Вы находитесь на странице: 1из 22

BAB III

TUGAS KHUSUS

3.1 Judul
Evaluasi Panas Reaksi Reaktor I (D-2201) pada Unit Polimerisasi Kilang
Polypropylene PT. PERTAMINA RU-III PLAJU.

3.2 Latar Belakang


Pertumbuhan Industri Petrokimia sangat pesat, terutama dalam proses
polymerisasi, antara lain Polyethylene dan Polypropylene. Dalam mengimbangi
pesatnya perkembangan teknologi pada industry petrokimia tersebut, maka
dibutuhkan pula suatu kehandalan dan perhatian khusus dalam mengolahnya.
Kilang Polypropylene merupakan kilang yang dibangun untuk mengolah
RawPropane-Propylene yang dihasilkan dari Riser-Fluid Catalytic CrackingUnit
(RFCCU) kilang Sungai Gerong menjadi pellet Polypropylene (Polytam).
Pada kilang Polypropylene ini terdapat beberapa unit, yaitu :
 Polypropylene Purification Unit.
 Polypropylene Polimerization Unit.
 Finishing (Pelletizer) Unit.
 Bagging (Packaging Product) Unit.
Khususnya Unit Polypropylene, salah satu unsur yang sangat menentukan
adalah katalis yang digunakan dalam proses polymerisasi di Reaktor 1 Dimana
jenis dan spesifikasinya sudah baku dan sangat diperhitungkan dalam
pemakaiannya mengingat besarnya peranan katalis tersebut. Reaktor 1 ( D-2201)
dan reaktor overhead condensor ( E-2201) pada kilang Polypropylene terletak
pada bagian polymerization ( section). Pada unit ini, propylene cair diumpankan
menuju reaktor I dengan menggunakan Propylene Feed Pump (P-2209 A/B).
Reaksi yang terjadi pada reaktor I merupakan reaksi polimerisasi yang bersifat
eksotermis. Reaksi polymerisasi pada reaktor satu diatur secara isothermal.
Panas reaksi yang timbul akibat reaksi polimerisasi fase cair dalam reaktor
I dikontrol oleh Evaporation Condensation Reflux System, disamping itu reaktor
juga dilengkapi dengan jacket cooling system. Sementara itu, gas propylene yang
keluar dari D-2201 didinginkan di reaktor I Overhead Condenser (E-2201)
kemudian propylene cair dialirkan menuju reaktor II dimana pada reaktor II reaksi
terjadi pada fase gas.
Pada reaktor I terdapat dua sistem pendingin yaitu Overhead Condensor
(E-2201) dan pendingin jacket reaktor. Pada Reaktor I Overhead Condenser
terjadi perpindahan panas antara propylene dan cooling water, sedangkan pada
reaktor I (D-2201) terjadi perpindahan panas pada bagian jacket reaktor yang
menggunakan media pendingin berupa cooling water.
Pada reaksi Polimerisasi ini digunakan beberapa jenis katalis antara lain
MC-cat, AT-cat, dan OF-cat. Main catalyst yang digunakan dapat diganti sewaktu
– waktu, tergantung pada kebijakan yang diambil oleh perusahaan. Dengan
perubahan – perubahan main catalyst yang ada, maka kondisi operasi pada unit
polimerisasi di kilang polypropylene juga berubah.

3.3 Tujuan
Adapun tujuan dari evaluasi panas reaksi pada reaktor I ini adalah:
1. Untuk mengetahui kondisi operasi secara nyata (aktual) di reaktor I pada
Unit Polypropylene.
2. Mengetahui kinerja alat dari reaktor I
3. Membandingkan nilai hasil perhitungan panas reaksi reaktor pada kondisi
design dengan kondisi aktual dari reaktor.

3.4 Manfaat
Adapun manfaat dari evaluasi panas reaksi pada reaktor I ini adalah:
1. Memberikan informasi mengenai nilai dari panas reaksi yang terjadi di
reaktor I berdasarkan data aktual yang didapat
2. Memberikan informasi mengenai kinerja alat di reaktor I
3. Memberikan informasi mengenai nilai perbandingan perhitungan panas
reaksi reaktor pada kondisi design dengan kondisi aktual pada reaktor I.
3.5 Perumusan Masalah
1. Evaluasi difokuskan pada faktor - faktor yang mempengaruhi panas reaksi
yang terjadi pada reaktor I pada unit Polimerisasi di Kilang Polypropylene
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU-III.
2. Difokuskan pada kinerja alat pada reaktor I pada unit Polimerisasi di
Kilang Polypropylene PT. PERTAMINA (PERSERO) RU-III.
3. Perhitungan panas reaksi berfokus pada reaksi dan mekanisme reaksi yang
terjadi pada reaktor I pada unit Polimerisasi di Kilang Polypropylene PT.
PERTAMINA (PERSERO) RU-III.

3.6 Tinjauan Pustaka


3.6.1 Pengertian Polypropylene
Polipropilena atau polipropena (PP) adalah sebuah polimer termo-plastik
yang dibuat oleh industri kimia dan digunakan dalam berbagai aplikasi,
diantaranya pengemasan, tekstil (contohnya tali, pakaian dalam termal, dan
karpet), alat tulis, berbagai tipe wadah terpakaikan ulang serta bagian plastik,
perlengkapan labolatorium, pengeras suara, komponen otomotif, dan uang kertas
polimer. Polypropylene mempunyai ketahanan terhadap bahan kimia (chemical
resistance) yang tinggi tetapi ketahanan pukul (impact strength) nya rendah.
Polipropilena dapat mengalami degradasi rantai saat terkena radiasi ultra violet
dari sinar matahari

Teknologi pembuatan polypropylene telah dikembangkan sejak akhir


tahun 1950-an. Pada tahun 1952, seorang ahli kimia dari Italia yang bernama
Giulio Natta dengan menggunakan Karl Ziegler catalyst berhasil mengendalikan
pencabangan dan cross-linking yang terjadi pada Polypropylene, sehingga
menghasilkan polypropylene yang sifat – sifat nya lebih baik. Polymer dari
Polypropylene dibentuk melalui proses Polimerisasi.
3.6.2 Sintesis Polypropylene

Polimerisasi adalah Proses penggabungan dua atau lebih molekul-molekul


kecil untuk membentuk kelompok molekul komplek disebut Polymerisasi.
Secara umum ke komplekan Polymer dapat dikendalikan oleh kondisi operasi
seperti temperature, tekanan, dan konsentrasi katalis yang digunakan. Sebagai
contoh Polymerisasi sederhana dari propylene membentuk polimer menjadi
polypropylene yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan plastik.
Reaksi polymerisasi dari propylene tersebut dapat dinyatakan dalam reaksi
sebagai berikut :
CH3

n CH2 = CH – CH3 ( -CH2 – CH - ) – n

Menurut Karl Zigler dan Giulio Natta, polymer yang terbentuk terdiri dari tiga
bentuk konfigurasi polymer yaitu :

CH3 CH3 CH3

ISOTACTIC - C – C – C – C – C – C – C -

CH3 CH3

SYNDIOTACTIC - C – C – C – C – C – C – C -

CH3
CH3

ATACTIC - C – C – C – C – C – C – C -

CH3 CH3 CH3

Gambar 13. Konfigurasi Stereospesific Polypropylene


dari penggabungan hydrocarbon yang mempunyai ikatan rangkap, tetapi
metyl group yang ada pada salah satu ujung akan membentuk cabang yang
terletak pada setiap karbon yang kedua dari rantai utama. Konfigurasi molekul –
molekul organic seperti ini disebut stereochemistry. Didalam polypropylene
pengaturan stereochemistry dari metyl group merupakan hal yang sangan penting.
Ada tiga kemungkinan yang dapat diindentifikasi didalam molekul – molekul
polyropylene (gambar 3-1) yaitu:

1. Isotactic, yaitu suatu bentuk konfigurasi polymer yang mempunyai


letak cabang metyl yang teratur (metyl group dalam bidang yang
sama).
2. Syndiotactic, yaitu suatu bentuk konfigurasi polymer yang
mempunyai letak cabang metyl yang berselang seling, tetapi masih
teratur (metyl group berselang seling berada dalam bidang yang
sama).
3. Atactic, yaitu suatu bentuk konfigurasi polymer yang mempunyai
letak cabang metyl yang tidak beraturan (metyl grooup secara tidak
teratur kedudukannya pada bidang – bidang polymer).

Isotacti Propylene adalah bahan plastick yang paling baik, karena sifatnya paling
stabil cristalitinya paling baik dan struktur molekulnya teratur. Dengan
cristalitynya yang baik maka tensile strength, heat resistance, hardness dan
melting pointnya lebih tinggi. Kelebihan thermoplastic jenis ini yang menyolok
Sedangkan atactic polypropylene yang paling jelek, karena paling tidak stabil
(lunak, elastis seperti karet tetapi tidak sebaik karet alam atau sintesis).

3.6.3 Mekanisme Reaksi


Proses polymerisasi dapat dilakukan dengan reaksi adisi atau reaksi
kondensasi. Adisi meliputi monomer – monomer yang mengandung ikatan
rangkap pada ikatan karbonnya (R-CH=CH-R1), dimana R dan R1 dapat berupa
hydrogen, klorin, alkil atau aromatic group.

1. Polymerisasi Adisi
Polymerisasi Adisi adalah salah satu cara untuk menggabungkan ujung ke ujung
monomer. Hal ini terdiri dari tiga langkah yaitu
Sebelum terjadi ketiga tahapan reaksi diatas. Katalis TiCl4 diaktifkan terlebih
dahulu oleh ko – katalis Al(C2H5)3 sehingga akan terbentuk pusat aktif (active
center) katalis seperti pada rekasi berikut:

Gambar 14. Pengaktifan katalis

1. Inisiasi
Setelah katalis diaktifkan oleh ko-katalis membentuk radikal bebas Ti, maka
monomer propilen akan menyerang bagian aktif ini dan berkoordinasi dengan
logam transisi, selanjutnya ia menyisip antara metal dan grup alkil, sehingga
mulailah terbentuk rantai polipropilen.

Gambar 15. mekanisme reakasi inisiasi

2. Propagasi
Radikal propilen yang terbentuk akan menyerang monomer propilen lainnya
terus menerus dan mementuk radikal polimer yang panjang. Pada tahap ini tidak
terjadi pengakhiran, polimerisasi terus berlangsung sampai tidak ada lagi gugus
fungsi yang tersedia untuk bereaksi. Cara penghentian reaksi yang biasa dikenal
adalah dengan penghentian ujung atau dengan menggunakan salah satu monomer
secara berlebihan.

Gambar 16. mekanisme reaksi propagasi


3. Terminasi
Pada tahap ini diinjeksikan sejumlah hidrogen yang berfungsi sebagai
terminator. Hidrogen sebagai terminator akan bergabung dengan sisi aktif katalis
sehingga terjadi pemotongan radikal polimer yang akan menghentikan
polimerisasi propilen.

Gambar 17. mekanisme rekasi terminasi

2. Polymerisasi Kondensasi
Polimer – polimer dari hasil reaksi polymerisasi kondensasi adalah selalu
kopolimer. Polimer – polimer tersebut selalu dibentuk dengan suatu deretan reaksi
kimia yang melibatkan dua bagian reaktif yang bergabung membentuk suatu
ikatan. Karena dua bagian reaktif diperlukan, maka yang sering digunakan dalam
proses polymerisasi kondensasi adalah monomer – monomer bifungsional.
Monomer bifungsional adalah termasuk molekul – molekul dengan dua kelompok
identik, tandanya jika salah satu monomer bifungsional digunakan.

3.6.4 Sifat – sifat Polymer


Ketahanan polymer terletak pada sifat – sifatnya, pada umumnya untuk
memilih polimer didasarkan pada sifat – sifat fisiknya, sifat fisik yang dimaksud
meliputi density, tensile strength, hardness melt index, creep (kemampuan
memanjang ), modulus of elasticity, electrical function, thermal conductivity,
appearance, flammability, dan chemical resistance. Harga dan biaya
pembuatannya juga dipertimbangkan untuk memilih polymer yang sesuai untuk
penggunaannya.

Sifat – sifat fisik polymer biasanya tergantung pada cristalinity, berat


molekul, berat molekul, linierty, garing, cross – linking, dan komposisi kimia atau
struktur kimia. Crystalinity adalah salah satu factor kunci yang berkaitan dengan
karakteristik polimer. Rantai – rantai lurus dapat bergabung dengan baik,
sedangkan rantai cabang tidak. Dengan meningkatnya cristalinity, polimer
cendrung menjadi lebih padat, dan semakin tinggi densitasnya semakin besar
tensile strength –nya dan softing lainnya.

Berat molekul sangat berkaitan dengan viscosity tensile strength,


brittleness dan ketahanan terhadap sobekan. Komposisi dan struktur kimia sangan
terhadap thermal srtability, flammability, dan moisture absorption. Adanya rantai
– rantai cabang, cross – linking dan benzene ring pada rantai utama polimer akan
menaikkan melting point. Sebagai contoh misalnya polyethylene, propylene,
polyestyrene, nilon, dan poliamide, klorine, fluorine, bromine, dan phosphor
didalm polimer dapat menurukan flammability. Thermoset adalah lebih tahan
terhadap panas dibanding thermoplastic.

3.6.4.1 MFR ( Melting Flow Rate)


MFR adalah indikasi yang menunjukan kemampuan mengalir (flowability)
dari lelehan resin panas. Semakin tinggi nilai MFR, berat molekul resin semakin
rendah dan mengakibatkan flowability lebih tinggi.
3.6.4.2 II (Isotactic Index : Stereoregularity)
Tingkat kekristalan polypropylene berubah –ubah sesuai dengan perlakuan
monomer pada waktu polymerisasi. Bilamana polymer diinginkan
stereoregularity, maka kekristalan tinggi (atactic polymer terbentuk rendah dan
isotactic polymer meningkat) sehingga kekakuannya (stiffness) naik.

II menggambarkan jumlah komponen yang tidak terlarut dalam boiled


heptane dari resin dalam % berat. Semakin tinggi stereoregularity semakin tinggi
isotactic index. Bila isotactic index rendah tidak hanya menurunkan stiffness
produk, tetapi juga mengakibatkan pengaruh yang merugikan pada proses operasi,
termasuk meningkatnya viscositas slurry yang diakibatkan oleh terikutnya
komponen yang tidak kristalin kedalam propylene solvent dalam reaktor fase cair.

II diatur dengan perbandingan umpan OF – cat terhadap MC – cat, dalam


proses OF – cat diumpankan sedikit lebih banyak untuk menstabilkan II dengan
maksud untuk menghindarkan kenaikan viscositas slurry selama operasi.

3.6.4.3 Stiffness
Stiffness adalah salah satu index yang paling penting yang menunjukkan
mechaical strength resin ( tensile yield stress dan flexural modulus). Pada
polypropylene, resin murni tergantung pada tingkat kekristalan polymer, yaitu
semakin tinggi kekristalan, semakin tinggi pula stiffness.

3.6.4.4 Ash Conten


Bila katalis – katalis yang digunakan dalam jumlah besar, maka
konsentrasi katalis yang terdekomposisi seperti chlorine, methalic elements dan
lain – lain menjadi lebih tinggi didalam produk polymer, dan ash content dari
produk polymer meningkat. Sebagai akibatnya kenungkinan warna polymer
meningkat atau peralatan cetak berkarat ( moulding).

Untuk alasan ini, idealnya ash content harus diminalkan, agar ash content dapat
diturunkan dengan meningkatkan aktivitas katalis melalui control kondisi
polimerisasi.

3.6.4.5 Transparancy (sifat tembus)


Transparancy homopolymer tidak dapat dikontrol, kecuali dalam hal
kekristalan yang dipertinggi dengan menambahkan nucleaating agent. Bilamana
macam – macam additive ditambahkan, maka pengaturan transparancy adalah
dengan penigkatan atau pengurangan jumlah additive tersebut.

3.6.4.6 Slip Properties ( sifat lincir)


Traces dari zat yang tidak kristal seperti terdapat pada polymer dengan berat
molekul rendah, atactic polymer dan lain – lain selalu terkandung dalam produk
polymer. Zat ini keluar ke permukaan film pada waktu pencetakan dan
mengakibatkan masalah seperti blocking. Kelinciran rendah dan seterusnya.
Karenanya penambahan additive pada jumlah tertentu sesuai dengan resepnya.

3.6.5 Penggolongan Polymer


Polymer dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu themoplastic atau
thermoset. Thermoplasti adalah polymer yang dapat dilunakkan kembali
beberapa kali dengan cara memberikan pansa dan tekanan, kemudian dapat
dicetak kembali tanpa mengalami perubahan struktur kimia. Thermoset adalah
polymer yang mengalami perubahan struktur kimia jika dipanaskan atau diberi
tekanan, sehingga tidak dapat dicetak ulang.

Thermoplastic dan thermosat keduanya dapat digunakan dalam 4-5


penggunaan utama yaitu : plastik, elestomer, coating, dan adhesiv. Tetapi
thermoplastik yang digunakan membuat serat( fiber). Monomer yang dapat
bergabung denga dua monomer lainnya disebut bifungsional, sedangkan monomer
yan dapat bergabung dengan tiga atau lebih monomer lainnya disebut
polifungsional. Jika monomer – monomer bifungsional bereaksi satu sama lain,
maka akan membentuk linier thermoplastik polymer. Jika tiga atau lebih
monomer – monomer polifungsional bereaksi, akan membentuk cross – linking
polymer yang kebanyakan adalah thermoset.

3.6.6 Seksi Polymerisasi


Terjadinya reaksi polymerisasi propylene dengan bantuan 3 (tiga) katalis sehingga
menghasilkan powder homopolymer polypropylene, kondisi operasi reactor
polymerisasi :
Propylene, katalis dan gas hydrogen diinjeksikan kedalam 1st reactor.

Tabel kondisi operasi pada reaktor

Kondisi Operasi 1ST Reactor 2ND Reactor


Type Polymerization Liquid Phase Gas Phase
Pressure (kg/cm2g 29 - 38 17 – 19
Temperatur, oc 70 - 72 80
Konsentrasi Slurry, kg/m3 120 - 200 -
Produksi pp, kg/hr 3366 2334
Blend Ratio, % wt 60 40

3.6.7 Jenis – jenis Katalis yang Digunakan

Katalis-katalis yang dipergunakan untuk proses Polymerisasi di Unit


Polypropylene yaitu :
1. MC-Katalis (Katalis Utama)
Sifat-sifat fisik MC-Katalis :
1. Komponen : Titanium (Ti), Magnesium (Mg), Chlorine (Cl),
Oksigen (O), Karbon (C), dan Hidrogrn (H).
2. Bentuk : Powder padat
3. Warna : Kelabu tua
4. Berat Jenis : 2,2 gr/cm3 atau 2.200 kg / m3
5. Tidak bereaksi dengan Hidrogen
6. Fungsi : Sebagai katalis utama dalam proses polymerisasi

2. AT-Katalis (Co Katalis / Katalis Pendukung)


Sifat-sifat fisik AT-Katalis
1. Rumus Kimia : Al (C2H5)3
2. Titik Didih : 186,6 oC
3. Titik Leleh : - 45,5 oC
4. Berat Molekul : 114,2
5. Berat Jenis : 0,832 gr/cm3
6. Bentuk : Cairan transfaran, tidak bewarna
7. Panas pembakaran : 10,210 Kkal / kg pada 25oC
8. Panas bila kena air : 1.110 Kkal / kg pada 25oC
9. Fungsi : Sebagai Co-Catalis pada proses polimerisasi

3. OF-Katalis
Sifat-Sifat fisik OF-Katalis
1. Rumus Kimia : Cyclohexyl – Methyl – Dimetyl – Silane
2. Bentuk : Cairan Transparan
3. Warna : Kuning muda
4. Berat jenis : 0,947 gr / cm3
5. Flash Point : 82oC
6. Fungsi : Faktor pengatur terbesar yang menentukan
stereoregulasiIsotactic index (II) dan mencegah
bentuk atactic polymer yang menurunkan daya alir
tepung.
4. Hexane
Hexane digunakan sebagai solvent, dengan spesifikasi sebagai berikut ;
1. Warna : Jernih
2. Spesifik : 0,673 +/- 0,010
3. Water : 2 wt ppm max

3.6.8 Reaktor
Reaktor adalah suatu alat proses tempat terjadinya suatu reaksi kimia
berlangsung. Pada desain reaktor, sangat sulit untuk menentukan berapa ukuran
dan tipe reaktor serta metode operasi yang paling baik untuk digunakan. Karena
temperatur dan komposisi dari fluida yang bereaksi mungkin berbeda dari satu
titik ke titik lainnya dalam reaktor, yang tergantung pada karakteristik dari reaksi
eksotermis dan tergantung pada laju penambahan panas atau pengilangan panas
dari sistem. Pengaruhnya dikarenakan bebrapa faktor yang harus dipertimbangkan
untuk memprediksi performance reaktor. Pada saat awal untuk mendesain reaktor
diperlukan informasi sebagai berikut :

1. Kebutuhan katalis
2. Kapasitas produk
3. Jenis reaksi ( sederhana atau kompleks )
4. Fase yang terlihat dalam reaksi
5. Kontrol temperatur dan tekanan (isotermal, adiabatik, atau lainnya)
6. Biaya ekonomi
7. Perpindahan panas

Ada dua jenis reaktor yaitu reaktor kimia dan reaktor nuklir. Reaktor kimia
adalah jenis reaktor yang umum sekali digunakan dalam industri. Umumnya
reaktor kimia menggunakan dua jenis model perhitungan, yaitu RATB (reaktor
alir tamgki berpengaduk) dan RAS ( reaktor aliran sumbat). Reaktor nuklir
umumnya digunakan untuk pembangkit listrik, namun sekarang penggunaannya
sudah mulai luas, misalnya untuk merekayasa genetik suatu bibit agar menjadi
bibit unggul. Ada dua jenis reaktor nuklir:

1. Reaktor fisi (pemecahan)

Reaktor ini memanfaatkan pemecahan suatu atom berat menggunakan


neutron, suatu sub-atom, yang dipercepat sehingga melepaskan suatu energi.

2. Reaktor fusi (penggabungan)

Reaktor ini bekerja dengan menggabungkan dua atom ringan sehingga dari
penggabungannya didapatkan suatu energi.

Pemilihan reaktor yang tepat memiliki tujuan yaitu sebagai berikut

 Mendapat keuntungan yang besar


 Biaya produksi rendah
 Modal kecil/volume reaktor minimum
 Operasinya sederhana dan murah
 Keselamatan kerja terjamin
 Polusi terhadap sekelilingnya (lingkungan) dijaga sekecil-kecilnya
Pemilihan jenis reaktor dipengaruhi oleh :

 Fase zat pereaksi dan hasil reaksi


 Tipe reaksi dan persamaan kecepatan reaksi, serta ada tidaknya reaksi
samping
 Kapasitas produksi
 Harga alat (reactor) dan biaya instalasinya
 Kemampuan reactor untuk menyediakan luas permukaan yang cukup untuk
perpindahan panas
Untuk mendukung agar reaktor dapat berfungsi maksimal dan aman
terkendali, maka diperlukan sistem pengendalian proses yang menggunakan
beberapa alat tambahan. Beberapa contoh dari aksesoris tersebut umumnya
adalah :

1. Level Controller (LC), suatu alat yang menjaga agar volum (isi) reaktor
tetap terjaga, tidak kehabisan reaktan ataupun kelebihan yang dapat
menyebabkan kenaikan tekanan. Cara kerja dari alat ini adalah dengan
terus mendeteksi ketinggian permukaan bahan dalam reaktor, jika kurang
dari toleransi yang diberikan (set point) maka kran keluaran (output)
akan mengecil sampai ketinggian mencapai tinggi yang telah di set.
Sebaliknya jika melebihi kran keluaran akan dibuka lebih lebar untuk
mengurangi bahan dalam reaktor.
2. Pressure Controller (PC), Suatu alat yang bertugas untuk menjaga agar
tekanan dalam reaktor masih berada pada kisaran yang ditetapkan.
Biasanya diterapkan pada reaktor yang memakai reaktan berfase gas.
Cara kerjanya mirip dengan LC yaitu dengan membuka dan menutup
kran.
3. Temperature Controller (TC), suatu alat yang bertugas agar suhu di
dalam reaktor masih berada dalam kisaran suhu operasinya. TC juga
bekerja dengan membuka dan menutup kran, namun kran yang
diintervensi adalah kran utilitas. Misalnya CSTR berpemanas, jika suhu
drop maka kran koil uap panas (steam) akan diperbesar sehingga steam
yang masuk akan lebih banyak yang akhirnya suplai panas pun
bertambah dan akhirnya suhu reaktor akan bertambah dan suhu reaktor
pun dapat kembali ke suhu yang normal. Sebaliknya jika suhu reaktor
bertambah.
Variabel – variabel meliputi :
1. Residence time
2. Volume ( V )
3. Temperaur ( T )
4. Tekanan ( P )
5. 5. Konsentrasi jenis bahan kimia ( C1, C2, C3…Cn)
6. Heat transfer coefficients (h, U)

3.6.9 Panas Reaksi

Panas reaksi adalah banyaknya panas yang dilepaskan atau diserap ketika
reaksi kimia berlangsung, biasanya bila tidak dicantumkan keterangan berarti
berlangsung pada tekanan tetap (bird,1993).

Panas reaksi dapat dibedakan atas :

1. Panas Pembentukan

Entalpi pembentukan molar standar (ΔHf) suatu senyawa adalah banyaknya


panas yang diserap atau dilepaskan ketika 1 mol senyawa tersebut dibentuk
unsur – unsurnya dalam keadaan standar.

2. Panas Pembakaran

Panas pembakaran suatu nsur atau senyawa adalah banyaknya panas yang
dilepaskan ketika 1 mol unsur atau senyawa tersebut terbakar sempurna
dalam oksigen.

3. Panas Netralisasi

Panas netralisasi adalah jumlah panas yang dilepas ketika 1 mol air terbentuk
akibat reaksi netralisasi asam oleh basa atau sebaliknya.

4. Panas Pelarutan

Panas pelarutan adalah panas yang dilepas atau diserap ketika 1mol senyawa
dilarutkan dalam pelarut berlebih yaitu sampai suatu keadaan dimana pada
penambahan pelarut selanjutnya tidak ada panas yang diserap atau
dilepaskan.

5. Panas Pengenceran

Panas pengenceran adalah banyaknya panas yang dilepaskan atau diserap


kerika suatu zat atau larutan diencerkan dalam batas konsentrasi tertentu.

3.7 Pemecahan Masalah


1. Data Aktual pada Reaktor I

Data Aktual reaktor I (D-2201) 03 Agustus - 11 Agustus 2017

F2216. T2210A
Tgl T2218. T2941. F2215. ( L2211. T2217. F2210.D (
( ton/hr) T (0C)
(0C) (0C) ton/hr) (0C) ton/hr)

03/08/2017 168,62 35,92 26,94 0 45,23 31,85 19,22 80,62

04/08/2017 144,59 36,57 26,59 0 45,89 31,45 19,97 78,82

05/08/2017 171,1 35,35 27,19 0 45,37 32,06 18,98 76,63

06/08/2017 179,11 35,53 27,27 0 45,3 32,11 18,66 79,56

07/08/2017 183,35 36,01 27,74 0 45,02 32,49 18,71 79,69

08/08/2017 169,91 36,42 27,95 0 45,09 32,59 19,52 77,73

09/08/2017 154,78 36,96 27,74 0 44,74 32,33 20,38 78,17

Data aktual yang diambil setiap jam 08:00 pagi dan yang digunakan dalam
perhitungan evaluasi panas reaksi di reactor I, dan variable proses yang
mempengaruhi sebagai berikut :

 T – 2210A : suhu konsentrasi slurry di reaktor 1 (oC)


 T – 2217 : suhu CW yang keluar dari jacket D-2201
 T – 2218 : suhu CW yang keluar dari condenser E – 2201
 T – 2941 : suhu CW (oC)
 F – 2210 : kecepatan aliran CW pada jacket D-2201 (ton/jam)
 F – 2216 : kecepatan aliran CW pada condenser E – 2201 (ton/jam)
2. Diagram Alir

3. Kinerja Alat Reaktor I


Kondisi operasi pada reaktor

Kondisi Operasi 1ST Reactor 2ND Reactor


Type Polymerization Liquid Phase Gas Phase
Pressure (kg/cm2g 29 - 38 17 – 19
Temperatur, oc 70 - 72 80
Konsentrasi Slurry, kg/m3 120 - 200 -
Produksi pp, kg/hr 3366 2334
Blend Ratio, % wt 60 40

Reaktor I merupakan wadah tempat terjadinya reaksi polimerisasi. Reaktor ini


memiliki bentuk vertikal seperti reaktor pada umumnya dan merupakan loop
reactor. Maksudnya yaitu bahwa pada reaktor ini, umpan yang masuk dari bagian
tengah reaktor akan mengalir turun ke bawah akibat gaya gravitasi lalu umpan
tersebut akan mengalir ke atas dengan bantuan motor pengaduk. Pada reaktor ini,
reaksi polimerisasi berlangsung pada fasa cair. Proses yang terjadi dapat
dijelaskan sebagai berikut.

Campuran reaksi pre–polimerisasi diinjeksikan masuk ke reaktor dari bagian


tengah lalu ke dalam reaktor diinjeksikan pula katalis AT sedikit di atas tempat
masuk umpan. Selama reaksi polimerisasi berlangsung, pengadukan dilakukan
terus menerus. Produk reaksi yang dihasilkan (berupa slurry dan gas hidrogen)
dikeluarkan dari bagian bawah reaktor untuk kemudian dimasukkan ke fine
particle separation (MA–2211). Pada separator ini, gas hidrogen yang tidak
bereaksi akan dipisahkan dari slurry dengan cara kontak langsung dengan cairan
propilen hasil recycle. Gas hidrogen yang telah dipisahkan dimasukkan kembali
ke reaktor I sehingga dapat direaksikan kembali sedangkan slurry yang tersisa
diumpankan ke reaktor II.

4. Reaksi propylen

5. Menghitung Panas Reaksi

Menghitung panas reaksi menggunakan rumus neraca panas yaitu :

Q = m * Cp * dT

Dimana Q = Kalor ( Btu/hr)

m = Mass Flowrate (lb/hr)

cP = Specif Heat (Btu/lb 0F)

dT = Perubahan Suhu (0F)


Perhitungan jumlah polymer di reaktor I dapat menghitung dengan menggunakan
basis neraca panas ( heat balance ), serta mengikuti rumus berikut:

((𝑻𝟐𝟐𝟏𝟕−𝑻𝟐𝟗𝟒𝟏) 𝒙 𝑭𝟐𝟐𝟏𝟎)+((𝑻𝟐𝟐𝟏𝟖−𝑻𝟐𝟗𝟒𝟏)𝒙 𝑭𝟐𝟐𝟏𝟔)


W={ }
𝟓𝟎𝟎

Dimana:

W = jumlah produk polymer (kg/jam)

T2217 = suhu air pendingin yang keluar dari jacket Reaktor I (0C)

T2218 = suhu air pendingin yang keluar dari E-2201 (0C)

T2941 = suhu air pendingin (0C)

F2210 = jumlah air pendingin ke jacket Reaktor I (ton/jam)

F2216 = jumlah air pendingin ke E-2201 (ton/jam)

500 = panas reaksi polimerisasi


3.8 Hasil dan Pembahasan

Tabel 20. Hubungan Panas Reaksi Terhadap Produk Propylene Yang Dihasilkan

Tgl Q W

03/08/2017 1.640.310 kcal/hr 3.281 kg/hr

04/08/2017 1.489.287 kcal/hr 2.979 kg/hr

05/08/2017
1.438.086,59 kcal/hr 2.876,17318 kg/hr

06/08/2017 1.523.842,05 kcal/hr 3.047,6841kg/hr

07/08/2017 1.470.070,53 kcal/hr 2.940,14106 kg/hr

08/08/2017
1.554.545,53 kcal/hr 3.109,09106 kg/hr

09/08/2017 1.503.343,37 kcal/hr 3.006,68674 kg/hr

Polypropylene Polimerization Unit merupakan suatu unit polilmerisasi


yang bertugas untuk melaksanakan reaksi polymerisasi, yaitu reaksi antara
propylen dengan gas H2 dengan bantuan katalis menjadi produk butiran
homopolymer polypropylen.

Didalam unit polymerisasi ini terdapat dua reaktor yaitu reaktor I ( D-


2201) dan Reaktor II (D-2203). Pada kedua reaktor ini didapatkan perbedaan fase
dimana pada reaktor I merupakan reaktor dengan fase liquid sedangkan reaktor II
dengan fase gas. Propylene yang sebelumnya dimurnikan di Polymerisasi
purifikasi yang berbentuk cairan akan ditampung di tanki T-102,T-103, dan T-
104. Treated PP yang ditampung selanjutnya dialirkan kedalam Reaktor I. Pada
Reaktor I ( D-2201) ini masih berupa slurry yang selanjutnya akan diteruskan ke
Reaktor II (D-2203). Pada reaktor II ini terjadi reaksi pada fase gas dimana
propylene atau katalis yang belum bereaksi akan direaksikan lebih lanjut agar
didapat hasil yang maksimal.

Reaksi yang terjadi dari suatu unit akan menghasilkan suatu panas, dimana
panas reaksi itu sendiri merupakan banyaknya panas yang diserap atau dilepaskan
ketika reaksi kimia berlangsung. Faktor yang mempengaruhi panas reaksi pada
reaktor I (D-2201) :
1. Bahan baku yang bereaksi,
2. Waktu tinggal (recindance time),
3. Sistem pendingin pada reaktor I
4. Jumlah slurry
5. Jumlah katalis

Tetapi faktor yang dibahas hanya tentang panas reaksi pada sistem
pendingin di Reaktor I, faktor yang lain dianggap bernilai konstan. Menghitung
panas reaksi pada reaktor I dapat melalui dua alat yaitu pada condensor E-2201
dan pada jaket di reaktor I. Tetapi karena jaket di reaktor I sudah tidak efisien lagi
untuk dievaluasi maka yang dapat dievaluasi panas reaksinya secara optimum
yaitu pada alat condensor E-2201.

Data yang dibutuhkan untuk perhitungan panas reaksi di condensor E-


2201 yaitu data F-2216, T-2218, dan T-2941. Pengambilan data dimulai pada
tanggal 3 Agustus – 11 Agustus 2017, Dari data-data ini akan dihitung jumlah
panas( Q ) yang dihasilkan dan jumlah dari produk Polyprolylene yang dihasilkan
(W) , data F-2216 digunakan sebagai dasar perhitungan karena F-2216 adalah
jumlah aliran cooling water yang masuk ke condensor. Sedangkan T- 2941 dan T-
2218 adalah suhu inlet dan outlet dari Condensor. setelah Q dan W dari semua
data telah didapat hasil perhitungannya kemudian dibuatlah grafik hubungan
antara W dan Q.

1,800,000.00
1,600,000.00
1,400,000.00
1,200,000.00
1,000,000.00
W ( kg/hr)

800,000.00 kkal/hr
600,000.00 W kg/hr
400,000.00
200,000.00
0.00
1 2 3 4 5 6 7
Q ( kkal/hr)
Secara teori diketahui bahwa panas reaksi yang dihasilkan dari sistem
pendingin di Reaktor I berbanding lurus dengan jumlah polypropylene yang
dihasilkan, (Setia Budiman: 1997) hal ini selaras dengan data grafik yang
dihasilkan yaitu dapat diamati bahwa grafik yang dihasilkan meningkat, artinya
benar bahwa suatu proses reaksi yang menimbulkan panas reaksi yang besar
menghasilkan jumlah polypropylene yang banyak begitu juga apabila panas reaksi
yang dihasilkan kecil maka jumlah polypropylene yang dihasilkan juga sedikit,
dalam hal ini berarti nilai Q dan W berbanding lurus.

Вам также может понравиться