Вы находитесь на странице: 1из 8

Nama : Rifki Adi Dermawan

Nim : 1531600116

Mata Kuliah : Sejarah Kebudayaan Islam dan Budaya Lokal

1. Ringkasan Sejarah Bani Umayah Dan Bani Abasiyah.

A. Dinasti Umayyah

Dinasti Umayah (bahasa Arab: ‫بنو أمية‬, Banu Umayyah, Dinasti Umayyah)
atau Kekhalifahan Umayyah, adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa
Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661 sampai 750 di Jazirah Arab dan
sekitarnya (beribukota di Damaskus); serta dari 756 sampai 1031 di Cordoba,
Spanyol sebagai Kekhalifahan Cordoba. Nama dinasti ini dirujuk kepada
Umayyah bin 'Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah,
yaitu Muawiyah bin Abu Sufyan atau kadangkala disebut juga dengan Muawiyah
I.

B. Masa Kejayaan Dinasti Umayah

Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan perluasan wilayah yang terhenti
pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dilanjutkan kembali,
dimulai dengan menaklukan Tunisia, kemudian ekspansi ke sebelah timur, dengan
menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke
Kabul,.

Sedangkan ekspansi ke timur ini kemudian terus dilanjutkan kembali pada masa
khalifah Abdul Malik bin Marwan dan berhasil menundukkan Balkanabad,
Bukhara, Khwarezmia, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke
India dan menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Multan.

Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat
suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa,
yaitu pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko dapat ditundukan, Tariq bin
Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat yang
memisahkan antara Maroko (magrib) dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu
tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Dan Spanyol
dapat dikalahkan.

Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat,


wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-
daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arab, Irak,
sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan,
Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgistan di Asia Tengah.
Nama : Rifki Adi Dermawan

Nim : 1531600116

Mata Kuliah : Sejarah Kebudayaan Islam dan Budaya Lokal

C. Masa Kemunduran Dinasti Umayah

Sepeninggal Umar bin Abdul-Aziz, kekuasaan Bani Umayyah dilanjutkan


oleh Yazid bin Abdul-Malik (720- 724 M). Masyarakat yang sebelumnya hidup
dalam ketenteraman dan kedamaian, pada masa itu berubah menjadi kacau.
Dengan latar belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan
konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid bin Abdul-Malik cendrung kepada
kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Kerusuhan terus
berlanjut hingga masa pemerintahan khalifah berikutnya, Hisyam bin Abdul-
Malik (724-743 M). Bahkan pada masa ini muncul satu kekuatan baru dikemudian
hari menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu
berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali.
Walaupun sebenarnya Hisyam bin Abdul-Malik adalah seorang khalifah yang kuat
dan terampil. Akan tetapi, karena gerakan oposisi ini semakin kuat, sehingga tidak
berhasil dipadamkannya.

Setelah Hisyam bin Abdul-Malik wafat, khalifah-khalifah Bani Umayyah


yang tampil berikutnya bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini
semakin memperkuat golongan oposisi. Dan akhirnya, pada tahun 750 M, Daulah
Umayyah digulingkan oleh Bani Abbasiyah yang merupakan bahagian dari Bani
Hasyim itu sendiri, di mana Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani
Umayyah, walaupun berhasil melarikan diri ke Mesir, namun kemudian berhasil
ditangkap dan terbunuh di sana. Kematian Marwan bin Muhammad menandai
berakhirnya kekuasaan Bani Umayyah di timur (Damaskus) yang digantikan oleh
Daulah Abbasiyah, dan dimulailah era baru Bani Umayyah di Al-Andalus.

A. Dinasti Abassiyah

Pada awalnya Muhammad bin Ali, cicit dari Abbas menjalankan


kampanye untuk mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada keluarga Bani
Hasyim di Parsi pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Selanjutnya pada masa pemerintahan Khalifah Marwan II, pertentangan ini
semakin memuncak dan akhirnya pada tahun 750, Abu al-Abbas al-Saffah
berhasil meruntuhkan Daulah Umayyah dan kemudian dilantik sebagai khalifah.

B. Masa Kejayaan Bani Abassiyah.

Bani Abbasiyah mencapai puncak keemasannya karena terdapat beberapa faktor


diantaranya :

1. Islam makin meluas, tidak di Damaskus tetapi di Baghdad.


Nama : Rifki Adi Dermawan

Nim : 1531600116

Mata Kuliah : Sejarah Kebudayaan Islam dan Budaya Lokal

2. Orang-orang di luar Islam dipakai untuk menduduki institusi pemerintahan

3. Pemerintahan Abbasiyah membentuk tim penerjemah bahasa yunani ke


bahasa arab

4. Rakyat bebas berfikir serta memperoleh hak asasinya dalam segala bidang

5. Adanya pengembangan ilmu pengetahuan

6. Dalam penyelenggaraan negara pada masa bani Abbasiyah ada jabatan


Wazir.

C. Masa Kemunduran Dinasti Abbasiyah

Masa kemunduran dimulai sejak abad ke-2.Faktor-faktor kemunduran itu tidak


datang secara tiba-tiba.Benih benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya
karena khalifah pada periode pertama sangan kuat benih-benih itu tidak sempat
berkembang. Disamping kelemahan khalifah banyak faktor lain yang
menyebabkan khalifah Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut
saling berkaitan satu sama lain. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Persaingan antar bangsa

Khilafah abbasiyah didirikan oleh bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang
Persia.Persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu
pada masa bani Umayyah berkuasa.Keduanya sama-sama tertindas. Budak-budak
bangsa turki dan persia dijadikan pegawai dan tentara. Mereka diberi nasab dinasti
dan mendapat gaji.Oleh bani Abbas mereka dianggap sebagai hamba.Sistem
perbudakan ini telah mempertinggi pengaruh bangsa Persia dan Turki.Kekuasaan
berada ditangan orang-orang Turki.Posisi ini kemudian direbut oleh bani Buwaih
bangsa Persia, pada periode ketiga dan selanjutnya beralih pada dinasti Saljuk
pada periode keempat.

2) Kemerosotan Ekonomi

Khilafah Abbasiyah juga mengalami kemunduran dibidang ekonomi bersama


kemunduran pimpinan politik.Pada periode pertama, pemerintahan bani Abbas
merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari dana yang
keluar sehingga bait al-Mal penuh dengan harta. Pertambahan dana yang besar
diperoleh antara lain dari al-Kharaj, semacam pajak hasil bumi. Setelah khilafah
memasuki periode kemunduran, pendapat negara menurun sementara pengeluaran
meningkat lebih besar. Menurunnya pendapat negara itu disebabkan makin
Nama : Rifki Adi Dermawan

Nim : 1531600116

Mata Kuliah : Sejarah Kebudayaan Islam dan Budaya Lokal

menyempitnya wilayah kekuasaan, banyak terjadi kerusuhan yang mengganggu


perekonomian rakyat, diperingankannya pajak dan banyak dinasti-dinasti kecil
yang memerdekakan diri dan tidak lagi bayar upeti.. Kondisi politik yang tidak
stabil menyebabkan perekonomian negara morat-marit.Sebaliknya kondisi
ekonomi yang buruk melemahkan kekuatan politik dinasti Abbasiyah

3) Konflik Keagamaan

Konflik yang dilatarbelakangi agama tidak terbatas pada konflik antara muslim
dan zindiq atau ahlussunnah dengan syi’ah saja, tetapi juga antara aliran dalam
Islam. Mu’tazilah yang cenderung rasional dituduh sebagai pembuat bid’ah oleh
golongan salaf.Aliran mu’tazilah bangkit kembali pada masa dinasti buwaih
dengan didukung penguasa aliran Asy’ariyah tumbuh subur dan berjaya.

4) Ancaman dari luar

Apa yang disebut diatas adalah faktor-faktor internal. Disamping itu ada pula
faktor-faktor eksternal yang menyebabkan khilafah abbasiyah dan akhirnya
hancur.

Pertama, perang salib yang berlangsung beberapa gelombang atau periode yang
menelan banyak korban.

Kedua, serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam sebagaimana telah


disebutkan, orang-orang kristen eropa terpanggil untuk ikut berperang setelah
Paus Urbanus II (1088-

1099 M) mengeluarkan fatwanya. Perang salib itu juga membakar perlawanan


orang-orang kristen yang berada di wilayah kekuasaan Islam. Namun anatara
komunitas-komunitas kristen timur, hanya armenia dan maronit lebanon yang
tertarik dengan perang salib dan melibatkan diri dalam tentara salib itu. Pengaruh
salib juga terlihat dalam penyerbuan tentara mongol, sangat membenci Islam
karena ia banyak diperngaruhi oleh orang-orang budha dan kristen nestorian.
Gereja-gereja kristen berasosiasi dengan orang-orang Mongol yang anti Islam itu
dan diperkeras di kantong-kantong Ahlul Kitab

2. Alur Terjadinya Perang Salib.


Nama : Rifki Adi Dermawan

Nim : 1531600116

Mata Kuliah : Sejarah Kebudayaan Islam dan Budaya Lokal

Peta Konsep Alur Terjadinya Prang Salib

Timbulnya
Perang
Salib

Faktor Faktor Faktor


Agama Ekonomi Politik

Periode I
Periode Penaklukan Perang Salib I
(1096 -1144 M)

Perang Salib II
Periode II
Periode Reaksi
Umat Islam Perang Salib III
(1144 – 1192
M)

Perang Salib IV

Perang Salib V
Periode III
Periode Perang Salib VI
Kehancuran
pasukan salib
(1192-1291 M) Perang Salib VII

Perang Salib VIII


Nama : Rifki Adi Dermawan

Nim : 1531600116

Mata Kuliah : Sejarah Kebudayaan Islam dan Budaya Lokal

3. Kisah Pejuang Islam “Nuruddin Muhammad Zanki

1). Kehidupan Awal

Ia dilahirkan pada hari Ahad 17 Syawwal 511 H yang bertepatan dengan


bulan Februari tahun 1118 di mana ia adalah anak dari Zengi, seorang atabeg
Aleppo dan Mosul.

2). Menjadi pemimpin

Nuruddin adalah anak kedua Imaduddin Zengi (Zanki), Atabeg Tripoli


Aleppo dan Mosul, yang adalah musuh tentara salib. Setelah ayahnya dibunuh,
Nuruddin dan kakaknya Saifuddin Ghazi I membagi kerajaan tersebut di antara
mereka berdua, di mana Nuruddin menguasai Aleppo Narzebha menguasai Tripoli
dan Saif ad-Din menguasai Mosul. Perbatasan antara kedua kerajaan baru
dibentuk oleh sungai Khabur.

3). Melawan Pasukan Salib

Umat Islam lebih mengenal sosok Salahuddin Al-Ayubi, sebagai


pemimpin tentara Muslim dalam Perang Salib. Padahal, di era Perang Salib II,
dunia Islam juga memiliki sosok pejuang dan pemimpin yang tak kalah hebatnya
dibanding Salahudin. Tokoh pembela agama itu dikenal dengan nama Nuruddin
Zanki.

‘’Nuruddin merupakan seorang yang sangat berjasa dalam penyatuan


negara-negara muslim dan penakluk tentara salib dalam Perang Salib Kedua,’’
ujar Syekh Muhammad Said Mursi dalam bukunya Tokoh-tokoh Besar Islam
Sepanjang Sejarah. Ia dikenal sebagai seorang tentara pejuang yang menguasai
teknik berperang, hingga mampu memukul mundur pasukan Tentara Salib.

Sejatinya, Nuruddin Mahmud Zanki memiliki nama lengkap Al-Malik Al-


Adil Nuruddin Abul Qasim Mahmud bin Imaduddin Zanki. Dalam darahnya
mengalir ningrat dari Dinasti Zanki yang menguasai Suriah pada 1146 M hingga
1174 M. . ‘’Nama panggilannya adalah Abu Qasim dan ia dijuluki Nuruddin
(Cahaya Agama) dan raja yang adil,’’ tutur Syekh Said Mursi.

Ayahnya bernama Imaduddin Zanki, penguasa Aleppo dan Mosul. Ketika


ayahnya meninggal dunia, Nuruddin dan kakaknya, Saifuddin Ghazi I, membagi
Kerajaan Zanki tersebut menjadi dua. Nuruddin menguasai Aleppo dan kakaknya
menguasai Mosul. Kedua kerajaan tersebut dipisahkan oleh sungai Khabur.
Nama : Rifki Adi Dermawan

Nim : 1531600116

Mata Kuliah : Sejarah Kebudayaan Islam dan Budaya Lokal

Tak lama setelah menduduki tahta raja, Nuruddin memperluas wilayah


kekuasaannya dan berhasil menaklukkan Kerajaan Antiokhia. Ia dan pasukannya
merebut beberapa istana di bagian utara Suriah. Pasukan yang dipimpin Nuruddin
juga berhasil mematahkan serangan Joscelin II yang berupaya mencaplok
Kerajaan Edessa, salah satu daerah kekuasaan Nuruddin.

Ia terpaksa harus mengusir seluruh populasi Kristen dari kota tersebut


sebagai hukuman karena mereka bersekutu dan membantu pasukan Jocelin II.
Peristiwa itu terjadi pada Perang Salib I. Pada 1147, Nuruddin menandatangani
perjanjian bilateral dengan Gubernur Damaskus, Mu’inuddin Unur.

Kebijakan itu dilakukannya untuk memperkuat hubungan dengan negeri


tetangga di utara agar dapat melawan musuh mereka di Barat. Sebagai bagian dari
kerja sama, ia menikahi anak perempuan sang gubernur. Setelah keduanya
membangun aliansi, mereka menyerang kota Bosra dan Sarkhand. Kedua kota
tersebut direbut oleh pengikut Mu’inuddin yang memberontak.

Lantara gagal merebut Kerajaan Edessa pada Perang Salib I, kerajaan-


kerajaan Kristen dari Barat mulai melancarkan misi militer lewat Perang Salib II.
Adalah Raja Prancis Louis VII, dan Raja Jerman Conrad III adalah tokoh yang
memantik meletusnya Perang Salib II. Mereka berambisi untuk kembali merebut
wilayah yang telah ditaklukkan pasukan tentara Muslim.

Namun, upaya mereka untuk menguasai wilayah Kristen di Suriah tak


berjalan mulus. Pasukan Tentara Salib dihadapkan pada kekuatan militer tangguh
yang dipimpin Nuruddin. Ambisi Raja Louis VII dan Conrad III pun tak
kesampaian. Mereka gagal merebut Damaskus.

4). Ketinggian Iman, Sifat Adil, dan Kemuliaan Akhlaq Sultan Nuruddin Zanki

Sultan Nuruddin Zanki dikenal amat wara’ dan zuhud. Beliau adalah sosok
pemimpin yang selalu menjaga shalat berjama’ah, shalat malam (Qiyamul Lail),
banyak membaca al-Qur’an, dan berpuasa. Ia memiliki ilmu Diin yang mendalam,
sangat dekat dengan para ‘ulama, dan ikut meriwayatkan hadits bersama mereka.

Ia menaklukkan dengan keshalehan dan nilai-nilai yang agung dari


RABB-nya. Kekuatan militernya tidak dilengkapi dengan persenjataan fisik yang
hebat dan istimewa. Tetapi ia memiliki senjata yang jauh lebih menggetarkan
musuh-musuhnya, yaitu kekuatan doa dan pertolongan dari Yang Maha Penolong.
Seorang non-Muslim di al-Quds bahkan mengakui hal ini.
Nama : Rifki Adi Dermawan

Nim : 1531600116

Mata Kuliah : Sejarah Kebudayaan Islam dan Budaya Lokal

Orang non-muslim di Al-Quds itu berkata tentang beliau Sultan Nuruddin,


“Sesungguhnya Abul Qasim (Nuruddin) memiliki sirr ‘rahasia’ dengan Allah,”
katanya. “Tidaklah ia mengalahkan kami dengan bala tentaranya yang banyak,
akan tetapi ia menang atas kami dengan doa dan shalat malamnya. Ia shalat di
malam hari, mengangkat tangannya kepada Allah untuk berdoa dan meminta
kepada-Nya. Dan Allah mengabulkan permintaannya serta tidak menjadikan
doanya sia-sia, sehingga akhirnya dia menang atas kami.”

5).Sultan Nuruddin Zanki Tak Suka Pujian

Dia pun tak gemar pujian seperti jamaknya penguasa pada masa sekarang.
Suatu ketika, seorang ulama Qutbuddin Annisaburi merasa begitu khawatir akan
keberanian Nuruddin. Dia khawatir akan keselamatan Sultan, maka Qutbuddin
Annisabaru berkata kepada Sultan Nuruddin, “Demi Allah, jangan gadaikan
nyawamu dan Islam. Jika Anda gugur dalam peperangan, maka tidak seorang pun
kaum Muslimin yang tersisa pasti akan terpenggal oleh pedang,” ujar Qutbuddin.

Maka ia pun menjawab, “Siapa Nuruddin itu, sehingga ia dikatakan


demikian? Mudah-mudahan karena (kematian) ku, Allah memelihara negeri ini
dan Islam. Itulah Allah yang tiada Tuhan yang berhak disembah dengan hak
melainkan Dia.”

6). Wafatnya Sultan Nuruddin Zanki

Pada 570 H atau 1174 M, Sultan Nuruddin Zanki wafat karena sakit. maka
ummat muslim di Syam ketika itu meminta kepada muridnya, Salahuddin al-
Ayyubi untuk mengemban amanah menjadi Sultan di Suriah. Akhirnya Salahuddin
al-Ayyubi berhasil menyatukan Syam, Mesir, Maroko, Hijaz, Yaman ke dalam
satu dawlah. Kelak Salahuddin al-Ayyubi berhasil mewujudkan cita-cita Sultan
Nuruddin, membebaskan Baitul Maqdis dari penjajahan tentara Salib.

Вам также может понравиться