Вы находитесь на странице: 1из 12

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) mengalami perkembangan yang amat pesat dan secara fundamental

telah membawa perubahan yang signifikan dalam percepatan dan inovasi penyelenggaraan pendidikan di
berbagai negara. Bahkan terdapat tuntutan TIK yang sangat besar terhadap sistem pendidikan secara global
karena: (i) teknologi yang berkembang menyediakan kesempatan yang sangat besar untuk mengembangkan
manajemen pendidikan dan proses pembelajaran di sekolah, (ii) hasil belajar siswa yang spesifik dapat
diidentifikasi dengan pemanfaatan teknologi baru tersebut, dan (iii) TIK memiliki potensi yang sangat besar untuk
mentransformasikan seluruh aspek pendidikan di sekolah dan memanfaatkannya untuk mencapai tujuan-tujuan
pembelajaran.
Sejumlah negara telah mengintegrasikan TIK dalam perencanaan dan penyelenggaraan pendidikan nasionalnya.
Singapura, misalnya, telah menerapkan teknologi informasi interaktif pada sistem persekolahan dengan rasio
satu komputer dua siswa. Sistem jaringan dibangun untuk menghubungkan pendidikan, dunia internasional,
dunia industri berteknologi tinggi, dan dunia kerja. Ringkasnya, beberapa negara telah mengubah kultur
pembelajaran dengan mengintegrasikan teknologi digital ke dalam kegiatan belajar dan bekerja di sekolah.
Peralihan kultur seperti di atas hanya bisa tercapai bila komunitas pendidikan memiliki komitmen yang kuat untuk
memanfaatkan TIK. Kelompok komunitas tersebut adalah para praktisi pendidikan baik yang berkaitan dengan
manajemen maupun proses belajar mengajar pada semua tingkatan dan unit pendidikan, yang terdiri atas guru,
kepala sekolah, pengawas, staf administrasi, dan pejabat dalam lingkungan pendidikan. Yang tak kalah
pentingnya adalah para subjek pendidikan dari semua jenjang yang terdiri atas siswa dan mahasiswa. Dalam
konteks ini, pemanfaatan TIK harus direalisasikan untuk (a) pengelolaan pendidikan melalui otomasi sistem
informasi manajemen dan akademik berbasis TIK, dan (b) sistem pengelolaan pembelajaran baik sebagai materi
kurikulum, suplemen dan pengayaan maupun sebagai media dalam proses pembelajaran yang interaktif serta
sumber-sumber belajar mandiri yang inovatif dan menarik. Dengan kata lain, pendayagunaan TIK dalam
manajemen pendidikan dan proses pembelajaran bertujuan untuk menfasilitasi penyelenggara dan peserta
pendidikan guna mendorong peningkatan kualitas pendidikan.
Komitmen tersebut perlu dipertahankan untuk menjaga kesinambungan pemanfaatan TIK dalam dunia
pendidikan. Rekdale (2001) mengemukakan bahwa pada program di masa lalu untuk menyediakan teknologi ke
sekolah kebanyakan mencapai sedikit sukses dalam jangka waktu yang cukup lama dan jarang sekali
menunjukkan perkembangan. Persyaratan mengenai laboratorium bahasa adalah contoh yang umum. Biasanya
ada enam masalah utama, yaitu ; (i) Anggaran untuk perawatan fasilitas awal tidak tersedia; (ii) Pelatihan
biasanya terlalu spesifik dan tidak berhubungan dengan kebutuhan di lapangan atau perubahan sikap, (iii) Tidak
tersedianya karyawan untuk perawatan rutin dan pengembangannya, (iv) Tidak tersedianya teknisi ahli atau
terlalu mahal, (v) Materi yang sesuai untuk mengajar tidak tersedia, dan (vi) Lemahnya kondisi kerja guru di
lapangan mendorong bahwa mereka tidak dapat membagi waktu untuk mengembangkan materi mengajar
secara kreatif. Di sisi lain, sejumlah hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan TIK dalam pembelajaran
memiliki dampak positif terhadap performansi dan prestasi belajar siswa (Graus, 1999; Stepp-Greany, 2000;
Stepp-Greany, 2002; and Choi and Nesi, 1999).
Hal di atas menunjukkan bahwa pemanfaatan TIK di bidang pendidikan perlu mendapatkan perhatian yang
serius dari berbagai pihak terkait, termasuk mengatasi masalah-masalah yang sering terjadi. Berdasarkan
Rencana Strategis (Renstra) Departemen Pendidikan Nasional tahun 2014-201.9, untuk dapat memberikan
pelayanan prima, salah satu yang perlu dilakukan adalah pengembangan teknologi informasi dan komunikasi
(ICT) yang dilakukan melalui pendayagunaan ICT di bidang pendidikan.Hal ini mencakup peran ICT sebagai
substansi pendidikan, alat bantu pembelajaran, fasilitas pendidikan, standar kompetensi, penunjang administrasi
pendidikan, alat bantu manajemen satuan pendidikan, dan infrastruktur pendidikan.

Pengaruh globalisasi semakin terasa dengan semakin banyaknya saluran informasi dalam berbagai
bentuk seperti elektronik maupun non elektronik seperti surat kabar, majalah, radio. TV, telepon,
fax, komputer, internet, satelit komunikasi dan sebagainya. Teknologi komunikasi dan informasi
yang terus berkembang cenderung akan mempengaruhi segenap bidang kehidupan termasuk
bidang pendidikan kejuruan dan pelatihan yang akan semakin banyak diwarnai oleh oleh
teknologi komunikasi dan informasi. Secara khusus untuk pendidikan dan pelatihan akan dirasakan
adanya kecenderungan : (a) bergesernya pendidikan dan pelatihan dari sistem berorientasi pada
guru/dosen/lembaga ke sistem yang berorientasi pada siswa/mahasiswa/peserta didik. (b) tumbuh
dan makin memasyarakatnya pendidikan terbuka/jarak jauh. (c) semakin banyaknya pilihan sumber
belajar yang tersedia. (d) diperlukannya standar kualitas global dalam rangka persaingan global dan
(e) semakin diperlukannya pendidikan sepanjang hayat (life long learning).

Dilihat pada saat sekarang ini perkembangan teknologi informasi terutama di Indonesia semakin
berkembang. Dengan adanya teknologi informasi dan komunikasi dapat memudahkan kita untuk
belajar dan mendapatkan informasi yang kita butuhkan dari mana saja, kapan saja, dan dari siapa
saja. Dalam dunia pendidikan perkembangan teknologi informasi mulai dirasa mempunyai dampak
yang positif karena dengan berkembangnya teknologi informasi dunia pendidikan mulai
memperlihatkan perubahan yang cukup signifikan. Banyak hal yang dirasa berbeda dan berubah
dibandingkan dengan cara yang berkembang sebelumnya. Saat sekarang ini jarak dan waktu
bukanlah sebagai masalah yang berarti untuk mendapatkan ilmu, berbagai aplikasi tercipta untuk
memfasilitasinya.

Di Indonesia yang notabenenya sebagai negara berkembang dimana ketersediaan infrastruktur


komunikasi yang masih minim mengakibatkan kesempatan setiap orang untuk mendapatkan
informasi dan pengetahuan menjadi terbatas. Ketersediaan infrastruktur ini sangat terasa di daerah-
daerah yang proses memperoleh informasinya masih terbatas. Hal ini dikarenakan di Indonesia
penyebaran teknologi informasi dan komunikasi belum merata, sekarang ini hanya di kota-kota
besar sajalah yang sudah dengan mudah menikmati dan memanfaatkan fasilitas yang tersedia.
Dengan demikian perkembangan pendidikan pun menjadi terhambat dan juga tidak merata.

I. PENDAHULUHAN
A. Latar Belakang Masalah

Kini teknnologi informasi dan komunikasi (TIK) sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat
Indonesia. Walaupun pada umumnya berada pada tataran konsumen atau pemakai, namun
keadaannya masih kalah jauh dari negara-negara tetangga, tetapi Indonesia tidak luput dari
pengaruh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Beberapa jenjang sekolah, khususnya pada
tingkat sekolah menengah atas (SLTA) dan sekolah menengah pertama (SLTP) dan sederajat,
termasuk juga sebagian kecil sekolah dasar, kini para siswa telah diberi sebuah mata pelajaran yang
berhubugan dengan teknologi informasi dan komunikasi, sehingga diharapkan para siswa setidaknya
sudah tidak asing dalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, dan kalah pentingnya
adalah guru dalam pemanfaatan TIK dalam proses pembelajaran dan kegiatan lain.
Kini beberapa sekolah telah menerapkan pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan
rangkaian elektronik (LAN, Internet dan lainnya) untuk menyampaikan isi materi yang diajarkan.
Komputer, internet, intranet, satelit, tape/video, TV interaktif dan CD ROM adalah bagian media
elektronik yang dimaksudkan dalam kategori ini. Komponen yang tak kalah penting dalam
pemanfaatan TIK dalam proses pembelajaran adalah para guru yang mengajar pada sekolah dalam
berbagai jenjang.
Guru yang merupakan salah satu bagian terpenting dalam proses pembelajaran di sekolah
sebenarnya memerlukan berbagai piranti dalam mengoptimalkan pemanfaatan TIK dan Komunikasi
in untuk mendukung kemampunnya yang diperlukan khususnya dalam operasional perangkat TIK
tersebut. Berbagai hasil penelitian menunjukkan kini masih banyak guru yang masih gagap dalam
pemakian komputer dalam mengakses informasi dan pemanfaatannya dalam proses pembelajaran.
Perkembangan TIK dewasa ini ibarat embun dipagi hari, sering dalam tidur lelap kita tidak menyadari
bahwa keesokan paginya telah ditemukan penemuan baru yang sangat penting bagi sejarah
manusia. Lagi-lagi kita hanya mengiyakan penemuan itu tanpa harus berupaya menguasainya, lebih
parah jika hanya cukup dengan keadaan yang ada tanpa adanya usaha apapun dalam merespon
perkem-bangan ini.
Keharusan guru dalam mendorong dan mendukung siswa kearah kreatif pemanfaatan TIK mutlak
dilaksanakan. Untuk itu peranan guru sangat dibutuhkan demi keseimbangan penguasaan dan
pengemasan informasi yang bakal dihadapkan dan disajikan kepada siswanya. Karena ada
kemungkinanan siswa telah memahami lebih jauh satu persoalan dari pada gurunya. Berangkat dari
hal tersebut nampaknya kita harus ingat sebuah pesan Nabi Muhammad SAW ”ajarilah anak-anakmu
sesuai dengan jamanya dan bukan jaman mu”.
Kondisi guru yang sebagaian besar masih belum optimal, bahkan masih banyak yang belum dapat
memanfaatkan kemajuan TIK atau dengan perkataan lain masih gagap, kondisi ini perlu dicari
penyebabnya dan solusi yang terbaik, khususnya bagi para penentu kebijakan pendidikan. Tulisan ini
akan menggali dari berbagai artikel, hasil penelitian, pengakuan, berita, makalah, pandangan dan
berbagai ide yang diambil dan diolah atau dianalisa yang bersunber dari informasi yang diambil dari
internet. Data sekunder atau berbagai data dan informasi dari internet tersebut hasil tulisan dari
berbagai website dari berbagai kota diseluruh Indonesia, dan jumlah sampel kurang lebih 40 (empat
puluh) tulisan.
Hasil analisa dalam tulisan ini diharapkan dapat mendapat gambaran yang jelas sehingga
diperoleh pemahaman yang benar mengenai kondisi guru kaitannya dalam pemamfaatan TIK dalam
proses pembelajaran dan juga dalam kegiatan lain yang meliputi: (1) sarana-prasarana, fasilitas, dan
perangkat; (2) kebijakan pimpinan sekolah dan pimpinan lembaga terkait; (3) kemampuan dan
kecakapan dalam pemanfaatan TIK; (4) pendidikan dan pelatihan, kursus yang telah dimiliki guru;
dan (5) berbagai kendala yang dialami para guru dalam pemanfaatan TIK. Para penentu kebijakan
pendidikan seharusnya sangat berkepentingan atas berbagai informasi tentang kondisi guru dalam
pemanfaatan TIK dalam proses pembelajaran dan kegiatan lain, mengingat otoritas yang dimiliknya
dapat mengubah kondisi yang baik menjadi kondisi yang lebih baik. Sementara guru dengan
informasi ini dapat menempatkan dan mengkondisikan dirinya sesegera mungkin untuk
beradaptasi, paling tidak mengubah sikap dan perilaku untuk berkembang ke arah yang lebih baik.
B. Rumusan Masalah
Berbagai masalah yang ada pada latar bekang di atas, penulis akan merumuskan masalah yang akan
dibahas dalam tulisan adalah:

1. Sejauh mana ketersediaan sarana dan prarana, fasilitas, dan perangkat dalam mendukung
pemanfaatan TIK bagi guru?

2. Seberapa tinggi tingkat penguasan dan kecakapan guru dalam penggunaan atau
pemanfaatan TIK bagi guru?

3. Kebijakan dan upaya apa saja yang telah dilakukan oleh pimpinan sekolah dan pimpinan
instansi terkait dalam penentukan kebijakan untuk mendukung pe-manfaatan TIK bagi guru?

4. Pendidikan dan pelatihan apa saja yang telah dilakukan guru dalam meningkat-kan
kemampuan pemanfaatan TIK dalam proses pembelajaran?

5. Faktor-faktor apa yang menjadi kendala guru dalam pemanfaatan TIK?


PEMBAHASAN

Membicarakan Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) oleh para guru dalam proses
pembelajaran di sekolah tidak lepas dari berbagai unsur yang saling terkait sata sama lain, yaitu; 1)
sarana, prasarana, dan perangkat yang tersedia; 2) tingkat penguasaan guru dalam pemanfaatan TIK;
3) kebijakan pimpinan dalam mendukung pemanfaatan TIK; 4) pendidikan dan pelatihan para guru;
dan 5) kendala-kendala guru dalam penggunaan TIK. Kelima unsur yang terkait ini diuraikan per
bagian dengan maksud nantinya diperoleh penjelasan, dan pada akhirnya diharapkan diperoleh
pemahaman yang benar.

A. Sarana dan prasarana, falitas, dan perangkat pendukung pemanfaatan TIK

Beberapa sekolah kini telah telah memiliki laboratiorium komputer dan internet, khusus sekolah-
sekolah yang berlokasi di kota atau tidak jauh dari perkotaan lebih lengkap fasilitas ini dibandingkan
dengan sekolah yang berlokasi di pedesaan. Hampir seluruh kota dijumpai sekolah-sekolah yang
telah menyediakan fasilitas laboratorium komputer dan internet. Namun dalam pemanfaatan TIK
oleh para guru antara sekolah yang satu dengan yang lain tingkatannya sangat beragam, mulai dari
yang sederhana sampai ada yang sudah optimal. Kondisi ini dapat dimengerti mengingat tingkat
kemajuan sekolah masing-masing berbeda. Contoh konkrit seperti pada SMP Negeri 8 Palembang,
dimana fasilitas komputer dan internet telah ada sejak tahun 2006 dan sudah melaksanakan praktek
TIK bagi guru dan siswanya sebanyak 360 orang, namun pemanfaatan TIK bagi siswa masih sebatas
pada mata pelajaran TIK, dan guru belum memanfaatan TIK dalam proses pengajaran mata pelajaran
yang lain. Berbeda dengan sekolah yang ada di Jakarta, SD Negeri 3 Menteng telah menggunakan TIK
dalam pembelajaran Sains dan Matematika. Banyak kasus lain tentang keberagaman tingkat
pemakaian dan pemanfaatan TIK ini.

Dari data yang ditemukan diperoleh suatu kondisi dimana ada hal ironis dibeberapa daerah tentang
fasilitas TIK ini, seperti kondisi yang ada pada Kecamatan Percut Sei Tuan, Medan. Di kecamatan ini
ada sekolah dengan lokasi dimana di sana ada BTS (Base Transceiver Station) operator
telekomunikasi berdiri megah di areal sekolahan, sementara guru dan siswa yang beraktivitas di sana
sekali belum menggunakan atau memanfaatkan kemajuan TIK dalam proses pembelajaran maupun
aktivitas lain oleh guru, dan dapat dikatakan para guru masih gagap teknologi (gaptek).

Kasus lain yang menarik di mana dalam suatu daerah masih ada pihak-pihak yang dalam
menjalankan bisnisnya tidak begitu proaktif terhadap kemajuan dalam pemanfaatan TIK dalam dunia
pendidikan. Seperti kasus yang terjadi di kawasan Deli Serdang, di sana masih ditemui perilaku tidak
terpuji yang dilakukan oleh para penjual komputer, salah satunya adalah dengan menjual komputer
dengan harga yang terlalu tinggi dan diluar harga kewajaran. Bayangkan ada supplier yang menjual
komputer berbasis pentium III dengan harga lima juta rupiah lebih, padahal harga komputer
tersebut selayaknya tidak akan lebih dari dua juta lima ratus ribu rupiah. Bisa jadi para suplier ini
dalam berbisnis hanya mempertimbang-kan keuntungan belaka, tanpa adanya rasa kepedulian atas
kemajuan pemanfaatan TIK di daerah tersebut.

Berkaitan dengan pengmbangn sarana dan prasarna untuk pemanfaatan Tik dalam dunia pendidikan
dan kegiatan lain di sekolah, ada juga sebuah departemen yang kurang dalam hal perhatian, seperti
yang di sampaikan oleh DH. Al Yusni anggota komisi VIII DPRRI yang melakukan kunjungan di Sulsel.
Beliau mengatakan kini Departemen Agama dinilai hanya sigap menyikapi masalah haji, sementara
menyangkut pengembangan madrasah terkesan sebelah mata, menurutnya ini sebagai tindakan
diskriminatif. Dicontohkan oleh beliau, di Sidrap Sulawesi Selatan, guru-guru madrasah terkesan
masih gagap menggunakan komputer, ini akibat minimnya perhatian dari Depag, termasuk
kesejahteraan para guru madrasah. Ditambahkan oleh Al Yusni, Depag lebih perhatian pada masalah
haji, daripada masalah pendidikan di bawah naungannya, mungkin karena masalah haji lebih banyak
mengurusi uangnya.

Lain halnya dengan Depdiknas, dimana departemen yang berkepentingan langusung dengan dunia
pendidikan ini telah dan akan mengadakan gebrakan yang berkaitan dengan pemanfaatan TIK dalam
proses pembelajaran di sekolah dalam berbagai jenjang pendidikan. Depdiknas tahuan 2008 ini akan
mengembangkan Jejaring Pendidikan Nasional. Contoh riil yang telah ada dalam hal ini adalah
seperti sarana yang telah ditempatkan di Dinas Pendidikan Kabupaten Toba Samusir. Di sana
jaringan internet selain dipakai untuk kebutuhan dinas, jaringan internet juga dibagi-bagi ke
beberapa SMP, SMK, dan SMA lewat antena. Bandwidth dari Depdiknas internet ditempatkan di
salah satu sekolah sebagai pengelola teknis, dan sekolah tersebut kemudian membaginya ke sekolah
lain.

Pada sekolah-sekolah yang telah dibilang lebih maju, dan kebanyakan berlokasi di kawasan
perkoataan, selain tersedianya laboratorium komputer dan internet, beberapa sekolah telah
melenkapinya sarana lain yang berkaitan dengan proses pembeljaran, yaitu berbagai media
elektronik lainnya. Seperti pada kondisi di SMAN 11 Kota Jambi, perangkat untuk pembelajaran kini
juga lebih maju, telah tersedia perangkat modern seperti proyektor LCD yang dilengkapi laptop, ada
pengeras suara di masing-masing kelas yang kesemuanya dikontrol oleh operator. Di sekolah ini
pada setiap jam istirahat diperdengarkan lagu-lagu lewat speaker, dengan cara ini kejenuhan siswa
setelah belajar bisa hilang.

Walaupun Depag ada yang mengatakan kurang dalam memberikan perhatian dalam pengembangan
sarana TIK di madrasah-madrasah, tetapi di beberapa madrasah di Jawa Timur kondisi sekolah yang
telah tersedia sarana komputer dan internet dibilang telah lebih maju. Di beberapa madrasah di
Jatim diketahui bahwa jumlah package computer (PC) yang dimiliki di masing-masing madrasah
cukup banyak, jumlanya berkisar antara 10 hingga 20 unit.

Ketersediaan sarana TIK sangat berpengaruh kepada guru dalam hal memilih varian sumber
pembelajaran yang dipilih. Seperti yang dikemukakan oleh Mohammad Juri, MPd. (Madura, 14
Januari 2008) yang mengatakan ketidak variativan guru dalam memilih sumber belajar, diantaranya
disebabkan oleh minimnya pengetahuaan dan kemampuan menggunakan media pembelajaran yang
maju seperti penggunaan komputer. Seperti alasan-alasan yang umum disampaikan oleh para guru,
misalnya tidak ada fasilitas komputer di sekolah, fasilitas yang tidak lengkap dikarenakan tidak dana
untuk pengadaan, dan terlebih-lebih sikap guru yang kurang pro aktif dalam menghadapi kemajuan
ICT.

Peran pengusana swasta dan BUMN sangat penting dalam mendukung dan memberikan suport
dalam dunia pendidikan kaitannya dengan pengembangan TIK dalam dunia pendidikan. Contoh
konkrit dunia bisnis yang peduli terhadap kemajuan pendidikan adalah seperti yang dinyatakan oleh
Dekan FKIP UNRI Riau Drs. Isjoni, MSi, menyatakan ada salah satu perusahaan (PT Chevron Pasifik
Indonesia) telah memberikan bantuan 15 unit komputer yang dilengkapi fasilitas internet ke
instansinya untuk pelatihan para guru di Riau, khususnya guru yang masih menenputh kuiah di UNRI.
Menurutnya semua guru diharapkan bisa belajar mengembangkan diri untuk menguasai teknologi,
jangan sampai terjadi gagap teknologi, jangan sampai murid yang yang mengajari guru guru
membuka internet.

B. Penguasaan Pemakaian Dalam Pemanfaatan TIK Bagi Guru

Dalam berbagai hasil penelitian dan tulisan mensinyalir ada sekitar 70 s/d 90% guru dalam
pemanfaatan kemajuan TIK dalam proses pembelajaran dan kegiatan lain dianggap masih gagap
teknologi. Jika kondisi ini benar demikian, alangkah menyedihkan dan bahkan menyakitkan, betapa
tidak, sebab di tengah didengungkannya pembelajaran interaktif (e-learning) yang juga harus
melibatkan guru-gurunya dalam bidang studi apapun, alangkah ironis kalau gurunya sendiri tidak
pernah sedikitpun menjamah teknologi informasi yang kini telah merambah kesemua sisi kehidupan
manusia atau dengan kata lain sudah mendunia.

Berbagai pernyataan para pejabat yang berwenang dalam dunia pendidikan menyatakan kondisi
guru yang masih memprihatinkan dalam hal menggunakan komputer, apalagi internet. Seperpti yang
dinyatakan oleh Manuntun Sagala dari Dinas Pendidikan Kabupaten Toba Samosir, guru kini banyak
yang tidak fasih menggunakan komputer, apalagi internet. Para guru menggunakan komputer
sekedar untuk mengetik dengan MS Word itupun tidak paham semua fasilitas di program itu, apalagi
mendengar Email, Browsing web, dan lainnya guru merasa asing.

Kondisi guru yang gagap TIK tidak hanya didominasi oleh para guru di luar pulau Jawa, seperti yang
ditemukan di kasus Jawa Timur, di sana sebagian besar guru-guru yang mengajar di madrasah sangat
sedikit yang memanfaakan komputer apalagi internet. Pada umumnya guru baru mampu
menggunakan komputer hanya sebatas keperluan administrasi baik kepentingan kantor maupun
kepentingan penyusunan PAK (Penetapan Angka Kredit) dalam kaitannya dengan kenaikan pangkat
jabatan fungsional guru. Di Jatim ebagian besar guru belum terbiasa menggunaan internet baik
untuk proses pembelajaran maupun kegiatan sosial lainnya.

Beberapa pakar TIK menyatakan bahwa sebenarnya manusia, termasuk guru mempunyai potensi
kecakapan dalam hal penggunaan komputer dan internet dalam pemanfaatan TIK dalam proses
pembelajaran dan kegiatan lainnya. Salah pakar tersebut menyatakan tersebut adalah Ersis
Wirmansyah Abbas dari UNLAM, Banjarmasin, mengatakan bahwa kita oleh Alloh SWT batok kepala
manusia berisi satu milyar sel saraf (neuron), setiap neuron aktif bisa berkoneksi dua puluh ribu,
jadi orang (termasuk guru) jangan lagi self-image bodoh, karena pada hakekatnya kita semua adalah
born to be a genius. Ini yang menggambarkan betapa guru-guru merasa kurang pede dalam
penggunaan dan pemanfaatan TIK dalam proses pembelajaran maupun dalan kehidupan sosialnya.
Ini dapat dimaklumi banyak guru masih gagap TIK dimungkinankan karena sudah tua, dan merasa
sudah tidak perlu lagi belajar yang canggih, kadang bahkan menyerahkan hal ini kepada pada guru
yang masih yunior. Ini mengingatkan kepada para instruktur pelatihan komputer dan TIK bagi para
guru dalam penyampaiannya harus lebih pada praktek daripad teori.

PR IV UNNES Semarang, Prof. Fathur Rohkman mengatakan sekitar 60 % guru SD, SMP dan SMA
belum familiar dengan komputer, terutama pendidika yang ada di pelosok dan pedesaan.
Menurutnya dari pelatihan guru yang pernah diselenggarakan di UNNES, masih banyak guru yang
belum tahu menggunakan mouse, padahal hampir semua kegiatan saat ini tidak bisa lepas dari
komputer termasuk di bidang pendidikan. Dalam kesempatan yang sama Dr. Supriadi Rustad, PR I
UNNES mengatakan, Indonesia baru sampai level applying menuju transforming, karena ICT masih
dijadikan sebagai mata pelajaran dengan dimasukkannya ke dalam kurikulum sekolah. Masyarakat
dikatakan pada levev integrating bila ICT untuk proses pembelajaran, sementara level transforming
biada ICT untuk transformasi pendidikan.

Bagian yang sedikit dalam prosentase yang sudah maju dalam pemanfaatan TIK dalam proses
pembelajaran memang telah ada di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya,
Yogyakarta, Medan dan lainnya. Seperti yang ada pada salah satu di SD di Jakarta yaitu tepatnya di
SDN Menteng 3, dimana setiap hari Rabu, murid 4A mendapat jatah untuk belajar di ruang laptop.
Selama murid belajar dengan menggunakan laptop, proses belajar menjadi sangat efektif, tidak perlu
mencatat materi pelajaran dari papan tulis, karena sudah tersistem pada laptop masing-masing.
Murid tidak bosan, dan merasa senang karena banyak gambar menarik khususnya pelajaran sains.
Setelah belajar Metematika dan IPA, boleh main game, buka internet dan kirim email. Game di sini
masih ada hubungannnya dengan pelajaran.

Menurut pengakuan adari salah satu guru di SDN Menteng 3, Harry Pujianto mengaku mengajar
dengan menggunakan laptop sangat menantang, menimbulkan rasa ingin tahu, dapat membedakan
keberhasilan pembelajaran menggunakan laptop dibandingkan dengan pembelajaran menggunakan
cara konvesional. Murid lebih menyukai pelajaran Matematika dan IPA. Kondisi ini sangat berlainan
pada kondisi umumnya dimana siswa biasanya merasa takut dan tidak pede terhadap mata
pelajaran yang berbau eksakta, atau pelajaran yang melibatkan hitung-menghitung, dan juga mata
pelajaran yang menggunakan praktek dalam laboratorium seperti pembelajaran sains.

C. Kebijakan dan Upaya Pimpinan dalam Mendukung Pemanfaatan TIK

Kadang sebuah penghargaan maupun sertifikai bukan merupakan tujuan yang akan dicapai oleh
sebuah lembaga sekolahan, tetapi penghargaan maupun sertifikai yang diterima dapat menjadi
pendorong atau motivasi dalam pemanfaatan TIK oleh para guru, disamping sebagai kebanggaan
akan identitas sebuah sekolah yang mempunyai keunggulan dalam berkompetitif dalam dunia
pendidikan. Beberapa institusi atau lembaga baik provit maupun nonprovit dirasa perlu memberikan
berbagai penghargaan stratafikasi untuk mendorong dan memacu sekolah untuk terus
mengembangkan potensinya, khususnya dalam hal pemanfaatan TIK dalam proses pembelajaran
yang melibatkan para guru yang terlibat langsung. Dilapangan ditemukan perusaan bisnis BUMN
telah memberikan berbagai sertifikai yaitu PT Telkom, seperti yang terjadi pada sekolah yang telah
berhasil dalam prestasi khusus, sekolah tersebut telah mendapatkan sertifikai, seperti SMP Negeri 8
Palembang sebagai sekolah bebas buta internet.

Peran pimpinan atau kepala sekolah sangat penting dalam memajukan sekolah, khususnya
penguasaan para guru dalam pemanfaatan TIK. Pimpinan yang tidak sigap dalam adaptasi dengan
perkembangan teknologi dapat mengakibatkan kebijakan yang menjadikan guru gagap teknologi,
padahal ini bisa jadi mengakibatkan hilangnya daya tarik dalam proses belajar. Terlebih dalam era
informasi ini, tanpa adanya kemauan untuk mengerti, menggunakan, dan mengakses bidang yang
relevan dengan keilmuannya maka fungsi guru sebagai fasilitator perkembangan ilmu akan tereduksi
yang lama-lama bisa jadi hilang, sehingga yang ada hanyalah guru yang miskin informasi.

Para kepala sekolah yang mempunyai komitmen terhadap kemajuan sekolahnya pasti melakukan
langkah-langkah konkrit dalam memajukan guru dalam pemanfaatan TIK dalam pembelajaran. Di
sekolah-sekolah yang berada di wilayah perkotaan lebih mudah dikembangkan daripada di pedesaan
yang saran dan prasaranya kadang belum lengkap atau tersedia. Di SMAN 11 Kota Jambi misalnya,
kepala sekolah dalam menerapkan dan menyambut serbuan beragam teknologi informasi, adalah
dengan membekali para guru dengan kursus komputer dan internet, tidak hanya guru yang
mengajar di labaratorium komputer saja yang harus mengerti perangakat tersebut, tetapi guru-guru
bidang lain harus mengikuti. Kondisi ini diyakini berlaku pada sekolah-sekolah lain di tanah air ini.

Kebijakan yang kita acungi jempol adalah kepada Depdiknas, dimana departemen ini akan
mempercepat pengadaan sarana TIK pada berbagai jenjang sekolah dengan akan meluncurkan
anggaran 1 triliun pada tahun 2008 ini, gebrakan ini dilakukan dengan membangun berbagai pusat
sumber atau resource center di sekolah-sekolah. Kebijakan Depdiknas ini seperti yang diungkap oleh
Lilik Gani dari staff Depdiknas. Kita akan menunggu realisasi dari kebijakan ini, jika benar adanya
harapan akan tanda-tanda keseriusan pemerintah memajukan dunia pendidikan akan terwujud,
khususnya bidang TIK di dalam dunia pendidikan.

Beberapa sekolah sebenarnya telah proaktif dalam menyiapkan sarana, dengan kebijakan tertentu,
sekolah dapat meluncurkan program maupun memulai aksi nyata. Seperti kini beberapa sekolah di
kota Solo, mulai dan telah melaunching sarana laboratorium komputer multimedia untuk
menyongsong era TIK dalam pendidikan dan telah menyiapan guru-gurunya dalam penggunaan atau
pemanfaatannya pada pembelajaran, dan pada akhirnya akan menentukan program ini akan
berjalan baik atau tidak.

Gebrakan kebijakan tidak cukup hanya pada tingkat dinas pendidikan, tetapi para kepala daerah baik
itu gubernur ataupun bupati atau walikota harus mau dan sanggup mengeluarkan kebijakan yang
signifikan dalam mamajukan dunia pendidikan khususnya dalam pemanfaatan TIK ini. Seperti pada
pemda Tanah Datar, Sumbar, telah meluncurukan programnya yaitu untuk melengkapi fasilitas
komputer di sekolah-sekolah, maka dilaksanakan program One School One Computer Laboratorium
(OSOL) satu sekolah satu laboratorium komputer. Melalui progam ini diharapkan guru maupun siswa
tidak gagap teknologi, khususnya dalam penguasaan ketrampilan komputer sebagai ciri kemajuan
suatu masyarakat.

Kebijakan pemerintah juga dipertegas oleh Menko kesra, beliau mengatakan bahwa pemerintah
pada tahuan ini akan mengalokasikan dana dari APBN sebesar 2 triliun untuk program satu
komputer bagi 20 siswa di tingkat SMP dan SMA di seluruh Indonesia. Menurutnya sampai saat ini
untuk murid SMA baru 1 banding 1000, ini belum komputer yang dapat dimanfaatkan oleh para
guru.

Menurut Ari Kristianawati (Sinarharapan, 29 April 2008), para guru tidak hanya gagap dalam
beradaptasi denagan kemajuan ilmu pengetahuan, mereka juga terjebak dalam kebiasaan menjadi
robot kurikulum pendidikan, sehingga prakarsa dan inisiatif para guru untuk belajar menggali
metode, bahanajar dan pola relasi belajar mengajar yang baru sangat minimalis. Rendahnya mutu
atau kapabilitas guru di Indonesia, disebabkan pertama, faktor strutural, selama orba guru dijadikan
bemper politik Golkar, agen pemenangan melalui Korpri dan PGRI. Kedua, kuatnya politik
pendidikan, mengontrol arah dan sistem pendidikan membaut apara guru seperti root yang
dipenjara melalui tugas-tugas kedinasan yang stagnan. Ketiga, rendahnya tingkat kesejahteraan
guru, ini membuat mereka tidak bisa optimal dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, dan selalu
mengurusi keluarga.
Dra. Rosmawati, MPd, Kepala SMPN 2 Dumai, menyatakan di institusinya telah dikembangkan
rintisan sekolah bertaraf interasional (SBI) dengan menerapkan program bilingual dalam praktek
belajar mengajar di sekolah. Khusus untuk guru mata pelajaran sains dan matematika, pemberian
materi dengan menggunakan bahasa inggris, disamping itu guru diwajibkan menguasai pemanfaatan
ITC.

D. Pendidikan, Pelatihan, Praktek Pemanfaatan TIK

Kebutuhan akan kemampuan para guru dalam pemanfaatan TIK dalam proses pembelajaran telah
direspon sangat positi oleh beberapa ekolah. Kenyataan dilapangan ditemukan bahwa beberapa
sekolah telah memberikan pelatihan dan atau mengirikan para guru menginkuti pelatihan komputer
dan internet. Ini dilakukan oleh pimpinan sekolah dengan maksud agar para guru tidak gagap
terhadap pemakaian komputer dalam pemanfaatan TIK. Seperti yang telah terjadi dan dilakukan
oleh SMP Negeri 8 Palembang, tidak hanya guru pemegang mata pelajaran TIK yang dikirim
mengikuti pendidikan pemanfaatan TIK, tetapi semua guru mata pelajaran juga dikirim untuk
mengikuti pendidikan maupun pelatihan atau kursus.

Walaupun fasilitas internet sudah ada, guru-guru telah dikirim untuk mengikuti pelatihan dan kursus
komputer dan internet, namun dilapangan ditemukan adanya kendala. Misalnya saja di beberapa
sekolah di Kabupaten Toba Samosir, guru tidak dapat mengoptimalkan pemakaiannya, mengingat
tidak adanya staf TI khusus yang ahli, sehingga berbagai kelemahan dalam penggunaan sarana TI
oleh guru tidak ada sumber untuk bertanya. Ada kasus yang dirasa lucu, dimana guru menyuruh
siswa ke warnet untuk belajar email, dan setelah siswa tersebut dapat menggunakannya, guru
belajar pada muridnya.

Peran lembaga atau institusi dilura sekolah juga sangat diperlukan dalam andilnya dalam memajukan
dunia pendikan dasar dan menengah. Mereka yang peduli telah turut aktif memberikan kemampuan
para guru dalam menggunakan komputer maupun internet, seperti pada Jurusan Teknik Informatika
FTI-ITS Surabaya telah mengadakan workshop pemrograman bagi 53 guru dari 12 madrasah dari 3
kota di Jatim. Menurut pemrakarsa kegiatan ini, ke depan para guru madrasah di Jatim tidak gagap
teknologi lagi, karena mereka telah dilatih untuk mengaplikasikan piranti lunak (software)
pembelajaran berbasis multimedia yang diharapkan dapat membantu mengembangkan pola
pembelajaran bagi siswanya.

Tidak ketinggalan apa yang dilakukan oleh Pemda Kabupaten Merauke Papua, daerah paling timur
wilayah Indoneisa ini telah mengadakan petihan komputer bagi guru-guru dan PNS walaupun materi
masih dalam taraf tingakat dasar. Materi yang disajikan adalah mengenai aplikasi perkantorlan
(word, excel, powerpoint, dan internet). Ini menunjukkan bahwa sebenarnya greget dari berbagai
penentuk kebijakan di daerah dalam memajukan pendidikan dengan cara memajukan guru dalam
kemampuan pemanfaatanTIK cukup baik.

Tidak hanya pelatihan praktis dan teknis dalam menndorong guru mau memanfaakan TIK yang ada
dalam pembelajaran, tetapi kegiatan yang sifatnya mendorong dan memotivasi guru juga perlu
diadakan secara terus menerus. Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jatim misalnya,
lembaga ini telah mengadakan workshop Penelitian Tindakan Kelas bagi 150 guru di kabupaten
Pasuruan, Jatim. Workshop ini dimaksudkan agar semangat para guru untuk menulis dan membaca
lebih terpacu, semangat itulah yang akan otomatis mendorong guru bersinggungan dengan
pemanfaatan TI, tukasnya.

Peran perguruan tinggi sebagai gudangnya para pakar dan ahli sudah selayaknya peduli atas usaha
kemajua diinginkan oleh para guru. Seperti yang dilakukan UNILA Lampung, Drs. Rudi Ruswandi, Msi,
Ketua Jurusan Matematika UNILA, Lampung menyatakan, institusinya telah menyelenggarkan
pelatihan jejaring pendidikan nasional (jardiknas) se kota Bandar Lampung yang diikuti oleh 78
kepala sekolah. Para peserta diharapkan dapat mengambil manfaat dan kedepannya dapat
melaksanakan program sekolah yang sinergis dengan jardiknas, juga dimaksudkan agar para guru
dan kepala sekolah jangan sampai gagap teknologi dan tidak mampu memanfaatkan TIK.

E. Kendala Guru Dalam Penggunaan dan Pemanfaatan TIK

Beberapa kendala yang dihadapi guru dalam pemanfaatan TIK adalah adanya kendala internal,
seperti kesibukan jam mengajar di berbagai tempat, maupun kendala eksternal seperti ketersediaan
akses internet dan waktu pelatihan sendiri.

Kendala internal dan eksternal tersebut sebenarnya hanyalah sebuah ”pembenaran” untuk tidak
melakukan hal-hal yang dibutuhkan. Artinya, berpatokan pada peribahasa ”dimana ada kemauan
disitu ada jalan” kita memang harus mempersiapkan diri menyongsong era baru dalam
berkomunikasi dengan berbagai informasi yang ada.

Menurut Bona Simanjuntak, Aktivis Jaringan Informasi Sekolah (JIS), di salah satu kecataman di Deli
Serdang, internet dan komputer menjadi barang yang terlalu mahal dan langka. Ia dan rekannya
telah menggelar training on trainers (TOT) bagi guru-guru di kawasan sekolah kejuruan (SMK),
dimana rasio komputer dengan siswa di daerah tersebut mencapai 1:100, artinya satu komputer
untuk melayani kebutuhan 100 guru.

Ada guru-guru di Deli Serdang terpaksa mengajar komputer dengan imajinasi dan penjelasan verbal
saja, kendala ini disebabkan oleh tidak adanya fasilitas komputer sungguhan untuk digunakan siswa,
padahal belajar komputer lebih efektif melalui praktek.

Menurut Drs. Isjoni Ishaq, dekan FKIP UNRI Riau, kendala para guru dalam penggunaan komputer
dan TIK adalah ketidakmampuan guru dalam berbahasa inggris, dimana bahasa inggris sangat
dominan dipakai dalam pengoperasional komputer dan TIK. Hal ini ditekankan mengingat guru
punya andil besar dalam mencerdaskan anak bangsa.

Beberapa siswa di Surabaya mengaku merasa lebih lihai (pandai) dalam hal penggunaan telepon
seluler, ini terbukti dalam berbagai rasia yang dilakukan oleh sekolah terhadap gambar porno
maupun video porno yang ada di ponsel siswa, ternyata banyak yang lolos, tak terdeteksi, mengingat
guru banyak yang tidak pengalaman dalam hal pemakaian ponsel yang canggih daripada siswanya.
Mungkin ini disebabkan oleh daya beli guru terhadap model HP lebih rendah dari pada orang tua
siswa dalam beberapa kasus. Ini sebenarnya kendala yang yang tidak kentara bagi guru dalam hal
pemanfaatan TIK kaitannya dengan penggunaan ponsel oleh siswa.

Menurt Doni B.U., Msi., kini telah ada kesenjangan digital sebagai isu science fiction semata yang
diciptkan oleh sekelompok ekslusif manusia pemuja teknologi informasi, atau ada menyebut sebagai
digital divide. Menurutnya kesenjangan digital akhirnya hanya dipahami sebagai gap antara pemilik/
pengguna teknologi (the haves) dan mereka yang tidak memiliki atau mengunakan teknologi. Kaum
the have diyakini sebagai pihak pertama yang mengada-ada adanya istilah kesenjangan teknologi
yang mengkontraskan kelompok kedua. Hal ini bisa menimbulkan rasa pesimistik bagi para guru
dalam penggunaan dan pemanfaatan TIK.

Baskoro, dari Lembaga Pendidikan Kolose Kanisius mengatakan bahwa guru kadang dituntut agar
cepat beradaptasi dengan misi dan visi institusi yang menurut pemahamannya terlalu berat bagi
guru, karena tidak memulai dari tahapan yang tepat dalam peningkatan penguasaan penggunaan TIK
bagi guru, sementara tuntutan dan target sekolah ke jenjang nasional, bahkan internasional sebagai
hal yang kontradiktif.

Agus Nasihin, pebisnis komputer, mengatakan bahwa sekarang guru dihadapkan peda bayangan
bahwa mengunakan komputer dapat mempermudah keperluan hidup, sementara pada sisi lain
dimunculkan isu bahwa penggunaan koomputer adalah sebagai apresiasi penghargaan terhadap
para genius man yan membuat komputer itu sendiri. Ini kedengaran lucu memang, ada orang
mengatakan menggunakan komputer itu identik sebagai bentuk menglarisi produk komputer. Ini
gawat, guru bisa pasif dan apatis dalam pemanfaatan TIK.

Masih ada guru yang beranggapan tidak menggunakan komputer dan TIK dalam proses
pembelajaran bukan hal mengganggu jalannnya pelajaran, karena guru merasa tidak mendapatkan
fasilitas komputer saat mengajar, jadi inilah yang membuat mereka merasa tidak perlu untuk tahu
cara menggunakan komputer. Kasus ini terjadi pada guru-guru yang sudah berusia tua, walaupun
yang guru yang yunior pun masih ada yang gagap pada kemanjuan TIK.

Menurut Machfud dari Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Jawa Timur (20 April 2008), dilema
yang muncul di lapangan, dari berbagai upaya yang telah dilaksanakan untuk membantu para guru
mengenala TIK, terganjal di tengah jalan, penyebabnya adalah; 1) takut akan kesalahan yang
diperbuat, sehingga dapat mengakibatkan kerusakan media; 2) merasa usianya sudah tua, sehingga
kurang bermanfaat bagi dirinya; 3) kurang memahami bahasa teknik TI (bahasa inggris); 4)
banyaknya rutinitas di luar pelajaran TIK.

Menurut Gunawan (Jawa Pos, 26 Januari 2008), di lapangan tenaga pendidik hanya banyak disuguhi
berbagai diklat, pelatihan dengan materi yang berkisar pada kurikulum, pakem (contextual learning),
MBS (manajemen berbasis sekolah) dan materi lain yang berhubungan langsung dengan tugas guru
di kelas. Jarang ada pelatihan guru yang bersifat pembekalan tentang suatu ketrampilan atau
keahlian khusus, misalnya aplikasi TIK, padahal pelatihan seperti ini tidak kalah penting dan
bermanfaat bagi guru, terutama guru yang masih gagap teknologi. Menurutnya ada beberapa faktor
yang menjadikan para guru masih gagap TIK, pertama, Lokasi, bagi guru yang mengajar di daerah
terpencil, teknologi canggih seperti komputer bukanlah sesuatu yang urgen untuk dikuasai karena
kebutuhan untuk menggunakan sangat rendah. kedua, kesadaran yang asih rendah mengenai
mengenari ati penting teknologi untuk menunjang profesi guru dalam menyelesaikan tugas, Ketiga,
tidak adanya eksempatan dan peluang untuk bisa lebih dekat dengan teknologi canggih.

Menurut TH Aribowo, Guru SMKN 3 Banjarbaru, Kalsel (Radar Banjarmasin. 28 Maret 2008) faktor
penghambat guru dalam memanfaatkan ICT adalah pertama, ketidakadanya komputer baik laptop
maupun PC sehingga dirasa masih belum seimbang peralatan yang disediakan di sekolah sementara
komputer pribadi belum punya. Kedua, adalah faktor penghampat yang ada hubungannya dengan
rasa malas karena tidak adanya waktu untuk mempelajari. Ini terjadi karena guru yang baik dan
benar harus menguasai 10 kompetensi guru, waktu 24 jam masih kurang karena banyaknya
kewajiban yang hrus dipenuhi.

Вам также может понравиться