bagian putih mata (bercak bitot), bagian kornea kering dan kusam (Xerosis kornea),
sebagian hitam mata melunak ( Keratomalasia ), Seluruh kornea mata melunak seperti bubur
(Ulserasi Kornea) dan Bola mata mengecil / mengempis (Xeroftahalmia Scars).

5. Terhentinya proses pertumbuhan.

6. Terganggunya pertumbuhan pada bayi.

7. Mengakibatkan campak yang berat yang berkaitan dengan adanya komplikasi pada anak-anak
serta menghambat penyembuhan. (Melenotte et al,2012)

Namun demikian perlu juga diperhatikan bahwa pemberian dosis Vitamin A yang terlalu
tinggi dalam waktu yang lama dapat menimbulkan akibat yang kurang baik antara lain:
1. Hipervitaminosis A pada anak-anak dapat menimbulkan anak tersebut cengeng, pada sekitar tulang
yang panjang membengkak, kulit kering dan gatal-gatal.

2. Hipervitaminosis pada orang dewasa menimbulkan sakit kepala, mual-mual dan diare. (Sugiarno,
2010).

H. Pencegahan dan Penanggulangan Kekurangan Vitamin A

Vitamin A adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin yang sangat diperlukan oleh tubuh yang
berguna untuk kesehatan mata (agar dapat melihat dengan baik) dan untuk kesehatan tubuh (meni
ngkatkan daya tahan tubuh untuk melawan penyakit misalnya campak, diare, dan penyakit infeksi lain)
(Depkes RI, 2009)

Pada ibu hamil dan menyusui, vitamin A berperan penting untuk memelihara kesehatan ibu
selama masa kehamilan dan menyusui. Buta senja pada ibu menyusui, suatu kondisi yang kerap terjadi
karena kurang vitamin A (KVA). Berhubungan erat pada kejadian anemia pada ibu, kekurangan berat
badan, kurang gizi, meningkatnya resiko infeksi dan penyakit reproduksi, serta menurunkan
kelangsungan hidup ibu hingga dua tahun setelah melahirkan (Dinkes Jateng, 2007)

Semua anak, walaupun mereka dilahirkan dari ibu yang berstatus gizi baik dan tinggal di Negara
maju, terlahir dengan cadangan vitamin A yang terbatas dalam tubuhnya (hanya cukup memenuhi
kebutuhan untuk sekitar dua minggu). Di Negara berkembang, pada bulan-bulan pertama
kehidupannya, bayi sangat bergantung pada vitamin A yang terdapat dalam ASI. Oleh sebab itu,
sangatlah penting bahwa ASI mengandung cukup vitamin A. Anak-anak yang sama sekali tidak
mendapatkan ASI akan beresiko lebih tinggi terkena Xeropthalmia dibandingkan dengan anak-anak
yang mendapatkan ASI walau hanya dalam jangka waktu tertentu. Berbagai studi yang dilakukan
mengenai vitamin A ibu nifas memperlihatkan hasil yang berbeda-beda.

Anak-anak usia enam bulan yang ibunya mendapatkan kapsul vitamin A setelah melahirkan,
menunjukkan bahwa terdapat penurunan jumlah kasus demam pada anak-anak tersebut dan waktu
kesembuhan yang lebih cepat saat mereka terkena ISPA. Ibu hamil dan menyusui seperti halnya juga
anak-anak, berisiko mengalami KVA karena pada masa tersebut ibu membutuhkan vitamin A yang
tinggi untuk pertumbuhan janin dan produksi ASI.

Upaya meningkatkan konsumsi bahan makanan sumber vitamin A melalui proses Komunikasi
Informasi Edukasi (KIE) merupakan upaya yang paling aman. Namun disadari bahwa penyuluhan tidak
akan segera memberikan dampak nyata. Selain itu kegiatan konsumsi kapsul vitamin A masih bersifat
rintisan. Oleh sebab itu penanggulangan KVA saat ini masih bertumpu pada pemberian kapsul vitamin
A dosis tinggi.

a. Bayi umur 6-11 bulan, baik sehat maupuan tidak sehat, dengan dosis 100.000 SI (warna biru).
Satu kapsul diberikan satu kali secara serentak pada bulan Februari dan Agustus.
b. Anak balita umur 1-5 tahun, baik sehat maupun tidak sehat, dengan dosis 200.000 SI (warna
merah). Satu kapsul diberikan satu kali secara serentak pada bulan Februari dan Agustus.

c. Ibu nifas, paling lambat 30 hari setelah melahirkan, diberikan satu kapsul vitamin A dosis 200.000
SI (warna merah), dengan tujuan agar bayi memperoleh vitamin A yang cukup melalui ASI (Depkes
RI, 2009).

d. Wanita hamil : suplemen vitamin A tidak direkomendasikan selama kehamilan sebagai bagian
dari antenatal care rutin untuk mencegah maternal and infant morbidity dan mortality. Namun,
pada daerah dimana terdapat masalah kesehatan publik yang berat yang berkaitan dengan
kekurangan vitamin A, maka suplementasi vitamin A direkomendasikan untuk mencegah rabun
senja. Secara khusus, wanita hamil dapat mengkonsumsi hingga 10,000 IU vitamin A setiap
harinya atau vitamin A hingga 25,000 IU setiap minggu. Suplementasi dapat dilanjutkan hingga
12 minggu selama kehamilan hingga melahirkan. Hal ini perlu ditekankan bahwa WHO
mengidentifikasi populasi berisiko sebagai mereka yang prevalensi menderita rabun senja ≥5%
pada wanita hamil atau ≥5% pada anak – anak yang berusia 24–59 bulan.( McGuire, 2012)

e. Ibu nifas: suplementasi vitamin A pada ibu nifas tidaklah direkomendasikan untuk mencegah
morbiditas dan mortalitas pada ibu dan bayi. ( McGuireS. 2012)

Kekurangan makan makanan bergizi yang berlarut-larut, selain membuat orang menjadi kurus
juga kekurangan vitamin-vitamin, termasuk kekurangan vitamin A. penyakit usus yang menahun akan
mengakibatkan penyerapan vitamin A dari usus terganggu. Untuk melakukan pengobatan harus
berobat pada dokter dan biasanya dokter akan memberikan suntikan vitamin A setiap hari sampai
gejalanya hilang. Untuk mencegah kekurangan vitamin A makanlah pepaya, wortel dan sayur-sayuran
yang berwarna ( Hassan, 2008).

Program nasional pemberian suplemen vitamin A adalah upaya penting untuk mencegah
kekurangan vitamin A di antara anak-anak Indonesia. Tujuan Program ini adalah untuk
mendistribusikan kapsul vitamin A pada semua anak di seluruh wilayah Indonesia dua kali dalam satu
tahun. Setiap Februari dan Agustus, kapsul vitamin A didistribusikan secara gratis kepada semua anak
yang mengunjungi Posyandu dan Puskesmas. Vitamin A yang terdapat dalam kapsul tersebut cukup
untuk membantu melindungi anak-anak dari timbulnya beberapa penyakit yang pada gilirannya akan
membantu menyelamatkan penglihatan dan kehidupan mereka ( Maryam, 2010 ).

Pemberian vitamin A akan memberikan perbaikan nyata dalam satu sampai dua minggu.
Dianjurkan bila diagnosa defisiensi vitamin A ditegakkan maka berikan vitamin A 200.000 IU peroral
dan pada hari kesatu dan kedua. Belum ada perbaikan maka diberikan obat yang sama pada hari
ketiga. Biasanya diobati gangguan proteinkalori mal nutrisi dengan menambah vitamin A, sehingga
perlu diberikan perbaikan gizi.
I. Sumber Vitamin A

Pada umumnya kecukupan Vitamin A pada orang dewasa didapat dari makanan yang di konsumsi
setiap hari. Demikian juga bagi anak anak selain didapat dari makanan juga dari suplemen Vitamin A.
sedangkan bagi bayi yang berumur kurang dari 6 bulan kebutuhan Vitamin A diperoleh dari Air Susu
Ibu (Sugiarno. 2010). ASI tetap menjadi sumber yang penting dari vitamin A dan karoten (zat gizi yang
banyak terdapat secara alami dalam buah-buahan dan sayur-sayuran). Karoten dapat membantu
sistem kekebalan tubuh. Hati, telur, dan keju merupakan sumber-sumber vitamin A yang baik. Vitamin
A juga terdapat dalam beta-karoten serta karotenoid lainnya. Tubuh manusia dapat mensintesa
vitamin A dari karoten atau pro vitamin A yang terdapat di sayuran dan buah-buahan yang berwarna,
seperti wortel, tomat, apel, semangka, dan sebagainya. (Dinkes Jateng, 2007)

Kadar Vitamin A dalam air susu sangat dipengaruhi oleh jumlah dan jenis makanan yang
dikonsumsi selama menyusui. Untuk itu bagi ibu nifas dianjurkan banyak mengkonsumsi sayuran
terumata yang banyak mengandung Vitamin A. (Sugiarno. 2010)

Vitamin A sangat penting bagi kesehatan kulit, kelenjar, serta fungsi mata. Sekalipun pada waktu
lahir bayi memiliki simpanan vitamin A, Vitamin A adalah salah satu zat gizi esensial yang tidak bisa
diproduksi sendiri oleh tubuh manusia. Untuk memperolehnya harus diambil dari sumber diluar tubuh
terutama dari sumber alam, seperti bahan sereal, umbi, biji-bijian, sayuran, buah-buahan, hewani dan
bahan-bahan olahan lainnya.(Desi & Dwi, 2009)

J. Angka Kecukupan Gizi Vitamin A

Halati (2006) menyatakan bahwa angka kecukupan gizi (AKG) anak balita sekitar 350 Retinol
Ekuivalen (RE). Angka ini dihitung dari kandungan vitamin A dalam makanan nabati atau hewani yang
dikonsumsi. Sebagai gambaran, angka 350 RE terdapat pada tiga butir telur atau 250 gram bayam. Jadi
seorang anak balita memenuhi kecukupan gizi vitamin A jika ia mengonsumsi tiga telur atau 250 gram
bayam dalam sehari. Tapi, tentu saja, seorang anak akan bosan jika terus menerus diberi telur dan
bayam, apalagi dalam jumlah besar.

Terdapat banyak sayuran dan buah yang mengandung vitamin A. Sayuran dan buah yang
mengandung AKG dalam jumlah besar, lebih dari 150 RE/100 gr, adalah pepaya, bayam, kangkung,
wortel, ubi jalar, mangga, dan sebagainya. Sementara sumber makanan nabati dengan kandungan
vitamin A lebih rendah, sekitar 1-60 RE/100 gr, terdapat pada jagung, semangka, tomat, pisang,
belimbing, dan sejenisnya. Untuk sumber makanan hewani, kandungan vitamin A dalam jumlah besar
terdapat pada telur, daging ayam dan hati. Sedangkan ikan, susu segar, dan udang memiliki kandungan
vitamin A tergolong kecil.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Vitamin A adalah salah satu zat gizi dan golongan vitamin yang sangat diperlukan oleh tubuh
yang berguna untuk kesehatan mata (agar dapat melihat dengan baik) dan untuk kesehatan
tubuh (meningkatkan daya tahan tubuh untuk melawan penyakit, khususnya diare dan
penyakit infeksi).

2. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalahpenyakit yang disebabkan olehkurangnya asupan vitamin


A yang memadai. Hal
inidapatmenyebabkan rabun senja,xeroftalmia dan jika kekuranganberlangsung parah danb
erkepanjangan akanmengakibatkan keratomalasia.

3. Selain berfungsi pada sistem penglihatan, diferensiasi sel, pertumbuhan dan perkembangan,
reproduksi, dan pencegahan kanker, vitamin A juga berfungsi dalam sistem kekebalan (anti
infeksi).

4. Faktor risiko kekurangan vitamin A adalah usia, gender, status fisiologis, diet, pola penyakit,
kondisi sosialekonomi, dan pengelompokan.

5. Arisman (2002) menyatakan bahwa KVA bisa timbul karena menurunnya cadangan vitamin A
pada hati dan organ-organ tubuh lain serta menurunnya kadar serum vitamin A dibawah garis
yang diperlukan untuk mensuplai kebutuhan metabolik bagi mata.

6. KVA bisa timbul karena menurunnya cadangan vitamin A pada hati dan organ-organ tubuh
lain serta menurunnya kadar serum vitamin A dibawah garis yang diperlukan untuk
mensuplai kebutuhan metabolik bagi mata.Gejala klinis KVA pada mata menurut klasifikasi
WHO sebagai berikut :

a. Buta senja = XN.

b. Xerosis konjunctiva = XI A.

c. Xerosis konjunctiva dan bercak bitot = XI B.

d. Xerosis kornea = X2.

e. Keratomalasia dan Ulcus Kornea = X3 A ; X3 B.

f. Xeroftalmia Scar (XS) = jaringan parut kornea.


g. Xeroftalmia Fundus (XF).

7. Kekurangan vitamin A menyebabkan mata tak dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan
cahaya yang masuk dalam retina. Sebagai konsekuensi awal terjadilah rabun senja, yaitu
mata sulit melihat kala senja atau dapat juga terjadi saat memasuki ruangan gelap. Bila
kekurangan vitamin A berkelanjutan maka anak akan mengalami xerophtalmia yang
mengakibatkan kebutaan.

8. Upaya meningkatkan konsumsi bahan makanan sumber vitamin A melalui proses Komunikasi
Informasi Edukasi (KIE) merupakan upaya yang paling aman. Namun disadari bahwa
penyuluhan tidak akan segera memberikan dampak nyata. Selain itu kegiatan konsumsi
kapsul vitamin A masih bersifat rintisan. Oleh sebab itu penanggulangan KVA saat ini masih
bertumpu pada pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi.

9. Hati, telur, dan keju merupakan sumber-sumber vitamin A yang baik. Vitamin A juga terdapat
dalam beta-karoten serta karotenoid lainnya. Tubuh manusia dapat mensintesa vitamin A
dari karoten atau pro vitamin A yang terdapat di sayuran dan buah-buahan yang berwarna,
seperti wortel, tomat, apel, semangka, dan sebagainya.

10. Halati (2006) menyatakan bahwaangka kecukupan gizi (AKG) anak balita sekitar 350 Retinol
Ekuivalen (RE). Angka ini dihitung dari kandungan vitamin A dalam makanan nabati atau
hewani yang dikonsumsi.

B. Saran

Timbulnya berbagai penyakit akibat kekurangan vitamin A karena kurangnya perhatian terhadap
kesehatan masing-masing individu dan keluarga. Maka untuk mencegah ataupun menanggulangi
terjadinya peningakatan kekuranganvitamin A, penulis menyarankan untuk lebih banyak
mengomsumsi buah-buahan,biji-bijian, sayur-sayuran dan juga hewani yang banyak
mengandung vitamin A.Dengan demikian, akan mengurangi resiko terjadinya penyakit
akibat kekurangan Vitamin A.
DAFTAR PUSTAKA

Arisman. 2002. Gizi dalam daur kehiduan.Bagian Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas
Palembang. Proyek peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi. Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi.

Desi dan Dwi 2009. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta. Nuha Medika. Departemen
Kesehatan RI, Konsumsi Kapsul Vitamin A pada Ibu Nifas.

Depkes RI, 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.

Haryadi, Hendri. 2011 . Makalah Kekurangan Vitamin A “Ilmu Gizi”. Diakses dari http://handri-
haryadi.blogspot.com

Iskandar, Zulkarnaen. 2012. Kekurangan Vitamin A. Diakses darihttp://kuliahiskandar.blogspot.com.

Maryam,Siti dkk (2010). Asuhan Keperawatan pada Lansia. Trans Info Medika, Jakarta.

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Semarang. Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
2007.

Sugiamo. 2010. “Defesiensi Vitamin A”

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-sugiamg0-5116-2-bab2.pdf
http://srimurny.blogspot.com/2011/04/kekurangan-vitamin-kva.html

http://muhsinrijal.blogspot.com/2013/09/makalah-kurang-vitamin-kva.html

http://kesehatan.kompasiana.com/makanan/2012/06/11/all-about-kva-kurang-vitamin-a-
468998.html

http://titamenawati.blogspot.com/2013/08/kekurangan-vitamin-kva_26.html

http://misnakesling.blogspot.com/2013/02/kekurangan-vitamin-kva.html

http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=2136

Irma Haeruddin di 6:20:00 PM


Share

No comments:
Post a Comment

Terimakasih Telah Mengunjungi Blog Ini, Silahkan Berikan Komentar dan Saran Anda



Home

View web version


Powered by Blogger.

PUBLIC HEALT
I HOPE THIS WRITING CAN HELP YOU :)
SENIN, 07 APRIL 2014

Makalah Gangguan akibat kekurangan Yodium


(GAKY)
Bab I

Pendahuluan
A. Latar Belakang

Kekurangan yodium sesungguhnya telah mendunia dan bukan hanya masalah


gangguan gizi di Indonesia. Berdasarkan tafsiran WHO dan UNICEF, sekitar 1 juta
penduduk di negara yang berkembang beresiko mengalami kekurangan yodium.
Defisiensi yodium di suatu wilayah mempengaruhi baik manusia maupun cadangan
bahan pangan. Sama seperti manusia, semua jenis tanaman yang tumbuh di daerah
yang tidak atau hanya sedikit mengandung yodium juga mengalami kekurangan.

Kekurangan yodium ditandai dengan terjadinya pembesaran kelenjar tiroid di


leher. Defisiensi yodium dapat menyebabkan kretin neurologic atau pertumbuhan
cebol yang disertai keterlambatan perkembangan jiwa serta menurunnya kecerdasan
anak. GAKY dapat terjadi pada anak-anak, remaja, dan dewasa. Pada ibu hamil yang
menderita GAKY akan megakibatkan kondisi bayi mati ataupun cacat.

GAKY sesungguhnya bukan penyakit yang tidak dapat dicegah. Sejak tahun
1986, Lembaga Swadaya Masyarakat Internasional (International Council for Control
of Iodine Deficiency Disorders) bekerja sama dengan WHO dan UNICEF telah
merancang program umum dalam rangka melenyapkan GAKY pada tahun 2000.
Tujuan rencana ini ialah merancang program pengawasan GAKY secara efektif.
Kegiatannya mencakup kegiatan pada tingkat nasional, regional, dan global.

Keberhasilan pengawasan defisiensi terhadap cadangan bahan pangan


terlihat dari penigkatan angka lahir hidup dan berat badan, serta penyusutan
deformitas. Selanjutnya, hasil daging dan produk hewan lain bertambah, di samping
ketahanan kerja hewan pun ikut meningkat.

B. Rumusan Masalah

A. Pengertian Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY)

B. Penyebab Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY)

C. Epidemiologi Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY)

D. Perjalanan Penyakit

E. Klasifikasi Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY)

F. Daerah Endemik Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY)


G. Gejala Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY)

H. Dampak yang ditimbulkan Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY)

I. Program Penanggulangan Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY)

J. Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) dan Indonesia

Bab II

Pembahasan

A. Pengertian Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY)

Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) merupakan defisiensi yodium yang


berlangsung lama akibat dari pola konsumsi pangan yang kurang mengkonsumsi yodium
sehingga akan mengganggu fungsi kelenjar tiroid, yang secara perlahan menyebabkan
kelenjar membesar sehingga menyebabkan gondok.

Yodium sendiri adalah adalah sejenis mineral yang terdapat di alam, baik di tanah
maupun di air, merupakan zat gizi mikro yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan mahluk hidup. Dalam tubuh manusia Yodium diperlukan untuk membentuk
Hormon Tiroksin yang berfungsi untuk mengatur pertumbuhan dan perkembangan termasuk
kecerdasan mulai dari janin sampai dewasa.

Defisiensi yodium akan menguras cadangan yodium serta mengurangi produksi


tetraiodotironin/T4. Penurunan kadar T4 dalam darah memicu sekresi Thyroid Stimulating
Horrmon (TSH) yang selanjutnya menyebabkan kelenjar tiroid bekerja lebih giat sehingga
fisiknya kemudian membesar (hiperplasi). Pada saat ini efisiensi pemompaan yodium
bertambah yang dibarengi dengan percepatan pemecahan yodium dalam kelenjar.

Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) merupakan suatu gangguan yang


mempunyai pengertian yang lebih luas, karena memnerikan gambaran klinik yang lebih luas,
sehingga gangguan tersebut lebih sesuai bila disebut sebagai Iodine Deficiency Disorders.

Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) adalah rangkaian efek kekurangan


yodium pada tumbuh kembang manusia. Spektrum seluruhnya terdiri dari gondok dalam
berbagai stadium, kretin endemik yang ditandai terutama oleh gangguan mental, gangguan
pendengaran, gangguan pertumbuhan pada anak dan orang dewasa. (Supariasa, 2002).
Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) adalah suatu penyakit yang ditandai
dengan terjadinya pembesaran kelenjar gondok (kelenjar tiroid) dan diderita oleh sejumlah
besar penduduk yang tinggal di suatu daerah tertentu.

Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) adalah sekumpulan gejala yang dapat
ditimbulkan karena tubuh kekurangan yodium secara terus-menerus dalam jangka waktu
yang cukup lama.

Kekurangan yodium pada masa kehamilan dan awal kehidupan menyebabkan


perkembangan otak terhambat. Titik paling kritis GAKY adalah trimester ke-2 kehamilan
sampai dengan 3 tahun setelah lahir. GAKY merupakan salah satu penyebab kerusakan otak
yang dapat dicegah.

B. Penyebab Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY)

GAKY dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Defisiensi Iodium dan Iodium Excess

Defisiensi iodium merupakan sebab pokok terjadinya masalah GAKI. Hal ini disebabkan
karena kelenjar tiroid melakukan proses adaptasi fisiologis terhadap kekurangan unsur iodium
dalam makanan dan minuman yang dikonsumsinya.

Iodium Excess terjadi apabila iodium yang dikonsumsi cukup besar secara terus menerus,
seperti yang dialami oleh masyarakat di Hokaido (Jepang) yang mengkonsumsi ganggang
laut dalam jumlah yang besar. Bila iodium dikonsumsi dalam dosis tinggi akan terjadi
hambatan hormogenesis, khususnya iodinisasi tirosin dan proses coupling.

2. Lokasi (Geografis dan non geografis)

Faktor lokasi dapat berpengaruh terhadap kejadian GAKY, hal ini disebabkan kandungan
yodium yang berbeda di setiap daerah. Penderita GAKY secara umum banyak ditemukan di
daerah perbukitan atau dataran tinggi, karena yodium yang berada dilapisan tanah paling atas
terkikis oleh banjir atau hujan dan berakibat tumbuh-tumbuhan, hewan dan air di wilayah ini
mengandung yodium rendah bahkan tidak ada.

3. Asupan Energi dan Protein

Gangguan akibat kekurangan yodium secara tidak langsung dapat disebabkan oleh asupan
energi yang rendah, karena kebutuhan energi akan diambil dari asupan protein. Protein
(albumin, globulin, prealbumin) merupakan alat transport hormon tiroid. Protein transport
berfungsi mencegah hormon tiroid keluar dari sirkulasi dan sebagai cadangan hormon.

Dengan adanya defisiensi protein dapat berpengaruh terhadap berbagai tahap dalam sintesis
hormon tiroid terutama tahap transportasi hormone (Djokomoelyanto, 1994).
4. Pangan Goitrogenik

Zat goitrogenik adalah senyawa yang dapat mengganggu struktur dan fungsi hormon tiroid
secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung zat goitrogenik menghambat uptake
yodida anorganik oleh kelenjar tiroid. Seperti tiosianat dan isotiosianat menghambat proses
tersebut karena berkompetisi dengan yodium.

Ada dua jenis zat goitrogenik yang berasal dari bahan pangan yaitu:

a. Tiosianat terdapat dalam sayuran kobis, kembang kol, sawi, rebung, ketela rambat dan
jewawut, singkong

b. Isotiosianat terdapat pada kobis.

Berdasarkan mekanis kerjanya, zat goitrogenik dipengaruhi oleh proses sintesis hormon dan
kelenjar tiroid trhadap bahan – bahan goitrogenik. Bahan tersebut adalah:

a. Kelompok tiosianat, dimana mekanisme kerjanya memperngaruhi transportasi yodium.

Misalnya : rebung, ubi jalar.

b. Kelompok tiroglikosid, dimana mekanisme kerjanya mempengaruhi oksidasi,


organofikasi, dan coupling.

Misal: bawang merah, bawang putih, bassica dan yellow turnips.

c. Kelompok akses iodida, dimana mekanisme kerjanya


mempengaruhi protealisis, pelepasan, dan halogenasi misalnya gangguan asupan yodium
lebih dari 2 gram sehari, akan menghambat sintesis dan pelepasan hormon (Djokomoelyanto,
1994).

5. Genetik

Faktor genetik dalam hal ini merupakan variasi individual terhadap kejadian GAKY dan
mempunyai kecenderungan untuk mengalami gangguan kelenjar tiroid. Faktor genetic banyak
disebabkan karena keabnormalan fungsi faal kelenjar tiroid.

Penyebab genetic lain adalah sejumlah cact metabolic yang diturunkan, yang melukiskan
kepentingan berbagai tahapan dalam biosintesis hormon tiroid. Cacat ini adalah cacat pada
pengangkutan yodium, cacat pada iodinasi, cacat perangkaian, defisiensi deiodinasi, dan
produksi protein teriodinasi yang abnormal.

C. Epidemiologo GAKY

Garam beryodium adalah garam yang telah diIodisasi sesuai dengan SNI dan
mengandung yodium sebanyak 30ppm untuk konsumsi manusia atau ternak dan industri
pangan. Di Indonesia, upaya penanggulangan GAKY difokuskan pada peningkatan konsumsi
garam beryodium. Target yang harus dicapai dalam program penanggulangan GAKY ini yaitu:

1. 90% rumah tangga yang mengkonsumsi garam beryodium cukup (>30 ppm)
secara nasional, propinsi dan kabupaten/kota.

2. Median EYU secara rata-rata nasional propinsi dan kabupaten/kota adalah 100-
299 µg/L.

Berdasarkan hasil Riskesdas 2007, menunjukkan bahwa cakupan konsumsi


garam mengandung yodium cukup (30ppm) masih jauh dari target USI (Universal salt
Iodization) 90%. Yaitu baru tercapai 62,3% rumah tangga di Indonesia yang
mengonsumsi garam beriodium. Bahkan, dari sampel di 30 Kabupaten/Kota, hanya
24,5% rumah tangga yang menggunakan garam beriodium sesuai Standar Nasional
Indonesia (SNI), yakni 30-80 ppm KIO3. Demikian pernyataan Kepala Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan RI,
Dr. dr. Trihono, MSc, pada pembukaan Seminar Nasional Gangguan Akibat
Kekurangan Iodium (GAKI) di Yogyakarta, Kamis pagi (29/11). Kabalitbangkes
menyebutkan, terdapat enam provinsi yang sudah mencapai target konsumsi garam
beryodium, diantaranya Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung,
Gorontalo, dan Papua Barat.

Angka kejadian GAKY lebih sering ditemukan di daerah pegunungan, hal ini
dikarenakan komponen tanahnya yang sedikit mengandung yodium. Kandungan
yodium yang rendah di pegunungan disebabkan terjadinya pengikisan yodium oleh
salju atau air hujan, sehingga hal tersebut menyebabkan pula kandungan yodium
dalam makanan juga sangat rendah. Air tanah, air dari sumber mata air, atau air dari
sungai di daerah pegunungan tidak mengandung yodium yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan tubuh manusia, demikian pula halnya dengan ternak serta tanaman yang
tumbuh di pegunungan hampir tidak mengandung yodium sama sekali. Karena sebab
itulah, maka angka kejadian GAKY lebih sering ditemukan di daerah pegunungan
dibandingkan dengan daerah pantai.

Namun saat ini, terjadi perubahan pola daerah endemik GAKY. Berdasarkan
hasil studi epidemiologi GAKY menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran/pola
daerah endemik yang mulai terlihat di Indonesia, diantaranya sebagai berikut:

1. Gaky Di Daerah Pesisir Pantai

Penelitian dengan mengambil latar belakang prevalensi gondok yang tinggi


dipesisir Kab. Halmahera. Berdasarkan hasil Survei Nasional Gondiok tahun
1980/1982 dan hasil survei tahun 1995/1996, gugus pulau Halmahera Utara-Barat
telah memiliki GTR (Total Goiter Rate) 54,7%. TGR didapat melalui pemeriksaan pe
rabaan pada kelenjar tiroid di daerah leher dan ditemukan adanya pembesaran. Dari
Gambaran TGR >30 % berarti termasuk wilayah endemik berat. Tahun 2002/2003
dilakukan survei pada Kecamatan Tobelo (Desa Pitu) dan Kecamatan Tobelo Selatan
(Desa Kupa-kupa dan Tomahalu) dengan hasil TGR masih >30% atau masih masuk
dalam kategori endemik berat (Dachlan dan Thaha 2001). Besarnya nilai TGR atau
tingkat endemisistas GAKI di kawasan pesisir Kabupaten Halmahera Utara
merupakan sesuatu yang sangat ironis jika dilihat dari potensi sumberdaya alamnya.
Sumberdaya pesisir merupakan sumberdaya yang memiliki kandungan gizi cukup
tinggi terutama kandungan iodin, misalnya ikan dan rumput laut. Konsumsi harian
sebagian besar masyarakat juga tidak terlepas dari produk perikanan baik produk
segar maupun olahan. Berdasarkan kondisi tersebut, tingginya nilai TGR atau
endemisitas GAKI yang terjadi dimungkinkan karena faktor lain, misalnya rendahnya
kadar iodium pada air minum, konsumsi umbi-umbian yang mengandung goitrogenik,
serta penggunaan garam yang tidak memenuhi standar kandungan iodiumnya.

2. GAKY Di Daerah Dataran Rendah

Beberapa penelitian telah menemukan kejadian gondok di daerah dataran


rendah yang cukup yodium, di mana kandungan yodium dari air, tanah dan produk-
produk pertanian di daerah tersebut mestinya cukup memadai, Berkaitan dengan hal
tersebut, muncul beberapa teori ; antara lain kemungkinan adanya paparan oleh
kontaminan di lingkungan yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan fungsi tiroid,
seperti logam berat (Plumbum=Pb, Hydrargyrum=Hg dan Cadmium=Cd),
polychlorinated biphenyl (PCB), dan pestisida. Hasil penelitian Samsudin (2007),
mengenai risiko pajanan Pb di Yogyakarta, diketahui proporsi Wanita Usia
Subur(WUS) menderita hipotiroid sebesar 19,2%. Proporsi WUS dengan kadar Pb
tinggi (PbB = 50 μgr/L) adalah 49,5%. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan
antara kadar Pb dalam darah dengan fungsi tiroid. Kadar Pb tinggi dalam darah
merupakan faktor risiko terjadinya hipotiroid pada WUS risiko terpajan Pb di
perkotaan. Tingginya kadar Pb dalam darah ini mengakibatkan terbentuknya ikatan
dengan unsur yodium di dalam tubuh yang akibatnya akan menyebabkan timbulnya
gondok.

3. GAKY Di Daerah Dengan Pola Konsumsi Makanan Yang Banyak Mengandung


Zat Goitrogenik

Goitrogenik adalah zat yang dapat menghambat pengambilan zat iodium oleh
kelenjar gondok, sehingga konsentrasi iodium dalam kelenjar menjadi rendah. Selain
itu, zat goitrogenik dapat menghambat perubahan iodium dari bentuk anorganik ke
bentuk organik sehingga pembentukan hormone tiroksin terhambat (Linder, 1992).
Laporan penelitian BP2GAKI (2012), dalam penelitiannya tentang pola makan pada
anak penderita gangguan akibat kekurangan yodium (gaky) di kabupaten Wonosobo
menunjukkan hasil bahwa pola makan anak penderita GAKY masih banyak
mengandung zat-zat goitrogenik.

4. Peran Selenium Terhadap Penyerapan Iodium

Selenium merupakan senyawa penting pada metabolismeiodin. Penemuan


fungsi selenium dalam metabolisme hormon tiroid memiliki implikasi penting bagi
penafsiran efek defesiensi selenium pada gondok. Suatu kejadian/musibah air
bandang yang menimpa, menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan mikromineral
dalam tanah, salah satunya adalah selenium. Hal ini terjadi pada daerah pada bagian
timur gunung Muria untuk 10 tahun terakhir(Sulchan, 2007).

D. Perjalanan Penyakit

Gangguan karena kekurangan iodium tidak bergantung usia, seluruh usia dapat
mengalami penyakit ini, mulai dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa, hingga orang tua.
Perjalanan penyakit ini termasuk lambat, karena dalam tubuh terdapat suatu sistem cadangan
iodium yang dapat digunakan selama 2-3 bulan baru iodium itu akan habis (Guyton, 2008).
Setelah cadangan iodium itu habis, barulah timbul manifestasi gangguan akibat kekurangan
iodium misalnya pembesaran kelenjar tiroid. Awalnya kelenjar tiroid tidak besar dan tidak
terlihat tetapi lama kelamaan perbesaran kelenjar tiroid semakin tampak. Pada tingkat ringan
atau sedang, penyakit ini dapat diatasi dengan pemberian iodium. Apabila sudah parah dan
dengan pemberian iodium tidak menunjukan perbaikan, maka perlu dilakukan tindak
pembedahan(Guyton, 2008). Penyakit ini sangat kecil kemungkinan menyebabkan kematian,
dampak yang paling mengganggu dari penyakit ini adalah bahwa penyakit ini dapat
menurunkan tingkat kecerdasan dan produktivitas kerja seseorang yang berdampak pada
sosial ekonomi seseorang yaitu meningkatnya kebodohan dan kemiskinan dalam masyarakat
(Wiwanitkit, 2007).

Patogenesis

Tubuh kita memiliki sistem keseimbangan iodida. Iodida masuk kedalam lambung
dalam bentuk ion iodida, kemudian ia akan diproses menjadi iodida kemudian diserap di usus
halus. Jumlah iodida yang dibuang sama dengan jumlah iodida yang diserap setiap harinya,
jika yang diserap lewat usus adalah 500 mikrogram maka yang dibuang juga sejumlah 500
mikrogram, sejumlah besar 485 mikrogram akan dibuang melalui urin dan sisanya 15
mikrogram akan dibuang melalui garam empedu. Cadangan iodida di cairan ekstrasel adalah
sebesar 150 mikrogram, sedangkan cadangan iodida terbanyak ada di kelenjar tiroid itu
sendiri yaitu sebesar 8000 mikrogram, sisanya yaitu sebesar 600 mikrogram disimpan di
hormon tiroksin atau triiodotironin yang beredar dalam darah.
Pemasukan iodida kedalam kelenjar tiroid adalah dengan cara transpor aktif
menggunakan kanal ion Na-K-ATPase. Iodida akan terikat pada ion natrium dan ikut masuk
kedalam kelenjar tiroid dengan perantara ion natrim tersebut, proses ini dinamakan trapping
iodida. Setelah berada didalam sel tiroid, iodida akan menjalankan fungsinya, yaitu iodida
yang telah terlebih dahulu dioksidasi oleh peroksidase menggunakan H2O2 akan digabung
dengan residu tirosil sehingga menghasilkan iodotirosin yang akan bergabung dengan
iodotirosin lainnya membentuk triiodotironin atau tiroksin di dalam protein pengikat
tiroglobulin (Robbert K. Murray et al, 2009).

Pada kondisi kekurangan iodium atau iodida, cadangan iodida tubuh akan digunakan
sehingga kondisi kekurangan itu tidak akan berdampak apapun pada tubuh. Yang menjadi
masalah adalah apabila kondisi kekurangan iodida tersebut terjadi selama kurun waktu yang
cukup lama, lebih dari 2 bulan misalnya, sehingga menyebabkan tubuh kehabisan cadangan
iodida (Guyton, 2008). Ketika tubuh kehabisan cadangan iodida, maka hormon tiroksin atau
triiodotironin yang dihasilkan akan berkurang, hal ini akan menimbulkan manifestasi
kekurangan hormon tiroid dalam tubuh. Kekurangan iodida mencegah produksi hormon
tiroksin dan triiodotironin. Akibatnya tidak tersedia hormon yang dapat dipakai untuk
menghambat produksi TSH oleh hipofisis anterior, hal ini menyebabkan kelenjar hipofisis
menyekresi banyak sekali TSH (Guyton, 2008). Selanjutnya TSH merangsang sel-sel tiroid
menyekresi koloid tiroglobulin kedalam folikel, dan kelenjarnya tumbuh semakin besar. Tetapi
oleh karena iodida yang kurang, produksi tiroksin dan triiodotironin tidak meningkat dalam
molekul tiroglobulin dan oleh karena itu tidak ada penekanan secara normal pada produksi
TSH oleh kelenjar hipofisis. Ukuran folikelnya menjadi sangat besar dan kelenjar tiroidnya
dapat membesar 10 sampai 20 kali ukuran normal (Guyton, 2008).

E. Klasifikasi Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY)

1. Grade 0 : Normal

Dengan inspeksi tidak terlihat, baik datar maupun tengadah maksimal, dan dengan palpasi
tidak teraba.

2. Grade IA

Kelenjar Gondok tidak terlihat, baik datar maupun penderita tengadah maksimal, dan palpasi
teraba lebih besar dari ruas terakhir ibu jari penderita.

3. Grade IB

Kelenjar Gondok dengan inspeksi datar tidak terlihat, tetapi terlihat dengan tengadah
maksimal dan dengan palpasi teraba lebih besar dari Grade IA.

4. Grade II
Kelenjar Gondok dengan inspeksi terlihat dalam posisi datar dan dengan palpasi teraba lebih
besar dari Grade IB.

5. Grade III

Kelenjar Gondok cukup besar, dapat terlihat pada jarak 6 meter atau lebih.

Urutan pemeriksaan kelenjar gondok adalah sebagai berikut :

a. Orang (sampel) yang diperiksa berdiri tegak atau duduk menghadap pemeriksa

b. Pemeriksa melakukan pengamtan di daerah leher depan bagian bawah terutama pada
lokasi kelenjar gondoknya

c. Amatilah apakah ada pembesaran kelenjar gondok (termasuk tingkat II atau III)

d. Kalau bukan, sampel disuruh menengadah dan menelan ludah. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui apakah yang ditemukan adalah kelenjar gondok atau bukan. Pada gerakan
menelan, kelenjar gondok akan ikut terangkat keatas.

e. Pemeriksa berdiri di belakang sampel dan lakukan palpasi. Pemeriksaan


meletakkan dua jari telunjuk dan dua jari tengahnya pada masing-masing lobus
kelenjar gondok. Kemudian lakukan palpasi dengan meraba dengan kedua jari
telunjuk dan jari tengah.

f. Menentukan (mendiagnosis) apakah orang/sampel menderita gondok atau tidak.

Apabila salah satu atau kedua lobus kelenjar lebih kecil dari ruas terakhir ibu jari orang
yang diperiksa, berarti orang tersebut normal. Apabila salah satu atau kedua lobus ternyata
lebih besar dari ruas terakhir ibu jar orang yang diperiksa maka orang tersebut menderita
gondok.

Dalam melakukan palpasi gondok, pemeriksa harus memperhatkan kondisi sebagai berikut :

a. Cahaya hendaknya cukup menerangi bagian leher orang yang diperiksa

b. Pada saat mengamati kelenjar gondok, posisi mata pemeriksa harus


sejajar (horisontal) dengan leher orang yang diperiksa

c. Palpasi (perabaan) jangan dilakukan dengan tekanan terlalu keras atau


terlalu lemah. Tekanan yang terlalu keras akan mengakibatkan kelenjar masuk
atau pindah ke bagian belakang leher, sehingga pembesaran tidak teraba.

F. Daerah Endemik Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY)


Istilah gondok endemik/endemik gondok digunakan jika suatu daerah/wilayah
ditemukan banyak penduduk dengan mengalami pembesaran

kelenjar gondok. Bila > 10 % penduduk di suatu daerah menderita pembesaran

kelenjar gondok, maka daerah tersebut merupakan daerah endemik gondok.

1. Daerah endemik gondok adalah suatu daerah / wilayah yang berdasarkan data
Nasional dikategorikan sebagai gondok endemik berat.

2. Daerah non endemik gondok adalah suatu daerah / wilayah yang berdasarkan data
Nasional tidak dikategorikan sebagai gondok endemik berat. Klasifikasi daerah endemik
gondok adalah sebagai berikut:

a. Endemik Gondok Ringan : 10 - 19 % penduduknya mengalami


pembesaran kelenjar gondok

b. Endemik Gondok Sedang : 20 - 29 % penduduknya mengalami


pembesaran kelenjar gondok

c. Endemik Gondok Berat : > 30 % penduduknya mengalami pembesaran


kelenjar gondok

Daerah yang banyak dijumpai penderita gondok adalah daerah-daerah yang terpencil, di
gunung dan jauh dari laut. Secara geografis di derita oleh penduduk yang mendiami 3 macam
daerah, antara lain:

1) Daerah pegunungan

2) Daerah yang belum lama berselang ditutupi es

3) Daerah dimana air minum penduduk bersumber dari batu kapur (Joko Moelyanto,
1990).

G. Gejala Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY)

Gejala yang sering tampak sesuai dengan dampak yang ditimbulkan , seperti :

1. Reterdasi mental

2. Gangguan pendengaran

3. Gangguan bicara

4. Hipertiroid (Pembesaran Kelenjar Tiroid/Gondok)

5. Kretinisme biasanya pada anak-anak


H. Dampak yang ditimbulkan Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY)

GAKY tidak hanya menyebabkan pembesaran kelenjar gondok tetapi juga berbagai
macam gangguan lain. Kekurangan yodium pada ibu yang sedang hamil dapat menyebabkan
abortus, lahir mati, kelainan bawaan pada bayi, meningkatkan angka kematian prenatal,
melahirkan bayi keratin. Kekurangan yodium yang diderita anak-anak menyebabkan
pembesaran kelenjar gondok, gangguan fungsi mental, dan perkembangan fisik.

Pada orang dewasa berakibat pada pembesaran kelenjar gondok, hipotiroid, dan
gangguan mental. Kekurangan yodium pada tingkat berat dapat mengakibatkan cacat fisk dan
mental, seperti tuli, bisu tuli, pertumbuhan badan terganggu, badan lemah, kecerdasan dan
perkembangan mental terganggu. Akibat yang sangat merugikan adalah lahirnya anak kretin.
Kretin adalah keadaan seseorang yang lahir di daerah endemic dan memiliki dua atau lebih
kelainan-kelainan berikut :

a. Perkembangan mental terhambat.

b. Pendengaran terganggu dan dapat menjadi tuli.

c. Perkembangan saraf penggerak terhambat, bila berjalan langkahnya khas, mata juling,
gangguan bicara sampai bisu dan reflek fisiologi yang meninggi.

GAKY Merupakan salah satu masalah kesmas yg serius, karena dampaknya mempengaruhi
kelangsungan hidup dan kualitas SDM, yang meliputi 3 aspek :

1 aspek perkembangan kecerdasan.

2 aspek perkembangan sosial.

3 aspek perkembangan ekonomi.

Pembesaran kelenjar gondok Struma simplex ini adalah suatu pembesaran kelenjar
tirois yang timbul sebagai akibat rendahnya konsumsi yodium. Semakin berat tingkat
kekurangan yodiumnya, semakin besar ukuran kelenjarnya serta semakin berat komplikasi
yang ditimbulkannya.
Kekurangan yodium padaibu hamil akan menyebabkan kretin pada bayi yang akan
dilahirkannya. Slain itu juga akan disertai dengan kerusakan susunan syaraf pusat
dan hipotirodisme. Secara klinis kerusakan susunan syaraf pusat akan berupa retardasi,
gangguan pendengaran sampai bisu tuli, gangguan neuromotor seperti gangguan bicara, dll.

Masalah besar lain yang diakibatkan oleh GAKY adalah gangguan pertumbuhan dan
perkembangan intelektualitas. Pada ibu hamil dengan GAKY berat akan melahirkan anak
cebol dengan intelektualitas yang rendah.

Dampak sosial lain yang lebih besar yaitu sulitnya penderita untuk dididik san dimotivasi
karena rendahnya perkembangan mentalsehingga apabila berada dalam lingkungan yang
buruk akan lebih cepat terpengaruh atau terlibat kriminalitas.

Berikut adalah table dari dampak Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) :

I. Program Penanggulangan Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY)

 Tujuan utama program penanggulangan GAKY :

1. Menurunkan angka gondok total/TGR.

2. Mencegah munculnya kasus kretin pd bayi baru lahir di daerah endemik sedang dan
berat.

Dengan cara :

a. Peningkatan konsumsi garam beryodium.

b. Distribusi kapsul yodium pada kelompok sasaran yg berisiko.

c. Peningkatan pengadaan garam beryodium.

d. Pemantauan status yodium di masyarakat.

e. Pemantapan koordinasi lintas sektor dan penguatan kelembagaan


penanggulangan GAKY.
Untuk mencapai tujuan dari program penanggulangan GAKY perlu ditetapkan strategi yang
tepat. Strategi dibagi sesuai dengan daerah produksi garam dan konsumsi garamnya. Rincian
strategi terbagi dalam 4 kategori, seperti pada tabel berikut :

 Program Penanggulangan Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY)


berdasarkan waktu

 Jangka pendek:

Program distribusi kapsul yodium (200 mg/kapsul) bagi masyarakat di


daerah endemik sedang dan berat. (dulu diberikan dlm bentuk suntikan).

 Jangka Panjang:

a. Yodisasi garam utk seluruh masyarakat (Universal Salt Iodization).

b. Peningkatan konsumsi aneka ragam bahan pangan yg bersumber


dari laut.

c. Penurunan konsumsi pangan goitrogenik.

d. Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE).

e. Fortifikasi.

J. Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) dan Indonesia

Di Indonesia, upaya penanggulangan GAKY difokuskan pada peningkatan konsumsi


garam beryodium. Maka tujuan penanggulangan GAKY ini adalah Pencapaian dan
pelestarian Universal Salt Iodization (Garam beryodium untuk semua) pada tahun 2010.
Dengan tujuan khusus:
1. Peningkatan proporsi rumah tangga yang mengkonsumsi garam
beryodium cukup (≥30ppm).

2. Pelestarian konsumsi garam beryodium cukup pada semua rumah


tangga di seluruh kabupaten/kota.

Target yang harus dicapai dalam program penanggulangan GAKY ini yaitu:

1. 90% rumah tangga yang mengkonsumsi garam beryodium cukup (≥30


ppm) secara nasional, propinsi dan kabupaten/kota.

2. Median EYU secara rata-rata nasional propinsi dan kabupaten/kota


adalah 100-299 µg/L.

Dasar Hukum dalam Pelaksanaan Program Penanggulangan GAKY, salah satunya adalah p
rogram yodisasi garam. Program yodisasi garam telah dirintis sejak tahun 1977 yang
diperkuat dengan adanya:

1. Keputusan Presiden nomor 69 tahun 1994 tentang pengadaan garam beryodium.

2. Undang-Undang Perlindungan Konsumen nomor 8 tahun 1999, yang bertujuan


menjamin status kesehatan warganegara.

3. Peraturan Pemerintah nomor 15 tahun 1991 tentang Standar Nasional Indonesia.

4. Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2008, tentang perencanaan pembangunan


daerah sesuai dengan situasi otonomi daerah.

5. Surat Keputusan Menperind nomor 29/M/ SK/2/1995 tentang Pengesahan SNI dan
penggunaan tanda SNI wajib pada 10 produk industry.

Bab III

Penutup

A. Kesimpulan

1. Iodium merupakan salah satu unsur mineral mikro yang sangat dibutuhkan
oleh tubuh walaupun dalam jumlah yang relative kecil. Namun apabila diabaikan
dapat menimbulkan efek atau dampak yang cukup berpengaruh dalam
kehidupan semua orang.
2. GAKY merupakan masalah gizi yang sangat serius, karena dapat
menyebabkan berbagai penyakit gangguan seperti Gondok, kreatinisme dan
keterlambatan pertumbuhan dan kecerdasan.

3. Dampak GAKY terhadap permasalahan di lingkungan masyarakat :

- Pengaruh GAKY terhadap Kelangsungan Hidup.

- Pengaruh GAKY terhadap Perkembangan Intelegensia.

- Pengaruh GAKY terhadap Perkembangan Sosial.

- Pengaruh GAKY terhadap Perkembangan Ekonomi

4. Garam beryodium adalah garam yang telah diIodisasi sesuai dengan SNI dan
mengandung yodium sebanyak 30ppm untuk konsumsi manusia atau ternak dan
industri pangan.

5. Di Indonesia, upaya penanggulangan GAKY difokuskan pada peningkatan


konsumsi garam beryodium.

DAFTRA PUSTAKA

Bambang Wirjatmadi, Merryana Adriani. 2012, Pengantar Gizi Masyarakat.


Jakarta: kencana, cetakan peretama.

Afika Novita di 23.39


Berbagi



Beranda

Lihat versi web


MENGENAI SAYA

Afika Novita
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger.

Kumpulan Makalah
Rabu, 23 Juli 2014

GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM

GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM

OLEH
ASDI LASTARI
UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR
MAKASSAR

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masalah kekurangan konsumsi pangan bukanlah hal baru, namun masalah ini tetap

aktual terutama di negara-negara berkembang seperti halnya Indonesia.Kehidupan manusia

tak dapat dipisahkan dari masalah kekurangan konsumsi pangan , sehingga kita sering

menemukan ketidak mampuan masyarakat dalam hal pengelolaan makanan yang baik sesuai

dengan standar gizi kesehatan.

Salah satu upaya yang mempunyai dampak cukup penting terhadap peningkatan kualitas

Sumber Daya Manusia (SDM) adalah peningkatan status gizi yang merupakan salah satu

faktor yang menentukan kualitas hidup dan produktivitas kerja.

Masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) khususnya Gondok telah lama

dikenal di Indonesia.Hal ini terlihat dari adanya patung-patung tokoh pewayangan yang

ditampilkan dengan leher yang membesar karenaGondok.Tidak hanya dalam pewayangan

dalam kehidupan nyatapun di beberapa daerah dengan mudah dapat di jumpai penderita

Gondok.

GAKY merupakan salah satu permasahan gizi yang sangat serius, karena dapat

menyebabkan berbagai penyakit yang mengganggu kesehatan antara lain ; Gondok,

Kretenisme, Reterdasi Mental dll.


Dari pemaparan diatas dapat diketahui bahwa pengaruh/dampak GAKY begitu luas, sejak

masih dalam kandungan, setelah lahir sampai dewasa. Yang sangat

menghawatirkan akibatnya pada susunan syaraf pusat, karena akan bepengaruh pada

kecerdasan dan perkembangan sosial masyarakat dikemudian hari

1.2. Tujuan

Untuk mengetahui pengaruh dampak kekurangan Yodium terhadap tumbuh kembang anak..

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Gizi adalah zat-zat yang diperoleh dari bahan makanan yang mempunyai nilai sangat penting

untuk dikonsumsi oleh tubuh.

Garam Beryodium adalah suatu garam yang telah diperkaya dengan KIO3 (Kalium Iodat)

sebanyak 30-8- ppm

GAKY merupakan suatu masalah gizi yang disebabkan karena kekurangan Yodium, akibat

kekurangan Yodium ini dapat menimbulkan penyakit slah satu yang sering kita kenal dan

ditemui dimasyarakat adalah Gondok.

2.2.Gejala

Gejala yang sering tampak sesuai dengan dampak yang ditimbulkan , seperti

- Reterdasi mental
- Gangguan pendengaran

- Gangguan bicara

- Hipertiroid (Pembesaran Kelenjar Tiroid/Gondok)

- Kretinisme biasanya pada anak-anak

2.3.Klasifikasi

1. Grade 0 : Normal

Dengan inspeksi tidak terlihat, baik datar maupun tengadah maksimal, dan dengan

palpasi tidak teraba.

2. Grade IA

Kelenjar Gondok tidak terlihat, baik datar maupun penderita tengadah maksimal, dan

palpasi teraba lebih besar dari ruas terakhir ibu jari penderita.

3. Grade IB

Kelenjar Gondok dengan inspeksi datar tidak terlihat, tetapi terlihat dengan tengadah

maksimal dan dengan palpasi teraba lebih besar dari Grade IA.

4. Grade II

Kelenjar Gondok dengan inspeksi terlihat dalam posisi datar dan dengan palpasi teraba

lebih besar dari Grade IB.

5. Grade III

Kelenjar Gondok cukup besar, dapat terlihat pada jarak 6 meter atau lebih.
2.4.Macam-macam Gangguan Akibat GAKY

1. Pada Fetus

- Abortus

- Steel Birth

- Kelainan Kematian Perinatal

- Kretin Neuroligi

- Kretin Myxedematosa

- Defek Psikomotor

2. Pada Neonatal

- Hipotiroid

- Gondok Neonatal

3. Pada Anak dan Remaja

- Juvenile Hipothyroidesm

- Gondok Gangguan Fungsi Mental

- Gangguan Perkembangan Fisik

- Kretin Myxedematosa dan Neurologi

4. Pada Dewasa

- Gondok dan segala Komplikasinya

- Hipotiroid

- Gangguan Fungsi Mental


2.5.Dosis Pemberian Kapsul Yodium

1. Anak SD (daerah endemik berat) : 1 kapsul/tahun

2. Daerah endemik sedang dan berat :

- Wanita Usia Subur Wus : 2 Kapsul/tahun @ 200 mg

- Ibu hamil : 1 Kapsul /tahun

- Ibu Menuyusui : 1 Kapsul selama menyusui

Mengingat dalam garam beryodium terdapat unsure natriun, maka konsumsi garam

beryodium harus dibatasi.Kelebihan mengkonsumsi natrium dapat memicu timbulnya Stroke yaitu

pecahnya pembuluh darah pada otak yang dapat menyebabkan kematian.

2.6.Kebutuhan Yodium

1. Dewasa 150 mikrogram/hari

2. Ibu hamil 175 mikrogram/hari

3. Ibu menyusui 200 mikrogram/hari

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Dampak GAKY

3.1.1. Terhadap Pertumbuhan

- Pertumbuhan yang tidak normal.

- Pada keadaan yang parah terjadi kretinisme


- Keterlambatan perkembangan jiwa dan kecerdasan

- Tingkat kecerdasan yang rendah

- Mulut menganga dan lidah tampak dari luar

3.1.2. Kelangsungan Hidup

Waniata hamil didaerah Endemik GAKY akan mengalami berbagai gangguan kehamilan

antara lain :

- Abortus

- Bayi Lahir mati

- Hipothryroid pada Neonatal

3.1.3. Perkembangan Itelegensia

- Setiap penderita Gondok akan mengalami defisit IQ Point sebesar 5 Point dibawah

normal

- Setiap Penderita Kretinisme akan mengalami defisit sebesar 50 Point dibawah normal.

Terjadinya defisit IQ Point pada gilirannya akan berdampak pada program wajib belajar 9

tahun, karena banyak anak usia sekolah yang tidak dapat mengikuti pelajaran dan mengalami

drop out.

3.1.4. Pertumbuhan Sosial

Dampak social yang ditimbulkan oleh GAKY berupa terjadinya gangguan perkembangan

mental, lamban berpikir, kurang bergairah sehingga orang semacam ini sulit dididik dan di

motivasi.
3.1.5. Perkembangan Eokonomi

Gaky akan mengalami gangguan metabolisme sehingga badannya akan merasa dingin dan

lesu sehingga akan berakibatnya rendahnya produktivitas kerja, yang akan mempengaruhi hasil

pendapatan keluarga.

3.2. Permasalahan

1. Masih rendahnya kesadaran mayrakat untuk menggunkan garam beryodium

2. Masih rendahnya pengetahuan masyarakat akan mamfaat garam beryodium

3. Garam Non Yodium masih banyak beredar ditengah masyarakat.

4. Adanya perbedaan harga yang relatif besar antara garam yang beryodium dengan

garam non yodium.

5. Pengawasan mutu garam yodium belum dilaksanakan secara menyeluruh dan terus

menerus serta belum adanya sangsi tegas bagi produksi garam non yodium.

6. Pendistribusian garam beryidium masih belum merata terutama untuk daerah-daerah

terpencil.

3.3. Pemecahan Masalah

1. Peningkatan penyulahan tentang mamfaat garam beryodium di masyarakat.

2. Adanya pengawasan mutu terhadap produksi garam beryodium oleh instansi terkait.

3. Meningkatkan kerjasama lintas sektoral tentang perlunya penggunaan garam

beryodium dalam rumah tangga.


4. Pemberitahuan kepada masyarakat oleh petugas kesehatan tentang cara pengolahan

makanan yang mengandung yodium.

5. Pendristribusian garam-garam beryodium ke daerah terpencil secara merata oleh

instansi terkait dalam hal ini dinas perindustrian.

6. Melakukan pelacakan kasus dan survey desa bermasalah secara cepat jika ditemukan

kasus Gondok.

3.4. Penanggulangan

1. Memberikan kapsul Yodium bagi ibu hamil terutama daerah endemik gondok.

2. Penyuluhan tentang Yodium secara kontinue.

3. Kerjasama Lintas sektoral tentang pembagian garam yodium secara gratis di daerah

endmik gondok.

4. Peningkatan konsumsi bahan pangan yang mengandung yodium seperti sayuran dan

ikan laut.

5. Cek up secara teratur bagi penderita gondok jika mempunyai per masalahan dengan

pembesaran kelenjar tiroid.

6. Pemberian suntikan larutan minyak beryodium kepada penderita kekurangan yodium.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. GAKY merupakan masalah gizi yang sangat serius, karena dapat menyebabkan berbagai

penyakit gangguan seperti Gondok, kreatinisme dan keterlambatan pertumbuhan dan

kecerdasan.

2. Dampak GAKY terhadap permasalahan di lingkungan masyarakat :


- Pengaruh GAKY terdapap Kelangsungan Hidup.

- Pengaruh GAKY terhadap Perkembangan Intelegensia.

- Pengaruh GAKY terhadap Perkembangan Sosial.

- Pengaruh GAKY terhadap Perkembangan Ekonomi

3. Dosis pemberian yodium adalah sebagai berikut :

a. Anak SD (daerah Endemik Berat) : 1 kapsul/tahun

b. Daerah endemik Sedang dan Berat :

- Wanita Usia Subur (WUS) : 2 kapsul/tahun @ 200 mg

- Ibu Hamil : 1 kapsul/tahun

- Ibu Menyusui : 1 kapsul/tahun

4. Penaggulangan yang paling baik untuk gangguan akibat kekurangan yodium adalah

dengan pencegahan, salah satunya dengan penyebaran informasi tentang pentingnya

mengkonsumsi garam beryodium, pemberian kapsul pertahun pada masyarakat yang

terkena penyakit Gondok

5. Kebutuhan Yodium orang dewasa diperkirakan 150 mikrogram/hari, bagi wanita hamil

sekitar 75 mikrogram/ hari dan kebutuhan Yodium bagi ibu menyusui mencapai 200

mikrogram/hari.

4.2. Saran

1. Diharapkan adanya peran serta aktif masyarakat dalam menggunakan garam yodium.

2. Diharapkan adanya penyebaran informasi tentang pentingnya garam beryodium oleh

tenaga kesehatan kapada masyarakat.

3. Peran aktif mahasiswa dalam pelaksanaan program yodiumnisasi


DAFTAR PUSTAKA

Notoatmodjo Soekidjo,Prof.Dr, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta,Jakarta 1996

Lisdiana, Ir, Waspada Terhadap Kelebihan dan Kekurangan Gizi, Trubus Agriwidaya, Bandar Lampung

1998

Sr.Alfonsine C.B, B.Sc, Pengantar Ilmu Gizi,Intan, Jakarta 1984

DEPKES RI,Gangguan Akibat Kekurangan Yodium, Jakarta 1996

Lisdiana, Ir, Waspada Terhadap Kelebihan dan Kekurangan Gizi, Trubus Agriwidaya, Bandar Lampung

1998

Nyoman I Dewa dkk, Penilaian Status Gizi,EGC Jakarta 2002.

Asdi Lastari di 05.53


Berbagi

Tidak ada komentar:


Posting Komentar
Link ke posting ini
Buat sebuah Link



Beranda

Lihat versi web


Mengenai Saya

Asdi Lastari
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger.

MATERI KULIAH
Kamis, 24 Mei 2012

KEKURANGAN VITAMIN A

KEKURANGAN VITAMIN A

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kekurangan Vitamin A (KVA) masih merupakan masalah yang tersebar di seluruh dunia
terutama negara berkembang dan dapat terjadi pada semua umur terutama pada masa
pertumbuhan (balita). Kekurangan vitamin A dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh dan
menurunkan epitelisme sel-sel kulit. Kekurangan vitamin A dapat terjadi karena beberapa
sebab antara lain konsumsi makanan yang tidak cukup mengandung vitamin A atau
provitamin A untuk jangka waktu yang lama, bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif, menu
tidak seimbang (kurang mengandung lemak, protein, zink atau zat gizi lainnya) yang
diperlukan untuk penyerapan vitamin A dan penggunaan vitamin A dalam tubuh, adanya
gangguan penyerapan vitamin A dan provitamin A seperti pada penyakit-penyakit antara lain
diare kronik, KEP dan lain-lain sehingga kebutuhan vitamin A meningkat, adanya kerusakan
hati yang menyebabkan gangguan pembentukan retinol binding protein (RBP) dan pre-
albumin yang penting untuk penyerapan vitamin.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apakah pengertian vitamin A?


b. Apa sajakah fungsi dari vitamin A?
c. Siapa sajakah yang bisa kekurangan vitamin A ?
d. Bagaimana akibat dari kekurangan vitamin A?
e. Bagaimana penanggulangan agar tidak kekurangan vitamin A?

1.3 Tujuan Penulisan

a. Dapat mengetahui pengertian vitamin A


b. Dapat mengetahui fungsi dari vitamin A
c. Dapat mengetahui siapa saja yang bisa kekurangan vitamin A
d. Mengetahui apa saja akibat dari kekurangan vitamin A
e. Untuk mengetahui bagaimana penanggulangan jika kekurangan vitamin A

1.4 Metode

Dalam pembuatan makalah ini kami menggunakan metode kepustakaan dan metode
penelusuran.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Vitamin A adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin yang sangat diperlukan oleh tubuh
yang berguna untuk kesehatan mata (agar dapat melihat dengan baik) dan untuk kesehatan
tubuh (meningkatkan daya tahan tubuh untuk melawan penyakit misalnya campak, diare
dan penyakit infeksi lain). Vitamin A atau berdasarkan struktur kimianya dibagi menjadi 2
bentuk yaitu :
a. Retinol
Retinol dapat dimanfaatkan langsung oleh tubuh karena umumnya sumber retinol diperoleh
dari makanan hewani seperti,telur, hati, atau minyak ikan yang mudah dicerna dalam tubuh.
b. Betacarotene
Sering disebut pro-vitamin A baru dapat dirasakan setelah mengalami proses pengolahan
menjadi retinol. Sumber betacarotene berasal dari makanan nabati yang berwarna orange
atau hijau tua, seperti wortel, bayam, ubi, mangga, dan papaya.
Retinol atau Retinal atau juga Asam Retinoat, dikenal sebagai faktor pencegahan
xeropthalmia, berfungsi untuk pertumbuhan sel epitel dan pengatur kepekaan rangsang
sinar pada saraf mata, Jumlah yang dianjurkan berdasarkan Angka Kecukupan Gizi yang
dianjurkan (KGA-2004) per hari 400 ug retinol untuk anak-anak dan dewasa 500 ug
retinol.Tubuh menyimpan retinol dan betacarotene dalam hati dan mengambilnya jika
tubuh memerlukannya.
2.2 Fungsi Vitamin A
Selain berfungsi pada sistem penglihatan, diferensiasi sel, pertumbuhan dan
perkembangan, reproduksi, dan pencegahan kanker, Vitamin A juga berfungsi dalam sistem
kekebalan ( anti infeksi ). Walaupun mekanismenya belum diketahui pasti, Retinol
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan deferensiasi limfosit B ( leukosit yang berperan
dalam proses kekebalan humoral ). Disamping itu, kekurangan vitamin A menurunkan respon
antibody yang bergantung pada sel-T (limfosit yang berperan pada kekebalan
sesular).Sebaliknya, infeksi dapat memperburuk kekurangan vitamin A.
Dalam kaitan vitamin A berperan sebagai fungsi kekebalan, ditemukan bahwa:
.
Bila vitamin A kurang, maka fungsi kekebalan tubuh menjadi menurun, sehingga mudah
terserang infeksi. Disamping itu lapisan sel yang menutupi trakea dan paru-paru mengalami
keratinisasi, tidak mengeluarkan lender sehingga mudah dimasuki mikroorganisme penyebab
infeksi saluran pernapasan. Bila terjadi pada permukaan usus halus dapat terjadi diare.
Perubahan pada permukaan saluran kemih dan kelamin dapat menimbulkan infeksi pada
ginjal dan kantong kemih. Pada anak-anak dapat menyebabkan komplikasi pada campak
yang dapat mengakibatkan kematian.
Hasil penelitian yang dilaksanakan Survei Pemantauan Status Gizi dan Kesehatan (Nutrition
& Health Surveillance System) selama 1998-2002 menunjukkan, sekitar 10 juta anak balita
yang berusia enam bulan hingga lima tahun-berarti setengah dari populasi anak balita-di
Indonesia berisiko menderita kekurangan vitamin A. Menurut penelitian yang dilakukan
Depkes bekerja sama dengan Helen KelIer International setiap tiga bulan sekali ini, makanan
mereka sehari-hari di bawah angka kecukupan vitamin A yang ditetapkan untuk anak balita,
yaitu 350-460 Retino Ekivalen per hari.
Lebih lanjut dijelaskan, bahwa kekurangan vitamin A berkaitan dengan tingginya tingkat
kematian pada balita. Populasi anak yang mengalami kekurangan vitamin A, namun tidak
mendapat perawatan tingkat kematiannya 49 persen lebih tinggi daripada yang mendapat
sumplemen vitamin itu. Secara medis ada keterkaitan antara kekurangan vitamin A dan
kematian pada balita. Akibat kurangnya vitamin A, yang berfungsi sebagai katalis reaksi
biokimia dalam tubuh, akan berdampak pada berkurangnya fungsi sel epitel yang dalam
meningkatkan status kekebalan atau daya tahan tubuh.
Selain fungsi-fungsi diatas, vitamin A juga berfungsi menjaga integritas atau keutuhan sel
darah merah. Karena itu, kekurangan vitamin A juga memicu timbulnya penyakit anemia.
Jika kekurangan vitamin A, sel darah merah tak mampu bertahan lama sehingga umurnya
menjadi pendek dan mudah pecah. Karena kondisi ini, tubuh menjadi kekuranagn zat besi
atau darah merah.selain itu vitamin A juga berpengaruh terhadap sumsum tulang belakang
yang berfungsi sebai tempat memproduksi sel darah merah. Jika vitamin A kurang, maka
sumsum tulang belakang tak mampu memproduksi sel-sel darah merah, sehingga terjadilah
anemia.
2.3 Siapa Saja Yang Bisa Kekurangan Vitamin A
Kekurangan vitamin A banyak ditemukan di beberapa daerah seperti Asia Tenggara, dimana
padi yang digiling menjadi beras (yang mengandung sedikit vitamin A) merupakan makanan
pokok. Beberapa penyakit yang mempengaruhi kemampuan usus dalam menyerap lemak dan
vitamin yang larut dalam lemak,meningkatkan resiko terjadinya kekurangan vitamin A.
Pembedahan pada usus atau pankreas juga akan memberikan efek yang sama.Gejala
pertama dari kekurangan vitamin A biasanya adalah rabun senja.
Kemudian akan timbul pengendapan berbusa (bintik Bitot) dalam bagian putih mata (sklera)
dan kornea bisa mengeras dan membentuk jaringan parut (xeroftalmia), yang bisa
menyebabkan kebutaan yang menetap.
Malnutrisi pada masa kanak-kanan (marasmus dan kwashiorkor), sering disertai dengan
xeroftalmia; bukan karena kurangnya vitamin A dalam makanan, tetapi juga karena
kekurangan kalori dan protein menghambat pengangkutan vitamin A. Kulit dan lapisan paru-
paru, usus dan saluran kemih bisa mengeras. Kekurangan vitamin A juga menyebabkan
peradangan kulit (dermatitis) dan meningkatkan kemungkinan terkena infeksi. Beberapa
penderita mengalami anemia. Pada kekurangan vitamin A, kadar vitamin A dalam darah
menurun sampai kurang dari 15 mikrogram/100 mL (kadar normal 20-50 mikrogram/100 mL).
Kekurangan vitamin A diobati dengan pemberian vitamin A tambahan sebanyak 20 kali dosis
harian yang dianjurkan selama 3 hari. Lalu diikuti dengan pemberian sebanyak 3 kali dosis
harian yang dianjurkan selama 1 bulan.
Setelah itu diharapkan semua gejala sudah hilang. Penderita yang gejala-gejalanya tidak
hilang dalam 2 bulan setelah pengobatan, harus segera dievaluasi untuk mengetahui
kemungkinan adanya malnutrisi.

Kurang vitamin A (KVA) merupakan suatu kondisi dimana kadar vitamin A dalam
darah menurun.
- Bila pada orang normal kadar vitamin A dalam darah adalah 30 ug/dl atau lebih
- Kadar 20-30 ug/dl masih dapat diterima, meskipun pada tingkat yang dianggap
rendah, yang mempunyai risiko lebih besar untuk timbulnya gejala-gejala KVA
- Kadar 10-20 ug/dl sudah termasuk kondisi hypovitaminosis
- Kadar dibawah 10 ug/dl sudah dianggap avitaminosis.
Orang yang membatasi konsumsi mereka akan hati, produk-produk yang berasal dari susu,
dan sayur-sayuran yang mengandung beta-karoten, dapat mengalami kekurangan vitamin A.
Bayi yang berat badannya saat lahir sangat rendah (2,2 pounds atau 0,99 kg atau kurang)
memiliki resiko yang tinggi lahir dengan kekurangan vitamin A, dan suntikan vitamin A
diberikan kepada bayi-bayi ini telah dilaporkan dapat mengurangi resiko sakit paru-paru.
Tanda-tanda awal kekurangan vitamin A :
Lemahnya penglihatan pada malam hari
Kulit kering
Meningkatnya risiko infeksi, dan metaplasia (kondisi pra-kanker)
Kekurangan vitamin A yang parah, yang dapat menyebabkan kebutaan, secara ekstrim
jarang terjadi di lingkungan barat
Kekurangan vitamin A yang parah yang jarang terjadi, biasanya terjadi karena kondisi-
kondisi yang bermacam-macam, yang menyebabkan mal-absorpsi. Dilaporkan pula tingginya
peristiwa kekurangan vitamin A pada orang yang terinfeksi HIV.
Orang dengan hipotiroid memiliki kemampuan yang lemah untuk mengubah beta-karoten
menjadi vitamin A. Untuk alasan ini, beberapa dokter menyarankan untuk mengonsumsi
suplemen vitamin A, jika mereka tidak mengonsumsi vitamin A dalam jumlah yang
seharusnya pada pola makan mereka. Orang yang sudah sangat tua dengan diabetes tipe-2
menunjukkan penurunan vitamin A pada darahnya yang secara signifikan karena faktor usia,
terlepas dari konsumsi vitamin A pada pola makannya.

2.4 Akibat dari Kekurangan Vitamin A

Tubuh memerlukan asupan vitamin yang cukup sebagai zat pengatur dan memperlancar
proses metabolisme dalam tubuh. Sebagai vitamin yang larut dalam lemak, vitamin A
membangun sel-sel kulit dan memperbaiki sel-sel tubuh, menjaga dan melindungi mata,
menjaga tubuh dari infeksi, serta menjaga pertumbuhan tulang dan gigi. Karena fungsi
tersebut, vitamin A sangat bagus dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak.
Vitamin A juga berperan dalam epitil, misalnya pada epitil saluran pencernaan dan
pernapasan serta kulit. Vitamin A berkaitan erat dengan kesehatan mata. Vitamin A
membantu dalam hal integritas atau ketahanan retina serta menyehatkan bola mata.
Vitamin A fungsinya tak secara langsung mengobati penderita minus, tapi bisa menghambat
minus. Kekurangan vitamin A menyebabkan mata tak dapat menyesuaikan diri terhadap
perubahan cahaya yang masuk dalam retina. Sebagai konsekuensi awal terjadilah rabun
senja, yaitu mata sulit melihat kala senja atau dapat juga terjadi saat memasuki ruangan
gelap. Bila kekurangan vitamin A berkelanjutan maka anak akan mengalami xerophtalmia
yang mengakibatkan kebutaan. Selain itu kekurangan vitamin A menyebabkan tubuh rentan
terhadap infeksi bakteri dan virus. Tanpa vitamin A, sistem pertahanan tubuh akan hilang.Ini
memicu tubuh rentan terserang penyakit.
Vitamin A bisa terserap dalam tubuh yang kondisinya baik. Anak usia balita sangat rentan
kekurangan vitamin A karena kondisi tubuhnya rentan terhadap penyakit, seperti diare atau
infeksi pencernaan. Untuk itu peran ibu sangat penting dalam menjaga ketahanan tubuh
bayi yakni dengan memberikan ASI eksklusif, agar mempunyai ketahanan tubuh yang
cukup.Kebutuhan vitamin A yang cukup dalam tubuh, dapat diketahui dengan cara
menganalisis makanan yang dikonsumsi sehari-hari dan melihat kondisi tubuh. Jika tubuh
anak sering terkena penyakit, seperti diare, busung lapar atau gangguan saluran
pernapasan, maka secara otomatis, asupan vitamin A-nya kurang
2.5 Penanggulangan Kekurangan Vitamin A

Melihat dampak yang dapat diakibatkan oleh kekurangan vitamin A seperti yang
dijelaskan di atas, maka masalah defisiensi vitamin A ini tidak boleh diremehkan karena
dapat menyebabkan kematian. Untuk mengatasi hal ini, ada beberapa langkah yang harus
terus dilakukan, antara lain :

a. Memperbaiki pola makan masyarakat melalui penyuluhan-penyuluhan sehingga


masyarakat kita semakin gemar mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan.
b. Melakukan fortifikasi vitamin A terhadap beberapa bahan makanan yang banyak
dikonsumsi masyarakat dengan memperhatikan syarat-syarat fortifikasi, missal tidak
menyebabkan perubahan rasa pada bahan makanan tersebut atau tidak menyebabkan
kenaikan harga yang terlalu tinggi. Contoh bahan makanan yang dapat dilakukan fortifikasi
adalah pada MSG atau pada mie instant
c. Meningkatkan program pemberian suplemen vitamin A yang sudah berjalan pada
kelompok sasaran yaitu :
· Bayi umur 6-12 bulan : diberikan kapsul vitamin A warna biru, dosis 100.000 UI setiap
bulan februari dan agustus.
· Anak umur 1-5 tahun : diberikan kapsul vitamin A warna merah, dosis 200.00 UI setiap
bulan februari dan agustus
· Ibu nifas : diberikan kapsul vitamin A dosis 200.000 UI, sehari setelah melahirkan
dan diberikan lagi 24 jam kemudian (masing-masing satu kapsul ).
· Anak yang terserang campak : diberikan kapsul vitamin A dosis 200.000 UI.
d. Pemberian imunisasi pada anak harus terus dipantau supaya terhindar dari penyakit
infeksi.
e. Mengkonsumsi makanan yang seimbang agar metabolisme vitamin A dalam tubuh
dapat berjalan secara normal.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Vitamin A adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin yang sangat diperlukan
oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar dapat melihat dengan baik) dan untuk
kesehatan tubuh (meningkatkan daya tahan tubuh untuk melawan penyakit misalnya
campak, diare dan penyakit infeksi lain). Kekurangan vitamin A (KVA) dapat mengakibatkan
berbagai macam penyakit seperti : rabun senja. Penanggulangan KVA ini adalah dengan
memperbaiki pola makan masyarakat, perbanyak mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan.
Kekurangan vitamin A banyak ditemukan di beberapa daerah seperti Asia Tenggara,
dimana padi yang digiling menjadi beras (yang mengandung sedikit vitamin A) merupakan
makanan pokok. Beberapa penyakit yang mempengaruhi kemampuan usus dalam menyerap
lemak dan vitamin yang larut dalam lemak,meningkatkan resiko terjadinya kekurangan
vitamin A.

3.2 Saran
Bagi pembaca diharapkan agar dapat menerapkan pola hidup sehat sehingga terhindar dari
berbagai penyakit. Dan perbanyak makan wortel, tomat, dan sayur –sayuran yang
mengandung vit A,supaya kita tidak kekurangan vitamin A.
Sebagai tenaga medis khususnya keperawatan juga berperan penting dalam penanggulangan
kekurangan vit A, dimana seorang perawat diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat tentang pentingnya vit A.

DAFTAR PUSTAKA

Sediaoetama,Achmad Djaeni.2004. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi.Jakarta : Dian


Rakyat.

http://www.cybertokoh.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=975

http://organisasi.org/pengertian_dan_definisi_vitamin_fungsi_guna_sumber_akibat_kekur
angan_macam_dan_jenis_vitamin
Iskandar Zulkarnaen di 02.19
Berbagi

Tidak ada komentar:


Posting Komentar



Beranda

Lihat versi web


MY PROFIL

Iskandar Zulkarnaen
MAKASSAR, SULAWEAI SELATAN, Indonesia

Asalamualaikum wr.wb Makasi teman sudah mampir ke blog saya. ,salam kenal nama saya
ISKANDAR, dan untuk sekarang saya sedang menempuh pendidikan di STIK MAKASSAR,
SELAMAT DATANG DI BLOG yang sederhana ini. Mengingat saya masih dalam tahap
pembelajaran harap komentar dan kritiknya.
Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.

Вам также может понравиться

  • Optimized Title for Hemodialysis Coping Research
    Optimized Title for Hemodialysis Coping Research
    Документ9 страниц
    Optimized Title for Hemodialysis Coping Research
    Septian Hidayat
    100% (3)
  • Leflet Anemia Pada Ibu Hamil
    Leflet Anemia Pada Ibu Hamil
    Документ2 страницы
    Leflet Anemia Pada Ibu Hamil
    Febri Wanly Vallentina
    Оценок пока нет
  • ASKEP Post Craniotomy Wildae Tn. C
    ASKEP Post Craniotomy Wildae Tn. C
    Документ8 страниц
    ASKEP Post Craniotomy Wildae Tn. C
    Febri Wanly Vallentina
    Оценок пока нет
  • KUESIONER Dukungan Keluarga
    KUESIONER Dukungan Keluarga
    Документ3 страницы
    KUESIONER Dukungan Keluarga
    Febri Wanly Vallentina
    Оценок пока нет
  • Leflet HIV Aids
    Leflet HIV Aids
    Документ2 страницы
    Leflet HIV Aids
    Febri Wanly Vallentina
    Оценок пока нет
  • SAP Gagal Jantung
    SAP Gagal Jantung
    Документ11 страниц
    SAP Gagal Jantung
    SriLestariFajerin
    Оценок пока нет
  • Bab 1-5 Paripurna Halusinasi
    Bab 1-5 Paripurna Halusinasi
    Документ37 страниц
    Bab 1-5 Paripurna Halusinasi
    Febri Wanly Vallentina
    Оценок пока нет
  • Cuci Tangan
    Cuci Tangan
    Документ6 страниц
    Cuci Tangan
    Febri Wanly Vallentina
    Оценок пока нет
  • Laporan Hiperaktif
    Laporan Hiperaktif
    Документ24 страницы
    Laporan Hiperaktif
    Febri Wanly Vallentina
    Оценок пока нет
  • Leaflet Teknik Nafas Dalam Dan Batuk Efektif
    Leaflet Teknik Nafas Dalam Dan Batuk Efektif
    Документ2 страницы
    Leaflet Teknik Nafas Dalam Dan Batuk Efektif
    Febri Wanly Vallentina
    Оценок пока нет
  • Satuan Acara Pengajaran Kardio
    Satuan Acara Pengajaran Kardio
    Документ12 страниц
    Satuan Acara Pengajaran Kardio
    Febri Wanly Vallentina
    Оценок пока нет
  • Leflet Radang Sendi
    Leflet Radang Sendi
    Документ2 страницы
    Leflet Radang Sendi
    Febri Wanly Vallentina
    Оценок пока нет
  • BAB 3 Hipertensi Lansia
    BAB 3 Hipertensi Lansia
    Документ22 страницы
    BAB 3 Hipertensi Lansia
    Febri Wanly Vallentina
    Оценок пока нет
  • Makalah Lengkap
    Makalah Lengkap
    Документ13 страниц
    Makalah Lengkap
    Sarii
    Оценок пока нет
  • Makalah ARV
    Makalah ARV
    Документ7 страниц
    Makalah ARV
    muklis nurul arifin
    83% (6)
  • Leaflet Imunisas
    Leaflet Imunisas
    Документ2 страницы
    Leaflet Imunisas
    Febri Wanly Vallentina
    Оценок пока нет
  • LEFLET Dermatitis
    LEFLET Dermatitis
    Документ2 страницы
    LEFLET Dermatitis
    Febri Wanly Vallentina
    Оценок пока нет
  • Leaflet Imunisas
    Leaflet Imunisas
    Документ2 страницы
    Leaflet Imunisas
    Febri Wanly Vallentina
    Оценок пока нет
  • Leaflet Campak
    Leaflet Campak
    Документ2 страницы
    Leaflet Campak
    Febri Wanly Vallentina
    Оценок пока нет
  • Liflet Gastritis
    Liflet Gastritis
    Документ2 страницы
    Liflet Gastritis
    Febri Wanly Vallentina
    Оценок пока нет
  • Leaflet Prin
    Leaflet Prin
    Документ2 страницы
    Leaflet Prin
    Febri Wanly Vallentina
    Оценок пока нет
  • Leflet Radang Sendi
    Leflet Radang Sendi
    Документ2 страницы
    Leflet Radang Sendi
    Febri Wanly Vallentina
    Оценок пока нет
  • Liflet Penyakit Campak
    Liflet Penyakit Campak
    Документ2 страницы
    Liflet Penyakit Campak
    Febri Wanly Vallentina
    Оценок пока нет
  • Sap Campak
    Sap Campak
    Документ7 страниц
    Sap Campak
    Febri Wanly Vallentina
    Оценок пока нет
  • LP Eksisi STT
    LP Eksisi STT
    Документ9 страниц
    LP Eksisi STT
    Febri Wanly Vallentina
    Оценок пока нет
  • Leaflet Campak
    Leaflet Campak
    Документ3 страницы
    Leaflet Campak
    Febri Wanly Vallentina
    Оценок пока нет
  • Laporan Pendahuluan Stemi
    Laporan Pendahuluan Stemi
    Документ27 страниц
    Laporan Pendahuluan Stemi
    pipinoktav
    33% (3)
  • Presentation 1
    Presentation 1
    Документ10 страниц
    Presentation 1
    Febri Wanly Vallentina
    Оценок пока нет
  • Konsep Dasar Dan Asuhan Keperawatan CKD
    Konsep Dasar Dan Asuhan Keperawatan CKD
    Документ19 страниц
    Konsep Dasar Dan Asuhan Keperawatan CKD
    Febri Wanly Vallentina
    Оценок пока нет
  • Presentation 1
    Presentation 1
    Документ10 страниц
    Presentation 1
    Febri Wanly Vallentina
    Оценок пока нет