Вы находитесь на странице: 1из 9

SATUAN ACARA

PENYULUHAN PERILAKU
HIDUP BERSIH DAN SEHAT
(PHBS)

DISUSUN OLEH
YUNIANINGSIH RORO INGGIRANI
PO 0220213 035

POLITEKNIK KESEHATAN PALU


PRODI KEPERAWATAN POSO
LAPORAN PENDAHULUAN
GAGAL NAPAS AKUT

A. Pengertian
1. Gagal napas akut adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga terjadi hipoksia,
hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbon dioksida arteri), dan asidosis (Corwin, 2009).
2. Gagal napas akut adalah memburuknya proses pertukaran gas paru yang mendadak dan
mengancam jiwa, menyebabkan retensi karbon dioksida dan oksigen yang tidak adekuat
(Morton, 2011).
3. Gagal napas akut adalah suatu keadaan klinis yaitu sistem pulmonal tidak mampu
mempertahankan pertukaran gas yang adekuat (Chang, 2009).

B. Klasifikasi
1. Gagal Nafas Hipoksemia
2. Gagal Nafas Hiperkapnia

C. Etiologi
1. Depresi Sistem Saraf Pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang
mengendalikan pernafasan, terletak dibawah batang otak ( pons dan medulla ) sehingga
pernafasan lambat dan dangkal.
2. Kelainan Neurologis Primer
Akan mempengaruhi fungsi pernafasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan menjalar
melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-
otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot- otot pernafasan
atau pertemuan neuromuskuler yang terjadi pada pernafasan akan / sangat mempengaruhi
ventilasi.
3. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermontor dapat menjadi penyebab gagal nafas. Kecelakaan yang
mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan pendarahan dari hidung dan mulut dapat
mengarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernafasan. Hemothoraks, pnemothoraks
dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin menyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat
terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki
patologi yang mendasar.
4. Penyakit Akut Paru
Pneumonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pneumonia kimiawi atau pneumonia
diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam.

[1]
Asma bronchial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain
yang menyebabkan gagal nafas.
Efusi pleura merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi
paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakit paru yang mendasari, penyakit pleura atau
trauma dan cidera ini dapat menyebabkan gagal nafas.

D. Patofisiologi
Gagal nafas ada suatu macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing-
masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul
pada pasien yang parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan
penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru
kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batu
bara). Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara
bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekerusakan asalnya. Pada
gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang irefersibel.Indikator gagal nafas telah
frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi pernafasan normal ialah 16-20x/mnt,
tindakan yang dilakukan memberi memberi bantual ventilator karena “kerja pernafasan”
menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi
yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang
mengendalikan pernafasan terletak dibawah batang otak (pons dan medulla). Pada pasien
dengan kasus anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, menengitis, hipoksia dan
hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi
cepat dan dangkal.
Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena
terdapat agen menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkan atau dengan meningkatkan
efek dari analgetik. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas
akut, walaupun terjadi hipoksemia, hiperkarbia, dan asedemia yang berat. Tanda utama dari
kecapaian pernafasan adalah penggunaan otot bantu nafas, takipnea, takikardia, menurunnya
tidal volume, pola nafas ireguler atau terengah-engah (gasping) dan gerakan abdomen yang
para doksal.
Hipoksemia akut dapat menyebabkan berbagai masalah termasuk aritmia jantung dan
koma. Terdapat gangguan kesadaran berupa konfusi. PaO2 rendah yang kronis dapat
ditoleransi oleh penderita yang mempunyai 60mmHg (cadangan kerja jantung yang adekuat).
Hipoksia alveolar (PaO2) dapat menyebabkan vaso kontriksi arteriolar paru dan meningkatnya
resistensi vaskuler paru dalam beberapa minggu sampai berbulan-bulan, menyebabkan
hipertensi pulmona, hipertrofi jantung kana (korpulmonale) dan pada akhirnya gagal jantung

[2]
kanan.Hiperkapnia dapat menyebabkan asidemia. Menurunnya pH otak yang akut
meningkatkan drive ventilasi. Dengan berjalannya waktu, kapasitas bufer di otak meningkat,
dan akhirnya terjadi penumpukan terhadap rangsangan turunnya pH di otak dengan akibatnya
drive tersebut akan menurun. Efek hiperkapnia akut kurang dapat ditoleransi daripada yang
kronis, yaitu berupa gangguan sensorium dan gangguan personalia yang ringan, nyeri kepala,
sampai konfusi dan narkosis. Hiperkapnia juga menyebabakan dilatasi pembuluh darah otak
dan peningkatan tekanan intrakranial ( menyebabkan vasokontriksi asidemia yang terjadi bila
hebat) pH arteriolar paru, dilatasi vaskuler sistemik, kontraktilitas miokart menurun,
hiperkalemia, hipotensi dan kepekaan jantung meningkat sehingga dapat terjadi aritmia yang
mengancam nyawa.

E. Manifestasi Klinis
1. Tanda
a. Gagal Nafas Total
1) Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar atau di rasakan.
2) Pada gerakan pernafasan spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga serta tidak
ada pengembangan dada pada inspirasi.
3) Adanya kesulitan inflansi paru dalam usaha memberikan ventilasi buatan.

b. Gagal Nafas Parsial


1) Terdengar suara nafas tambahan gargling, snring, growing dan wheezing.
2) Ada retraksi dada

2. Gejala
a. Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran ( PCO2 ).
b. Hipoksemia yaitu takikardia, glisah, berkeringat atau sianosis ( PO2 ) menurun.

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan gas- gas darah arteri
Hipoksemia ringan : PaO2 < 80 mmHg
Hipoksemia sedang : PaO2 < 60 mmHg
Hipoksemia berat : PaO2 < 40 mmHg
2. Pemeriksaan rontgen dada melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit
yang tidak diketahui.
3. Hemodinamik : Tipe 1 terjadi peningkatan PCWP.

[3]
4. EKG mungkin memperhatikan bukti- bukti regangan jantung di sisi kanan distritmia.

G. Penatalaksanaan
1. Terapi oksigen
Pemberian oksigen kecepatan rendah : masker venture atau nasal prong.
2. Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kintinu ( CPAP ) atau PEEP.
3. Inhalasi nabuliser.
4. Pemantauan hemodinamik/jantung.
5. Pengobatan Brokodilator Steroid.

[4]
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian

a. Airway

1. Terdapat secret di jalan nafas (sumbatan jalan nafas)


2. Bunyi nafas krekels, ronchi, dan wheezing

b. Breathing

1. Distress pernafasan: pernafasan cuping hidung, takhipnea / bradipnea


2. Menggunakan otot asesoris pernafasan
3. Kesulitan bernafas: lapar udara, diaforesis, dan sianoasis
4. Pernafasan memakai alat Bantu nafas

c. Circulation

1. Penurunan curah jantung, gelisah, letargi, takikardi


2. Sakit kepala
3. Gangguan tingkat kesadaran: gelisah, mengantuk, gangguan mental (ansietas,
cemas)

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru.


2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi perfusi sekunder
terhadap hipoventilasi.
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan curah jantung.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pola
pernafasan yang efektif.
Criteria hasil :
Pasien menunjukkan
a. Frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan normal.
b. Adanya penurunan dispneu.
c. Gas- gas darah dalam batas normal.

[5]
Intervensi :
a. Kaji frekuensi, kedalaman dan kualitas pernafasan serta pola pernafasan.
b. Kaji tanda vital dan tingkat kesadaran setiao jam.
c. Monitor pemberian trakeostomi bila PaCO2 50 mmHg atau PaCO2 < 60 mmHg.
d. Berikan oksigen dalam bantuan ventilasi dan himidifient sesuai dengan pesanan.
e. Pantau dan catat gas-gas darah sesuai indikasi : kaji kecenderungan kenaikan PaCO2 atau
kecenderungan penurunan PaO2.
f. Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap 1 jam.
g. Pertahankan tirah baring dengan kepala tempat tidur ditinggikan 30-45 derajat untuk
mengoptimalkan pernafasan.
h. Berikan dorongan untuk batuk dan nafas dalam, bantu pasien untuk membebat dada
selama batuk.
i. Instruksikan pasien untuk melakukan pernafasan diagpragma atau bibir.
j. Beri bantuan ventilasi mekanik 5 mmHg/jam. PaO2 tidak dapat dipertahankan pada 60
mmHg atau lebih, atau pasien memperlihatkan keletihan atau depresi mental atau sekresi
menjadi sulit untuk diatasi.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi perfusi


sekunder terhadap hipoventilasi.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pertukaran
gas yang adekuat.
Criteria hasil :
Pasien mampu menunjukkan :
a. Bunyi paru bersih.
b. Warna kulit normal.
c. Gas-gas dalam batas normal untuk usia yang diperkirakan.
Intervensi :
a. Kaji tehadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkania.
b. TD, nadi apical dan tingkat kesadaran setiap 1jam dan prn, laporkan perubahan tingkat
kesadaran pada dokter.
c. Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan kenaikan dalam
PaCO2 atau penurunan dalam PaO2.
d. Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP atau
PEEP.
e. Auskultasi dada untuk mendengar bunyi nafas setiap jam.

[6]
f. Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan atau
penyinpangan.
g. Pantau irama jantung.
h. Berikan cairan parenteral sesuia pesanan.
i. Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotic, steroid.
j. Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen.

3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan curah jantung.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mampu mempertahankan pefusi
jaringan.
Criteria hasil :
Pasien mampu menunjukkan :
a. Status hemodinamik dalam batas normal.
b. TTV normal
Intervensi :
a. Kaji tngkat kesadaran.
b. Kaji penurunan perfusi jaringan.
c. Kaji status hemodinamik.
d. Kaji irama EKG.

[7]
DAFTAR PUSTAKA

http://k3-smk.blogspot.com/2013/01/pengertian-kesehatan-kerja.html

https://himakesja.wordpress.com/2008/12/14/kesehatan-kerja/

http://contohessnr.blog.com/2014/07/22/pengertian-kesehatan-kerja-menurut-ilo/

http://feris-inolva.blogspot.com/

http://kegawatdaruratan.blogspot.co.id/2008/02/asuhan-keperawatan-klien-gagal-napas.html

[8]

Вам также может понравиться