Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
SUBDURAL HEMATOMA
PEMBIMBING
Dr. Darma Tapa Gayo, Sp. Rad
Dr. Teruna Akbar, Sp. Rad, M. Kes
NIM : 161710
Pembimbing I Pembimbing II
A. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
B. EPIDEMIOLOGI ........................................................................................ 3
C. ETIOLOGI .................................................................................................. 3
D. ANATOMI ................................................................................................. 5
E. PATOFISIOLOGI ...................................................................................... 9
F. DIAGNOSIS ............................................................................................... 10
1. KLINIS ....................................................................................................... 10
2. RADIOLOGI .............................................................................................. 13
H. PENATALAKSANAAN ............................................................................ 23
iii
A. PENDAHULUAN
(di antara duramater dan arakhnoid). Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya
vena-vena jembatan yang terletak antara kortek cerebri dan sinus venous tempat
vena tadi bermuara, namun dapat terjadi juga akibat laserasi pembuluh arteri pada
permukaan otak. Perdarahan subdural paling sering terjadi pada permukaan lateral
veins. Perdarahan subdural juga menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan
26% dari jumlah segala macam kecelakaan, yang mengakibatkan seseorang tidak
bisa bekerja lebih dari satu hari sampai selama jangka panjang. Kurang lebih 33%
urutan ke-7 pada 10 penyakit utama penyebab kematian terbanyak pada pasien
rawat inap di rumah sakit dengan CFR 2,94% dan pada tahun 2008 menempati
urutan ke-6 dengan CFR 2,99%. Sedangkan di Amerika, tiap tahunnya hampir
52.000 penduduk meninggal karena trauma kepala (20 orang per 100.000
populasi). Insidensi pasien dengan cedera kepala berat (GCS kurang dari 8)
ditangani. Trauma timbul akibat adanya gaya mekanik yang secara langsung
1
serebri, laserasi serebri, dan perdarahan intrakranial seperti subdural hematom,
kecacatan pada kemudian hari atau bahkan pada kasus yang berat dapat
menimbulkan kematian. 1
yang ditandai dengan nyeri kepala, papil edema, dan muntah yang seringkali
bersifat proyektil.4 Pada tahap lebih lanjut, jika hematom yang terbentuk lebih
besar akan memicu terjadinya sindrom herniasi yang ditandai dengan penurunan
hematoma terjadi 1-3 kasus per 100.000 populasi. Laki-laki lebih sering terkena
resiko pada cedera kepala (blunt head injury). Perdarahan subdural biasanya lebih
sering ditemukan pada penderita-penderita dengan umur antara 50-70 tahun. Pada
orang-orang tua bridging veins mulai agak rapuh sehingga lebih mudah
pecah/rusak bila terjadi trauma. Pada bayi-bayi ruang subdural lebih luas, tidak
ada adhesi, sehingga perdarahan subdural bilateral lebih sering di dapat pada bayi-
bayi.
2
B. EPIDEMIOLOGI
hematoma terjadi 1-3 kasus per 100.000 populasi. Laki-laki lebih sering terkena
resiko pada cedera kepala (blunt head injury). Perdarahan subdural biasanya lebih
sering ditemukan pada penderita-penderita dengan umur antara 50-70 tahun. Pada
orang-orang tua bridging veins mulai agak rapuh sehingga lebih mudah
pecah/rusak bila terjadi trauma. Pada bayi-bayi ruang subdural lebih luas, tidak
ada adhesi, sehingga perdarahan subdural bilateral lebih sering di dapat pada bayi-
bayi. 3
C. ETIOLOGI
3
Trauma
- Trauma kapitis
- Trauma di tempat lain pada badan yang berakibat terjadinya geseran atau
terduduk.
- Trauma pada leher karena guncangan pada badan. Hal ini lebih mudah
terjadi bila ruangan subdura lebar akibat dari atrofi otak, misalnya pada
Non trauma
subdural.
intrakranial.
4
Subdural hematom, keadaan ini timbul setelah trauma kepala hebat, seperti
ruangan subdural . Pergeseran otak pada akselerasi dan de akselerasi bisa menarik
kejadian, yaitu akselerasi tengkorak ke arah dampak dan pergeseran otak ke arah
otak yang bersangkutan bersifat linear.Maka dari itu lesi-lesi yang bisaterjadi
dinamakan lesi kontusio. Lesi kontusio di bawah dampak disebut lesi kontusio
“coup” di seberang dampak tidak terdapat gaya kompresi, sehingga di situ tidak
terdapat lesi. Jika di situ terdapat lesi, maka lesi itu di namakan lesi kontusio
“contercoup” . 1
D. ANATOMI
Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau
pericranium.
Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang
tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan
5
oksipital. Kalvaria khususnya di regio temporal adalah tipis, namun di sini dilapisi
oleh otot temporalis. Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai
bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga
tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa
media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak
dan serebelum.
Meningen
lapisan yaitu :
- Duramater
Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal
dan lapisan meningeal. Duramater merupakan selaput yang keras, terdiri atas
jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium.
Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu
ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara duramater dan arachnoid,
pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis
superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan
darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini
dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang
6
perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea
- Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput
arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar
yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial,
disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang
- Piamater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adalah
membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk
kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan
Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa
sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; proensefalon (otak depan)
serebellum. Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan
dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal
7
proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi
Cairan Serebrospinalis
kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral
melalui foramen monro menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju
ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio
arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS
populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS
per hari.
Perdarahan Otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.
Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk
dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar
8
E. PATOFISIOLOGI
adalah penyebab perdarahan subdural yang paling sering terjadi. Perdarahan ini
seringkali terjadi sebagai akibat dari trauma yang relatif kecil, dan mungkin
anak memiliki vena-vena yang halus ) dan orang dewasa dengan atropi otak
Perdarahan subdural paling sering terjadi pada permukaan lateral dan atas
maka darah yang terkumpul hanya 100-200 cc saja. Perdarahan vena biasanya
berhenti karena tamponade hematom sendiri. Setelah 5-7 hari hematom mulai
mengadakan reorganisasi yang akan terselesaikan dalam 10-20 hari. Darah yang
diserap meninggalkan jaringan yang kaya pembuluh darah. Disitu timbul lagi
dengan demikian bisa terulang lagi timbulnya perdarahan kecil dan pembentukan
kantong subdural yang penuh dengan cairan dan sisa darah (higroma). Kondisi-
kondisi abnormal biasanya berkembang dengan satu dari tiga mekanisme. 1,5,6
yaitu teori dari Gardner yang mengatakan bahwa sebagian dari bekuan darah akan
9
meningkat inilah yang mengakibatkan pembesaran dari perdarahan tersebut.
Tetapi ternyata ada kontroversial dari teori Gardner ini, yaitu ternyata dari
membran atau kapsul dari subdural hematoma. Level dari koagulasi, level
F. DIAGNOSIS
1. KLINIS
Gejala yang timbul segera hingga berjam - jam setelah trauma sampai
Biasanya terjadi pada cedera kepala yang cukup berat yang dapat
10
Secara klinis subdural hematom akut ditandai dengan penurunan
hemiparese/plegi
ke 3 sesudah trauma
sekitarnya
11
c. Subdural Hematoma Kronis
Kapsul yang terbentuk terdiri dari lemak dan protein yang mudah
menimbun cairan >> ruptur lagi >> re-bleeding. Begitu seterusnya sampai
suatu saat pasien datang dengan penurunan kesadaran tiba-tiba atau hanya
Anamnesis
jejas dikepala atau tidak, jika terdapat jejas perlu diteliti ada tidaknya kehilangan
kesadaran atau pingsan. Jika ada pernah atau tidak penderita kembali pada
keadaan sadar seperti semula. Jika pernah apakah tetap sadar seperti semula atau
turun lagi kesadarannya, dan di perhatikan lamanya periode sadar atau lucid
interval. Untuk tambahan informasi perlu ditanyakan apakah disertai muntah dan
12
Pemeriksaan Fisik
mencakup jalan nafas (airway), pernafasan (breathing) dan tekanan darah atau
dibersihkan apabila terjadi sumbatan atau obstruksi, bila perlu dipasang orofaring
tube atau endotrakeal tube lalu diikuti dengan pemberian oksigen. Pemeriksaan
neurologis fokal.
2. DIAGNOSIS RADIOLOGI
Foto Kepala
berbentuk lurus. Fraktur yang muncul pada area meningea media dapat
13
fraktur yang lusen dapat memberi gambaran stelata atau semisirkular.
Gambar : Fraktur kranium linier. Fraktur kranium (tanda panah) biasanya berupa
garis hitam bertepi tajam dan tidak ada tepi yang berwarna putih. Pada posisi
anteroposterior (AP) (A), tidak dapat ditentukan apakah fraktur berasal dari tulang
tengkorak bagian depan atau belakang. Pada posisi Towne (B), yaitu posisi leher
menunduk dan posisi occipital lebih tinggi, fraktur ini dapat terlihat terletak di
tulang occipital
14
CT- Scan
pendarahan. 8
15
Gambar : Hematoma subdural tidak terdeteksi pada CT scan yang hanya
difoto di jendela sinus (jendela, level 2500 H; 500 H). Pergeseran pineal ke
kiri Kelenjar (panah), ventrikel ketiga, dan sinus windows dan hematoma
( a)
16
(b)
Gambar : Cedera kepala hipoksia yang diffus . Bayi berusia tiga bulan yang
dipindai scan setelah melahirkan , CT scan yang tidak disangga pada (a)
kortikal dan tanda '' serebelum terang ', dengan hipodensitas yang lebih jelas
dari Inti materi abu-abu dalam, hippocampi, otak tengah dan bagian
korteks. 10
17
Gambar : Cedera kepala hipoksia yang difuse pada bayi berusia 7 bulan
perbedaan warna abu-abu / putih berkurang dan tanda cerebellum '' yang
terang ''. 10
18
gambar : scans 5 mm setelah injeksi kontras menunjukkan bukti pergeseran
ventrikel (A dan B) dan Sulci unilateral hilang (c). 11
19
Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan
potensi cedara intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja
(single) tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks,
garis fraktur pada area epidural hematoma, Densitas yang tinggi pada stage yang
MRI
posisi duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat
menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan salah satu jenis
20
ANGIOGRAPHY
Oklusi aneurisma. 8
21
G. DIAGNOSIS BANDING
Stroke
Gambar: gambaran ct- scan kepala pada pasien wanita muda satu
minggu post partum dengan stroke hemoragik, ( gambaran
hiperdents) tampak perdarahan pada ventrikel lateralis dextra dan
fornix
Abses Otak
terlokalisir diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi
22
Hidrocephalus
dari cairan serebrospinal (CSS) di dalam ruangan ventrikel dan ruangan sub
arakhnoid.
23
H. PENATALAKSANAAN
Dalam menentukan terapi apa yang akan digunakan untuk pasien SDH,
dilakukan tindakan konservatif. Tetapi pada keadaan ini masih ada kemungkinan
terjadi penyerapan darah yang rusak diikuti oleh terjadinya fibrosis yang
Servadei dkk merawat non operatif 15 penderita dengan SDH akut dimana
tebal hematoma < 1 cm dan midline shift kurang dari 0.5 cm. Dua dari penderita
ini kemudian mendapat ICH yang memerlukan tindakan operasi. Ternyata dua
tekanan intrakranial (TIK) yang normal dan GCS 11 – 15. Hanya 6% dari
Penderita SDH akut yang berada dalam keadaan koma tetapi tidak
kemungkinan menderita suatu diffuse axonal injury. Pada penderita ini, operasi
24
Beberapa penderita mungkin mendapat kerusakan berat parenkim otak
dengan efek massa (mass effect) tetapi SDH hanya sedikit. Pada penderita ini,
Pada penderita SDH akut dengan refleks batang otak yang negatif dan
depresi pusat pernafasan hampir selalu mempunyai prognosa akhir yang buruk
Tindakan Operasi
Baik pada kasus akut maupun kronik, apabila diketemukan adanya gejala-
gejala yang progresif, maka jelas diperlukan tindakan operasi untuk melakukan
tindakan operasi, yang tetap harus kita perhatikan adalah airway, breathing dan
13
Kriteria penderita SDH dilakukan operasi adalah:
Semua pasien SDH dengan GCS < 9 harus dilakukan monitoring TIK
25
Pasien SDH dengan GCS < 9, dengan ketebalan perdarahan < 10 mm dan
pergeeran struktur midline shift. Jika mengalami penurunan GCS > 2 poin
asimetris/fixed
Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah burr hole craniotomy, twist
drill craniotomy, subdural drain. Dan yang paling banyak diterima untuk
perdarahan sub dural kronik adalah burr hole craniotomy. Karena dengan tehnik
kronik pasca kraniotomi dianggap sebagai komplikasi yang sudah diketahui. Jika
pada pasien yang sudah berusia lanjut dan sudah menunjukkan perbaikan klinis,
reakumulasi yang terjadi kembali, tidaklah perlu untuk dilakukan operasi ulang
kembali.
cepat dengan lokal anestesi. Pada saat ini tindakan ini sulit untuk dibenarkan
biasanya solid dan kenyal apalagi kalau volume hematoma cukup besar. Lebih
dari seperlima penderita SDH akut mempunyai volume hematoma lebih dari 200
ml.
yang invasif dengan tingkat komplikasi yang lebih tinggi. Hampir semua ahli
bedah saraf memilih kraniotomi luas. Luasnya insisi ditentukan oleh luasnya
26
hematoma dan lokasi kerusakan parenkim otak. Lubang bor yang pertama dibuat
dilokasi dimana di dapatkan hematoma dalam jumlah banyak, dura mater dibuka
menurunkan TIK. Lubang bor berikutnya dibuat dan kepingan kranium yang lebar
otak. Setelah itu, dimasukkan surgical patties yang cukup lebar dan basah
Surgical patties perlahan – lahan ditarik keluar, sisa hematoma akan melekat pada
surgical patties, setelah itu dilakukan irigasi ruang subdural dengan memasukkan
hematoma dan perdarahan ulang sangat minimal dan struktur garis tengah kembali
lebih cepat ke posisi semula dibandingkan dengan penderita yang tidak dioperasi
dengan cara ini. Penggunaan teknik ini sebagai penatalaksanaan awal dari
yang bertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif. Pada pasien
trauma, adanya trias klinis yaitu penurunan kesadaran, pupil anisokor dengan
27
penekanan brainstem oleh herniasi uncal dimana sebagian besar disebabkan oleh
I. PROGNOSIS
gejala yang ringan. Pada beberapa kasus yang lain, memerlukan tindakan
prognosisnya yang baik, karena sekitar 90% kasus pada umunya akan
sembuh total .
28
DAFTAR PUSTAKA
Dian Rakyat.
29
6. Ersay F, Rapid spontaneous resolution of epidural hematoma,Turkish
30
13. Tim Neurotrauma. 2007. Pedoman Tatalaksana Cedera Otak. Surabaya:
31