Вы находитесь на странице: 1из 43

Presentasi Kasus Bangsal

DISTROFI MUSKULAR PROGRESIF

Oleh
Baiq Hilya Kholida

Moderator
dr. Herlina Suryawati, Sp.S

BAGIAN / SMF NEUROLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO /
RSUP Dr. KARIADI SEMARANG
2015

1
BAB I

DISTROFI MUSKULAR PROGRESIF

I.1. PENDAHULUAN

Distrofi muskular merupakan penyakit yang bersifat herediter disebabkan oleh


degenerasi dan nekrosis dari otot skelet.1 Ciri khas dari penyakit ini otot yang terlibat
adalah otot skelet, onsetnya yang tidak jelas, dan penyakit berjalan secara progresif.
Klasifikasi dari distrofi muskular didasarkan pada bentuk klinis dan kreteria genetik,
dan karena defek genetik tersebut kelainan ototnya tidak dapat diidentifikasi secara
mendalam. 1,2
Distrofi muskular dapat dibedakan dari jenis miopati yang lain dengan adanya
gejala penyerta seperti kelainan endokrin, inflamasi, defisiensi enzim, perubahan
morfologi tertentu yang terjadi pada miopati kongenital.2,4
Perubahan patologi pada otot yang mengalami distrofi terjadi secara primer
dan bukan disebabkan oleh penyakit sekunder akibat kelainan sistem saraf pusat atau
saraf perifer. Bentuk distrofi yang sering terjadi yaitu duchenne, facioscapulohumeral,
dan myotonik.
Angka kejadian distrofi muskular tergantung klasifikasi genetiknya dimana
untuk X linked resesif yaitu Duchene sekitar 30/100.000 kelahiran anak laki laki. dan
Beckers 3-6/100.000 kelahiran anak laki laki, sedangkan untuk yang autosomal
dominan yaitu myoklonik sekitar >10/100.000 kelahiran, fascioskapulohumeral
sekitar 0,5/100.000 kelahiran.2,4
Pendekatan ilmu pengetahuan tentang pathogenesis dari muscular distrofi
yaitu tipe Duchene dan tipe Beckers muscular distrofi dilakukan secara lebih
mendalam. Dimana kita ketahui bahwa kedua jenis distrofi tersebut terjadi defisiensi
pada membran protein yang dikenal sebagai distrofin.1,2,4
Gambaran klinik yang khas yaitu kelemahan otot yang progresif. Pada distrofi
muskular Duchenne terjadi pada usia anak atau remaja muda dan biasanya bersifat
fatal pada akhir usia 10 tahun-20 tahun, bentuk distrofi lain mulai pada onset yang
terlambat dan otot yang terlibat sedikit, dan progresifitasnya lebih lambat, dimana hal
ini juga dapat mengakibatkan disabilitas yang lebih ringan. 1,2,4

2
I.2 DIFINISI

Distrofi muscular merupakan penyakit otot yang bersifat herediter dengan


perjalanan klinis yang bersifat progresif.1 Ciri khas dari penyakit ini otot yang terlibat
adalah otot skelet, onsetnya yang tidak jelas sejak usia infant atau setelah beberapa
waktu menunnjukkan fungsi motorik normal, penyakit berjalan secara progresif
dimana terjadi degenerasi dan nekrosis dari otot skelet.1,2
Distrofin merupakan protein yang sangat panjang dengan berat molekul 427
kDa dan terdiri dari 3685 asam amino. Penyebab utama proses degeneratif pada
distrofi muskular kebanyakan akibat delesi pada segmen gen yang bertanggung jawab
terhadap pembentukan protein distrofin pada membran sel otot, sehingga
menyebabkan ketidaan protein tersebut dalam jaringan otot.2,4
Erb pada tahun 1884 untuk pertama kali memakai istilah dystrophia
muscularis progressiva. Pada tahun 1855, Duchenne memberikan deskripsi lebih
lengkap mengenai distrofi muskular progresif pada anak-anak. Becker
mendeskripsikan penyakit distrofi muskular yang dapat diturunkan secara autosomal
resesif, autosomal dominan atau X-linked resesif. Hoffman et al menjelaskan bahwa
kelainan protein distrofin merupakan penyebab utama distrofi muskular Duchenne
dan ditrofi muskular Becker.1,2

Gambar 1: Duchene diturunkan melalui X-linked resesif


Dikutip dari: The Muscular Dystrophy Association, Distrofia Muscular de Duchenne: www.mda.org.au
Penyakit tersebut diturunkan melalui X-linked resesif, dan hanya mengenai
pria, sedangkan perempuan hanya sebagai karier. Pada distrofi muskular Duchenne
terdapat kelainan genetik yang terletak pada kromosom X, lokus Xp21.2 yang
bertanggung jawab terhadap pembentukan protein distrofin. Perubahan patologi pada

3
otot yang mengalami distrofi terjadi secara primer dan bukan disebabkan oleh
penyakit sekunder akibat kelainan sistem saraf pusat atau saraf perifer.1,2

I.3. EPIDEMOLOGI
Angka kejadian distrofi muskular tergantung klasifikasi genetiknya dimana
untuk X linked resesif yaitu Duchene sekitar 13-30/100.000 kelahiran anak laki laki.
dan insiden beckers sekitar 10% dari duchenne yaitu 3-6/100.000 kelahiran anak laki
laki, sebagian besar pasien muncul pada umur 5-25 tahun. sedangkan untuk yang
autosomal dominan yaitu myoklonik sekitar >10/100.000 kelahiran,
fascioskapulohumeral sekitar 0,5/100.000 kelahiran.1,2,4

I.4. ANATOMI OTOT


Otot membentuk 43% berat badan, lebih dari sepertiga nya merupakan protein
tubuh dan setengahnya merupakan tempat terjadinya aktivitas metabolik saat tubuh
istirahat. Proses vital di dalam tubuh (seperti kontraksi jantung, kontriksi pembuluh
darah, bernapas, peristaltik usus) terjadi karena adanya aktivitas otot.3
Fungsi Sistem Otot Rangka :
 Menghasilkan gerakan rangka.
 Mempertahankan sikap & posisi tubuh.
 Menyokong jaringan lunak.
 Menunjukkan pintu masuk & keluar saluran dlm sistem tubuh.
 Mempertahankan suhu tubuh, kontraksi otot, energi menjadi panas. 3
Struktur Otot Rangka:

 Tendo
Hampir semua otot rangka menempel pada tulang. Tendon merupakan
jaringan ikat fibrosa (tidak elastis) yang tebal dan berwarna putih yang
menghubungkan otot rangka dengan tulang.
 Fascia
o Seluruh serat otot dihimpun menjadi satu oleh jaringan ikat yang
disebut epimysium (fascia).
o Otot rangka merupakan kumpulan fasciculus (berkas sel otot berbentuk
silindris yang diikat oleh jaringan ikat).
o Setiap fasciculus dipisahkan oleh jaringan ikat perimysium

4
o Di dalam fascculus, endomysium mengelilingi 1 berkas sel otot.
o Di antara endomysium dan berkas serat otot tersebar sel satelit yang
berfungsi dalam perbaikan jaringan otot yang rusak
 Sarcolemma (membran sel/serat otot) dan Sarcoplasma
o Unit struktural jaringan otot ialah serat otot (diameter 0,01- 0,1 mm;
panjang 1-40 mm).
o Besar dan jumlah jaringan, terutama jaringan elastik, akan meningkat
sejalan dengan penambahan usia.
o Setiap 1 serat otot dilapisi oleh jaringan elastik tipis yang disebut
sarcolemma.
o Protoplasma serat otot yg berisi materi semicair disebut sarkoplasma.
o Di dalam matriks serat otot terbenam unit fungsional otot berdiameter
0,001 mm yg disebut miofibril.
 Miofibril (diameter 1-2mm)
o Di bawah mikroskop, miofibril akan tampak seperti pita gelap dan
terang yang bersilangan.
o Pita gelap (thick filament) dibentuk oleh miosin
o Pita terang (thin filament) dibentuk oleh aktin, troponin dan
tropomiosin.3
 Sarkomer
o 1 sarkomer terdiri dari :
o filamen tebal,
o filamen tipis,
o protein yg menstabilkan posisi filamen tebal dan tipis
o protein yg mengatur interaksi antara filamen tebal dan tipis.
o Pita gelap (pita/ bands A~anisotropik); pita terang (pita/bands I
~isotropik)
o Filamen tebal tdp di tengah sarkomer Pita A, tdd 3 bgn:- garis M; zona
H; dan zona overlap.
o Filamen tebal terdapat pada pita I; garis Z merupakan batas antara 2
sarkomer yang berdekatan dan mengandung protein Connecting yang
menghubungkan filamen tiois pada sarkomer yang berdekatan.3

5
 Retikulum sarkoplasma
o Jejaring kantung dan tubulus yang terorganisir pada jaringan otot dan
retikulum endoplasma di sel lain.
o Terdiri dari tubulus-tubulus yang sejajar dengan miofibril, yang pada
garis Z dan zona H bergabung membentuk kantung (lateral sac) yang
dekat dengan sistem tubulus transversal (Tubulus T).
o Tempat penyimpanan ion Ca2+.
o Tubulus T yaitu saluran untuk berpindahnya cairan yang mengandung
ion.
o Tubulus T dan retikulum sarkoplasma berperan dlm metabolisme,
eksitasi, dan kontraksi otot.
 Motor end plates
o merupakan tempat inervasi ujung-ujung saraf pada otot.

Gambar 2 : Anatomi serabut saraf


Dikutip dari muscle anatomy Wikipedia, encyclopedia

I.5. KLASIFIKASI
Klasifikasi berdasarkan kreteria genetik dan distribusi dari degenerasi otot
dibagi menjadi empat tipe yaitu, duchene, becker, facioscapulohumeral dan tipe limb-

6
girdle. Katagori lain termasuk distrofi oculofaringeal, distal miophati distrofi, distrofi
muscular tipe emery-dreifuss, distrofi myotonik. Diagnosis ditentukan dari jenis klnis
dan gambaran genetic pemeriksaan elektriofisiologi dan evaluasi histologi.
Klasifikasi berdasarkan sifat genetik antara lain: 1,2,4
Tipe Gambaran klinis
X linked resesif
Duchenne Kelemahan yang bersifat progresif pada otot sendi panggul
terutama pelvis pada usia 4 tahun, pembesaran
(pseudohipertrofi) betis, pada awalnya otot yang terlibat
antara lain illiopsoas, quadriceps dan gluteus kemudian
akan diikuti oleh otot pretibial, otot pektoralis, otot bahu dan
otot pada anggota gerak atas akan terlibat setelah otot pelvis.
Pasien tidak dapat berjalan pada usia 11 tahun,
kiposkoliosis, gagal nafas pada decade 20 sampai 30 tahun.
Sekitar 30% dari penyakit ini tidak mempunyai riwayat
penyakit keluarga seperti ini dan terjadi mutasi spontan saat
itu. Beberapa dari pasien Duchenne dapat mengalami
retardasi psikomotor.
Becker Progresifitasnya berjalan perlahan pada otot panggul dan
terjadi dari usia remaja muda, kasus distrofi muscular
Becker relatif lebih ringan, pembesaran (pseudohipertrofi)
betis, keterlibatan otot jantung lebih jarang dibandingkan
pada Duchenne, status mental relatif normal, mobilitas dapat
bertahan sampai usia 40 tahun, gagal nafas terjadi pada
dekade 40 an.
Autosomal dominan
Myotonik Progresifitasnya berjalan perlahan, terjadi kelemahan pada
anggota gerak bawah, otot mata, wajah dan leher. Onset
dapat terjadi pada semua dekade usia
facioscapulohumeral Kelemahan progresif pada otot sendi bahu dan otot wajah
pada usia decade 20-40 an. Progesivitas masing masing
individu bervariasi.
Oculopharingeal Ptosis dan disfagia disertai kelemahan otot mata,

7
ekstraokuli, otot faring dan lidah dengan progresifitas yang
lambat, pada decade 40-60 an. Kematian kebanyakan
disebabkan akibat aspirasi pneumonia.
Autosomal Recessive
Limb girdle Kelemahan pada bahu dan sendi panggul dengan
progresifitas yang lambat dimulai pada usia anak anak
sampai dewasa muda. Disability berat dapat terjadi setelah
20 tahun onset,
Chidhood Kelemahan pada otot pelvis dan pectoralis, serupa dengan
Duchene akan tetapi lebih ringan dan tanpa hipertrofi otot,
mulai pada usia 5-10 tahun dan tidak dapat berjalan pada
usia decade 20 an.
Congenital Hadir pada saat lahir dengan kelemahan general hipotonik
dan kontraktur, dapat berjalan cepat (kematian lebih cepat),
ataupun lambat.
Tabel 1. Klasifikasi dari Distrofi muscular
Dikutip dari: Disorder of muscles: the myopathies

I.6. PATOGENESIS
Sebagaimana diketahui penyebab distrofi muskular adalah defek genetik yaitu
terjadi defisiensi dari membran protein yang dikenal sebagai distrofin. Gen untuk
distrofi muskular Duchenne terletak pada lengan pendek (Xp) kromosom X tepatnya
pada Xp21, meliputi 86 exon yang membuat hanya 0,6% dari seluruh gen tersebut,
sisanya terdiri dari intron. Gen ini 10 kali lebih besar dari tiap-tiap gen lain yang
dikarakterkan saat ini dan terdiri dari 2 juta pasangan dasar, produknya dinamakan
distropin. Protein ini berikatan dengan permukaan dalam sarkolema, yaitu pada area
neuromuskular dan muskulotendineus junction, dan ini sangat penting untuk integritas
1,2,4
dari struktur membrane otot sarcolema.
Distrofin merupakan protein dengan jumlah sedikit yang membentuk 0,002%
dari total protein otot. Distrofin adalah protein sitoskeletal dengan globular amino
seperti tangkai terpusat dan globular carboxy, dengan berat molekul 427 kDa dan
terdiri dari 3685 asam amino. Distrofin terletak pada permukaan dalam sarcolemma,
berkumpul sebagai homotetramer yang dihubungkan dengan aktin pada amino
terminus dan dengan glikoprotein pada carboxy terminus. Distrofin berperan dalam
8
memberikan kekuatan otot dan kestabilan membran otot. Penyebab utama proses
degeneratif pada muskular distrofi kebanyakan akibat delesi pada segmen gen yang
bertanggung jawab terhadap pembentukan protein distrofin pada membrane sel otot,
sehingga menyebabkan ketidaan protein tersebut dalam jaringan otot. 1,2,4
Mutasi gen yang terjadi pada distrofi muskular Duchenne adalah delesi dan
duplikasi. Fenotip distrofi muskular Duchenne tidak selalu berhubungan dengan
ukuran delesi pada gen distrofin, tetapi sangat berpengaruh pada sintesis distrofin.
Delesi merusak codon triplet sehingga merubah konsep pembacaan, terjadi
penghentian prematur codon dan sintesis distrofin terhenti dan mengalami degradasi,
menghasilkan molekul protein kecil, terpotong tanpa carboxy terminal. 1,2,4
Distrofin merupakan bagian dari kompleks protein sarkolemma dan gliko-
protein. Kompleks dystropin-glikoprotein dapat menghasilkan stabilitas sarkolemma,
dimana kompleks ini dikenal sebagai dystropin-associated protein (DAP) dan
protein-associated glycoprotein (DAG). Bagian yang terpenting lainnya pada
kompleks ini adalah dystroglycan yaitu suatu glikoprotein yang berikatan dengan
matriks ekstraseluler merosin. Jika terjadi defisiensi salah satu bagian kompleks
tersebut akan menyebabkan terjadinya abnormalitas pada komponen lainnya. 1,2,4
Kehilangan distrofin bersifat paralel dengan kehilangan dystropin-associated
protein (DAP) dan penghancuran kompleks dystroglycan. Perubahan ini
menyebabkan sarkolemma menjadi lemah dan dan mudah hancur saat otot
berkontraksi. Kehilangan distrofin juga menyebabkan kehilangan dystroglycan dan
sarcoglycan sehingga membuat sarcolemma semakin rapuh.
Proses ini berlangsung secara terus menerus sepanjang hidup penderita. Selain
itu, akibat kerapuhan membran otot memungkinkan kebocoran komponen sitoplasmik
seperti creatine kinase dan peningkatan masuknya Ca2+ yang mengawali sejumlah
aspek patologis dari peristiwa yang menyebabkan nekrosis dan fibrosis otot.
Kekurangan distrofin juga mengakibatkan gangguan pada transmisi tekanan normal
dan tekanan lebih besar ditempatkan pada miofibrillar dan protein membran yang
menyebabkan kerusakan otot selama kontraksi. 1,2,4

9
I.7. PATOFISIOLOGI
Saat ini teori membran adalah yang paling banyak digunakan, dimana
diasumsikan terdapat abnormalitas biochemikal herediter sehingga merubah
komposisi dan fungsi dari membran otot. 1,2,4
Keseimbangan calcium sangat penting dalam berbagai aspek fungsi otot.
Dokumentasi dari akumulasi dan hiperkonsentrasi calcium pada biopsi serabut otot
pasien dengan distrofi muskular Duchenne menunjukkan teori calcium membran
kemungkinan besar sebagai patofisiologi dari distrofi muskular Duchenne.
Peningkatan influk distrofin terus menerus dan defisit membran telah
didemonstrasikan, dimana influks ini terjadi melalui mekanosensitif calsium- voltage
channel sendiri. Meskipun influks meningkat, dari konsentrasi rendah ke normal,
dapat di seimbangkan dengan serabut cytosol, sebagai mekanisme dari homeostasis
calcium. 1,2,4

Gambar 3. Patofisiologi distrophinopati


Dikutip dari: Pahtofisiology of Duchenne Muscular Dystrophy : Current Hipotheses (review article)
Belgium 2007
Dalam konsentrasi submembran dapat terjadi peningkatan abnormal, tapi
harus diketahui nilai fisiologis dari membran potensial. Dan dengan adanya stress
mekanik dapat menyebabkan terjadinya mikrolesi pada serabut membrane, sehingga

10
influks tinggi calcium ekstraseluler pasti terjadi, melebihi kapasitas konsentrasi
cytosol Ca2+. Peningkatan dari konsentrasi calcium cytostolik akan mengaktivasi
protease yang akan mendestruksi membran dan apabila ini terjadi maka akan
mengakibatkan peningkatan entry calcium, dan jumlah calcium yang berlebihan dapat
menyebabkan kematian sel. 1,2,4

1.8. DIAGNOSIS
1.8.1. Anamnesis
 Dari anamnesis didapatkan antara lain kelemahan otot, mudah lelah dan
mudah jatuh, dengan perjalanan klinis yang bersifat progresif, sejak usia infant
atau setelah beberapa waktu menunnjukkan fungsi motorik normal.
 Onset kelemahan (sejak infant, anak anak, remaja, atau dewasa).
 Konseling genetik tentang family pedigrees apakah ada keluarga yang
mengalami penyakit yang serupa sebelumnya. 1,2,4,5,6
1.8.2. Gejala Klinis
Gambaran klinis pada muscular distrofi yaitu kelemahan otot yang bersifat
progresif, dan jelas. Variasi jenis dari muscular distrofi satu sama lain dibedakan dari
distribusi kelemahannya, usia rata rata onset progresifitas kelemahan, serta
keterlibatan sistem organ yang lain. 1,2,4,5,6
Dari gejala klinis tersebut distrofi muskular Duchenn merupakan bentuk
muscular distrofi yang paling berat, dimana dapat terlihat pada usia anak anak,
ketidakmampuan berjalan cepat, dan ini selalu berakhir fatal pada usia 10 – 20 tahun.
Otot pelvis dan bahu menjadi lemah dan mengecil, kelemahan bersifat bilateral pada
otot ekstensor dan ekstremitas. Pada saat berdiri, berjalan, pasien meletakkan kakinya
dengan jarak yang lebih jauh untuk memperluas pertahanannya. 1,2,4,5,6
Jenis muscular distrofi lain dimulai pada onset yang lebih lambat, dan otot
yang terlibat terbatas, dan progresifitas lambat, sehingga disabilitasnya lebih sedikit,
dan jangka waktu hidupnya dapat lebih lama. Pada sebagian besar muscular distrofi
otot proksimal lebih banyak terlibat, dan sedikit yang disertai otot distal dan otot yang
disarafi oleh saraf cranial. Pada distrofi myotonik terdapat perbedaan yang menyolok
yaitu lebih dominan otot yang terlibat yaitu otot ektremitas bagian distal, sama seperti
otot mata, wajah dan leher. 1,2,4,5,6

11
Distrofi muskular Duchenne
Kelainan distrofi yang paling berat saat ini adalah distrofi muscular Duchenne,
penyakit ini muncul pada usia anak anak, sekitar 50% pasien tidak dapat berjalan pada
usia 18 bulan, pada usia 3-6 tahun terjadi kelemahan otot secara progresif, kelemahan
berawal dari proksimal. 1,2,4
Awalnya yang terlibat adalah otot iliopsoas, quadricep dan gluteal, selanjutnya
otot pretibial melemah (foot drop and toe walking). Kelemahan otot-otot gelang bahu
dan lengan atas muncul setelahnya. Terjadi pembesaran otot betis dan otot lain pada
awalnya, namun seiring waktu otot-otot akan mengecil, kecuali gastrocnemius, dan
vastus lateral serta deltoid. Otot yang membesar tampak lebih lemah dan hipotonik,
disebut pseudohipertrofi. Kelemahan otot abdomen dan paravertebral menyebabkan
postur lordotik dan perut saat berdiri dan punggung melengkung saat duduk.
Kelemahan ekstensor panggul dan lutut menyebabkan gangguan keseimbangan, saat
naik tangga, bangkit dari kursi atau posisi membungkuk. Saat berdiri dan berjalan
pasien memposisikan kedua tungkai pada jarak lebar. Kelemahan otot gluteus medius
menyebabkan waddling gait. Saat bangkit dari lantai pasien merentangkan kedua
lengan dan kaki lalu kedua tangan memanjat tungkai. (Gowers maneuvers).
Kontraktur pada otot gastroknemius menyebabkan pasien berjalan jinjit. Sering terjadi
nyeri betis. Kelemahan otot serratus anterior, trapezius bawah dan rhomboid
menyebabkan winging scapulae. Anggota gerak mengecil dan kendor dan dapat
terjadi kontraktur fibrous. Pada fase awal ambulasi, terjadi posisi equinovarus karena
kontraktur gastroknemius posterior. Otot hamstring memendek karena kelemahan otot
quadriceps. Terjadi kontraktur flexor panggul karena kelemahan otot ekstensor
panggul dan abdominal, sehingga terjadi lordosis kompensatorik untuk keseimbangan.
kontraktur-kontraktur menyebabkan posisi khas pada distrofi muskular Duchenne :
lordosis lumbal, fleksi dan abduksi panggul, fleksi lutut, dan plantar fleksi. Refleks
tendon akhirnya menghilang, yang paling akhir adalah ankle reflex. Dapat terjadi
aritmia jantung. 1,5

12
Gambar 4. Gowers maneuver
Dikutip dari: Disorder of muscles: the myopathies

Gambaran klinis lain yaitu Gowers maneuver dimana pada maneuver ini anak
bangun dari posisinya dengan posisi pronasi kelantai, menopang otot quadriceps
kemudian kedua tangan diletakkan di kaki menjaga kestabilan otot quadriceps yang
lemah, sebelum tegak kembali. Setelah anak berusia 5 atau 6 tahun akan terjadi
hipertrofi biasanya pada otot gluteus, vestus lateralis, dan otot deltoid juga membesar.
Kemudian akan diikuti dengan pembesaran betis yang disebut pseudohipertrofi
dimana otot digantikan oleh jaringan lemak dan jaringan ikat. 1,2,4,5,6
Distrofi muskular Becker
Pada Distrofi muskular Becker genetik, gambaran klinis dan management
pinsipnya sama dengan duchenne, akan tetapi pada Beckers merupakan bentuk yang
lebih ringan dan progresifitasnya berjalan lambat. Insiden Beckers sekitar 10% dari
duchenne dan sebagian besar pasien muncul pada umur 5-25 tahun yaitu dari usia
remaja muda, kasus distrofi muscular Becker relatif lebih ringan, pembesaran
(pseudohipertrofi) betis, keterlibatan otot jantung lebih jarang dibandingkan pada
Duchenne, status mental relatif normal, dengan kelemahan sendi panggul dan
widdling gait serta kesulitan dalam berlari dan menaiki tangga. Kontraktur, skoliosis
dan insufisiensy respirasi jarang terjadi kecuali apabila terjadi cardiomyopaty pasien
dengan Beckers distrofi dapat hidup normal. 1,2,4,5,6
Muskular distrofi lainnya
Bentuk lain dari distrofi muskular juga hadir dengan kelemahan otot, akan tetapi
berbeda dengan Duchene yang menjadi berat dan terjadi pada onset lebih awal.
 Pada distrofi muskular facioscapulohumeral adalah distrofi herediter
autosomal dominan yang paling sering terjadi, kelainan ini berjalan relatif

13
lambat, onset sekitar dekade 30 atau 40 an. Terdapat karakteristik kelemahan
yaitu kelemahan pada wajah, sendi bahu, dan otot lengan proksimal. 1,2,4,5,6
 Distrofi muskular myotonik dimana prevalensi terbanyak penyakit distrofi
muskular pada dewasa. 1,2,4,5,6
1.8.3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dimana akan terjadi peningkatan creatine phospo
kinase (CPK) dapat dijadikan sebagai tanda pertama, dimana kadar serum CPK
normal sekitar 25-200 pada distrofi muskular terjadi peningkatan creatinine phospho
kinase (CPK) dapat 20-100x normal. Hal ini disebabkan oleh karena adanya defek
pada membrane sarcolema sehingga terjadi perubahan patologi pada distrofi muskular
sehingga terjadi kebocoran creatinin phospo kinase dan enzim otot lainnya ke dalam
serum. 1,2,4,5,6
Pada pemeriksaan elektromiografi menunjukan karekteristik dari miopati
dimana terjadi potensial fibrilasi dan positive sharp wave dapat terlihat pada stadium
awal. Potensial motor unit polifasik dan amplitudonya rendah dengan durasi yang
pendek hal ini menunjukkan banyak serabut otot yang hilang. 1,2,4,5,6

Gambar 5. Biopsi Otot (a) normal (b) biopsi abnormal: ukuran serat bervariasi, degenerasi, regenerasi,
infiltrasi sel dan fibrosis. (c) analisis immunofloresen normal. (d). hilangnya sarcolemma.
Dikutip dari : majalah kedokteran Andalas
Biopsi otot pada pemeriksaan histologik, fase awal didapatkan serabut otot
dengan ukuran bervariasi, dengan area fokal degenerasi dan regenerasi serabut otot,
sedangkan pada fase lanjut tampak sebagian besar serabut otot digantikan oleh lemak.

14
Secara histologis menunjukkan variasi ukuran serat, degenerasi dan regenerasi
serat otot, kelompok fibrosis endomysial, ukuran serat lebih kecil dan adanya
limposit. Degenerasi melebihi regenerasi dan terjadi penurunan jumlah serat otot,
digantikan dengan lemak dan jaringan konektif (fibrosis).
Pada pemeriksaan imunohistokimia menunjukan bahwa pada hampir semua
pasien dengan distrofi muskular Duchenne, kadar distrofin serabut saraf berkurang
atau bahkan absent. Sedangkan pada pasein dengan distrofi muskular Becker, kadar
distrofinnya masih ada akan tetapi berkurang atau abnormal.
Pada pemeriksaan mikroskop electron terlihat lesi yang nyata pada sarcolema
distrofik, dimana menyebabkan nekrosis seluler. Meskipun hubungan antara difisiensi
distrofin dan mekanisme destruksi serabut saraf belum diketahui secara pasti, karena
distrofin bersama dengan protein sitoskeleton menyediakan support mekanik untuk
sarkolema, sehingga apabila terjadi pengurangan jumlah distrofin maupun perubahan
menjadi abnormal akan menyebabkan kelemahan structural pada membrane sel
sehingga membuat sel menjadi mudah rupture dengan stress mekanik. 1,2,4,5,6

1.9. PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi yang spesifik untuk setiap kelainan muscular distrofi. Terapi
untuk mencegah kontraktur dan menjaga ambulasi. Koreksi dari bagian bedah
orthopedic dapat diberikan untuk menjaga fungsi dan kualitas hidup. 1,2,4,5,6
Terapi pencagahan dapat dilakukan diantaranya dengan melakukan diagnosis
prenatal dimana dalam keluarga yang dikatahui memiliki familial pedigrees dengan
muscular distrofi, terdeteksi carier, konseling genetik. 1,2,4,5,6
Untuk management tergantung dari klasifikasi dan gejala klinis yang terjadi,
dengan penatalaksanaan rehabilitasi yang tepat dan suport psikososial dapat
memberikan rasa nyaman dan lebih produktif dalam menjalani kehidupannya. Defek
konduksi jantung pada distrofi muskular membutuhkan penatalaksanaan medis. 1,2,4,5,6
Prinsip Management penyakit Neuromuskular
Ambulatory stage
Menegakkan diagnosis dini dan konseling genetik
Management kontraktur muskulotendineus dan penurunan compliance paru
Monitoring untuk mencegah komplikasi jantung
Wheelchair-Dependent stage

15
Fasilitasi aktivitas sehari hari agar mandiri
Pencegahan atau koteksi deformitas tulang belakang
Monitoring insufisiensi jantung secara berkala
Menjaga compliance paru dan ventilasi alveolar
Stage of Prolonged survival
Menganjurkan pasien atau caregivers agar patuh terhadap pilihan terapi
Fasilitas akivitas sehari hari yang mendukung agar pasien dapat mandiri
Pengarahan yang tepat latihan otot pernafasan non invasif untuk membantu ventilasi
alveolar dan menjaga airway tetap bersih.
Tabel 2. Prinsip management pasien dengan penyakit neuromuscular
Dikutip dari: Disorder of muscles: the myopathies
Terapi Medikamentosa :
 Korticosteroid
Untuk memperlambat progresifitas penyakit dapat digunakan prednison,
prednisolon, deflazacort, yang dapat menurunkan apoptosis dan menurunkan
kecepatan timbulnya nekrosis. Prednisone /prednisolon 0,75 mg/kgbb/hari bisa
diberikan secara harian atau diberikan secara intermiten, misalnya 10 hari
diberikan/10 hari tidak, untuk menghindari komplikasi kronis. Efek yang
menguntungkan telah menunjukkan peningkatan kekuatan dan fungsi (
meningkat saat bulan ke3) dan memperlambat kemunduran pada anak dengan
distrofi muskular Duchenne. Akan tetapi efek samping kortikosteroid juga harus
di perhatikan. Adapun efek samping pemberian prednison jangka lama antara
lain bertambahnya berat badan, osteoporosis, cushingoid, iritabilitas, hirsutisme..
 Terapi gen
Mengetahui gen untuk protein (distrofin), dimana jumlahnya berkurang atau
abnormal pada Duchenne dan Becker. Dapat memberikan harapan penemuan
untuk pendekatan terapeutik dalam mengembalikan kemampuan genetik pada
pasien dengan muscular distrofi. 1,2,4,5,6
Terdapat dua pendekatan terapi :
1. Pertama yaitu dengan transfer sel miogenik (mioblast) ke otot yang
mengalami difisiensi distrofin. Dimana mioblast normal akan melakukan fusi
dengan serabut otot yang mengalami difisiensi, distrofin di kode oleh nukleus
normal kemudian dapat melindungi serabut distrofik. Meskipun tidak ada satu
pasienpun yang telah mendapat terapi transplantasi mioblast ini yang

16
menunjukan reaksi yang merugikan, akan tatapi efektivitas dari terapi ini
cukup mengecewakan, baik dengan menilai kekuatan otot maupun kadar
distrofin. 1,2,4,5,6
2. Pendekatan terapi kedua dengan transfer gen melalui vektor virus. Retroviral
atau adenoviral vektor saat ini yang paling memungkinkan. Hasil penelitian
pertama pada tikus memberikan harapan, akan tetapi efikasi dan keamanan
dari tahnik ini harus dilakukan lebih hati-hati sebelum dilakukan pada studi
manusia. 1,2,4,5,6
Prediksi yang lebih baik apabila terapi genetik sudah dapat diberikan secara
klinis, strategi sukses terapi dapat ditemukan. Dan untuk mengurangi dampak
sekunder dari penyakit tersebut juga diperlukan. Penggalian ilmu pengetahuan untuk
lebih memahami mekanise penyakit ini sangat diperlukan untuk penemuan therapy
tambahan terbaru. 1,2,4,5,6
Terapi Non medikamentosa

 Aktivitas fisik yang sedang, seperti berenang daat dilakukan. Sedangkan Tidak
beraktivitas (Inactivity) seperti (bed rest) dapat memperburuk dari penyakit ini.
 Terapi oleh fisioterapi dapat membantu dalam mempertahankan kekuatan otot,
mencegah kekakuan dan fungsi.
 Alat-alat Orthopedic (seperti korset dan kursi roda) dapat memperbaiki mobilitas
dan kemampuan dari pasien untuk melakukan perawatan diri sendiri.
 Alat bantu nafas atau respiratory support saat terjadi progresifitas sangat penting
dilakukan.

1.10. KOMPLIKASI

 Sembilan puluh persen penderita distrofi muskular Duchenne cendrung timbul


skoliosis. Pengawasan terhadap perkembangan adanya skoliosis harus dimulai
sebelum hilangnya kemampuan berjalan termasuk profilaksis dengan fisioterapi
dan tempat duduk yang sesuai untuk mencegah ketidaksimetrisan pelvis dan
memberikan dukungan postural. Skoliosis yang terjadi secara klinis, diindikasikan
dikoreksi dengan pembedahan.
 Gangguan respirasi pada penderita distrofi muskular Duchenne bisa diramalkan
dan berhubungan dengan kekuatan otot secara keseluruhan, sehingga anak yang

17
kehilangan kemampuan berjalan cendrung lebih dini memerlukan bantuan
ventilasi dibandingkan anak yang masih dapat berjalan. Pada dasarnya fungsi
respiratori pada anak yang masih bisa berjalan adalah normal dan permasalahan
yang berhubungan dengan gangguan res-pirasi tidak terlihat hingga hilangnya
kemampuan berjalan.
 Kardiomiopati merupakan kom-plikasi umum yang terjadi pada 10% penderita
distrofi muskular Duchenne. Pemeriksaan jantung harus dilakukan setiap 2 tahun
sesudah usia 10 tahun dan setiap tahun atau lebih sering jika terdeteksi ketidak
normalan. Diperkirakan 20-30% terjadi kerusakan ventrikel kiri pada pemeriksaan
echokardiografi pada usia 10 tahun. Jika ditemukan kelainan dapat diberikan ACE
inhibitor dan beta bloker, ditambahkan diuretik bila terjadi gagal jantung.

1.11. PROGNOSIS
Penderita distrofi muskular Duchenne tahap lanjut hidup bergantung pada
kursi roda pada usia 12 tahun. Kematian terjadi akibat gagal nafas, infeksi paru atau
kardio-miopati. Pasien umumnya masih dapat bertahan sampai awal 20 tahun, dan 20-
25% dapat hidup diatas usia 25 tahun.2
Tingkat keparahan dari Becker muscular distrofi sangat bervariasi, pada pasien
Becker muscular distrofi akan mengalami gangguan pernafasan pada akhir usia 15
tahun dengan rata rata masa hidup sampai usia 42 tahun. 2

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Ropper A, Brown R, Muscular distrophies in Adam Vand Victors Principles


of neurology eighth edition, Buston,2005; P.1213-1229

2. Samuels M, Ropper A, Duchene and Becker muacular distrofi in Samuels’s


manual of neurologic therapeutics eighth edition, philadelpia.2010; p 291-294

3. Kuntarti, Anatomi Musculoskeletal dan sistem integument, 2007 cited from


http://www.docudesk.com
4. Deconinck N, Dan B, Pathophysiology of duchenne muscular dystrophy:
review article, Belgium, september 20, 2006, Cited from .
www.j.pediatrneurol.com
5. Fredericks C, Disorder of Muscles: The Myopathies in Nruromuscular disease,
California.
6. Muscular dystrophy Canada, Becker Muscular dystrophy: Newsletter,
Toronto, www.muscle.ca
7. North K, Clinical Approach to the Diagnosis of Congenital Myopathies,
Sydney; 2011. Cited from www.j.spen.com
8. Weisberg L,Sturb R, Garcia C, Decision making in adult neurology,
Philadelphia, 1988.

19
BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. E
Umur : 31 tahun
Jenis Kelamin : Laki laki
Kawin / Tidak Kawin : Belum menikah
Pendidikan : Tamat STM
Pekerjaan : Tidak Beckerja
Alamat : Kudus.
Tanggal masuk perawatan : 08-12-2014
Tanggal keluar perawatan : 25-12-2014
No CM : C4927771
II. DAFTAR MASALAH
No Masalah Aktif Tanggal Masalah Pasif Tanggal
1 Tetraparesis Flaksid 4 08-12-2014
2 Atrofi m trapezius, m 08-12-2014
supraspinatus, m bisep dan m
tricep,m.abductor policis brevis
4
3 Pseudohipertrofi m. deltoideus, 08-12-2014
m. gastrocnemeus 4
4 Distrofi Muskular Progresif 08-12-2014
DD/ distrofi muskular Becker,
dostrofi muskular Duchenne
5 Low Back Pain 6 08-12-2014
6 HNP Multilevel 08-12-2014

III. SUBYEKTIF
Anamnesis ( Autoanamnesis dengan Pasien)

1. Riwayat Penyakit Sekarang


Keluhan Utama : Lemah keempat anggota gerak

20
Lokasi : Empat anggota gerak
Onset : Sejak 15 tahun sebelum masuk rumah sakit.
Kualitas : Keempat anggota gerak lemah secara berangsur angsur
sampai akhirnya empat bulan terahir kekuatan hanya dapat melawan gravitasi.
Kuantitas : Aktivitas sehari-hari dibantu oleh anggota keluarga.
Kronologis : Sejak ± 15 tahun sebelum masuk RS pasien mengeluh
keempat anggota gerak sering terasa lemah, pasien sering terjatuh saat berjalan
tanpa penyebab yang jelas, baik saat pasien di sekolah ataupun di rumah dan
saat bangun dari jatuh pasien tidak dapat berdiri dengan cepat, pasien masih
dapat beraktivitas seperti biasa, masih dapat masuk sekolah dan mengikuti
pelajaran di sekolahnya. Rasa kesemutan (-), baal (-) ataupun nyeri (-).
± 12 tahun sebelum masuk RS pasien lama kelamaan tidak dapat bangun dari
posisi duduk secara langsung, bagian bokong dan paha terasa lebih lemah dari
pada kaki, pasien harus bertumpu pada betis, lutut sampai akhirnya dapat
berdiri, pasien mengatakan semakin sering terjatuh tanpa sebab dan saat
bangun dari jatuh pasien meletakkan tangan di lantai kemudian tungkai
diluruskan dan tangan bergerak setapak demi setapak ke arah kaki, setelah
kaki terpegang kedua tangan memanjat tungkai, sehingga bisa berdiri. Saat
berjalan sedikit jinjit, langkah lebar-lebar, dan pelan-pelan. Saat itu pasien
masih dapat naik turun tangga sendiri dengan berpegangan pada pegangan
tangga. tidak ada rasa baal atau pun kesemutan pada keempat anggota gerak.
Pasien kemudaian dibawa kedokter spesialis saraf di kudus, dan disarankan
untuk melakukan pemeriksaan EMG, pasien kemudian EMG di RS Elizabeth
dan dikatakan sakit Myopati. Pasien rutin kontrol di RSUD kudus dan
mendapatkan fisiotherapi.
± 3 Tahun SMRS pasien mengeluh otot bahu semakin mengecil dan terasa
berat untuk mengangkat bahu keatas, kemudian diikuti keempat anggota gerak
dirasakan bertambah kecil juga namun lengan atas dan betis betambah besar
dan terasa keras, sedangkan lengan bawah dan paha mengecil, kelemahan pada
keempat anggota gerak bertambah, kekuatan masih dapat melawan tahanan
ringan. Dan saat pasien dibonceng naik motor, pasien terjatuh dengan posisi
terguling ke tanah, pasien tidak pingsan, tidak cedera kepala, pasien kemudian
di bawa ke RSUD kudus untuk berobat karena luka luka. Sejak itu pasien
sering mengeluh pinggang bawah terasa nyeri, nyeri dirasakan bertambah
21
berat terutama bila pasien hendak berdiri, membungkuk, batuk dan mengejan,
berkurang bila pasien tidur dan istirahat, nyeri dijalarkan (-), rasa tebal dan
kesemutan(-), BAB dan BAK dalam batas normal. Pasien kemudian berobat
ke RSUD kudus kembali dan diberikan obat obatan pengurang rasa sakit dan
di lakukan program fisiotherapi selama 2 tahun, pasien rutin fisiotherapi di
RSUD kudus.
± 4 bulan SMRS pasien merasa keluhan lemah anggota gerak bertambah berat
dimana kekuatan hanya dapat melawan gravitasi, pasien kemudian ke
poliklinik RSDK di poliklinik dilakukan EMG dengan hasil myopati kronik, di
sarankan untuk rawat jalan dan rutin fisiotherapi kembali di RSUD Kudus
namun karena merasa keluhan tidak ada perbaikan pasien kemudian ke
poliklinik RSDK dan disarankan untuk rawat inap.
Faktor memperberat : (-)
Faktor memperingan : (-)

Gejala Penyerta : Nyeri pinggang bawah.


2. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat trauma (jatuh dari motor) 3 tahun
yang lalu setelah terjatuh pasien mengeluh nyeri pinggang bawah (+). Riwayat
demam dan kejang disangkal.

3. Riwayat tumbuh kembang : Pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai


dengan teman sebayanya, pasien dapat duduk di usia 7 bulan, berdiri usia 12
bulan, dan berjalan sendiri di usia 19 bulan, imunisasi lemgkap sesuai program
pemerintah di bidan, pasien sekolah SD, SMP sampai STM dan dapat
mengikuti pelajaran seperti teman teman yang lainnya.

4. Riwayat Penyakit Keluarga : Pasien adalah anak pertama dari tiga


bersaudara, dua saudaranya laki laki dan perempuan sehat semua tidak
didapatkan riwayat penyakit yang sama pada jalur keturunan dari kedua orang
tua baik itu dari keluarga ayah maupun ibu.

5. Riwayat Sosial Ekonomi : Pasien tidak Bekerja, masih hidup bersama


orang tua, ayah pasien bekerja sebagai pedagang, ibu pasien juga sebagai
pedagang, biaya ditanggung BPJS kesan sosial ekonomi kurang.

22
Keterangan :
: Ibu pasien
: Ayah pasien
: Pasien
Gambar 6: Silsilah dalam keluarga pasien

IV. OBYEKTIF
1. Status Praesens
Keadaan Umum: Baik
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4M6V5 = 15
Tekanan darah : 120 / 80 mmHg
Nadi : 80 x /menit
Pernafasan : 16 x / menit
Suhu : 36,6 oC VAS : 4
Tinggi Badan : 165 cm, Berat Badan 60 kg
BMI : 22,2 ( normoweight )
Kepala : mesosefal
Leher : simetris, kaku kuduk ( - ), pembesaran limfonodi ( - )
Dada :
- Jantung : Suara Jantung I – II murni, bising ( - )
- Paru : Simetris, suara dasar bronchial, ronchi ( - ), wheezing ( - )
Perut : datar, supel, nyeri tekan ( - ), Hepar / Lien tak teraba
Ekstremitas : edema ( - ), capillary refill < 2 detik
2. Status Psikikus :
Cara berpikir : realistis

23
Perasaan hati : euthimi
Tingkah laku : normal
Ingatan : normal
Kecerdasan : normal
3. Status Neurologi :
Kepala
Bentuk : mesosefal
Nyeri tekan :(-)
Simetris : simetris
Pulsasi :(-)
Mata ( Pupil ) : bentuk bulat isokor, ukuran 3mm/ 3 mm, reflek cahaya: + / +
Leher :
Sikap : tegak, lurus
Pergerakan : bebas
Kaku kuduk :(-)
Nervi Craniales: dalam batas normal

Motorik Superior Inferior


Gerak +/+ +/+
Kekuatan 4-3-3/3-3-4 4-3-3/3-3-4
Tonus / /
Trofi Atrofi m trapezius, m bisep dan Pseudohipertrofi m.
m tricep m.abductor policis gastrocnemius
brevis
Pseudohipertrofi m.deltoideus
R. Fisiologis -/- -/-
R. Patologis -/- -/-
Klonus -/-
Sensibilitas : dalam batas normal
Vegetatif : dalam batas normal

24
Pseudohip
ertrofi m.
deltoid

Atrofi m.
trapezius, m
supraspinatus
Atrofi m.
bisep dan m.
tricep

Pemeriksaan tambahan:
Lermitte - -
Laseq >70 >70
Kernig >135 >135
Bragard - -
Sicard - -
Petric - -
Kontrapetric - -
Nyeri ketuk prosesus spinosus - -
Tes penekanan pada lamina vertebra - -
Tes Valsava - -
Tes Nafziger - -
Spasme otot paraspinal - -
4. Status Muskuloskeletal
Lingkar Lengan Bawah kanan 13,5 cm dan kiri 13,5 cm
Lingkar Lengan Atas kanan 22,5 cm dan kiri 22,5 cm
Lingkar Paha kanan 35,5 cm dan kiri 35,5 cm
Lingkar Betis kanan 25 cm dan kiri 25 cm
5. Periksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 8/12/2014
Kesan : Dalam batas normal

25
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI
NORMAL

HEMATOLOGI
PAKET
Hemoglobin 13.6 gr % 12.00 – 15.00

Hematokrit 47.4 % 35.0 – 47.0

Eritrosit 4.42 juta / mmk 3.90 – 5.60

MCH 30.8 Pg 27.00 – 32.00

MCV 107 fL 76.00 – 96.00

MCHC 28.7 g /dL 29.00 – 36.00

Lekosit 3.60 ribu / mmk 4.00 – 11.00

Trombosit 164 ribu / mmk 150.00 – 400.00

RDW 17.2 % 11.60 – 14.80

MPV 6.09 fL 4.00 – 11.00

KIMIA KLINIK

Glukosa Darah Sewaktu 108 mg / dl 74 – 106

Ureum 21 mg / dl 15 – 39

Creatinin 0.4 mg / dl 0.60 – 1.30

ELEKTROLIT

Natrium 141 mmol/ L 136 – 145

Kalium 3,9 mmol / L 3.5 – 5.1

Clorida 103 mmol / L 98 – 107

CPK 1127 U/L 40–150

Hasil Pemeriksaan EMG (27/8/2014)


Pemeriksaan NCS :
Saraf motorik amplitudo menurun, KHST melambat, saraf sensorik masih dalam
batas normal, H reflex ekstremitas superior dan inferior tidak produktif.
Pemeriksaan dengan jarum :
Potensial spontan patologis (+), MUP : Amplitudo memendek, polifasik (+), durasi
masih relatif dbn. Kesan dapat mendukung kearah myopati kronik.

26
Motor Nerve Conduction Study
Site Latency(ms) Amplitudo(V) NCV(m/s)
Ulnar, R
Wirst 2,5 ms 1,7 mV
Elbow 8,1 ms 1,56 mV 50,4 m/s
Ulnar, L
Wirst 2,7 ms 1,5 mV
Elbow 8,6 ms 956,00 uV 47,3 m/s
Median, L
Wirst 2,0 ms 910,00 uV
Elbow 9,44 ms 660,00 uV 34 m/s
Median, R
Wirst 3,3 ms - -
Elbow - - -
Peroneal, R
Ankle 7,1 ms 340,00 uV
Head of fibula 16,6 ms 410,00 uV 34,3 m/s
Peroneal, L
Ankle 9,25 ms 1,64 mV
Head of fibula 18 ms 970,00 uV 34,3 m/s
Tibia, R
Ankle 6,2 ms 690 uV
Poplitea 13,9 ms 610 uV 44,2 m/s
Tibia, L
Ankle 4,3 ms 1,54 uV
Poplitea 15,65 ms 410 uV 30,8 m/s
F-Wave Study
Nerve site F-lat F-Occurs
Median, R Wirst - 0/16,0%
Ulnar, R Wirst 20,75 ms 10/16,63%
Ulnar, L Wirst 3,65 ms 1/16,6%
Median, L Wirst 3,65 ms 1,16,6%

27
Sensory Nerve Conduction Study
Site Latency(ms) Amplitudo(V) NCV(m/s)
Median, R
Wirst 2,5 ms 21,80 uV 48,0 m/s
Ulnar, R
Wirst 2,48 ms 16,20 uV 60,5 m/s
Median, L
Wirst 2,42 ms 16,80 uV 49,6 m/s
Ulnar, L
Wirst 2,5 ms 10,00 uV 48,0 m/s
H Reflex study
Nerve H Latency H Amp H/M Ratio
Median,R 11,3 ms 0,13 mV 16,5%
Median, L - - -
Tibial,R(gastrocnemius) 36,5 ms 0,1 mV 7,14%
Tibial,R (Soleus) 36,1 ms 0,04 mV 5,71%
Tibial,L(gastrocnemius)
Tibial,R (Soleus) 37,5 ms 0,19 mV 10,9%
EMG Findings Summary

Hasil Pemeriksaan MSCT Cervicothoracal (21 November 2014)

Kesan : Skoliosis minimal pada thoracal 8 dengan konveksitas kekanan, spondilosis


vertebra cervicothoracolumbal, bridging osteofit aspek lateal vertebra thoracal 4-5
disertai penyempitan dikskus intervertebralis dengan endplate yang ireguler. Usul :
MRI
28
6. Ringkasan
Subyektif :
Laki laki 30 tahun datang ke poliklnik saraf RSUP dr Kariadi dengan
tatraparese flaksid, onset sejak 15 tahun. Sejak 3 tahun terjaadi atrofi m trapezius, m
supraspinatus, m bisep, m trisep, m. abductor policis brevis kanan dan kiri, akan tetapi
terjadi pseudohipertrofi m deltoideus dan m gastrocnemeus.
Obyektif
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4M6V5 = 15
Tekanan Darah : 120/ 80 mmHg
Nadi : 80 x/ mnt, regular
Pernafasan : 16x / mnt
Suhu : 36,60 C VAS : 4

Status Neurologi
Mata : dalam batas normal
Nervi Craniales : dalam batas normal
Motorik : Tetraparesis Flaksid, atrofi m trapezius, m supraspinatus , m
bisep dan m trisep kanan dan kiri, m. abductor policis brevis, Pseudohipertrofi m
deltoideus, m. gastrocnemius.
Sensibilitas : dalam batas normal
Vegetatif : dalam batas normal
Tes tambahan : dalam batas normal

29
Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium : Dalam batas normal
 Pemeriksaan EMG : Kesan dapat mendukung ke arah myopati kronik.
 Hasil MSCT cervico thoracal : Kesan : Skoliosis minimal pada thoracal 8
dengan konveksitas kekanan, spondilosis vertebra cervicothoracolumbal,
bridging osteofit aspek lateal vertebra thoracal 4-5 disertai penyempitan
dikskus intervertebralis dengan endplate yang ireguler. Usul : MRI

V. DIAGNOSIS
I. Diagnosa Klinik : Tetraparesis flaksid, Atrofi m. trapezius, m. bisep, m.
tricep, m. abductor policis brevis, Pseudohipertrofi m. deltoideus, m
gastrocnemius.
Diagnosa Topik : Musculoskeletal
Diagnosa Etiologi: Myopati kronis Suspek distrofi muskular DD/ distrofi
muskular Becker, distrofi muskular Duchenne
II. Diagnosa Klinik : Low Back Pain
Diagnosa Topik : Radiks nervi spinalis.
Diagnosa Etiologi: Suspek HNP lumbal

VI. RENCANA AWAL


IPDx :
- Konsul Bedah Saraf, Konsul RM, Biopsi Otot
IPTx :
- Methyl prednisolon 8 mg/8 jam p.o (hari 1)
- Amitriptilin 12,5 mg/24 jam p.o
- Ranitidin 150 mg/12 jam p.o
- Na Diclofenac 50mg/12 jam p.o
- Vit. B1B6B12 tablet 3 x 1 p.o
IPMx :
- Keadaan Umum, Tanda vital, defisit neurologis.
IPEx :
- Menjelakan kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya dan
pengelolaan lebih lanjut.

30
VII. PROGNOSIS
Ad vitam : ad malam
Ad sanam : ad malam
Ad fungsionam : ad malam

VIII. CATATAN PERKEMBANGAN


Tanggal 9 -12- 2014 ( Hari Perawatan ke- 2 )
S lemah pada keempat anggota gerak, nyeri pinggang (+)
O Kesadaran : GCS E4M6V5 = 15 VAS=4
TD = 120/80 mmHg; N = 82x/menit; RR = 20x/mnt; T = 36.3ºC
Mata : Pupil bulat, isokor 2,5mm/2,5mm, Refleks cahaya +/+
Nn.Craniales : dbn
Motorik : Tetraparesis Flaksid, atrofi m trapezius, m supraspinatus ,
m bisep dan m trisep kanan dan kiri, m. abductor policis brevis,
Pseudohipertrofi m deltoideus, m. gastrocnemius.
Sensibilitas : dalam batas normal
Vegetatif : dalam batas normal
Pemeriksaan tambahan: dalam batas normal
Hasil Konsul Bedah saraf tanggal 9-12-2014 :
Kesan : Saat ini tidak ada tindakan di bidang kami (konservatif) Saran
MRI whole spine.
Hasil Konsul Rehab Medik :
FT : Proper potitioning, Mobilisasi bertahap semampunya, Pasif, aktif dan
Aktif ROM excercise semampunya, intervensial regio cervical dan
lumbal.
SW : Evaluasi sosial ekonomi
OP : Wheel Chair (sudah ada)
A I. Myopati kronis Suspek distrofi muskular DD/ distrofi muskular
Becker, distrofi muskular Duchenne
II. Low Back Pain suspek HNP lumbal
P IPDx: MRI whole spine dengan kontras
Konsul Bedah Orthopedi untuk Biopsi Otot

31
IPTx:
IVFD RL 20 tpm
Methyl prednisolon 8 mg/8 jam p.o (hari 2)
Ranitidin 150mg/12 jam (PO)
B1,B6,B12 1 tab/8 jam (P.O)
Amitriptilin 12,5 mg/24 jam (P.O)
- Na Diclofenac 50mg/12 jam p.o stop
IPMx: VAS, vital sign, defisit neurologis
IPEx: Menjelaskan tentang penyakit yang di derita, program untuk
biopsy otot dan konsul ke bagian bedah orthopedi
Tanggal 12 -12- 2014 ( Hari Perawatan ke- 4 )

S lemah pada keempat anggota gerak, nyeri pinggang kadang kadang


O Kesadaran : GCS E4M6V5 = 15 VAS=3
TD = 110/80 mmHg; N = 80x/menit;
RR = 20x/mnt; T = 36.3ºC
Mata : Pupil bulat, isokor 2,5mm/2,5mm, Refleks cahaya +/+
Nn.Craniales : dbn
Motorik : Tetraparesis Flaksid, atrofi m trapezius, m supraspinatus ,
m bisep dan m trisep kanan dan kiri, m. abductor policis brevis,
Pseudohipertrofi m deltoideus, m. gastrocnemius.
Sensibilitas : dalam batas normal
Vegetatif : dalam batas normal
Pemeriksaan tambahan: dalam batas normal
Hasil MRI tanggal 12-12-2014
Kesan :
Skoliosis cervicalis dengan konveksitas kekanan, Tak tampak signyal
patologis pada korpus vertebralis, diskus intervertebralis, maupun medulla
spinalis.
Bulging diskus intervertebralis aspek posterolateral kanan C5-6, aspek
posterosentral L2-3, L3-4, aspek posterosentral dan posterolateral kanan
kiri L4-5, aspek psterosentral L5-S1 dengan penyempitan foramen
neuralis C5-6 kanan dan C4-5 kanan kiri disertai penekanan thecal sac
setinggi level tersebut.

32
Penebalan ligamentum flavum kanan setinggi level VL5-S1, Spur anterior
pada corpus VL1 spondilosis lumbalis

33
A I. Myopati kronis Suspek distrofi muskular DD/ distrofi muskular
Becker, distrofi muskular Duchenne
II. HNP multilevel
P IPDx: Konsul Ulang Bedah Saraf
IPTx: Methyl prednisolon 8 mg/12 jam p.o (hari 4)
Amitriptilin 12,5 mg/12 jam (P.O) besok stop
B1,B6,B12 1 tab/8 jam (P.O)
Ranitidin 150mg/12 jam (PO)
IPMx: VAS, vital sign, defisit neurologis
IPEx: Menjelaskan tentang penyakit, program selanjutnya dan
tatalaksana penyakitnya.
Tanggal 14-12-2015 (Hari perawatan ke 6)

S lemah pada keempat anggota gerak, nyeri pinggang kadang kadang


O Kesadaran : GCS E4M6V5 = 15 VAS=2-3
TD = 120/80 mmHg; N = 80x/menit;
RR = 20x/mnt; T = 36.3ºC
Mata : Pupil bulat, isokor 2,5mm/2,5mm, Refleks cahaya +/+
Nn.Craniales : dbn

34
Motorik : Tetraparesis Flaksid, atrofi m trapezius, m supraspinatus ,
m bisep dan m trisep kanan dan kiri, m. abductor policis brevis,
Pseudohipertrofi m deltoideus, m. gastrocnemius.
Sensibilitas : dalam batas normal
Vegetatif : dalam batas normal
Pemeriksaan tambahan: dalam batas normal
Hasil Konsul ulang Bedah saraf tanggal 15-12-2014 :
Kesan : Saat ini dari hasil MRI didapatkan hipertrofi jaringan lunak
epidural, tidak sesuai dengan klinis LBP, tidak ada tindakan di bagian
Bedah saraf.
Hasil konsul Bedah Orthopedi tanggal 14-12-2014:
Setuju tindakan biopsi otot, pada tanggal 23/12/2014 jam 08.00 wib, saran
kunsul ulang RM untuk muscle chart dan prakonsul anastesi untuk
tindakan biopsi.
Hasil prakonsul Anastesi tanggal 14-12-2014:
Setuju masuk program operasi, konsul ulang jika sudah masuk program.
Saran : cek Lab faktor koagulasi..
Hasil Konsul Rehab Medik tanggal 20-12-2014 :
Muscle chart :
MUSCLE EXAMINATION
LEFT Examiners Initials RIGHT
5 Fleksors 5
neck neck
5 Ekstensor 5
5 Fleksors 5
5 Ekstensor-thoracic 5
trunk trunk
5 Ekstensor-lumbar 5
3 Rotator 3
3 Fleksors 3
2 Ekstensor 2
2 Abduktor 2
hip hip
2 Adduktor 2
3 Eksternal rotators 3
2 Internal rotators 2

35
3 Sartorius 2
2 Tensor facia latae 2
2 Fleksor hamstring 2
knee knee
2 ekstensor 2
2 Plantar fleksor gastroc 2
ankle ankle
2 Plantar fleksor soleus 2
3 Invertor anterior tibia 3
3 Invertor posterior tibia 3
foot foot
2 Evertor peroneus brevis 2
2 Evertor Peroneus longus 2
2 Fleksor 2
3 Ekstensor 3
toes toes
3 Abduktor 3
2 adduktor 2
5 Abduktor serratus anterior 5
5 Abduktor trapezius 5
scapula 5 Adduktor rhomboideus 5 scapula
5 Elevator 5
5 Depressor 5
4 Fleksor 4
3 ekstensor 3
shoulder 4 Abduktor 4 shoulder
3 Eksternal rotator 3
3 Internal rotator 3
2 Fleksor 2
elbow elbow
2 ekstensor 2
3 Supinator 3
forearm forearm
3 pronator 3
3 Fleksor 3
wrist wrist
3 ekstensor 3
3 Fleksor 3
Fincers Fincers
3 ekstensor 3

36
3 Abduktor 3
3 Adduktor 3
3 Opponens 5 th fingers 3
3 Opponens 3
3 Fleksor metacarpophalang 3
thumb 3 Ekstensor metacarpophalang 3 thumb
4 Abduktors 4
4 Ekstensor 4
A I. Myopati kronis Suspek distrofi muskular DD/ distrofi muskular
Becker, distrofi muskular Duchenne
II. HNP multilevel
P IPDx: -
IPTx: B1,B6,B12 1 tab/8 jam (P.O)
Paracetamol 500mg/8jam (P.O) K/P
Methyl prednisolon 8 mg/12 jam p.o (hari 6)
IPMx: VAS, vital sign, defisit neurologis
IPEx: Menjelaskan tentang penyakit, program selanjutnya dan
tatalaksana penyakitnya.
Tanggal 22-12-2015 (Hari perawatan 14)

S lemah pada keempat anggota gerak, nyeri pinggang kadang kadang


O Kesadaran : GCS E4M6V5 = 15 VAS=2
TD = 120/80 mmHg; N = 82x/menit;
RR = 20x/mnt; T = 36.3ºC
Mata : Pupil bulat, isokor 2,5mm/2,5mm, Refleks cahaya +/+
Nn.Craniales : dbn
Motorik : Tetraparesis Flaksid, atrofi m trapezius, m supraspinatus ,
m bisep dan m trisep kanan dan kiri, m. abductor policis brevis,
Pseudohipertrofi m deltoideus, m. gastrocnemius.
Sensibilitas : dalam batas normal
Vegetatif : dalam batas normal
Pemeriksaan tambahan: dalam batas normal

37
Hasil pemeriksaan laborat :
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
PPT 10,2 detik 9,4-11,3
PTTK 36,4 detik 23,4-36,8

Hasil konsul Anastesi tanggal 22-12-2014:


Pada saat ini pasien didapatkan dalam keadaan baik, prinsip setuju
anastesi GA ASA I pada tanggal 23/12/2014:
Saran : Inform consent, IVFD RL 20 tpm, Puasa 6 jam pre op,
premedikasi di OK.
A I. Myopati kronis Suspek distrofi muskular DD/ distrofi muskular
Becker, distrofi muskular Duchenne
II. HNP multilevel
P IPDx: Program biopsi Besok, konsul PA untuk pengambilan
sample biopsi di OK.
IPTx: IVFD RL 20 tpm
Paracetamol 500mg/8jam (P.O) K/P
B1,B6,B12 1 tab/8 jam (P.O)
Methyl prednisolon 8 mg/24 jam p.o (hari 14) besok stop
IPMx: VAS, vital sign, defisit neurologis
IPEx: Menjelaskan tentang penyakit, program selanjutnya dan
tatalaksana penyakitnya.
Tanggal 23-12-2015 (Hari perawatan 15)

S lemah pada keempat anggota gerak, nyeri pinggang kadang kadang


O Kesadaran : GCS E4M6V5 = 15 VAS=2
TD = 120/80 mmHg; N = 82x/menit;
RR = 20x/mnt; T = 36.3ºC
Mata : Pupil bulat, isokor 2,5mm/2,5mm, Refleks cahaya +/+
Nn.Craniales : dbn
Motorik : Tetraparesis Flaksid, atrofi m trapezius, m supraspinatus ,
m bisep dan m trisep kanan dan kiri, m. abductor policis brevis,
Pseudohipertrofi m deltoideus, m. gastrocnemius.
Sensibilitas : dalam batas normal
Vegetatif : dalam batas normal

38
Pemeriksaan tambahan : dalam batas normal
Laporan Operasi 23-12-2014
 Pasien posisi supine dalam GA
 Asepsis dan anti sepsis daerah operasi dan persempit dengan linen
steril.
 M deltoid sinistra  incisi longitudinal perdalam sampai otot,
lakukan pengambilan sample  PA
 Dilakukan hal yang sama pada m vastus lateralis dan m
gastrocnemius sinistra, jahit luka lapis demi lapis.
 Operasi selesai.
Terapi post operasi : Ceftriaxon 2 gr/24 jam intravena, Tramadol 50
mg/ 8 jam intravena
A I. Myopati kronis Suspek distrofi muskular DD/ distrofi muskular
Becker, distrofi muskular Duchenne
II. HNP multilevel
P IPDx: Tunggu hasil biopsi.
IPTx: IVFD RL 20 tpm
Ceftriaxon 2 gr/24 jam intravena,
Tramadol 50 mg/ 8 jam intravena
B1,B6,B12 1 tab/8 jam (P.O)
Paracetamol 500mg/8 jam (P.O)
IPMx: VAS, vital sign, defisit neurologis
IPEx: Menjelaskan tentang penyakit, program selanjutnya dan
tatalaksana penyakitnya.
Tanggal 25-12-2014 (Hari perawatan 17)

S Lemah pada keempat anggota gerak, nyeri di luka bekas jahitan


berkurang, pasca biopsi hari ke 3
O Kesadaran : GCS E4M6V5 = 15 VAS=2
TD = 120/70 mmHg; N = 80x/menit;
RR = 20x/mnt; T = 36.5ºC
Mata : Pupil bulat, isokor 2,5mm/2,5mm, Refleks cahaya +/+
Nn.Craniales : dbn
Motorik : Tetraparesis Flaksid, atrofi m trapezius, m supraspinatus ,

39
m bisep dan m trisep kanan dan kiri, m. abductor policis brevis,
Pseudohipertrofi m deltoideus, m. gastrocnemius.
Sensibilitas : dalam batas normal
Vegetatif : dalam batas normal
Pemeriksaan tambahan: dalam batas normal
A I. Myopati kronis Suspek distrofi muskular DD/ distrofi muskular
Becker, distrofi muskular Duchenne post biopsi otot hari 3
II. HNP multilevel
P IPDx: Program rawat jalan
IPTx: IVFD RL 20 tpm stop
Ceftriaxon 2 gr/24 jam intravena stop
Tramadol 50 mg/ 8 jam intravena stop
B1,B6,B12 1 tab/8 jam (P.O)
Paracetamol 500mg /8 jam (P.O)
IPMx: VAS, vital sign, defisit neurologis
IPEx: Menjelaskan tentang penyakit, program selanjutnya dan
tatalaksana penyakitnya.
Tanggal 10-1-2015 (Kontrol)

S lemah pada keempat anggota gerak.


O Kesadaran : GCS E4M6V5 = 15 VAS=1-2
TD = 110/80 mmHg; N = 82x/menit;
RR = 12x/mnt; T = 36.5ºC
Mata : Pupil bulat, isokor 2,5mm/2,5mm, Refleks cahaya +/+
Nn.Craniales : dbn
Motorik : Tetraparesis Flaksid, atrofi m trapezius, m supraspinatus ,
m bisep dan m trisep kanan dan kiri, m. abductor policis brevis,
Pseudohipertrofi m deltoideus, m. gastrocnemius.
Sensibilitas : dalam batas normal
Vegetatif : dalam batas normal
Pemeriksaan tambahan: dalam batas normal

40
Hasil Biopsi :
Mikroskopik menunjukan
I. Muskulus deltoid sinistra
Potongan jaringan otot dari regio deltoid terdiri dari sel sel otot
seran lintang, yang sebagian tampak degeneratif mengalami
hialinisasi, fragmented dan digantikan oleh sel sel lemak matur.
II dan III. Muskulus vastus lateralis sinistra dan muskulus gastrocnemeus
sinistra.
Memberikan gambaran serupa berupa sel sel otot seran lintang
yang degeneratif, mengalami hialinisasi dan fragmented, serta
sebagian besar tampak digantikan oleh sel sel lemak matur.
Tak tampak tanda ganas pada ketiga sediaan.
Kesimpulan : Gambaran diatas dapat ditemukan pada Dystrophy
Muscular Progresive.
A I. Distrofi muskular DD/ distrofi muskular Becker, distrofi muskular
Duchenne post biopsi otot hari 13
II. HNP multilevel
P IPDx: -
IPTx: B1,B6,B12 1 tab/8 jam (P.O)
Fisiotherapi
IPMx: VAS,
IPEx: Menganjurkan pasien agar tetap rutin latihan, fisiotherapi, dan
menjaga kondisi badan agar tidak terkena penyakit infeksi.
Memberi support kepada pasien agar tidak rendah diri, dan
menganjurkan kepada keluarga agar memberikan dukungan
sepenuhnya kepada pasien.

41
BAGAN ALUR

Hari perawatan 1 Hari perawatan ke 6: Tanggal 25-12-2015 (Hari perawatan 17)


S: Laki laki 30 tahun datang lemah keempat anggota S: lemah keempat anggota gerak
gerak, O: Hasil MRI tanggal 12-12-2014 S: lemah keempat anggota gerak
Vital sign: TD: 120/80, N; 80x/m, RR: 18x/m, t:36,5 Kesan : Skoliosis cervicalis , Bulging diskus O: Operasi biopsy tanggal 23-12-2015 Terapi post
Nervi craniales: dbn intervertebralis aspek posterolateral kanan C5-6, operasi : Ceftriaxon 2 gr/24 jam intravena,
Motorik : Tetraparesis Flaksid, atrofi m trapezius, m L2-3, L3-4, L4-5, L5-S1 dengan penyempitan Tramadol 50 mg/ 8 jam intravena
supraspinatus , m bisep dan m trisep kanan dan kiri, foramen neuralis C5-6 kanan dan C4-5 kanan A: Myopati kronis DD/BMP, DMP,
m. abductor policis brevis, Pseudohipertrofi m kiri disertai penekanan thecal sac setinggi level HNP multi level
gastrocnemius, Gower sign, wings scapula. tersebut. Penebalan ligamentum flavum kanan P: Fisiotherapi
Sensibilitas, Vegetatif , Tes tambahan : dbn. setinggi level VL5-S1, Spur anterior pada corpus
Pemeriksaan Penunjang: Laboratorium : dbn, EMG : VL1 spondilosis lumbalis Terapi:infuse aff, injeksi stop, program rawat jalan,
myopati kronik., Hasil MSCT cervico thoracal : A: Myopati kronis DD/DMP,
menunggu hasil PA
Skoliosis Usul : MRI HNP multi level
A: Myopati kronis DD/BMP, DMP, LBP : P: konsul BS ulang, Konsul bedah ortho biopsy
DD/Muscle spasme, HNP otot Terapi: Vit. B1B6B12 tablet 3 x 1 p.o
P: Konsul BS, Konsul RM, Biopsi otot ,Terapi: Na
Diclofenac 50 mg/12 jam p.o, Diazepam tablet 2 x 2
mg p.o, Vit. B1B6B12 tablet 3 x 1 p.o

Hari perawatan ke 2 : (Hari perawatan 14) Tanggal 10-1-2015 (Kontrol)


S: lemah keempat anggota gerak
S: lemah keempat anggota gerak S: lemah keempat anggota gerak
O: Kesadaran : GCS :E4M6V5, VAS: 3
O: Hasil Konsul ulang Bedah saraf tanggal 15- O: Hasil Biopsi :
Vital sign: TD: 120/80, N; 80x/m, RR: 18x/m, t:36,5
12-2014 :tidak ada tindakan Hasil konsul Bedah
Nervi craniales: dbn Mikroskopik menunjukan
Orthopedi tanggal 14-12-2014:
Motorik : Tetraparesis Flaksid
Setuju tindakan biopsi otot, muscle chart dan
Kesimpulan : Gambaran diatas dapat
Hasil Konsul BS: Tidak ada tindakan usul MRI whole ditemukan pada Dystrophy Muscular
prakonsul anastesi untuk tindakan biopsi.
spine Progresive.
Hasil prakonsul Anastesi tanggal 14-12-2014:
Hasil Konsul RM : fisiotherapi A: Distrofi muskular DD/BMP, DMP,
Setuju masuk program operasi,Saran : cek Lab
A: Myopati kronis DD/BMP, DMP, LBP : DD/Muscle HNP multi level
faktor koagulasi..
spasme, HNP
P: MRI whole spine Terapi: Na Diclofenac 50 mg/12
A: Myopati kronis DD/BMP, DMP, P: Fisiotherapi Terapi: Vit. B1B6B12 tablet 3 x
HNP multi level 1 p.o
jam p.o, Diazepam tablet 2 x 2 mg p.o, Vit. B1B6B12
P: program biopsy terapi lanjut
tablet 3 x 1 p.o

42
DECISION MAKING

43

Вам также может понравиться