Вы находитесь на странице: 1из 18

BAB I

PENDAHULUAN

Banyak sekali kejahatan seksual yang terjadi pada kehidupan sehari-hari, tidak terkecuali
di Indonesia. Kejahatan seksual terhadap anak dibawah umur atau terhadap anak yang belum
siap dikawinpun kerap terjadi. Kejahatan seksual tidak dapat hanya merupakan masalah antar
individu, melainkan sebagai problem sosial yang terkait dengan masalah hak-hak asasi,
khususnya yang berkaitan dengan perlindungan dari segala bentuk penyiksaan, kekerasan, dan
pengabaian martabat manusia. Maka untuk menganalisa kasus-kasus seperti diperlukan keahlian
dari seorang dokter. Sebagai seorang dokter seharusnya dapat membantu penyidikan, oleh
karenanya sebagai dokter haruslah mengetahui bagaimana prosedur pemeriksaan yang benar
terhadap korban dan tersangka kasus kejahatan seksual. Bagaimana tanda-tanda persetubuhan,
tatalaksana terhadap korban dan hukum-hukum di Indonesia yang berhubungan dengan kasus
kejahatan seksual sangatlah penting diketahui oleh dokter untuk membantu penyidikan tersebut.
Sebagai ahli klinis yang perhatian utamanya tertuju pada kepentingan pengobatan penderita,
memang agak sulit untuk melakukan pemeriksaan yang berhubungan dengan kejahatan.
Sebaiknya korban kejahatan seksual dianggap sebagai orang yang telah mengalami cedera fisik
dan atau mental, sehingga sebaiknya pemeriksaan ditangani oleh dokter di klinik. Penundaan
pemeriksaan dapat memberikan hasil yang kurang memuaskan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

Aspek Hukum
A. Aspek Hukum Pidana
1. Perkosaan
Pada tindak pidana di atas perlu dibuktikan telah terjadi persetubuhan dan telah terjadi
paksaan dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan. Dokter dapat menentukan
apakah persetubuhan telah terjadi atau tidak, dan apakah terdapat tanda-tanda kekerasan.
Tetapi dokter tidak dapat menentukan apakah terdapat unsur paksaan pada tindak pidana
ini. Ditemukannya tanda kekerasan pada tubuh korban tidak selalu merupakan akibat
paksaan, mungkin juga disebabkan oleh hal-hal lain yang tak ada hubungannya dengan
paksaan. Demikian pula jika dokter tidak menemukan tanda kekerasan, maka hal itu
belum merupakan bukti bahwa paksaan tidak terjadi. Pada hakekatnya dokter tidak dapat
menetukan unsur paksaan yang terdapat pada tindak pidana perkosaan sehingga dokter
juga tidak mungkin menentukan apakah perkosaan telah terjadi. Yang berwenang untuk
menentukan hal tersebut adalah hakim karena perkosaan adalah pengertian hukum bukan
istilah medis sehingga dokter jangan menggunakan istilah perkosaan dalam Visum et
Repertum.
Dalam bagian kesimpulan Visum et Repertum hanya dituliskan
a) Ada tidaknya tanda persetubuhan
b) Ada tidaknya tanda kekerasan serta jenis kekerasan yang menyebabkannya.
KUHP pasal 285
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita
bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun.1
KUHP pasal 286
Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan padahal diketahui
bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.1

2
Pada tindak pidana di atas harus terbukti bahwa perempuan berada dalam keadaan
pingsan atau tidak berdaya ketikan terjadi persetubuhan. Dokter harus mencatat dalam
anamnesa apakah korban sadar ketika terjadi persetubuhan, adakah penyakit yang diderita
korban yang sewaktu-waktu dapat mengakibatkan korban pingsan atau tak berdaya
misalnya epilepsi, katalepsi, syncope, dan lainnya. Jika korban mengatakan ia pingsan
maka perlu diketahui bagaimana terjadinya keadaan pingsan itu, apakah terjadi setelah
korban diberi makanan atau minuman.
Pada pemeriksaan perlu diperhatikan apakah korban menunjukkan tanda-tanda bekas
hilang kesadaran atau tanda-tanda telah berada di bawah pengaruh alkohol, hipnotik atau
narkotik. Apabila ada petunjuk bahwa alkohol, hipnotik atau narkotik telah dipergunakan
maka dokter perlu mengambil urin dan darah untuk pemeriksaan toksikologik.
Jika terbukti bahwa si terdakwa telah sengaja membuat wanita itu pingsan atau tak
berdaya, ia dapat dituntut telah melakukan tindak pidana perkosaan karena dengan
membuat wanita itu pingsan atau tidak berdaya ia telah melakukan kekerasan.
KUHP pasal 89
Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan.
KUHP pasal 291
ayat 1
Kalau salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 286, 287, 288, dan 290 itu
berakibat luka berat, dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya 12 tahun.1
ayat 2
Kalau salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 285, 286, 287, 289, dan 290 itu
berakibat matinya orang, dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun.1
KUHP pasal 294
Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya atau anak
piaraannya, anak yang dibawah pengawasannya, orang dibawah umur yang diserahkan
kepadanya untuk dipelihara, dididiknya atau dijaganya, atau bujangnya atau orang yang
dibawah umur, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 7 tahun.1
Dengan itu dihukum juga :
Pegawai negeri yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dibawahnya/orang
yang dipercayakan/diserahkan kepadanya untuk dijaga.
3
Pengurus, dokter, guru, pejabat, pengurus atau bujang di penjara, ditempat bekerja
kepunyaan negeri, tempat pendidikan, rumah piatu, Rumah sakit jiwa atau lembaga
semua yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan disitu.
2. Suka sama suka
Walaupun jika persetubuhan antara anak perempuan dengan temannya adalah
berdasarkan suka sama suka, orang tua bisa melakukan delik aduan tindak pidana yang
merupakan persetubuhan dengan wanita yang menurut undang-undang belum cukup
umur apabila anak perempuan itu belum 16 tahun(pantas dinikahi). 2
KUHP pasal 287
ayat 1
Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan padahal diketahuinya
atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau
umurnya tidak jelas, bahwa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun.1
ayat 2
Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan kecuali jika umur wanita itu belum sampai
dua belas tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan pasal 291 dan pasal 294.1
Jika umur korban belum cukup 15 tahun tetapi sudah di atas 12 tahun, penuntutan baru
dilakukan bila ada pengaduan dari yang bersangkutan. Jadi dengan keadaan itu
persetubuhan tersebut merupakan delik aduan, bila tidak ada pengaduan maka tidak ada
penuntutan.1
Tetapi keadaan berbeda jika :
a) Umur korban belum cukup 12 tahun, atau
b) Korban yang belum cukup 15 tahun itu menderita luka berat atau mati akibat
perbuatan itu (KUHP pasal 291), atau
c) Korban yang belum cukup 15 tahun itu adalah anaknya, anak tirinya, muridnya,
anak yang berada di bawah pengawasannya, bujangnya atau bawahannya (pasal
294).1
Dalam keadaan diatas, penuntutan dapat dilakukan walaupun tidak ada pengaduan
karena bukan lagi merupakan delik aduan.

4
Pada pemerikasaan akan diketahui umur korban. Jika tidak ada akte kelahiran maka
umur korban yang pasti tidak diketahui. Dokter perlu menyimpulkan apakah wajah
dan bentuk badan korban sesuai dengan umur yang dikatakannya.
Keadaan perkembangan payudara dan pertumbuhan rambut kemaluan perlu
dikemukakan. Ditentukan apakah gigi geraham belakang ke-2 (molar ke-2) sudah
tumbuh (terjadi pada umur kira-kira 12 tahun), sedangkan molar ke-3 akan muncul
pada usia 17-21 tahun atau lebih. Juga harus ditanyakan apakah korban sudah pernah
mendapat haid bila umur korban tidak diketahui.
Jika korban menyatakan belum pernah haid, maka penentuan ada/tidaknya ovulasi
masih diperlukan. Muller menganjurkan agar dilakukan observasi selama 8 minggu di
rumah sakit untuk menentukan adakah selama itu ia mendapat haid. Kini untuk
menentukan apakah seorang wanita sudah pernah mengalami ovulasi atau belum,
dapat dilakukan pemeriksaan 'vaginal smear'.
Hal di atas perlu diperhatikan mengingat bunyi kalimat : padahal diketahuinya atau
sepatutnya harus diduga bahwa wanita itu umurnya belum lima belas tahun dan kalau
umurnya tidak jelas bahwa belum waktunya untuk dikawin. Perempuan yang belum
pernah haid dianggap sebgai belum patut dikawin.
Hukum Perlindungan Anak
Dengan dasar Lex specialis derogat legi generalis, yaitu hukum yang lebih spesifik dapat
menggantikan hukum yang lebih umum, maka kasus kejahatan seksual pada anak dibawah 12
tahun tersebut dapat tetap dilaporkan kepada polisi tanpa aduan dari korban maupun walinya.
KUHP pasal 287 di atas dapat digantikan oleh Undang-Undang RI No. 23 tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak.2
Hal ini dapat kita lihat pada Pasal 17 yang berbunyi :
(1) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :
mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa.
memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya
hukum yang berlaku.
membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak
memihak dalam sidang tertutup untuk umum.

5
(2) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan
dengan hukum berhak dirahasiakan.2
Pasal 18 yang berbunyi :
Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum
dan bantuan lainnya.2
Selain itu Pasal 78 juga menerangkan mengenai kewajiban setiap orang untuk melapor ke polisi.
“Setiap orang yang mengetahui dan sengaja membiarkan anak dalam situasi darurat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas
dan terisolasi, anak yang tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang
diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika,
dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, anak korban perdagangan, atau anak
korban kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, padahal anak tersebut memerlukan
pertolongan dan harus dibantu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”
Jadi dokter harus menjelaskan kepada ibunya bahwa menurut hukum ia wajib membantu
anaknya dengan melaporkan kasus ini kepada polisi.2
Selain itu pasal – pasal yang memuat ketentuan lebih rinci mengenai perlindungan anak ini
adalah :
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih
dalam kandungan.
Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya
agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat
dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat,
anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang
dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi
korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak
korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental,
anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.2
6
Pasal 3
Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya
anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.2
Pasal 4
Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi.2
Pasal 13
(1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang
bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:
a. diskriminasi;
b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c. penelantaran;
d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e. ketidakadilan; dan
f. perlakuan salah lainnya.
(2) Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.
Penjelasan Pasal 13
(1) Perlakuan salah lainnya, misalnya tindakan pelecehan atau perbuatan tidak senonoh kepada
anak.
Pasal 81
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa
anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam
puluh juta rupiah).

7
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang
dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak
melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Pasal 82
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa,
melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau
membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
Aspek Medikolegal
Persetujuan Tindakan Medik. Peraturan Menteri Kesehatan No. 585/MenKes/Per/IX/1989
tentang persetujuan tindakan medis.3
Pasal 1. Permenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989.
a) Persetujuan tindakan medis/informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh
pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medic yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebut.
b) Tindakan medik adalah suatu tindakan yang dilakukan terhadap pasien berupa diagnostik
atau terapeutik.
c) Tindakan invasif adalah tindakan medis yang langsung dapat mempengaruhi jaringan
tubuh.
d) Dokter adalah dokter umum/spesialis dan dokter gigi/dokter gigi spesialis yang bekerja
di rumah sakit, puskesmas, klinik atau praktek perorangan/bersama.
Pasal 2. PerMenKes No 585/MenKes/Per/IX/1989
a) Semua tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
b) Persetujuan dapat diberikan secara tertulis maupun lisan.
c) Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat informasi
yang adekuat tentang perlunya tindakan medik yang bersangkutan serta risiko yang dapat
ditimbulkannya.
d) Cara penyampaian dan isi informasi harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan serta
kondisi dan situasi pasien.
Pasal 4. PerMenKes No 585/MenKes/Per/IX/1989.
8
a) Informasi tentang tindakan medik harus diberikan kepada pasien, baik diminta maupun
tidak diminta.
b) Dokter harus memberikan informasi selengkap-lengkapnya kecuali bila dokter menilai
bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasien
menolak diberikan informasi.
c) Dalam hal-hal sebagaimana yang disebut di pasal (2) dokter dengan persetujuan pasien
dapat memberikan informasi tersebut kepada terdekat dengan didampingi oleh seorang
perawat/paramedik lainnya sebagai saksi.

B. Pemeriksaan Medis
Kronologis Pemeriksaan Kasus Kejahatan Seksual:
1. Informed consent
2. Anamnesa Pasien :
a) Umum : - Umur, tempat/tanggal lahir, status perkawinan, siklus haid
 Penyakit kelamin/penyakit kandungan/penyakit lain
 Apa pernah bersetubuh
 Kapan persetubuhan terakhir
 Apakah memakai kondom
b) Khusus:-Waktu kejadian, tanggal, jam, tempat kejadian
 Apakah korban melawan
 Apakah korban pingsan
 Apa ada penetrasi dan ejakulasi
 Apa setelah kejadian korban mencuci, mandi, atau ganti pakaian
3. Memeriksa pakaian
 Robekan
 Kancing putus
 Bercak darah
 Air mani
 Lumpuh
 Rapi atau tidak

9
4. Memeriksa tubuh korban 3
 Umum :
Penampilan
Keadaan emosional
Tanda bekas hilang kesadaran
Tanda needle mark
Tanda kekerasan
Tanda perkembangan alat kelamin sekunder, pupil, reflex cahaya, TB,
BB, TD, keadaan jantung, paru, abdomen
Adakah trace evidence pada tubuh korban
 Khusus
Rambut kemaluan yang saling melekat karena air mani mongering
ègunting
Bercak air mani èkerok/swab
Vulva ètanda kekerasan
Introitus vagina
Selaput daraètentukan orifisiumèperawan= 2,5cm ; persetubuhan= 9cm
Frenulum labiorum pudenda
Vagina dan cervix
5. Pemeriksaan Laboratorium
 Tes Penyaring cairan mani è Tes fosfatase asam, visual/taktil, UV
 Tes Penentu cairan mani è Berberio, Florence, Puranen
 Tes Penentu spermatozoa è Sediaan langsung, Malascheet Green, Baechii
 Tes toksikologi (urin,darah)
 Tes kehamilan
 Tes kuman Gonorrhea
Pemeriksaan laboratoriun pada kasus kejahatan seksual
1. Pemeriksaan cairan mani
Semen merupakan cairan agak kental, berwarna putih kekuningan, keruh dan berbau
khas. Dapat mengandung/ tidak mengandung spermatozoa (pada azospermia).

10
Mengandung spermatozoa, sel-sel epitel, dan sel-sel lain yang tersuspensi dalam cairan
yang disebut plasma seminal yang mengandung spermin dan beberapa enzim seperti
fosfatase asam. Karena kekhasan kandungan zat ini, zat ini dapat digunakan untuk
menentukan apakah suatu cairan atau bercak adalah sperma atua bukan.5
2. Bahan yang diambil dari tubuh korban:
Cairan mani dalam vagina untuk membuktikan adanya persetubuhan. Swab dilakukan
dengan bantuan spekulum. Dengan cotton but dilakukan swab pada forniks posterior
vagina dan permukaan mulut rahim.5
3. Penentuan ada/ tidaknya spermatozoa
Tanpa pewarnaan
a) Untuk melihat apakah ada spermatozoa yang masih bergerak
b) Umumnya, dalam 2-3 jam setelah persetubuhan masih dapat ditemukan spermatozoa
yang bergerak dalam vagina. Haid akan memperpanjang sampai 3-4 jam.
c) Cara pemeriksaan: satu tetes lendir vagina diletakan pada kaca obyek, dilihat dengan
pembesaran 500 x serta kondensor diturunkan. Perhatikan gerakan sperma.
d) Spermatozoa dapat ditemukan 3-6 hari pasca persetubuhan
e) Dengan pewarnaan
f) Dibuat sediaan apus dan difiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut
pada nyala api. Pulas dengan HE, methylene blue atau malachite green 5
g) Malachite green adalah cara yang mudah dan baik digunakan.
h) Warnai dengan larutan malachite green 1% selama 10-15 menit, lalu cuci dengan air
mengalir dan setelah itu lakukakn counterstain dengan Eosin Yellowish 1% selama 1
menit, terakir cuci lagi dengan air
i) Terlihat gambaran sperma: kepala (merah), leher( merah muda), ekor (hijau)
j) Hasil pemeriksaan dengan Malachite-green
4. Penentuan cairan mani (kimiawi)
Reaksi fosfatase asam
a) Mendeteksi adanya enzim Fosfatase asam dalam bercak/ cairan
b) Merupakan reaksi penyaring ada/ tidaknya mani, sehingga kharus dikonfirmasi ulang
lagi dengan menggunakan tes penentu

11
c) Cara pemeriksaan : Bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saring ang telah
terlebih dahulu dibasahi dengan akuades selama beberapa menit. Kemudian kertas
saring diangkat dan disemprotkan dengan reagens. 5 (+)à timbul warna ungu dalam
waktu ± 30 detik. Palsu dapat ditemukan pada feses, air teh, kontraseptik, sari buah
dan tumbuh-tumbuhan.
Reaksi Berberio
a) Dasar reaksi: menentukan adanya spermin dalam semen
b) Merupakan reaksi penentu ada/ tidaknya mani
c) Reagen yang digunakan larutan asam pikrat jenuh (+)à kristal spermin pikrat yang
kekuning-kuningan berbentuk jarum dengan ujung tumpul, kadang-kadang
terdapat garis refraksi yang terletak longitudinal
Reakssi Florence
a) Dasar reaksi adalah untuk menentukan ada/ tidaknya kholin.
b) Cara pemeriksaan: Ekstrak diletakan pada kaca obyek, biarkan mengering, tutup
dengan kaca penutup. Reagen dialirkan dengan pipet dibawah kaca penutup.(+)à
kristal kholin-periodida berwarna cokelat, berbentuk jarum dengan ujung sering
terbelah. + palsuà ekstrak jaringan berbagai organ (putih telur, ekstrak seranggga)
akan memberikan warna serupa.5
Pemeriksaan bercak mani pada pakaian
1. Visual
Bercak mani berbatas tegas, dan lebih gelap dari sekitarnya, bercak yang sudah agak tua
berwarna agak kekuning-kuningan. Pada bahan tekstil yang tidak menyerap, bercak yang
segar akan menunjukkan permukaan mengkilap dan translusen, kemudian akan
mengering. Dengan bantuan sinar ultraviolet bercak semen akan menunjukkan warna
putih. Dengan bantuan lampu wood: dapat ditemukan bercak putih pada kulit/ tubuh.5
2. Taktil
Bercak mani terasa memberi kesan kaku seperti kanji
3. Pewarnaan Baecchi
Untuk mengetahui adanya spermatozoa pada bercak kain
Dengan jarum diambil 1-2 helai benang, leyakkan pada gelas obyek dan diuraikan
sampai serabut-serabut saling terpisah. Tutup dengan gelas tutup dan balsem kanada,
12
periksa dengan mikroskop pembesaran 400 kali. Serabut pakaian tidak mengambil warna,
spermatozoa dengan kepala berwarna merah dan ekor merah muda terlihat banyak
menempel pada selaput benang. 5

Pemeriksaan pria tersangka


1. Cara lugol
Kaca obyek ditempelkan dan ditekankan pada glans penis, terutama pada bagian kolom,
korona serta frenulum
Kemudian letakkan dengan spesimen menghadap ke bawah dengan spesimen menghadap
ke bawah dia atas tempat yang berisi larutan lugol dengan tujuan agar uap iodium akan
mewarnai sediaan tersebut. Hasik + menunjukan sel-sel epitel vagina dengan sitoplasma
berwarna cokelat karena mengandung banyak glikogen.
Untuk memastikan bahwa sel epitel berasal dari seorang wanita, perlu ditentukan adanya
kromatin seks (barr body).

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN :
1. Aspek Psikososial
Telah dipercaya bahwa kekerasan seksual itu berbahaya (Finkelhor & Browne 1986, Wyatt
& Powell 1988). Dari akibat tidak menyenangkan bagi anak-anak secara fisik dan
psikologikal sampai akibat yang menyakitkan. Bahkan anak yang lebih besar yang secara
13
fisik cukup matang untuk merasakan sensasi seksual merasa sakit dan menderita dari
akibatnya. Anak-anak mengatakan mereka tidak menyukainya, mereka mengharapkan untuk
berhenti dan biasanya menyatakan nyeri dan tidak nyaman ketika mencoba menceritakannya
tentang hal tersebut.
Bukti dimana kekerasan seksual pada anak menimbulkan efek yang merugikan muncul dari:
 Pengamatan kekerasan seksual pada anak ketika mendiagnosis.
 Pengamatan lanjut anak-anak setelah pengakuan terjadi kekerasan seksual.
 Studi populasi orang dewasa ketika menilai frekwensi masalah kesehatan mental
pada populasi dengan kekesaran dan populasi tanpa kekerasan.
 Efek-efeknya dapat jangka pendek atau berlangsung lama.
 Efek jangka pendek pada anak
 Gangguan perilaku seperti mengotori, membasahi, atau mencelakakan diri sendiri.
 Kelainan keadaan emosional seperti cemas, depresi, dan menarik diri.
 Gangguan dalam proses belajar dan yang berhubungan dengan pendidikan, anak-
anak memerlukan bimbingan pendidikan yang spesial.
 Perubahan hubungan sosial, mereka hanya dapat berhubungan dengan orang dewasa
yang satu jenis kelamin dan tidak mempunyai teman satu kelas atau mengasingkan
diri.
2. Efek jangka panjang pada anak.
Efek jangka panjang kekerasan pada anak muncul pada banyak jalan (Bbriere & Runtz
1988) :
 Masalah kesehatan mental : depresi, bunuh diri, melukai diri sendiri, rendah rasa
percaya diri, dan penyalahgunaan alkohol dan atau obat
 Kesulitan pengaturan seksual : pelacuran, kesulitan perkawinan, keengganan untuk
berhubungan seksual, dan kontrol kesuburan.
 Disfungsi seksual : pelanggaran, perilaku kejahatan, bertindak kekerasan
 Dalam perihal kasus persetubuhan, sebagian besar korban akan mengalami dampak-
dampak negatif, baik dalam psikis/kejiwaannya maupun dari lingkungan sekitar. Bila
persetubuhan seksual terjadi selama suatu waktu tertentu akan terjadi suatu proses
yang mempunyai suatu pola tertentu yang terdiri dari 5 fase : 6

14
 Fase “menarik diri”, yaitu ketika pelaku mengajak anak menjalin hubungan yang
khusus.
 Fase interaksi seksual, yaitu ketika persetubuhan seksual itu terjadi.
 Fase rahasia, yaitu ketika pelaku mengancam anak dan memintanya untuk
merahasiakan yang terjadi.
 Fase penyikapan, yaitu ketika persetubuhan seksual itu diketahui.
 Fase supresi, yaitu ketika keluarga menekan anak untuk menarik kembali
pengakuannya atau pernyataannya.
3. Perubahan psikologis pada korban persetubuhan terdapat 3 fase, meliputi :
 Fase pertama atau akut (beberapa hari setelah kejadian)
Anak sering menangis atau diam sama sekali.
Anak merasa tegang, takut, khawatir, malu, terhina, dendam, dan sebagainya.
 Fase kedua atau adaptasi
Rasa takut atau marah dapat dikendalikan dengan represi atau rasionalisasi.
 Fase ketiga atau fase reorgansasi
Depresi yang dapat berlangsung lama.
Sering sulit tidur, mimpi buruk dan sulit melupakan kejadian yang telah
menimpanya.
Takut melihat orang banyak atau orang yang ada dibelakangnya.
Takut terhadap hubungan seksual.
4. Dampak persetubuhan terhadap anak dapat menimbulkan gangguan atau masalah kejiawaan,
antara lain :
 Berbagai gejala kecemasan seperti misalnya, fobia, insomnia, dan sebagainya dan
dapat juga berupa Gangguan Stres Pasca Trauma.
 Gejala disosiatif dan histerik.
 Rasa rendah diri dan kecenderungan untuk bunuh diri yang menunjukan terdapatnya
depresi.
 Keluhan somatik seperti eneuresis, enkoporesis serta keluhan somatik lainnya.6
5. Peranan LSM

15
Lembaga Swadaya Masyarakat (disingkat LSM) adalah sebuah organisasi yang didirikan
oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela yang memberikan
pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari
kegiatannya. Dalam hal kejahatan seksual terhadap anak, LSM berperan penting. Peran LSM
tersebut mencakup:
a) Memberikan konseling dan rasa aman
b) Menerangkan mengenai hak-hak korban
c) Memberikan dan menyediakan tempat yang aman bagi korban (bila pelaku kejahatan
tinggal di rumah yang sama)
d) Melakukan koordinasi terpadu dengan pelayanan kesehatan dan polisi
e) Mendampingi korban secara objektif dan menyeluruh
f) Menguatkan psikologis dan fisik pasien

REFERENSI

1. Arios, R, Tomuka, D, Kristanto, E 2014. ‘Efektivitas Deteksi Spermatozoa Menggunakan


Pewarnaat Malachite Green’, Jurnal e-CliniC (eCl), vol.2, no.2.
2. Mulyatno, K., C., 2012, Analisa Sperma, diakses pada 7 Desember 2017,
<http://www.itd.unair.ac.id/files/pdf/protocol1/ANALISA%20SPERMA.pdf.

16
3. Salendu, R., A., dr., Sp.F, 2005, Laboratorium Kedokteran Forensik Sederhana, diakses
pada 7 Desember 2017 <https://fhuiguide.files.wordpress.com/2013/10/praktikum-
labfor.pptx>.
4. McDonald, K., M., 2015, DNA Forensic Testing and Use of DNA Rape Kits in Cases of
Rape and Sexual Assault, diakses pada 7 Desember 2017
<http://www.forensicmag.com/articles/2015/01/dna-forensic-testing-and-use-dna-rape-
kits-cases-rape-and-sexual-assault>.
5. Boulpaep, E., L., Boron, W., F., 2006, Medical Physiology, Elsevier, United States of
America.
6. The Free Dictionary, diakses pada 7 Desember 2017, <http://medical-
dictionary.thefreedictionary.com/spermatozoa>.
7. Siegel, J., Knupfer, G., Saukko, P., 2006, Encyclopedia of Forensic Sciences, 1st Edition,
Elsevier, United States of America.
8. Hoediyanto, Apuranto, H., 2012, Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Edisi 8,
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga, Surabaya.
9. Kalangit, A., Mallo, J., Tomuka, D., Peran Ilmu Kedokteran Forensik dalam Pembuktian
Tindak Pidana Pemerkosaan Sebagai Kejahatan Kekerasan Seksual.
10. Yudiantarto, A., 2009, Pemeriksaan Laboratorium Forensik Sederhana, diakses pada 7
Desember 2017, <https://yumizone.wordpress.com/2009/03/19/pemeriksaan-
laboratorium-forensik-sederhana/>.
11. Edmon,L.2012. Tata Cara Permintaan Pemeriksaan Bidang Kimia dan Biologi Forensik.
12. Galantos Genetics GMBH. 2010. “Rapid Stain Identification of Human Semen (RSID
Semen) Technical Information and Protocol Sheet for Use for Dual Buffer System”.
Jerman.

17
18

Вам также может понравиться

  • Trauma Tumpul Abdomen
    Trauma Tumpul Abdomen
    Документ36 страниц
    Trauma Tumpul Abdomen
    Lilly Nurfitria Ramadhani
    Оценок пока нет
  • CBT Mei 2017 Regional 2
    CBT Mei 2017 Regional 2
    Документ40 страниц
    CBT Mei 2017 Regional 2
    chaidir
    Оценок пока нет
  • Diare Aml
    Diare Aml
    Документ27 страниц
    Diare Aml
    Lilly Nurfitria Ramadhani
    Оценок пока нет
  • IPD-Takikardi Supraventrikular & Ventrikular
    IPD-Takikardi Supraventrikular & Ventrikular
    Документ13 страниц
    IPD-Takikardi Supraventrikular & Ventrikular
    Lilly Nurfitria Ramadhani
    Оценок пока нет
  • Makalah Klasifikasi Luka
    Makalah Klasifikasi Luka
    Документ21 страница
    Makalah Klasifikasi Luka
    Lilly Nurfitria Ramadhani
    Оценок пока нет
  • Sistem Pernafasan
    Sistem Pernafasan
    Документ12 страниц
    Sistem Pernafasan
    Lilly Nurfitria Ramadhani
    Оценок пока нет
  • Stunting
    Stunting
    Документ11 страниц
    Stunting
    Lilly Nurfitria Ramadhani
    Оценок пока нет
  • Koma Hipo
    Koma Hipo
    Документ16 страниц
    Koma Hipo
    Lilly Nurfitria Ramadhani
    Оценок пока нет
  • Mor Bili
    Mor Bili
    Документ22 страницы
    Mor Bili
    Lilly Nurfitria Ramadhani
    Оценок пока нет
  • Dead Case - Trauma Tumpul Abdomen
    Dead Case - Trauma Tumpul Abdomen
    Документ35 страниц
    Dead Case - Trauma Tumpul Abdomen
    Lilly Nurfitria Ramadhani
    Оценок пока нет
  • Referat Miringitis Bulosa
    Referat Miringitis Bulosa
    Документ17 страниц
    Referat Miringitis Bulosa
    Lilly Nurfitria Ramadhani
    Оценок пока нет
  • THT RS Sepanjang
    THT RS Sepanjang
    Документ59 страниц
    THT RS Sepanjang
    Lilly Nurfitria Ramadhani
    Оценок пока нет
  • Pencegahan Stunting
    Pencegahan Stunting
    Документ42 страницы
    Pencegahan Stunting
    Lilly Nurfitria Ramadhani
    Оценок пока нет
  • P-Drug THT
    P-Drug THT
    Документ14 страниц
    P-Drug THT
    Lilly Nurfitria Ramadhani
    Оценок пока нет
  • Presentasi Journal Reading Obsgyn
    Presentasi Journal Reading Obsgyn
    Документ25 страниц
    Presentasi Journal Reading Obsgyn
    Lilly Nurfitria Ramadhani
    Оценок пока нет
  • Bab 1
    Bab 1
    Документ2 страницы
    Bab 1
    Lilly Nurfitria Ramadhani
    Оценок пока нет
  • Bab 1
    Bab 1
    Документ2 страницы
    Bab 1
    Lilly Nurfitria Ramadhani
    Оценок пока нет
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Документ3 страницы
    Daftar Isi
    Lilly Nurfitria Ramadhani
    Оценок пока нет
  • Bab 3
    Bab 3
    Документ1 страница
    Bab 3
    Lilly Nurfitria Ramadhani
    Оценок пока нет
  • POMR Anak Pnemonia - Docfir.doc1
    POMR Anak Pnemonia - Docfir.doc1
    Документ5 страниц
    POMR Anak Pnemonia - Docfir.doc1
    Lilly Nurfitria Ramadhani
    Оценок пока нет
  • BRPN Refisi Fix
    BRPN Refisi Fix
    Документ33 страницы
    BRPN Refisi Fix
    Lilly Nurfitria Ramadhani
    Оценок пока нет
  • Asfiksia Refisi Fix
    Asfiksia Refisi Fix
    Документ48 страниц
    Asfiksia Refisi Fix
    Lilly Nurfitria Ramadhani
    Оценок пока нет
  • LEAFLET S
    LEAFLET S
    Документ3 страницы
    LEAFLET S
    Lilly Nurfitria Ramadhani
    Оценок пока нет
  • Jurding Fix
    Jurding Fix
    Документ25 страниц
    Jurding Fix
    Lilly Nurfitria Ramadhani
    Оценок пока нет
  • Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksanaan Asma Di Indonesia
    Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksanaan Asma Di Indonesia
    Документ105 страниц
    Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksanaan Asma Di Indonesia
    Fadhli Quzwain
    100% (3)
  • Bab I
    Bab I
    Документ14 страниц
    Bab I
    Lilly Nurfitria Ramadhani
    Оценок пока нет
  • Hipoglikemia
    Hipoglikemia
    Документ34 страницы
    Hipoglikemia
    Lilly Nurfitria Ramadhani
    Оценок пока нет
  • Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksanaan Asma Di Indonesia
    Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksanaan Asma Di Indonesia
    Документ105 страниц
    Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksanaan Asma Di Indonesia
    Fadhli Quzwain
    100% (3)
  • PGZ071708
    PGZ071708
    Документ699 страниц
    PGZ071708
    Lilly Nurfitria Ramadhani
    Оценок пока нет