Вы находитесь на странице: 1из 11

2.

HUTA SIALLAGAN
a. Kondisi Fisis
. Lokasi kampung ambarita yaitu di Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir,
Sumatera Utara. Berjarak sekitar 3 km dari tuktuk siadong dan 5 km dari tomok. Huta
Siallagan memiliki luas wilayah sekitar 2.400 m2 dikelilingi tembok batu tersusun
setinggi 1.5 m – 2 m. Adapun Huta siallagan berdasarkan Profil Desa terletak antara
batasan-batasan wilayah yaitu:
a. Sebelah Utara : Danau Toba
b. Sebelah Selatan :
c. Sebelah Timur :
d. Sebelah Barat :

b. Atraksi dan Obyek Wisata

1. Letak Kebudayaan

1.1. Sejarah

Batu Persidangan dan Eksekusi

Suku Batak (memiliki 5 sub etnis) merupakan etnis Indonesia yang memiliki ciri
tersendiri. Bahkan konon bisa dianggap sebagai suku bangsa yang spesifik di dunia
karena memiliki daerah asal-usul yang jelas, bahasa dan aksara, struktur kekerabatan,
adat-istiadat dan hukum serta pola kehidupan sosial bahkan agama tersendiri.

Berkaitan dengan hukum, kursi (persidangan dan eksekusi) di Huta Siallagan


adalah salah satu bukti peninggalan sejarah terdapatnya hukum Batak. Batu kursi di
Huta Siallagan ditempatkan pada dua lokasi sesuai dengan aturan dan fungsinya yang
berbeda. Kelompok batu kursi pertama, dibawah pohon kayu Habonaran, merupakan
tempat rapat-pertemuan Raja dan pengetua adat untuk membicarakan berbagai peristiwa
kehidupan warga di Huta Siallagan dan sekitarnya. Selain itu juga menjadi tempat
persidangan atau tempat mengadili sebuah perkara kejahatan.

1
Gambar : Batu Kursi Persidangan
Sumber : dok. kelompok

Batu kursi pertama terdiri dari Kursi Raja dan permaisuri, Kursi Para Tetua Adat,
Kursi Raja dari huta tetangga dan para undangan, juga Datu atau Pemilik Ilmu
Kebathinan. Ditempat inilah diputuskan dan ditetapkan peraturan “pemerintahan,
kemasyarakatan” dan hukum yang tegas bagi yang melanggarnya.

Artinya Raja Huta Siallagan menjalankan pemerintahannya tidak berdasarkan


kekuasaannya semata, tapi juga musyawarah, mendengarkan pendapat, dan usul serta
pertimbangan dari para tetua adat yang diundang hadir untuk kemudian menetapkan
keputusan secara jujur, adil dan bijaksana.Selain untuk musyawarah dan sosialisasi
peraturan hukum adat-istiadat, Batu Pertama ini juga dipergunakan untuk menetapkan
hukuman bagi orang-orang yang melakukan tindakan kriminal (pembunuhan,
pencurian), pelecehan/pemerkosaan, dsb. Setelah melalui proses investigasi dan
interogasi kepada terdakwa, maka Para Pengetua Adat dan Raja dari huta tetangga
memberikan usul jenis hukuman yang harus diberikan kepada terdakwa dan oleh Raja
Siallagan (dikenal sebagai Raja yang adil dan tegas) ditetapkan menurut peraturan
“kerajaan” Siallagan yakni Hukuman Denda, Hukum Penjara (dihukum pasung) dan
Hukum Mati (hukum pancung/dibunuh) tergantung derajat kesalahannya.

Untuk hukum mati inilah lokasi kelompok Batu Kedua. Lokasi Batu Kedua ,
lokasinya tidak terlalu jauh dari Batu Pertama. Disini terdapat juga Kursi untuk raja,
para penasehat raja dan tokoh adat, termasuk masyarakat yang ingin menyaksikan
pelaksanaan hukuman mati. Penjahat dibawa oleh hulubalang raja ke tempat eksekusi
dengan mata tertutup menggunakan Ulos. Setelah raja, para penasehat, dan masyarakat

2
telah berkumpul, penjahat dengan bertelanjang dada ditempatkan diatas meja batu besar.
Menurut si abang pencerita, baju ditanggalkan untuk mengetahui dan menghilangkan
kekuatan gaib yang dimiliki oleh penjahat. Jika memang si penjahat memiliki kekuatan
gaib, maka tubuhnya disayat dengan pisau tajam, sampai darah keluar dari tubuhnya.
Bila perlu pada tiap sayatan diberikan air jeruk purut hingga sang eksekutor yakin sang
penjahat tidak lagi memiliki kekuatan gaib di tubuhnya.

Gambar : Batu Eksekusi


Sumber : dok. kelompok

Selanjutnya tubuh sang penjahat diangkat dan diletakkan ke atas batu pancungan
dengan posisi telungkup dan leher persis berada disisi batu, sehingga dalam sekali tebas
kepala terpisah dari tubuhnya. Untuk memastikan apakah benar penjahat sudah mati,
sang Datu kemudian menancapkan kayu “Tunggal Panaluan” ke jantung penjahat, lalu
mengeluarkan jantung beserta hatinya untuk dicincang. Sedangkan darahnya ditampung
dengan cawan. Cincangan jerohan bersama darah tersebut kemudian dimakan dan
diminum oleh sang raja sebagai bukti kekuasaan dan untuk menakuti pihak musuh.
Selain itu ketika itu memakan bagian tubuh penjahat dipercaya dapat menambah
kekuatan dari mereka yang memakannya.

Bagian kepala penjahat dibungkus dan dikubur ditempat yang jauh dari huta
Siallagan. Sedangkan bagian badannya dibuang ke danau. Dalam suasana seperti itu
Sang Raja memerintahkan agar masyarakat tidak boleh menyentuh air danau selama
satu sampai dua minggu, karena air masih najis dan berisi setan. Abad 19 pertengahan
Agama Kristen ke tanah Batak dibawa oleh Pendeta Jerman Dr.I.L.Nommensen.
Penerapan hukuman pancung tak lagi dilakukan, bahkan sudah dihapuskan termasuk

3
ilmu-ilmu gaib dan kebatinan semakin ditinggalkan. Berikutnya bila terjadi kejahatan
dan kriminal, selain mempergunakan hukum adat juga dipergunakan hukum negara.

1.2. Tari-tarian

Di Desa Siallagan terdapat juga tari-tarian, yang terdiri dari 5 (lima) bagian yaitu:

 Tarian Gondang Mula-mula yang mana tarian ini adalah tarian pembukaan dalam acara.

 Tarian Gondang Somba yang mana tarian ini adalah tarian penghormatan.

4
 Tarian bebas

 Tarian Gondang Olop-olop atau Gondang Mangolopi

 Gondang Sitio-tio yaitu akhir dari tarian yang mana pada tarian ini mengucapkan Horas 3 (tiga)
kali.

5
1.2.1 Kerajinan Tangan

 Souvenir (ukir kayu) ( jenis kayu inol)

 ulos

2. Pola Perkampungan

Pola perkampungan ( bentuk ) dari timur - barat, yang mana bagian timur adalah
gerbang keluar dan bagian barat adalah gerbang masuk. Kelompok bangunan dalam
satu kampung terdiri dalam dua baris, yaitu barisan utara dan selatan. Pada barisan utara
terdiri atas rumah adat atau jabu. Barisan selatan terdiri atas lumbung (sopo). Kedua
barisan bangunan ini dipisahkan oleh pelataran yang lebar disebut halaman tempat
anak-anak bermain, tempat acara suka dan duka dalam kampung dan tempat menjemur
sesuatu.

b. Penduduk Asli

Huta Siallagan adalah kampung dimana kelompok rumah yang berdiri di sebuah
kawasan yang dihuni oleh beberapa keluarga yang terikat dalam satu kerabat. Huta ini
dibangun sebagai identitas yang akan menjelaskan asal usul kekerabatannya, maka
selanjutnya Huta akan dinamai sebagai Huta Marga. Begitu pula halnya dengan Marga
Siallagan (turunan Raja Naiambaton garis keturunan dari Raja Isumbaon anak ke-2 Raja
Batak). Mereka membangun sebuah Huta/perkampungan yang dinamakan Huta
Siallagan dan dipimpin oleh Raja Siallagan. Pembangunan Huta Siallagan dilakukan
secara gotong royong atas prakarsa Raja Huta yang pertama yakni Raja Laga Siallagan.
Huta kemudian diwariskan kepada keturunannya, Raja Hendrik Siallagan dan
seterusnya kepada keturunan Raja Ompu Batu Ginjang Siallagan.

c. Rumah Adat

6
Gambar : Huta Siallagan
Sumber : dok. kelompok

Pada masa lampau tembok dengan tanaman bambu ini berfungsi untuk menjaga
huta dari gangguan binatang buas maupun penjahat. Sedangkan pada pintu masuk
terdapat patung batu besar yang diyakini sebagai penjaga dan mengusir roh jahat yang
ingin masuk kedalam huta. Patung ini disebut Pangulubalang.Begitu memasuki gerbang
Huta, kita langsung dihadapkan pada sederet rumah adat Batak. Rumah-rumah itu
beratap kerucut dengan ujung bagian belakang lebih tinggi menjulang ke atas daripada
ujung bagian depan. Jumlah rumah ada 8. Pada masa lalu rumah-rumah ini dihuni oleh
satu sampai empat keluarga (suami isteri dan anak). Rumah-rumah adat di Huta
Siallagan ini sempat mengalami kebakaran. Bentuk asli rumah diperkirakan berumur
ratusan tahun. Namun seiring perkembangan jaman, ada penyesuaian bahan bangunan
pada proses perbaikannya, misalnya dinding, tiang dan atap telah diganti atau
diperbaharui. Rumah adat asli menggunakan bahan bangunan baik dinding maupun
lantai dari kayu tanpa paku dan atapnya bahan ijuk.

Bangunan rumah adat Batak berdiri diatas tiang-tiang kokoh dengan ruangan
bawah yang dibiarkan terbuka. Ruang bawah ini disebut “bara” dan biasanya digunakan
untuk kandang hewan piaraan. Bara ini dikelilingi oleh tiang-tiang penyangga rumah
yang satu sama lain dihubungkan dengan “ransang” yakni papan kayu tanpa paku.

Gambar : Rumah Adat


Sumber : dok. kelompok

7
Pada bagian depan rumah adat Batak dihiasi ukiran khas Batak (disebut Gorga)
yang terdiri dari 3 warna (putih, merah dan hitam) yang memiliki makna tersendiri.
Selain itu terdapat pula berbagai ornamen benda-benda khas antara lain seperti ornamen
yang dinamakan Gaja Dompak, Singa-singa, Pane Nabolon dan Dila Paung. Konon
ornamen ini diyakini berfungsi untuk menangkal roh jahat yang mau masuk kedalam
rumah tersebut dan menjaga penghuni rumah dari gangguan ilmu gaib atau yang
menimbulkan hal buruk terhadap masyarakat di Huta Siallagan.

Untuk masuk ke dalam rumah adat Batak kita harus melalui tangga yang
ditempatkan pada bagian tengah. Tangganya pendek san sempit. Struktur itu memang
sengaja dibuat demikian untuk mengingatkan bahwa sebagai tamu kita harus sopan,
santun, dan hormat mendatangi pemilik rumah. Tangga ini biasanya terdiri dari 3, 5 atau
7 anak tangga (dahulu, hitungan ganjil bagi rumah orang yang dihormati atau rumah
Raja, sedang hitungan genap untuk rumah pembantu atau orang yang miskin) Begitu
masuk kita langsung berada dalam ruangan tanpa sekat. Di ruangan terbuka Anda bisa
jumpai berbagai peralatan rumah tangga sehari-hari seperti :

Gambar : Peralatan Rumah


Sumber : dok. kelompok

- Tataring (tungku) dan hudon tano (periuk tanah) ditempatkan ditengah ruangan
sebagai tempat memasak makanan dan minuman bagi penghuni rumah atau tamu.

- Hassung (terbuat dari bambu yang panjang dan besar) digunakan untuk menampung
dan mengangkat air dari mata air.

- Sapa (piring besar) tersebut dari kayu sebagai tempat makanan dihindangkan bagi
seluruh anggota keluarga.
8
- Solub (terbuat dari bambu) sebagai tempat menyimpan makanan yang sudah
dimasak, atau juga menjadi alat takaran beras.

- Peralatan dapur lainnya biasanya terdiri dari kayu dan batu seperti sendok nasi,
lesung kecil dan tatakan.

Selain benda-benda tersebut, terdapat sebuah benda berbentuk empat persegi


(seperti tampi) yang dibuat tergantung dibagian belakang atas ruangan, dahulu berfungsi
sebagai tempat sesajen/ persembahan memohon berkat dan perlindungan dari roh nenek
moyang dan Yang Maha Kuasa (di masa lalu orang-orang yang tinggal di Huta
Siallagan termasuk Raja Siallagan menganut agama asli Batak yaitu agama Parmalim).
Bagian atas tidak mempunyai plafon, hanya pada bagian depan dan belakang atas
terdapat ruangan yang disebut “Parapara”. Parapara di bagian depan digunakan untuk
menyimpan benda-benda adat atau alat musik tradisional. Selain itu juga digunakan
sebagai tempat yang aman untuk mengintip kondisi yang terjadi diluar rumah dalam
huta. Parapara bagian belakang dipakai untuk menyimpan peralatan dapur dan bahan
makanan persediaan. Selain itu juga terdapat ornamen lambang payudara/buah dada
wanita (Bahasa Batak : bagot atau panusuan atau situngkol bulusan), sebanyak 4 buah.
Ornamen ini melambangkan kesuburan dan kekayaan, biasanya ditempatkan pada
rumah Raja atau rumah orang dermawan, yang suka memberi bantuan bagi mereka yang
kekurangan.

Masuk ke dalam rumah adat Batak kita harus melalui tangga yang ditempatkan
pada bagian tengah dan kita harus berhati-hati dan merunduk agar tidak terantuk pada
kayu palang; maknanya bahwa kita sebagai tamu harus sopan, santun dan hormat
mendatangi pemilik rumah. Tangga ini biasanya terdiri dari 3.

a. Aksesibilitas
1. Pencapaian Darat melalui Medan ada 3(tiga) rute yaitu:
 Medan-Parapat memiliki jarak tempuh sekitar 166 km dengan waktu yang
diperlukan 4 jam.
 Medan-Tele memiliki jarak tempuh sekitar 205 km dengan waktu yang
diperlukan yaitu 5 jam.
 Medan-Tigaras memiliki jarak tempuh sekitar 142 km dengan waktu yang
diperlukan yaitu 5 jam.

9
Sedangkan dari Bandara Silangit melalui 4 (empat) rute yaitu
 Silangit-Muara memiliki jarak tempuh sekitar 18 km dengan waktu yang
diperlukan 60 menit
 Silangit-Parapat memiliki jarak tempuh sekitar 77 km dengan waktu yang
diperlukan 90 menit
 Silangit-Balige memiliki jarak tempuh sekitar 20 km dengan waktu yang
diperlukan 30 menit
 Silangit Tele memiliki jarak tempuh sekitar 70 km dengan waktu yang
diperlukan 120 menit

1. Pencapaian Udara melalui rute Jakarta-Medan, Malaysia-Medan, Singapura-Medan


dan Jakarta-Batam-Silangit ataupun Jakarta-Silangit.

b. Kepemilikan Atau Penggunaan Lahan


kepemilikan Huta Siallagan dikelola keluarga marga sialagan beserta
keturunannya.
c. Sarana dan prasarana wisata
1. Transportasi
 Umum: Bus, dan kapal.
 Pibadi: mobil pribadi ( roda dua, roda empat)

2. Biro Perjalanan
 Tourism Information Centre Tuktuk
Jl.lkr. Tuktuk,Tuktuk Siadong, Simanindo, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara 22395.
 Dinas pariwisata Kabupaten Samosir

3. Hotel Dan Penginapan


Hotel Tuk-Tuk Timbul
Jalan lingkar Tuk –Tuk pulau samosir, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara.

10
4. Rumah Makan
5. Pasar Atau Toko Souvenir
d. Masyarakat
Jumlah penduduk di huta siallagan

11

Вам также может понравиться