Вы находитесь на странице: 1из 47

KONSEP DASAR FIMOSIS

A. Pengertian

1. Fimosis adalah tercerutnya kepala zakar oleh lubang kulup yang terlalu sempit. ( Ramali,
Ahmad; 2003 )

2. Fimosis adalah kondisi dimana prepusium tidak dapat diretraksi dari glans penis. ( Mott,
Sandra; 1990 )

3. Fimosis adalah penyempitan pada prepusium. ( Ngastiyah; 2005 )

4. Fimosis adalah prepusium penis yang tidak dapat di retraksi ( ditarik ke proksimal sampai
ke korona glanis ). ( Purnomo, Basuki; 2000 )

5. Fimosis adalah ketidakmampuan kulup zakar untuk diretraksi pada umur tertentu yang
secara normal dapat diretraksi. ( Behram, Richard E;2000)

6. Fimosis adalah penyempitan lubang prepusium sehingga tidak dapat ditarik ke atas glans
penis. ( Catzel, Pincus; 1990 )

7. Fimosis merupakan pengkerutan atau penciutan kulit depan penis. (


http://www.kompas.com/read/xml/penis.kok,sembunyi )

B. Etiologi

Fimosis penyebabnya tidak dapat diidentifikasi, tetapi ada beberapa faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya fimosis diantaranya:

1. Kongenital

2. Inflamasi/peradangan

3. Oedema

C. Patofisiologi

Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adesi alamiah antara
prepusium dengan glans penis. Hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan berkembang dan
debris yang dihasilkan oleh epitel prepusium ( smegma ) mengumpul di dalam prepusium dan
perlahan-lahan memisahkan prepusium dari glans penis. Pemisahan secara kehamilan 7
minggu. Selama proses pemisahan, prepusium harus diretraksi agar menjaga hygiene sehari-
hari.smegma dihasilkan dari personal hygiene yang buruk yang dapat memberikan
perkembangan inflamasi dan infeksi serta telah mengimplikasikan penyebab kanker penis.

D. Pathway
E. Manifestasi klinis

1. Fimosis menyebabkan gangguan aliran urin berupa sulit BAK, pancaran urin mengcil dan
deras menggelumbungnya ujung prepusium penis pada saat miksi dan pada akhirnya dapat
menimbulkan retensi uruin.

2. Hygiene local yang kurang bersih menyebabkan terjadinya infeksi pada prepusium (
postitis ), infeksi pada galns penis ( balanitis ) atau infeksi pada glans penis dan prepusium
penis.

3. Kadang ada benjolan lunak di ujung penis karena adanya korpus smegma ( timbunan
smegma di dalam saku prepusium penis ).

F. Komplikasi

1. Retensi urin

2. Karsinoma penis

3. Perdarahan

4. Stenosis ineatus

5. Fimosis persisten

6. Robekan pada prepusium

G. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan medis

a. Fimosis disertai balanitis xerotica obliterans dapat diberikan salep dexamethasone 0,1%
yang dioleskan 3-4 kali sehari dan diharapkan setelah 6 minggu pemberian prepusium dapat
diretraksi spontan.

b. Dengan tindakan sirkumsisi, apabila fimosis sampai menimbulkan gangguan miksi pada
klien. Dengan bertambahnya usia, fimosis akan hilang dengan sendirinya.

2. Prinsip terapi dan manajemen keperawatan

a. Perawatan rutin pra bedah.

1) Menjaga kebersihan bagian alat kelamin untuk mencegah adanya kuman atau bakteri
dengan air hangat dan sabn mandi.

2) Penis harus dibersihkan secara seksama dan bayi tidak boleh ditinggalkan sendiri
berbaring seperti popok yang basah dalam waktu yang lama.

b. Perawatan pasca bedah


1) Setelah dilakukan pembedahan, akan menimbulkan komplikasi salah satunya perdarahan.
Untuk mengatasinya, dengan mengganti balutan apabila basah dan dibersihkan dengan
kain/lap yang berguna untuk mendorong terjadinya penyembuhan.

2) Mengganti popok apabila basah terkena air kencing.

3) Mengajarkan orang tua tentang personal hygiene yang baik bagi anak.

4) Membersihkan daerah luka setiap hari dengan sabun dan air serta menerpkan prinsip
protektif.

DAFTAR PUSTAKA

Behirman, Richard E. 1992. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Jakarata:EGC

Catzel, Picus. 1990. Kapita Selekta Pediatric. Edisi 11. Jakarta:EGC

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta:EGC

Nur, M.F. 1993. Catatan Kuliah Bedah Anak. Jakarta:EGC

Purnomo, Basuki B. 2000. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta:CV.Info Medika

Robbins, dkk. 1999. Buku Saku Dasar Patologi Penyakit. Edisi 5. Jakarta:EGC

www.kompas.com/read/xml/2008/06/10/10354630/penis.kok.sembunyi

www.wahanakedokteran.blogspot.com

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FIMOSIS

A. Pengkajian

1. Tanyakan biodata klien.

2. Kaji keadaan umum klien.

3. Kaji penyebab fimosis, termasuk kongenital atau peradangan.

4. Dapatkan riwayat kesehatan sekarang untuk melihat adanya:

a) Kaji pola eliminasi

BAK:

1) Frekuensi : Jarang karena adanya retensi.

2) Jumlah : Menurun.

3) Intensitas : Adanya nyeri saat BAK.

b) Kaji kebersihan genital: adanya bercak putih.


c) Kaji perdarahan

d) Kaji tanda-tanda infeksi yang mungkin ada

5. Obsevasi adanya manifestasi:

a) Gangguan aliran urine berupa sulit BAK, pancaran urine mengecil dan deras.

b) Menggelembungnya ujung prepusium penis saat miksi,

c) Adanya inflamasi.

6. Kaji mekanisme koping pasien dan keluarga

7. Kaji pasien saat pra dan post operasi

B. Diagnosa Keperawatan

Pre Operasi

1. Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi saluran urinaria.

2. Cemas berhubungan dengan krisis situasional.

3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif.

Post Operasi

1. Nyeri akut berhubungan nengan agen cedera fisik.

2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.

3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif.

C. Intervensi Keperawatan

Pre Operasi

1. Diagnosa 1

Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi saluran urinaria.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan eliminasi urine
lancar.

a) NOC : Pengawasan urine

Kriteria Hasil :

1) Mengatakan keinginan untuk BAK.

2) Menentukan pola BAK.


3) Bebas dari kebocoran urine sebelum BAK.

4) Mampu memulai dan mengakhiri aliran BAK.

Keterangan skala :

1: tidak pernah menunjukkan

2: jarang menunjukkan

3: kadang menunjukan

4: sering menunjukkan

5: selalu menunjukkan

b) NIC : Perawatan Retensi Urine

Intervensi :

1) Monitor intake dan out put.

2) Monitor distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi.

3) Sediakan perlak dikasur.

4) Gunakan kekuatan dari keinginan untuk BAK ditoilet.

5) Jaga privasi untuk eliminasi.

6) Berikan waktu berkemih dengan interval reguler, jika diperlukan.

2. Diagnosa II

Cemas berhubungan dengan krisis situasional.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kecemasan
pasien berkurang.

a) NOC : Kontrol cemas

Kriteria Hasil :

1) Tingkat kecemasan dalam batas normal.

2) Mengetahui penyebab cemas.

3) Mengetahui stimulus yang menyebabkan cemas.

4) Tidur adekuat.

Keterangan skala:
1: tidak pernah menunjukkan

2: jarang menunjukkan

3: kadang menunjukan

4: sering menunjukkan

5: selalu menunjukkan

b) NIC : Pengurangan Cemas

Intervensi :

1) Ciptakan suasana yang tenang.

2) Dengarkan dengan penuh perhatian.

3) Kuatkan kebiasaan yang mendukung.

4) Ciptakan hubungan saling percaya dengan klien dan keluarga.

5) Identifikasi perubahan tingkat kecemasan

6) Temani pasien.

7) Gunakan pendekatan dan sentuhan.

8) Jelaskan seluruh prosedur tindakan pada klien.

3. Diagnosa III

Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan keluarga dan
pasien mengerti akan tindakan yang akan dilakukan.

a) NOC : Pengetahuan tentang penyakit

Kriteria hasil :

1) Familiar dengan penyakit.

2) Mendeskripsikan proses penyakit.

3) Mendeskripsikan efek penyakit.

4) Mendeskripsikan komplikasi.

Keterangan skala:

1: tidak pernah menunjukkan


2: jarang menunjukkan

3: kadang menunjukan

4: sering menunjukkan

5: selalu menunjukkan

b) NIC : Mengajarkan proses penyakit

1) Observasi kesiapan klien untuk mendengar.

2) Tentukan tingkat pengetahuan klien sebelumnya.

3) Jelaskan proses penyakit.

4) Diskusikan gaya hidup yang bisa untuk mencegah komplikasi.

5) Diskusikan tentang pilihan terapi.

6) Hindarkan harapan kosong.

7) Instruksikan pada klien dan keluarga tentang tanda dan gejala untuk melaporkan pada
pemberi perawatan kesehatan dengan cara yang tepat.

Post operasi

1. Diagnosa 1

Nyeri akut berhubungan nengan agen cedera fisik.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri
berkurang.

a) NOC : kontrol nyeri

Kriteria hasil :

1) Mengenali faktor penyebab.

2) Menggunakan metode pencegahan.

3) Mengenali gejala-gejala nyeri.

4) Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan.

Keterangan skala :

1: tidak dilakukan sama sekali

2: jarang dilakukan

3: kadang dilakukan
4: sering dilakukan

5: selalu dilakukan

b) NIC : pain management

Intervensi :

1) Kaji nyeri secara komprehensif.

2) Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan.

3) Gunakan komunikasi terapeutik.

4) Kaji latar belakang budaya pasien.

5) Beri dukungan terhadap pasien dan keluarga.

6) Beri informasi tentang nyeri.

7) Tingkatkan tidur yang cukup.

8) Berikan analgetik sesuai kebutuhan.

2. Diagnosa II

Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan resiko infeksi
tidak terjadi.

a) NOC : kontrol infeksi: knowledge

Kriteria hasil :

1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi.

2) Menunjukan perilaku hidup normal.

3) Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi.

Keterangan skala:

1: tidak pernah menunjukkan

2: jarang menunjukkan

3: kadang menunjukan

4: sering menunjukkan

5: selalu menunjukkan
b) NIC : infection kontrol

Intervensi :

1) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.

2) Batasi jumlah pengunjung.

3) Tingkatkan intake nutrisi.

4) Berikan terapi antibiotik.

5) Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat.

3. Diagnosa III

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan cairan
terpenuhi.

a) NOC : fluid balance

Kriteria hasil :

1) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan berat badan.

2) Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.

3) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.

Keterangan skala:

1: tidak pernah menunjukkan

2: jarang menunjukkan

3: kadang menunjukan

4: sering menunjukkan

5: selalu menunjukkan

b) NIC : fluid management

Intervensi :

1) Timbang popok jika diperlukan.

2) Pertahankan cairan intake dan output yang akurat.

3) Monitor status hidrasi.


4) Monitor TTV.

5) Dorong keluarga untuk membantu pasien makan.

6) Kolaborasi dengan dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk.

D. Evaluasi

Pre Operasi SKALA

1. Diagnosa 1

Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan

infeksi saluran urinaria.

a) Mengatakan keinginan untuk BAK. 4

b) Menentukan pola BAK. 4

c) Bebas dari kebocoran urine sebelum BAK. 3

d) Mampu memulai dan mengakhiri aliran BAK. 4

2. Diagnosa II

Cemas berhubungan dengan krisis situasional.

a) Tingkat kecemasan dalam batas normal. 5

b) Mengetahui penyebab cemas. 3

c) Mengetahi stimulus yang menyebabkan cemas. 4

d) Tidur adekuat. 4

3. Diagnosa III

Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif.

a) Familiar dengan penyakit. 3

b) Mendeskripsikan proses penyakit. 3

c) Mendeskripsikan efek penyakit. 4

d) Mendeskripsikan komplikasi. 3

Post Operasi

1) Diagnosa 1

Nyeri akut berhubungan nengan agen cedera fisik.


a) Mengenali faktor penyebab. 4

b) Menggunakan metode pencegahan. 3

c) Mengenali gejala nyeri. 4

d) Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan. 5

2) Diagnosa II

Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

a) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi. 4

b) Menunjukkan perilaku hidup normal. 4

c) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi. 3

3) Diagnosa III

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan

kehilangan volume cairan akt

a) Mempertahankan urine output sesuai dengan 4

usia dan berat badan

b) Tekanan darah, nadi, dan suhu tubuh dalam batas normal. 3

c) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi. 4


new

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Yang Maha Esa. yang maha luas rahmat dan
karunia-Nya, semoga kami termasuk ke dalam orang yang mendapatkannya.

Dalam rangka mengembangkan potensi diri dalam bidang Asuhan Keperawatan, sudah
sepatutnya jika pengetahuan tentang kelainan pada bayi baru lahir. Hal ini sangat berguna
mengingat di masa yang akan datang, sebagai seorang perawat akan menjadi manusia yang
teramat penting dalam sebuah kelahiran.

Mengingat begitu luasnya pembahasan tentang kelainan pada bayi baru lahir, maka kami
persempit pembahasan hanya pada masalah fimosis.

Meskipun makalah ini dibuat dengan segala keterbatasan yang ada pada kami, baik
keterbatasan waktu, dana, terlebih lagi keterbatasan kemampuan kami, namun kami berharap
semoga makalah ini memenuhi syarat sebagai tugas mata kuliah keperawatan gawat darurat
II.

kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan dalam
pembuatan tugas yang sama berikutnya. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat
khususnya bagi kami selaku tim penyusun, dan umumnya bagi pembaca.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fimosis adalah suatu keadaan dimana prepusium tidak bisa ditarik ke belakang, bisa
dikarenakan keadaan sejak lahir atau karena patologi. Pada usia bayi glan penis dan
prepusium terjadi adesi sehingga lengket jika terdapat luka pada bagian ini maka akan terjadi
perlengketan dan terjadi Phimosis biasanya pada bayi itu adalah hal yang wajar karena
keadaan tersebut akan kembali seperti normal dengan bertambahnya umur dan produksi
hormon.

Beberapa penelitian mengatakan kejadian fimosis saat lahir hanya 4% bayi yang
preputiumnya sudah bisa ditarik mundur sepenuhnya sehingga kepala penis terlihat utuh.
Selanjutnya secara perlahan terjadi desquamasi sehingga perlekatan itu berkurang. Sampai
umur 1 tahun, masih 50% yang belum bisa ditarik penuh. Berturut-turut 30% pada usia 2
tahun, 10% pada usia 4-5 tahun, 5% pada umur 10 tahun, dan masih ada 1% yang bertahan
hingga umur 16-17 tahun. Dari kelompok terakhir ini ada sebagian kecil yang bertahan secara
persisten sampai dewasa bila tidak ditangani.

Bila fimosis menghambat kelancaran berkemih seperti pada ballooning maka sisa-sisa urin
mudah terjebak pada bagian dalam preputium dan lembah tersebut kandungan glukosa pada
urine menjadi lading subur bagi pertumbuhan bakteri, maka berakibat terjadi infeksi saluran
kemih.

Berdasarkan data tahun 1980-an dilaporkan bahwa anak yang tidak disirkumsisi memiliki
resiko menderita 10-20 kali lebih tinggi. Tahun 1993, dituliskan review bahwa resiko terjadi
sebesar 12 kali lipat. Tahun 1999 dalam salah satu bagian dari pernyataan AAP tentang
sirkumsisi disebutkan bahwa dari 100 anak pada usia 1 tahun. 7-14 anak yang tidak
sirkumsisi menderita sedang hanya 1-2 anak pada kelompok yang disirkumsisi. Dua laporkan
jurnal tahun 2001 dan 2005 mendukung bahwa sirkumsisi dibawah resiko.

Pada akhir tahun pertama kehidupan, retraksi kulit preputium ke belakang sulkus. Glandularis
hanya dapat dilakukan pada sekitar 50% anak laki-laki, hal ini meningkat menjadi 89% pada
saat usia tiga tahun. Insidens fimosis adalah sebesar 8% pada usia 6 sampai 7 tahun dan 1%
pada laki-laki usia 16 sampai 18 tahun. Pada pria yang lebih tua, fimosis bisa terjadi akibat
iritasi menzhun. Fimosis bisa mempengaruhi proses berkemih dan aktivitas seksual. Biasanya
keadaan ini diatasi dengan melakukan penyunatan (sirkumsisi). Suatu penelitian lain juga
mendapatkan bahwa hanya 4% bayi yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke
belakang penis pada saat lahir, namun mencapai 90% pada saat usia 3 tahun dan hanya 1%
laki-laki berusia 17 tahun yang masih mengalami fimosis kongenital. Walaupun demikian,
penelitian lain mendapatkan hanya 20% dari 200 anak laki-laki berusia 5-13 tahun yang
seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis.

Fimosis, baik merupakan bawaan sejak lahir (kongenital) maupun didapat, merupakan
kondisi dimana kulit yang melingkupi kepala penis (glans penis) tidak bisa ditarik ke
belakang untuk membuka seluruh bagian kepala penis. Kulit yang melingkupi kepala penis
tersebut juga dikenal dengan istilah kulup, prepuce, preputium, atau foreskin. Preputium
terdiri dari dua lapis, bagian dalam dan luar, sehingga dapat ditarik ke depan dan belakang
pada batang penis. Pada fimosis, lapis bagian dalam preputium melekat pada glans penis.
Kadangkala perlekatan cukup luas sehingga hanya bagian lubang untuk berkemih (meatus
urethra externus) yang terbuka.

Fimosis adalah penyempitan pada prepusium. Kelainan ini juga menyebabkan bayi/anak
sukar berkemih. Kadang-kadang begitu sukar sehingga kulit prepusium menggelembung
seperti balon. Bayi/anak sering menangis keras sebelum urine keluar.

Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis) timbul kemudian
setelah lahir. Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene) alat kelamin yang buruk,
peradangan kronik glans penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik), atau penarikan
berlebihan kulit preputium (forceful retraction) pada fimosis kongenital yang akan
menyebabkan pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputium yang
membuka.

B. Tujuan

Tujuan Umum:

Mahasiswa dapat mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada anak yang menderita
penyakit fimosis.

Tujuan Khusus

1. Mengetahui asuhan pada penyakit fimosis

2. Mengetahui pengertian pada penyakit fimosis

3. Mengetahui etiologi, tanda dan gejala, tindakan/ penatalaksanaan yang tepat untuk
mengatasi fimosis, serta angka kejadian terjadinya fimosis.

C. Rumusan Masalah

Dari latar belakang dan tujuan di atas maka kami dapat merumuskan masalah dari penulisan
makalah ini yaitu:

1. Apakah pengertian dari Fimosis?

2. Apa tanda dan gejala dari fimosis?

3. Apa penyebab terjadinya fimosis?

4. Bagaimana penatalaksanaan dari fimosis?

5. Berapa besar angka kejadian yang terjadi pada bayi yang terkena fimosis?
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

*FIMOSIS

A. Definisi

Fimosis adalah penyempitan pada prepusium. Kelainan ini juga menyebabkan bayi/anak
sukar berkemih. Kadang-kadang begitu sukar sehingga kulit prepusium menggelembung
seperti balon. Bayi/anak sering menangis keras sebelum urine keluar.

Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis) timbul kemudian
setelah lahir. Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene) alat kelamin yang buruk,
peradangan kronik glans penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik), atau penarikan
berlebihan kulit preputium (forceful retraction) pada fimosis kongenital yang akan
menyebabkan pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputium yang
membuka.

B. Anatomi dan Fisiologi

Penis terdiri jaringan kavernosa (erektil) dan dilalui uretra. Ada dua permukaan yaitu
permukaan posterior penis teraba lunak (dekat uretra) dan permukaan dorsal. Jaringan erektil
penis tersusun dalam tiga kolom longitudinal, yaitu sepasang korpus kavernosum dan sebuah
korpus spongiousum di bagian tengah. Ujung penis disebut glans. Glands penis ini
mengandung jaringan erektil dan berlanjut ke korpus spongiosum. Glans dilapisi lapisan kulit
tipis berlipat, yang dapat ditarik ke proksimal disebut prepusium (kulit luar), prepusium ini
dibuang saat dilkukan pembedahaan (sirkumsisi). Penis berfungsi sebagai penetrasi. Penetrasi
pada wanita memungkinkan terjadinya deposisi semen dekat serviks uterus.

C. Etiologi
Didapat --->akibat adanya infeksi di preputium dan glands penis, higiens yang kurang.

Peradangan--->udema--->menggelembung.

Pasca infeksi--->merusak sel-sel radang--->preputium tidak bisa ditarik ke proksimal.

Dalam kebanyakan kasus, fimosis adalah bawaan lahir. Pada kasus yang lebih jarang, fimosis
terjadi karena kulup kehilangan kemampuan peregangan, misalnya karena peradangan atau
luka akibat pembukaan paksa kepala penis. Pembentukan jaringan parut dari bekas luka itu
mencegah peregangan kulup.

D. Patofisiologi

Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adesi alamiah antara
preputium dengan glans penis. Hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan berkembang dan
debris yang dihasilkan oleh epitel preputium (smegma) mengumpul didalam preputium dan
perlahan-lahan memisahkan preputium dari glans penis. Ereksi penis yang terjadi secara
berkala membuat preputium terdilatasi perlahan-lahan sehingga preputium menjadi retraktil
dan dapat ditarik ke proksimal.

Fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir terjadi karena ruang di antara kutup dan penis
tidak berkembang dengan baik. Kondisi ini menyebabkan kulup menjadi melekat pada kepala
penis, sehingga sulit ditarik ke arah pangkal. Penyebabnya bisa dari bawaan dari lahir, atau
didapat, misalnya karena infeksi atau benturan.

E. Tanda dan Gejala

1. Penis membesar dan menggelembung akibat tumpukan urin

2. Kadang-kadang keluhan dapat berupa ujung kemaluan menggembung saat mulai buang air
kecil yang kemudian menghilang setelah berkemih. Hal tersebut disebabkan oleh karena
urin yang keluar terlebih dahulu tertahan dalam ruangan yang dibatasi oleh kulit pada ujung
penis sebelum keluar melalui muaranya yang sempit.

3. Biasanya bayi menangis dan mengejan saat buang air kecil karena timbul rasa sakit.

4. Kulit penis tak bisa ditarik kea rah pangkal ketika akan dibersihkan

5. Air seni keluar tidak lancar. Kadang-kadang menetes dan kadang-kadang memancar
dengan arah yang tidak dapat diduga

6. Bisa juga disertai demam


7. Iritasi pada penis.

F. Komplikasi

1. Ketidaknyamanan/nyeri saat berkemih

2. Akumulasi sekret dan smegma di bawah preputium yang kemudian terkena infeksi
sekunder dan akhirnya terbentuk jaringan parut.

3. Pada kasus yang berat dapat menimbulkan retensi urin.

4. Penarikan preputium secara paksa dapat berakibat kontriksi dengan rasa nyeri dan
pembengkakan glans penis yang disebut parafimosis.

5. Pembengkakan/radang pada ujung kemaluan yang disebut ballonitis.

6. Timbul infeksi pada saluran air seni (ureter) kiri dan kanan, kemudian menimbulkan
kerusakan pada ginjal.

7. Fimosis merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker penis.

G. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan medis

a. Fimosis disertai balanitis xerotica obliterans dapat diberikan salep dexamethasone 0,1%
yang dioleskan 3-4 kali sehari dan diharapkan setelah 6 minggu pemberian prepusium dapat
diretraksi spontan.

b. Dengan tindakan sirkumsisi, apabila fimosis sampai menimbulkan gangguan miksi pada
klien. Dengan bertambahnya usia, fimosis akan hilang dengan sendirinya.

2. Prinsip terapi dan manajemen keperawatan

a. Perawatan rutin pra bedah.

1) Menjaga kebersihan bagian alat kelamin untuk mencegah adanya kuman atau bakteri
dengan air hangat dan sabn mandi.

2) Penis harus dibersihkan secara seksama dan bayi tidak boleh ditinggalkan sendiri
berbaring seperti popok yang basah dalam waktu yang lama.

b. Perawatan pasca bedah

1) Setelah dilakukan pembedahan, akan menimbulkan komplikasi salah satunya perdarahan.


Untuk mengatasinya, dengan mengganti balutan apabila basah dan dibersihkan dengan
kain/lap yang berguna untuk mendorong terjadinya penyembuhan.
2) Mengganti popok apabila basah terkena air kencing.

3) Mengajarkan orang tua tentang personal hygiene yang baik bagi anak.

4) Membersihkan daerah luka setiap hari dengan sabun dan air serta menerpkan prinsip
protektif.

*PARAFIMOSIS

A. Definisi

Paraphimosis adalah sebuah kondisi serius yang bisa terjadi hanya pada laki-laki dan
anak laki-laki yang belum atau tidak disunat. Paraphimosis berarti kulup terjebak di belakang
kepala penis dan tidak dapat ditarik kembali ke posisi normal.

Kadang-kadang laki-laki yang tak disunat kulup mereka tertarik ke belakang saat
berhubungan seks, ketika mereka kencing atau ketika mereka membersihkan penis mereka.
Jika kulup yang tersisa di belakang kepala penis terlalu panjang, penis kemungkinan
mengalami pembengkakan sehingga kulup yang terperangkap di belakang kepala penis.

B. Etiologi

1. Akibat pemasangan kateter

2. Menarik Prepusium ke proksimal yang biasanya di lakukan pada


saat bersenggama/masturbasi atau sehabis pemasangan kateter tetapi tidak dikembalikan
ketempat semula secepatnya.

C. Pathogenesis

Preputium tidak bisa dikembalikan gangguan aliran balik vena dorsalis penis superfisial
udema gland penis eksttravasasi terjadi jeratan suplai darah << terjadi nekrosis

D. Manifestasi klinis

1. Udema gland penis

2. Nyeri

3. Jeratan pada penis


E. Tanda dan Gejala

1. Kulup tertarik ke belakang kepala penis

2. Sakit pada penis

F. Pengobatan

Perawatan yang baik untuk paraphimosis adalah dengan bersunat.

G. Penatalaksanaan

Prepusium diusahakan untuk dikembalikan secara manual dengan teknik memijat glans
selama 3-5 menit diharapkan edema berkurang dan secara perlahan-lahan prepusium
dikembalikan pada tempatnya. Jika usaha ini tidak berhasil, dilakukan dorsum insisi pada
jeratan sehingga prepusium dapat dikembalikan pada tempatnya. Setelah edema dan proses
inflamasi menghilang pasien dianjurkan untuk menjalani sirkumsisi.
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Tanyakan biodata klien.

2. Kaji keadaan umum klien.

3. Kaji penyebab fimosis, termasuk kongenital atau peradangan.

4. Dapatkan riwayat kesehatan sekarang untuk melihat adanya:

a) Kaji pola eliminasi

BAK:

1) Frekuensi : Jarang karena adanya retensi.

2) Jumlah : Menurun.

3) Intensitas : Adanya nyeri saat BAK.

b) Kaji kebersihan genital: adanya bercak putih.

c) Kaji perdarahan

d) Kaji tanda-tanda infeksi yang mungkin ada

5. Obsevasi adanya manifestasi:

a) Gangguan aliran urine berupa sulit BAK, pancaran urine mengecil dan deras.

b) Menggelembungnya ujung prepusium penis saat miksi,

c) Adanya inflamasi.

6. Kaji mekanisme koping pasien dan keluarga

7. Kaji pasien saat pra dan post operasi

B. Diagnosa Keperawatan

Pre Operasi
1. Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi saluran urinaria.

2. Cemas berhubungan dengan krisis situasional.

3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif.

Post Operasi

1. Nyeri akut berhubungan nengan agen cedera fisik.

2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.

3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif.

C. Intervensi Keperawatan

Pre Operasi

1. Diagnosa 1

Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi saluran urinaria.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan eliminasi urine
lancar.

a) NOC : Pengawasan urine

Kriteria Hasil :

1) Mengatakan keinginan untuk BAK.

2) Menentukan pola BAK.

3) Bebas dari kebocoran urine sebelum BAK.

4) Mampu memulai dan mengakhiri aliran BAK.

Keterangan skala :

1: tidak pernah menunjukkan

2: jarang menunjukkan

3: kadang menunjukan

4: sering menunjukkan

5: selalu menunjukkan

b) NIC : Perawatan Retensi Urine


Intervensi :

1) Monitor intake dan out put.

2) Monitor distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi.

3) Sediakan perlak dikasur.

4) Gunakan kekuatan dari keinginan untuk BAK ditoilet.

5) Jaga privasi untuk eliminasi.

6) Berikan waktu berkemih dengan interval reguler, jika diperlukan.

2. Diagnosa II

Cemas berhubungan dengan krisis situasional.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kecemasan
pasien berkurang.

a) NOC : Kontrol cemas

Kriteria Hasil :

1) Tingkat kecemasan dalam batas normal.

2) Mengetahui penyebab cemas.

3) Mengetahui stimulus yang menyebabkan cemas.

4) Tidur adekuat.

Keterangan skala:

1: tidak pernah menunjukkan

2: jarang menunjukkan

3: kadang menunjukan

4: sering menunjukkan

5: selalu menunjukkan

b) NIC : Pengurangan Cemas

Intervensi :

1) Ciptakan suasana yang tenang.


2) Dengarkan dengan penuh perhatian.

3) Kuatkan kebiasaan yang mendukung.

4) Ciptakan hubungan saling percaya dengan klien dan keluarga.

5) Identifikasi perubahan tingkat kecemasan

6) Temani pasien.

7) Gunakan pendekatan dan sentuhan.

8) Jelaskan seluruh prosedur tindakan pada klien.

3. Diagnosa III

Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan keluarga dan
pasien mengerti akan tindakan yang akan dilakukan.

a) NOC : Pengetahuan tentang penyakit

Kriteria hasil :

1) Familiar dengan penyakit.

2) Mendeskripsikan proses penyakit.

3) Mendeskripsikan efek penyakit.

4) Mendeskripsikan komplikasi.

Keterangan skala:

1: tidak pernah menunjukkan

2: jarang menunjukkan

3: kadang menunjukan

4: sering menunjukkan

5: selalu menunjukkan

b) NIC : Mengajarkan proses penyakit

1) Observasi kesiapan klien untuk mendengar.

2) Tentukan tingkat pengetahuan klien sebelumnya.


3) Jelaskan proses penyakit.

4) Diskusikan gaya hidup yang bisa untuk mencegah komplikasi.

5) Diskusikan tentang pilihan terapi.

6) Hindarkan harapan kosong.

7) Instruksikan pada klien dan keluarga tentang tanda dan gejala untuk melaporkan pada
pemberi perawatan kesehatan dengan cara yang tepat.

Post operasi

1. Diagnosa 1

Nyeri akut berhubungan nengan agen cedera fisik.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri
berkurang.

a) NOC : kontrol nyeri

Kriteria hasil :

1) Mengenali faktor penyebab.

2) Menggunakan metode pencegahan.

3) Mengenali gejala-gejala nyeri.

4) Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan.

Keterangan skala :

1: tidak dilakukan sama sekali

2: jarang dilakukan

3: kadang dilakukan

4: sering dilakukan

5: selalu dilakukan

b) NIC : pain management

Intervensi :

1) Kaji nyeri secara komprehensif.

2) Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan.


3) Gunakan komunikasi terapeutik.

4) Kaji latar belakang budaya pasien.

5) Beri dukungan terhadap pasien dan keluarga.

6) Beri informasi tentang nyeri.

7) Tingkatkan tidur yang cukup.

8) Berikan analgetik sesuai kebutuhan.

2. Diagnosa II

Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan resiko infeksi
tidak terjadi.

a) NOC : kontrol infeksi: knowledge

Kriteria hasil :

1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi.

2) Menunjukan perilaku hidup normal.

3) Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi.

Keterangan skala:

1: tidak pernah menunjukkan

2: jarang menunjukkan

3: kadang menunjukan

4: sering menunjukkan

5: selalu menunjukkan

b) NIC : infection kontrol

Intervensi :

1) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.

2) Batasi jumlah pengunjung.

3) Tingkatkan intake nutrisi.


4) Berikan terapi antibiotik.

5) Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat.

3. Diagnosa III

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan cairan
terpenuhi.

a) NOC : fluid balance

Kriteria hasil :

1) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan berat badan.

2) Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.

3) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.

Keterangan skala:

1: tidak pernah menunjukkan

2: jarang menunjukkan

3: kadang menunjukan

4: sering menunjukkan

5: selalu menunjukkan

b) NIC : fluid management

Intervensi :

1) Timbang popok jika diperlukan.

2) Pertahankan cairan intake dan output yang akurat.

3) Monitor status hidrasi.

4) Monitor TTV.

5) Dorong keluarga untuk membantu pasien makan.

6) Kolaborasi dengan dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk.


D. Evaluasi

Pre Operasi SKALA

1. Diagnosa 1

Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan

infeksi saluran urinaria.

a) Mengatakan keinginan untuk BAK. 4

b) Menentukan pola BAK. 4

c) Bebas dari kebocoran urine sebelum BAK. 3

d) Mampu memulai dan mengakhiri aliran BAK. 4

2. Diagnosa II

Cemas berhubungan dengan krisis situasional.

a) Tingkat kecemasan dalam batas normal. 5

b) Mengetahui penyebab cemas. 3

c) Mengetahi stimulus yang menyebabkan cemas. 4

d) Tidur adekuat. 4

3. Diagnosa III

Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif.

a) Familiar dengan penyakit. 3

b) Mendeskripsikan proses penyakit. 3

c) Mendeskripsikan efek penyakit. 4

d) Mendeskripsikan komplikasi. 3

Post Operasi

1) Diagnosa 1

Nyeri akut berhubungan nengan agen cedera fisik.

a) Mengenali faktor penyebab. 4

b) Menggunakan metode pencegahan. 3

c) Mengenali gejala nyeri. 4


d) Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan. 5

2) Diagnosa II

Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

a) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi. 4

b) Menunjukkan perilaku hidup normal. 4

c) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi. 3

3) Diagnosa III

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan

kehilangan volume cairan aktif

a) Mempertahankan urine output sesuai dengan 4

usia dan berat badan

b) Tekanan darah, nadi, dan suhu tubuh dalam batas normal. 3

c) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi. 4


BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

Fimosis adalah suatu penyempitan lubang kulit preputium, sehingga tidak dapat ditarik
(diretraksi) ke atas glans penis.ini disebabkan oleh infeksi bakteri karena tidak adanya
proteksi diri yang adekuat.

Paraphimosis adalah sebuah kondisi serius yang bisa terjadi hanya pada laki-laki dan anak
laki-laki yang belum atau tidak disunat. Paraphimosis berarti kulup terjebak di belakang
kepala penis dan tidak dapat ditarik kembali ke posisi normal

SARAN

Dengan adanya makalah dengan kasus fimosis dan parafimosis pada anak,di harapkan
mahasiswa dapat mengerti tentang pengertian, etiologi dan patofisiolgi serta mampu
memberikan suatu asuhan keperawatan yang benar pada anak yang menderita fimosis dan
parafimosis.
DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, Jakarta: EGC

Haws., Paulette S., 2008, Asuhan Neonatus Rujukan Cepat, Jakarta: EGC

http://brebes-medical-bloggers.blogspot.com/2011/10/fimosis-dan-parafimosis.html

http://dominggushalla.blogspot.com/2009/06/asuhan-keperawatan-pada-anak-dengan.html
New

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Pada saat ini banyak sekali masalah peyakit yang timbul pada bayi dan anak. Banyak sekali
faktor pencetus yang membuat anak tersebut mengidap penyakit tersebut, seperti faktor
keturunan, faktor bawaan , ataupun karena terinfeksi oleh bakteri ataupun virus.

Pada akhir tahun pertama kehidupan, retraksi kulit preputium ke belakang sulkus. Glandularis
hanya dapat dilakukan pada sekitar 50% anak laki-laki, hal ini meningkat menjadi 89% pada
saat usia tiga tahun. Insidens fimosis adalah sebesar 8% pada usia 6 sampai 7 tahun dan 1%
pada laki-laki usia 16 sampai 18 tahun. Pada pria yang lebih tua, fimosis bisa terjadi akibat
iritasi menzhun. Fimosis bisa mempengaruhi proses berkemih dan aktivitas seksual. Biasanya
keadaan ini diatasi dengan melakukan penyunatan (sirkumsisi). Suatu penelitian lain juga
mendapatkan bahwa hanya 4% bayi yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke
belakang penis pada saat lahir, namun mencapai 90% pada saat usia 3 tahun dan hanya 1%
laki-laki berusia 17 tahun yang masih mengalami fimosis kongenital. Walaupun demikian,
penelitian lain mendapatkan hanya 20% dari 200 anak laki-laki berusia 5-13 tahun yang
seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis. Pada akhir tahun pertama
kehidupan, retraksi kulit prepusium ke belakang sulkus glandularis hanya dapat dilakukan
pada sekitar 50% anak laki-laki; hal ini meningkat menjadi 89% pada saat usia tiga tahun.
Insidens fimosis adalah sebesar 8% pada usia 6 sampai 7 tahun dan 1% pada laki-laki usia 16
sampai 18 tahun.

Parafimosis harus dianggap sebagai kondisi darurat karena retraksi prepusium yang terlalu
sempit di belakang glans penis ke sulkus glandularis dapat mengganggu perfusi permukaan
prepusium distal dari cincin konstriksi dan juga pada glans penis dengan risiko terjadinya
nekrosis.Fimosis, baik merupakan bawaan sejak lahir (kongenital) maupun didapat,
merupakan kondisi dimana kulit yang melingkupi kepala penis (glans penis) tidak bisa ditarik
ke belakang untuk membuka seluruh bagian kepala penis. Kulit yang melingkupi kepala
penis tersebut juga dikenal dengan istilah kulup, prepuce, preputium, atau foreskin.
Preputium terdiri dari dua lapis, bagian dalam dan luar, sehingga dapat ditarik ke depan dan
belakang pada batang penis. Pada fimosis, lapis bagian dalam preputium melekat pada glans
penis. Kadangkala perlekatan cukup luas sehingga hanya bagian lubang untuk berkemih
(meatus urethra externus) yang terbuka.

Salah satu dari penyakit yang berisiko tinggi untuk anak – anak adalah fimosis. Fimosis
adalah peyakit menganggu saluran perkemihan atau eliminasi pada anak yang baru lahir.
Penyebab penyakit ini adalah infeksi bakteri yang menyerang pada penis bayi yang baru
lahir, Sampai saat ini penyebab lain dari penyakit ini. Dan untuk pencegahanya juga belum
diketahui dengan pasti untuk mencegah penyakit ini supaya tidak dapat timbul.

I.2. Tujuan Penulisan


1.Tujuan Umum:

Mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan pada anak dengan penyakit fimosis

2. Tujuan Khusus :

a. Mengetahui pengkajian pada penyakit fimosis

b. Mengetahui pengertian pada penyakit fimosis

c. Mengetahui Etiologi, gejala, tindakan yang tepat untuk mengatasi fimosis

d. Mengetahui evaluasi yang di harapkan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 FIMOSIS

A. Definisi

Fimosis adalah penyempitan pada prepusium. Kelainan ini juga menyebabkan bayi/anak
sukar berkemih. Kadang-kadang begitu sukar sehingga kulit prepusium menggelembung
seperti balon. Bayi/anak sering menangis keras sebelum urine keluar.

Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis) timbul kemudian
setelah lahir. Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene) alat kelamin yang buruk,
peradangan kronik glans penis dan kulit preputium (balanoposthitis kronik), atau penarikan
berlebihan kulit preputium (forceful retraction) pada fimosis kongenital yang akan
menyebabkan pembentukkan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputium yang
membuka.

B. Anatomi dan Fisiologi

Penis terdiri jaringan kavernosa (erektil) dan dilalui uretra. Ada dua permukaan yaitu
permukaan posterior penis teraba lunak (dekat uretra) dan permukaan dorsal. Jaringan erektil
penis tersusun dalam tiga kolom longitudinal, yaitu sepasang korpus kavernosum dan sebuah
korpus spongiousum di bagian tengah. Ujung penis disebut glans. Glands penis ini
mengandung jaringan erektil dan berlanjut ke korpus spongiosum. Glans dilapisi lapisan kulit
tipis berlipat, yang dapat ditarik ke proksimal disebut prepusium (kulit luar), prepusium ini
dibuang saat dilkukan pembedahaan (sirkumsisi). Penis berfungsi sebagai penetrasi. Penetrasi
pada wanita memungkinkan terjadinya deposisi semen dekat serviks uterus.

C. Etiologi

Didapat --->akibat adanya infeksi di preputium dan glands penis, higiens yang kurang.

Peradangan--->udema--->menggelembung.

Pasca infeksi--->merusak sel-sel radang--->preputium tidak bisa ditarik ke proksimal.

Dalam kebanyakan kasus, fimosis adalah bawaan lahir. Pada kasus yang lebih jarang, fimosis
terjadi karena kulup kehilangan kemampuan peregangan, misalnya karena peradangan atau
luka akibat pembukaan paksa kepala penis. Pembentukan jaringan parut dari bekas luka itu
mencegah peregangan kulup.

D. Patofisiologi

Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adesi alamiah antara
preputium dengan glans penis. Hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan berkembang dan
debris yang dihasilkan oleh epitel preputium (smegma) mengumpul didalam preputium dan
perlahan-lahan memisahkan preputium dari glans penis. Ereksi penis yang terjadi secara
berkala membuat preputium terdilatasi perlahan-lahan sehingga preputium menjadi retraktil
dan dapat ditarik ke proksimal.

Fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir terjadi karena ruang di antara kutup dan penis
tidak berkembang dengan baik. Kondisi ini menyebabkan kulup menjadi melekat pada kepala
penis, sehingga sulit ditarik ke arah pangkal. Penyebabnya bisa dari bawaan dari lahir, atau
didapat, misalnya karena infeksi atau benturan.

E. Tanda dan Gejala


1. Penis membesar dan menggelembung akibat tumpukan urin

2. Kadang-kadang keluhan dapat berupa ujung kemaluan menggembung saat mulai buang air
kecil yang kemudian menghilang setelah berkemih. Hal tersebut disebabkan oleh karena urin
yang keluar terlebih dahulu tertahan dalam ruangan yang dibatasi oleh kulit pada ujung penis
sebelum keluar melalui muaranya yang sempit.

3. Biasanya bayi menangis dan mengejan saat buang air kecil karena timbul rasa sakit.

4. Kulit penis tak bisa ditarik kea rah pangkal ketika akan dibersihkan

5. Air seni keluar tidak lancar. Kadang-kadang menetes dan kadang-kadang memancar
dengan arah yang tidak dapat diduga

6. Bisa juga disertai demam

7. Iritasi pada penis.

F. Komplikasi

1. Ketidaknyamanan/nyeri saat berkemih

2. Akumulasi sekret dan smegma di bawah preputium yang kemudian terkena infeksi
sekunder dan akhirnya terbentuk jaringan parut.

3. Pada kasus yang berat dapat menimbulkan retensi urin.

4. Penarikan preputium secara paksa dapat berakibat kontriksi dengan rasa nyeri dan
pembengkakan glans penis yang disebut parafimosis.

5. Pembengkakan/radang pada ujung kemaluan yang disebut ballonitis.

6. Timbul infeksi pada saluran air seni (ureter) kiri dan kanan, kemudian menimbulkan
kerusakan pada ginjal.

7. Fimosis merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker penis.

G. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan medis

a. Fimosis disertai balanitis xerotica obliterans dapat diberikan salep dexamethasone 0,1%
yang dioleskan 3-4 kali sehari dan diharapkan setelah 6 minggu pemberian prepusium dapat
diretraksi spontan.

b. Dengan tindakan sirkumsisi, apabila fimosis sampai menimbulkan gangguan miksi pada
klien. Dengan bertambahnya usia, fimosis akan hilang dengan sendirinya.

2. Prinsip terapi dan manajemen keperawatan

a. Perawatan rutin pra bedah.


1) Menjaga kebersihan bagian alat kelamin untuk mencegah adanya kuman atau bakteri
dengan air hangat dan sabn mandi.

2) Penis harus dibersihkan secara seksama dan bayi tidak boleh ditinggalkan sendiri
berbaring seperti popok yang basah dalam waktu yang lama.

b. Perawatan pasca bedah

1) Setelah dilakukan pembedahan, akan menimbulkan komplikasi salah satunya perdarahan.


Untuk mengatasinya, dengan mengganti balutan apabila basah dan dibersihkan dengan
kain/lap yang berguna untuk mendorong terjadinya penyembuhan.

2) Mengganti popok apabila basah terkena air kencing.

3) Mengajarkan orang tua tentang personal hygiene yang baik bagi anak.

4) Membersihkan daerah luka setiap hari dengan sabun dan air serta menerpkan prinsip
protektif.

2.2 PARAFIMOSIS

A. Definisi

Paraphimosis adalah sebuah kondisi serius yang bisa terjadi hanya pada laki-laki dan
anak laki-laki yang belum atau tidak disunat. Paraphimosis berarti kulup terjebak di belakang
kepala penis dan tidak dapat ditarik kembali ke posisi normal.

Kadang-kadang laki-laki yang tak disunat kulup mereka tertarik ke belakang saat
berhubungan seks, ketika mereka kencing atau ketika mereka membersihkan penis mereka.
Jika kulup yang tersisa di belakang kepala penis terlalu panjang, penis kemungkinan
mengalami pembengkakan sehingga kulup yang terperangkap di belakang kepala penis.

B. Etiologi

1. Akibat pemasangan kateter

2. Menarik Prepusium ke proksimal yang biasanya di lakukan pada


saat bersenggama/masturbasi atau sehabis pemasangan kateter tetapi tidak dikembalikan
ketempat semula secepatnya.

C. Pathogenesis

Preputium tidak bisa dikembalikan gangguan aliran balik vena dorsalis penis
superfisial udema gland penis eksttravasasi terjadi jeratan
suplai darah << terjadi nekrosis

D. Manifestasi klinis
1. Udema gland penis

2. Nyeri

3. Jeratan pada penis

E. Tanda dan Gejala

1. Kulup tertarik ke belakang kepala penis

2. Sakit pada penis

F. Pengobatan

Perawatan yang baik untuk paraphimosis adalah dengan bersunat.

G. Penatalaksanaan

Prepusium diusahakan untuk dikembalikan secara manual dengan teknik memijat glans
selama 3-5 menit diharapkan edema berkurang dan secara perlahan-lahan prepusium
dikembalikan pada tempatnya. Jika usaha ini tidak berhasil, dilakukan dorsum insisi pada
jeratan sehingga prepusium dapat dikembalikan pada tempatnya. Setelah edema dan proses
inflamasi menghilang pasien dianjurkan untuk menjalani sirkumsisi.

BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Tanyakan biodata klien.

2. Kaji keadaan umum klien.

3. Kaji penyebab fimosis, termasuk kongenital atau peradangan.

4. Dapatkan riwayat kesehatan sekarang untuk melihat adanya:

a) Kaji pola eliminasi

BAK:

1) Frekuensi : Jarang karena adanya retensi.

2) Jumlah : Menurun.
3) Intensitas : Adanya nyeri saat BAK.

b) Kaji kebersihan genital: adanya bercak putih.

c) Kaji perdarahan

d) Kaji tanda-tanda infeksi yang mungkin ada

5. Obsevasi adanya manifestasi:

a) Gangguan aliran urine berupa sulit BAK, pancaran urine mengecil dan deras.

b) Menggelembungnya ujung prepusium penis saat miksi,

c) Adanya inflamasi.

6. Kaji mekanisme koping pasien dan keluarga

7. Kaji pasien saat pra dan post operasi

B. Diagnosa Keperawatan

Pre Operasi

1. Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi saluran urinaria.

2. Cemas berhubungan dengan krisis situasional.

3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif.

Post Operasi

1. Nyeri akut berhubungan nengan agen cedera fisik.

2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.

3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif.

C. Intervensi Keperawatan

Pre Operasi

1. Diagnosa 1

Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi saluran urinaria.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan eliminasi urine
lancar.

a) NOC : Pengawasan urine

Kriteria Hasil :
1) Mengatakan keinginan untuk BAK.

2) Menentukan pola BAK.

3) Bebas dari kebocoran urine sebelum BAK.

4) Mampu memulai dan mengakhiri aliran BAK.

Keterangan skala :

1: tidak pernah menunjukkan

2: jarang menunjukkan

3: kadang menunjukan

4: sering menunjukkan

5: selalu menunjukkan

b) NIC : Perawatan Retensi Urine

Intervensi :

1) Monitor intake dan out put.

2) Monitor distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi.

3) Sediakan perlak dikasur.

4) Gunakan kekuatan dari keinginan untuk BAK ditoilet.

5) Jaga privasi untuk eliminasi.

6) Berikan waktu berkemih dengan interval reguler, jika diperlukan.

2. Diagnosa II

Cemas berhubungan dengan krisis situasional.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kecemasan
pasien berkurang.

a) NOC : Kontrol cemas

Kriteria Hasil :

1) Tingkat kecemasan dalam batas normal.

2) Mengetahui penyebab cemas.

3) Mengetahui stimulus yang menyebabkan cemas.


4) Tidur adekuat.

Keterangan skala:

1: tidak pernah menunjukkan

2: jarang menunjukkan

3: kadang menunjukan

4: sering menunjukkan

5: selalu menunjukkan

b) NIC : Pengurangan Cemas

Intervensi :

1) Ciptakan suasana yang tenang.

2) Dengarkan dengan penuh perhatian.

3) Kuatkan kebiasaan yang mendukung.

4) Ciptakan hubungan saling percaya dengan klien dan keluarga.

5) Identifikasi perubahan tingkat kecemasan

6) Temani pasien.

7) Gunakan pendekatan dan sentuhan.

8) Jelaskan seluruh prosedur tindakan pada klien.

3. Diagnosa III

Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan keluarga dan
pasien mengerti akan tindakan yang akan dilakukan.

a) NOC : Pengetahuan tentang penyakit

Kriteria hasil :

1) Familiar dengan penyakit.

2) Mendeskripsikan proses penyakit.

3) Mendeskripsikan efek penyakit.

4) Mendeskripsikan komplikasi.
Keterangan skala:

1: tidak pernah menunjukkan

2: jarang menunjukkan

3: kadang menunjukan

4: sering menunjukkan

5: selalu menunjukkan

b) NIC : Mengajarkan proses penyakit

1) Observasi kesiapan klien untuk mendengar.

2) Tentukan tingkat pengetahuan klien sebelumnya.

3) Jelaskan proses penyakit.

4) Diskusikan gaya hidup yang bisa untuk mencegah komplikasi.

5) Diskusikan tentang pilihan terapi.

6) Hindarkan harapan kosong.

7) Instruksikan pada klien dan keluarga tentang tanda dan gejala untuk melaporkan pada
pemberi perawatan kesehatan dengan cara yang tepat.

Post operasi

1. Diagnosa 1

Nyeri akut berhubungan nengan agen cedera fisik.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri
berkurang.

a) NOC : kontrol nyeri

Kriteria hasil :

1) Mengenali faktor penyebab.

2) Menggunakan metode pencegahan.

3) Mengenali gejala-gejala nyeri.

4) Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan.

Keterangan skala :

1: tidak dilakukan sama sekali


2: jarang dilakukan

3: kadang dilakukan

4: sering dilakukan

5: selalu dilakukan

b) NIC : pain management

Intervensi :

1) Kaji nyeri secara komprehensif.

2) Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan.

3) Gunakan komunikasi terapeutik.

4) Kaji latar belakang budaya pasien.

5) Beri dukungan terhadap pasien dan keluarga.

6) Beri informasi tentang nyeri.

7) Tingkatkan tidur yang cukup.

8) Berikan analgetik sesuai kebutuhan.

2. Diagnosa II

Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan resiko infeksi
tidak terjadi.

a) NOC : kontrol infeksi: knowledge

Kriteria hasil :

1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi.

2) Menunjukan perilaku hidup normal.

3) Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi.

Keterangan skala:

1: tidak pernah menunjukkan

2: jarang menunjukkan

3: kadang menunjukan
4: sering menunjukkan

5: selalu menunjukkan

b) NIC : infection kontrol

Intervensi :

1) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.

2) Batasi jumlah pengunjung.

3) Tingkatkan intake nutrisi.

4) Berikan terapi antibiotik.

5) Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat.

3. Diagnosa III

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan cairan
terpenuhi.

a) NOC : fluid balance

Kriteria hasil :

1) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan berat badan.

2) Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.

3) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.

Keterangan skala:

1: tidak pernah menunjukkan

2: jarang menunjukkan

3: kadang menunjukan

4: sering menunjukkan

5: selalu menunjukkan

b) NIC : fluid management

Intervensi :

1) Timbang popok jika diperlukan.


2) Pertahankan cairan intake dan output yang akurat.

3) Monitor status hidrasi.

4) Monitor TTV.

5) Dorong keluarga untuk membantu pasien makan.

6) Kolaborasi dengan dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk.

D. Evaluasi

Pre Operasi SKALA

1. Diagnosa 1

Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan

infeksi saluran urinaria.

a) Mengatakan keinginan untuk BAK. 4

b) Menentukan pola BAK. 4

c) Bebas dari kebocoran urine sebelum BAK. 3

d) Mampu memulai dan mengakhiri aliran BAK. 4

2. Diagnosa II

Cemas berhubungan dengan krisis situasional.

a) Tingkat kecemasan dalam batas normal. 5

b) Mengetahui penyebab cemas. 3

c) Mengetahi stimulus yang menyebabkan cemas. 4

d) Tidur adekuat. 4

3. Diagnosa III

Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif.

a) Familiar dengan penyakit. 3

b) Mendeskripsikan proses penyakit. 3

c) Mendeskripsikan efek penyakit. 4

d) Mendeskripsikan komplikasi. 3

Post Operasi
1) Diagnosa 1

Nyeri akut berhubungan nengan agen cedera fisik.

a) Mengenali faktor penyebab. 4

b) Menggunakan metode pencegahan. 3

c) Mengenali gejala nyeri. 4

d) Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan. 5

2) Diagnosa II

Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif

a) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi. 4

b) Menunjukkan perilaku hidup normal. 4

c) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi. 3

3) Diagnosa III

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan

kehilangan volume cairan aktif

a) Mempertahankan urine output sesuai dengan 4

usia dan berat badan

b) Tekanan darah, nadi, dan suhu tubuh dalam batas normal. 3

c) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi. 4


BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Fimosis adalah suatu penyempitan lubang kulit preputium, sehingga tidak dapat ditarik
(diretraksi) ke atas glans penis.ini disebabkan oleh infeksi bakteri karena tidak adanya
proteksi diri yang adekuat.

Paraphimosis adalah sebuah kondisi serius yang bisa terjadi hanya pada laki-laki dan anak
laki-laki yang belum atau tidak disunat. Paraphimosis berarti kulup terjebak di belakang
kepala penis dan tidak dapat ditarik kembali ke posisi normal

4.2 SARAN

Dengan adanya makalah dengan kasus fimosis dan parafimosis pada anak,di harapkan
mahasiswa dapat mengerti tentang pengertian, etiologi dan patofisiolgi serta mampu
memberikan suatu asuhan keperawatan yang benar pada anak yang menderita fimosis dan
parafimosis.
DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, Jakarta: EGC

Haws., Paulette S., 2008, Asuhan Neonatus Rujukan Cepat, Jakarta: EGC

http://brebes-medical-bloggers.blogspot.com/2011/10/fimosis-dan-parafimosis.html

http://dominggushalla.blogspot.com/2009/06/asuhan-keperawatan-pada-anak-dengan.html

Вам также может понравиться