Вы находитесь на странице: 1из 20

1.

KONSEP GANGGUAN JIWA


Definisi
Gangguan jiwa adalah gangguan yang mengenai satu atau lebih fungsi
jiwa.Gangguan jiwa adalah gangguan otak yang ditandai oleh terganggunya emosi,
proses berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indera).Gangguan jiwa
ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita (dan keluarganya) (Stuart &
Sundeen, 1998).
Gangguan jiwa dapat mengenai setiap orang, tanpa mengenal umur, ras,
agama, maupun status sosial-ekonomi.Gangguan jiwa bukan disebabkan oleh
kelemahan pribadi.Di masyarakat banyak beredar kepercayaan atau mitos yang
salah mengenai gangguan jiwa, ada yang percaya bahwa gangguan jiwadisebabkan
oleh gangguan roh jahat, ada yang menuduh bahwa itu akibat guna-guna, karena
kutukan atau hukuman atas dosanya. Kepercayaan yang salah ini hanya akan
merugikan penderita dan keluarganya karena pengidap gangguan jiwa tidak
mendapat pengobatan secara cepat dan tepat (Notosoedirjo, 2005).
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada
fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang
menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan
peran sosial. Penyebab gangguan jiwa itu bermacam-macam ada yang bersumber
dari berhubungan dengan orang lain yang tidak memuaskan seperti diperlakukan
tidak adil, diperlakukan semena-mena, cinta tidak terbalas, kehilangan seseorang
yang dicintai, kehilangan pekerjaan, dan lain-lain. Selain itu ada juga gangguan
jiwa yang disebabkan faktor organik, kelainan saraf dan gangguan pada otak
(Djamaludin, 2001). Jiwa atau mental yang sehat tidak hanya berarti bebas dari
gangguan. Seseorang bisa dikatakan jiwanya sehat jika ia bisa dan mampu untuk
menikmati hidup, punya keseimbangan antara aktivitas kehidupannya, mampu
menangani masalah secara sehat, serta berperilaku normal dan wajar, sesuai dengan
tempat atau budaya dimana dia berada. Orang yang jiwanya sehat juga mampu
mengekpresikan emosinya secara baik dan mampu beradaptasi dengan
lingkungannya, sesuai dengan kebutuhan.
2. KONSEP STRESS
Stres adalah segala situasi di mana tuntunan non-spesifik mengharuskan
seorang individu untuk merespon atau melakukan tindakan ( Selye, 1976 ).
Respon atau tindakan ini termasuk respon fisiologis dan psikologis.
Stresor adalah stimulus yang mengawali atau mencetuskan perubahan.
1. Stresor internal berasal dari dalam diri seseorang (demam, kondisi seperti
kehamilan, menopause atau suatu keadaan emosi seperti rasa bersalah )
2. Stresor eksternal berasal dari luar diri seseorang (perubahan bermakna dalam
suhu lingkungan, perubahan peran dalam keluarga atau sosial, atau tekanan dari
pasangan ).

Tingkatan stress
1. Stres normal
stres normal yang merupakan bagian alamiah dari kehidupan. Misalnya
merasakan detak jantung yang lebih keras setelah beraktivitas, kelelahan setelah
mengerjakan tugas, takut tidak lulus ujian (Crowford & Henry, 2003).
2. Stres ringan
stresor yang dihadapi yang bisa berlangsung beberapa menit atau jam.
Contohnya adalah dimarahi dosen, kemacetan. Stressor ini dapat menimbulkan
gejala, antara lain kesulitan bernafas, bibir kering, lemas, keringat berlebihan ketika
temperatur tidak panas, takut tanpa ada alasan yang jelas, merasa lega jika situasi
berakhir (Psychology Foundation of Australia, 2010).
3. Stres sedang
stres yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Misalnya
perselisihan yang tidak dapat diselesaikan dengan seseorang. Stressor ini dapat
menimbulkan gejala yaitu, mudah merasa letih, mudah marah, sulit untuk
beristirahat, mudah tersinggung, gelisah (Psychology Foundation of Australia,
2010).
4. Stres berat
situasi kronis yang dapat terjadi dalam beberapa minggu, seperti perselisihan
dengan dosen atau teman secara terus menerus, penyakit fisik jangka panjang dan
kesulitan finansial. Stressor ini dapat menimbulkan gejala yaitu, merasa tidak kuat
lagi untuk melakukan kegiatan, mudah putus asa, kehilangan minat akan segala hal,
merasa tidak dihargai, merasa tidak ada hal yang bisa diharapkan di masa depan
(Psychology Foundation of Australia, 2010).
5. Stres sangat berat
situasi kronis yang dapat terjadi dalam beberapa bulan dan dalam kurun
waktu yang tidak dapat ditentukan. Biasanya seseorang untuk hidup cenderung
pasrah dan tidak memiliki motivasi untuk hidup. Seseorang dalam tingkatan stres
ini biasanya teridentifikasi mengalami depresi berat kedepannya (Psychology
Foundation of Australia, 2010).

Manifestasi Stress
Stres sifatnya universiality, yaitu umum semua orang sama dapat
merasakannya, tetapi cara pengungkapannya yang berbeda atau diversity. Sesuai
dengan karakteristik individu, maka responnya berbeda- beda untuk setiap orang.
Seseorang yang mengalami stres dapat mengalami perubahan-perubahan yang
terjadi pada tubuhnya, antara lain :
1. Perubahan warna rambut kusam, ubanan, kerontokan
2. Wajah tegang, dahi berkerut, mimik nampak serius, tidak santai, bicara berat,
sulit tersenyum/tertawa dan kulit muka kedutan (ticfacialis)
3. Nafas terasa berat dan sesak, timbul asma
4. Jantung berdebar-debar, pembuluh darah melebar atau menyempit (constriksi)
sehingga mukanya nampak merah atau pucat. Pembuluh darah tepi (perifer)
terutama ujung-ujung jari juga menyempit sehingga terasa dingin dan
kesemutan.
5. Lambung mual, kembung, pedih, mules, sembelit atau diare.
6. Sering berkemih.
7. Otot sakit seperti ditusuk-tusuk, pegal dan tegang pada tulang terasa linu atau
kaku bila digerakkan.
8. Kadar gula meningkat, pada wanita mens tidak teratur dan sakit (dysmenorhea)
9. Libido menurun atau bisa juga meningkat.
10. Gangguan makan bisa nafsu makan meningkat atau tidak ada nafsu makan.
11. Tidak bisa tidur
12. Sakit mental-histeris

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stress


Kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stress disebut stressors.
Meskipun stress dapat diakibatkan oleh hanya satu stressors, biasanya karyawan
mengalami stress karena kombinasi stressors.
Menurut Robbins (2001:565-567) ada tiga sumber utama yang dapat
menyebabkan timbulnya stress yaitu:
1. Faktor Lingkungan
Keadaan lingkungan yang tidak menentu akan dapat menyebabkan
pengaruh pembentukan struktur organisasi yang tidak sehat terhadap karyawan.
Dalam faktor lingkungan terdapat tiga hal yang dapat menimbulkan stress bagi
karyawan yaitu ekonomi, politik dan teknologi. Perubahan yang sangat cepat
karena adanya penyesuaian terhadap ketiga hal tersebut membuat seseorang
mengalami ancaman terkena stress. Hal ini dapat terjadi, misalnya perubahan
teknologi yang begitu cepat. Perubahan yang baru terhadap teknologi akan
membuat keahlian seseorang dan pengalamannya tidak terpakai karena hampir
semua pekerjaan dapat terselesaikan dengan cepat dan dalam waktu yang singkat
dengan adanya teknologi yang digunakannya.
2. Faktor Organisasi
Didalam organisasi terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan stress
yaitu role demands, interpersonal demands, organizational structure dan
organizational leadership.
Pengertian dari masing-masing faktor organisasi tersebut adalah sebagai berikut :
a. Role Demands
Peraturan dan tuntutan dalam pekerjaan yang tidak jelas dalam suatu
organisasi akan mempengaruhi peranan seorang karyawan untuk memberikan hasil
akhir yang ingin dicapai bersama dalam suatu organisasi tersebut.
b. Interpersonal Demands
Mendefinisikan tekanan yang diciptakan oleh karyawan lainnya dalam
organisasi. Hubungan komunikasi yang tidak jelas antara karyawan satu dengan
karyawan lainnya akan dapat menyebabkan komunikasi yang tidak sehat. Sehingga
pemenuhan kebutuhan dalam organisasi terutama yang berkaitan dengan kehidupan
sosial akan menghambat perkembangan sikap dan pemikiran antara karyawan yang
satu dengan karyawan lainnya.

c. Organizational Structure
Mendefinisikan tingkat perbedaan dalam organisasi dimana keputusan tersebut
dibuat dan jika terjadi ketidak jelasan dalam struktur pembuat keputusan atau
peraturan maka akan dapat mempengaruhi kinerja seorang karyawan dalam
organisasi.

d. Organizational Leadership
Berkaitan dengan peran yang akan dilakukan oleh seorang pimpinan dalam
suatu organisasi. Karakteristik pemimpin menurut The Michigan group (Robbins,
2001:316) dibagi dua yaitu karakteristik pemimpin yang lebih mengutamakan atau
menekankan pada hubungan yang secara langsung antara pemimpin dengan
karyawannya serta karakteristik pemimpin yang hanya mengutamakan atau
menekankan pada hal pekerjaan saja.
Empat faktor organisasi di atas juga akan menjadi batasan dalam mengukur
tingginya tingkat stress. Pengertian dari tingkat stress itu sendiri adalah muncul dari
adanya kondisi-kondisi suatu pekerjaan atau masalah yang timbul yang tidak
diinginkan oleh individu dalam mencapai suatu kesempatan, batasan-batasan, atau
permintaan-permintaan dimana semuanya itu berhubungan dengan keinginannya
dan dimana hasilnya diterima sebagai sesuatu yang tidak pasti tapi penting
(Robbins,2001:563).
3. Faktor Individu
Pada dasarnya, faktor yang terkait dalam hal ini muncul dari dalam keluarga,
masalah ekonomi pribadi dan karakteristik pribadi dari keturunan. Hubungan
pribadi antara keluarga yang kurang baik akan menimbulkan akibat pada pekerjaan
yang akan dilakukan karena akibat tersebut dapat terbawa dalam pekerjaan
seseorang. Sedangkan masalah ekonomi tergantung dari bagaimana seseorang
tersebut dapat menghasilkan penghasilan yang cukup bagi kebutuhan keluarga serta
dapat menjalankan keuangan tersebut dengan seperlunya. Karakteristik pribadi dari
keturunan bagi tiap individu yang dapat menimbulkan stress terletak pada watak
dasar alami yang dimiliki oleh seseorang tersebut. Sehingga untuk itu, gejala stress
yang timbul pada tiap-tiap pekerjaan harus diatur dengan benar dalam kepribadian
seseorang.

3. PENGERTIAN KONSEP HARAGA DIRI


Harga diri merupakan evaluasi seseorang terhadap dirinya sendiri secara
positif dan juga sebaliknya dapat menghargai secara negatif. Jika seseorang dapat
melihat secara positif terhadap dirinya, maka orang tersebut dikatakan memiliki
harga diri yang tinggi, begitupun sebaliknya (Menurut Lerner dan Spanier, dalam
Ghufron, 2010).
Konsep Diri didefenisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan
kepercayaan yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan
mempengaruhi hubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen 2005).
Konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, fisikal,
emosional, intelektual, sosial dan spiritual (Keliat, 2005).
Konsep diri adalah citra subjektif dari diri dan pencampuran yang kompleks
dari perasaan, sikap dan persepsi bawah sadar maupun sadar. Konsep diri memberi
kita kerangka acuan yang mempengaruhi manejemen kita terhadap situasi dan
hubungan kita dengan orang lain (Potter & Perry, 2005).
a. Citra Tubuh (Body Image)
Body Image (citra tubuh) adalah sikap individu terhadap dirinya baik
disadari maupun tidak disadari meliputi persepsi masa lalu atau sekarang mengenai
ukuran dan dinamis karena secara konstan berubah seiring dengan persepsi dan
pengalaman-pengalaman baru.
Body image berkembang secara bertahap selama beberapa tahun dimulai
sejak anak belajar mengenal tubuh dan struktur, fungsi, kemampuan dan
keterbatasan mereka. Body image (citra tubuh) dapat berubah dalam beberapa jam,
hari, minggu ataupun bulan tergantung pada stimuli eksterna dalam tubuh dan
perubahan aktual dalam penampilan, stuktur dan fungsi (Potter & Perry, 2005).
b. Harga Diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisis seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya. Harga
diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain yaitu : dicintai, dihormati dan dihargai.
Mereka yang menilai dirinya positif cenderung bahagia, sehat, berhasil dan dapat
menyesuaikan diri, sebaliknya individu akan merasa dirinya negative, relatif tidak
sehat, cemas, tertekan, pesimis, merasa tidak dicintai atau tidak diterima di
lingkungannya (Keliat BA, 2005).
Harga diri dibentuk sejak kecil dari adanya penerimaan dan perhatian.
Harga diri akan meningkat sesuai dengan meningkatnya usia. Harga diri akan
sangat mengancam pada saat pubertas, karena pada saat ini harga diri mengalami
perubahan, karena banyak keputusan yang harus dibuat menyangkut dirinya sendiri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi harga Diri (Self Esteem) Menurut Para


Ahli
Menurut Coopersmith (2012) ada beberapa faktor yang mempengaruhi harga
diri, yaitu:
1) Penghargaan dan Penerimaan dari Orang-orang yang Signifikan. Harga diri
seseorang dipengaruhi oleh orang yang dianggap penting dalam kehidupan
individu yang bersangkutan. orangtua dan keluarga merupakan contoh dari
orang-orang yang signifikan. Keluarga merupakan lingkungan tempat interaksi
yang pertama kali terjadi dalam kehidupan seseorang.
2) Kelas Sosial dan Kesuksesan. Menurut Coopersmith (2012), kedudukan kelas
sosial dapat dilihat dari pekerjaan, pendapatan dan tempat tinggal. Individu
yang memiliki pekarjaan yang lebih bergengsi, pendapatan yang lebih tinggi
dan tinggal dalam lokasi rumah yang lebih besar dan mewah akan dipandang
lebih sukses dimata masyarakat dan menerima keuntungan material dan budaya.
Hal ini akan menyebabkan individu dengan kelas sosial yang tinggi meyakini
bahwa diri mereka lebih berharga dari orang lain.
3) Nilai dan Inspirasi Individu dalam Menginterpretasi Pengalaman.Kesuksesan
yang diterima oleh individu tidak mempengaruhi harga diri secara langsung
melainkan disaring terlebih dahulu melalui tujuan dan nilai yang dipegang oleh
individu.
4) Cara Individu dalam Menghadapi Devaluasi. Individu dapat meminimalisasi
ancaman berupa evaluasi negatif yang datang dari luar dirinya. Mereka dapat
menolak hak dari orang lain yang memberikan penilaian negatif terhadap diri
mereka

4. MEKANISME KOPING DAN EGO


Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon
terhadap situasi yang mengancam (Keliat, 1999).
Sedangkan menurut Lazarus (1985), koping adalah perubahan kognitif dan
perilaku secara konstan dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan atau
eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi sumber individu.
Berdasarkan kedua definisi maka yang dimaksud mekanisme koping adalah cara
yang digunakan individu dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang
terjadi dan situasi yang mengancam baik secara kognitif maupun perilaku.
Ada banyak bentuk mekanisme pertahanan ego. Berikut ini hanya akan dijelaskan
beberapa yang utama dan mungkin sering kita dengar.
1. Represi
Represi adalah bentuk mekanisme pertahanan ego yang paling sering kita tahu dan
yang biasa kita lakukan. Mekanisme pertahanan ego ini juga mendasari banyak
teorinya Freud. Dalam bukunya, Psychopathology of Everyday Life, Freud juga
banyak membahas berbagai gangguan emosional yang didasari oleh mekanisme
pertahanan ego ini. Represi sendiri adalah usaha menyingkirkan atau menekan
pengalaman atau informasi yang menimbulkan kecemasan ke bawah sadar.
Mekanisme ini disebut juga proses pelupaan.
2. Penolakan
Penolakan atau denial dapat disebut juga pengingkaran. Penolakan adalah
mekanisme pertahanan ego menolak situasi yang membuat tidak nyaman atau
menimbulkan kecemasan. Misalnya saja orang yang khawatir bahwa benjolan di
tubuhnya adalah kanker, malah mengingkarinya sebagai kanker. Hal ini menjadi
negatif jika pengingkaran membuatnya malah tidak berusaha memeriksakan ke
dokter.
3. Pengalihan
Pengalihan atau displacement dilakukan dengan cara mengalihkan kepada sasaran
lain, bukan sasaran yang sebenarnya dituju. Sasaran ini biasanya lebih aman jika
dibandingkan dengan sasaran yang asli. Misalnya saja marah kepada bos. Karena
takut atau tidak mungkin memarahi bos, maka ketika pulang ke rumah, kemarahan
disalurkan kepada keluarganya.

5. PERILAKU KEKERASAN
Pengertian
• Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditunjukan untuk melukai
atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku
tersebut (Purba ddk, 2008)
• Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal
atau marah yang tidak konstruktif (Stuart & Sundeen, 1995)
Tanda dan gejala
 marah
 perasaan tidak berguna
 jengkel
 sesak
 Mendengar suara-suara yang menyuruh melukai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
Penyebab
 Perasaan malu terhadap diri
 Rasa bersalah terhadap diri sendiri
 Gangguan hubungan sosial
 Percaya diri kurang
 Mencederai diri
Akibat
 menyerang orang lain
 mencederai diri orang lain dan lingkungan
 Masalah keperawatan
 Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
 Perilaku kekerasan / amuk
 Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah
 Koping Individu Tidak Efektif
Diagnosa keperawatan
 Perilaku kekerasan
 Gangguan konsep diri
 Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

6. DEFINISI DEFISIT PERAWATAN DIRI


Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang mengalami
kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri
secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian / berhias, makan dan BAB /
BAK (toileting) (Fitria, 2009). Menurut Orem 1971 dalam Kozier 2010, deficit
perawatan diri terjadi bila tindakan perawatan diri tidak adekuat dalam memenuhi
kebutuhan perawatan diri yang disadari. Teori deficit perawatan diri bukan hanya
saat keperawatan dibutuhkan saja, melainkan cara membantu orang lain dengan
menerapkan metode bantuan, yaitu melakukan, memandu, mengajarkan,
mendukung dan menyediakan lingkungan yang dapat meningkatkan kemampuan
individu untuk memenuhi tuntutan akan perawatan diri saat ini atau dimasa yang
akan datang. Orem mengidentifikasi tipe sistem keperawatan :
Sistem kompensasi total dibutuhkan bagi individu yang tidak mampu
mengendalikan dan memantau lingkungan mereka serta memproses informasi.
- Sistem kompensasi sebagian dirancang bagi individu yang tidak mampu
melakukan sebagian kegiatan perawatan diri, tetapi tidak semuanya.
- Sistem suportif-edukatif (perkembanngan) dirancang bagi individu yang perlu
belajar melakukan tindakan perawatan diri dan memerlukan bantuan untuk
melakukannya.

Tanda dan Gejala


 Mandi / hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan, memperoleh
atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air mandi, mendapatkan
perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi.
Gangguan kebersihan ini ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki
dan bau, kuku panjang dan kotor.
 Berpakaian / berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil potongan
pakaian, menanggalkan pakaian serta memperoleh atau menukar pakaian. Klien
juga memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam, memilih
pakaian menggunakan alat tambahan, menggunakan kancing tarik, melepasakan
pakaian, menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan pada tingkat yang
memuaskan, mengambil pakaian dan mengenakan sepatu. Ketidakmampuan ini
ditandai dengan rambut acak-acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak
sesuai, pada pasien laki-laki tidak bercukur, pada pasien wanita tidak berdandan.
 Makan
Klien tidak mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,
mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan,
menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan, membuka container,
memanipulasi makanan dalam mulut, mengambil makanan dari wadah lalu
memasukkannya kedalam mulut, melengkapi makan, mencerna makanan menurut
cara yang diterima masyarkat, mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna cukup
makanan dengan aman. Makanan berceceran dan makan tidak pada tempatnya,
 BAB/BAK (toileting)
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan jamban
atau kamar kecil, duduk atau berdiri dari jamban, memanipulasi pakaian untuk
toileting , membersihkan diri setelah BAB / BAK dengan tepat, dan menyiram toilet
atau kamar kecil. Pasien BAB / BAK tidak pada tempatnya.

7. ISOLASI SOSIAL
Pengertian
Menurut Townsend, M.C (1998:152) isolasi sosial merupakan keadaan
kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain dianggap menyatakan sikap
negatif dan mengancam bagi dirinya. Sedangkan menurut DEPKES RI (1989: 117)
penarikan diri atau withdrawal merupakan suatu tindakan melepaskan diri, baik
perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung yang dapat
bersifat sementara atau menetap.
Isolasi sosial merupakan keadaan di mana individu atau kelompok
mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan
keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak
(Carpenito ,L.J, 1998: 381). Menurut Rawlins, R.P & Heacock, P.E (1988 : 423)
isolasi sosial menarik diri merupakan usaha menghindar dari interaksi dan
berhubungan dengan orang lain, individu merasa kehilangan hubungan akrab, tidak
mempunyai kesempatan dalam berfikir, berperasaan, berprestasi, atau selalu dalam
kegagalan.

Tanda dan Gejala


Menurut Townsend, M.C (1998:152-153) & Carpenito,L.J (1998: 382)
isolasi sosial menarik diri sering ditemukan adanya tanda dan gejala sebagai
berikut:
Data subjektif :
a. Mengungkapkan perasaan tidak berguna, penolakan oleh lingkungan
b. Mengungkapkan keraguan tentang kemampuan yang dimiliki

Data objektif
a. Tampak menyendiri dalam ruangan
b. Tidak berkomunikasi, menarik diri
c. Tidak melakukan kontak mata
d. Tampak sedih, afek datar
e. Posisi meringkuk di tempat tidur dengang punggung menghadap ke pintu
f. Adanya perhatian dan tindakan yang tidak sesuai atau imatur dengan
perkembangan usianya
g. Kegagalan untuk berinterakasi dengan orang lain didekatnya
h. Kurang aktivitas fisik dan verbal
i. Tidak mampu membuat keputusan dan berkonsentrasi
j. Mengekspresikan perasaan kesepian dan penolakan di wajahnya

Penyebab
Isolasi sosial menarik diri sering disebabkan oleh karena kurangnya rasa
percaya pada orang lain, perasaan panik, regresi ke tahap perkembangan
sebelumnya, waham, sukar berinteraksi dimasa lampau, perkembangan ego yang
lemah serta represi rasa takut (Townsend, M.C,1998:152). Menurut Stuart, G.W &
Sundeen, S,J (1998 : 345) Isolasi sosial disebabkan oleh gangguan konsep diri
rendah.
Gangguan konsep diri:harga diri rendah adalah penilaian pribadi terhadap
hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri
(Stuart dan Sundeen, 1998 :227). Menurut Townsend (1998:189) harga diri rendah
merupakan evaluasi diri dari perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang
negatif baik langsung maupun tidak langsung. Pendapat senada dikemukan oleh
Carpenito, L.J (1998:352) bahwa harga diri rendah merupakan keadaan dimana
individu mengalami evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan diri.
8. HALUSINASI
Pengertian
Halusinasi adalah persepsi yang salah (misalnya tanpa stimulus eksternal)
atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan realita/kenyataan seperti melihat
bayangan atau suara-suara yang sebenarnya tidak ada (Johnson, B.S. 1995:421).
Menurut Maramis (1998:119) halusinasi adalah pencerapan tanpa ada rangsang
apapun dari panca indera, dimana orang tersebut sadar dan dalam keadaan
terbangun yang dapat disebabkan oleh psikotik, gangguan fungsional, organic atau
histerik. Sedangkan menurut pendapat lain halusinasi adalah suatu keadaan dimana
seorang mengalami perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus yang mendekat
yang mendekat (yang diprakarsai secara internal atau eksternal) disertai dengan
suatu pengurangan, berlebih-lebihan, distorsi atau kelainan berespon terhadap
stimulus (Townsend, M.C, 1998:156).
Halusinasi merupakan pengalaman mempersepsi yang terjadi tanpa adanya
stimulus sensori eksternal yang meliputi (penglihatan, pendengaran, pengecapan,
penciuman, perabaan), akan tetapi yang paling umum adalah halusinasi
pendengaran (Boyd, M.A & Nirhath, M.A, 1998:303 ; Rawlins, R.P, Heacock, P.E,
1998;198). Menurut Carpetino, L.J (1998:363) Perubahan persepsi sensori
halusianasi merupakan keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau
berisiko mengalami suatu perubahan dalam jumlah, pola atau interprestasi stimulus
yang dating. Sedangkan menurut pendapat lain halusinasi merupakan persepsi
sensori yang palsu yang terjadi tanpa adanya stimulus eksternal, yang dibedakan
dari distrorsi atau ilusu yang merupakan kekeliruan persepsi terhadap stimulus yang
nyata dan pasien menganggap halusinasi sebagau suatu yang nyata (Kusuma, W,
1997:284)

Tanda dan Gejala


Klien dengan halusinasi sring menunjukkan adanya (Carpetino, L.J.
1998:363; Townsend, M.C, 1998:156; Stuart, G.W dan Sundeen, S.J 1998:328-
329) :
Data subjektif :
Tidak mampu mengenal, orang dan tempat.
Tidak mampu memecahkan masalah.
Mengungkapkan adanya halusinasi (misalnya mendengar suara-suara atau melihat
bayangan).
Mengeluh cemas dan kuatir.

Data objektif :
Mudah tersinggung.
Apatis dan cenderung menarik diri (controlling).
Tampak gelisah, perubahan perilaku dan pola konumikasi, kadang berhenti bicara
seolah-olah mendengar sesuatu.
Menggerakkan bibirnya tanpa mengeluarkan suara.
Menyeringai dan tertawa tidak sesuai.
Gerakan mata yang cepat.
Pikiran yang berubah-ubah dan konsentrasi rendah.
Kadang tampak ketakutan.
Respon-respon yang tidak sesuai (tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang
kompleks)

Penyebab
Gangguan persepsi sensori halusinasi sering disebabkan karena panik, sterss
berat yang mengancam ego yang lemah, dan isolasi sosial menarik diri ( Townsend,
M.C, 1998:156). Menurut Carpetino, L.J, (1998:381) isolasi sosial merupakan
keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan
atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak
mampu untuk membuat kontak. Sedangkan menurut Rawlins, R.P dan Heacock,
P.E (1998:423) isolasi sosial menarik diri merupakan usaha menghindar dari
interaksi dan berhubungan dengan orang lain, individu merasa kehilangan
hubungan akrab, tidak mempunyai kesempatan dalam berpikir, berperasaan.
Berprestasi, atau selalu dalam kegagalan.
9. HARGA DIRI RENDAH
Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri. Adanya perasaan hilang percaya diri , merasa gagal karena karena
tidak mampu mencapai keinginansesuai ideal diri (keliat. 2001). Menurut Schult &
videbeck (1998) gangguan harga diri rendah adalah penilaian negatif seseorang
terhadap diri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak
langsung.

Tanda dan Gejala


Menurut Carpenito, L.J (2003 : 352); Keliat, B.A (2001 : 20)
 Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan
terhadap penyakit. Misalnya : malu dan sedih karena rambut jadi botak setelah
mendapat terapi sinar pada kanker
 Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi jika saya
segera ke rumah sakit, menyalahkan/ mengejek dan mengkritik diri sendiri.
 Merendahkan martabat. Misalnya : saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya
orang bodoh dan tidak tahu apa-apa
 Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu
dengan orang lain, lebih suka sendiri.
 Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya tentang
memilih alternatif tindakan.
 Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang suram,
mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.
Penyebab seseorang mengalami harga diri rendah, banyak faktor yang
melatarbelakanginya. Faktor-faktor itu antara lain:
 Pola Asuh Keluarga
Pola asuh sangat mempengaruhi bagaimana seseorang memandang dirinya
sendiri. Pola asuh yang otoriter, terkadang mengalami masalah yang maladaptif
dalam menilai diri. sebaliknya, pola asuh yang permisif, terkadang kurang control,
sehingga tidak bisa membedakan mana perilaku yang bisa diterima oleh masyarakat
dan mana yang tidak.
 Tekanan/Trauma
Trauma disini bisa disebabkan oleh banyak faktor seperti kekerasan fisik
dan seksual, dan kejadian lain yang mengancam individu sehingga individu tidak
bisa lepas dari bayang-bayang ancaman tersebut. Sudah tentu trauma disini bersifat
patologis.
 Keadaan Fisik
Keadaan fisik juga mempengaruhi harga diri seseorang. Dengan keadaan
fisik yang kurang/cacat membuat individu merasa kurang sempurna, dan akan
diejek oleh orang lain karena kekurangan tersebut. Hal ini yang kadang membuat
seseorang minder dan tidak menerima keadaannya dengan menarik diri untuk
menyembunyikan kekurangan tersebut.
 Ketidakberfungsian Secara Sosial
Ketidakberfungsian secara sosial disini adalah tidak mampunya seorang
individu menempatkan dirinya dalam fungsi sosial. Misalnya seorang kepala rumah
tangga yang menganggur, akan merasa rendah diri dalam kehidupan sosialnya.
Seorang sarjana yang menganggur, akan merasa rendah diri dan akan menarik diri
dari pergaulan sosialnya, karena merasa malu dengan statusnya (karena tidak
berfungsi secara sosial).

10. PERAN PERAWAT PADA KLIEN GANGGUAN JIWA


A. Pengertian peran
Peran perawat : merupakan tingkah laku yang diharapkan baik oleh individu,
keluarga maupun masyarakat terhadap perawat sesuai kedudukannya dalam sistem
pelayanan kesehatan (Kusnanto, 2005)

B. Peran perawat pada rehabilitasi


1. Pada tahap persiapan
Peran Perawat pada klien dengan gangguan jiwa
1) Peran stranger (orang yang tidak dikenal).
Hal yang pertama terjadi ketika perawat dan klien bertemu mereka belum
saling mengetahui maka klien diperlakukan secara biasanya. Klien akan
memerlukan dan mencari bimbingan seorang yang professional. Perawat menolong
klien untuk mengenali dan memahami masalahnya dan menentukan apa yang
diperlukannya. Hal in dilakukan dengan cara Membina hubungan saling percaya
• Perawat mengucapkan salam kepada klien
• Bersikap terbuka dengan mendengarkan apa yang klien sampaikan
• Memanggil klien dengan nama yang disukai
• Menyapa klien dengan ramah
2) Peran pendidik
Merupakan kombinasi dari seluruh peran dan selalu berasal dari apa yang
klien tidak ketahui dan dikembangkan dari keinginan dan minatnya dalam
menerima dan menggunakan informasi. Perawat memberikan jawaban dari
pertanyaan–pertanyaan yang spesifik meliputi segala hal tentang rehabilitasi yang
dijalani oleh klien dan menginterpretasikan kepada klien dan keluarga bagaimana
cara perawatan klien dan rencana perawatan selanjutnya setelah dilakukan
rehabilitasi.
3) Peran wali/pendamping
Klien menganggap perawat sebagai peran walinya. Sikap dan tingkah laku
perawat menciptakan suatu perasaan tertentu dalam diri klien yang bersifat reaktif
dan muncul dari hubungan sebelumnya.
4) Peran Kepemimpinan/manajer kasus.
Membantu klien mengerjakan tugas-tugas melalui hubungan yang
kooperatif dan partisipasi aktif yang demokratis antar tim kesehatan yang terlibat
dalam pelaksanaan rehabilitasi dengan mengkomunikasikan tim rehabilitasi tentang
jadwal dan jenis kegiatan rehabilitasi yang dilaksanakan klien untuk kelangsungan
perawatan secara berkesinambungan
5) Peran pelaksana
Memberikan obat sesuai dengan hasil kolaborasi dengan medis yang
diperlukan.
2. Pada tahap pelaksanaan
Peran Perawat pada klien dengan gangguan jiwa menurut Peplau dalam
Potter Perry (2005) yaitu :
Membimbing/mengajarkan klien jenis kegiatan rehabilitasi sesuai dengan
kemampuan klien
a. Mengobservasi perilaku klien selama kegiatan rehabilitasi
Memberikan pujian atas keberhasilan klien dalam melaksanakan kegiatan
rehabilitasi
b. Memberikan dukungan jika klien belum bisa menyelesaikan kegiatan
rehabilitasi sesuai rencana
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna, Dkk. 2005 . Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2.
Jakarta: EGC
Keliat, Budi Anna., Akemat., Helena, Novy., Nurhaeni, Heni. (2011). Keperawatan
Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta : EGC
Boyd, M.A & Nihart, M.A, (1998). Psychiatric Nursing Contemporary Practice,
Edisi 9th, Lippincott-Raven Publishers, Philadelphia
Carpenito, L.J, (1998). Buku Saku Diagnosa keperawatan (terjemahan), Edisi 8,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Boyd, M.A & Nihart, M.A, (1998). Psychiatric Nuersing cotemporary Practice,
Edisi9th, Lippincott Raven Publisrs, Philadelphis.
Rasmun.(2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan
Keluarga. Edisi Pertama. Jakarta : PT Fajar Interpratama.
Stuart & Laraia. (2006). Principle and Practice of Psychiatric Nursing Eighth
Edition. Mosby-Year Book Inc, St. Louis-USA.

Вам также может понравиться