Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
OLEH :
NI MADE ANGGARI UTAMI 201604050
1
1.1.2.2. Nyeri dapat menjalar ke lengan (umumnya ke kiri), bahu, leher, rahang,
bahkan ke punggung dan epigastrium. Nyeri berlangsung lebih lama dari
angina pektoris biasa dan tak responsif terhadap nitrogliserin.
1.1.2.3. Bunyi jantung kedua yang pecah paradoksal, irama gallop.
1.1.2.4. Krepitasi basal merupakan tanda bendungan paru-paru
1.1.2.5. Takikardia, sesak nafas, kulit pucat, pingsan, hipotensi
1.1.3. Pemeriksaan Diagnostik
Adapun jenis pemeriksaan yang dilakukan menurut Udjianti (2013):
1.1.3.1. EKG digunakan untuk mengetahui fungsi jantung seperti T inversi, ST
depresi, Q patologis, menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau
dinding ventikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
1.1.3.2. Laboratorium
a) Enzim jantung: CKMB, LDH
b) Elektrolit: ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan
kontraktilitas, misal hipokalemia dan hiperkalemia
c) Sel darah putih: leukosit biasanya tampak pada hari ke 2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi.
d) GDA: dapat menunjukkan hipoksia atau proses penyakit paru akut atau
kronis.
e) Kolesterol atau trigliserida serum meningkat menunjukka arterosklerosis
sebagai penyebab IMA.
1.1.3.3. Foto Dada
a) Pemeriksaan pencintraan nuklir, seperti talium untuk mengevaluasi aliran
darah miokardia dan status sel miokardia, dan pemeriksaan technetium akan
terkumpul dalam sel iskemia di sekitar area nekrotik.
b) Pencitraan darah jantung (MUGA): Mengevaluasi penampilan ventrikel
khusus dan umum, gerakan dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah)
c) Angigrafi koroner, menggambarkan penyempitan atau sumbaan arteri
koroner. Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan
serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri.
d) Digital subtraksion angiografi (PSA) Nuklear Magnetic Resonance (NMR):
memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katp ventrikel,
lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark bekuan darah.
e) Tes stress olah raga, menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktivitas
atau sering dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase
penyembuhan.
1.1.4. Komplikasi, (Udjianti, 2013).
1.1.4.1. Gagal Ginjal Kongestif
2
Infark miokardium menggangu fungsi miokardium karena menyebabkan
pengurangan kontraktilitas, menimbulkan gerakan dinding yang abnormal dan
mengubah daya kembang ruang jantung tersebut, dengan berkurangnya
kemampuan ventrikel kiri untuk mengosongkan ruang, maka besar urah sekuncup
berkurang sehingga volume sisa di ventrikel meningkat. Akibatnya tekanan
jantung sebelah kiri meningkat. Kenaikan tekanan ini disalurkan ke belakang ke
vena pulmonalis. Bila tekanan hidrostatik dalam kapiler paru-paru melebihi
tekanan onkotik vaskuler maka terjadi proses transudasi ke dalam ruang
interstitial. Bila tekanan inib masih meningkat lagi, erjadi edema paru akibat
berembesan cairan ke dalam alveolis sampai terjadi gagal jantung kiri. Gagal
jantung kiri dapat berkembang menjadi gagal jantung kanan akibat meningkatnya
tekanan vaskuler paru-paru sehingga membebani ventrikel kanan.
1.1.4.2. Syok Kardiogenik
Disfungsi nyata pada ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang masif,
biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. Timbul lingkaran setan
hemodinamik rogresif hebat yang irreversibel yaitu, penurunan perfusi perifer,
penurunan fungsi koroner, peningkatan kongesti paru.\
3
mengalami pirau melalui defek dari kiri ke kanan, dari daerah yang lebih besar
tekanannya menuju daerah yang lebih kecil tekanannya. Darah yangdapat
dipindahkan ke kanan jantung cukup besar jumlahnya sehingga jumlah darah yang
dikeluarkan aorta menjadi berkurang. Akibatnya curah jantung sangat berkurang
disertai peningkatan kerja ventrikel kanan dan kongesti.
1.1.4.5. Rupture Jantung
Rupture dinding ventrikel jantung yang bebas dapat terjadi pada awal
perjalanan infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum
pembentukan parut, dinding nekrotik yang tipis pecah sehingga terjadi perdarahan
masif ke dalam kantong perikardium yang relatif tidak elastis dan tidak dapat
berkembang. Kantong perikardium yang terisi oleh darah menekan jantung ini
akan menimbulkan tamponade jantung. Tanponade jantung ini akan mengurangi
arus balik vena dan curah jantung.
1.1.4.6. Tromboembolisme
Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi kasar
yang merupakan predisposisi pembentukan trombus yang dapat menjadi
embolisasi sistemik.
1.1.4.7. Perikardiditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung
berkontak dengan perikardium menjadi besar sehingga merangsang permukaan
perikardium dan menimbulkan reaksi peradangan, kadang-kadang terjadi efusi
perikardial atau penimbunan cairan antara kedua lapisan.
1.1.4.8. Aritmia
Aritmia timbul akibat perubahan elektrosiologi sel-sel miokardium.
Perubahan elektrofisiologis ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial
aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel.
1.1.5. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan medis adalah untuk meminimalkan
kerusakan miokard dengan: menghilangkan nyeri, memberikan istirahat dan
mencegah timbulnya komplikasi seperti disritmia letal dan syok kardiogenik.
1. Pemberian oksigen dilakukan saat awitan nyeri dada.
2. Analgesik (morfin sulfat).
Farmakoterapi :
1. Vasodilator untuk meningkatkan sulpai oksigen (NTG).
2. Antikoagulan (Heparin)
4
3. Trombolitik (streptokinase, aktivator plasminogen jenis jaringan ,
anistreplase) hanya akan efektif bila diberikan dalam 6 jam awitan nyeri dada,
selama terjadi neurosis jaringan transmura
(Udjianti, 2013).
5
ulu hati. Keluhan di atas dapat disertai dengan sesak, muntah atau keringat dingin.
SKA dapat bermanifestasi sebagai angina tidak stabil atau serangan jantung dan
dapat berakibat kematian.
6
1.1.6. WOC
DM Merokok
HT Hiperkolesterolemia
7
Nyeri
B3
Tekanan pengisian
Bendungan diastolic ↓
vena pulmonal Mengganggu respon
hemodinamika
Volume Suplai O2 ke
Edema paru sekuncup ↓ seluruh tubuh ↓
Aktivitas vagal ↑
Perembesan cairan PK : penurunan
ke alveoli curah jantung Mual, muntah
Resiko cedera
B3 B4 B6
Nyeri Ketidakefektifan
perfusi ginjal Lemas, lelah
7
Intoleran aktivitas
2. Konsep Asuhan Keperawatan
2.1. Pengkajian:
2.1.1. Identitas, (Udjianti, 2013).
a. Usia: Biasanya lebih dari 40 tahun, namun bukan berarti stroke hanya terjadi
pada orang usia lanjut karena stroke dapat menyerang semua kelompok umur.
b. Jenis kelamin: Laki-laki lebih sering, namun setelah perempuan menopause
resikonya justru lebih tinggi daripada laki-laki.
c. Ras: ras kulit hitam lebih beresiko terkena stroke dibandingkan ras lainnya.
2.1.2. Keluhan Utama: biasanya keluhan yang dirasakan adalah nyeri dada yang
menjalar ke bahu kiri, tangan bahkan sampai ke epigastrium.
2.1.3. Riwayat Penyakit Sekarang, biasanya serangan dirasakan mendadak,
pasien akan merasakan cemas, nyeri dada sampai dengan sesak dan
berkeringat dingin, perasaan berdebar-debar.
2.1.4. Riwayat Penyakit Keluarga: adanya anggota keluarga yang mempunya
penyakit jantung, HT, DM.
2.1.5. Riwayat Penyakit Dahulu: pasien dengan riwayat perokok, memiliki
penyakit HT, DM, dan Obesitas.
2.1.6. Acivity Daily Life: pada pasien yang kurang aktivitas dan memiliki pola
hidup yang tidak sehat selama sebelum sakit, kebutuhan sehari-hari
biasanya dibantu karena harus bedrest.
2.2. Pemerikasaan Fisik
2.2.1. Airways: Sumbatan atau penumpukan secret, Wheezing atau
krekles, kepatenan jalan nafas.
2.2.2. Breathing: Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat, RR lebih dari 24
kali/menit, irama ireguler dangkal, Ronchi, krekles, Ekspansi dada tidak
penuh, Penggunaan otot bantu nafas.
2.2.3. Circulation: Nadi lemah, tidak teratur, Capillary refill, Takikardi, TD
meningkat / menurun, Edema, Gelisah, Akral dingin, Kulit pucat, sianosis,
Output urine menurun.
2.2.4. Disability
Status mental : Tingkat kesadaran secara kualitatif dengan Glascow
Coma Scale (GCS) dan secara kwantitatif yaitu Compos mentis : Sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya. Apatis : keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan kehidupan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.Somnolen :
keadaan kesadaran yang mau tidur saja. Dapat dibangunkandengan
rangsang nyeri, tetapi jatuh tidur lagi. Delirium : keadaan kacau motorik
yang sangat, memberontak, berteriak-teriak, dan tidak sadar terhadap
9
orang lain, tempat, dan waktu. Sopor/semi koma : keadaan kesadaran
yang menyerupai koma,reaksi hanya dapat ditimbulkan dengan rangsang
nyeri. Koma : keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak dapat
dibangunkan dengan rangsang apapun.
2.2.5. Exposure
Keadaan kulit, seperti turgor / kelainan pada kulit dsn keadaan
ketidaknyamanan (nyeri) dengan pengkajian PQRST.
2.3. Diagnosa keperawatan
a) Nyeri berhubungan dengan agen injury biologis (iskemia jaringan
sekunder terhadap sumbatan arteri).
b) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas.
c) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan, iskemik, kerusakan
otot jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri
koronaria.
d) Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan
penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air, peningkatan
tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.
e) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen miocard dan kebutuhan, adanya iskemik / nekrotik
jaringan miocard ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan
darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan umum.
f) Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas
biologis.
(Udjianti, 2013).
2.4. Intervensi
2.4.1. Nyeri berhubungan dengan agen injury biologis (iskemia jaringan
sekunder terhadap sumbatan arteri).
Definisi : Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
yang muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau potensial.
Kriteria Hasil :
1) Mampu mengontrol nyeri.
10
2) Nyeri berkurang.
3) Mampu mengenali nyeri.
4) Tanda-tanda vital dalam batas normal.
5) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
Intervensi/NIC :
1) Kaji nyeri secara komprehensif (PQRST).
2) Ukur vital sign.
3) Berikan posisi yang nyaman.
4) Ajarkan teknik non farmakologi (relaksasi/nafas dalam).
5) Kolaborasi dalam pemberian analgetik.
2.4.2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas.
Definisi : Resiko penurunan sirkulasi jantung (koroner).
Kriteria Hasil :
1) Tekanan darah dalam batas normal.
2) CVP dalam batas normal.
3) Nadi perifer kuat dan simetris.
4) Tidak ada oedem perifer dan asites.
5) Denyut jantung dan AGD dalam batas normal.
6) Bunyi jantung abnormal tidak ada.
7) Nyeri dada tidak ada.
Intervensi/NIC :
1) Pertahankan tirah baring selama fase akut.
2) Kaji dan laporkan adanya tanda-tanda penurunan COP, TD.
3) Monitor haluaran urin.
4) Kaji dan pantau TTV tiap jam.
5) Kaji dan pantau EKG tiap hari.
6) Berikan oksigen sesuai kebutuhan
7) Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi.
8) Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai advis.
9) Berikan makanan sesuai diitnya.
10) Hindari valsava manuver, mengejan (gunakan laxan).
11
2.4.3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan, iskemik, kerusakan otot
jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria.
Definisi : Penurunan sirkulasi darah ke perifer yang dapat mengganggu
kesehatan.
NOC :
Kriteria Hasil :
1) Tekanan darah dalam batas normal.
2) Tidak ada tanda-tanda peningkatan intrakranial.
Intervensi/NIC :
1) Monitor Frekuensi dan irama jantung.
2) Observasi perubahan status mental.
3) Observasi warna dan suhu kulit / membran mukosa.
4) Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya.
5) Kolaborasi : Berikan cairan IV l sesuai indikasi.
6) Pantau Pemeriksaan diagnostik / dan laboratorium mis EKG, elektrolit,
GDA ( Pa O2, Pa CO2 dan saturasi O2 ). Dan Pemberian oksigen.
2.4.4. Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan
penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air, peningkatan
tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.
Definisi : Resiko peningkatan retensi cairan isotonik.
NOC :
Kriteria Hasil :
1) Terbebas dari oedem.
2) Terbebas dari distensi vena jugularis.
Intervensi/NIC :
1) Ukur masukan / haluaran, catat penurunan , pengeluaran, sifat
konsentrasi, hitung keseimbangan cairan.
2) Observasi adanya oedema dependen.
3) Timbang BB tiap hari.
4) Pertahankan masukan total caiaran 2000 ml/24 jam dalam toleransi
kardiovaskuler.
5) Kolaborasi : pemberian diet rendah natrium, berikan diuetik.
12
2.4.5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen miocard dan kebutuhan, adanya iskemik / nekrotik jaringan
miocard ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam
aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan umum.
Definisi : Ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk
melanjutkan atau menyelesaikan aktifitas kehidupan sehari-hari yang harus
atau yang ingin dilakukan.
Kriteria Hasil :
1) Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri.
2) Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi/NIC :
1) Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD selama dan sesudah
aktifitas.
2) Tingkatkan istirahat (di tempat tidur).
3) Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang tidak
berat.
4) Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bangun
dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selam 1 jam
setelah makan.
5) Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap
aktifitas atau memerlukan pelaporan pada dokter.
2.4.6. Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis.
Definisi : Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai
respon autonom.
Kriteria Hasil :
1) Klien tampak rileks.
2) Klien dapat beristirahat.
3) Vital sign dalam batas normal.
Intervensi/NIC :
1) Kaji tanda dan respon verbal serta non verbal terhadap ansietas.
2) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
3) Ajarkan tehnik relaksasi.
13
4) Minimalkan rangsang yang membuat stress.
5) Diskusikan dan orientasikan klien dengan lingkungan dan peralatan.
6) Berikan sentuhan pada klien dan ajak kllien berbincang-bincang
dengan suasana tenang.
7) Berikan support mental.
8) Kolaborasi pemberian sedatif sesuai indikasi.
(Udjianti, 2013).
14
BAB 2
LAPORAN KASUS
15
biasanya beraktivitas sebagai ibu rumah tangga dirumah dibantu oleh anaknya.
Pasien selalu berdoa selama sakit, dan rumah sakit memfasilitasi pasien bila
meminta pendampingan rohani.
2.8. Pola Hidup
Pasien mengungkapkan tidak perokok dan tidak suka minum minuman
beralkohol, dan suka mengkonsumsi makanan yang digoreng.
2.9. Pemenuhan Kebutuhan Dasar (di Rumah & RS)
1) Nutrisi, cairan dan elektrolit
Sebelum sakit: Pasien makan 3-4x/hari, dengan komposisi nasi, sayur, lauk,
namun makan sedikit-sedikit. Pasien mengungkapkan untuk lauk pasien suka
makan ayam dan daging digoreng. Pasien juga mengungkapkan suka makan
makanan fast food. Sedangkan untuk minum pasien minum + 3000 ml air putih
per hari.
Saat sakit: ketika dilakukan pengkajian pasien makan 5 sendok dari porsi yang
disediakan di RS, minum pasien dibatasi, cairan masuk 950cc/24 jam
2) Hygiene perseorangan
Sebelum sakit: Pasien mandi 2x/hari, sikat gigi saat mandi dan setelah makan
dan keramas 3x seminggu. Semua dilakukan oleh pasien secara mandiri.
Saat sakit: Pasien memenuhi kebutuhan Hygiene perseorangan dibantu
perawat.
3) Eliminasi
Sebelum sakit: Frekuensi BAK 7-8x/hari berwarna kuning jernih dan untuk
BAB teratur 1x/hari dengan konsistensi lembek.
Saat sakit: Frekuensi BAK dirumah lebih dari 8 kali dan BAB 1 kali lembekl.
Saat dikaji pasien belum BAB, sudah BAK dengan produksi urine700cc/24
jam.
4) Aktivitas dan istirahat tidur
Sebelum sakit: Pasien di rumah biasanya hanya memasak makanan,
selebihnya dilakukan oleh anaknya. Pasien tidak pernah tidur siang, pasien
tidur malam jam 09.00 WIB sampai jam 05.00 WIB.
Saat sakit: Pasien tidak dapat beraktivtas dengan baik karena kadang-kadang
merasa pusing dan nyeri pada dadanya. Pasien juga mengungkapkan
istirahatnya menjadi terganggu sekitar 1 minggu terakhir.
2.10. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : pasien lemah, partial care
2) Sistem pernafasan
Bentuk dada simetris saat menarik nafas, tidak ada retraksi supersternal,
pengembangan dinding dada simetris, tidak terdapat gerakan otot bantu
16
pernafasan, suara napas vesikuler dan tidak ada suara napas tambahan
wheezing dan ronkhi, RR 19 x/menit, SpO2 99% tidak menggunakan O2.
3) Sistem Kardiovaskular
Konjungtiva merah muda, mukosa bibir lembab, CRT 2 detik, suara jantung
S1S2 tunggal pada garis midclavikula sinistra ICS 4-5, TD 153/83 mmHg,
nadi 85 x/mnt, teraba kuat dan reguler, suhu 36,6oC, dan tidak terdapat sianosis.
4) Sistem Neurologi
Kesadaran komposmentis, skala nyeri skala nyeri 5, pasien tampak kesakitan
GCS 4-5-6, pupil isokor Ø3/3 mm, reflex cahaya +/+.
5) Sistem Perkemihan
Tidak ada distensi kandung kemih dan tidak ada nyeri tekan.
6) Sistem Pencernaan
Abdomen simetris kanan dan kiri, tidak ada nyeri tekan epigastrium, bising
usus 15x/menit, tidak ada nyeri tekan pada abdomen.
7) Sistem integumen dan musculoskeletal
Kulit pasien lembab, tidak ada edema, turgor kulit baik kembali dalam 1 detik.
Pasien mampu menggerakkan ekstremitas atas dan bawah dengan baik, Skala
kekuatan otot
5 5
5 5
17
1. Aspilet 75 mg 1 x 1 PO
Indikasi : Pengobatan dan pencegahan trombosis (agregrasi platelet)
pada infark miokardial akut atau setelah stroke.
Kontraindiasi : Pasien yang sensitif terhadap Aspirin, asma, ulkus
peptikum yang sering atau kadang-kadang, perdarahan subkutan,
hemofilia, trombositopenia. Pasien yang sedang diterapi dengan
antikoagulan.
Efek samping : Iritasi lambung-usus, mual, muntah. Penggunaan jangka
panjang ; perdarahan lambung-usus, ulkus peptikum..
2. Clopidogrel 1x1 PO
Indikasi: untuk mengurangi kekentalan darah dan membantu mencegah
terjadinya pembekuan darah di arteri. Penggunaan obat ini bertujuan
mengurangi risiko terkena serangan jantung atau stroke
Kontraindikasi: Pasien yang hipersensitif terhadap komponen yang
terkandung di dalam clopidogrel dan pada pasien yang mengalami
perdarahan patologis seperti ulkus peptikum atau perdarahan
intrakranial. Ibu menyusui dan gangguan hati berat.
Efek Samping: demam, memar di bawah kulit atau bintik-bintik merah,
merasa linglung, sangat lelah, penyakit kuning, memar
3. Concor 2,5 mg 1x1 PO
Indikasi: Pengobatan hipertensi dan angina. Pengobatan gagal jantung
sedang-berat kronik stabil dengan penurunan fungsi ventrikular sistolik
sebagai penghambat terhadap ACE inhibitor dan diuretik dan glikosida
jantung
Kontraindikasi: Blok jantung derajat 2 dan 3, bradikardi, hipotensi,
syok kardiogenik, asidosis metabolik, gangguan sirkulasi perifer berat,
sindroma sick sinus, feokromositoma yang tidak teratasi, gagal jantung
yang tidak terkontrol, asma bronkial berat atau PPOK, sindrom
raynaud, laktasi.
Efek Samping: Mual, muntah, ekstremitas terasa dingin, sakit kepala,
lelah, lemah, diare, pusing, parestesia, hipotensi ortostatik, gagal
jantung, kram otot, depresi, gangguan tidur, gangguan stimulus AV,
konstipasi, brokospasme, mimpi buruk, halusinasi, reaksi
hipersensitivitas, peningkatan ALAT, ASAT, trigliserida, hepatitis,
gangguan potensi, gangguan pendengaran, rinitis alergi, penurunan
18
produksi air mata, konjungtivitas, dispnea, kardiomiopati, takikardi,
infeksi virus, pneumonia.
19
ANALISA DATA
medulla spinalis
korteks serebri
Nyeri Akut
Usia : 71 tahun
20
2.13. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Ny. P
Umur : 71 tahun
Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan hipoksia miokardium yang ditandai dengan pasien mengungkapkan
nyeri pada dada kiri dengan skala nyeri 5, pasien tampak kesakitan dan memegang dada, TD 153//83
mmHg nadi 85 x/mnt teraba kuat dan reguler, RR 22 x/menit, VAS : 5, Hasil ECG: Irama sinus
x/menit
21
2.14. NCP
Intervensi
No Diagnosa Tujuan Implementasi Evaluasi Formatif Evaluasi Sumatif
Intervensi Rasional
1 Nyeri akut Pasien 1. Jelaskan pada 1. Penjelasan yang Jam 08.30 Jam 14.00 Jam 19.00
berhubungan dengan menunjukkan nyeri pasien teknik baik dapat 1. Menjelaskan pada S: pasien S: Pasien
hipoksia berkurang setelah mengurangi nyeri meningkatkan pasien tentang mengungkapkan mengungkapkan
miokardium yang dilakukan tindakan pengetahuan cara mengatasi nyeri berkurang tidak nyeri
ditandai dengan tindakan tentang cara nyeri dada dengan O:Pasien
pasien keperawatan mengurangi nyeri cara nafas dalam O: wajah masih mengungkapkan
mengungkapkan selama 1x24 jam dada menahan sakit, VAS sudah tidak nyeri
nyeri pada dada kiri dengan kriteria 4, TD mmHg, nadi pada dada,VAS 2,
dengan skala nyeri hasil : Jam 08.35 x/mnt reguler, RR 18 TD 125/81 mmHg,
5, pasien tampak - Pasien 2. Motivasi pasien 2. Membantu dalam 2. Memotivasi x/mnt. nadi 79x/mnt, RR
kesakitan dan mengungkapka teknik relaksasi penurunan pasien untuk 18x/mnt tanpa O2,
memegang dada, TD n nyeri nafas dalam pada persepsi/respon menarik nafas A: Masalah teratasi wajah rileks, tidak
153//83 mmHg nadi berkurang - pasien nyeri dalam dari hidung sebagian memegangi dada,
85 x/mnt teraba Skala nyeri 1-2 dan mengeluarkan pasien duduk di
kuat dan reguler, RR - Wajah rileks dari mulut. P: Intervensi 2-5 tempat tidur.
22 x/menit, VAS : 5, - TD 120- dilanjutkan. A: Masalah teratasi
Hasil ECG: Irama 130/80-90
sinus x/menit mmHg, nadi Jam 08.38
60-100 x/mnt 3. Batasi aktivitas 3. Menurunkan kerja 3. Menganjurkan
reguler, RR pasien dengan miokardia/konsum pasien untuk tetap
16-20 x/mnt meningkatkan si oksigen, tidur dalam posisi
istirahat/bed rest. menurunkan risiko yang nyaman.
komplikasi.
4. Kolaborasi Jam 08.40
dengan dokter 4. Kolaborasi: 4. Mengecek oksigen
dalam pemberian - Pemberian nasal 4 lpm pada
terapi: oksigen untuk pasien
- O2 nasal 4 meningkatkan
lpm jumlah
23
- Nicardipin oksigen untuk
4,5cc/jam pemakaian
pump miokardia dan
- Aspilet 1 x1 juga
PO mengurangi
- CPG 1 x 1 ketidaknyama
PO nan
- Cancor 1 x sehubungan
2,5mg PO dengan
iskemia
jaringan.
- Nicardipin
sebagai obat
antihipertensi
- Aspilet,
Pengobatan
dan
pencegahan
trombosis
(agregrasi
platelet) pada
infark
miokardial
akut atau
setelah stroke.
- CPG, untuk
mengurangi
kekentalan
darah dan
membantu
mencegah
terjadinya
pembekuan
23
darah di arteri.
Penggunaan
obat ini
bertujuan
mengurangi
risiko terkena
serangan
jantung atau
stroke
- Cancor,
Pengobatan
hipertensi dan
angina.
Pengobatan
gagal jantung
sedang-berat
kronik stabil
dengan
penurunan
fungsi
ventrikular
sistolik
sebagai
penghambat
terhadap ACE
inhibitor dan
diuretik dan
glikosida
jantung
23
TD, nadi, RR, dilakukan yaitu skala nyeri, dan
perubahan irama sejauh mana nyeri TD, nadi, RR tiap
jantung, dan dapat berkurang 1 menit
monitor ECG tiap
1 jam
23
2.16. CATATAN PERKEMBANGAN
Diagnosa
Tanggal SOAPIE
Keperawatan
7 Juli Nyeri akut Jam 08.00
2017 berhubungan dengan S: pasien mengungkapkan nyeri dada sudah sangat
hipoksia miokardium berkurang terutama bila dipakai tidur
yang ditandai dengan O: VAS 3, TD 138/89 mmHg, nadi 98x/mnt, RR 19x/mnt
pasien tidak memakai O2, wajah rileks, pasien tidak memegangi
mengungkapkan area yang sakit, tirah baring.
nyeri pada dada kiri A: Masalah teratasi sebagian
dengan skala nyeri 5, P: Intervensi 1 dihentikan, 2-5 dilanjutkan
pasien tampak I:
kesakitan dan Jam 08.00
memegang dada, TD 1. Motivasi pasien teknik relaksasi nafas dalam pada
153//83 mmHg nadi pasien bila dada terasa nyeri lagi
85 x/mnt teraba kuat 2. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi:
dan reguler, RR 22 Obat yang di STOP
x/menit, VAS : 5, - Nicardipin 4,5cc/jam pump
Hasil ECG: Irama - Aspilet 1 x1 PO
sinus x/menit - CPG 1 x 1 PO
- Cancor 1 x 2,5 mg PO
26
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1. PENGKAJIAN
3.1.1. Indentitas
1) Usia
Fakta: Pada kasus pasien berusia 71 tahun.
Teori: Menurut Udjianti, (2013), biasanya dialami oleh usia lebih dari 40 tahun,
namun tidak menutup kemungkinan terjadi pada usia muda.
Opini: terdapat kesesuaian antara teori dan fakta dimana pasien yang berusia 71
tahun. Hal ini berkaitan dengan proses degenerasi (penuaan) yang terjadi secara
alamiah yaitu pada orang-orang lanjut usia, pembuluh darah lebih kaku karena
adanya plak, yang dapat memicu timbulnya arterosklerosis yang merupakan salah
satu pemicu terjadinya IMA.
2) Jenis Kelamin
Fakta: pasien berjenis kelamin perempuan dan berusia 71 tahun.
Teori: Menurut Udjianti, (2013), Laki-laki lebih sering, namun setelah perempuan
menopause resikonya justru lebih tinggi daripada laki-laki.
Opini: terdapat kesesauaian antara teori dan fakta yang dimana pada kasus pasien
berjenis kelamin perempuan dan sudah memasuki masa menopause. Pada
perempuan yang mengalami menepause terjadi penurunan kadar esterogen secara
berkala dan hal tersebut juga dapat memicu timbulnya plak pada pembuluh darah
yang menyebabkan arterosklerosis.
3) Ras atau suku bangsa
Fakta: pada kasus pasien berasal dari suku Jawa atau tergolong ras Kaukasia.
Teori: Menurut Udjianti, (2013), ras kulit hitam lebih beresiko terkena stroke
dibandingkan ras lainnya.
Opini: terdapat ketidaksesuaian antara teori dan fakta dimana teori menyebutkan
ras Afrika-Amerika atau ras kulit hitam lebih resiko terkena IMA, sedangkan pada
fakta pasien berasal dari ras Jawa dan berkulit sawo matang. Hal ini dikarenakan
pada setiap individu baik dari suku apapun apabila memiliki faktor resiko
mengalami IMA.
3.1.2. Keluhan Utama
Fakta: Pasien mengungkapkan sakit pada bagian dada tengah
Teori: Menurut Udjianti (2013), biasanya keluhan yang dirasakan adalah nyeri
dada yang menjalar ke bahu kiri, tangan bahkan sampai ke epigastrium.
27
Opini: terdapat kesesuaian antara teori dan fakta dimana teori menyebutkan
keluhan dan gejala umum pada pasien IMA salah satunya nyeri pada daerah dada,
Hal ini terjadi karena adanya sumbatan pada pembuluh darah yang menyebabkan
terjadinya hipoksia miokard karena penurunan suplai darah ke otot jantung dan
terjadi proses metabolisme anaerob dan stimulus nyeri, yang memicu produksi
asam laktat serta reseptor nyeri.
3.1.3. Riwayat Penyakit Sekarang
Fakta: pasien pertama kali mengalami dirawat dengan penyakit jantung.
Teori: Menurut Udjianti (2013), biasanya serangan dirasakan mendadak, pasien
akan merasakan cemas, nyeri dada sampai dengan sesak dan berkeringat dingin,
perasaan berdebar-debar.
Opini: terdapat kesesuaian antara teori dan fakta pada teori menyebutkan bahwa
serangan IMA berlangsung secara mendadak pada saat klien melakukan aktivitas
seperti biasanya plak yang membuntu pembuluh darah dapat menimbulkan nyeri
dada pada pasien IMA.
3.1.4. Riwayat Penyakit Keluarga
Fakta: Pasien tidak memiliki ayah dan ibu dengan riwayat penyakit hipertensi dan
riwayat DM.
Teori: Menurut Udjianti (2013), adanya riwayat penyakit jantung, hipertensi, DM
pada keluarga.
Opini: Terdapat ketidakesesuaian antara teori dan fakta. Apabila salah satu
keluarga memiliki riwayat hipertensi maka keluarga yang lain akan berpotensi
memiliki gen yang sama yang menyebabkan resiko terjadinya IMA, faktor
predisposisi pemicu terjadinya IMA adalah pola hidup yang tidak sehat seperti
kurangnya ktivitas dan jenis makanan yang dikonsumsi terutama makanan yang
banyak mengandung lemah jenuh dapat memicu timbulnya plak.
28
vasokonstriksi sehingga terjadi penyempitan lumen pembuluh darah dan terjadi
arterosklerosis dan thrombus di pembuluh darah koroner. Namun apabila
hipertensi berlangsung lama maka pembuluh darah tersebut akan berubah struktur
dan akan mengalami sklerosis pembuluh darah yang menyebabkan penyumbatan
aliran darah ke otak.
3.1.6. Activity Day Life (ADL)
Fakta: pengkajian pasien makan 5 sendok dari porsi yang disediakan di RS,
minum pasien dibatasi, cairan masuk 950cc/24 jam, frekuensi BAK dan BAB
pasien tetap normal. Pasien hari ini belum BAB, sudah BAK 700cc/24 jam.
Pasien tidak dapat beraktivtas dengan baik karena kadang-kadang merasa pusing
dan nyeri pada dadanya. Pasien juga mengungkapkan istirahatnya menjadi
terganggu sekitar 1 minggu terakhir. Pasien memenuhi kebutuhan Hygiene
perseorangan dibantu perawat
Teori: Menurut Udjianti (2013), pada pasien yang kurang aktivitas dan memiliki
pola hidup yang tidak sehat, kebutuhan sehari-hari biasanya dibantu karena harus
bedrest.
Opini: ada kesesuaian antara teori dan fakta dimana pasien membutuhkan bantuan
perawat dalam pemenuhan hygiene personal karena harus istirahat, untuk
pemenuhan makanan biasanya akan ada diet khusus yang diberikan oleh ahli gizi
terutama mengurangi makanan yang memicu kadar kolesterol yang tinggi dan
pemicu hipertensi, jumlah minumpun dibatasi supaya tidak menambah kinerja
jantung.
29
Hal ini sesuai dengan teori dimana, pada kasus diagnosa yang muncul
adalah nyeri akut, dan keluhan utama yang dirasakan pasien adalah nyeri pada
dada bagian tengah terutama saat melakukan aktivitas.
3.3. Intervensi
Menurut Udjianti (2013), diagnosa nyeri intervensi yang dilakukan meliputi:
1) Kaji nyeri secara komprehensif (PQRST).
2) Ukur vital sign.
3) Berikan posisi yang nyaman.
4) Ajarkan teknik non farmakologi (relaksasi/nafas dalam).
5) Kolaborasi dalam pemberian analgetik.
Pada kasus semua intervensi dalam teori telah dilakukan yang digunakan
untuk mengobservasi keadaan pasien terutama pada pasien yang membutuhkan
perhatian khusus.
3.4. Evaluasi
Pada kasus masalah keperawatan nyeri dilakukan tindakan keperawatan
selama 1x24 jam masalah teratasi, dan menurut kriteria pada tujuan diharapkan
masalah dapat teratasi 1x24 jam, terdapat kesesuaian antara teori dan fakta yang
dimana pada kriteria waktu sesuai dengan yang ditetapkan, hal ditunjukkan
dengan pasien sudah tidak nyeri pada dada,VAS 2, TD 125/81 mmHg, nadi
79x/mnt, RR 18x/mnt tanpa O2, wajah rileks, tidak memegangi dada, pasien
duduk di tempat tidur.
30
DAFTAR PUSTAKA
31