Вы находитесь на странице: 1из 12

TEORI AKUNTANSI

“Konsep dan Penerapan Akuntansi Syariah”

Dosen Pengampu:
Theresia DwiHastuti.,MSi.,Akt.,CPA.

Disusun Oleh :

Monica Sari Pertiwi 12.60.0297


Dian Putri D 12.60.0171
Tara Astuti K 16.G2.0010

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS KATHOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2017
Tujuan Laporan Keuangan Akuntansi Syari’ah
Tujuan akutansi syari’ah dibedakan dengan tujuan laporan keuangan akuntansi
syari’ah. Tujuan akuntansi syari’ah berdasarkan pada tujuan ekonomi Islam, yaitu
pemerataan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat dan tidak hanya diperuntukan pada
seseorang atau segolongan orang saja.oleh sebab itu, Islam menyediakan sarana untuk
pemerataan kesejahteraan dengan sistem zakat, infak, sedekah, dan sistem tanpa bunga.
Pelaporan keuangan dan sistem akuntansi dalam Islam didesain sesuai dengan sistem
ekonomi dan bisnis Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah (Hadis).

Konsep Dasar Akuntansi Syariah


Konsep dasar (basic consepts/basic feature) disebut juga asumsi atau postulat, adalah
aksioma atau pernyataan yang tidak perlu dibuktikan lagi kebenarannya karena secara umum
telah diterima kesesuaiannya dengan tujuan laporan keuangan, dan menggambarkan
lingkungan ekonomi, politik, sosial, dan hukum dimana akuntansi beroperasi. Jelas bahwa
penentuan konsep dasar dipengaruhi oleh karakteristik lingkungan di mana akuntansi
beroperasi. Ia diturunkan dari tujuan laporan keuangan berfungsi sebagai fondasi bagi
prinsip-prinsip akuntansi. Sebagaimana dibahas sebelumnya, tujuan laporan keuangan
akuntansi syariah adalah untuk memberikan pertanggungjawaban dan informasi. Menurut
Belkoui, seperti dikutip oleh Rosjidi, konsep dasar akuntansi adalah entitas akuntansi,
kesinambungan, unit pengukuran, dan periode akuntansi, yang masing-masing konsep dasar
dibahas di bawah ini:
1. Entitas Bisnis (Business Entity/al-Wihdah al-Iqtishadiyah)
Entitas atau kesatuan bisnis adalah perusahaan dianggap sebagai entitas ekonomi dan
hukum terpisah dari pihak-pihak yang berkepentingan atau para pemiliknya secara
pribadi.. Oleh karena itu seluruh transaksi keuangan dan informasi akuntansi hanya
berhubungan dengan entitas dimaksud-perusahaan-yang membatasi kepentingan para
pemiliknya.
2. Kesinambungan (going concern).
Konsep ini merupakan suatu konsep yang menganggap entitas akan berjalan terus, apabila
tidak terdapat bukti sebaliknya. Ini didasarkan pada pengertian bahwa kehidupan ini juga
berkesinambungan. Pengaplikasian kaidah ini adalah untuk penentuan dan penghitungan
laba serta menghitung harga-harga sisa suplai untuk tujuan penghitungan zakat harta. Dari
sini dapat dipahami bahwa perhitungan zakat itu berdasarkan kesinambungan (kontinuitas)
sebuah perusahaan dan bukan berdasar penutupan atau likuidasi suatu perusahaan. Tidak
ada perbedaan pendapat dikalangan ulama mengenai masalah ini.
3. Stabilitas Daya Beli Unit Moneter (The Stability of the Purchasing Power of the Monetary
Unit).
Postulat ini merupakan term yang digunakan oleh Adnan dan Gaffikin terhadap suatu term
yang biasanya disebut “unit pengukuran (unit of measure) atau “unit moneter (moneter
unit) seperti digunakan oleh beberapa penulis buku. Postulat ini menunjukkan pentingnya
menilai aktifitas-aktifitas ekonomi dan mengesahkannya atau menegaskannya dalam surat-
surat berdasarkan kesatuan moneter, dengan memposisikannya sebagai nilai-nilai terhadap
barang-barang, serta ukuran untuk penentuan harga dan sekaligus sebagai pusat harga.
4. Periode Akuntansi.
Dalam Islam, ada hubungan erat antara kewajiban membayar zakat dengan dasar periode
akuntansi (haul)., setiap Muslim secara otomatis diperintahkan untuk menghitung
kekayaannya setiap tahun untuk menentukan besarnya zakat yang harus ia bayar .
Mengenai waktu pembayarannya, bila menggunakan kalender Hijriyah, maka awal tahun
penghitungan zakat adalah bulan Muharram. Adapun bila menggunakan kalender Masehi,
awal tahun adalah bulan Januari.

Prinsip Akuntansi Syariah


Prinsip akuntansi syariah merupakan aturan keputusan umum yang diturunkan dari tujuan
laporan keuangan dan konsep dasar akuntansi syariah yang mengatur pengembangan tehnik
akuntansi syariah. Prinsip-prinsip akuntansi syariah sebagai berikut:
1. Prinsip pengungkapan penuh (full disclosure principle)
Prinsip ini mengharuskan laporan akutansi untuk mengungkapkan hal-hal yang penting
agar laporan tersebut tidak menyesatkan . Hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan
pemenuhan hak dan kewajiban kepada Allah, masyarakat, dan individu yang
berkepentingan dengan perusahaan. Dengan demikian, akuntansi syariah dilandasi oleh
nilai kejujuran dan kebenaran,
2. Prinsip konsistensi ( consistensy principle)
Prosedur akuntansi yang digunakan oleh suatu entitas harus sesuai untuk pengukuran
posisi dan kegiatannya dan harus dianut secara konsisten dari waktu ke waktu , sesuai
dengan prinsip yang dijabarkan oleh syariah . Penekanan pada konsisten terhadap prinsip
yang sesuai dengan syariah berarti tak ada konsistensi terhadap suatu prinsip yang tidak
sesuai syariah, sehingga apabila pelaporan menggunakan prinsip akuntansi yang tidak
sesuai syariah dan harus dilakukan penyesuaian atas perubahan prinsip akuntansi, dan hal
ini harus dilaporkan dalam laporan keuangan. Prinsip konsistensi menyebabkan
penggunaan prinsip yang sesuai dengan prinsip syariah tersebut harus dilaksanakan secara
konsisten dalam periode-periode selanjutnya.
3. Prinsip dasar akrual (accrual basis principle)
Akrual (accrual) diartikan sebagai proses pengakuan non-kas dan keadaanya pada saat
terjadinya. Akrual mengakibatkan pengakuan pendapatan berarti peningkatan aset dan
beban berarti peningkatan kewajiban sebesar jumlah tertentu yang diterima atau dibayar-
biasanya dalam bentuk cash-dimasa depan . Penentuan hasil usaha periodik dan posisi
keuangan perusahaan dipengaruhi oleh metode pengakuan dan pengukuran atas sumber-
sumber ekonomi dan kewajiban perusahaan, serta seluruh perubahannya pada saat realisasi
penerimaan atau pengeluaran uang (cash basis) .
Namun prinsip itu menemukan pengecualian dalam syirkah mudarabah yang bersifat
sementara, yaitu pendapatan diakui dengan dasar kas (cash basis) . Hal ini disebabkan
syirkah mudarabah yang sifatnya sementara, kelangsungan usahanya sebatas kontrak yang
disetujui, biasanya relatif pendek.
4. Prinsip nilai tukar yang sedang berlaku (exchange value general level price)
Penilaian dan pengukuran harta, utang, modal, laba, serta elemen-elemen lain laporan
keuangan akuntansi syariah, menggunakan nilai tukar yang sedang berlaku. Imam Malik,
mengenai hal ini, berpendapat bahwa dalam syirkah mudarabah, jika pemilik harta ingin
melakukan penghitungan harta sebelum semua barang terjual, yang dinilai adalah barang-
barang yang masih tersisa berdasarka harga jual waktu itu dan penghitungan dilakukan
dengan cara seperti ini. Namun pada barang yang masih mempunyai pasar- belum terjual
dan masih bertahan di pasar -, barang-barang ini dinilai berdasarkan nilai jual yang
mungkin.
5. Prinsip penandingan (matching).
Prinsip penandingan menyatakan bahwa beban (expense) harus diakui pada periode yang
sama dengan pendapatan (revenue). Hubungan terbaik dapat dicapai ketika hubungan
tersebut menggambarkan hubungan sebab-akibat antara biaya dan pendapatan. Jika laba
dilaporkan secara bertahap sepanjang keseluruhan proses operasi perusahaan, pengukuran
aktiva bersih perusahaan akam meningkat tatkala nilai ditambahkan oleh perusahaan.
Dalam kasus ini, tidak ada keperluan untuk konsep penandingan. Akan tetapi, karena
transaksi pendapatan dan beban dilaporkan secara terpisah, karena perolehan dan
pembayaran barang dan jasa biasanya tidak bersamaan dengan proses penjualan dan
penagihan berkaitan dengan produk yang sama dari perusahaan, penandingan harus
dianggap diperlukan, atau setidaknya suatu ketentuan yang diinginkan.

AKUNTANSI IJARAH
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam waktu
tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset
itu sendiri. Ijarah merupakan sewa-menyewa obyek ijarah tanpa perpindahan risiko dan
manfaat yang terkait kepemilikan aset terkait, dengan atau tanpa wa’ad untuk memindahkan
kepemilikan dari pemilik (mu’jir) kepada penyewa (musta’jir) pada saat tertentu.
Perpindahan kepemilikan suatu aset yang diijarahkan dari pemilik kepada penyewa, dalam
ijarah muntahiyah bittamlik, dilakukan jika seluruh pembayaran sewa atas objek ijarah yang
dialihkan telah diselesaikan dan obyek ijarah telah diserahkan kepada penyewa dengan
membuat akad terpisah secara:
a) hibah;
b) penjualan sebelum akad berakhir sebesar sebanding dengan sisa cicilan sewa atau harga
yang disepakati;
c) penjualan pada akhir masa ijarah dengan pembayaran tertentu sebagai referensi yang
disepakati dalam akad; atau
d) penjualan secara bertahap sebesar harga tertentu yang disepakati dalam akad. Pemilik
dapat meminta penyewa untuk menyerahkan jaminan atas ijarah untuk menghindari risiko
kerugian. Jumlah, ukuran, dan jenis obyek ijarah harus jelas diketahui dan tercantum
dalam akad.

Ijarah muntahiyah bittamlik adalah ijarah dengan wa’ad perpindahan kepemilikan


obyek ijarah pada saat tertentu. Nilai wajar adalah jumlah yang dipakai untuk
mempertukarkan suatu aset antara pihak-pihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan
memadai dalam suatu transaksi dengan wajar (arms length transaction). Obyek ijarah adalah
manfaat dari penggunaan aset berwujud atau tidak berwujud. Umur manfaat adalah suatu
periode dimana aset diharapkan akan digunakan atau jumlah produksi/unit serupa yang
diharapkan akan diperoleh dari aset. Wa’ad adalah janji dari satu pihak kepada pihak lain
untuk melaksanakan sesuatu.
PENGAKUAN DAN PENGUKURAN
Akuntansi Pemilik (Mu'jir)

Biaya Perolehan
Obyek ijarah diakui pada saat obyek ijarah diperoleh sebesar biaya perolehan. Biaya
perolehan obyek yang berupa aset tidak berwujud mengacu ke PSAK 19: Aset Tidak
Berwujud.

Penyusutan
Obyek ijarah, jika berupa aset yang dapat disusutkan atau diamortisasi, sesuai dengan
kebijakan penyusutan atau amortisasi untuk aset sejenis selama umur manfaatnya (umur
ekonomis). Kebijakan penyusutan atau amortisasi yang dipilih harus mencerminkan pola
konsumsi yang diharapkan dari manfaat ekonomi di masa depan dari obyek ijarah. Umur
ekomonis dapat berbeda dengan umur teknis. Misalnya, mobil yang dapat dipakai selama 10
tahun diijarahkan dengan akad ijarah muntahiyah bittamlik selama 5 tahun. Dengan demikian
umur ekonomisnya adalah 5 tahun. Pengaturan penyusutan obyek ijarah yang berupa aset
tetap sesuai dengan PSAK 16: Aset Tetap dan amortisasi aset tidak berwujud sesuai dengan
PSAK 19: Aset Tidak Berwujud.

Pendapatan dan Beban


Pendapatan sewa selama masa akad diakui pada saat manfaat atas aset telah
diserahkan kepada penyewa. Piutang pendapatan sewa diukur sebesar nilai yang dapat
direalisasikan pada akhir periode pelaporan. Pengakuan biaya perbaikan obyek ijarah adalah
sebagai berikut:
a) biaya perbaikan tidak rutin obyek ijarah diakui pada saat terjadinya;
b) jika penyewa melakukan perbaikan rutin obyek ijarah dengan persetujuan pemilik, maka
biaya tersebut dibebankan kepada pemilik dan diakui sebagai beban pada saat terjadinya;
dan
c) dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui penjualan secara bertahap, biaya perbaikan
obyek ijarah yang dimaksud dalam huruf (a) dan (b) ditanggung pemilik maupun
penyewa sebanding dengan bagian kepemilikan masing-masing atas obyek ijarah. Biaya
perbaikan obyek ijarah merupakan tanggungan pemilik. Perbaikan tersebut dapat
dilakukan oleh pemilik secara langsung atau dilakukan oleh penyewa atas persetujuan
pemilik.
Perpindahan Kepemilikan
Pada saat perpindahan kepemilikan objek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam ijarah
muntahiyah bittamlik dengan cara:
a) hibah, maka jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai beban;
b) penjualan sebelum berakhirnya masa, sebesar sisa cicilan sewa atau jumlah yang
disepakati, maka selisih antara harga jual dan jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai
keuntungan atau kerugian;
c) penjualan setelah selesai masa akad, maka selisih antara harga jual dan jumlah tercatat
objek ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian; atau
d) penjualan objek ijarah secara bertahap, maka: (i) selisih antara harga jual dan jumlah
tercatat sebagian objek ijarah yang telah dijual diakui sebagai keuntungan atau kerugian;
sedangkan (ii) bagian objek ijarah yang tidak dibeli penyewa diakui sebagai aset tidak
lancar atau aset lancar sesuai dengan tujuan penggunaan aset tersebut.

Akuntansi Penyewa (Musta'jir)


Beban sewa diakui selama masa akad pada saat manfaat atas aset telah diterima.
Utang sewa diukur sebesar jumlah yang harus dibayar atas manfaat yang telah diterima.
Biaya pemeliharaan obyek ijarah yang disepakati dalam akad menjadi tanggungan penyewa
diakui sebagai beban pada saat terjadinya.
Biaya pemeliharaan obyek ijarah, dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui penjualan obyek
ijarah secara bertahap, akan meningkat sejalan dengan peningkatan kepemilikan obyek ijarah.

Perpindahan Kepemilikan
Pada saat perpindahan kepemilikan objek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam ijarah
muntahiyah bittamlik dengan cara:
a) hibah, maka penyewa mengakui aset dan keuntungan sebesar nilai wajar objek ijarah
yang diterima;
b) pembelian sebelum masa akad berakhir, maka penyewa mengakui aset sebesar
pembayaran sisa cicilan sewa atau jumlah yang disepakati;
c) pembelian setelah masa akad berakhir, maka penyewa mengakui aset sebesar
pembayaran yang disepakati; atau
d) pembelian objek ijarah secara bertahap, maka penyewa mengakui aset sebesar biaya
perolehan objek ijarah yang diterima
Jual-dan-Ijarah
Transaksi jual-dan-ijarah harus merupakan transaksi yang terpisah dan tidak saling
bergantung (ta’alluq) sehingga harga jual harus dilakukan pada nilai wajar. Jika suatu entitas
menjual obyek ijarah kepada entitas lain dan kemudian menyewanya, maka entitas tersebut
mengakui keuntungan atau kerugian pada periode terjadinya penjualan dalam laporan laba
rugi dan menerapkan perlakuan akuntansi penyewa. Keuntungan atau kerugian yang timbul
dari transaksi jual dan ijarah tidak dapat diakui sebagai pengurang atau penambah beban
ijarah. Jika suatu entitas menyewakan lebih lanjut kepada pihak lain atas aset yang
sebelumnya disewa dari pemilik, maka entitas tersebut menerapkan perlakuan akuntansi
pemilik dan akuntansi penyewa dalam PSAK ini.
Perlakuan akuntansi penyewa diterapkan untuk transaksi antara entitas (sebagai penyewa)
dengan pemilik, dan perlakuan akuntansi pemilik diterapkan untuk transaksi antara entitas
(sebagai pemilik) dengan pihak penyewa-lanjut.

PENYAJIAN
Pendapatan ijarah disajikan secara neto setelah dikurangi beban-beban yang terkait, misalnya
beban penyusutan, beban pemeliharaan dan perbaikan, dan sebagainya.

PENGUNGKAPAN
Pemilik mengungkapkan dalam laporan keuangan terkait transaksi ijarah dan ijarah
muntahiyah bittamlik, tetapi tidak terbatas, pada:
a) penjelasan umum isi akad yang signifikan yang meliputi tetapi tidak terbatas pada: (i)
keberadaan wa’ad pengalihan kepemilikan dan mekanisme yang digunakan (jika ada
wa’ad pengalihan kepemilikan); (ii) pembatasan-pembatasan, misalnya ijarahlanjut; (iii)
agunan yang digunakan (jika ada);
b) nilai perolehan dan akumulasi penyusutan untuk setiap kelompok aset ijarah;
c) keberadaan transaksi jual-dan-ijarah (jika ada).

Penyewa mengungkapkan dalam laporan keuangan terkait transaksi ijarah dan ijarah
muntahiyah bittamlik, tetapi tidak terbatas, pada:
a) penjelasan umum isi akad yang signifikan yang meliputi tetapi tidak terbatas pada: (i)
total pembayaran; (ii) keberadaan wa’ad pemilik untuk pengalihan kepemilikan dan
mekanisme yang digunakan (jika ada wa’ad pemilik untuk pengalihan kepemilikan); (iii)
pembatasan-pembatasan, misalnya ijarahlanjut; (iv) agunan yang digunakan (jika ada);
dan
b) keberadaan transaksi jual-dan-ijarah dan keuntungan atau kerugian yang diakui (jika ada
transaksi jualdan-ijarah).

TANGGAL EFEKTIF
Pernyataan ini berlaku untuk penyusunan dan penyajian laporan keuangan entitas yang
dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2009. Penerapan lebih dini dianjurkan. Jika
entitas menerapkan Pernyataan ini untuk periode yang dimulai sebelum 1 Januari 2009, maka
fakta tersebut harus diungkapkan.

PENARIKAN
Pernyataan ini menggantikan PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah, yang berhubungan
dengan perlakuan akuntansi untuk pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan atas
transaksi ijarah.

AKUNTANSI HAWALAH
Pernyataan ini diterapkan untuk entitas keuangan syariah yang melakukan transaksi hawalah.
Entitas keuangan syariah yang dimaksud, antara lain, adalah:
a) perbankan syariah sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
b) entitas keuangan syariah nonbank, seperti lembaga pembiayaan; dan
c) entitas keuangan lain yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku
untuk melakukan transaksi hawalah.

Definisi
Hawalah adalah pengalihan utang dari satu pihak kepada pihak lain, terdiri atas
hawalah muqayyadah dan hawalah muthlaqah. Hawalah muqayyadah adalah hawalah di
mana muhil adalah pihak yang berutang sekaligus berpiutang kepada muhal ‘alaih. Hawalah
muthlaqah adalah hawalah di mana muhil adalah pihak yang berutang, tetapi tidak berpiutang
kepada muhal ‘alaih. Hawalah bil ujrah adalah hawalah dengan pengenaan ujrah/fee yang
berlaku pada hawalah muthlaqah. Muhil adalah pihak yang berutang dan sekaligus
berpiutang. Muhal adalah pihak yang berpiutang kepada muhil. Muhal ‘alaih adalah pihak
yang berutang kepada muhil dan wajib membayar utang kepada muhal. Pengambilalihan
utang adalah pemindahan utang nasabah dari suatu entitas keuangan syariah ke entitas
keuangan syariah lain.

Karakteristik
Hawalah yang dimaksud meliputi pengalihan utang syariah. Dalam hal hawalah
dilakukan dengan pengalihan utang syariah maka hanya boleh dilakukan dengan hawalah
muthlaqah di mana tidak ada hubungan utang piutang antara muhal ‘alaih dengan muhil
sebelum transaksi hawalah. Entitas keuangan syariah yang bertindak sebagai muhal ‘alaih
boleh mendapatkan ujrah (fee) atas kesediaan dan komitmen untuk membayar utang muhil.
Besarnya ujrah harus ditetapkan pada saat akad secara jelas, tetap, dan pasti. Jika hawalah
telah dilakukan, maka hak penagihan muhal berpindah kepada muhal ‘alaih.

PENGAKUAN DAN PENGUKURAN


Akuntansi Pihak yang Mengalihkan Utang
Pihak yang mengalihkan utang (muhil) kepada pihak yang menerima pengalihan utang
(muhal ‘alaih) menghentikan pengakuan utang kepada pihak berpiutang sebelumnya (muhal)
dan mengakui utang baru kepada muhal ‘alaih pada saat selesainya pengalihan utang.
 Pengalihan utang diselesaikan apabila muhal ‘alaih telah menyelesaikan seluruh utang
muhil kepada muhal dan antara muhal dan muhil sudah tidak ada lagi hubungan
utangpiutang.
 Perlakuan akuntansi untuk transaksi antara muhal ‘alaih dengan muhil setelah pengalihan
utang sesuai dengan akad yang digunakan yang diatur dalam PSAK yang relevan.
 Ujrah (fee) yang dibayarkan kepada muhal ‘alaih diakui sebagai beban pada saat
terjadinya pengambilalihan utang jika utang harus dilunasi dalam jangka pendek sejak
pengalihan, namun diakui secara garis lurus selama periode pelunasan untuk utang jangka
panjang.
 Biaya transaksi hawalah yang dikeluarkan diakui sebagai beban pada saat terjadinya.
 Biaya transaksi yang harus diselesaikan atau dibayarkan kepada muhal ‘alaih, termasuk
tetapi tidak terbatas pada biaya legal dan biaya administrasi.
 Utang kepada muhal ‘alaih dihentikanpengakuannya pada saat diselesaikan.
Akuntansi Pihak yang Menerima Pengalihan Utang
 Pihak yang menerima pengalihan utang (muhal ‘alaih) mengakui piutang dari muhil pada
saat pembayaran kepada pihak muhal sebesar jumlah utang yang diambil alih.
 Pengambilalihan diselesaikan apabila muhal ‘alaih telah menyelesaikan seluruh utang
muhil kepada muhal dan antara muhal dan muhil sudah tidak ada lagi hubungan
utangpiutang.
 Perlakuan akuntansi untuk transaksi antara muhal ‘alaih dengan muhil setelah pengalihan
utang sesuai dengan akad yang digunakan yang diatur dalam PSAK yang relevan.
 Ujrah (fee) yang diterima diakui sebagai pendapatan pada saat terjadinya pengambilalihan
utang, jika piutang dari muhil akan dilunasi dalam jangka pendek sejak pengalihan,
namun diakui secara proporsional dengan jumlah piutang yang dapat ditagih untuk
piutang jangka panjang.
 Penghasilan dalam bentuk ujrah dari pengalihan utang muhil kepada muhal diakui
sekaligus pada saat penyelesaian dan tidak diakui sesuai dengan jatuh tempo atau
penerimaan angsuran dari muhil, di mana penghasilan tersebut tidak terkait dengan
penyelesaian piutang dari muhil.
 Jika terdapat bukti obyektif atas penyelesaian piutang dari muhil yang mengakibatkan
jumlah yang dapat tertagih lebih rendah dari jumlah tagihan maka harus dibuat penyisihan
piutang dari muhil sesuai dengan PSAK yang relevan.
 Piutang kepada muhil dihentikan-pengakuannya pada saat diselesaikan.

PENYAJIAN
Entitas keuangan syariah menyajikan piutang dari muhil terpisah dari piutang lainnya dalam
neraca sebesar jumlah yang belum dilunasi. Piutang dari muhil disajikan secara terpisah dari
piutang lainnya atau pos lainnya untuk membedakan piutang yang timbul dari penyaluran
secara internal dan piutang pihak lain yang dialihkan.

PENGUNGKAPAN
Entitas keuangan syariah mengungkapkan terkait pengalihan utang, tetapi tidak terbatas,
pada:
a) Jumlah dan saldo utang yang dialihkan pada tanggal pelaporan;
b) Persentase utang yang dialihkan terhadap total piutang;
c) Kebijakan manajemen risiko atas utang yang dialihkan; dan
d) Kebijakan akuntansi yang digunakan untuk utang yang dialihkan.
TANGGAL EFEKTIF
Pernyataan ini berlaku untuk penyusunan dan penyajian laporan keuangan yang dimulai pada
atau setelah tanggal 1 Januari 2009. Penerapan lebih dini dianjurkan. Jika entitas menerapkan
Pernyataan ini untuk periode yang dimulai sebelum 1 Januari 2009, maka fakta tersebut harus
diungkapkan.

Вам также может понравиться