Вы находитесь на странице: 1из 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Tujuan Pratikum


- Merancang dan membuat alat pengolahan air bersih
- Menguji performa dari alat yang telah dibuat dengan parameter
Alkalinity, TDS dan TSS
- Menganalisa kadar Alkalinity, TDS dan TSS

1.2. Landasan Teori


1.2.1. Potensi Air Limbah Untuk Didaur Ulang Sebagai Air Baku
Pertanian (Studi Kasus Beberapa Industri dan Domestik)

Pendahuluan
Pemanfaatan air limbah untuk irigasi lahan pertanian tengah
populer di beberapa negara (Quayle, 2012). Kondisi demikian salah
satunya diilhami dari The Hyderabad Declaration on Wastewater
Use in Agriculture 14 November 2002, yang menetapkan di
antaranya: air limbah (yang belum diolah atau yang dilarutkan atau
yang telah diolah) merupakan suatu sumber daya untuk
meningkatkan kepentingan global, terutama ditingkat pertanian
urban and peri-urban; dengan pengelolaan yang tepat, penggunaan
air limbah mengkontribusi secara signifikan terhadap
keberlangsungan mata pencaharian, keamanan pangan, dan kualitas
lingkungan. Kemudian di kota yang sama dalam kickoff meeting "
Water 4 Crops- India " yang diselenggarakan oleh The International
Crops Research Institute for the Semi-Arid Tropics (Januari 2013),
dinyatakan bahwa air limbah digunakan untuk mengatasi masalah

1
kelangkaan air, kemiskinan dan kerawanan pangan melalui
penggunaan kembali air limbah untuk pertanian. Dengan demikian
upaya daur ulang air limbah untuk air pertanian tidak terbantahkan
lagi untuk dilaksanakan di Indonesia.
Sebenarnya, upaya pemanfaatan kembali air dan
pendaurulangan air di Indonesia telah tertulis dalam Undang-undang
Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Bab IV
Pendayagunaan sumber daya air, pasal 32 ayat (6) menyatakan
bahwa “dalam penggunaan air, setiap orang atau badan usaha
berupaya menggunakan air secara daur ulang dan menggunakan
kembali air“. Oleh karena itu, guna membantu mendapatkan
informasi tentang upaya pendaurulangan air limbah, langkah awal
diperlukan penelitian tentang kajian potensi beberapa jenis air
limbah efluen IPAL yang dapat didaur ulang sebagai air baku air
pertanian.
Lingkup kajian dari penelitian ini meliputi kualitas air limbah
efluen IPAL domestik dan beberapa jenis industri yang diprediksi
berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai air pertanian. Tujuan
penelitian ini adalah mendapatkan informasi awal tentang potensi
beberapa jenis air limbah dari efluen IPAL untuk didaur ulang
sebagai air baku air pertanian sebagai upaya dalam mengatasi
kelangkaan air.

Tinjauan Pustaka
Kekurangan air akan berdampak pada ketahanan pangan.
Masalah kekurangan air telah terjadi pada sejumlah negara-negara
yang berpenduduk padat seperti China, India, Pakistan dan negara-
negara di Afrika Utara. Di Indonesia masalah kekurangan air terjadi
pada musim kering. Berdasarkan penelitian Bank Dunia, untuk
menyediakan 37 juta ton gabah untuk 111 juta penduduk China,
defisit air pertahunnya mencapai 37 milar ton air dengan asumsi

2
1000 ton air mengasilkan 1 ton gabah (Earth Policy Institute,2002
dalam Kretschmer, Ribbe and Gaese, 2002).
Pemanfaatan kembali (recycle) air limbah bukanlah hal baru.
Ada indikasi yang menunjukkan bahwa pemanfaatan air limbah
untuk irigasi telah dilakukan oleh nenek moyang bangsa Yunani
pada tahun 3000–1000 SM (Angelakis et al., 1999 dalam
Kretschmer, Ribbe and Gaese, 2002). Pada tahun 1950-an di
negara-negara barat berkembang teknologi pembuangan limbah di
atas tanah yang kemudian berkembang menjadi teknologi
pengolahan limbah dengan efluen yang lebih baik (Asano, 1998
dalam dalam Kretschmer, Ribbe and Gaese, 2002).

Potensi Air Limbah


Pada prakteknya, terdapat dua tipe pemanfaatan kembali air
limbah, yaitu: Pemanfatan sebagai air minum (potable uses) dapat
secara langsung untuk air bersih melalui teknologi pengolahan yang
tinggi; atau secara tidak langsung setelah melalui lingkungan; Di
luar pemanfaatan sebagai air minum (non-potable uses), seperti
air irigasi pertanian, penyiraman taman hutan kota, lapangan golf,
budidaya perikanan; imbuhan air tanah; industri dan permukiman.
Di California, pemanfaatan kembali ar limbah terutama untuk
pertanian, sedangkan di Jepang untuk industri dan sektor komersial.
Namun demikian dalam pemanfaatan kembali air limbah perlu
dipertimbangkan antara keuntungan, kerugian dan risikonya
(Kretschmer, Ribbe and Gaese, 2002).

Air Limbah Domestik


Sebagai ilustrasi sebuah kota berpenduduk 500.000 jiwa
dengan kebutuhan air 80-200 L/hari/kapita, akan menghasilkan
limbah domestic sekitar 12.000.000 hingga 30.000.000 m3/tahun
(Mara dan Cairncross, 1989). Jika asumsi 85% dibuang menjadi air

3
limbah dan tingkat efisiensi pemanfaatan air irigasi 5000
m3/ha/tahun, maka air limbah kota tersebut dapat mengairi 6000 ha
lahan pertanian. Air Limbah domestik terdiri dari 99,9% air dan
0,1% bahan lain (bahan padat terambang, koloid, dan terlarut).
Bahan padat terambang, koloid, dan terlarut yang terdapat
dalam air limbah mengandung unsur hara utama untuk tumbuhan
(Nitrogen, Fosfor, dan Kalium) dan unsur hara runut (seperti
tembaga, besi, seng). Jumlah kandungan nitrogen dan fosfor dalam
air limbah tak terolah biasanya berkisar berturut-turut antara 10-100
mg/L dan 5-25 mg/L, serta kalium berkisar antara 10-40 mg/L. Air
limbah terolah akan mengandung nitrogen dan fosfor lebih sedikit,
tetapi kira-kira jumlah kalium yang sama tergantung pada
pengolahan yang digunakan (Mara dan Cairncross, 1989). Ilustrasi
ini secara teoritis cukup menjanjikan, terutama pada daerah yang
kekurangan air. Namun demikian pemanfatan kembali air limbah
untuk pertanian tergantung dari penerimaan masyarakat dan
kemauan untuk menerapkan. Hal ini tergantung dari kondisi sosial
budaya setempat serta tingkat kesulitan memperoleh air. Oleh karena
itu keberhasilan penerapan teknologi pemanfaatan air limbah
secara berkelanjutan memerlukan pengkajian yang seksama.

Air Limbah Industri Makanan


Limbah cair dua buah pabrik bumbu masak Monosodium
Glutamat (MSG) di Lampung mengandung unsur hara makro dan
mikro yang berguna untuk pertumbuhan tanaman. Kedua limbah cair
tersebut diproses menjadi pupuk cair organik. Kuantitas limbah cair
dari satu pabrik berkisar antara 200-300 m3/hari. Takaran
pemupukan yang digunakan 4-5 m3/ha, sehingga satu pabrik dapat
mengairi sekitar 40 ha/hari. Penggunaan pupuk cair tersebut
memberikan dampak positif dan negatif. Dampak positifnya antara
lain harganya lebih murah dibandingkan dengan pupuk kristal dan

4
dapat meningkatkan produksi tanaman padi, jagung, singkong dan
nanas. Dampak negatifnya, kualitas pupuk cair tidak seragam dan
dapat menyebabkan kerusakan struktur tanah, pemadatan tanah, dan
menurunkan pH tanah (Wahyunto, Soelaeman, Sunaryo, 2003).

Daur Ulang Air Limbah


Daur ulang air limbah di Eropa banyak diterapkan di Yunani,
Spanyol, Italia, Israel, Jordania dan Tunisia. Di negara Israel telah
menggunakan effluen limbah sebagai air irigasi sejak 30 tahun silam.
Untuk mengatasi meningkatnya kapasitas air limbah serta
terbatasnya pasokan sumber air untuk irigasi di Israel, diperkirakan
ke depan 80% total air limbah yang telah diolah akan digunakan
sebagai air irigasi. Di daerah pedesaan Israel, proyek pembangunan
sarana air limbah domestik direklamasi menjadi sumber air irigasi
dengan mengkombinasikan instalasi pengolahan air limbah dengan
reservoir air limbah sebagai satu sistem pengolahan yang
terintegrasi. Sistem ini dapat mengurangi biaya pengolahan karena
reservoir berfungsi pula sebagai unit pengolahan yang menghasilkan
kualitas effluen yang lebih baik dan memenuhi persyaratan kualitas
air irigasi (Kretschmer, Ribbe and Gaese, 2002). Selain itu Jerman
dan Belgia juga mempunyai pengalaman yang cukup lama dalam
pemanfaatan kembali air limbah. Di Jerman, pemanfaatan air limbah
kota Baunchweig telah dimulai sejak tahun 1896. Pada tahun 1996
sebanyak 41 area pertanian di Jerman diairi dengan air limbah
domestik dan 33 tempat diairi dengan berbagai air limbah industri
antara lain : gula, starch, susu, pencucian sayur, kue dan permen,
distilleries dan pengolahan hasil pertanian (Donta, 1997 dalam
Kretschmer, Ribbe and Gaese, 2002). Di Belgia, pemanfaatan
kembali air limbah industri proses makanan dilakukan untuk
mengairi 550 Ha tanaman pertanian disekitar industri. Dengan
penerapan sistem ini, industri mendapatkan pembebasan pajak

5
(Guillaume and Xanthoulis, 1996 dalam Kretschmer, Ribbe and
Gaese,2002).
Di Amerika Latin, penggunaan air limbah kota Meksiko
sebagai air pertanian merupakan salah satu contoh pemanfaatan
kembali air limbah kota di negara berkembang. Sebannyak 75
m3/detik air limbah kota Meksiko tanpa pengolahan digunakan
untuk mengairi 85.000 ha daerah pertanian di Hidalgo. Di samping
dampak positif penerapan sistem ini berupa pendayagunaan
sumber air, peningkatan produksi pertanian dan peningkatan
ekonomi masyarakat, terjadi pula dampak negatif berupa penyebaran
penyakit. Tingginya kadar zat organik dan nutrisi dalam air limbah
dapat memperbaiki kondisi fisik dan kimia tanah pertanian, sehingga
meningkatkan hasil panen antara 94% hingga 150%. Akan tetapi
tingginya kandungan bakteri dan parasit dalam air limbah
menyebabkan terjadinya kasus penyakit perut dan parasit sebanyak
lebih dari 100.000 petani. Oleh karena itu dalam pemanfaatan
kembali air limbah untuk pertanian diperlukan adanya pengolahan
pendahuluan untuk mencegah penyebaran penyakit (Hareman and
Murcott, 1999 dalam Kretschmer, Ribbe and Gaese, 2002).

Metodologi
Penelitian ini menggunakan pendekatan metode deskriptif
dengan pengumpulan data secara survey dan studi kasus (Sevilla et
al., 1993). Objek penelitian adalah air limbah yang berasal dari
efluen Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) domestik dan
beberapa jenis industri. Pengumpulan data primer dilakukan untuk
mengetahui kualitas air limbahnya. Air limbah yang digunakan
adalah air limbah yang kuantitasnya memungkinkan mengairi
sawah selama masa tanam. Parameter kualitas air limbah yang diuji
meliputi parameter yang tercantum dalam persyaratan air irigasi
menurut FAO Irrigation Water Quality Guidelines (Ayers and

6
Westcot, 1985). Metode analisis kualitas air untuk mengetahui
kandungan unsur-unsur hara dan mineral lain menggunakan SNI
yang berlaku. Lokasi penelitian yang menjadi objek penelitian
adalah air limbah dari efluen Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) beberapa jenis industri (pupuk buatan, kertas, pengolahan
susu, tekstil, makanan, minuman ringan, gula tebu) dan IPAL
domestik yang diperkirakan berpotensi untuk didaur ulang di
beberapa daerah di Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
dan Yogyakarta.

Hasil dan Pembahasan


Seperti pernyataan yang tercantum dalam deklarasi Hyderabad
(2002) tentang pemanfaatan air limbah untuk air pertanian,
dinyatakan bahwa pengelolaan yang tepat, penggunaan air limbah
dapat mengkontribusi secara signifikan terhadap keberlangsungan
mata pencaharian, keamanan pangan dan kualitas lingkungan.
Secara implisit dalam deklarasi tersebut terkandung makna, bahwa
potensi air limbah itu cukup baik dan prospektif sebagai sumber air
pertanian. Namun demikian, saat air limbah digunakan sebagai air
pertanian, beberapa hal yang perlu diperhatikan di antaranya dampak
fisiologis tanaman pertanian akibat penggunaan air limbah tersebut.
Dampak fisiologis suatu tanaman terhadap suatu faktor
lingkungan dibedakan berdasarkan keadaan cocok atau keracunan.
Kondisi yang cocok bagi tanaman adalah yang memungkinkan
tanaman mengalami pertumbuhan maksimum. Walaupun untuk
sejumlah tanaman tertentu misalnya, dengan tingkat pemberian
nitrogen yang tinggi akan memberikan respon yang kontinyu dalam
pertumbuhannya, yang tidak akan berguna untuk waktu yang lama.
Misalnya tanaman padi, dengan kondisi air atau tanah yang kaya
akan nitrogen, dalam aspek pertumbuhan vegetatifnya adalah positif,

7
akan tetapi aspek pertumbuhan generatifnya kurang baik (Fitter
and Hay, 1991).
Kesesuaian air untuk air baku air pertanian sangat ditentukan
oleh kualitas airnya itu sendiri. Di antara masalah yang menjadi
dasar dalam mengevaluasi kualitas air untuk pertanian adalah a)
salinitas, b) toksisitas ion spesifik, c) laju infiltrasi air, d)
masalah lain-lain (Ayers and Westcot, 1985).

Salinitas
Kualitas air irigasi atau pertanian dapat memiliki suatu dampak
yang besar terhadap produksi pertanian. Semua air irigasi terdiri
dari garam-garam mineral yang terlarut, tetapi kadar dan
komposisinya sangat tergantung dari sumber irigasinya (Grattan,
2002). Kadar garam-garaman yang terdapat dalam tanah atau yang
dibawa oleh air baku pertanian akan berpengaruh terhadap
ketersediaan air yang diserap oleh tanaman, yang akhirnya dapat
mempengaruhi hasil pertanian (Ayers and Westcot, 1985). Air
irigasi yang biasa digunakan untuk pertanian mengandung kadar
garam yang tinggi. Terlalu banyak garam akan menurunkan atau
bahkan menghambat produksi pertanian, sebaliknya terlalu sedikit
garam dapat menurunkan infiltrasi air, semuanya akan
mempengaruhi produksi pertanian (Grattan, 2002).
Untuk mengukur salinitas air dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan ukuran dari parameter daya hantar
listrik (DHL) dan atau residu terlarut. DHL adalah kemampuan atau
ketidakmampuan suatu substansi mengalirkan aliran listrik. Pada
umumnya nilai parameter DHL digunakan sebagai suatu indikator
yang dipercaya untuk menentukan derajat salinitas dari sampel air.
Walaupun nilai DHL tidak dapat mengidentifikasi jenis garam
spesifik (Carson, 2012).

8
Nilai parameter DHL dan residu terlarut merupakan ekivalen.
Berdasarkan hasil analisis kualitas air limbah dari outlet IPAL
domestik dan IPAL beberapa jenis industri, ternyata beberapa di
antaranya memenuhi kriteria sebagai air irigasi, yaitu limbah cair
domestik, industri pupuk buatan, industri kertas, industri pengolahan
susu bubuk, industri makanan, industri minuman ringan, dan indutri
gula tebu (Gambar 1). Akan tetapi kualitas air limbah industri
pengolahan susu (produk susu cair) dan industri tekstil nilai
parameter DHL-nya memiliki nilai > 3.000 µmhos/cm (Ayers and
Westcot, 1985) (Gambar 1). Kriteria lain tentang batas nilai DHL
untuk kategori aman dengan tanah yang dapat menyerap air dan
pelepasan garam secara moderat dengan nilai DHL antara 750 –
2250 µmhos/cm (Mahida, 1981). Demikian juga dengan kadar
residu terlarut yang melebihi batas maksimal menurut kriteria FAO
> 2.000 mg/L (Ayers and Westcot, 1985) (Gambar 2). Kedua jenis
air limbah tersebut jika digunakan sebagai air baku air pertanian,
maka bagi tanamannya akan berisiko berat.
Air limbah dari efluen IPAL industri pengolahan susu cair,
kalau dilihat dari bahan bakunya yang utama adalah susu sapi murni.
Pada umumnya rasa susu terasa sedikit manis dan asin gurih yang
disebabkan adanya kandungan gula laktosa dan garam mineral di
dalam susu. Kualitas susu sapi segar mengandung garam-garaman
sebesar 0,65 % (Dwidjoseputro, 1994) dan memiliki nilai pH
antara 6,51-6,66 serta DHL 5.930-6.330 µmhos/cm (Raimondo
et al., 2009). Dengan demikian berdasarkan hasil pengukuran air
limbahnya ternyata parameter angka DHL dan residu terlarutnya
nilainya tinggi, dikarenakan salah satu bahan baku utama dari
industri ini adalah susu yang memiliki potensi hal tersebut.
Demikian juga industri tekstil, salah satu proses produksi yang
berpotensi menghasilkan limbah cair dan mengandung komponen
garam adalah proses pencelupan. Klasifikasi utama bahan celup

9
yang digunakan dalam proses tekstil finishing ini adalah zat warna
asam, zat warna azo, zat warna basa, zat warna direct, zat warna
dispers, zat warna mordant, zat warna reaktif, zat warna solven, zat
warna sulfur, zat warna vat, zat warna kompleks logam (Allians
Organic LLP, 2010). Beberapa jenis bahan kimia lain dalam proses
dyeing yang ditambahkan adalah surfaktan, asam basa, dan garam
(Cahayaputri et al., 2010). Dalam prakteknya di lapangan,
umumnya zat warna tekstil tidak digolongkan berdasarkan
struktur kimianya, melainkan berdasarkan sifat-sifat pencelupan dan
cara penggunaannya. Berikut ini adalah di antara zat-zat warna celup
yang merupakan senyawa garam, yaitu:

Zat warna asam


Zat warna ini merupakan garam natrium (amonium-kurang
sering) dari asam organik seperti asam sulfonat, asam karboksilat
atau asam fenolat. Zat warna asam ini larut dalam air dan memiliki
daya tembus (afinitas) terhadap serat- serat ampoter, seperti serat-
serat protein atau poliamida. Saat pencelupan, terjadi ikatan
ion antara kation pada serat dan anion dari bahan celup. Asam
ditambahkan untuk meningkatkan jumlah kelompok-kelompok
amino yang berproton dalam serat (Allians Organic LLP, 2010).

Zat warna basa


Zat warna ini umumnya merupakan garam- garam khlorida
atau oksalat dari basa-basa organik, misalnya basa amonium,
oksonium dan sering pula merupakan garam rangkap dengan seng
khlorida. Oleh karena khromofor dari zat warna ini terdapat pada
kationnya maka zat warna ini kadang-kadang juga disebut zat warna
kation. Warna-warnanya cerah tetapi tahan luntur warnanya kurang
baik. Zat warna ini mempunyai daya tembus langsung terhadap
serat-serat protein. Beberapa zat warna basa yang telah

10
dikembangkan dapat juga dipergunakan untuk mewarnai serat
poliakrilat.Pada serat tersebut zat warna basa memiliki tahan luntur
dan tahan sinar yang lebih baik.

Gambar 1.1. Kisaran nilai daya hantar listrik (DHL) limbah cair domestik dan
beberapa jenis industri setelah diolah dalam suatu instalasi pengolahan air limbah
(IPAL)

Zat warna direk


Zat warna ini menyerupai zat warna asam, yakni merupakan
garam natrium dari asam sulfonat dan hampir seluruhnya
merupakan senyawa-senyawa azo. Zat warna ini mempunyai daya
tembus langsung terhadap serat-serat selulosa, kadang-kadang
disebut zat warna substanstif. Meskipun zat warna ini dapat
dipergunakan untuk mewarnai serat-serat protein tetapi jarang
dipergunakan untuk maksud tersebut. Golongan zat warna ini
memiliki macam-macam warna yang cukup banyak dan tahan
luntur, tetapi warnanya kurang baik.

Zat warna bejana


Zat warna ini tidak larut dalam air tetapi dapat dirubah menjadi
senyawa leuco yang larut dengan penambahan senyawa reduktor
natrium hidrosulfit dan natrium hiroksida. Serat-serat selulosa

11
mempunyai daya serap terhadap senyawa leuko tersebut, yang
setelah diserap oleh serat dapat dirubah menjadi bentuk pigmen
yang tidak larut lagi dalam air dengan menggunakan senyawa
oksidator. Untuk mempermudah cara pemakaiannya zat warna ini
telah dikembangkan menjadi zat warna bejana yang larut dengan
cara mengubah strukturnya menjadi garam natrium dari ester
asam sulfat. Zat warna yang larut ini dapat dikembalikan ke
dalam struktur aslinya di dalam serat dengan cara oksidasi dalam
suasana asam.

Toksisitas ion spesifik


Ion spesifik yang dimaksud adalah ion natrium (Na+), klorida
(Cl-), atau boron (B+) yang berasal dari tanah atau air. Permasalahan
toksisitas terjadi, jika ion-ion yang terkandung dalam tanah atau air
tersebut terserap oleh tanaman dan terakumulasi hingga mencapai
konsentrasi tinggi. Akibatnya dapat menyebabkan kerusakan
tanaman atau penurunan hasil panen. Tingkat kerusakan pada yang
terjadi pada tanaman, tergantung dari penyerapan yang terjadi dan
sensitivitas tanaman itu sendiri. Tingkat kerusakan yang sering
terjadi akibat konsentrasi ion rendah, biasanya akan terlihat pada
jenis tanaman sensitif. Kerusakan yang terjadi biasanya pertama-
tama ditandai dengan bagian pinggiran daun terbakar dan terjadi
klorosis pada intervein daun. Jika akumulasi ion tersebut cukup
tinggi, akan menyebabkan penurunan hasil panen. Hampir semua
bagian tanaman akan mengalami kerusakan atau mati, jika
konsentrasi ion tersebut cukup tinggi (Ayers and Westcot, 1985).

12
Gambar 1.2. Kisaran kadar residu terlarut limbah cair domestik dan beberapa jenis
industri setelah diolah dalam suatu instalasi pengolahan air limbah (IPAL)

Kejadian toksisitas dapat terjadi ketika konsentrasi ion rendah yang


beriringan dengan suatu nilai salinitas tertentu atau berkaitan dengan
permasalahan infiltrasi air. Kerusakan terjadi ketika potensi ion
toksik terabsobsi sejumlah tertentu secara signifikan melalui media
air oleh akar tanaman. Ion-ion yang terabsobsi dibawa ke daun dan
terakumulasi selama proses transpirasi. Akumulasi ion dapat
mencapai kadar tertinggi di daun, seiring dengan proses kehilangan
air yang tinggi pula yang terjadi sekitar ujung dan pinggiran daun.
Akumulasi ion toksik tersebut ditentukan oleh waktu dan jika
diperhatikan secara visual sering terlihat lambat. Tingkat kerusakan
tanaman oleh ion spesifik tersebut tergantung dari faktor waktu
pemaparan, konsentrasi ion toksik, sensitivitas tanaman, dan volume
air yang tertanspirasi oleh tanaman. Toksisitas dapat terjadi secara
langsung akibat penyerapan langsung ion toksik melalui daun basah,
ketika penyiraman menggunakan sprinkler. Ion natrium dan klorida
dapat terabsobsi melalui daun tersebut (Ayers and Westcot, 1985).

Boron (B)
Mineral boron (B) penting bagi pertumbuhan normal semua
tanaman, tetapi jumlah yang dibutuhkan kecil sekali. Boron sangat

13
beracun bagi beberapa tanaman tertentu dan kadarnya
membahayakan tanaman yang peka, kira-kira sama jumlahnya
dengan yang dibutuh untuk pertumbuhan normal dari tanaman yang
sangat toleran (Mahida, 1981).

Klorida (Cl)
Jumlah klorida yang berlebihan terbukti dapat langsung
meracuni tanaman buah-buahan yang ditandai dengan kekeringan
pada daun (Mahida, 1981). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa
meskipun klorida cenderung terakumulasi dalam tanah dengan air
irigasi air limbah, tetapi klorida dapat terlepas dengan mudah (Steel
and Berg, 1954 dalam Mahida, 1985). Berdasarkan hasil analisis
kualitas airnya, air limbah dari efluen IPAL domestik, industri
kertas, industri pengolahan susu (produk susu cair), industri
pengolahan susu (produk susu bubuk), industri tekstil, industri
makanan, industri minuman ringan, dan industri gula tebu, kadar
klorida (Cl) < 4 mg/L (Gambar 4). Dengan demikian kedelapan jenis
air limbah tersebut telah memenuhi kriteria FAO (1985) dan tidak
menyebabkan risiko bagi tanaman pertanian. Sebagai kekecualian,
adalah air limbah industri pupuk buatan berisiko ringan bagi
tanaman, karena kadar klorida antara 142-335 mg/L (Gambar 1.4.).

Gambar 1.3. Kisaran kadar boron (B+) limbah cair domestik dan beberapa jenis
industri setelah diolah dalam suatu instalasi pengolahan air limbah (IPAL)

14
Gambar 1.4. Kisaran kadar klorida (Cl-)limbah cair domestik dan beberapa jenis
industri setelah diolah dalam suatu instalasi pengolahan air limbah (IPAL)

Laju infiltrasi air


Permasalahan infiltrasi air terjadi jika air irigasi tidak cukup
cepat masuk ke dalam tanah pada suatu siklus irigasi normal untuk
mengisi tanah dengan air yang dibutuhkan oleh tanaman sebelum
irigasi lanjutan. Penurunan laju infiltrasi, jika dikarenakan oleh
kualitas air yang digunakan, umumnya menjadi masalah pada
beberapa sentimeter di bagian atas tanah, tetapi kadang- kadang juga
terjadi lebih dalam lagi. Adapun hasil akhirnya adalah penurunan
kebutuhan air untuk tanaman. Hal ini mirip dengan penurunan
akibat salinitas, tetapi hal ini untuk suatu alasan yang berbeda.
Persoalan infiltrasi air adalah menurunnya kuantitas air ke tanah
untuk kemudian digunakan oleh tanaman, Sementara faktor salinitas
dapat menurunkan keberadaan air cadangan dalam tanah (Ayers and
Westcot, 1985). Infiltrasi berhubungan dengan masuknya air ke
dalam tanah. Laju pada saat mana air masuk tersebut ditetapkan
sebagai laju infiltrasi. Kata permeabilitas digunakan sebagai istilah

15
dalam edisi sebelum Irrigation and Drainage Paper 29 (1976), lebih
mengoreksi berkaitan dengan perkolasi infiltrasi air ke dalam tanah.
Selanjutnya dikarenakan permasalahan kualitas air adalah salah
satu yang utama berkaitan dengan masuknya air dan bergerak
melalui bagian atas tanah beberapa sentimeter. Oleh karenanya lebih
tepat menggunakan istilah permasalahan infiltrasi dibandingkan
dengan istilah permasalahan permeabilitas. Suatu laju infiltrasi
dikatakan rendah adalah 33 mm/jam dan di atas 12 mm/jam
dikatakan relatif tinggi. Kondisi tersebut dapat dipengaruhi oleh
banyak faktor tidak hanya kualitas air, termasuk karakteristik fisik
tanah, seperti tekstur tanah dan jenis mineral, serta karakteristik
kimiawi termasuk kation yang dapat bertukaran.
Dari hasil penelitian sebelumnya mengatakan bahwa
permasalahan infiltrasi sebagai hubungan langsung terhadap
perubahan yang tidak diinginkan dalam aspek kimia tanah yang
disebabkan oleh kualitas air irigasi yang diterapkan. Dari
permasalahan tersebut yang menjadi perhatian adalah dua faktor,
yaitu nilai daya hantar listik dan SAR (Sodium Adsorption Ratio),
seperti Gambar 5 (Ayers and Westcot, 1985). Berdasarkan
kurva dalam Gambar 5 tersebut terdapat tiga kelompok kualitas air
yang dapat mempengaruhi laju infiltrasi air ke tanah, yaitu kategori
tidak mempengaruhi laju infiltrasi, mempengaruhi laju infiltrasi
dengan tingkatan ringan hingga sedang, dan mempengaruhi laju
infiltrasi dengan tingkatan berat. Adanya kondisi yang
mempengaruhi laju infiltrasi air ke tanah tersebut, hal ini secara tidak
langsung akan mempengaruhi terhadap pertumbuhan tanaman.

Masalah lainnya
Beberapa permasalahan lain terkait dengan kualitas air untuk
irigasi, di antaranya a. kelebihan nitrogen, b. Nilai pH yang tidak
normal, c. tingginya kadar logam, seperti besi, mangan, seng.

16
Kelebihan nitrogen
Nitrogen merupakan salah unsur nutrisi bagi tanaman yang
dapat menstimulasi pertumbuhan tanaman. Nitrogen tanah alami
atau pupuk yang ditambahkan merupakan sumber nitrogen yang
selalu disediakan. Demikian juga dengan sumber nitrogen yang
berasal dari air irigasi memiliki kesamaan pengaruhnya seperti
halnya upaya pemupukan nitrogen ke tanah. Jika berlebihan
kadarnya, maka akan menjadi persoalan, seperti halnya
berlebihannya pupuk. Akibatnya produksi beberapa tanaman
terganggu, karena stimulasi pertumbuhan berlebih terhadap bagian
vegetatif, kematangan tanaman tertunda, atau kualitasnya yang jelek
(Ayers and Wsetcot, 1985). Bentuk senyawa nitrogen yang paling
banyak ditemukan adalah nitrat dan amonium, akan tetapi nitrat
(NO3-) paling sering tersedia dalam air irigasi. Pada umumnya
konsentrasi nitrat pada air permukaan dan air tanah kurang dari
5 mg/L. Dikarenakan senyawa nitrogen selalu ditemukan dalam
berbagai macam air baku, direkomendasikan kadar nitrogen untuk
semua air irigasi sebaiknya dipantau.

Gambar 1.5. Grafik hubungan relatif laju air yang dipengaruhi oleh parameter
DHL dan SAR (Diadopsi dari Rhoades, 1977; Oster and Schroer, 1979 dalam
Ayers and Westcot, 1985)

17
Nilai pH (derajat keasaman)
Nilai pH adalah indikator derajat asam atau basa air. Kegunaan
utama dari paramater pH dalam analisis kualitas air adalah
mendeteksi ketidaknormalan air. Nilai pH air normal berkisar antara
6,5 - 8,4. Suatu nilai pH air irigasi di luar rentang tersebut merupakan
pertanda, bahwa air baku tersebut perlu dievaluasi. Nilai pH air
irigasi berada di luar rentang 6,5 - 8,4 dapat menyebabkan
ketidakseimbangan nutrien bagi tanaman atau mengandung ion
toksik (Ayers and Westcot, 1985). Berdasarkan hasil pengukuran
terhadap sembilan air limbah, ternyata semuanya memiliki nilai pH
di antara 6,5 - 8,4, kecuali air limbah dari industri pupuk buatan yang
mencapai nilai 9,1 (Gambar 7). Dengan demikian semua air limbah
tersebut berpotensi dapat dijadikan air irigasi, kecuali air limbah dari
industri pupuk buatan yang perlu perlakuan khusus.

Kadar besi, mangan dan seng


Berdasarkan pengategorian unsur-unsur yang diperlukan oleh
tanaman, unsur besi dan mangan termasuk ke dalam unsur mikro
elemen. Walaupun kadarnya diperlukan sedikit, tetapi dengan tidak
adanya unsur mikro tersebut, tanaman akan mengalami
pertumbuhan yang tidak optimal. Unsur besi meskipun tidak
menjadi konstituen dari klorofil, namun sangat diperlukan oleh
tanaman guna pembentukan klorofil. Kekurangan besi dalam bentuk
ion-ion Fe2+ segera menimbulkan klorosis. Lembaran daun menjadi
kuning atau pucat, sedangkan urat-urat daun tetap berwarna hijau.
Unsur Besi memegang peranan sebagai ko-enzim di dalam proses
pernafasan daun, merupakan bagian dari enzim-enzim dalam
mendukung pertumbuhan tanaman (Dwidjoseputro, 1990).
Demikian juga unsur mangan (Mn) sebagai mikro elemen yang
mengaktifkan beberapa enzim yang mendukung pertumbuhan
tanaman secara normal, seperti dehidrogenase, karboksilase.

18
Kekurangan unsur mangan, efeknya seperti kekurangan besi, yaitu
klorosis. Unsur seng (Zn) merupakan unsur mikro elemen yang
penting dalam mengaktifkan beberapa enzim, diperlukan dalam
pembentukan asam indol asetat. Kekurangan Zn mengakibatkan
ujung akar kerdil dan akhirnya menghambat pertumbuhan tanaman
seluruhnya (Dwidjoseputro, 1990). Berdasarkan hasil pengukuran
terhadap sembilan jenis air limbah, ternyata kadar besi, mangan dan
seng di bawah kadar maksimum yang direkomendasikan oleh FAO
(Gambar 8, 9 dan 10). Dengan demikian semua air limbah tersebut
berpotensi dapat dijadikan air irigasi. Dari uraian pembahasan di atas
tentang potensi daur ulang air limbah dari berbagai kegiatan
industri dan domestik yang bersumber dari efluen IPAL masing-
masing, yang direkomendasikan karena memenuhi kriteria dari FAO
adalah air limbah domestik, industri kertas, industri pengolahan susu
dengan produk susu cair, industri pengolahan makanan, dan industri
gula. Kemudian jenis-jenis air limbah yang tidak direkomendasi,
karena tidak memenuhi kriteria FAO adalah air limbah industri
pupuk buatan, industri pengolahan susu dengan produk susu bubuk,
industri tekstil, dan industri minuman ringan (Tabel 1).

19
Tabel 1.1. Potensi Kualitas air beberapa jenis air limbah dari effluent IPAL untuk
didaur ulang sebagai air baku pertanian padi sawah

Kesimpulan
Kualitas air limbah domestik dari efluen IPAL-nya telah
memenuhi persyaratan untuk irigasi tanaman padi sawah, karena
memiliki nilai daya hantar listrik (DHL), pH, residu terlarut
(TDS), SAR, RSC, klorida, boron, dan nitrat yang termasuk kategori
tidak berisiko untuk pertumbuhan tanaman begitu pula kadar logam
besi, mangan dan seng masih di bawah kadar maksimum yang
disarankan.
Kualitas air Limbah dari efluen IPAL beberapa jenis
industri: Kualitas air limbah industri pupuk buatan tidak memenuhi
persyaratan karena ada beberapa parameter yang termasuk kategori
berisiko ringan-sedang, yaitu DHL 1350 µmhos/cm, TDS 850 mg/L,
boron 0,77 mg/L, klorida 143 mg/L. Kualitas air limbah industri
tekstil (celup) tidak memenuhi persyaratan karena memiliki
beberapa parameter yang termasuk kategori berisiko berat, yaitu

20
DHL 4100 µmhos/cm, TDS 3238 mg/L, RSC 4,22, SAR 29,6, dan
krom sampai 1,21 mg/L. Kualitas air limbah industri pengolahan
susu bubuk tidak memenuhi persyaratan karena daya hantar listrik
(DHL) 5680 µmhos/cm, kadar residu terlarut 3790 mg/L, RSC 2,56
dan SAR 26,6.
Kualitas air limbah industri makanan (biskuit) memenuhi
persyaratan, tetapi perlu perhatian khusus terhadap parameter RSC
sebesar 2,16 yang masuk pada kategori ringan sedang.
Kualitas air limbah industri kertas (tanpa katalis B3)
memenuhi persyaratan karena semua parameter yang ada termasuk
kategori tidak berisiko. Kualitas air limbah industri pengolahan
susu cair memenuhi persyaratan dengan catatan perlu perhatian
khusus terhadap parameter SAR (3,91) dan RSC (1,65) yang masuk
pada kategori ringan sedang. Kualitas air limbah industri minuman
(non- alkohol) tidak memenuhi persyaratan karena beberapa
parameter termasuk kategori tidak berisiko sedang hingga berat,
yaitu nilai daya hantar listrik (DHL) 1420 µmhos/cm, residu
terlarut 1050 mg/L, RSC 9,42; SAR 9,91. Kualitas air limbah
industri gula kualitas airnya memenuhi persyaratan karena semua
parameter yang termasuk kategori tidak berisiko, yaitu DHL 472
µmhos/cm, TDS 316 mg/L, besi < 0,008 mg/L, mangan <
0,007 mg/L, boron 0,64 mg/L, pH 6,8; seng 0,020 mg/L, klorida
50,3 mg/L, nitrat < 0,04 mg/L, RSC 0; dan SAR 1,16.

1.2.2. Air
Air adalah senyawa yang penting bagi semua bentuk kehidupan
yang diketahui sampai saat ini di Bumi, tetapi tidak di planet lain.
Air menutupi hampir 71% permukaan Bumi. Terdapat 1,4 triliun
kilometer kubik (330 juta mil³) tersedia di Bumi. Air sebagian besar
terdapat di laut (air asin) dan pada lapisan-lapisan es (di kutub dan
puncak-puncak gunung), akan tetapi juga dapat hadir sebagai awan,

21
hujan, sungai, muka air tawar, danau, uap air, dan lautan es. Air
dalam objek-objek tersebut bergerak mengikuti suatu siklus air,
yaitu: melalui penguapan, hujan, dan aliran air di atas permukaan
tanah (runoff, meliputi mata air, sungai, muara) menuju laut. Air
bersih penting bagi kehidupan manusia.

1.2.3. Karakteristik Air


Air sangat penting dalam kehidupan manusia, senyawa ionik ini
sangat vital eksistensinya dalam berbagai kegunanaan termasuk
dunia industri. Kebutuhan akan air yang berkualitas sangat penting
akan tetapi kuantitasnya yang memadaipun juga tidak kalah
pentingnya. Ini menuntut sinergi teknologi yang compatible untuk
menangani permasalahan air yang kian hari kualitas dan
kuantitasnya menurun.
Air tidak bisa dilepaskan fungsinya dari dinamika industri karena
hampir di semua industri pasti menggunakan air dalam proses
produksinya. Di dalam industri air sangat banyak fungsinya
tergantung dari jenis industri dan produk yang dihasilkan. Pada
umumnya industri – industri menggunakan air untuk berbagai
keperluan seperti pelarut bahan kimia, mengencerkan bahan, umpan
boiler, Colling Tower/ Chiller water, pembersihan area produksi,
campuran produk, sebagai penunjang dalam fungsi kerja alat – alat
produksi dan keperluan uji kualitas hasil produk olahan, untuk
pemadam kebakaran dan sebagainya.

•Karakteristik Kimia Air


1) pH
Nilai pH air yang normal adalah antara 6,00 – 8,00, sedangkan
air yang tercemar, misalnya air limbah (buangan), berbeda-beda
tergantung pada jenis limbahnya. Air yang masih segar dari
pegunungan biasanya mempunyai pH yang lebih tinggi. Semakin

22
lama pH air akan menurun menuju kondisi asam. Hal ini disebabkan
bertambahnya bahan-bahan organik yang membebaskan CO2 jika
mengalami penguraian.
2) DO ( Disolved Oxygent )
Oksigen adalah gas tak berbau, tidak berasa dan hanya sedikit
larut dalam air. Oksigen terlarut inilah yang merupakan tempat
bergantungnya kehidupan dalam air baik tumbuhan maupun hewan,
sehingga kadar oksigen terlarut dapat dijadikan ukuran untuk
menentukan oksigen terlarut. Kehidupan dalam air dapat bertahan
jika terdapat oksigen terlarut minimal sebanyak 5 ppm (5 part per
million atau 5 mgr oksigen untuk setiap liter air), selebihnya
bergantung pada ketahanan organisme, derajat keaktifan, kehadiran
bahan pencemar, suhu air dan sebagainya.
Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintesis tanaman
air dan dari atmosfir. Jika oksigen terlarut terlalu rendah, maka
organisme aerob mungkin akan mati dan organisme anaerob akan
menguraikan bahan organik dan menghasilkan bahan seperti metana
dan hydrogen sulfida. Zat inilah yang menyebabkan air berbau
busuk.
3) BOD ( Biological Oxygent Demand )
BOD menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan
oleh organisme hidup untuk menguraikan atau mengoksidasi bahan
buangan dalam air. Jika konsumsi oksigen tinggi, yang ditunjukkan
dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut dalam air, maka
berarti kandungan bahan buangan yang membutuhkan oksigen
adalah tinggi. Organisme hidup yang bersifat aerobik membutuhkan
oksigen untuk proses reaksi biokimia.
4) COD ( Chemical Oxygent Demand )
Untuk mengetahui jumlah bahan organik di dalam air dapat
dilakukan suatu uji yang lebih cepat dari uji BOD, yaitu berdasarkan
reaksi kimia dari suatu oksidan. Uji ini disebut sebagai uji COD,

23
yaitu suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan
oleh suatu bahan oksidan, misalnya kalium dikromat, untuk
mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat dalam air
5) Kesadahan
Air limbah industri bahan anorganik pada umumnya
mengandung asam mineral dalam jumlah tinggi sehingga
keasamannya juga tinggi atau pHnya rendah. Adanya komponen
besi sulfur (FeS2) dalam jumlah banyak di dalam air akan
membentuk H2SO4 dan besi (Fe) yang larut. Perubahan keasaman
pada air limbah, baik kearah alkali (pH naik) maupun kearah asam
(pH turun), akan sangat mengganggu kehidupan ikan dan hewan air.
Selain itu, air limbah yang memiliki pH rendah bersifat sangat
korosif yang mengakibatkan besi menjadi berkarat.
Alkalinitas berkaitan dengan kesadahan air, yang merupakan
salah satu sifat air. Adanya ion kalsium (Ca) dan magnesium (Mg)
di dalam air akan mengakibatkan sifat kesadahan air tersebut.
Garam-garam ini terdapat dalam bentuk karbonat, sulfat, klorida,
fosfat dan lain-lain. Air dengan tingkat kesadahan yang terlalu tinggi
dapat menyebabkan korosi pada alat yang terbuat dari bahan besi,
menyebabkan sabun kurang berbusa, sehingga meningkatkan
konsumsi sabun dan dapat menimbulkan kerak atau endapan pada
tempat pengolahan. Oleh karena itu air yang digunakan untuk
industri seharusnya kesadahannya dihilangkan terlebih dahulu.
6) Senyawa – senyawa kimia yang beracun
Kehadiran unsur Arsen ( As ) pada dosis yang rendah sudah
merupakan racun terhadap manusia, sehingga perlu pembatasan
yang agak ketat ( ± 0,05 mg/l ). Kehadiran Besi (Fe ) dalam air bersih
akan menyebabkan timbulnya rasa dan bau logam, menimbulkan
warna koloid merah ( karat ) akibat oksidasi oleh oksigen terlarut
yang dapat menjadi racun bagi manusia.
• Karakteristik Fisik Air

24
1) Kekeruhan
Kekeruhan menunjukkan sifat optis air, yang mengakibatkan
pembiasan cahaya ke dalam air. Kekeruhan membatasi masuknya
cahaya ke dalam air, yang terjadi karena adanya bahan yang
terapung, dan terurainya zat tertentu, seperti bahan organik, jasad
renik, lumpur, tanah liat dan benda lain yang melayang atau terapung
dan sangat halus sekali. Semakin keruh airnya semakin tinggi daya
hantar listriknya dan semakin banyak pula padatannya
2) Temperatur
Air sering digunakan sebagai medium pendingin dalam
berbagai proses industri. Air pendingin tersebut setelah digunakan
akan mendapat panas dari bahan yang didinginkan, kemudian
kembali ke tempat asalnya, yaitu sungai atau sumber air lainnya. Air
buangan tersebut mungkin memiliki suhu lebih tinggi daripada air
asalnya.
Naiknya suhu air akan menimbulkan akibat menurunnya jumlah
oksigen terlarut dalam air, meningkatkan kecepatan reaksi kimia,
mengganggu kehidupan ikan dan biota air lainnya, bahkan jika batas
suhu yang mematikan terlampaui, komponen biotik air tersebut akan
mati.
Ikan yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu relatif
tinggi akan mengalami kecepatan respirasi, disamping itu suhu yang
tinggi juga akan menurunkan jumlah oksigen yang terlarut di dalam
air, sehingga biota air akan mati kekurangan oksigen.
3) Warna
Warna air yang terdapat di alam sangat bervariasi, misalnya air
di rawa-rawa berwarna kuning, coklat atau kehijauan. Air sungai
biasanya berwarna kuning kecoklatan karena mengandung lumpur.
Air limbah yang mengandung besi (Fe) dalam jumlah banyak
berwarna coklat kemerahan. Warna air yang tidak normal biasanya
merupakan indikasi terjadinya pencemaran air.

25
Warna air dapat dibedakan atas dua macam, yaitu warna asli
(true color) yang diakibatkan bahan-bahan terlarut, dan warna semu
(apparent color) yang selain diakibatkan oleh bahan terlarut, juga
karena bahan tersuspensi, termasuk diantaranya yang bersifat koloid.

4) Solid ( Zat Padat )


Padatan dalam air terdiri dari padatan organik dan anorganik
yang terlarut, mengendap maupun tersuspensi. Bahan ini akan
mengendap pada dasar air yang lambat laun akan menyebabkan
pendangkalan pada tempat penerima. Akibat lain dari padatan ini
adalah tumbuhnya tanaman air tertentu dan dapat menyebabkan
racun bagi mahluk lain. Banyaknya padatan menunjukkan
banyaknya lumpur yang terkandung dalam air
Pada dasarnya lingkungan air yang tercemar selalu mengandung
padatan, yang dapat dibedakan menjadi empat kelompok
berdasarkan besar partikel dan sifat-sifat lainnya, terutama
kelarutannya, yaitu padatan terendap (sedimen), padatan tersuspensi,
padatan terlarut total, minyak dan lemak.
Padatan terendap (sedimen) yaitu padatan yang dapat langsung
mengendap jika air tidak terganggu untuk beberapa saat. Adanya
sedimen dalam jumlah banyak dalam air akan sangat merugikan,
karena dapat mengakibatkan penyumbatan saluran air dan selokan,
dan dapat pula mengendap di dalam bak penampung air sehingga
mengurangi volume air yang dapat ditampung dalam bak tersebut.
Endapan dapat mengurangi populasi ikan dan biota air lainnya
karena telur-telur ikan dan sumber makanan mungkin terendam
dalam sedimen. Sedimen mengurangi penetrasi sinar ke dalam air
sehingga akan mengurangi kecepatan fotosintesis, dan sedimen
mengakibatkan kekeruhan.
Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan
kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak langsung mengendap, terdiri

26
dari partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen,
misalnya tanah liat, sel-sel mikroorganisme. Air permukaan
mengandung tanah liat dalam bentuk suspensi, dapat bertahan
sampai berbulan-bulan, kecuali jika keseimbangannya terganggu
oleh zat lain, sehingga mengakibatkan terjadinya penggumpalan
yang kemudian diikuti dengan pengendapan.
Padatan terlarut adalah padatan yang memiliki ukuran yang
lebih kecil dari padatan tersuspensi. Padatan ini larut dalam air,
misalnya air limbah pabrik gula, atau air limbah industri kimia yang
mengandung mineral seperti merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (As),
kadmium (Cd), chromium (Cr), nikel (Ni), serta garam magnesium
dan kalsium yang mempengaruhi kesadahan air.
5) Bau dan Rasa
Bau dan rasa dapat dihasilkan oleh adanya organisme dalam air
seperti alga serta oleh adanya gas seperti H S yang terbentuk dalam
kondisi anaerobik dan oleh adanya senyawa organik tertentu.

1.2.4. Pengolahan Air Menjadi Air Minum


1. Aerasi
Aerasi merupakan istilah lain dari tranfer gas dengan
penyempitan makna, lebih dikhususkan pada transfer gas
(khususnya oksigen) dari fase gas ke fase cair. Fungsi utama aerasi
dalam pengolahan air adalah melarutkan oksigen ke dalam air untuk
meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam air, dalam campuran
tersuspensi lumpur aktif dalam bioreaktor dan melepaskan
kandungan gas-gas yang terlarut dalam air, serta membantu
pengadukan air. Pada alat pengolahan air sungai ini digunakan tray
aerator. Yaitu aerator yang disusun secara bertingkat. Tujuan
transfer gas dalam pengolahan air adalah :

27
1. Untuk mengurangi konsentrasi bahan penyebab rasa dan bau,
seperti hidrogen sulfida dan beberapa senyawa organik, dengan
jalan penguapan atau oksidasi.
2. Untuk mengoksidasi besi dan mangan.
3. Mengurangi rasa dan bau.
4. Untuk melarutkan gas ke dalam air (seperti penambahan oksigen
ke dalam air tanah dan penambahan karbon dioksida setelah
pelunakan air).

2. Filtrasi
Filtrasi atau penyaringan (filtration) adalah pemisahan partikel
zat padat dari fluida dengan jalan melewatkan fluida itu melalui
suatu medium penyaring atau septum, di mana zat padat itu tertahan.
Dalam industri, filtrasi ini meliputi ragam operasi mulai dari
penapisan sederhana sampai separasi yang amat rumit (Mc Cabe,
1999). Sand filter adalah filter yang terbuat dari bahan pasir kuarsa
dengan diameter 1 s/d 2 mm yang berguna untuk melakukan
penyaringan material non air yang berupa algae atau golongan
ganggang-ganggangan yang terdapat dalam air baku dari sumber,
sehingga tidak sampai mempengaruhi kualitas air pada akhir produk
yang dihasilkan.
Carbon filter adalah karbon aktif sebagai sarana proses
filterisasi dengan tujuan mengadakan penyaringan untuk jenis-jenis
material yang terdapat dalam air, seperti bau, kekeruhan, serta
warna-warna yang mungkin timbul pada air baku dan menyaring
kotoran dengan ukuran antara 1 s/d 2 mm.

3. Adsorbsi
Adsorpsi merupakan peristiwa di mana terikatnya molekul
dari suatu fasa gas atau larutan pada permukaan suatu padatan.
Molekul - molekul yang terikat pada permukaan disebut adsorbat,

28
sedangkan yang mengikat adsorbat disebut dengan adsorben
(Massel, 1996).
Adsorpsi terjadi karena molekul - molekul pada permukaan zat
padat atau zat cair yang memiliki gaya tarik dalam keadaan tidak
setimbang yang cenderung tertarik ke arah dalam (gaya kohesi
adsorben lebih besar daripada gaya adhesinya). Ketidakseimbangan
gaya tarik tersebut mengakibatkan zat padat atau zat cair yang
digunakan sebagai adsorben cenderung menarik zat-zat lain yang
bersentuhan dengan permukaannya (Sudirjo, 2005).

4. Desinfeksi
Air lewat melalui suatu pipa bersih untuk dipanaskan dengan
sinar Ultra violet (UV). Sinar ultra violet (UV) dapat secara efektif
menghancurkan virus dan bakteri. Sistem UV ini tergantung pada
jumlah energi yang diserap sehingga dapat menghancurkan
organisme yang terdapat pada air tersebut. Jika energi tidak cukup
tinggi, maka material organisme genetik tidak dapat dihancurkan.
Keuntungan menggunakan UV meliputi :
- Tidak beracun atau tidak berbahaya
- Menghancurkan zat pencemar organik.
- Menghilangkan bau atau rasa pada air.
- Memerlukan waktu kontak yang singkat (memerlukan waktu
beberapa menit).
- Meningkatkan kualitas air karena gangguan zat pencemar
organik.
- Dapat mematikan mikroorganisme pathogenic.
- Tidak mempengaruhi mineral di dalam air.

29
1.2.5. Analisa
1. Kadar Alkalinity
Pengukuran kadar alkalinity menggunakan metode asidimetri
dimana sampel akan di titar dengan larutan H2SO4 dengan indikator
PP untuk P Alkalinity, sedangkan indikator MO untuk M Alkalinity
Rumus :
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐻2𝑆𝑂4 0.02 𝑁
M Alkalinity = 1000 × 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐻2𝑆𝑂4 0.02 𝑁


P Alkalinity = 1000 × 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

2. Kadar TDS dan TSS


Sampai saat ini ada dua metoda yang dapat digunakan untuk
mengukur kualitas suatu larutan. Ada pun dua metoda pengukuran
TDS (Total Dissolve Solid) tersebut adalah :
a. Gravimetry
b. Electrical Conductivity
Diantara kedua metoda pengukuran TDS tersebut, yang akan
dibahas pada makalah ini adalah metode ke-dua, yaitu menggunakan
prinsip Electrical Conductivity. Namun sebagai informasi, bahwa
sebenarnya cara yang paling baik dan paling akurat untuk mengukur
TDS adalah menggunakan metoda Gravimetry sebab keakuratannya
bisa sampai 0.0001 gram.
Prinsip analisa TSS sebagai berikut : Contoh uji yang telah
homogen disaring dengan kertas saring yang telah ditimbang.
Residu yang tertahan pada saringan dikeringkan sampai mencapai
berat konstan pada suhu 103ºC sampai dengan 105ºC. Kenaikan
berat saringan mewakili padatan tersuspensi total (TSS). Jika
padatan tersuspensi menghambat saringan dan memperlama
penyaringan, diameter pori-pori saringan perlu diperbesar atau

30
mengurangi volume contoh uji. Untuk memperoleh estimasi TSS,
dihitung perbedaan antara padatan terlarut total dan padatan total.

31

Вам также может понравиться