Вы находитесь на странице: 1из 14

MAKALAH TOKSIKOLOGI DAN HYGIENE

ENDOTOKSIN DAN EKSOTOKSIN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Matakuliah Toksikologi dan Hygiene


Dosen: Dr. Ir. Dwi Setijawati M. Kes

oleh:

Dini Ardhana Reswari 135080300111094

Kelas T01

TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
PENDAHULUAN

Kehidupan di alam memiliki beragam organisme yang mendiaminya


termasuk mikroorganisme seperti jamur, alga, virus dan bakteri. Keberadaan
bakteri di alam memiliki berbagai dampak terhadap kehidupan manusia. Dan
berbagai dampak yang ditimbulkan oleh bakteri ada yang menguntungkan
maupun merugikan. Dekomposisi yang dilakukan oleh bakteri merupakan salah
satu keuntungan kehidupan bakteri di alam. Namun beberapa bakteri yang dapat
menimbulkan sakit hingga menimbulkan kematian.
Bakteri yang menginfeksi tubuh manusia dapat menimbulkan sakit
biasanya disebut bakteri patogen. Dan pada bakteri patogen terdapat berbagai zat
yang menyebabkan sakit tersebut, diantaranya adalah toksin. Toksin adalah suatu
zat dalam jumlah relatif kecil yang apabila masuk ke tubuh manusia akan bereaksi
secara kimiawi dapat menimbulkan gejala abnormal hingga menyebabkan
kematian. Dalam makalah ini kami akan mencoba mendeskripsikan toksin yang
dihasilkan oleh bakteri secara lebih terperinci. Seperti jenis dari toksin, bakteri
yang menghasilkan toksin akan menyebabkan penyakit akibat adanya toksin.

Rumusan Masalah
 Apa pengertian toksin?
 Apa pengertian eksotoksin dan endsotoksin?
 Apa yang dimaksud dengan intoksikasi dan infeksi?

Tujuan Makalah
Tujuan makalah ini adalah untuk memahami pengertian toksin dan
berbagai macam bakteri yang dapat mengganggu kesehatan manusia baik karena
intoksikasi dan infeksi karena bakteri itu sendiri.
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Toksin


Toksin adalah zat racun yang dihasilkan oleh beberapa spesies bakteri yang
dapat merugikan makhluk hidup. Menurut Alsuhendra dan Ridawati (2013), Toksin
yang berasal dari bakteri adalah komponen racun terlarut yang diproduksi oleh
bakteri, dan menyebabkan pengaruh negatif terhadap sel-sel inang dengan cara
mengubah metabolisme normal dari sel inang. Secara umum toksin asal bakteri
dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu eksotoksin dan endotoksin.

2.1.1. Eksotoksin
Adalah toksin yang dikeluarkan dari tubuh sel Kuman-Kuman yang dapat
menghailkan eksotokin misalnya:
 Corynebacterium diphteriae
 Shigella dysentriae
 Clostridium tetani
 Clotridium botolium
 Clotorium elcbii
 Vibrio chlorea
 Beberapa stain Escherichia coli
Pada infeki bakteri-bakteri tersebut, eksotoksin yang dikeluarkannya
menyebar melalui aliran darah ke seluruh tubuh, keadaan ini dinamakan
taksoemia. Eksotoksin mudah dipisahkan dari sel bakteri dengan jalan
penyaringan. Contoh eksotoksin yang mengganggu kesehatan manusia dihasilkan
oleh Corynebacterim diphtheri, Clostridium tetani dan Clostridium botulinum.
Toksin botulinum tipe A adalah eksotoksin yang pertama kali dapat
dihablurkan.Toksin ini kedapatan pada makanan yang basi. Orang akan mati, jika
termakan olehnya 0,0024 miligram toksin ini.
Kebanyakan eksotoksin mudah terurai dengan perebusan atau penyinaran
yang kuat. Eksotoksin tidak begitu berbahaya jika tertelan, akan tetapi akan
membawa maut jika masuk dalam peredaran darah. Pengalaman menunjukkan
bahwa, penyuntikan binatang dengan sedikit eksotoksin menyebabkan timbulnya
zat antitoksin dalam tubuh binatang tersebut. Antitoksin ini tidak membunuh
bakteri, akan tetapi hanya sekadar menawar toksinnya saja. Inilah prinsip
pengobatan dengan serum/ serum therapy.
Menurut Ehrilich, eksotoksin mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
 mudah dilarutkan dalam air
 termasuk golongan protein, meskipun tidak memberikan semua putih telur
dan dengan larutan sulfas magnesikus yang pekat membuat endapan.
 bila disuntikkan kepada jasad hidup yang peka, jasad ini akan menjadi sakit
sesudah masa inkubasi tertentu dan menunjukkan gejala dan mengenai
alat-alat tertentu
 kekuatan toksin untuk memberi dampak sakit dapat hilang jika dipanaskan
pada 56o c (bersifat termolabil). Akan hilang juga kekuatannya apabila
disimpan dalam waktu yang lama dalam suhu kamar atau dicampur
dengan bahan kimia.
 bila toksin disuntikkan kepada jasad hidup, maka jasad ini di dalam
badannya akan membuat bahan-bahan penentang (antitoksin).

2.1.2. Endotoksin
Adalah toksin yang tidak dikeluarkan dari tubuh sel namun tetap diproduksi
dan tersimpan didalam tubuh sel. Banyak juga bakteri yang tidak menghasilkan
eksotoksin, meskipun sifatnya sangat panas. Dalam hal ini dianggap bahwa
bakteri itu menyebabkan sakit, apabila bahan-bahan toksin keluar setelah bakteri
itu mati atau hancur, toksin tersebut dinamakan endotoksin, dengan sifat
umumnya ialah:
 Tahan terhadap panas (termostabil), juga terhadap temperatur yang tinggi
ysng lazim dipergunakkan di dalam otoklaf.
 Menyebabkan sakit dengan gejala-gejala yang sama sehingga tidak
spesifik.
 Ada perioda inkubasi pada jasad yang disuntikan racun.
Endotoksin sukar sekali penyelidikannya dan hingga beberapa tahun lalu
belum ditemukan jalan untuk memisahkannya dari bakteri. Kalau kita lewatkan
suatu suspensi bakteri melalui saringan halus, maka cairan yang lewat itu tidak
mengandung toksin,akan tetapi jika kita ambil bakteri yang sudah mati,nyatalah
adanya toksin. Dari kejadian ini dapatlah kita tarik kesimpulan,bahwa toksin itu
semula kedapatan terkurung di dalam sel bakteri.Akhir-akhir ini orang telah
berhasil memecahkan sel-sel bakteri secara mekanis dengan demikian terlepaslah
isinya dari sel dan endotoksin muncul dalam keadaan lepas dari sel. Contoh:
o Endotoksin dari Salmonella typhi dapat diekstrak dengan asam
trichlorasetat atau dengan dietilen glikol dan ternyata berbentuk
polisakarida lipoid.
o Endotoksin dari Vibrio chlorea yang diekstrak denagn asam trichlorasetat
berbentuk gabungan dari polisakarida-lipoid.

2.2. Tabel Perbedaan Endotoksin dan Eksotoksin


Eksotoksin Endotoksin
Tempat Dikeluarkan oleh kuman Sebagai bagian intergral
produksi hidup,konsentrasinya dalam dari dinding sel kuman gram
medium cair sangant tinggi negative
Struktur kimia Polipeptida Kompleks lipopolisakarida
Sifat fisik Relatif tidak stabil,dengan Relatif stabil aktivitas toksin
pemanasan aktivitas toksin menetap walaupun
menurun dipanaskan
Sifat imonologis Sangat Tidak meninduksi
antigenik,menghasilkan terbentuknya antitoksin
antitoksin dalam jumlah banyak sehingga tidak dapat dibuat
sehingga dapat dibuat toksoid toksoid
Toksisitas Sangat toksik,menimbulkan Kurang toksik dalam dosis
kematian meskipun dalam besar menimbulkan
dosis kecil kematian
Reaksi badan Badan tidak memberi reaksi Ada reaksi demam
panas

2.3. Uji Kekuatan Toksin


Kekuatan toksin untuk menyebabkan sakit dan mematikan jasad hidup
sangat besar. Lebih besar dari racun alkaloid atau 650kali lebih kuat dari atropin
dan 150 atau 200 kali dari strihnin. Cara mengukur kekuatan toksin seperti
mengukur virulensi dari suatu bakteri, yaitu dengan mencari Dosis Lethalis Minimal
(DLM).
Bila toksin disimpan lama dalam suhu kamar atau dipanasi setengah jam
pada temperatur 56o C, maka kekuatannya akan turun atau hilang sama sekali,
dan bahan ini dinamakan toksoid. Untuk menghilangkan kekuatan toksin, dapat
dilakukan dengan mencampurkan toksin dengan larutan formalin dan campuran
ini disebut anatoksin. Bila toksoid atau anatoksin disuntikkan beberapa kali pada
marmud dengan dosis yang meningkat, maka marmud itu menjadi kebal terhadap
suntikan toksin yang kekuatannya belum hilang. Dengan percobaan ini diketahui
bahwa molekul toksin mempunyai 2 bagian, yaitu:
 Bagian yang mempunyai sifat sebagai penyebab sakit atau kematian
hewan percobaan (bagian toksofora), yang sifatnya termolabil dan menjadi
hilang kekuatannya bila disimpan lama.
 bagian yang mempunyai kasiat untuk membuat kebal terhadap hewan
percobaan (bagian haptofora), yang sifatnya termostabil, yaitu tidak hilang
kekuatannya jika dipanasi sampai temperatur 56o C selama setengah jam.

2.4. Macam – macam Toksin pada Mikroorganisme


1. Botulinin
Senyawa beracun ini diproduksi oleh Clostridium botulinum. Keracunan
yang ditimbulkan akibat mengkonsumsi makanan yang mengandung botulinin ini
disebut botulisme. Botulinin merupakan neurotoksin yang sangat berbahaya bagi
manusia dan sering kali akut dan menyebabkan kematian.
Bakteri Clostridium botulinum umum terdapat pada makanan kaleng
dengan pH lebih dari 4,6. Kerusakan makanan kaleng dipengaruhi oleh jenis
makanan dan jenis mikroba yang terdapat didalamnya. Toksin botulinum tipe A
adalah eksotoksin yang pertama kali dapat dihablurkan. Toksin ini didapatkan
pada makanan yang basi. Orang akan mati jika meelan 0,0024 mg toksin ini.
Kerusakan bahan pangan termasuk makanan dalam kaleng dapat dideteksi
dengan beberapa cara, yaitu:
 Uji organoleptik dengan melihat tanda-tanda kerusakan seperti
perubahan tekstur atau kekenyalan, kekentalan, warna bau,
pembentukkan lendir, dan lain-lain.
 Uji fisik untuk melihat perubahan-perubahan fisik yang terjadi karena
kerusakan oleh mikroba maupun oleh reaksi kimia, misalnya perubahan
pH, kekentalan, tekstur, indeks refraktif, dan lain-lain.
 Uji kimia untuk menganalisa senyawa-senyawa kimia sebagai hasil
pemecahan komponen pangan oleh mikroba atau hasil dari reaksi kimia.
 Uji mikrobiologis, yang dapat dilakukan dengan metode hitungan cawan,
MPN, dan mikroskopis.
Tanda-tanda kerusakan pada makanan kaleng yang disebabkan
oleh Clostridium botulinum diantaranya adalah:
 produk mengalami fermentasi
 bau asam
 bau keju atau bau butirat
 pH sedikit di atas normal dengan tekstur rusak
Penampakan pada kaleng memperlihatkan bahwa kaleng menggembung.
Jika dibiarkan terus menerus mungkin bisa meledak. Beberapa pencegahan yang
bisa dilakukan oleh konsumen diantaranya adalah selalu memperhatikan batas
kadaluarsa makanan kaleng serta selalu memperhatikan tekstur kaleng. Apabila
batas kadaluarsa habis atau tekstur kaleng mengalami penggembungan jangan
sekali-kali mencoba untuk membelinya. Uji bau dapat dilakukan dengan cara
mencium bau makanan tersebut, jika baunya sudah menglami perubahan lebih
baik tidak mengkonsumsi makanan kaleng tersebut.
2. Toksoflavin dan Asam Bongkrek
Kedua senyawa beracun ini diproduksi oleh Pseudomonas Cocovenenans,
dalam jenis makanan yang disebut tempe bongkrek, yaitu tempe yangdibuat
dengan bahan utama ampas kelapa. Pseudomonas Cocovenenans ini tumbuh
pada tempe bongkrek yang gagal dan rapuh. Pseudomonas
Cocovenenans memerlukan substrat minyak kelapa, dengan enzim yang
diproduksinya mampu menghidrolisis lemak menjadi gliserol dan asam lemak .
Gliserol kemudian diubah menjadi toksoflavin (C7H7N5O2), dan asam lemaknya
terutama asam oleat diubah menjadi asam bongkrek ( C28H38O7 ) Asam
bongkrek ini dapat mengganggu metabolisme glikogen dengan memobilisasi
glikogen dari hati sehingga terjadi hiperglikemia yang kemudian berubah menjadi
hipoglikemia dan lalu menyebabkan kematian Pertumbuhan Pseudomonas
Cocovenenansdapat dicegah bila pH substrat diturunkan di bawah 5,5 atau
dengan penambahan garam NaCl pada substrat dengan konsentrasi2,75 – 3 %.
3. Enterotoksin
Enterotoksin diproduksi oleh berbagai macam bakteri, termasuk organisme
penyebab keracunan makanan sepertiStaphylococcus aureus, Bacillus
cereus, Salmonella enteriditis, danVibrio cholerae. Disebut enterotoksin karena
menyebabkan gastroenteritis.
Enterotoksin adalah eksotoksin yang aktivitasnya mempengaruhi usus
halus, umumnya menyebabkan sekresi cairan secara berlebihan ke dalam rongga
usus, menyebabkan diare dan muntah-muntah. Enterotoksin yang dihasilkan
oleh Vibrio choleraeadalah penyebab kolera. Toksin tersebut akan mengaktifkan
enzim siklik adenilase yang mengubah ATP menjadi cAMP sehingga cAMP
menjadi berlebihan dan menyebabkan ion klorida serta bikarbonat dikeluarkan
dalam jumlah besar dari sel mukosa ke dalam rongga usus. Hal tersebut
menyebabkan dehidrasi pada penderia kolera.
4. Bakteriosin
Bakteriosin adalah peptida antimikroba yang disintesis secara ribosomal
yang dihasilkan sejumlah bakteri dan mempunyai pengaruh bakterisidal dan
bakteriostatik terhadap bakteri yang mempunyai hubungan yang dekat dengan
bakteri penghasilnya.
Bakteriosin dihasilkan baik oleh bakteri gram‐positif maupun bakteri gram‐
negatif. Bakteriosin gram‐positif mengandung 30 sampai 60 asam amino dengan
aktifitas yang bervariasi dari spektrum sempit sampai luas dalam melawan bakteri
grampositif lain bahkan ada yang beraksi terhadap bakteri gram‐negatif.
Penamaan bakteriosin umumnya disesuaikan dengan bakteri penghasilnya seperti
Lactococcin A, Lactococcin G, lactococcin 972 dihasilkan oleh bakteri Lactococcus
lactis, Enterococcin (Enterococcus faecalis), Carnobactericin (Carnobacterium
piscicola), Aurecin (Staphylococcus aureus), Bacillocin (Bacillus licheniformis),
Acidolin, Acidophilin, Lactacin (Lactobacillus acidophilus), Lactocin, Helveticin (L.
helveticus), Plantaricin, Planticin (L. plantarum) dan lain sebagainya.
Bakteriosin pertama kali terdeteksi pada tahun 1925 oleh Andre Gratia
yang mengamati pertumbuhan beberapa strain E. coliyang pertumbuhannya
dihambat oleh senyawa antimikroba yaitu colicin. Bakteriosin selain berperan
dalam menjaga kesehatan ternak dan manusia melalui penyeimbangan ekosistem
pencernaan, bakteriosin yang dihasilkan bakteri asam laktat juga berperan
sebagai pengawet alami dalam penyimpanan dan pengolahan bahan pangan.
Penggunaan istilah bakteriosin sering dikacaukan dengan istilah antibiotik
dan antimikroba. Antibiotik adalah zat kimia yang dihasilkan oleh berbagai
mikroorganisme. Bakteriosin adalah zat kimia berupa peptida atau protein yang
dihasilkan oleh bakteri sedangkan antimikroba disamping zat kimia yang
dihasilkan oleh berbagai mikroorganisme (antibiotik, bakteriosin) juga substansi
yang diperoleh secara sintetik. Bakteriosin secara umum berbeda dengan
antibiotik dalam hal sintesis, mekanisme kerja, spektrum dan tujuan pemakaian.
2.4.1. Intoksikasi
Intoksikasi atau mikotoksikosis yaitu mengkonsumsi makanan yang telah
dicemari oleh mikotoksin. Gangguan kesehatan oleh mikotoksin tidak bersifat
infeksi dan juga tidak menular. Sering kali makanan telah dicemari tersebut tidak
lagu ditumbuhi kapang penyebab toksin tersebut (Syarief et al.,2003).

Berdasarkan klasifikasi diatas, ada dua intoksikasi pangan utama yang


disebabkan oleh bakteri yaitu botulism yang disebabkan oleh Clostridium
botulinum dan intoksikasi Staphilokoki disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh
Sthaphylococcus aureus. Gejala-gejala yang ditimbulkan oleh intoksikasi terlihat
setelah 3-12 jam setelah memakan bahan makanan tersebut dan ditandai oleh
muntah-muntah dan diare (Handayani dan Werdiningsih, 2010).

Beberapa bakteri patogen yang dapat mengakibatkan keracunan pangan


melalui intoksikasi adalah

1. Bacillus cereus merupakan bakteri yang berbentuk batang, tergolong bakteri


Gram-positif, bersifat aerobik, dan dapat membentuk endospora. Keracunan
akan timbul jika seseorang menelan bakteri atau bentuk sporanya, kemudian
bakteri bereproduksi dan menghasilkan toksin di dalam usus, atau seseorang
mengkonsumsi pangan yang telah mengandung toksin tersebut. Ada dua tipe
toksin yang dihasilkan oleh Bacillus cereus, yaitu toksin yang menyebabkan
diare dan toksin yang menyebabkan muntah (emesis). Gejala keracunan
adalah apabila seseorang mengalami keracunan yang disebabkan oleh toksin
penyebab diare, maka gejala yang timbul berhubungan dengan saluran
pencernaan bagian bawah berupa mual-mual, nyeri perut seperti kram, diare
berair, yang terjadi 8-16 jam setelah mengkonsumsi pangan. Dan bila
seseorang mengalami keracunan yang disebabkan oleh toksin penyebab
muntah, gejala yang timbul akan bersifat lebih parah dan akut serta
berhubungan dengan saluran pencernaan bagian atas, berupa mual dan
muntai yang dimulai 1-6 jam setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar.
2. Clostridium botulinum merupakan bakteri Gram-positif yang dapat membentuk
spora tahan panas, bersifat anaerobik, dan tidak tahan asam tinggi. Toksin
yang dihasilkan dinamakan botulinum, bersifat meracuni saraf (neurotoksik)
yang dapat menyebabkan paralisis. Toksin botulinum bersifat termolabil.
Pemanasan pangan sampai suhu 800 C selama 30 menit cukup untuk
merusak toksin. Sedangkan spora bersifat resisten terhadap suhu pemanasan
normal dan dapat bertahan hidup dalam pengeringan dan pembekuan. Gejala
keracunan yang terjadi adalah berupa mual, muntah, pening, sakit kepala,
pandangan berganda, tenggorokan dan hidung terasa kering, nyeri perut, letih,
lemah otot, paralisis, dan pada beberapa kasus dapat menimbulkan kematian.
Gejala dapat timbul 12-36 jam setelah toksin tertelan. Masa sakit dapat
berlangsung selama 2 jam sampai 14 hari.
Bakteri ini dapat mencemari produk pangan dalam kaleng yang berkadar asam
rendah, ikan asap, kentang matang yang kurang baik penyimpanannya, pie
beku, telur ikan fermentasi, seafood, dan madu.
3. Staphilococcus aureus merupakan bakteri berbentuk kokus/bulat, tergolong
dalam bakteri Gram-positif, bersifat aerobik fakultatif, dan tidak membentuk
spora. Toksin yang dihasilkan bakteri ini bersifat tahan panas sehingga tidak
mudah rusak pada suhu memasak normal. Bakteri dapat mati, tetapi toksin
akan tetap tertinggal. Toksin dapat rusak secara bertahap saat pendidihan
minimal selama 30 menit. Pangan yang dapat tercemar bakteri ini adalah
produk pangan yang kaya protein, misalnya daging, ikan, susu, dan daging
unggas; produk pangan matang yang ditujukan dikonsumsi dalam keadaan
dingin, seperti salad, puding, dan sandwich; produk pangan yang terpapar
pada suhu hangat selama beberapa jam; pangan yang disimpan pada lemari
pendingin yang terlalu penuh atau yang suhunya kurang rendah; serta pangan
yang tidak habis dikonsumsi dan disimpan pada suhu ruang.
Gejala keracunan dapat terjadi dalam jangka waktu 4-6 jam, berupa mual,
muntah (lebih dari 24 jam), diare, hilangnya nafsu makan, kram perut hebat,
distensi abdominal, demam ringan. Pada beberapa kasus yang berat dapat
timbul sakit kepala, kram otot, dan perubahan tekanan darah.

Beberapa peneliti menyarankan penyakit yang disebabkan oleh


Clostridium perfringens dan Bacillus cereus dikategorikan sebagai intoksikasi
karena kedua jenis bakteri ini dapat memproduksi toksin. Akan tetapi menimbulkan
efek keracunan bila sejumlah sel hidup dikonsumsi. Demikian juga Salmonella
dapat menghasilkan enterotoksin dan sitotoksin di dalam saluran pencernaan.
Sebaliknya S. aureus yang tergolong dalam intoksikasi dapat mengkolonisasi
mukosa dalam saluran pencernaan dan menyebabkan diare kronis (Handayani
dan Werdiningsih, 2010).
2.4.2. Infeksi
Infeksi yaitu gangguan kesehatan yang disebabkan oleh serangan kapang
secara langsung baik terhadap organ tubuh yang sehat maupun terhadap organ
yang telah luka. Akibat gangguan kesehatan seperti ini ada juga yang sifat
menular. Contoh infeksi yaitu peradangan telinga, peradangan kornea mata,
endokardit pada jantung, pneumomyceses dan bronhomycoses pada paru-paru
(Syarief et al.,2003).

Bakteri patogen dapat menginfeksi korbannya melalui pangan yang


dikonsumsi. Dalam hal ini, penyebab sakitnya seseorang adalah akibat masuknya
bakteri patogen ke dalam tubuh melalui konsumsi pangan yang telah tercemar
bakteri. Untuk menyebabkan penyakit, jumlah bakteri yang tertelan harus
memadai. Hal itu dinamakan dosis infeksi. Beberapa bakteri patogen yang dapat
menginfeksi tubuh melalui pangan sehingga menimbulkan sakit adalah:

1. Salmonella
Salmonella merupakan bakteri Gram-negatif, bersifat anaerob fakultatif, motil,
dan tidak menghasilkan spora. Salmonella bisa terdapat pada bahan pangan
mentah, seperti telur dan daging ayam mentah serta akan bereproduksi bila
proses pamasakan tidak sempurna. Sakit yang diakibatkan oleh bakteri
Salmonella dinamakan salmonellosis. Cara penularan yang utama adalah
dengan menelan bakteri dalam pangan yang berasal dari pangan hewani yang
terinfeksi. Pangan juga dapat terkontaminasi oleh penjamah yanng terinfeksi,
binatang peliharaan dan hama, atau melalui kontaminasi silang akibat higiene
yang buruk. Penularan dari satu orang ke orang lain juga dapat terjadi selama
infeksi. Gejala keracunan pada kebanyakan orang yang terinfeksi Salmonella,
gejala yang terjadi adalah diare, kram perut, dan demam yang timbul 8-72 jam
setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar. Gejala lainnya adalah
menggigil, sakit kepala, mual, dan muntah. Gejala dapat berlangsung selama
lebih dari 7 hari. Banyak orang dapat pulih tanpa pengobatan, tetapi infeksi
Salmonella ini juga dapat membahayakan jiwa terutama pada anak-anak,
orang lanjut usia, serta orang yang mengalami gangguan sistem kekebalan
tubuh.
2. Clostridium perfringens merupakan bakteri Gram-positif yang dapat
membentuk endospora serta bersifat anaerobik. Bakteri ini terdapat di tanah,
usus manusia dan hewan, daging mentah, unggas, dan bahan pangan kering.
Clostridium perfringens dapat menghasilkan enterotoksin yang tidak dihasilkan
pada makanan sebelum dikonsumsi, tetapi dihasilkan oleh bakteri di dalam
usus. Organisme ini dapat menyebabkan infeksi yang bersifat histotoksik atau
enterotoksigenik. Gejala keracunan dapat terjadi sekitar 8-24 jam setelah
mengkonsumsi pangan yang tercemar bentuk vegetatif bakteri dalam jumlah
besar. Di dalam usus, sel-sel vegetatif bakteri akan menghasilkan enterotoksin
yang tahan panas dan dapat menyebabkan sakit. Gejala yang timbul berupa
nyeri perut, diare, mual, dan jarang disertai muntah. Gejala dapat berlanjut
selama 12-48 jam, tetapi pada kasus yang lebih berat dapat berlangsung
selama 1-2 minggu (terutama pada anak-anak dan orang lanjut usia). Menurut
Soedarto (2015), diagnosis dan pengobatan yang harus dilakukan secepat
mungkin untuk menyelamatkan jiwa penderita dengan cara membuang
jaringan nekrotik (debridemen), memberikan penisilin G dosis tinggi dan
memberikan antitoksin dan oksigen hiperbarik.
3. Bakteri Escherichia coli merupakan mikroflora normal pada usus kebanyakan
hewan berdarah panas. Bakteri ini tergolong bakteri Gram-negatif, berbentuk
batang, tidak membentuk spora, kebanyakan bersifat motil (dapat bergerak)
menggunakan flagela, ada yang mempunyai kapsul, dapat menghasilkan gas
dari glukosa, dan dapat memfermentasi laktosa. Kebanyakan strain tidak
bersifat membahayakan, tetapi ada pula yang bersifat patogen terhadap
manusia, seperti Enterohaemorragic Escherichia coli (EHEC). Escherichia coli
O157:H7 merupakan tipe EHEC yang terpenting dan berbahaya terkait dengan
kesehatan masyarakat. E. coli dapat masuk ke dalam tubuh manusia terutama
melalui konsumsi pangan yang tercemar, misalnya daging mentah, daging
yang dimasak setengah matang, susu mentah, dan cemaran fekal pada air dan
pangan. Gejala penyakit yang disebabkan oleh EHEC adalah kram perut, diare
(pada beberapa kasus dapat timbul diare berdarah), demam, mual, dan
muntah. Masa inkubasi berkisar 3-8 hari, sedangkan pada kasus sedang
berkisar antara 3-4 hari.
PENUTUP

Kesimpulan
Endotoksin dan eksotoksin memiliki tingkat bahaya yang sama apabila
terdapat dalam aliran darah dan bisa menyebabkan sakit hingga kematian.
Meskipun begitu, perkembangan dalam teknologi kesehatan membuat
keberadaan toksin yang dihasilkan oleh bakteri menjadi obat bagi penyakit itu
sendiri maupun yang disebakan oleh bakteri lain. Maka dari itu dengan
pengetahuan yang cukup kita bisa menyikapi dengan benar kebradaan bakteri dan
toksin yang hidup diantara kita.
DAFTAR PUSTAKA

Arthur G Johnson Ph.D. (mikrobiologi dan imunologi) alih bahasaDr, Yulius E.S.
1994 jakarta binarupa aksara
http://ilmupangan.blogspot.com/2008/04/perbedaan-endotoksin-dan
eksotoksin.html diakses pada hari selasa 6 juni 2107 jam 20.48
Marsidi, N. I. (2005). mikroorganisme patogen dan parasit di dalam air limbah
domestik serta alternatif teknologi pengolahan. Jal, 1 (1).
Prof dr. D. Dwijseputro. Dasar- dasar mikrobiologi.1994. Jakarta: Penerbit
Djambatan
Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan
RI.1989.Bakteriologi Umum.Jakarta.hal55-57
Ridawati, A. d. (2013). Bahan Toksik dalam Makanan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.

Soedarto. (2015). Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Sagung Seto.

Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994: Buku ajar


Mikrobiologi Kedokteran
Syarief Rizal, L. E. (2003). Mikotoksin bahan pangan. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.

Werdiningsih, b. r. (2010). kondisi sanitasi dan keracunan makanan tradisional.


agroteksos, Vol 20 :2-3.

Вам также может понравиться