Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Disusun oleh:
Kelompok 5
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2016
ANGIOEDEMA AKIBAT SERANGAN LEBAH
Disusun oleh:
Kelompok 5
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2016
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan
kasus tentang ”Angioedema Akibat Serangan Lebah”. Shalawat beserta salam kita sampaikan
kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al-
Qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi memenuhi tugas terstruktur Blok 4.3
Emergency Medicine. Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dr. Fenti Kusumawardhani Hidayah, Sp.M selaku dosen pembimbing dalam
penyusunan laporan ini dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta
arahan selama penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini,.
Maka dari itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Patogenesis Alergi Sengatan Hymenoptera.......................................................................16
4.2 Algoritma Penatalaksanaan Alergi Sengatan Hymenoptera..............................................19
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan.........................................................................................................................20
5.2 Saran....................................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui patogenesis sengatan lebah (Hymenoptera).
1.4 Manfaat
1. Menambah dan memperluas ilmu pengetahuan mengenai macam patogenesis serta
3. Menjadi sumber bacaan untuk membuat penelitian terkait reaksi anafilaksis dan
anafilaktoid
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lebah
2.1.1 Klasifikasi dan Toksin
Lebah merupakan ordo Hymenoptera dari kelas insekta, dibagi atas 2 famili
yakni Apidae dan Vespidae. Famili Apidae ini terdiri dari beberapa macam spesies di
antaranya lebah madu (honey bee), bumble bee serta lebah Afrika (African bee). Dari
familli Vespidae terdiri dari penyengat, tawon, dan semut api. Alat penyengat lebah
berada pada bagian bawah dari abdomen, terdiri dari kantung yang berisi bisa melekat
pada duri penyengat. Jika terjadi sengatan maka kantung itu berkontraksi dan bisa
dialirkan ke dalam tubuh korbannya. Lebah madu Afrika yang disebut lebah
pembunuh, masuk ke Amerika Serikat di daerah Texas Selatan, kemudian menyebar
ke Arizona dan California dan terus menyebar ke daerah yang beriklim tropis. Bisanya
berisi unsur yang sama dengan lebah madu lainnya, hanya mereka lebih agresif
menyerang manusia. Alergen utama pada bisa lebah terdiri dari fosfolipase A2,
hialuronidase, substansi dengan berat molekul besar dengan aktifitas fosfatase asam,
dan mellitin. famili vespidae memiliki alergen yang terdiri dari fosfolipase,
hialuronidase dan suatu protein yang dikenal sebagai antigen-5 yang biasanya terdapat
pada sejenis tawon.
. 2.3.2 Etiologi
Etiologi tersering dari reaksi anafilaksis yaitu alergi makanan, obat-obatan,
sengatan lebah (Hymenoptera) dan lateks. Anafilaksis yang terjadi pada pasien rawat
inap terutama karena reaksi alergi terhadap pengobatan dan lateks, sedangkan
anafilaksis yang terjadi di luar rumah sakit paling banyak disebabkan oleh alergi
makanan.
6
2.3.3 Patofisiologi Reaksi Anafilaksis (alinea terlalu panjang... bagi menjadi
beberapa alinea)
Anafilaksis Anafilaktoid
Perlu sensitisasi Tidak Perlu Sensitisasi
Jarang (<5%) Sering (>5%)
Reaksi setelah pajanan berulang Reaksi setelah pajanan pertama
Gejala Klinis khas Gejala klinis tidak khas
Dosis pemicu kecil Tergantung dosis dan/atau kecepatan
pemberian pada infus
Ada kemungkinan riwayat keluarga Tidak ada riwayat keluarga (kecuali
defek enzim)
Pengaruh fisiologis sedang Pengaruh fisiologis kuat
Dalam kasus yang tidak berespon dengan epinefrin karena blocker beta-
adrenergik memperumit manajemen, glukagon, 1 mg intravena sebagai bolus,
mungkin berguna. Infus kontinu dari glukagon, 1 sampai 5 mg per jam, dapat
diberikan jika diperlukan.
Pada pasien yang mendapatkan beta blocker-adrenergik yang tidak berespon
dengan epinefrin, glukagon, cairan IV, dan terapi lainnya, nilai risiko / manfaat
termasuk penggunaan isoproterenol (Isuprel, agonis beta tanpa sifat alpha-
agonis). Meskipun isoproterenol mungkin dapat mengatasi depresi kontraktilitas
miokard yang disebabkan oleh beta blocker, juga dapat memperburuk hipotensi
dengan menginduksi vasodilatasi perifer dan dapat menyebabkan aritmia jantung
dan nekrosis miokard. Jika isoproterenol intravena diberikan, dosis yang tepat
adalah 1 mg dalam 500 mL D5W dititrasi pada 0,1 mg per kg per menit; ini
dapat dua kali lipat setiap 15 menit. Orang dewasa harus diberikan sekitar 50
persen dari dosis ini awalnya. monitoring jantung diperlukan dan isoproterenol
harus diberikan dengan hati-hati ketika denyut jantung melebihi 150-189 denyut
per menit.
Diperlukan latihan untuk penanganan anafilaksis secara rutin pada
tempat0tempat layanan kesehatan.
Protokol untuk digunakan di sekolah-sekolah untuk merawat anak-anak dengan
risiko anafilaksis melalui alergi makanan.
IM = intramuscular; IV = intravenous; SC = subcutaneous.
Joint Task Force on Practice Parameters. The diagnosis and management of
anaphylaxis. J Allergy Clin Immunol 1998;101(6 Pt 2):S465-528.
1. Menyarankan pasien untuk memakai atau membawa tanda medis agar bisa
mendapat pertolongan yang tepa apabila terjadi reaksi.
2. Menyarankan pasien untuk menjaga epinephrin self-injection kit dan
difenhidramin oral (Benadryl) untuk mengantisipasi adanya reaks.
3. Hindari resep beta bloker, ACE inhibitor, angiotensin-II reseptor bloker,
inhibitor monoamine oksidase, dan beberapa antidepresan trisiklik
4. Hindari pemberian agen cross-reaktif
5. Jika agen penyebab atau diagnosis tidak jelas, penanganan mengacu pada
alergi yang dimiliki pasien
6. Pertimbangkan pengobatan awal dengan steroid dan antihistamin.
(Tang, 2003)
11
BAB III
STATUS PASIEN
I. ANAMNESA
IDENTITAS PASIEN
Nama : an. N
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 5 tahun
Tgl lahir : 20 - 6 – 2011
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Dampit, Malang
MRS : 20 – 10- `16
IDENTITAS ORANG TUA
12
b. Riwayat penyakit dahulu
Tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya dan tidak ada riwayat sakit berat.
c. Riwayat kehamilan
Penderita dikatakan lahir spontan di bidan, dengan berat badan 2900 gr dan cukup
bulan. Setelah lahir langsung menangis, tidak ada keluhan sesak nafas atau biru setelah
lahir.
Ibu penderita mengatakan bahwa tahap perkembangan anaknya sesuai dengan anak
seumurnya:
Ibu tidak pernah lupa membawa anak untuk imunisasi di posyandu dan kadang di
puskesmas, namun tanggalnya ibu lupa dan KMS hilang.
Keadaan Umum : tampak gelisah, hanya mampu mengucapkan 2 kata setiap bicara,
suara serak, sesak
Vital Sign : Nadi 158, TD: 167/88, SpO2 92%, T Ax 36,8C, RR 40x/menit
skelera ikterik - / -
sekret - / -
sekret - / -
hiperemia -/-
14
sekret -/-
Thoraks
Inspeksi : simetris, retraksi intercostal (+) Iktus cordis (-) voussure cardiaque (-)
Ronkhi - -
- -
- -
Wheezing - -
- -
- -
Abdomen
CRT < 2”
Status antropometri :
Berat badan : 15 kg
Lingkar kepala :
Kesimpulan :
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Darah Lengkap
Leukosit : 8.000/ µl
Hemoglobin : 11,1 gr/dl
PCV : 23.9 %
Trombosit : 283.000 / µl
16
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada dasarnya sengatan lebah atau tawon tidak terlalu bahaya. Hanya saja akan
menimbulkan efek bengkak, memerah dan rasa panas pada area yang terkena sengatan
akibat inflamasi. Hal tersebut dapat terjadi pada manusia yang tidak memiliki alergi
terhadap sengatan lebah. Lain halnya dengan manusia yang memiliki alergi terhadap
sengatan lebah atau tawon biasanya secara spontan dapat memicu reaksi anafilaktik
yang dapat mengancam jiwanya dan harus sesegara mungkin mendapatkan
pertolongan medis (American Academy of Allergy. 2005 ; Glaspole, 2007)
Ikatan IgE pada sel mast atau basofil memicu aktivasi sel yang mana akan
terjadi rangsangan eksositosi granul sehingga terjadi degranulasi beberapa mediator
inflamasi seperti histamine, protease dan platelet aggregating factor (PAF). Efek
histamin akan meningkatkan permeabilitas vaskuler, vasodilatasi, dan kontraksi otot
polos sehingga terjadi oedem terutama pada mukosa palpebral dan bibir, angioedema,
dan bronkospasme dan kram abdomen. Histamine juga merangsang ujung saraf perifer
sehingga bermanifestasi gatal. Rilisnya mediator protease akan meningkatkan sekresi
mucus bronkial, degradasi membrane pembuluh darah yang mengakibatkan kerusakan
jaringan. Sedangkan PAF memiliki efek kontraksi otot polos paru (Flinkelman, 2007 ;
Baratawidjaja dan Rengganis, 2010 ; Roit, 2011).
Selain terjadi degranulasi dari sel mast atau basophil, pada aktifitas sel juga
terjadi aktivasi transkripsional gen sitokin IL-4 dan IL-3 sehingga terjadi peningkatan
produksi IgE dan aktivasi monosit, eosinofil dan terjadi demam oleh sitokin TNF alfa.
17
Modifikasi enzimatik asam arakidonat akan menghasilkan leukotriene,
prostaglandin dan bradikinin. Leukotrien akan meningkatkan motilitas usus sehingga
dapat menyebabkan diare dan berefek bronkokontriksi yang lama pada asma.
Sedangkan prostaglandin akan meningkatkan permeabilitas vakuler, vasodilatasi,
kontraksi otot polos yang mengakibatkan oedem dan hiperemi jejas jaringan. Selain itu
prostaglandin juga sebagai kemotaktik dari neutrophil (Baratawidjaja dan Rengganis,
2010 ; Roit, 2011)
Allergen pada
toksin lebah Merusak
membrane sel
19
4.2 Algoritma Penatalaksanaan Alergi Sengatan Lebah
Berikan oksigen
Tidak ada sumbatan jalan nafas Evaluasi jalan nafas Ancaman/ sumbatan jalan nafas
Pada reaksi ini yang paling berperan adalah efek histamin yang meningkatkan
permeabilitas vaskuler, vasodilatasi, dan kontraksi otot polos sehingga terjadi oedem
terutama pada mukosa palpebral dan bibir, angioedema, dan bronkospasme dan kram
abdomen. Rilisnya mediator protease akan meningkatkan sekresi mucus bronkial,
degradasi membrane pembuluh darah yang mengakibatkan kerusakan jaringan.
Sedangkan PAF memiliki efek kontraksi otot polos paru sehingga pada dapat terjadi
gangguan pernafasan, yang akan bermanifes pasien mengalami sesak nafas. Selain
histamin, bradikinin memiliki efek vasodilatasi perifer yang mengakibatkan
permeabilitas kapiler meningkat dan terjadi ekstravasasi intravaskuler. Hal ini juga
mampu mengakibatkan edem pada kulit, mata dan bibir. Apabila edem terjadi pada
laryngeal maka dapat terjadi obstruksi saluran nafas (sesak nafas).
5.2 Saran
5.2.1 Bagi dokter klinisi :
Dalam mendiagnosa reaksi alergi, perlu diperhatikan penyebabnya, riwayat
alergi, riwayat atopis, selain itu juga dapat membedakan reaksi yang terjadi
termasuk reaksi anafilaksis atau reaksi anafilaktoid dengan melihat hasil
pemeriksaan fisiknya. Apabila sudah dapat membedakan dokter dapat
memberikan penatalaksanaan sesuai reaksi tersebut dengan tepat.
Daftar Pustaka
Baratawidjaja, K. G., dan Rengganis, I. 2010. Imunologi Dasar. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI.
Flinkelman F.D, et al. 2007. Molecular mechanism of anaphylaxis : Lessons from studies with
J Allergy Clin Immunol. 1998. The diagnosis and management of anaphylaxis. Joint Task
Immunology, American College of Allergy, Asthma and Immunology, and the Joint
Council of Allergy, Asthma and Immunology, vol. 101, no. 6 pt 2, pp. S465-528
Koury SI, Herfel LU . (2000) Anaphylaxis and acute allergic reactions. In :International
Surabaya
Roit, I., Brostoff, J., Male, D. 2011. Immunology. Edisi ke-6. England : Harcourt Publisher
Limited.
Tang, A. W. 2003. ‘A Practice Guide to Anaphylaxis’. American Family Physician, vol . 68,