Вы находитесь на странице: 1из 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anemia merupakan salah satu penyakit gangguan gizi

yang masih sering ditemukan dan merupakan masalah gizi utama di

Indonesia (Rasmaliah,2004). Anemia dapat didefinisikan sebagai

suatu keadaan dimana kadar haemoglobin (Hb) dalam darah kurang

dari normal, yang berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis

kelamin. Anemia kurang besi adalah salah satu bentuk gangguan

gizi yang merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting

di seluruh dunia, terutama di negara berkembang termasuk

Indonesia. Konsumsi zat besi dari makanan sering lebih rendah

dari dua pertiga kecukupan konsumsi zat besi yang dianjurkan, dan

susunan menu makanan yang dikonsumsi tergolong pada tipe

makanan yang rendah absorbsi zat besinya (Rasmaliah,2004).

Kasus anemia pada ibu hamil sebagian besar

disebabkan oleh rendahnya asupan zat besi dalam tubuh yang

disebabkan pola makan kurang baik. Pola makan merupakan cara

atau perilaku yang ditempuh seseorang atau kelompok orang

dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsi

pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan

dan frekuensi makan yang berdasarkan pada faktor-faktor sosial

1
budaya dimana mereka hidup (Almatsier 2011). Masyarakat

Indonesia khususnya wanita kurang mengkonsumsi sumber

makanan hewani sebagai salah satu sumber zat besi yang mudah

diserap (heme iron). Bahan makanan nabati (non-heme iron)

merupakan sumber zat besi yang tinggi tetapi sulit diserap,

sehingga dibutuhkan jumlah makanan yang besar untuk

mencukupi kebutuhan zat besi dalam sehari (Supriyono, 2009).

Frekuensi makan berpengaruh dalam pemenuhan kebutuhan zat gizi

ibu hamil yang cenderung meningkat (Proverawati dan Asfuah,

2009). Konsumsi zat besi yang tidak cukup dan absorbsi zat

besi yang rendah dari pola makan yang sebagian besar memiliki

jenis makanan yang kurang beraneka ragam dapat menyebabkan

anemia pada ibu hamil (Rasmaliah,2004).

2
BAB II
KONSEP DASAR TEORI

A. Pengertian
1. Anemia berarti kekurangan sel darah merah dapat disebabkan oleh hilangnya
darah terlalu cepatatau kerena terlalu lambatnya produksi sel darah merah
(Guyton, 1997:538)
2. Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan
komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan
untuk pembentukan sel darah merah, yang mengakibatkan penurunan
kapasitas pengangkut oksigen darah (Doenges, 1999:569 ).
3. Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah,
kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100
ml darah (Price, 2006:256).
4. Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar HB
atau hematokrit dibawah normal. Anemia bukan merupakan penyakit,
melainkan merupakan pencerminan keadaan sutu penyakit atau gangguan
fungsi tubuh. (Smeltzer, 2002:935 ) .
5. Anemia ialah keadaan dimana massa eritrosit dan/atau massa hemoglobin
yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen
bagi jaringan tubuh. (Bakta, 2003:12)
6. Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah
dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer, 2002 :
935).

B. Epidemiologi

Prevalensi anemia aplastik yang tinggi terdapat di bagian tropik yang dapat
mencapai hingga 40 % di daerah tertentu.Prevalensi anemia aplastik lebih rendah
di dapat juga di daerah Mediteranian, Saudi Arabia dan beberapa bagian di India.
Anemia aplastik adalah anemia yang terjadi akibat rusaknya sumsum tulang
belakang yang paling banyak didapat. Pembawa sifat diturunkan secara dominan.
Insiden diantara orang Amerika berkulit hitam adalah sekitar 8 % sedangkan
status homozigot yang diturunkan secara resesif berkisar antara 0,3 – 1,5 %.
(Noer Sjaifullah H.M, 1999, hal 535).

C. Penyebab
Penyebab dari anemia antara lain :

1. Gangguan produksi sel darah merah, yang dapat terjadi karena;


 Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemia
 Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrient
 Fungsi sel induk (stem sel ) terganggu
 Inflitrasi sum-sum tulang
2. Kehilangan darah
 Akut karena perdarahan
 Kronis karena perdarahan
 Hemofilia (defisiensi faktor pembekuan darah)
3. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis) yang dapat terjadi karena;
 Faktor bawaan misalnya kekurangan enzim G6PD
 Faktor yang didapat, yaitu bahan yang dapat merusak eritrosit
4. Bahan baku untuk membentuk eritrosit tidak ada
Ini merupakan penyebab tersering dari anemia dimana terjadi kekurangan
zat gizi yang diperlukan untuk sintesis eritrosit, antara lain besi, vitamin
B12 dan asam folat.

D. Tanda Dan Gejala


Tanda dan Gejala yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari berbagai
sistem dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan neurologik
(syaraf) yang dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, anorexia (badan
kurus), pica, serta perkembangan kognitif yang abnormal pada anak. Sering pula
terjadi abnormalitas pertumbuhan, gangguan fungsi epitel, dan berkurangnya
keasaman lambung.Cara mudah mengenal anemia dengan 5L, yakni lemah, letih,
lesu, lelah, lalai.Kalau muncul 5 gejala ini, bisa dipastikan seseorang terkena
anemia. Gejala lain adalah munculnya sklera (warna pucat pada bagian kelopak
mata bawah).
Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala
terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau
serangan jantung.(Price ,2000:256-264)

E. Manifestasi klinis

Area Manifestasi klinis


Keadaan umum Pucat , penurunan kesadaran, keletihan berat ,
kelemahan, nyeri kepala, demam, dipsnea,
vertigo, sensitive terhadap dingin, BB turun.
Kulit Jaundice (anemia hemolitik), warna kulit pucat,
sianosis, kulit kering, kuku rapuh, koylonychia,
clubbing finger, CRT > 2 detik, elastisitas kulit
munurun, perdarahan kulit atau mukosa (anemia
aplastik)
Mata Penglihatan kabur, jaundice sclera, konjungtiva
pucat.
Telinga Vertigo, tinnitus
Mulut Mukosa licin dan mengkilat, stomatitis,
perdarahan gusi, atrofi papil lidah, glossitis,
lidah merah (anemia deficiency asam folat)
Paru – paru Dipsneu, takipnea, dan orthopnea
Kardiovaskuler Takikardia, lesu, cepat lelah, palpitasi, sesak
waktu kerja, angina pectoris dan bunyi jantung
Area Manifestasi klinis
murmur, hipotensi, kardiomegali, gagal jantung
Gastrointestinal Anoreksia, mual-muntah, hepatospleenomegali
(pada anemia hemolitik)
Muskuloskletal Nyeri pinggang, sendi
System Sakit kepala, pusing, tinnitus, mata berkunang-
persyarafan kunang, kelemahan otot, irritable, lesu perasaan
dingin pada ekstremitas.

(Bakta, 2003:15)

F. PATOFISIOLOGI
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya.Kegagalan sumsum
tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor,
atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui.Sel darah merah
dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang
disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai
dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa faktor diluar
sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sistem fagositik atau
dalam sistem retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil
samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan
masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah
(hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma
(konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl
mengakibatkan ikterik pada sclera.
(Smeltzer & Bare. 2002 : 935 ).
G. Pathway
Kegagalan produksi
SDM o/ sum-sum
Defisiensi B12, Destruksi SDM
tulang Perdarahan/hemofilia
asam folat, besi berlebih

Penurunan SDM

Hb berkurang

Anemia PK Anemia

Suplai O2 dan nutrisi ke Pola nafas


jaringan berkurang sesak tidak efektif
Gg. perfusi
Gastro intestinal Hipoksia SSP jaringan
serebral
Penurunan Mekanisme an aerob
Reaksi antar saraf
kerja GI
berkurang
Asam laktat
Peristaltik Kerja Pusing
menurun lambung
ATP berkurang
menurun
Makanan
As. Lambung
susah dicerna
Kelelahan Energy untuk Nyeri
meningkat
membentuk antibodi

Anoreksia Intoleransi berkurang


Konstipasi
mual aktivitas
Resiko infeksi

Perubahan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
H. Klasifikasi
Klasifikasi anemia menurut faktor morfologi :
1. Anemia hipokromik mikrositer : MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg
Sel darah merah memiliki ukuran sel yang kecil dan pewarnaan yang
berkurang atau kadar hemoglobin yang kurang (penurunan MCV dan
penurunan MCH)
a) Anemia defisiensi besi
b) Thalasemia major
c) Anemia akibat penyakit kronik
d) Anemia sideroblastik
2. Anemia normokromik normositer : MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg
Sel darah merah memiliki ukuran dan bentuk normal serta mengandung
jumlah hemoglobin dalam batas normal.
a) Anemia pasca perdarahan akut
b) Anemia aplastik
c) Anemia hemolitik didapat
d) Anemia akibat penyakit kronik
e) Anemia pada gagal ginjal kronik
f) Anemia pada sindrom mielodisplastik
g) Anemia leukemia akut
3. Anemia normokromik makrositer : MCV > 95 fl
Sel darah merah memiliki ukuran yang ukuran yang lebih besar dari pada
normal tetapi tetapi kandungan hemoglobin dalam batas normal (MCH
meningkat dan MCV normal).
a) Bentuk megaloblastik
 Anemia defisiensi asam folat
 Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
b) Bentuk non-megaloblastik
 Anemia pada penyakit hati kronik
 Anemia pada hipotiroidisme
 Anemia pada sindrom mielodisplastik

Klasifikasi anemia menurut faktor etiologi :

1. Anemia karena produksi eritrosit menurun


a) kekurangan bahan unuk eritrosit (anemia defisiensi besi, dan
anemia deisiensi asam folat/ anemia megaloblastik)
b) gangguan utilisasi besi (anemia akibat penyakit kronik, anemia
sideroblastik)
c) kerusakan jaringan sumsum tulang (atrofi dengan penggantian oleh
jaringan lemak:anemia aplastik/hiplastik, penggantian oleh jaringan
fibrotic/tumor:anemia leukoeritoblastik/mielopstik)
d) Fungsi sumsum tulang kurang baik karena tidak diketahui. (anemia
diserotropoetik, anemia pada sindrom mielodiplastik)

2. Kehilangan eritrosit dari tubuh.


a) Anemia pasca perdarahan akut.
b) Anemia pasca perdarahan kronik

3. Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh (hemolisis)


a) Faktor ekstrakorpuskuler
- Antibody terhadap eritrosit: (Autoantibodi-AIHA, isoantibodi-
HDN)
- Hipersplenisme
- Pemaparan terhadap bahan kimia
- Akibat infeksi
- Kerusakan mekanik
b) Factor intrakorpuskuler
- Gangguan membrane (hereditary spherocytosis, hereditary
elliptocytosis)
- Gangguan enzim (defisiensi piruvat kinase, defisiensi G6PD)
- Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati structural,
thalasemia)
(Bakta, 2003:15,16)

Anemia yang terjadi akibat menurunnya produksi SDM antara lain :


 Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi merupakan gejala kronis dengan keadaan hipokromik
(konsentrasi Hb kurang), mikrositik yang disebabkan oleh suplai besi
kurang dalam tubuh.kurangnya besi berpengaruh dalam pembentukan Hb
sehingga konsentrasinya dalam SDM berkurang, hal ini akan
mengakibatkan tidak adekuatnya pengangkutan oksigen keseluruh
jaringan tubuh. Pada keadaan normal kebutuhan besi orang dewasa adalah
2- 4 gm. Pada laki-laki kebutuhan besi adalah 50 mg/kgBB dan pada
wanita 35 mg/kgBB ( Lawrence M Tierney, 2003) dan hamper 2/3
terdapat dalam Hb. Absorbsi besi terjadi dilambung, duodenum dan
jejunum bagian atas adanya erosi esofagitis, gaster, ulser duodenum,
kanker dan adenoma kolon akan mempengaruhi absobsi besi.
 Anemia megaloblastik
Anemia yang disebabkan karena rusaknya sintesis DNA yang
mengakibatkan tidak sempurnanya SDM. Keadaan ini disebabkan karena
defisiensi vitamin B12 dan asam folat.karakteristik SDM ini adalah
adanya megaloblas abnormal, Prematur dengan fungsi yang tidak normal
dan dihancurkan semasa dalam sumsum tulang sehingga terjadinya
eritropoeisis dengan masa hidup eritrosit yang lebih pendek.yang akan
mengakibatkan leucopenia, trombositopenia .
 Anemia defisiensi vitamin B12
Merupakan gangguan autoimun karena tidak adanya faktor intrinsik yang
diproduksi di sel parietal lambung sehingga terjadi gangguan absobsi
vitamin B12 .
 Anemia defisiesi asam folat
Kebutuhan folat sangat kecil biasanya terjadi pada orang yang kurang makan
sayuran dan buah-buahan, gangguan pada pencernaan, alkolik dapat
meningkatkan kebutuhan folat, wanita hamil, masa pertumbuhan.
Defisiensi asam folat juga dapat mengakibatkan sindrom malabsobsi
 Anemia aplastik
Terjadi akibat ketidak sanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel – sel
darah.Kegagalan tersebut disebabkan oleh kerusakan primer atau zat yang
dapat merusak sumsum tulang (Mielotoksin).

Anemia karena meningkatnya destruksi atau kerusakan SDM dapat


terjadi karena hiperaktifnya RES.
Meningkatnya destruksi SDM dan tidak adekuatnya produksi SDM biasanya
karena faktor-faktor :
 Kemampuan respon sumsum tulang terhadap penurunan SDM kurang
karena meningkatnya jumlah retikulosit dalam sirkulasi darah
 Meningkatnya SDM yang masih muda dalam sumsum tulang
dibandingkan yang matur atau matang .
 Ada atau tidaknya hasil destruksi SDM dalam sirkulasi (peningkatan
kadar bilirubin)

Anemia yang terjadi akibat meningkatnya destruksi/kerusakan SDM


antara lain:
 Anemia hemolitik
anemia hemolitik terjadi akibat peningkatan hemolisis dari eritrosit
sehingga usia SDM lebih pendek yang disebabkan oleh : 5% dari jenis
anemia, herediter, Hb abnormal, membran eritrosit rusak, thalasemia,
anemia sel sabit, reaksi autoimun, toksik, kimia, pengobatan, infeksi,
kerusakan fisik .
 Anemia sel sabit
anemia sel sabit adalah anemia hemolitk berat yang ditandai dengan SDM
kecil sabit, dan pembesaran limfa akibat kerusakan molekul Hb

I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium pada pasien anemia menurut (Doenges, 1999
:572)
 Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (aplastik); MCV (volume
korpuskular rerata) dan MCH (hemoglobin korpuskular rerata) menurun
dan mikrositik dengan eritrosit hipokronik (DB), peningkatan (AP).
Pansitopenia (aplastik).
Nilai normal eritrosit (juta/mikro lt) : 3,9 juta per mikro liter pada wanita dan
4,1 -6 juta per mikro liter pada pria
 Jumlah darah lengkap (JDL) : hemoglobin dan hemalokrit menurun.
 Jumlah retikulosit : bervariasi, misal : menurun (AP), meningkat (respons
sumsum tulang terhadap kehilangan darah/hemolisis).
 Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan warna dan bentuk
(dapat mengindikasikan tipe khusus anemia).
 LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal :
peningkatan kerusakan sel darah merah : atau penyakit malignasi.
 Masa hidup sel darah merah : berguna dalam membedakan diagnosa
anemia, misal : pada tipe anemia tertentu, sel darah merah mempunyai
waktu hidup lebih pendek.
 Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).
 SDP : jumlah sel total sama dengan sel darah merah (diferensial) mungkin
meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik)
Nilai normal Leokosit (per mikro lt) : 6000 – 10.000 permokro liter
 Jumlah trombosit : menurun caplastik; meningkat (DB); normal atau
tinggi (hemolitik)
Nilai normal Trombosit (per mikro lt) : 200.000 – 400.000 per mikro liter
darah
Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin.
Nilai normal Hb (gr/dl) : Bilirubin serum (tak terkonjugasi): meningkat (AP,
hemolitik).
 Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anemia
sehubungan dengan defisiensi masukan/absorpsi
 Besi serum : tak ada (DB); tinggi (hemolitik)
 TBC serum : meningkat (DB)
 Feritin serum : meningkat (DB)
 Masa perdarahan : memanjang (aplastik)
 LDH serum : menurun (DB)
 Tes schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine (AP)
 Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster,
menunjukkan perdarahan akut / kronis (DB).
 Pemeriksaan andoskopik dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan :
perdarahan GI
 Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya
asam hidroklorik bebas (AP).
 Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan/biopsi : sel mungkin tampak
berubah dalam jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk, membedakan
tipe anemia, misal: peningkatan megaloblas (AP), lemak sumsum dengan
penurunan sel darah (aplastik).

J. KOMPLIKASI
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang.Akibatnya, penderita
anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau
gampang terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah,
karena harus memompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia,
jika lambat ditangani dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan
berisiko bagi janin. Selain bayi lahir dengan berat badan rendah, anemia bisa
juga mengganggu perkembangan organ-organ tubuh, termasuk otak. Anemia
berat, gagal jantung kongesti dapat terjadi karena otot jantung yang anoksik tidak
dapat beradaptasi terhadap beban kerja jantung yang meningkat. Selain itu
dispnea, nafas pendek dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani
merupakan manifestasi berkurangnya pengurangan oksigen (Price &Wilson,
2006)

K. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dari terapi anemia adalah untuk identifikasi dan perawatan
karena penyebab kehilangan darah,dekstruksi sel darah atau penurunan produksi
sel darah merah.pada pasien yang hipovelemik:
 pemberian tambahan oksigen, pemberian cairan intravena,
 resusitasi pemberian cairan kristaloid dengan normal salin.
 tranfusi kompenen darah sesuai indikasi
(Catherino,2003:416)
Evaluasi Airway, Breathing, Circulation dan segera perlakukan setiap kondisi
yang mengancam jiwa. Kristaloid adalah cairan awal pilihan.
(Daniel, direvisi tanggal 22 Oktober 2009)
Acute anemia akibat kehilangan darah:
1. Pantau pulse oksimetri, pemantau jantung, dan Sphygmomanometer.
2. Berikan glukokortikoid serta agen antiplatelet (aspirin) sesuai indikasi.
3. Berikan 2 botol besar cairan intravena dan berikan 1-2 liter cairan
kristaloid dan juga pantau tanda-tanda dan gejala gagal jantung kongestif
iatrogenik pada pasien..
4. Berikan plasma beku segar (FFP), faktor-faktor koagulasi dan platelet,
jika diindikasikan.
5. Pasien dengan hemofilia harus memiliki sampel terhadap faktor
deficiency yang dikirim untuk pengukuran.
6. Pasien hamil dengan trauma yang ada kecurigaan terhadap adanya Feto-
transfer darah ibu harus diberikan imunoglobulin Rh-(Rhogam) jika
mereka Rh negatif.
7. Setelah pasien stabil, mulailah langkah-langkah spesifik untuk mengobati
penyebab pendarahan.
(Daniel, direvisi tanggal 22 Oktober 2009)

Terapi yang diberikan pada pasien dengan anemia dapat berbeda-beda


tergantung dari jenis anemia yang diderita oleh pasien. Berikut ini beberapa terapi
yang diberikan pada pasien sesuai dengan jenis anemia yang diderita:
1. Anemia Deficiensi Besi
Setelah diagnosa ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi
berupa:
 Terapi kausal: tergantung pada penyebab anemia itu sendiri,
misalnya pengobatan menoragi, pengobatan hemoroid bila tidak
dilakukan terapi kausal anemia akan kambuh kembali.
 Pemberiian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi di
dalam tubuh. Besi per oral (ferrous sulphat dosis 3x200 mg,
ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, ferrous
suuccinate). Besi parentral, efek sampingnya lebih berbahaya besi
parentral diindikasikan untuk intoleransi oral berat, kepatuhan
berobat kurang, kolitis ulseratif, dan perlu peningkatan Hb secara
cepat seperti pada ibu hamil dan preoperasi. (preparat yang
tersedia antara iron dextran complex, iron sorbitol citric acid
complex)Pengobatan diberikan sampai 6 bulan setelah kadar
hemoglobin normal untuk cadangan besi tubuh.
 Pengobatan lain misalnya: diet, vitamin C dan transfusi darah.
Indikasi pemberian transfusi darah pada anemia kekurangan besi
adalah pada pasien penyakit jantung anermik dengan ancaman
payah jantung, anemia yang sangat simtomatik, dan pada penderita
yang memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat.dan
jenis darah yang diberikan adalah PRC untuk mengurangi bahaya
overload. Sebagai premediasi dapat dipertimbangkan pemberian
furosemid intravena. (Bakta, 2003:36)

2. Anemia Akibat Penyakit Kronis


Dalam terapi anemia akibat penyakit kronik, beberapa hal yang perlu
mendapat perhatian adalah:
 Jika penyakit dasar daat diobati dengan baik, anemia akan sembuh
dengan sendirinya.
 Anemia tidak memberi respon pada pemberian besi, asam folat,
atau vitamin B12.
 Transfusi jarang diperlukan karena derajaat anemia ringan.
 Sekarang pemberian eritropoetin terbukti dapat menaikkan
hemoglobin, tetapi harus diberikan terus menerus.
 Jika anemia akibat penyakit kronik disertai defisiiensi besi
pemberian preparat besi akan meningkatkan hemoglobin, tetapi
kenaikan akan berhenti setelah hemoglobin mencapai kadar 9-10
g/dl. (Bakta, 2003:41)

3. Anemia Sideroblastik
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan anemia
sideroblastik adalah:
 Terapi untuk anemia sideroblastik herediter bersifat simtomatik
dengan transfusi darah.
 Pemberian vittamin B6 dapat dicoba karena sebagian kecil
penderita responsif terhadap piridoxin. (Bakta, 2003:44)
4. Anemia Megaloblastik
Terapi utama anemia defisiensi vitamin B12 dan deficiensi asam folat
adalah terapi ganti dengan vitamin B12 atau asam folat meskipun
demikian terapi kausal dengan perbaikan gizi dan lain-lain tetap harus
dilakukan:
 Respon terhadap terapi: retikulosit mulai naik hari 2-3 dengan
puncak pada hari 7-8. Hb harus naik 2-3 g/dl tiap 2 minggu.
Neuropati biasanya dapat membaik tetapi kerusakan medula
spinalis biasanya irreverrsible. (Bakta, 2003:48)
 Untuk deficiensi asam folat, berikan asam folat 5 mg/hari selama 4
bulan.
 Untuk deficiensi vitamin B12: hydroxycobalamin intramuskuler
200 mg/hari, atau 1000 mg diberikan tiap minggu selama 7
minggu. Dosis pemeliharaan 200 mg tiap bulan atau 1000 mg tiap
3 bulan.

5. Anemia Perniciosa
Sama dengan terapi anemia megaloblastik pada umumnya maka terapi
utama untuk anemia pernisiosa adalah:
 Terapi ganti (replacement) dengan vitamin B12
 Terapi pemeliharaan
 Monitor kemungkinan karsinoma gaster. (Bakta, 2003: 49)

6. Anemia Hemolitik
Pengibatan anemia hemolitik sangat tergantung keadaan klinik kasus
tersebut serta penyebab hemolisisnya karena itu sangat bervariasi dari
kasus per kasus. Akan tetapi pada dasarnya terapi anemia hemolitik
dapat dibagi menjadi 3 golongan besar, yaitu:
 Terapi gawat darurat
Pada hemolisis intravaskuler, dimana terjadi syok dan gagal ginjal
akut maka harus diambil tindakan darurat untuk mengatasi syok,
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, sertaa
memperbaiki fungsi ginjal. Jika terjadi anemia berat, pertimbangan
transfusi darah harus dilakukan secara sangat hati-hati, meskipun
dilakukan cross matchng, hemolisis tetap dapat terjadi sehingga
memberatkan fungsi organ lebih lanjut. Akan tetapi jika syok berat
telah teerjadi maka tidak ada pilihan lain selain transfusi.
 Terapi Kausal
Terapi kausal tentunya menjadi harapan untuk dapat memberikan
kesembuhan total. Tetapi sebagian kasus bersifat idiopatik, atau
disebabkan oleh penyebab herediter-familier yang belum dapat
dikoreksi. Tetapi bagi kasus yang penyebabnya telah jelas maka
terapi kausal dapt dilaksanakan. (Bakta, 2003:69)
 Terapi Suportif-Simtomatik
Terapi ini diberikan untuk menek proses hemolisis terutama di limpa.
Pada anemia hemolitik kronik familier-herediter sering diperlukan
transfusi darah teratur untuk mempertahankan kadar hemoglobin.
Bahkan pada thalasemia mayor dipakai teknik supertransfusi atau
hipertransfusi untuk mempertahankan keadaan umum dan
pertumbuhan pasien.
Pada anemia hemolitik kronik dianjurkan pemberian asam folat 0,15-
0,3 mg/hari untuk mencegah krisis megaloblastik.
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Primer Assesment
a) Data subjektif
 Riwayat penyakit saat ini: pingsan secara tiba-tiba atau penurunan
kesadaran, kelemahan, keletihan berat disertai nyeri kepala, demam,
penglihatan kabur, dan vertigo.
 Riwayat sebelumnya : gagal jantung, dan/atau perdarahan massif.
b) Data objektif
 Airway
Tidak ada sumbatan jalan napas (obstruksi)
 Breathing
Sesak sewaktu bekerja, dipsnea, takipnea, dan orthopnea
 Circulation
CRT > 2 detik, takikardi, bunyi jantung murmur, pucat pada kulit
dan membrane mukosa (konjunctiva, mulut, faring, bibir) dan dasar
kuku. (catatan: pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak sebagai
keabu-abuan), kuku mudah patah, berbentuk seperti sendok
(clubbing finger), rambut kering, mudah putus, menipis, perasaan
dingin pada ekstremitas.
 Disability (status neurologi)
Sakit/nyeri kepala, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan
berkonsentrasi, insomnia, penglihatan kabur, kelemahan, keletihan
berat, sensitif terhadap dingin.

2. Sekunder Assessment
a) Eksposure
Tidak ada jejas atau kontusio pada dada, punggung, dan abdomen.
b) Five intervention
Hipotensi, takikardia, dispnea, ortopnea, takipnea, demam, hemoglobin
dan hemalokrit menurun, hasil lab pada setiap jenis anemia dapat
berbeda. Biasnya hasil lab menunjukkan jumlah eritrosit menurun,
jumlah retikulosit bervariasi, misal : menurun pada anemia aplastik (AP)
dan meningkat pada respons sumsum tulang terhadap kehilangan
darah/hemolisis.
c) Give comfort
Adanya nyeri kepala hebat yang bersifat akut dan dirasakan secara tiba-
tiba, nyeri yang dialami tersebut hilang timbul.
d) Head to toe
 Daerah kepala : konjunctiva pucat, sclera jaundice.
 Daerah dada : tidak ada jejas akibat trauma, bunyi jantung murmur,
bunyi napas wheezing.
 Daerah abdomen : splenomegali
 Daerah ekstremitas : penurunan kekuatan otot karena kelemahan,
clubbing finger (kuku sendok), perasaan dingin pada ekstremitas.
e) Inspect the posterior surface
Tidak ada jejas pada daerah punggung.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan anemia meliputi :
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi ditandai
dengan dipsneu, takikardia
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan O2 ke
otak ditandai dengan penurunan kesadaran, nyeri kepala
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan
/absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah
ditandai dengan mual-muntah, anoreksia, penurunan BB
4. Konstipasi berhubungan dengan perubahan proses pencernaan
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (asam laktat)
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
7. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan
granulosit (respons inflamasi tertekan)
8. PK Anemia

C. Rencana Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasiditandai dengan dispnea,
takikardia
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 3x24 jam, diharapkan pola nafas
pasien kembali efektif dengan kriteria hasil :
- pasien melaporkan sesak napas berkurang
- pernafasan teratur
- takipneu atau dispneu tidak ada
- tanda vital dalam batas normal (TD 120-90/90-60 mmHg, nadi 80-100
x/menit, RR : 18-24 x/menit, suhu 36,5 – 37,5 C)
Intervensi :
Mandiri :
1) Pantau tanda-tanda vital
Untuk mengetahui keadaan umum pasien
2) Monitor usaha pernapasan, pengembangan dada, keteraturan pernapasan,
napas bibir dan penggunaan otot bantu pernapasan
Untuk mengetahui derajat gangguan yang terjadi, dan menentukan
intervensi yang tepat
3) Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi
Untuk meningkatkan ekspansi dinding dada
4) Ajarkan klien napas dalam
Untuk meningkatkan kenyaman
5) Tanyakan mengenai kondisi pasien setelah diberi intervensi
Mengetahui intervensi dapat bermanfaat untuk pasien dan mengkaji
apakah keluhan sesak pasien sudah berkurang.
Kolaborasi
1. Berikan O2 sesuai indikasi
Untuk memenuhi kebutuhan O2
2. Bantu intubasi jika pernapasan semakin memburuk dan siapkan
pemasangan ventilator sesuai indikasi
Untuk membantu pernapasan adekuat

2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan


penurunan O2 ke otak ditandai dengan penurunan kesadaran, nyeri
kepala
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan terjadi
peningkatan perfusi jaringan dengan kriteria hasil:
- menunjukkan perfusi adekuat
- pasien mengatakan nyeri kepala berkurang
- TTV dalam batas normal (TD(140/90-90/60mmHg), Nadi (60-
100x/menit), RR (18-22x/menit), Suhu (36,5-37,50C))
- Membrane mukosa warna merah muda
- GCS > 13
Intervensi :
Mandiri :
1. Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane
mukosa, dasar kuku.
memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan
dan membantu menetukan kebutuhan intervensi.
2. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk
kebutuhan seluler. Catatan : kontraindikasi bila ada hipotensi.
3. Selidiki keluhan nyeri kepala
iskemia serebral mempengaruhi status kesadaran pasien
kolaborasi :
1. Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan sel
darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi.
mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons
terhadap terapi.
2. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna
makanan/absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel
darah merah ditandai dengan mual-muntah, anoreksia, penurunan
BB
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan intake nutrisi
pasien adekuat dengan kriteria hasil:
- mual muntah (-)
- makan habis 1 porsi
Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai.
mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi
2. Observasi dan catat masukkan makanan pasien.
mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi
makanan.
3. Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan diantara
waktu makan.
menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah
distensi gaster.
4. Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain
yang berhubungan.
gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.
5. Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum dan sesudah
makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan
pencuci mulut yang di encerkan bila mukosa oral luka.
meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral. Menurunkan
pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik
perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila jaringan
rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet.
membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual.
2. Pantau hasil pemeriksaan laboraturium.
meningkatakan efektivitas program pengobatan, termasuk sumber diet
nutrisi yang dibutuhkan.
3. Berikan obat sesuai indikasi.
kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan atau adanyan
masukkan oral yang buruk dan defisiensi yang diidentifikasi.

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (asam


laktat)ditandai dengan perilaku distraksi (gelisah), pasien mengeluh
nyeri kepala, pasien Nampak meringis, dispneu/takipneu
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x24 jam diharapkan nyeri pasien
terkontrol dengan kriteria hasil:
- klien melaporkan nyeri berkurang,
- klien tidak meringis,
- RR dalam batas normal (18-22x/menit)
Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0-10),
karakteristiknya, lokasi, lamanya.
mempermudah melakukan intervensi dan melihat ketepatan intervensi.
2. Observasi adanya tanda-tanda nyeri non-verbal seperti ekspresi wajah,
posisi tubuh, gelisah, menangis atau meringis, perubahan frekuensi
jantung, pernapasan, tekanan darah.
merupakan indicator/derajat nyeri yang tidaklangsung dialami.
3. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
mengurangi rasa nyeri yang bersifat akut

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi seperti analgetik
untuk mengurangi rasa sakit/nyeri

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara


suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhanditandai dengan
kelemahan, kelelahan, keletihan, lesu, dan lunglai
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan dapat
mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas dengan kriteria hasil:
- melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-
hari)
- TTV dalam batas normal (TD 120-100/70-80 mmHg), nadi (60-100 x/menit),
napas (18-22 x/menit), suhu (36,5-37,50 C))

Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji kemampuan ADL pasien.
mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.
2. Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan
kelemahan otot.
menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B12
mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera.
3. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.
manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk
membawajumlah oksigen adekuat ke jaringan.
4. Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara
bising, pertahankan tirah baring bila di indikasikan.
meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh
dan menurunkan regangan jantung dan paru.
5. Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat bila
terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas
semampunya (tanpa memaksakan diri).
meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan
memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan harga
diri dan rasa terkontrol.

6. PK Anemia
Tujuan :Setelah dilakukan askep selama 3x24jam, diharapkan perawat dapat
menangani dan meminimalisir komplikasi dari anemia dengan kriteria hasil:
- Hb 12-16 g%
- Konjungtiva tidak pucat
- Pasien melaporkan kelelahan berkurang
- Perdarahan tidak terjadi

Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji konjungtiva pasien dan keluhan letih. Laporkan jika kondisi yang
letih berlebihan dan sangat pucat pada konjungtiva.
Untuk menentukan intervensi yang tepat. Mencegah terjadinya komplikasi
lebih lanjut dengan mengetahui tanda dan gejala awal.
2. Observasi ketat tanda perdarahan ; ptekie, purpura, perdarahan gusi,
epistaksis, hematemesis, melena
Mencegah terjadinya perdarahan lanjut untuk menentukan intervensi
yang sesuai.
3. Pertahankan tirah baring
Tirah baring untuk mempercepat pemulihan kondisi dan mendukung
pengobatan sesuai indikasi
Kolaborasi :
1. Berikan transfusi sesuai indikasi
Untuk meningkatkan jumlah sel darah merah
2. Periksa lab darah
Untuk mengetahui jumlah sel darah merah sehingga memungkinkan
intervensi sesuai indikasi
3. Ahli gizi menetapkan diet sesuai indikasi
Diet yang sesuai dapat mempercepat pemulihan dan membantu proses
penyembuhan

4.Evaluasi
Setelah dilakukan implementasi sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan dan
situasi kondisi klien, maka diharapkan klien:

1. Pola nafas pasien kembali efektif dengan kriteria hasil :


 pasien melaporkan sesak napas berkurang
 pernafasan teratur
 takipneu atau dispneu tidak ada
 tanda vital dalam batas normal (TD 120-90/90-60 mmHg, nadi 80-100
x/menit, RR : 18-24 x/menit, suhu 36,5 – 37,5 C)
2. Perubahan perfusi jaringan cerebral teratasi dengan kriteria hasil:
 menunjukkan perfusi adekuat
 pasien mengatakan nyeri kepala berkurang
 TTV dalam batas normal (TD(140/90-90/60mmHg), Nadi (60-
100x/menit), RR (18-22x/menit), Suhu (36,5-37,50C))
 Membrane mukosa warna merah muda
 GCS > 13
3. Intake nutrisi pasien adekuat dengan kriteria hasil:
 mual muntah (-)
 makan habis 1 porsi
4. Nyeri pasien terkontrol dengan kriteria hasil:
 klien melaporkan nyeri berkurang,
 klien tidak meringis,
 RR dalam batas normal (18-22x/menit)
5. Intoleransi aktivitas teratasi dengan kriteria hasil:
 melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-
hari)
 TTV dalam batas normal (TD 120-100/70-80 mmHg), nadi (60-100 x/menit),
napas (18-22 x/menit), suhu (36,5-37,50 C))
6. Dapat menangani dan meminimalisir komplikasi dari anemia dengan
kriteria hasil:
 Hb 12-16 g%
 Konjungtiva tidak pucat
 Pasien melaporkan kelelahan berkurang
 Perdarahan tidak terjadi
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Anemia berarti kekurangan sel darah merah dapat disebabkan oleh hilangnya
darah terlalu cepatatau kerena terlalu lambatnya produksi sel darah merah
(Guyton, 1997:538).
Kasus anemia pada ibu hamil sebagian besar disebabkan oleh
rendahnya asupan zat besi dalam tubuh yang disebabkan pola makan kurang
baik. Pola makan merupakan cara atau perilaku yang ditempuh seseorang
atau kelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam
konsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan
dan frekuensi makan yang berdasarkan pada faktor-faktor sosial budaya
dimana mereka hidup (Almatsier 2011). Masyarakat Indonesia khususnya
wanita kurang mengkonsumsi sumber makanan hewani sebagai salah satu
sumber zat besi yang mudah diserap (heme iron).

B. Saran

Kami dari penulis mengharapkan saran dari pembaca agar dapat memberi kritik
dan saran untuk kesempurnaan makalah Asuhan Keperawatan pada klien dengan
Anemia.
DAFTAR PUSTAKA

 Bakta, I Made.2003.Hematologi Klinik Dasar.Jakarta:EGC


 Catherino jeffrey M.2003.Emergency medicine handbook USA:Lipipincott
Williams
 Doenges, Marylinn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed. 3, EGC: Jakarta.
 Kahsasi, Daniel. 2009. Anemia Acute.
http://emedicine.medscape.com/article/159803-media, emergency_medicine.
Nanda.2005.Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda definisi dan Klasifikasi
2005-2006.Editor : Budi Sentosa.Jakarta:Prima Medika
 Price, S.A, 2000, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Jakarta : EGC
 Smeltzer, C.S.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC

Вам также может понравиться