Вы находитесь на странице: 1из 28

LAPORAN KASUS

ANGIOEDEMA AKIBAT SERANGAN LEBAH


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas terstruktur
Blok 4.3 Emergency Medicine

Disusun oleh:
Kelompok 5

1. Ardhita Okky Riyana Dewi (2131210027)


2. Fadhila Try Utami (2131210028)
3. Roziq Siroj Ramadhan (2131210029)
4. Yunita Ika Pratiwi (2131210030)
5. Cornellia Agnes Fransiska Putri (2131210032)
6. Rosha Damayanti Aulia (2121210033)
7. Nuris Shobah Abrori (2131210034)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2016
ANGIOEDEMA AKIBAT SERANGAN LEBAH

Disusun oleh:
Kelompok 5

Dosen Pembimbing : dr. Fenti Kusumawardhani Hidayah, Sp.M

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2016
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan
kasus tentang ”Angioedema Akibat Serangan Lebah”. Shalawat beserta salam kita sampaikan
kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al-
Qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.

Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi memenuhi tugas terstruktur Blok 4.3
Emergency Medicine. Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dr. Fenti Kusumawardhani Hidayah, Sp.M selaku dosen pembimbing dalam
penyusunan laporan ini dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta
arahan selama penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini,.
Maka dari itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Malang, 20 November 2016

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... iii


DAFTAR ISI ............................................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................ 1
1.3 Tujuan .................................................................................................................................. 1
1.4 Manfaat.................................................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Lebah ....................................................................................................................................3
2.1.1 Klasifikasi dan Toksin................................................................................................3
2.2 Reaksi Hipersensitivitas........................................................................................................3
2.3 Reaksi Anafilaksis dan Anafilaktoid.....................................................................................4
2.3.1 Definisi........................................................................................................................4
2.3.2 Etiologi........................................................................................................................4
2.3.3 Patofisiologi................................................................................................................6
2.3.4 Perbedaan Anafilaksis dan Anafilaktoid.....................................................................6
2.3.5 Tanda dan Gejala Klinis..............................................................................................7
2.3.6 Diagnosa Banding.......................................................................................................7
2.3.7 Protokol untuk Pengobatan Anafilaksis......................................................................9
2.3.8 Pencegahan dan Pengobatan Awal untuk Anafilaksis..............................................10

BAB III STATUS PASIEN


3.1 Status Pasien......................................................................................................................11

BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Patogenesis Alergi Sengatan Hymenoptera.......................................................................16
4.2 Algoritma Penatalaksanaan Alergi Sengatan Hymenoptera..............................................19

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan.........................................................................................................................20
5.2 Saran....................................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................
1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pada dasarnya manusia memiliki imunitas alami didalam tubuh yang bersifat non-
spesifik dan spesifik. Contohnya imunitas humoral yang diperankan oleh sel limfosit B
dan memproduksi IgG, IgA, IgM,IgD dan Ig Edan imunitas seluler yang diperankan oleh
sel limfosit T yang jika bertemu dengan antigen akan berdiferensiasi dan menghasilkan
zat limfokin yang mengatur sel-sel lain untuk menghancurkan antigen tersebut. Jika suatu
alergen yang masuk kedalam tubuh maka tubuh berespon untuk menghancurkan alergen
tersebut. Namun, saat alergen tersebut merusak jaringan tubuh maka akan terjadi reaksi
hipersensitivitas atau alergi (Baratawidjaya,2006).
Reaksi alergi akut yang mengenai beberapa organ tubuh seperti sistem respirasi,
sistem cardiovaskular, sistem gastrointestinal dan sistem integumen disebut dengan reaksi
anafilaksis. Pada reaksi anafilaksis, sistem imun yang seharusnya melindungi tubuh justru
merusak jaringan tubuh. Anafilaksis sebenarnya merupakan manifestasi dari
hipersensitivitas tipe cepat dimana individu yang sangat peka terpajan alergen spesifik
yang biasanya menganggu sistem pernapasannya dengan diikuti dengan syok dan biasnya
juga timbul urtikaria (Baratawidjaya,2006).
Anafilaksis dapat terjadi karena makanan, obat, suhu/cuaca atau serangga.
Serangga yang menyebabkan anafilaksis kebanyakan dari ordo Hymenoptera salah
satunya adalah lebah. Sengatan lebah dapat menimbulkan reaksi lokal dan sistemik.
Reaksi lokal ditandai dengan rasa nyeri, bengkak dan kemerahan di sekitar tempat
sengatan. Reaksi sitemik merupakan rekasi yang melibatkan berbagai organ sampai
reaksi anafilaksis samapi menyebakan kematian. Kematian akibat sengatan lebah
dilaporkan 40 sampai 50 kasus per tahun di Amerika serikat. Dilaporkan terjadi reaksi
anafilaksis selama 5 tahun pengamatan, 15% dari seluruh kasus adlah akibat dari
sengatan lebah. Namun hingga saat ini belum diperoleh angka laporan kasus di
Indonesia.(Loebis,S; Faisal,A.H.M.,2004).
Mengacu pada data tersebut maka diharapkan dengan adanya makalah tugas ini
pembaca dapat mengenali reaksi anafilaksis yang disebabkan oleh sengatan lebah.
Penanganan reaksi anafilaksis secara cepat dan tepat akan mengurangi resiko kematian
pada penderitanya.
Daftar pustaka
Baratawidjaya K.G.2006. Imunologi Dasar Edisi ke 7.Jakarta:Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Loebis,S;Faisal A.H.M.2004.Peran Imunoterapi pada Alergi Sengatan Lebah.Sari
pediatri.6(3):104-109

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sengatan lebah dapat menimbulkan manifestasi klinis pada kasus tersebut?

2. Bagaimana penatalaksanaan yang harus dilakukan pada kasus tersebut ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui patogenesis sengatan lebah (Hymenoptera).

2. Untuk mengetahui algoritma penatalaksanaan sengatan lebah (Hymenoptera).

1.4 Manfaat
1. Menambah dan memperluas ilmu pengetahuan mengenai macam patogenesis serta

penatalaksanaan terkait sengatan lebah bagi penulis dan pembaca. 2


2. Menjadi referensi atau rujukan untuk artikel atau karya tulis lainnya terkait toksin,

reaksi hipersensitivitas, reaksi anafilaksis dan anafilaktoid.

3. Menjadi sumber bacaan untuk membuat penelitian terkait reaksi anafilaksis dan
anafilaktoid
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lebah
2.1.1 Klasifikasi dan Toksin
Lebah merupakan ordo Hymenoptera dari kelas insekta, dibagi atas 2 famili
yakni Apidae dan Vespidae. Famili Apidae ini terdiri dari beberapa macam spesies di
antaranya lebah madu (honey bee), bumble bee serta lebah Afrika (African bee). Dari
familli Vespidae terdiri dari penyengat, tawon, dan semut api. Alat penyengat lebah
berada pada bagian bawah dari abdomen, terdiri dari kantung yang berisi bisa melekat
pada duri penyengat. Jika terjadi sengatan maka kantung itu berkontraksi dan bisa
dialirkan ke dalam tubuh korbannya. Lebah madu Afrika yang disebut lebah
pembunuh, masuk ke Amerika Serikat di daerah Texas Selatan, kemudian menyebar
ke Arizona dan California dan terus menyebar ke daerah yang beriklim tropis. Bisanya
berisi unsur yang sama dengan lebah madu lainnya, hanya mereka lebih agresif
menyerang manusia. Alergen utama pada bisa lebah terdiri dari fosfolipase A2,
hialuronidase, substansi dengan berat molekul besar dengan aktifitas fosfatase asam,
dan mellitin. famili vespidae memiliki alergen yang terdiri dari fosfolipase,
hialuronidase dan suatu protein yang dikenal sebagai antigen-5 yang biasanya terdapat
pada sejenis tawon.

2.2 Reaksi Hipersensitivitas


Sistem kekebalan tubuh merupakan sistem yang berperan dalam perlindungan
tubuh dari berbagai penyakit, tetapi mekanisme perlindungan imun tersebut, terkadang
dapat menyebabkan reaksi yang merugikan pada host. Reaksi tersebut dikenal sebagai
reaksi hipersensitivitas. Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktifitas dan sensitifitas
tubuh terhadap antigen atau benda asing yang pernah memasuki tubuh. Menurut Gell
dan Coombs, klasifikasi tradisional untuk reaksi hipersensitivitas yang biasanya
menjadi klasifikasi yang paling umum digunakan yang membagi reaksi
hipersensitivitas menjadi 4 jenis yaitu:
1. Reaksi Tipe I (reaksi hipersensitivitas cepat ) melibatkan imunoglobulin E
(IgE) merilis histamin dan mediator lain dari sel mast dan basofil.
2. Reaksi Tipe II (reaksi hipersensitivitas sitotoksik) melibatkan imunoglobulin G
atau immunoglobulin antibodi M terikat pada permukaan sel antigen dengan
memfiksasi komplemen berikutnya.
4
3. Reaksi Tipe III (reaksi kompleks imun) melibatkan sirkulasi kompleks imun
antigen-antibodi yang tersimpan dalam venula postcapillary dengan
memfiksasi komplemen berikutnya.
4. Reaksi Tipe IV (reaksi hipersensitivitas lambat) dimediasi oleh sel T.

2.3 Anafilaksis dan Anafilaktoid


2.3.1 Definisi
Anafilaksis adalah suatu respon klinis hipersensitivitas (Tipe I) yang akut,
berat, dan menyerang berbagai macam organ. Reaksi ini merupakan reaksi yang cepat,
sebuah reaksi antara antigen spesifik dan antibodi spesifik (IgE) yang terikat pada sel
mast. Sel mast dan basofil akan mengeluarkan mediator yang bekerja secara
farmakologis terhadap berbagai macam organ. Reaksi ini dipicu berbagai alergen
seperti makanan (seafood atau kacang-kacangan), obat, sengatan serangga, atau juga
lateks, bahkan latihan jasmani dan bahan diagnostik lain. Pada 2/3 pasien, pemicu
spesifik tidak diketahui (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010).
Anafilaktoid atau reaksi pseudoalergi adalah reaksi sistem imun yang
melibatkan pelepasan mediator oleh sel mast tanpa melalui IgE. Mekanisme
psedoalergi merupakan mekanisme jalur efektor nonimun. Secara klinis, reaksi ini
menyerupai reaksi Tipe I, seperti syok, urtikaria, bronkospasme, pruritus, tetapi tidak
berdasarkan reaksi imun. Reaksi ini dapat terjadi tanpa pajanan terlebih dahulu
(Baratawidjaja dan Rengganis, 2010).

. 2.3.2 Etiologi
Etiologi tersering dari reaksi anafilaksis yaitu alergi makanan, obat-obatan,
sengatan lebah (Hymenoptera) dan lateks. Anafilaksis yang terjadi pada pasien rawat
inap terutama karena reaksi alergi terhadap pengobatan dan lateks, sedangkan
anafilaksis yang terjadi di luar rumah sakit paling banyak disebabkan oleh alergi
makanan.

Tabel 1. Penyebab Reaksi Anafilaktik (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010).


Penyebab Reaksi Anafilaksis Contoh
Obat Antibiotik, NSAID, vaksin, obat
anastesi
Hormon Insulin, progesteron
Darah atau Produksi darah IVIG (Immunoglobulin Intravena)
Enzim Streptokinase
Makanan Susu, telur, kacang-kacangan, seafood
Bisa(racun) Lebah, semut api, ular, kumbang 5

Lainnya Lateks, kontras, membrane dialysis,


ekstrak imunoterapi, protamin, cairan
seminal manusia

Tabel 2. Penyebab Anafilaktoid (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010).


Akibat Sebab
Aktivasi Komplemen Langsung
Klasik Gamaglobulin (standar) (Agregasi IgG)
Larutan Plasmaprotein (agregasi IgG)
Aktivasi bypass RCM (Radio Kontras)
Anestesi IV
Pelepasan Mediator Langsung Sel Anafilaktoid oleh opiat, kontras,
Mast Tanpa Melalui IgE desferoksamin, taksol, pengganti
volume koloid, gamaglobulin, antibiotik
vankomisin (polimiksin), anestetik IV,
pelemas otot, anestesi Lokal, asam
asetilsalisilat, inhibitor siklooksigenase,
NSAIDs, onat yang meningkatkan arus
mikrosirkulasi, telaksan, gelatin
Akumulasi Bradikinin Batuk dan Angioedem oleh ACE
Inhibitor
Produksi Leukotrin berlebihan Aspirin yang menginduksi asma dan
urtikaria
Kerusakan Enzim
Inaktivator C1 Edema angioneurotik herediter
G6PD Anemia Hemolitik
Kolinesterase Inkompatibilitas Suksinilkolin
Refleks Neuropsikogenik Anestesi Lokal
Reaksi Emboli-Toksis Penisilin Depot (IV)
Reaksi Jarisch-Herxheimer Pengrusakan sel (Misal pada terapi
sifilis dengan penisilin)
Peningkatan Aliran Darah Ester asam nikotinik
Bronkospasme Sulfit yang diinhalasi atau dimakan dan
β-blocker

6
2.3.3 Patofisiologi Reaksi Anafilaksis (alinea terlalu panjang... bagi menjadi
beberapa alinea)

Reaksi anafilaksis timbul bila sebelumnya telah terbentuk IgE spesifik


terhadap alergen tertentu. Alergen yang masuk kedalam tubuh lewat kulit, mukosa,
sistem pernafasan maupun makanan,terpapar pada sel plasma dan menyebabkan
pembentukan IgE spesifik terhadap alergen tertentu. IgE spesifik ini kemudian terikat
pada reseptor permukaan mastosit dan basofil. Pada paparan berikutnya, alergen akan
terikat pada Ige spesifik dan memicu terjadinya reaksi antigen antibodi yang
menyebabkan terlepasnya mediator yakni antara lain histamin dari granula yang
terdapat dalam sel. Ikatan antigen antibodi ini juga memicu sintesis SRS-A ( Slow
reacting substance of Anaphylaxis ) dan degradasi dari asam arachidonik pada
membrane sel, yang menghasilkan Leukotrine dan prostaglandin. Reaksi ini segera
mencapai puncaknya setelah 15 menit. Efek histamin, leukotrine (SRS-A) dan
prostaglandin pada pembuluh darah maupun otot polos bronkus menyebabkan
timbulnya gejala pernafasan dan syok. Efek biologis histamin terutama melalui
reseptor H1 dan H2 yang berada pada permukaan saluran sirkulasi dan respirasi.
Stimulasi reseptor H1 menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah,
spasme bronkus dan spasme pembuluh darah koroner sedangkan stimulasi reseptor H2
menyebabkan dilatasi bronkus dan peningkatan mukus dijalan nafas. Rasio H1 – H2
pada jaringan menentukan efek akhirnya. Aktivasi mastosit dan basofil
Menyebabkan juga respon bifasik dari cAMP intraselluler. Terjadi kenaikan cAMP
kemudian penurunan drastis sejalan dengan pelepasan mediator dan granula kedalam
cairan kstraselluler. Sebaliknya penurunan cGMP justru menghambat
pelepasan mediator. Obat-obatan yang mencegah penurunan cAMP
intraselluler ternyata dapat menghilangkan gejala anafilaksis. Obat-obatan ini antara
lain adalah katekolamin (meningkatkan sintesis cAMP) dan methyl xanthine misalnya
aminofilin (menghambat degradasi cAMP). Pada tahap selanjutnya mediator-mediator
ini menyebabkan pula rangkaian reaksi maupun sekresi mediator sekunder dari
netrofil, eosinofil dan trombosit, mediator primer dan sekunder menimbulkan
berbagai perubahan patologis pada vaskuler dan hemostasis, sebaliknya obat-obat
yang dapat meningkatkan cGMP (misalnya obat cholinergik) dapat
memperburuk keadaan karena dapat merangsang terlepasnya mediator.

2.3.4 Perbedaan Anafilaksis dan Anafilaktoid


Berikut ini adalah kriteria untuk membedakan reaksi adafilaksis dan
anafilaktoid: (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010). 7

Anafilaksis Anafilaktoid
Perlu sensitisasi Tidak Perlu Sensitisasi
Jarang (<5%) Sering (>5%)
Reaksi setelah pajanan berulang Reaksi setelah pajanan pertama
Gejala Klinis khas Gejala klinis tidak khas
Dosis pemicu kecil Tergantung dosis dan/atau kecepatan
pemberian pada infus
Ada kemungkinan riwayat keluarga Tidak ada riwayat keluarga (kecuali
defek enzim)
Pengaruh fisiologis sedang Pengaruh fisiologis kuat

2.3.5 Tanda dan Gejala Klinis


Anafilaksis paling sering mempengaruhi kulit, pernapasan, jantung, dan sistem
pencernaan. Pada mayoritas pasien dewasa memiliki beberapa kombinasi gejala
seperti urtikaria, eritema, pruritus, dan angioedema. Pada anak-anak, gejala yang lebih
sering muncul adalah pada pernapasan dan kulit. Pada beberapa kasus, anafilaksis
muncul tanpa gejala pada kulit sehingga sulit untuk dideteksi (Mustafa, 2016).
Pada anafilaksis, awalnya pasien sering mengalami pruritus dan kemerahan
pada kulit. Gejala lain dapat berkembang dengan cepat, seperti berikut:
 Dermatologic / okular: Flushing, urtikaria, angioedema, kulit dan / atau
injeksi konjungtiva atau pruritus, kehangatan, dan bengkak
 Pernapasan: Hidung tersumbat, pilek, rhinorrhea, bersin, mengi, sesak
napas, batuk, suara serak, dyspnea
 Kardiovaskular: Pusing, kelemahan, sinkop, nyeri dada, palpitasi
 Gastrointestinal: Disfagia, mual, muntah, diare, kembung, kram perut
 Neurologis: Sakit kepala, pusing, penglihatan kabur, dan kejang (sangat
jarang dan sering dikaitkan dengan hipotensi)
 Lain-lain
(Mustafa, 2016)

2.3.6 Diagnosa Banding


Berikut ini merupakan beberapa diagnosa banding dari reaksi anafilaksis
berdasarkan gejala yang ditemukan yaitu: (Tang, 2003)
8
Gejala Diagnosa Banding
Hipotensi Syok Septik
Reflek Vasovagal
Syok Kardiogenik
Syok Hipovolemik
Distress nafas Benda asing pada saluran pernapasan
dengan wheezing dan stridor Asma dan penyakit paru obstruktif kronis
Sindrom Disfungsi Plica Vocalis
Postprandial Collapse Benda Asing pada saluran nafas
Menelan Monosodium Glutamate
Mengkonsumsi Sulfit
Keracunan ikan tipe scombroid
Flushing (sensasi kehangatan disertai Karsinoid
dengan eritema sementara) Postmenopausal Hot Flushes
Red Man Syndrome (Vancomisin)

Bermacam-macam Serangan Panik


Mastositosis Sistemik
yaitu kelainan yang disebabkan mutasi
genetik yang menyebabkan sel mast
berkembang terlalu banyak dalam tubuh
Angioedema Herediter
merupakan suatu kelainan sistem
kekebalan yang diturunkan, yang
menyebabkan pembengkakan jaringan
secara tiba-tiba.
Leukimia dengan Produksi Histamin
berlebihan
9
2.3.7 Protokol untuk Pengobatan Anafilaksis

Berikut ini merupakan protocol pengobatan untuk anafilaksis. Protokol ini


biasanya digunakan di sekolah-sekolah. Hal ini dikarenakan di sekolah risiko
anak-anak mengalami anafilaksis melalui alergen makanan sangat dimungkinkan.
(Tang, 2003). Betulkan bahasa(terjemahnnya)!! Gunakan bahasa yang tepat

Mendiagnosis adanya atau kemungkinan adanya anafilaksis.


Menempatkan pasien dalam posisi telentang dan mengangkat ekstremitas bawah.
Pantau tanda-tanda vital (setiap dua sampai lima menit) dan tetap tinggal dengan
pasien.
Mengelola epinefrin 1: 1.000 (berdasarkan berat badan) (dewasa: 0,01 mL per
kg, maksimal 0,2-0,5 ml setiap 10-15 menit yang diperlukan; anak: 0,01 mL per
kg, dosis maksimal 0,2-0,5 mL) secara SC atau IM, jika perlu, ulangi setiap 15
menit, sampai dua dosis).
Berikan oksigen, biasanya 8-10 L per menit; konsentrasi yang lebih rendah
mungkin tepat untuk pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik
Menjaga jalan nafas dengan alat airway orofaringeal
Mengelola diphenhydramine antihistamin (Benadryl, dewasa: 25-50 mg, anak-
anak: 1-2 mg per kg), biasanya diberikan secara parenteral.
Jika anafilaksis disebabkan oleh suntikan, mengelola cairan epinefrin, 0,15-0,3
mL, ke tempat suntikan untuk menghambat penyerapan lebih lanjut dari zat
disuntikkan.
Jika terdapat hipotensi, atau bronkospasme tetap rawat jalan dan persiapkan
rujuk ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit.  APA MAKSUDNYA TETAP
RAWAT JALAN?
Tangani hipotensi dengan cairan IV atau koloid, dan mempertimbangkan
penggunaan vasopressor seperti dopamin (Intropin).
Mengobati bronkospasme, sebaiknya dengan agonis beta II diberikan terus
menerus; mempertimbangkan penggunaan aminofilin, 5,6 mg per kg, sebagai IV
loading dose, diberikan lebih dari 20 menit, atau untuk mempertahankan tingkat
darah dari 8 sampai 15 mcg per ml.
Berikan hidrokortison, 5 mg per kg, atau sekitar 250 mg intravena (prednisone,
20 mg per oral, dapat diberikan dalam kasus-kasus ringan). Alasannya adalah
untuk mengurangi risiko anafilaksis berulang atau berkepanjangan. dosis ini
dapat diulang setiap enam jam, seperti yang diperlukan.
10

Dalam kasus yang tidak berespon dengan epinefrin karena blocker beta-
adrenergik memperumit manajemen, glukagon, 1 mg intravena sebagai bolus,
mungkin berguna. Infus kontinu dari glukagon, 1 sampai 5 mg per jam, dapat
diberikan jika diperlukan.
Pada pasien yang mendapatkan beta blocker-adrenergik yang tidak berespon
dengan epinefrin, glukagon, cairan IV, dan terapi lainnya, nilai risiko / manfaat
termasuk penggunaan isoproterenol (Isuprel, agonis beta tanpa sifat alpha-
agonis). Meskipun isoproterenol mungkin dapat mengatasi depresi kontraktilitas
miokard yang disebabkan oleh beta blocker, juga dapat memperburuk hipotensi
dengan menginduksi vasodilatasi perifer dan dapat menyebabkan aritmia jantung
dan nekrosis miokard. Jika isoproterenol intravena diberikan, dosis yang tepat
adalah 1 mg dalam 500 mL D5W dititrasi pada 0,1 mg per kg per menit; ini
dapat dua kali lipat setiap 15 menit. Orang dewasa harus diberikan sekitar 50
persen dari dosis ini awalnya. monitoring jantung diperlukan dan isoproterenol
harus diberikan dengan hati-hati ketika denyut jantung melebihi 150-189 denyut
per menit.
Diperlukan latihan untuk penanganan anafilaksis secara rutin pada
tempat0tempat layanan kesehatan.
Protokol untuk digunakan di sekolah-sekolah untuk merawat anak-anak dengan
risiko anafilaksis melalui alergi makanan.
IM = intramuscular; IV = intravenous; SC = subcutaneous.
Joint Task Force on Practice Parameters. The diagnosis and management of
anaphylaxis. J Allergy Clin Immunol 1998;101(6 Pt 2):S465-528.

UNTUK PENATALAKSANAAN ANAFILAKSIS KALAU BISA GUNAKAN REFERENSI


LAIN YANG LEBIH MUDAH UNTUK DIMENGERTI STEP BY STEP-NYA

2.3.8 Pencegahan dan Pengobatan Awal untuk Anafilaksis

1. Menyarankan pasien untuk memakai atau membawa tanda medis agar bisa
mendapat pertolongan yang tepa apabila terjadi reaksi.
2. Menyarankan pasien untuk menjaga epinephrin self-injection kit dan
difenhidramin oral (Benadryl) untuk mengantisipasi adanya reaks.
3. Hindari resep beta bloker, ACE inhibitor, angiotensin-II reseptor bloker,
inhibitor monoamine oksidase, dan beberapa antidepresan trisiklik
4. Hindari pemberian agen cross-reaktif
5. Jika agen penyebab atau diagnosis tidak jelas, penanganan mengacu pada
alergi yang dimiliki pasien
6. Pertimbangkan pengobatan awal dengan steroid dan antihistamin.
(Tang, 2003)
11

BAB III
STATUS PASIEN

I. ANAMNESA
IDENTITAS PASIEN

 Nama : an. N
 Jenis kelamin : Perempuan
 Umur : 5 tahun
 Tgl lahir : 20 - 6 – 2011
 Agama : Islam
 Suku : Jawa
 Alamat : Dampit, Malang
 MRS : 20 – 10- `16
IDENTITAS ORANG TUA

 Nama Ayah : tn. S


 Usia : 30 tahun
 Pendidikan : S1
 Pekerjaan : karyawan swasta
 Nama ibu : Ny. SN
 Usia : 27 tahun
 Pendidikan : S1
 Pekerjaan : IRT

ANAMNESA ( Heteroanamnesa dari ibu )

a. Riwayat penyakit sekarang:

Keluhan utama : Wajah bengkak


Wajah bengkak dialami pasien setelah disengat lebah di pergelangan tangan kanan ketika
bermain di taman 30 menit yang lalu. Menurut ibunya dalam beberapa saat setelah
tersengat mata dan bibir anak menjadi bengkak. Selain itu pasien juga mengalami sesak
napas.

12
b. Riwayat penyakit dahulu

Tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya dan tidak ada riwayat sakit berat.

c. Riwayat kehamilan

 Usia ibu saat hamil penderita 25 tahun


 Selama hamil ibu penderita kontrol rutin di puskesmas
 Penyakit tertentu (hipertensi, DM, demam, keputihan, dan sebagainya) tidak
dikeluhkan selama hamil.
 Minum jamu atau obat selain vitamin dari puskesmas disangkal oleh ibu penderita.
 Penderita adalah anak ke- 1
d. Riwayat kelahiran

Penderita dikatakan lahir spontan di bidan, dengan berat badan 2900 gr dan cukup
bulan. Setelah lahir langsung menangis, tidak ada keluhan sesak nafas atau biru setelah
lahir.

e. Riwayat tumbuh kembang

Ibu penderita mengatakan bahwa tahap perkembangan anaknya sesuai dengan anak
seumurnya:

 Mengangkat kepala dan mengoceh : usia 3 bulan


 Duduk tanpa dibantu : usia 7 bulan
 Berdiri : usia 1 tahun
 Berjalan : usia 1 3bulan
 Berbicara 1 kata (ayah) : usia 1 tahun
 Berbicara 2-3 kata : usia 14 bulan
f. Riwayat makanan:

 Penderita minum ASI sampai usia 24 bulan.


 Makan : makanan padat berupa bubur susu diberikan pada usia 1 tahun, bubur tim
saring saat usia 8 bulan, bubur kasar diberikan saat usia 10 bulan dan saat usia 1 tahun
diberikan nasi tim dengan lauk (ikan seperti mujair, udang, ayam, daging, telur dan
tahu tempe), sayur, buah-buahan berupa pisang dan jeruk. Sejak usia 2 tahun sudah
makan nasi biasa dengan lauk pauk dan sayuran.
13
g. Riwayat Imunisasi:

Ibu tidak pernah lupa membawa anak untuk imunisasi di posyandu dan kadang di
puskesmas, namun tanggalnya ibu lupa dan KMS hilang.

h. Riwayat Penyakit keluarga

Keluarga dengan keluhan serupa tidak didapatkan.

Kelainan darah -; hipertensi-, diabetes mellitus-, sakit ginjal-, keganasan/ tumor

II. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : tampak gelisah, hanya mampu mengucapkan 2 kata setiap bicara,
suara serak, sesak

Kesadaran : compos mentis

Vital Sign : Nadi 158, TD: 167/88, SpO2 92%, T Ax 36,8C, RR 40x/menit

Kepala ukuran mesosefal (LK 50 cm), bentuk simetris,

tanda/jejas trauma -, Ubun-ubun besar menutup

Mata edema palpebra +/+ cowong -/-

konjungtiva anemis -/-

skelera ikterik - / -

sekret - / -

Hidung bentuk simetris

pernafasan cuping -/-

sekret - / -

Mulut: bengkak + , mukosa bibir sianosis –

lidah dan gusi: ulkus -, bercak putih-

Telinga bentuk dan ukuran kesan normal

hiperemia -/-
14
sekret -/-

Rambut hitam, tidak mudah dicabut

Leher : bentuk simetris

vena jugularis tidak menonjol

pembesaran kelenjar leher - / -

Thoraks

Inspeksi : simetris, retraksi intercostal (+) Iktus cordis (-) voussure cardiaque (-)

Palpasi : nyeri tekan –, thrill -

Perkusi : kedua lapangan paru : sonor

Auskultasi : Paru kanan kiri

Suara napas: vesikuler vesikuler

Ronkhi - -
- -
- -

Wheezing - -

- -

- -

Jantung : HR : 158 x/menit, S1S2 tunggal,


Murmur (-) Gallop (-)

Abdomen

Inspeksi tidak tampak dilatasi vena

Auskultasi bising usus normal

Perkusi meteorismus -, shifting dullness -

Palpasi hepar dan lien tidak teraba


15
Extremitas : Anemis -, sianosis -/- ,basah dingin

CRT < 2”

Status antropometri :

Berat badan : 15 kg

Tinggi badan sesuai umur:

Berat badan sesuai umur :

Berat badan sesuai tinggi badan :

Lingkar lengan atas :

Lingkar kepala :

Kesimpulan :

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

 Darah Lengkap
 Leukosit : 8.000/ µl
 Hemoglobin : 11,1 gr/dl
 PCV : 23.9 %
 Trombosit : 283.000 / µl
16
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Patogenesis Alergi Sengatan Hymenoptera


Yang termasuk spesies Hymenoptera adalah lebah, tawon dan semut.
Umumnya mereka menyerang bila koloni atau sarangnya diganggu. Racunnya
diproduksi dibagian belakang perut dan akan keluar dengan cepat bila terjadi kontraksi
otot kantung racun dengan kapasitas di atas 0,1 ml pada serangga yang besar
(Glaspole, 2007)

Pada dasarnya sengatan lebah atau tawon tidak terlalu bahaya. Hanya saja akan
menimbulkan efek bengkak, memerah dan rasa panas pada area yang terkena sengatan
akibat inflamasi. Hal tersebut dapat terjadi pada manusia yang tidak memiliki alergi
terhadap sengatan lebah. Lain halnya dengan manusia yang memiliki alergi terhadap
sengatan lebah atau tawon biasanya secara spontan dapat memicu reaksi anafilaktik
yang dapat mengancam jiwanya dan harus sesegara mungkin mendapatkan
pertolongan medis (American Academy of Allergy. 2005 ; Glaspole, 2007)

Mekanismenya diawali dari masuknya allergen ke dalam tubuh dapat


mengaktifkan sel mast melalui dua jalur. Yaitu dapat melalui aktifitas komplemen atau
langsung berikatan dengan IgE pada sel mast melalui reseptor FcRI (Simons, 2008).

Ikatan IgE pada sel mast atau basofil memicu aktivasi sel yang mana akan
terjadi rangsangan eksositosi granul sehingga terjadi degranulasi beberapa mediator
inflamasi seperti histamine, protease dan platelet aggregating factor (PAF). Efek
histamin akan meningkatkan permeabilitas vaskuler, vasodilatasi, dan kontraksi otot
polos sehingga terjadi oedem terutama pada mukosa palpebral dan bibir, angioedema,
dan bronkospasme dan kram abdomen. Histamine juga merangsang ujung saraf perifer
sehingga bermanifestasi gatal. Rilisnya mediator protease akan meningkatkan sekresi
mucus bronkial, degradasi membrane pembuluh darah yang mengakibatkan kerusakan
jaringan. Sedangkan PAF memiliki efek kontraksi otot polos paru (Flinkelman, 2007 ;
Baratawidjaja dan Rengganis, 2010 ; Roit, 2011).

Selain terjadi degranulasi dari sel mast atau basophil, pada aktifitas sel juga
terjadi aktivasi transkripsional gen sitokin IL-4 dan IL-3 sehingga terjadi peningkatan
produksi IgE dan aktivasi monosit, eosinofil dan terjadi demam oleh sitokin TNF alfa.
17
Modifikasi enzimatik asam arakidonat akan menghasilkan leukotriene,
prostaglandin dan bradikinin. Leukotrien akan meningkatkan motilitas usus sehingga
dapat menyebabkan diare dan berefek bronkokontriksi yang lama pada asma.
Sedangkan prostaglandin akan meningkatkan permeabilitas vakuler, vasodilatasi,
kontraksi otot polos yang mengakibatkan oedem dan hiperemi jejas jaringan. Selain itu
prostaglandin juga sebagai kemotaktik dari neutrophil (Baratawidjaja dan Rengganis,
2010 ; Roit, 2011)

Bradikinin memiliki efek vasodilatasi perifer yang mengakibatkan


permeabilitas kapiler meningkat dan terjadi ekstravasasi intravaskuler. Hal ini yang
medasari terjadinya edem pada kulit, mata dan bibir. Apabila edem terjadi pada
laryngeal maka dapat terjadi obstruksi saluran nafas (sesak nafas) (Corwin, 2000 ;
Baratawidjaja dan Rengganis, 2010).

Vasodilatasi perifer akibat bradikinin mengakibatkan tahanan pembuluh darah


perifer sehingga terjadi hipovolemi relative dan penurunan cardia output. Akibatnya
tekanan darah, capillary rate tile dan perfusi jaringan menjadi menurun. Maka
terjadilah syok yang akan mengganggu metabolisme sel, yang apabila terjadi pada
otak akan mengakibatkan penurunan kesadaran (Corwin, 2000 ; Simons, 2008)
18

Allergen pada
toksin lebah Merusak
membrane sel

Berikatan silang dengan Ig E pada sel mast/basophil melalui reseptor FcꜪ RI


reseptor
fosfolipid
Ikatan dengan sel mast
melalui complemen 3a Memacu aktivasi Syok
dan 5a
10-15 menit 6-8 jam

Rangsang eksositosi granul Modifikasi enzimatik Aktivasi transkrip-


as. arakidonat sional gen sitokin

Degranulasi (terutama Sekresi mediator


inflamasi sekunder
mediator inflamasi primer)
Leukotriene Sitokin

Histamin Protease PAF Prostaglandin


Bronkostriksi IL-4 DAN IL-3
(PGD2, PGE2)
yang lama pada
asma
H1 1. Sekresi mucus
bronkial >> PRODUKSI Ig
2. Degradasi membrane Meningkatkan
E
1. Permeabilitas H2 PD  keruskaan jar. motilitas usus 1. Permeabilitas
vascular ↑ 3. Bentk pecahan vascular ↑
2. Vasodilatasi komplemen 2. Vasodilatas
3. Kontrasi otot 3. Kontrasi otot TNFα
Diare polos
polos
4. Kemotaktik
Merangsang
ujung saraf neutrofil
Sekresi Aktivasi monosit,
perifer Kontraksi Otot
mukosa gaster Polos Paru eosinofil, demam

1. Ekstravasasi cairan Gatal


Bronkospasme Oedem dan
intraseluler  Odem
mukosa pal-pebra Bradikinin hiperemi
dan bibir
jaringan jejas
2. Angioedema
Vasodilatasi
3. Bronkospasme dan
kram abdomen perifer
Usus dan
Nyeri pada
Ektravasasi intravaskuler Permeabilitas kapiler kelenjar
ujung saraf

Tahanan PD perifer Sekeresi


Edema
berlebihan
Edema layngeaal Hipovolemi relatif
Swelling

Kulit, Obstruksi Jantung Cardiac output << Gangguan


mata, bibir sal. nafas metabolisme selluler
TD < 90 mmHg Perfusi jaringan
Otak Ginjal Kulit
Sesak nafas Kuku
Syok
Penurunan Oliguria / Akral basah
CRT >2” Kesadaran anuria dingin

19
4.2 Algoritma Penatalaksanaan Alergi Sengatan Lebah

Paparan alergen Antihistamin H1


Singkirkan sengatan
(sengatan lebah) PO/IM antihistamin
H2 PO
Kortikosteroid
Urtikaria atau PO/IM Bila
Reaksi hipersensitifitas angioedema ringan diperlukan

Anafilaksis/angioedema saluran nafas Epinefrin IM

Berikan oksigen

Tidak ada sumbatan jalan nafas Evaluasi jalan nafas Ancaman/ sumbatan jalan nafas

Evaluasi berkala jalan nafas Bebaskan jalan nafas


(intubasi/krikotiroidotomi)

Perbaikan klinis: Bolus Kristaloid 20 ml/kgBB


• Observasi selama 24 IV bila
jam/rawat
hipotensi/syok Antihistamin H1
• Dapat dipulangkan setelah
observasi beberapa jam di IV Antihistamin H2 IV
UGD Kortikosteroid IV Bila
diperlukan : bronkodilator
Inhalasi
Pasien dapat dipulangkan:
Antihistamin H1 PO atau
Antihistamin H2 PO
Tidak ada perbaikan klinis:
Kortikosteroid PO • Ulangi Epinefrin IM hingga 3 kali
• Pada kasus refrakter: epinefrin IV
(1:100.000) dilanjutkan infus
(Sari Pediatri, 2004) kontinyu
• Glukagon pada riwayat penggunaan
β-
20
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Reaksi hipersensitivitas karena lebah yang termasuk ordo Hymenoptera akan
menimbulkan manifestasi seperti pada kasus yaitu bengkak atau oedem akibat
inflamasi. Hal tersebut dapat terjadi pada manusia yang tidak memiliki alergi terhadap
sengatan lebah. Apabila sengatan terjadi pada orang yang memiliki alergi terhadap
sengatan lebah biasanya secara spontan dapat memicu reaksi anafilaktik yang dapat
mengancam jiwanya dan harus sesegara ditangani.

Pada reaksi ini yang paling berperan adalah efek histamin yang meningkatkan
permeabilitas vaskuler, vasodilatasi, dan kontraksi otot polos sehingga terjadi oedem
terutama pada mukosa palpebral dan bibir, angioedema, dan bronkospasme dan kram
abdomen. Rilisnya mediator protease akan meningkatkan sekresi mucus bronkial,
degradasi membrane pembuluh darah yang mengakibatkan kerusakan jaringan.
Sedangkan PAF memiliki efek kontraksi otot polos paru sehingga pada dapat terjadi
gangguan pernafasan, yang akan bermanifes pasien mengalami sesak nafas. Selain
histamin, bradikinin memiliki efek vasodilatasi perifer yang mengakibatkan
permeabilitas kapiler meningkat dan terjadi ekstravasasi intravaskuler. Hal ini juga
mampu mengakibatkan edem pada kulit, mata dan bibir. Apabila edem terjadi pada
laryngeal maka dapat terjadi obstruksi saluran nafas (sesak nafas).

Penatalaksanaan lini pertama yang diberikan adalah epinefrin IM 1 : 1000 0,01


mg/kg IM, pemberian oksigen sampai didapatkan saturasi oksigen ≥ 90% dan evaluasi
jalan nafas, bebaskan jalan nafas apabila ditemukan sumbatan. Untuk lini kedua
angioedema yang dapat diberikan antagonis histamin 1 misalnya dipenhydramine 1-2
mg per kg setiap 6 jam (IV/IM), kortikosteroid misalnya hidrokortison (IV) 250-500
mg, dan bonkodilator inhalasi.

5.2 Saran
5.2.1 Bagi dokter klinisi :
Dalam mendiagnosa reaksi alergi, perlu diperhatikan penyebabnya, riwayat
alergi, riwayat atopis, selain itu juga dapat membedakan reaksi yang terjadi
termasuk reaksi anafilaksis atau reaksi anafilaktoid dengan melihat hasil
pemeriksaan fisiknya. Apabila sudah dapat membedakan dokter dapat
memberikan penatalaksanaan sesuai reaksi tersebut dengan tepat.

Daftar Pustaka

American Academy of Allergy, Asthma an Immunology Committee on Insects. Monograph

on Insect Allergy. Third Edition, 2005

Baratawidjaja, K. G., dan Rengganis, I. 2010. Imunologi Dasar. Jakarta: Badan Penerbit

FKUI.

Corwin, J. E. 2000. Buku /saku Patofisiologo. EGC : Jakarta.

Flinkelman F.D, et al. 2007. Molecular mechanism of anaphylaxis : Lessons from studies with

murine models. J Aleergy Clin Immunol ; 115 : 449-57

J Allergy Clin Immunol. 1998. The diagnosis and management of anaphylaxis. Joint Task

Force on Practice Parameters, American Academy of Allergy, Asthma and

Immunology, American College of Allergy, Asthma and Immunology, and the Joint

Council of Allergy, Asthma and Immunology, vol. 101, no. 6 pt 2, pp. S465-528

Koury SI, Herfel LU . (2000) Anaphylaxis and acute allergic reactions. In :International

edition Emergency Medicine.Eds :Tintinalli,Kellen,Stapczynski 5th ed McGrraw-

Hill New York-Toronto.pp 242-6

Mustafa, S.S. 2016. Anaphylaxis [Online]. Tersedia:

http://emedicine.medscape.com/article/135065-overview [19 November 2016].

N Glaspole I, Douglass J. Czarny D. O’Hehir R. Stiging insect allergies. Assessing and

Managing. Australian Family Physician 2007; 26 (12) : 1395-9, 1401

Rehatta MN.2000. patofisiologi syok anafilaktik dan penanganannya. In: update on

shock.Pertemuan Ilmiah Terpadu.Fakultas Kedoketran Universitas Airlangga

Surabaya
Roit, I., Brostoff, J., Male, D. 2011. Immunology. Edisi ke-6. England : Harcourt Publisher

Limited.

Sanders,J.H, Anaphylactic Reaction Handbook of Medical Emergencies, Med.Exam

Publ.Co,2 nd Ed.154 : 1978.

Sari pediatri, vol 6, no. 3 desember 2004

Simons, F.E. 2008. Anaphylaxis. J Allergy Clin Immunol ; 121 : p402-527

Tang, A. W. 2003. ‘A Practice Guide to Anaphylaxis’. American Family Physician, vol . 68,

no. 7, pp. 1325-1333.

Вам также может понравиться

  • Gastroenteritis
    Gastroenteritis
    Документ38 страниц
    Gastroenteritis
    cornell
    Оценок пока нет
  • Bab I
    Bab I
    Документ2 страницы
    Bab I
    cornell
    Оценок пока нет
  • Hiperemesis Gravidarum
    Hiperemesis Gravidarum
    Документ58 страниц
    Hiperemesis Gravidarum
    cornell
    Оценок пока нет
  • Laporan Kasus
    Laporan Kasus
    Документ27 страниц
    Laporan Kasus
    cornell
    Оценок пока нет
  • BAB III Kolesistitis
    BAB III Kolesistitis
    Документ5 страниц
    BAB III Kolesistitis
    cornell
    Оценок пока нет
  • Paget Bagus
    Paget Bagus
    Документ25 страниц
    Paget Bagus
    i kadek bagus tri prabawa
    Оценок пока нет
  • Referat Ginekomastia
    Referat Ginekomastia
    Документ13 страниц
    Referat Ginekomastia
    cornell
    Оценок пока нет
  • Laporan Kasus Psikiatri
    Laporan Kasus Psikiatri
    Документ11 страниц
    Laporan Kasus Psikiatri
    cornell
    Оценок пока нет
  • Lapsus Ginekomastia
    Lapsus Ginekomastia
    Документ13 страниц
    Lapsus Ginekomastia
    Bumble Melati
    Оценок пока нет
  • Referat Ginekomastia
    Referat Ginekomastia
    Документ13 страниц
    Referat Ginekomastia
    cornell
    Оценок пока нет
  • Laporan Jaga Psikiatri
    Laporan Jaga Psikiatri
    Документ12 страниц
    Laporan Jaga Psikiatri
    cornell
    Оценок пока нет
  • F20 13
    F20 13
    Документ24 страницы
    F20 13
    cornell
    Оценок пока нет
  • Gynecomastia Azr
    Gynecomastia Azr
    Документ9 страниц
    Gynecomastia Azr
    Sri hardyanti
    Оценок пока нет
  • Readme Mitsubishi Canter
    Readme Mitsubishi Canter
    Документ1 страница
    Readme Mitsubishi Canter
    cornell
    Оценок пока нет
  • Hipotiroid
    Hipotiroid
    Документ13 страниц
    Hipotiroid
    cornell
    Оценок пока нет
  • Epidemiologi
    Epidemiologi
    Документ1 страница
    Epidemiologi
    cornell
    Оценок пока нет
  • Keislaman Kelompok 3
    Keislaman Kelompok 3
    Документ11 страниц
    Keislaman Kelompok 3
    cornell
    Оценок пока нет
  • Keislaman Kelompok 3
    Keislaman Kelompok 3
    Документ11 страниц
    Keislaman Kelompok 3
    cornell
    Оценок пока нет
  • Enin Rabu Kamis Sabtu Minggu
    Enin Rabu Kamis Sabtu Minggu
    Документ24 страницы
    Enin Rabu Kamis Sabtu Minggu
    cornell
    Оценок пока нет
  • Indikasi Operasi Caesar
    Indikasi Operasi Caesar
    Документ8 страниц
    Indikasi Operasi Caesar
    cornell
    Оценок пока нет
  • Keislaman Kelompok 3
    Keislaman Kelompok 3
    Документ11 страниц
    Keislaman Kelompok 3
    cornell
    Оценок пока нет
  • Revisi Identifikasi Masalah Keluarga
    Revisi Identifikasi Masalah Keluarga
    Документ2 страницы
    Revisi Identifikasi Masalah Keluarga
    cornell
    Оценок пока нет
  • Anafilaksis Revisi Pendahuluan
    Anafilaksis Revisi Pendahuluan
    Документ28 страниц
    Anafilaksis Revisi Pendahuluan
    cornell
    Оценок пока нет
  • Anafilaksis Revisi Pendahuluan
    Anafilaksis Revisi Pendahuluan
    Документ28 страниц
    Anafilaksis Revisi Pendahuluan
    cornell
    Оценок пока нет
  • Faktor Resiko Hipertensi
    Faktor Resiko Hipertensi
    Документ1 страница
    Faktor Resiko Hipertensi
    cornell
    Оценок пока нет
  • Clinical Trial Miconazole
    Clinical Trial Miconazole
    Документ1 страница
    Clinical Trial Miconazole
    cornell
    Оценок пока нет
  • Tugas Hiprurisemia
    Tugas Hiprurisemia
    Документ3 страницы
    Tugas Hiprurisemia
    cornell
    Оценок пока нет
  • Soal UKDI
    Soal UKDI
    Документ2 страницы
    Soal UKDI
    cornell
    Оценок пока нет
  • Tipoid PDF
    Tipoid PDF
    Документ25 страниц
    Tipoid PDF
    cornell
    Оценок пока нет