Вы находитесь на странице: 1из 13

KOMITE INTERNSIP DOKTER INDONESIA

PUSAT PERENCANAAN DAN PENDAYAGUNAAN SDM KESEHATAN


BADAN PPSDM KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2017
PORTOFOLIO

KASUS MEDIK

Topik : Kejang Demam Sederhana


Tanggal Kasus : 22 September 2017 Presenter : dr. Firza Affanti Berkah
Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. Fitri Wulan Sari
dr. Azhari A
Tempat Presentasi : RSAL dr. Komang Makes Belawan
Objektif Presentasi :
□Keilmuan □Keterampilan □Penyegaran □TinjauanPustaka
□Diagnostik □Manajemen □Masalah □ Istimewa
□Neonatus □Bayi □Anak □Remaja □Dewasa □Lansia
Deskripsi: Perempuan usia 1,3 tahun datang dengan keluhan kejang sebelum dibawa ke
IGD
Tujuan: Mengenali dan memberikan penanganan pada Kejang Demam Sederhana
BahanBahasan □Tinjauan □Riset □Kasus □ Audit
: Pustaka
Cara □Diskusi □Presentasidan Diskusi □ Email □Pos
Membahas:
Data Pasien: Nama: Umur: No. Reg:
By. H 1.3 tahun 77.01.79
Nama RS: RSAL Dr. Komang Telp: - Terdaftar sejak :
Makes

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis / Gambaran Klinis: keluhan kejang seluruh tubuh


2. RiwayatPengobatan
Tidak jelas
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit
Pasien datang ke IGD dibawa oleh kedua orang tuanya dengan keluhan kejang yang
dialami ½ jam sebelum masuk IGD, frekuensi 1 kali, durasi < 5 menit, saat kejang
kedua mata mendelik ke atas pada satu arah, kedua tangan dan kaki kaku, saat kejang
anak tidak sadar, setelah kejang anak sadar dan langsung menangis, riwayat kejang
sebelumnya (-), riwayat orang tua / saudara kandung mengalami kejang seperti pasien
(-), demam (+) dialami anak sejak semalam pukul 22.00, batuk (+), pilek (+), dialami
sejak 5 hari yang lalu. Muntah (-), diare (-), mata cekung menurut keterangan orang
tua (-), anak masih mau minum seperti biasanya, anak tidak terlihat haus berlebihan,
air mata (+) saat anak menangis. Riwayat trauma kepala (-)

4. Riwayat Keluarga
Tidak ada keluarga memiliki keluhan yang sama
5. Riwayat Pekerjaan
-
6. Lain-lain
-

Hasil Pembelajaran
1. Tanda dan Gejala Kejang Demam Sederhana
2. Komplikasi Kejang Demam Sederhana
3. Penatalaksanaan Kejang Demam Sederhana dan Pencegahan Komplikasi

1. Subjektif
Pasien datang ke IGD dibawa oleh kedua orang tuanya dengan keluhan kejang yang
dialami ½ jam sebelum masuk IGD, frekuensi 1 kali, durasi < 5 menit, saat kejang kedua
mata mendelik ke atas pada satu arah, kedua tangan dan kaki kaku, saat kejang anak
tidak sadar, setelah kejang anak sadar dan langsung menangis, riwayat kejang
sebelumnya (-), riwayat orang tua / saudara kandung mengalami kejang seperti pasien (-
), demam (+) dialami anak sejak semalam pukul 22.00, batuk (+), pilek (+), dialami
sejak 5 hari yang lalu. Muntah (-), diare (-), mata cekung menurut keterangan orang tua
(-), anak masih mau minum seperti biasanya, anak tidak terlihat haus berlebihan, air
mata (+) saat anak menangis. Riwayat trauma kepala (-)

2. Objektif
HasilPemeriksaan yang mendukung diagnostik
A. Pemeriksaanfisik:
- Keadaan Umum: Sensorium Compos Mentis / sakit berat / gizi cukup
- Tanda Vital
 Tekanan Darah : - mmHg
 Frekuensi Nadi : 140 x/menit, reg,
 Frekuensi Nafas : 38 x/menit, reg, torakal
 Temperatur : 39 ºC

I. Kepala
- Mata:Konjungitva Palpebra Inferior Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), Pupil
isokor Ø 3mm, Refleks Cahaya (+/+)
- Telinga / Hidung / Mulut: Dalam batas normal

II. Dada
- Inspeksi : Simetris kiri = kanan, normochest
- Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-) Vokal Fremitus Kanan = Kiri
- Perkusi : Sonor dikedua Lapangan Paru
- Aukultasi : Suara Pernafasan : Vesikuler kanan = kiri
Suara Tambahan : Tidak Dijumpai

III. Jantung
- Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : ictus cordis tidak teraba
- Perkusi : ukuran jantung normal
- Aukultasi : S1/S2 regular murmur (-)
IV. Abdomen
Inspeksi : Simetris, distensi (-), darm contour/stefung (-), cullen sign (-),
ikterik (-)
Palpasi : soepel, H/L/R ttb, turgor baik

Perkusi : Timpani
Aukultasi : BU (+) normal

V. Ekstremitas
Akral dingin, edema pretibial (-), CRT < 2 detik, arteri dorsalis pedis teraba kuat

VI. Genitalia
Tidak dilakukan pemeriksaan

B. Pemeriksaan Penunjang:

Parameter Hasil Nilai Normal


Darah Rutin :
Hb 12,1 g/dl 13-18 g/dl
Leukosit 14.000 /mm3 4.000-11.000 /mm3
Trombosit 230 /ul 150.000-450.000 /mm3
Eritrosit 5.0 jt/l 4.5 -6.5 juta/mm3
Ht 37.2 % 39-54 %
MCV 74.4 fl 80-100 fl
MCH 24.8 pg 27-32 pg
MCHC 33.3 g/dL 32-36 g/dL

Hitung Jenis Leukosit


Limfosit 21.4 % 25-40 %
Mix (Monosit, Eosinofil, Basofil) +10.4 % 4-13 %
Neutrofil 68.2 % 50-70 %
3. Assessment

Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di
atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium, terjadi pada anak berusia lebih dari 3
bulan dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya. Kejang demam merupakan kelainan
neurologis yang paling sering dijumpai pada anak berusia sekitar 3 bulan sampai 5 tahun tanpa
disertai infeksi intrakranial, gangguan elektrolit, dan gangguan metabolik lainnya
Klasifikasi
Unit Kerja Koordinasi Neurologi IDAI 2006 membuat klasifikasi kejang demam pada anak
menjadi 2 yaitu: kejang demam sederhana (simple febrile seizure) dan kejang demam kompleks
(complex febrile seizure).
a. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure) merupakan 80% di antara
seluruh kejang demam.
 Kejang demam berlangsung singkat
 Durasi kurang dari 15 menit
 Kejang dapat umum, tonik, dan atau klonik
 Umumnya akan berhenti sendiri
 Tanpa gerakan fokal
 Tidak berulang dalam 24 jam
b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure), 20% di antara seluruh kejang
demam.
 Kejang lama dengan durasi lebih dari 15 menit.
 Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial.
 Berulang lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Faktor Risiko
Faktor risiko kejang demam pertama adalah demam. Selain itu terdapat faktor riwayat
kejang demam pada orangtua atau saudara kandung, faktor prenatal (usia ibu saat hamil,
riwayat pre-eklampsi pada ibu, hamil primi/multipara, pemakaian bahan toksik), faktor
perinatal (asfiksia, bayi berat lahir rendah, usia kehamilan, partus lama, cara lahir), faktor pasca
natal (trauma kepala), jenis kelamin, dan kadar natrium.
Faktor risiko berulangnya kejang demam:
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya
kejang demam adalah:
- Riwayat kejang demam dalam keluarga
- Usia kurang dari 12 bulan
- Temperatur yang rendah saat kejang
- Cepatnya kejang setelah demam
- Terdapat kelainan neurologis (meskipun minimal)
- Kejang awal yang unilateral
- Kejang berhenti lebih dari 30 menit
- Kejang berulang karena penyakit yang sama.
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80 %,
sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10 % -
15 %.
Etiologi
Etiologi kejang demam hingga kini belum diketahui. Demamnya sering disebabkan infeksi
saluran pernapasan atas, otitis media, gastroenteritis, pneumonia, bronkopneumonia, bronkhitis,
tonsilitis, dan infeksi saluran kemih (Staff Pengajar IKA FKUI, 2005).
Manifestasi Klinis
Secara umum, gejala klinis kejang demam adalah sebagai berikut (Mary & Malcolm, 2006):
 Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba)
 Kejang tonik-klonik atau grand mal
 Penurunan kesadaran yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada
anak-anak yang mengalami kejang demam)
 Postur tonik
 Gerakan klonik
 Lidah atau pipi tergigit
 Gigi atau rahang terkatup rapat
 Inkontinensia
 Gangguan pernafasan
 Apneu
 Cyanosis.
Setelah mengalami kejang biasanya (Mary & Malcolm, 2006) :
 Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 jam atau lebih.
 Terjadi amnesia dan sakit kepala.
 Mengantuk
 Linglung
 Jika kejang tunggal berlangsung kurang dari 5 menit, maka kemungkinan terjadinya cedera
otak atau kejang menahun adalah kecil.
Diagnosis
Langkah diagnostik untuk kejang demam adalah (Pusponegoro, Widodo, Ismael, 2006):
Anamnesis
a. Adanya kejang, sifat kejang, bentuk kejang, kesadaran selama dan setelah kejang,
durasi kejang, suhu sebelum/saat kejang, frekuensi, interval antara 2 serangan
kejang, penyebab demam di luar susunan saraf pusat.
b. Riwayat demam sebelumnya (sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap
atau naik turun).
c. Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai demam
atau epilepsi).
d. Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi).
e. Riwayat trauma kepala.
f. Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga.
g. Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, dan lain-
lain).
h. Singkirkan penyebab kejang lainnya.
Pemeriksaan Fisik dan Neurologis

Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan adalah:


a. Tanda vital terutama suhu tubuh
b. Manifestasi kejang yang terjadi
c. Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau molase kepala berlebihan
d. Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam
e. Tanda peningkatan tekanan intrakranial
f. Tanda infeksi di luar SSP.
Pemeriksaan neurologis antara lain:
a. Tingkat kesadaran
b. Tanda rangsang meningeal
c. Tanda refleks patologis
Umumnya pada kejang demam tidak dijumpai adanya kelainan neurologis, termasuk
tidak ada kelumpuhan nervi kranialis.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk mencari penyebab kejang
demam, di antaranya (Taslim, 2004):
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah tepi lengkap, gula darah, elektrolit, kalsium serum,
urinalisis, biakan darah, urin atau feses.
b. Pungsi lumbal
Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal yang dilakukan
untuk menyingkirkan meningitis, terutama pada pasien kejang demam pertama.
Pada bayi-bayi kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas, sehingga pungsi lumbal
harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang
berumur kurang dari 18 bulan. Berdasarkan penelitian, cairan serebrospinal yang
abnormal umumnya diperoleh pada anak dengan kejang demam yang:
- Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh: kaku kuduk)
- Mengalami komplex partial seizure
- Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam
sebelumnya)
- Kejang saat tiba di IGD
- Keadaan post ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar 1
jam setelah kejang demam adalah normal.
- Kejang pertama setelah usia 3 tahun.
Pada anak dengan usia lebih dari 18 bulan, pungsi lumbal dilakukan jika
tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan
kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah
menerima terapi antibiotik sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu
pada kasus seperti itu lumbal pungsi sangat dianjurkan untuk dilakukan (American
Academy of Pediatrics, 1999).
Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi lumbal
dikerjakan dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Bayi < 12 bulan : diharuskan.
2. Bayi antara 12 – 18 bulan : dianjurkan.
3. Bayi > 18 bulan : tidak rutin,
kecuali bila ada tanda-tanda meningitis.
Indikasi Pungsi Lumbal:
 Jika ada kecurigaan klinis meningitis
 Kejang demam pertama
 Pasien telah mendapat antibiotik
 Adanya paresis atau paralisis
c. EEG dipertimbangkan pada kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang demam
kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.
d. Pencitraan
Foto X-Ray kepala dan pencitraan seperti Computed Tomography Scan (CT-
scan) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan
hanya atas indikasi seperti :
 Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
 Kemungkinan lesi struktural otak (mikrocephal, spastik)
 Paresis nervus VI
 Papil edema
 Riwayat atau tanda klinis trauma

Diagnosis kejang demam ditegakkan berdasarkan kriteria Livingston yang telah


dimodifikasi,yaitu:
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 6 tahun
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat setidaknya 1 minggu setelah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali
Diagnosis banding
Klinis/Lab Ensefalitis Meningitis Meningitis Meningitis Kejang Demam
Herpes Bacterial/ Tuberkulosa Virus
Simpleks Purulenta

Awitan Akut Akut Kronik Akut Akut


Demam < 7 hari < 7 hari >7 hari
< 7 hari < 7 hari
Tipe kejang Fokal/umum Umum Umum
Umum Umum/fokal
Singkat/lama Singkat Singkat Singkat
Lama>15
menit

Kesadaran Sopor-koma Apatis-somnolen Somnolen-sopor Sadar-apatis


Somnolen
Pemulihan
kesadaran
Lama Cepat Lama Cepat
Tanda Cepat
rangsang
meningeal - ++/- ++/- +/- -

Tekanan
intrakranial
Sangat Sangat meningkat
Paresis
meningkat +++
Meningkat Normal Normal
Pungsi lumbal +++/-
Etiologi +/- - -
Jernih/xanto
Jernih
Limfo/segmen
Terapi Keruh/opalesen Jernih Jernih
Normal/limfo M.Tuberculosis
Virus HS Segmenter/limf Anti TBC Normal Normal
Bakteri
Antivirus Virus Di luar SSP
Antibiotik
Simtomatik Penyakit dasar

I. Penatalaksanaan
Dalam penanggulangan kejang demam ada 3 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu:
pengobatan fase akut, mencari dan mengobati penyebab dan pengobatan profilaksis terhadap
berulangnya kejang demam (Tumbelaka, 2005).

1.Pengobatan Fase Akut


Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk
mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan nafas harus bebas agar oksigenasi terjamin.
Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan, dan fungsi
jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air hangat dan pemberian
antipiretik (Waruiru & Appleton, 2008).
Kejang demam terjadi akibat adanya demam, maka tujuan utama pengobatan adalah
mencegah terjadinya peningkatan demam oleh karena itu pemberian obat – obatan
antipiretik sangat diperlukan. Obat – obatan yang dapat digunakan sebagai antipiretik adalah
asetaminofen 10 - 15 mg/kgBB/hari setiap 4 – 6 jam atau ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/hari
setiap 4 – 6 jam (American Academy of Pediatrics, 1999).

Algoritma Penanganan Kejang Demam Akut dan Status Konvulsif


Diazepam 5-10
Pre-hospital 0-10 menit
mg/rektal

Hospital Airway Diazepam 0,25-0,5 10-20 menit Monitor


mg/kg/iv
Breathing Tanda vital

Circulation EKG

Elektrolit serum

(Na, K, Ca, Mg, Cl)


Kejang (-) Fenitoin 20 20-30 menit
mg/kg/iv Analisis gas darah
5-7 mg/kg

Kejang (-) Phenobarbital 30-60 menit


20 mg/kg/iv
4-5 mg/kg

Refrakter

Midazolam 0,2
mg/kg/iv bolus
2. Mencari dan Mengobati Penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian
kebanyakan dokter melakukan lumbal pungsi hanya pada kasus yang dicurigai mengalami
meningitis, atau bila kejang demam berlangsung lama. Pada bayi kecil manifestasi klinis
meningitis sering tidak jelas, sehingga pungsi lumbal harus dilakukan pada bayi berumur
kurang dari 6 bulan dan dianjurkan pada pasien berumur kurang dari 18 bulan. Pemeriksaan
laboratorium lain perlu dilakukan (Tumbelaka, 2005).
3. Pengobatan Profilaksis
Pencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan karena menakutkan dan
bila sering berulang menyebabkan kerusakan otak menetap. Ada 2 cara profilaksis, yaitu:
a. Profilaksis intermiten pada waktu demam untuk kejang demam sederhana
Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan
orangtua pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam pada
pasien. Obat yang diberikan harus cepat diabsorpsi dan cepat masuk ke otak. Hal
yang demikian sebenarnya sukar dipenuhi. Peneliti-peneliti sekarang tidak mendapat
hasil dengan fenobarbital intermiten. Diazepam intermiten memberikan hasil lebih
baik karena penyerapannya cepat. Dapat digunakan diazepam intrarektal tiap 8 jam
sebanyak 5 mg untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk
pasien dengan berat badan lebih dari 10 kg, setiap pasien menunjukkan suhu 38,5o C
atau lebih. Diazepam dapat pula diberikan oral dengan dosis 0,3 mg/kg BB/hari
setiap 8 jam pada waktu pasien demam. Efek samping diazepam adalah ataksia,
mengantuk dan hipotonia.
Kepustakaan lain menyebutkan bahwa pemberian diazepam tidak selalu efektif
karena kejang dapat terjadi pada onset demam sebelum diazepam sempat diberikan.
Efek sedasi diazepam juga dikhawatirkan dapat menutupi gejala yang lebih
berbahaya, seperti infeksi sistem saraf pusat (Tumbelaka, 2005).
b. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari (rumatan) untuk kejang
demam kompleks.
Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat
yang dapat menyebabkan kerusakan otak, tapi tidak dapat mencegah terjadinya
epilepsi di kemudian hari. Profilaksis setiap hari terus menerus hanya diberikan jika
kejang demam mempunyai ciri sebagai berikut (salah satu / lebih)
(Pedoman Pelayanan Medis, IDAI, 2010):
1. Kejang lama lebih dari 15 menit
2. Kelainan neurologi yang nyata sebelum/sesudah kejang, seperti hemiparesis,
paresis Todd, serebal palsi, retardasi mental, hidrosefalus.
3. Kejang fokal.
Antikonvulsan yang dapat diberikan antara lain fenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 1-2 dosis. Obat lain yang digunakan adalah asam valproat dengan dosis
15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis (Pedoman Pelayanan Medis, IDAI, 2010).
Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan jika
(Pedoman Pelayanan Medis, IDAI, 2010):
1. Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
2. Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
3. Kejang demam lebih dari 4 kali dalam 1 tahun.
Antikonvulsan terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setalah kejang terakhir
dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan. Pemberian obat ini efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang (Pedoman Pelayanan Medis, IDAI, 2010).

Daftar Pustaka
1. American Academy of Pediatrics. Practice Parameter: Long-term Treatment of the Child
with Simple Febrile Seizure. 1999; 6: 1307-1309. Sumber Tulisan:
http://aappolicy.aappublications.org/cgi/content/full/pediatrics
2. Asril Aminulah, Prof Bambang Madiyono. Hot Topik In Pediatric II : Kejang Pada Anak.
Cetakan ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2002.
3. Baumann Robert, MD. Febrile Seizures. 2002. Sumber Tulisan: http://www.
Emedicine.com/neuro/topic134.htm
4. Baumann RJ. Febrile Seizures. E Med J, March 12 2002, vol.2, No. 3 : 1 – 10.
5. Baumann RJ. Technical Report: Treatment of The Child with Simple Febrile Seizures. 2004.
http://www.pediatric.org/egi/content/full/103/e86.
6. Behrman dkk, (e.d Bahasa Indonesia), Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, EGC, 2000. Hal
2059-2067.
7. Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman., Hal B. Jenson. Nelson Ilmu Kesehatan Anak :
Kejang Demam. 18 edition. Jakarta : EGC. 2007.
8. Berg AT, Shinnar S, Levy SR, Testa FM. Childhood-Onset Epilepsy With and Without
Preceeding Febrile Seizures. Neurology, vol. 53, no. 8, 1999 : 23-34.
9. Campfield P, Camfield C. Advance in Diagnosis and Management of Pediatrics Seizures
Disorders in Twentieth Century. J Pediatrics 2000, 136 : 847 – 9.
10. Duffer PK, Baumann RJ. A Synopsis of the American Academy of Pediatrics Practice
Parameter on The Evaluation and Treatment of Children with Febrile Seizures. Pediatrics in
Review, vol. 20, No. 8, 1999: 285 – 7.
11. Gordon KE, Dooley JM, Camfield PR, Campfield CS, MacSween J. Treatment of Febrile
Seizures: Influence of The Treatment Efficacy and Side-effect Profile on Value to Parents.
Pediatrics 2001; 108 : 65-9.
12. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3, Edisi 15.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000; XXVII : 2059 – 2060.
13. Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran No.
27. 2002 : 6 – 8.
14. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2004. Kejang Demam. Dalam : Standar Pelayanan Medis
Kesehatan Anak. Jakarta : Badan Penerbit IDAI : 209.
15. Jones & Jacobsen. 2007. Childhood Febrile Seizure: Overview and Implications.
International Journal Medical Science, 4 (2) : 110-12. Diakses 19 November 2009.
Available from : URL
:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1852399/pdf/ijmsv04p0110.pdf/?tool=pmce
ntrez
16. Lumbantobing, S.M. Kejang Demam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007.
17. Mansjoer Arif, Suprohaita, Wardhani Wahyu Ika, et al. Neurologi Anak, dalam Kapita
Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid Kedua. Media Aesculapius FK Universitas Indonesia,
Jakarta. 2000 : 48, 434 – 437.
18. Mardjono Mahar, dkk. Neurologi Klinis Dasar, PT. Dian Rakyat. Jakrta, 2006.
Mary Rudolf, Malcolm Levene. Pediatric and Child Health. Edisi ke-2. Blackwell
pulblishing, 2006. Hal 72-90.
19. Muid M ; Simposium Infeksi Pediatri Tropik dan Gawat Darurat Anak, Tata Laksana
Terkini Penyakit Tropis dan Gawat Darurat Pada Anak ; Kejang Demam ; IDAI Cabang
Jawa Timur : 2005, hal. 98-110.
20. Pusponegoro Hardiono D, Widodo Dwi Putro, Ismael Sofyan. Konsensus Penatalaksanaan
Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
2006 : 1 – 14.
21. Pusponegoro, Hardiono D. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI. 2004.
22. Pusponegoro H.D dkk ; Standart Pelayanan Medis Kesehatan Anak, Kejang Demam ;
Penerbit : IDAI ; 2005, hal. 209-211.
23. Price, Sylvia, Anderson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC, Jakarta
2006.
24. Rudolph AM. Febrile Seizures. Rudoplh Pediatrics. Edisi ke-20. Appleton dan Lange, 2002.
25. Saharso Darto. Kejang Demam, dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag./SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSU dr. Soetomo, Surabaya. 2006 : 271 – 273.
26. Sastroasmoro, S, dkk. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Penyakit Anak. Cetakan
Pertama. RSUP Nasional Dr.Ciptomangunkusumo. Jakarta: 2007; Hal 252.
27. Soetomenggolo, S. Kejang Demam. Dalam Buku Neurologi UI. Jakarta: Penerbit FKUI.
2004. H 244-251.
28. Staf Pengajar IKA FKUI. 2005. Kejang Demam. Dalam : Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :
Bagian IKA FKUI : 847-8.
29. Tumbelaka, Alan R, Trihono, Partini P, Kurniati, Nia, Putro Widodo, Dwi. Penanganan Demam
Pada Anak Secara Profesional: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak
XLVII. Cetakan pertama. FKUI-RSCM. Jakarta. 2005.
30. Waruiru & Appleton. Febrile Seizure: An Update. Arch Dis. 2008. Diakses 3
Agustus 2011. Available from URL:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1720014/pdf/v089p00751.pdf/?tool=pmcentr
ez.

Untuk mencari diagnosis pasti dan terapi definitif kejang demam sederhana pada
pasien tsb maka diperlukan pemeriksaan penunjang tambahan dibawah konsultasi dari
Dokter Spesialis Anak.
4. Plan
Diagnosis : Kejang Demam Sederhana

Pengobatan :
 O2 nasal kanul 2L/i
 IVFD RL 30 gtt/i mikro
 Stesolid supp (k/p) pukul 08.25 wib
 Dunmin supp (k/p) pukul 08.40 wib
 Diazepam 2 mg 10 tab pulv + paracetamol (dalam 10 bungkus)
 Inj. Novalgin 150 mg/ 8 jam
 Ambroxol syr 5cc drop
 Cetirizin syr 1x ½ cth
 Paracetamol syr 3 x 1 cth
 Nebule ventoline + Nacl (k/p)
 Diet ASI + ML

Rencana:
- Konsul Dokter Spesialis Anak
- Rencana pemeriksaan Lab, X-Ray Thoraks

Rujukan :
Pasien tidak dirujuk tetapi dikonsulkan kepada Dokter Spesialis Anak untuk
penanganan lebih lanjut

Edukasi:
- Memberikan penjelasan kepada keluarga pasien bahwa kemungkinan diperlukan
pemeriksaan lebih lanjut berupa pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis dan
follow up, X-Ray thoraks/abdomen bahwa penanganan pasien selanjutnya akan
ditangani oleh Spesialis Anak.
- Memberikan penjelasan singkat mengenai rencana dan tindakan dari Spesialis
Anak

Вам также может понравиться