Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TUGAS KHUSUS
3.1 Judul
Evaluasi Panas Reaksi Reaktor I (D-2201) pada Unit Polimerisasi Kilang
Polypropylene PT. PERTAMINA RU-III PLAJU.
3.3 Tujuan
Adapun tujuan dari evaluasi panas reaksi pada reaktor I ini adalah:
1. Untuk mengetahui kondisi operasi secara nyata (aktual) di reaktor I pada
Unit Polypropylene.
2. Mengetahui kinerja alat dari reaktor I
3. Membandingkan nilai hasil perhitungan panas reaksi reaktor pada kondisi
design dengan kondisi aktual dari reaktor.
3.4 Manfaat
Adapun manfaat dari evaluasi panas reaksi pada reaktor I ini adalah:
1. Memberikan informasi mengenai nilai dari panas reaksi yang terjadi di
reaktor I berdasarkan data aktual yang didapat
2. Memberikan informasi mengenai kinerja alat di reaktor I
3. Memberikan informasi mengenai nilai perbandingan perhitungan panas
reaksi reaktor pada kondisi design dengan kondisi aktual pada reaktor I.
3.5 Perumusan Masalah
1. Evaluasi difokuskan pada faktor - faktor yang mempengaruhi panas reaksi
yang terjadi pada reaktor I pada unit Polimerisasi di Kilang Polypropylene
PT. PERTAMINA (PERSERO) RU-III.
2. Difokuskan pada kinerja alat pada reaktor I pada unit Polimerisasi di
Kilang Polypropylene PT. PERTAMINA (PERSERO) RU-III.
3. Perhitungan panas reaksi berfokus pada reaksi dan mekanisme reaksi yang
terjadi pada reaktor I pada unit Polimerisasi di Kilang Polypropylene PT.
PERTAMINA (PERSERO) RU-III.
Menurut Karl Zigler dan Giulio Natta, polymer yang terbentuk terdiri dari tiga
bentuk konfigurasi polymer yaitu :
ISOTACTIC - C – C – C – C – C – C – C -
CH3 CH3
SYNDIOTACTIC - C – C – C – C – C – C – C -
CH3
CH3
ATACTIC - C – C – C – C – C – C – C -
Isotacti Propylene adalah bahan plastick yang paling baik, karena sifatnya paling
stabil cristalitinya paling baik dan struktur molekulnya teratur. Dengan
cristalitynya yang baik maka tensile strength, heat resistance, hardness dan
melting pointnya lebih tinggi. Kelebihan thermoplastic jenis ini yang menyolok
Sedangkan atactic polypropylene yang paling jelek, karena paling tidak stabil
(lunak, elastis seperti karet tetapi tidak sebaik karet alam atau sintesis).
1. Polymerisasi Adisi
Polymerisasi Adisi adalah salah satu cara untuk menggabungkan ujung ke ujung
monomer. Hal ini terdiri dari tiga langkah yaitu
Sebelum terjadi ketiga tahapan reaksi diatas. Katalis TiCl4 diaktifkan terlebih
dahulu oleh ko – katalis Al(C2H5)3 sehingga akan terbentuk pusat aktif (active
center) katalis seperti pada rekasi berikut:
1. Inisiasi
Setelah katalis diaktifkan oleh ko-katalis membentuk radikal bebas Ti, maka
monomer propilen akan menyerang bagian aktif ini dan berkoordinasi dengan
logam transisi, selanjutnya ia menyisip antara metal dan grup alkil, sehingga
mulailah terbentuk rantai polipropilen.
2. Propagasi
Radikal propilen yang terbentuk akan menyerang monomer propilen lainnya
terus menerus dan mementuk radikal polimer yang panjang. Pada tahap ini tidak
terjadi pengakhiran, polimerisasi terus berlangsung sampai tidak ada lagi gugus
fungsi yang tersedia untuk bereaksi. Cara penghentian reaksi yang biasa dikenal
adalah dengan penghentian ujung atau dengan menggunakan salah satu monomer
secara berlebihan.
2. Polymerisasi Kondensasi
Polimer – polimer dari hasil reaksi polymerisasi kondensasi adalah selalu
kopolimer. Polimer – polimer tersebut selalu dibentuk dengan suatu deretan reaksi
kimia yang melibatkan dua bagian reaktif yang bergabung membentuk suatu
ikatan. Karena dua bagian reaktif diperlukan, maka yang sering digunakan dalam
proses polymerisasi kondensasi adalah monomer – monomer bifungsional.
Monomer bifungsional adalah termasuk molekul – molekul dengan dua kelompok
identik, tandanya jika salah satu monomer bifungsional digunakan.
3.6.4.3 Stiffness
Stiffness adalah salah satu index yang paling penting yang menunjukkan
mechaical strength resin ( tensile yield stress dan flexural modulus). Pada
polypropylene, resin murni tergantung pada tingkat kekristalan polymer, yaitu
semakin tinggi kekristalan, semakin tinggi pula stiffness.
Untuk alasan ini, idealnya ash content harus diminalkan, agar ash content dapat
diturunkan dengan meningkatkan aktivitas katalis melalui control kondisi
polimerisasi.
3. OF-Katalis
Sifat-Sifat fisik OF-Katalis
1. Rumus Kimia : Cyclohexyl – Methyl – Dimetyl – Silane
2. Bentuk : Cairan Transparan
3. Warna : Kuning muda
4. Berat jenis : 0,947 gr / cm3
5. Flash Point : 82oC
6. Fungsi : Faktor pengatur terbesar yang menentukan
stereoregulasiIsotactic index (II) dan mencegah
bentuk atactic polymer yang menurunkan daya alir
tepung.
4. Hexane
Hexane digunakan sebagai solvent, dengan spesifikasi sebagai berikut ;
1. Warna : Jernih
2. Spesifik : 0,673 +/- 0,010
3. Water : 2 wt ppm max
3.6.8 Reaktor
Reaktor adalah suatu alat proses tempat terjadinya suatu reaksi kimia
berlangsung. Pada desain reaktor, sangat sulit untuk menentukan berapa ukuran
dan tipe reaktor serta metode operasi yang paling baik untuk digunakan. Karena
temperatur dan komposisi dari fluida yang bereaksi mungkin berbeda dari satu
titik ke titik lainnya dalam reaktor, yang tergantung pada karakteristik dari reaksi
eksotermis dan tergantung pada laju penambahan panas atau pengilangan panas
dari sistem. Pengaruhnya dikarenakan bebrapa faktor yang harus dipertimbangkan
untuk memprediksi performance reaktor. Pada saat awal untuk mendesain reaktor
diperlukan informasi sebagai berikut :
1. Kebutuhan katalis
2. Kapasitas produk
3. Jenis reaksi ( sederhana atau kompleks )
4. Fase yang terlihat dalam reaksi
5. Kontrol temperatur dan tekanan (isotermal, adiabatik, atau lainnya)
6. Biaya ekonomi
7. Perpindahan panas
Ada dua jenis reaktor yaitu reaktor kimia dan reaktor nuklir. Reaktor kimia
adalah jenis reaktor yang umum sekali digunakan dalam industri. Umumnya
reaktor kimia menggunakan dua jenis model perhitungan, yaitu RATB (reaktor
alir tamgki berpengaduk) dan RAS ( reaktor aliran sumbat). Reaktor nuklir
umumnya digunakan untuk pembangkit listrik, namun sekarang penggunaannya
sudah mulai luas, misalnya untuk merekayasa genetik suatu bibit agar menjadi
bibit unggul. Ada dua jenis reaktor nuklir:
Reaktor ini bekerja dengan menggabungkan dua atom ringan sehingga dari
penggabungannya didapatkan suatu energi.
1. Level Controller (LC), suatu alat yang menjaga agar volum (isi) reaktor
tetap terjaga, tidak kehabisan reaktan ataupun kelebihan yang dapat
menyebabkan kenaikan tekanan. Cara kerja dari alat ini adalah dengan
terus mendeteksi ketinggian permukaan bahan dalam reaktor, jika kurang
dari toleransi yang diberikan (set point) maka kran keluaran (output)
akan mengecil sampai ketinggian mencapai tinggi yang telah di set.
Sebaliknya jika melebihi kran keluaran akan dibuka lebih lebar untuk
mengurangi bahan dalam reaktor.
2. Pressure Controller (PC), Suatu alat yang bertugas untuk menjaga agar
tekanan dalam reaktor masih berada pada kisaran yang ditetapkan.
Biasanya diterapkan pada reaktor yang memakai reaktan berfase gas.
Cara kerjanya mirip dengan LC yaitu dengan membuka dan menutup
kran.
3. Temperature Controller (TC), suatu alat yang bertugas agar suhu di
dalam reaktor masih berada dalam kisaran suhu operasinya. TC juga
bekerja dengan membuka dan menutup kran, namun kran yang
diintervensi adalah kran utilitas. Misalnya CSTR berpemanas, jika suhu
drop maka kran koil uap panas (steam) akan diperbesar sehingga steam
yang masuk akan lebih banyak yang akhirnya suplai panas pun
bertambah dan akhirnya suhu reaktor akan bertambah dan suhu reaktor
pun dapat kembali ke suhu yang normal. Sebaliknya jika suhu reaktor
bertambah.
Variabel – variabel meliputi :
1. Residence time
2. Volume ( V )
3. Temperaur ( T )
4. Tekanan ( P )
5. 5. Konsentrasi jenis bahan kimia ( C1, C2, C3…Cn)
6. Heat transfer coefficients (h, U)
Panas reaksi adalah banyaknya panas yang dilepaskan atau diserap ketika
reaksi kimia berlangsung, biasanya bila tidak dicantumkan keterangan berarti
berlangsung pada tekanan tetap (bird,1993).
1. Panas Pembentukan
2. Panas Pembakaran
Panas pembakaran suatu nsur atau senyawa adalah banyaknya panas yang
dilepaskan ketika 1 mol unsur atau senyawa tersebut terbakar sempurna
dalam oksigen.
3. Panas Netralisasi
Panas netralisasi adalah jumlah panas yang dilepas ketika 1 mol air terbentuk
akibat reaksi netralisasi asam oleh basa atau sebaliknya.
4. Panas Pelarutan
Panas pelarutan adalah panas yang dilepas atau diserap ketika 1mol senyawa
dilarutkan dalam pelarut berlebih yaitu sampai suatu keadaan dimana pada
penambahan pelarut selanjutnya tidak ada panas yang diserap atau
dilepaskan.
5. Panas Pengenceran
F2216. T2210A
Tgl T2218. T2941. F2215. ( L2211. T2217. F2210.D (
( ton/hr) T (0C)
(0C) (0C) ton/hr) (0C) ton/hr)
Data aktual yang diambil setiap jam 08:00 pagi dan yang digunakan dalam
perhitungan evaluasi panas reaksi di reactor I, dan variable proses yang
mempengaruhi sebagai berikut :
4. Reaksi propylen
Q = m * Cp * dT
Dimana:
T2217 = suhu air pendingin yang keluar dari jacket Reaktor I (0C)
Tabel 20. Hubungan Panas Reaksi Terhadap Produk Propylene Yang Dihasilkan
Tgl Q W
05/08/2017
1.438.086,59 kcal/hr 2.876,17318 kg/hr
08/08/2017
1.554.545,53 kcal/hr 3.109,09106 kg/hr
Reaksi yang terjadi dari suatu unit akan menghasilkan suatu panas, dimana
panas reaksi itu sendiri merupakan banyaknya panas yang diserap atau dilepaskan
ketika reaksi kimia berlangsung. Faktor yang mempengaruhi panas reaksi pada
reaktor I (D-2201) :
1. Bahan baku yang bereaksi,
2. Waktu tinggal (recindance time),
3. Sistem pendingin pada reaktor I
4. Jumlah slurry
5. Jumlah katalis
Tetapi faktor yang dibahas hanya tentang panas reaksi pada sistem
pendingin di Reaktor I, faktor yang lain dianggap bernilai konstan. Menghitung
panas reaksi pada reaktor I dapat melalui dua alat yaitu pada condensor E-2201
dan pada jaket di reaktor I. Tetapi karena jaket di reaktor I sudah tidak efisien lagi
untuk dievaluasi maka yang dapat dievaluasi panas reaksinya secara optimum
yaitu pada alat condensor E-2201.
1,800,000.00
1,600,000.00
1,400,000.00
1,200,000.00
1,000,000.00
W ( kg/hr)
800,000.00 kkal/hr
600,000.00 W kg/hr
400,000.00
200,000.00
0.00
1 2 3 4 5 6 7
Q ( kkal/hr)
Secara teori diketahui bahwa panas reaksi yang dihasilkan dari sistem
pendingin di Reaktor I berbanding lurus dengan jumlah polypropylene yang
dihasilkan, (Setia Budiman: 1997) hal ini selaras dengan data grafik yang
dihasilkan yaitu dapat diamati bahwa grafik yang dihasilkan meningkat, artinya
benar bahwa suatu proses reaksi yang menimbulkan panas reaksi yang besar
menghasilkan jumlah polypropylene yang banyak begitu juga apabila panas reaksi
yang dihasilkan kecil maka jumlah polypropylene yang dihasilkan juga sedikit,
dalam hal ini berarti nilai Q dan W berbanding lurus.