Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan
yang dirasakan sebagai ancaman individu. (Stuart and Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang baik secara fisik maupun psikologis (Depkes RI, 2000 hal 147).
Kemarahan merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari yang tidak dapat di elakkan
dan sering menimbulkan suatu tekanan.
2. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan
(Stuart dan Sundeen, 1995)
a. Respon marah yang adaptif meliputi :
1. Pernyataan (Assertion)
Respon marah dimana individu mampu menyatakan atau mengungkapkan rasa
marah, rasa tidak setuju, tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain. Hal ini biasanya akan
memberikan kelegaan.
2. Frustasi
Respons yang terjadi akibat individu gagal dalam mencapai tujuan, kepuasan, atau rasa
aman yang tidak biasanya dalam keadaan tersebut individu tidak menemukan alternatif lain.
b. Respon marah yang maladaptif meliputi :
1. Pasif
Suatu keadaan dimana individu tidak dapat mampu untuk mengungkapkan perasaan yang
sedang di alami untuk menghindari suatu tuntutan nyata.
2. Agresif
Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan individu untuk menuntut suatu
yang dianggapnya benar dalam bentuk destruktif tapi masih terkontrol.
3. Amuk dan kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilang kontrol, dimana individu dapat
merusak diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
3. Etiologi
Untuk menegaskan keterangan diatas, pada klien gangguan jiwa, perilaku kekerasan bisa
disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu
tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri.
Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri,
hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
4. Tanda dan Gejala
1. Muka merah
2. Pandangan tajam
3. Otot tegang
4. Nada suara tinggi
5. Berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak
6. Memukul jika tidak senang
Proses Kemarahan
Stress, cemas, harga diri rendah, dan bersalah dapat menimbulkan kemarahan. Respons terhadap
marah dapat di ekspresikan secara eksternal maupun internal.
a. Eksternal yaitu konstruktif, agresif.
b. Internal yaitu perilaku yang tidak asertif dan merusak diri sendiri.
Bermusuhan
c. Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif dengan menggunakan kata-kata yang dapt
di mengerti dan diterima tanpa menyakiti hati orang lain, akan memberikan perasaan lega,
keteganganpun akan menurun dan perasaan marah teratasi.
d. Marah di ekspresikan dengan perilaku agresif dan menentang, biasanya dilakukan individu
karena ia merasa kuat. Cara ini tidak menyelesaikan masalah bahkan dapat menimbulkan
kemarahan yang berkepanjangan dandapat menimbulkan tingkah laku yang destruktif, amuk
yang ditujukan pada orang lain maupun lingkungan.
e. Perilaku tidak asertif seperti menekan perasaan marah atau melarikan diri dan rasa marah tidak
terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama dan pada suatu
saat dapat menimbulkan kemarahan destruktif yang ditujukan pada diri sendiri.
5. Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi
Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor predisposisi, artinya
mungkin terjadi perilaku kekerasan jika factor berikut di alami oleh individu :
Psikologis : kegagalan yang dialami dapat mnimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul
agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan di tolak, di hina,
di aniyaya atau saksi penganiayaan.
Perilaku : reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi
kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi
perilaku kekerasan.
Sosial budaya : budaya tertutup dan membalas secara alam (positif agresif) dan control social
yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan diterima (permissive)
Bioneurologis : banyak pendapat bahwa kerusakan sisitem limbic, lobus frontal, lobus temporal
dan ketidak seimbangan neurotransmiter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.
Faktor Presipitasi
Factor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain.
Kondisi klien seperti ini kelemahan fisik (penyakit fisik), keputus asaan, ketidak berdayaan,
percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan
situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang
yang dicintainya / pekerjaan dan kekerasan merupakan factor penyebab yang lain. Interaksi yang
profokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.
1. Tingkah Laku
a. Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebar.
b. Memaksakan kehendak, merampas makanan, memukul jika tidak senang perilaku yang
berkaitan dengan marah antara lain :
b. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan pemberian pekerjaan atau
kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan mengembalikan kemampuan
berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk
kegiatan seperti membaca Koran, main catur dapat pula dijadikan media yang penting setelah
mereka melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti
kegiatan uityu bagi dirinya. Terapi ini merupakan langkah awal yangb harus dilakukan oleh
petugas terhadap rehabilitasi setelah dilakukannyan seleksi dan ditentukan program kegiatannya.
c. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan perawatan langsung pada
setiap keadaan(sehat-sakit) klien. Perawat membantu keluarga agar dapat melakukan lima tugas
kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan, memberi
perawatan pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan
menggunakan sumber yang ada pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan
mengatasi masalah akan dapat mencegah perilaku maladaptive (pencegahan primer),
menanggulangi perilaku maladaptive (pencegahan skunder) dan memulihkan perilaku
maladaptive ke perilaku adaptif (pencegahan tersier) sehingga derajat kesehatan klien dan
kieluarga dapat ditingkatkan secara opti9mal. (Budi Anna Keliat,1992).
d. Terapi somatic
Menurut Depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi yang diberikan
kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang mal adaftif menjadi
perilaku adaftif dengan melakukan tindankan yang ditunjukkan pada kondisi fisik klien, tetapi
target terapi adalah perilaku klien
e. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau elektronik convulsive therapy (ECT) adalah bentuk terapi kepada klien
dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang
ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini ada awalnya untukmenangani skizofrenia
membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2
kali).
4. Pohon Masalah
Resiko menciderai diri sendiri
Orang lain atau lingkungan. E
Perlaku kekerasan CP
6. Fokus Intervensi
1. Resiko menciderai diri dan orang lain b.d perilaku kekerasan.
TUM : Klien dapat melanjutkan peran sesuai dengan tanggung jawab.
TUK : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria hasil :
Klien mau menjawab salam
Klien mau menjabat tangan
Klien mau menyabutkan nama
Klien mau tersenyum
Ada kontak mata
Mau mengetahui nama perawat
Mau menyediakan waktu untuk kontak
Intervensi :
a. Memberi salam atau panggil nama klien
b. Sebutkan nama perawat sambil menjabat tangan
c. Jelaskan tujuan interaksi
d. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
e. Beri sikap aman dan empati
f. Lakukan kontrak singkat tapi sering
TUK 2 : Klien dapat mengnidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
Kriteria Evaluasi :
Klien dapat mengungkapkan perasaannya
Klien dapat mengungkapkan penyebab marah, baik dari diri sendiri nmaupun orang lain dan
lingkungan.
Intervensi :
a. Anjurkan klien mengnungkapkan yang dialami saat marah.
b. Obsevasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien.
c. Simpulkan tanda-tanda jengkel atau kesal yang dialami klien.
Klien
2. Konsep diri
a. Citra tubuh
Klien memandang terhadap dirinya ada bagian tubuh yang paling istimewa atau yang paling
disukainya adalah bagian wajah, karena klien merasa wajahnya tampan..
b. Identitas diri
Klien mempersepsikan dirinya sebagai laki – laki dewasa dan belum menikah dan klien anak ke
dua dari lima bersaudara.
c. Peran
Klien mengatakan bahwa dalam keluarganya adalah anak yang di saying dilingkungan
masyarakat. klien juga aktif mengikuti kegiatan kemasyarakatan seperti gotong royong,
pengajian, pemuda dll.
d. Ideal diri
Klien mengatakan menerima statusnya sebagai seorang anak, dan ingin cepat pulang dan bebas
biar bisa bekerja dan menjadi orang kaya.
e. Harga diri
Klien mengatakan hubungan yang paling dekat, di sayang dan dapat di percaya adalah ayah dan
adiknya.
Masalah Keperawatan : - Koping Individu Tidak Efektif
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang terdekat
Klien mengatakan mengatakan mempunyai orang yang berarti yaitu ayah dan adiknya, apabila
ada masalah klien memilih diam diri dan memendamnya. Didalam keluarganya ayah dan adik
adalah orang yang dipercaya oleh klien.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat
Klien mengatakan dalam masyarakat klien sering mengikuti kegiatan gotong royong, pengajian,
arisan, pemuda, setelah dirumah sakit klien juga mengikuti kegiatan sosial seperti bersosialisasi
dengan teman-teman satu bangsalnya.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Kien mengatakan tidak ada hambatan dalam berhubungan dengan orang lain, setelah di rumah
sakit hubungan klien dengan klien yang satu tidak ada masalah.
4. Spiritual
Klien mengatakan beragama islam dan klien mengatakan saat di rumah tidak rutin beribadah dan
saat di rumah sakit klien tidak beribadah karena merasa kalau doanya tidak pernah di kabulkan
dan semua itu sia-sia.
Masaalah Keperawatan : Distres spiritual
VII. STATUS MENTAL
1. Penampilan
Klien tampak agak rapi, rambutnya jarang disisir, gigi kuning, kulit bersih.
Cara berpakaian sudah rapi, baju dan celana tidak terbalik.
Klien menggunakan sandal.
Masalah Keperawatan :
2. Pembicaraan
Klien ketika bicara nada suara keras, tinggi, tidak meloncat-loncat dari tema yang dibicarakan
dan dapat berkomunikasi dengan lancar.
Masalah Keperawatan : -
3. Aktifitas Motorik
Pada kondisi sekarang klien terlihat tampak tenang, diam, tiduran, untuk saat ini klien sudah
mampu mengendalikan emosinya yang labil.
Masalah Keperawatan : -
4. Alam Perasaan
Alam perasaan klien sesuai dengan keadaan, saat gembira pasien tampak gembira, saat sedih
klien tampak sedih.
Masalah Keperawatan : -
5. Afek
Afek klien datar mempunyai emosi yang stabil.
Masalah Keperawatan : Resiko Tinggi Cidera
6. Interaksi selama wawancara
Saat diwawancara klien kooperatif, cenderung selalu berusaha mempertahankan pendapat dan
kebenaran dirinya.
Masalah Keperawatan : -
7. Persepsi
Sampai saat dikaji klien mengatakan tidak mendengarkan suara-suara.
8. Proses pikir
Pembicaraan klien normal biasa tidak berbelit-belit, tidak meloncat-loncat dan sampai tujuan
karena dapat kooperatif.
Masalah Keperawatan : -
9. Tingkat Kesadaran
Orientasi waktu, tempat dan orang dapat disebutkan dengan benar dan jelas yang ditandai
dengan klien mampu menyebutkan hari, tanggal, tahun yang benar pada saat wawancara.
Klien dapat mengenali orang-orang yang ada disekitarnya ditunjukkan dengan klien bias
menyebutkan beberapa nama temannya.
Masalah Keperawatan : -
10. Memori
Klien dapat mengingat kejadian saat dibawa rumah sakit dengan diantar oleh ayahnya. Dan klien
dapat mengingat nama mahasiswa saat berkenalan dengan benar.
Masalah Keperawatan : -
11. Tingkat Konsentrasi Berhitung
Klien dapat menghitung dengan baik misalnya 2x5 = 10, 5+5 = 10, Klien dapat memfokuskan
konsentrasi dengan baik
Masalah Keperawatan : -
12. Kemampuan Penilaian
Klien mampu menilai suatu masalah dan dapat mengambil keputusan sesuai tingkat atau mana
yang lebih baik untuk dikerjakan pertama kali.
Masalah Keperawatan : -
13. Daya Tilik Diri
Klien mampu mengenali penyakitnya dan tidak mengingkari terhadap penyakitnya karena klien
mampu menjelaskan mengapa klien bisa seperti ini dan penyebab mengapa klien bisa sakit jiwa
seperti ini.
Masalah Keperawatan : -
VIII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
1. Makan
Klien mampu makan dengan mandiri dengan cara yang baik seperti biasanya, klien makan 3x
sehari, pagi, siang dan sore, minum ±6 gelas sehari.
2. BAB/BAK
Klien BAB 1x sehari, BAK ±5x sehari dan mampu melakukan eliminasi dengan baik, menjaga
kebersihan setelah BAB dan BAK dengan baik.
3. Mandi
Klien mengatakan mandi 2x sehari pagi dan sore hari, menyikat gigi saat mandi, kebersihan
tubuh baik.
4. Berpakaian
Klien mengatakan ganti pakaian 1x sehari dengan pakaian yang disediakan rumah sakit, klien
dapat memilih dan mengambil pakaian dengan baik dan sudah sesuai dengan aturan rumah sakit.
5. Pola Istirahat Tidur
Klien selama ini tidak mengalami gangguan tidur karena klien dapat tidur dengan kualitas 6-8
jam perhari, baik malam maupun siang.
6. Penggunaan Obat
Klien mengatakan dirumah sakit selalu minum obat.
7. Aktivitas di dalam rumah
Klien bisa membantu pekerjaan rumah seperti mencuci, menyapu, dll.
8. Aktivitas diluar rumah
Klien mengatakan bekerja sehari-hari sebagai buruh.
IX. MEKANISME KOPING
Klien mampu berkomunikasi dengan orang lain.
Klien mampu mengatasi masalah ringan seperti menjaga kebersihan diri dan menyiapkan
makanan.
X. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
1. Masalah dengan dukungan kelompok (-)
2. Masalah berhubungan dengan lingkungan klien agak menarik diri dengan lingkungan.
MK : Harga Diri Rendah
3. Masalah dengan kesehatan (-)
4. Masalah dengan perumahan, klien tinggal dengan ayah dan adiknya.
5. Masalah dengan ekonomi, kebutuhan klien di penuhi oleh ayahnya.
XI. ASPEK MEDIK
Terapi obat :
Inj. Lodomer : 1amp IM extra
Trihexiyl Phenidyl : 3 x 2 mg
Haloperidol : 3 x 5 mg
Resperidon : 2 x 2 mg
XIV.
( Efek )
( Core Problem )
( Causa / Penyebab )
POHON MASALAH
Resiko Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain, Lingkungan
Perilaku Kekerasan
A. PENGKAJIAN
Nama klien : Tn. H, umur 25 tahun, Jenis Kelamin : Laki-Laki, Agama : Islam,
Pendidikan : SMP, Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia, Status Perekawinan : Belum Kawin,
Alamat : Jombor, Ceper, Klaten, No CM : 01.13.28 . klien mengatakan keinginan harus selalu
diterpenuhi. klien marah-marah dan memukul ayahnya. Saat marah klien suka memukuli ayah,
pintu/jendela. Apabila punya masalah klien tidak mau bercerita dan memilih untuk diam diri dan
memendamnya sendiri. Klien sudah pernah opname 35 kalli di RSJ klaten
IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Sesuai dengan data yang di dapat dari klien, klien menunjukkan tanda-tanda gejala
marah : muka merah tegang, pandangan tajam dan data yang didapat menampakkan gejala
perilaku kekerasan seperti mudah tersinggung dan setiap keinginannya harus terpenuhi, perilaku
kekerasan yang sering dilakukan klien adalah marah-marah, membentak-bentak dan mengamuk
serta memukul pintu/ jendela rumahsesuai data yang ada didalam teori.
B. DIAGNOSA KEPEARAWATAN
Dengan adanya data-data haail pengkajian pada kasus Tn. H penulis menyimpulkan
terdapat diagnosa keperawatan yaitu resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
b.d perilaku kekerasan dan perilku kekerasan b.d koping individu tidak efektif.
Diagnosa yang pertama yaitu resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
b.d perilaku kekerasan hal ini didukung karena pada kasus Tn. H didapatkan hasil sebagai
berikut : saat dirumah klien mengamuk dan memukuli pintu/jendela rumah serta memukuli
ayahnya.
Menurut Budi Anna Keliat S.Kp (1998), mengatakan bahwa perilaku yang berhubungan
dengan perilaku kekerasan adalah sebagai berikut : mata merah, memaksakan kehendak,
menyerang atau menghindar, mengatakan dengan jelas (asertivines), memberontak (acting out),
amuk atau kekerasan (violence).
Dari data teori yang ditanyakan Budi Anna Keliat S.Kp 1998 pad dasarnya tidak efektif
berbeda tetapi pada saat pengkajian tidak ditemukan klien klien muka merah.
Diagnosa kedua adalah perilaku kekerasan b.d koping individu tidak efektif hal ini
didukung karena pada saat kasus Tn. H didapatkan data sebagai berikut : klien apabila ada
masalah tidak mau bercerita dan memilih berdiam diri dan memendamnya sendiri.
C. INTERVENSI DAN I MPLEMENTASI
Penulis akan menguraikan rencana dan penatalaksanaan yang telah dilakukan untuk
mengatasi permasalahan yang ada pada Tn. H.
Diagnosa pertama yaitu resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Pada
diagnosa pertama ini terdapat 7 rencana keperawatan serta 7 tindakan yang telah dilaksanakan.
Untuk SP 1 adalah bina hubungan saling percaya. Dengan mengungkapkan komunikasi
terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal, perknalkan diri dengan
sopan, tanyakan nama lengkap klien nama panggilan yang disukai klien, jelaskan tujuan
pertemuan, tunjukkan sikap empati dan menerima keadaan klein apa adanya, beri perhatian pada
klien, dan perhatikan kebutuhan dasar klien. Pada SP 1 kelompok tidak mengalami hambatan
karena klien dpat diajak bekerja sama dengan cukup kooperatif.
Rencana keperawatan yang telah disusun oleh kelompok untuk SP 2 adalah memberikan
kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaanya. Bantu klien untuk mengungkapkan
penyebab jengkel dan marah. Tindakan yang telah dilakukan kelompok adalah memberikan
kesempatan klien untuk menungkapkan perasaannya, membantu klien mengungkapkapkan rasa
jengkel/ kesal pada diri sendiri. Pada SP 2 kelompok tidak mengalami kesulitan atau kendala,
karena klien mampu mengungkapkan penyebab marah yang dialami yaitu karena keinginan yang
tidak dipenuhi.
Rencana keperawatan yang telah dilakukan penulis untuk SP 3 adalah anjurkan klien
untuk mengungkapkan perasaan yang dialami saat marah, jengkel, observasi tanda, perilaku
kekerasan pada klien. Pada SP 3 ini kelompok tidak mengalami kendala karena klien mampu
untuk mengungkapkan perasaan saat marah, jengkel, klien dapat menyimpulkan tanda-tanda
jengkel dan marah, yaitu saat marah klien berbicara keras, banyak bicara, perilaku tidak wajar
dan sulit diarahkan.
Rencana keperawatan yang kelompok susun untuk SP 4 adalah anjurkan klien
mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Bantu klien bermain peran sesuai
dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Bicarakan dengan klien apakah yang klien
lakukan masalahnya selesai. Tindakan keperawatan untuk SP 4 ini kelompok tidak mengalami
kesulitan kendala karena klien dapat menyebutkan perilaku kekerasan yang dilakukan yaitu
berbicara keras dan berguling-guling ditanah.
Rencana keperawatan untuk SP 5 yang kelompok susun adalah bicarakan akibat atau
kerugian dari cara yang dilakukan klien, bersama klien menyimpulkan akibat atau cara yang
digunakan oleh klien. Tanyakan pada klien apakah klien ingin membicarakan cara baru yang
sehat. Tindakan kelompok yang telah dilakukan bersama dengan klien membicarakan akibat dan
kerugian yang klien lakukan dan menyimpulkan akibat atau kerugian yang klien lakukan dan
menyimpulkan akibat atau kerugian dari cara yang digunakan klien. Pada SP 5 kelompok tidak
mengalami kendala karena klien kooperatif sehingga klien mampu menyebutkan akibat dan
kerugian dari cara yang telah klien gunakan adalah klien bisa menyakiti diri sendiri, klien bisa
dijauhi teman-temannya.
Rencana keperawatan untuk SP 6 adalah apakah klien klien ingin belajar cara yang baru
yang sehat, berikan pujian jika klien mengetahui cara klien yang sehat, didiskusikan dengan
klien cara yang sehat tindakan yang telah kelompok lakukan menanyakan pada klien apakah
klien mau mempelajari cara baru sehat, berikan pujian pada klien jika mengetahui cara baru dan
sehat tersebut, mendiskusikan cara yang baru dan sehat. Pada SP 6 ini kelompok mengalami
kendala karena klien kurang kooperatif, klien juga tidak dapat melakukan Sholat dan berdoa
karena beranggapan sia - sia.
D. EVALUASI
Pengkajian inervensi dan implementasi yang telah dilakukan menghasilkan sebagai
berikut :
Diagnosa 1 yaitu resiko mencederai diri sndiri, orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan perilaku kekerasan. Pada diagnosa pertama, akan menjabarkan atau menjelaskan hasil
yang diperoleh.
Evaluasi SP 1 klien sudah mampu membina hubungan saling percaya dengan
menunjukkan ekspresi wajah yang bersahabat: menunjukkan rasa senang: kontak mata kurang:
mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, duduk berdampingan
dengan perawat dan mau mengutarakan masalah yang dihadapi. Pada SP 1 tidak ada kendala
karena klien kooperatif. Kesimpulan pada SP 1 telah dapat dilakukan dan sesuai dengan
perencanaan yang telah disusun oleh penulis.
Evaluasi SP 2 klien dapat mengungkapkan perasaannya dan klien dapat mengungkapkan
penyebab perasaan jengkel atau marah(dari diri sendiri, orang lain dan lingkungan). Pada SP 2
ini kelompok tidak mengalami kendala karena klien bisa mengungkapkan penyebab jengkel: bila
keinginannya tidak dipenuhi. Kesimpulan SP 2 dapat dilakukan dengan baik dan sudah sesuai
dengan intervensi yang telah direncanakan dan disusun oleh kelompok.
Evaluasi SP 3 klien dapat mengungkapkan perasaan pada saat marah atau jengkel dan
klien menyimpulkan tanda-tanda jengkel atau marah yang dialami yaitu : suka marah-marah,
bicara keras, perilaku tidaak wajar dan sulit diarahkan. Pada SP 3 kelompok tidak mengalami
kendala dalam pelaksanaan dengan baik dan sesuai dengan rencana yang disusun.
Evaluasi SP 4 klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan yaitu
: marah-marah, suara keras dan suka memukul pintu rumah tetangganya. Klien dapat bermain
peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan dan dapat mengetahui cara yang
biasa dapat menyelesaikan masalah atau tidak. SP 4 ini penulis tidak mengalami kendala dalam
pelaksanaan tersebut, klien kooperatif dan dapat diajak kerjasama. Kesimpulan SP 4 dapat
terlaksanan dengan baik sesuai dengan rencana yang telah disusun.
Evaluasi SP 5 klien dapat mengungkapkan akibat cara marah yang di lakukan oleh klien
yaitu : dapat merugikan orang lain dan diri sendiri maupun orang lain. Dalam SP 5 ini penulis
tidak mengalami kendala dalam pelaksanaan tersebut, klien kooperatif dan dapat diajak
kerjasama. Kesimpulan SP 5dapat terlaksanan dengan baik sesuai dengan rencana yang telah
disusun.
Evaluasi SP 6 klien dapat memilih cara yang sehat dan dapat mempraktekan cara yang
sehat menyalurkan kemarahanya yaitu dengan sholat dan berdoa. Dalam SP 6 ini penulis
mengalami kendala dalam pelaksanaan tersebut, klien kurang kooperatif dan tidak dapat diajak
kerjasama. Kesimpulan SP 6 belum dapat terlaksanan dengan baik sesuai dengan rencana yang
telah disusun.
Evaluasi SP 7 klien dapat minum obat secara teratur. Dalam SP 6 ini penulis tidak ada
kendala dalam pelaksanaan tersebut, klien kooperatif dan dapat diajak kerjasama. Kesimpulan
SP 7 dapat terlaksanan dengan baik sesuai dengan rencana yang telah disusun.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Pada kasus perilaku kekerasan yang dialami pada Tn. H tindakan yang dilakukan sesuai
dengan konsep teori adalah membina hubungan saling percaya, membantu klien mengungkapkan
penyebab perasaan jengkel atau marah, membantu klien mengidentifikasi tanda-tanda perilaku
kekerasan, membantu mengungkapkan akibat atau kerugian dari cara yang digunakan klien,
membantu klien mengidentifikasi cara yang konstruktif dalam berespon terhadap kemarahannya
dan mengajarkan cara untuk menyalurkan energy marah yang sehat agar tidak menciderai diri
sendiri, oarng lain dan lingkungan.
(Budi Anna Keliat , S.Kp 1998)
Saran
Untuk pasien :
Usulan penulis pada klien dengan ekspresi marah untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
1. Hindarkan hal-hal yang bisa menyebabkan marah yaitu mengungkit masalah tentang keinginan
yang tidak terpenuhi, menjauhi hal-hal yang menyebabkan klien jengkel.
2. Ekspresikan marah dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa
menyakiti orang lain
3. Anjurkan klien untuk mengikuti kegiatan atau aktivitas sehari-hari baik didalam ruangan
maupun diluar ruangan.
4. Anjurkan klien minum obat secara teratursesuai dengan ketentuan dokter.
5. Anjurkan klien kontrol dengan teratur setelah pulang dari rumah sakit
Untuk perawat :
1. Perawat perlu mengeksplorasikan perasaan marah dengan : mengkaji pengalaman marah masa
lalu dan bermain peran dalam mengungkapkan marah.
2. Perawat perlu mengembangkan tingkah laku asertif bagi klien yaitu menganjurkan pada klien
untuk mengungkapkan perasaannya secara berkelompok misal dengan keluarga untuk dapat
pemecehan masalahya.
3. Perawat perlu mengembangkan dan menyalurkan nergi kemarahannya dengan cara yang
konstruktif.
4. Melakukan aktivitas fisik seperti olahraga, lari pagi, angkat berat dan aktivitas lain yang
membantu relaksasi otot seperti olahraga.
5. Mengikutsertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok.
Untuk mahasiswa :
1. Tingkatkan semangat individu dan kerjasama kelompok, mengelola kasus kelompok agar dapat
memberikan asuhan keperawatan secara profesional.
2. Mempersiapkan diri baik fisik maupun materi sebelum praktek khususnya dalam bidang
keperawatan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jendral Kes. Wa, 1998, Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I,
Direktorat Kesehatan Jiwa RSJP, Bandung
Keliat B.A, 1998, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, ( Terjemahan ). Penerbit Buku
Kedokteran , EGC, Jakarta.
Maramis, WF. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press. Surabaya.
Stuart G. W, Sundeen. S. J. 1998 Buku Saku Keperawatan Jiwa. (Terjemahan) Edisi 3, Alih
Bahasa Yasmin Asih, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Stuart G. W, dan Laria M. T, 2001, Erinciple and Practice of Phychitric Nursing. (Terjemahan)
(7 th ed), St. Lois : Mosby