Вы находитесь на странице: 1из 9

A.

Apendisitis
1. Anatomi Apendiks
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira
10 cm, dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan
melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk
kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini
mungkin menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia itu.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti
arteri mesenterika superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan
simpatis berasal dari nervus torakalis 10. Oleh karena itu, nyeri viseral pada
apendisitis bermula di sekitar umbilikus (Sjamsuhidajat, 2010). Pendarahan
apendiks berasal dari arteri apendikularis yang merupakan arteri tanpa
kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi,
apendiks akanmengalami gangrene (Sjamsuhidajat, 2010).
Persarafan sekum dan apendiks vermiformis berasal dari saraf
simpatis dan parasimpatis dari pleksusmesenterica superior. Serabut saraf
simpatis berasal dari medula spinalis torakal bagian kaudal, dan serabut
parasimpatis berasal dari kedua nervus vagus. Serabut saraf aferen dari
apendiks vermiformis mengiringisaraf simpatis ke segmen medula spinalis
thorakal 10 (Moore,2006). Posisi apendiks terbanyak adalah retrocaecal
(65%), pelvical (30%), postileal (5%), paracaecal (2%), anteileal (2%) dan
preileal (1%) (R.Putzdan R.Pabst, 2006). Pada 65% kasus, apendiks terletak
intraperitoneal, yang memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya
bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus
selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di
belakang kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak
apendiks (Schwartz, 2000). Anatomi apendiks dapat dilihat pada gambar 3.1
Gambar 3. 1 Variasi Anatomi Apendiks
2. Fisiologi Apendiks
Secara fisiologis apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari.
Lendir tersebut normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya
mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya
berperan pada patogenesis apendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang
dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat di
sepanjang saluran cerna termasuk apendiks adalah IgA, imunoglobulin
tersebut sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian,
pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena
jumlah jaringan limfe disini sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlahnya
di saluran cerna dan di seluruh tubuh. Istilah usus buntu yang dikenal di
masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus yang buntu sebenarnya
adalah sekum. Apendiks diperkirakan ikut serta dalam sistem imun sekretorik
di saluran pencernaan, namun pengangkatan apendiks tidak menimbulkan
defek fungsi sistem imun yang jelas (Schwartz, 2010).

Gambar 3. 2 GALT pada Apendiks


3. Definisi Apendisitis
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix
vermicularis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering
pada anak-anak maupun dewasa. Appendicitis akut merupakan kasus bedah
emergensi yang paling sering ditemukan pada anak-anak dan remaja
(Warsinggih, 2016)
4. Etiologi dan Patofisiologi
Apendik pada orang dewasa berupa suatu tonjolan dengan panjang
5-10 cm yang berpangkal dari dinding posteromedial sekum, kira-kira 3 cm
di bawah katup ileosekal. Dasar dari apendik terfiksasi pada sekum namun
ujungnya masih dalam keadaan bebas, keadaan ini menyebabkan timbulnya
berbagai variasi dari lokasi apendik dalam cavum abdomen. Lokasi apendik
dapat berupa retrosekal, subsekal, retroileal, preileal, atau pelvikal. Variasi
dari lokasi apendik ini akan Mempengaruhi penampakan klinis daripasien
dengan apendisitisakut (Prystowsky, et al., 2005).
Penyebab utama apendisitis akut adalah oleh karena adanya
penyumbatan pada lumen apendik yang diikuti dengan terjadinya peradangan
akut. Dimana sumbatan ini dapat terjadi oleh karena fekalit, hiperplasia
limfoid, benda asing, parasit, adanya striktur atau tumor pada dinding apendik
(Prystowsky, et al., 2005; Humes dan Simpson, 2006). Penyebab
penyumbatan yang paling sering pada penderita dewasa adalah fekalit,
dimana fekalit yang timbul dari bahan fekal dan garam inorganik dengan
cairan lumen adalah yang paling sering menimbulkan obstruksi dan
didapatkan sekitar 11%- 52% dari pasien yang menderita apendisitis akut,
sedangkan pada anak lebih sering oleh karena hiperplasia limfoid
(Wiersma, 2005).
Akibat dari penyumbatan lumen apendik yang mengikuti
mekanisme ”close loop obstruction” menyebabkan penumpukan mukus
dan meningginya tekanan intra lumen dan distensi lumen apendik.
Peninggian tekanan intralumen ini akan menyebabkan hambatan aliran
limfe, sehingga terjadi edema disertai hambatan aliran vena dan arteri
apendik. Keadaan ini menyebabkan terjadinya iskemik dan nekrosis,
bahkan dapat terjadi perforasi. Pada saat terjadi obstruksi akan terjadi
proses sekresi mukus yang akan menyebabkan peningkatan tekanan
intraluminer dan distensi lumen maka kondisi ini akan menstimulasi serat
saraf aferen viseral yang kemudian diteruskan menuju korda spinalis Th8 –
Th10, sehingga akan timbul penjalaran nyeri di daerah epigastrium dan
preumbilikal. Nyeri viseral ini bersifat ringan, sukar dilokalisasi dan
lamanya sekitar 4-6 jam disertai timbulnya anoreksia, mual dan muntah.
Peningkatan tekanan intraluinar akan menyebabkan peningkatan
tekanan perfusi kapiler, yang akan menimbulkan pelebaran vena, kerusakan
arteri dan iskemi jaringan. Dengan rusaknya barier dari epitel mukosa maka
bakteri yang sudah berkembang biak dalam lumen akan menginvasi dinding
apendik sehingga akan terjadi inflamasi transmural. Selanjutnya iskemia
jaringan yang berlanjut akan menimbulkan infark dan perforasi (Kirby, 2001;
Livingston, et al., 2007). Proses inflamasi akan meluas ke peritoneum
parietalis dan jaringan sekitarnya, termasuk ileum terminal, sekum dan organ
pelvis. (Sjamsuhidayat, R., Wim de Jong, 1997; Prystowsky, et al., 2005;
Humes dan Simpson, 2006).
Pada pasien-pasien tertentu akan mengalami penjalaran nyeri
menuju perut kanan bawah. Nyeri somatik ini bersifat terus-menerus dan
lebih berat dibandingkan dengan nyeri pada awal infeksi. Penjalaran nyeri ini
tidak selalu didapatkan dan titik nyeri maksimal mungkin tidak selalu di titik
McBurney tergantung dari lokasi apendiknya. Pasien dengan apendisitis akut
sering tidak mengalami febris atau dengan febris ringan. Adanya perforasi
harus dicurigai bila penderita mengalami febris lebih dari 38,3°C
(Prystowsky, et al., 2005; Petroianu, 2012). Jika terjadi perforasi maka
terminal ileum, sekum, dan omentum dan organ sekitar apendik akan
membentuk dinding untuk membatasi proses radang dan menutupi lubang
perforasi dari apendik untuk tidak tejadipenyebaran infeksi yang meluas yang
disebut dengan ”wall off” atau appendicular mass”. Peritonitis akan terjadi
bila perforasi mengenai rongga abdomen (Andersson, 2007).
5. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis
Gejala nyeri abdomen merupakan gejala utama apendisitis akut.
Secara khas nyeri diffus berawal dari bagian tengah epigastrium atau
daerah umbilikus, yang diikuti dengan nyeri perut kanan bawah setelah 4-
12 jam dan muntah-muntah sering didapatkan sekitar 60% dari penderita
dengan apendisitis akut (Khan, 2005). Tidak selalu nyeri bersifat khas
seperti diatas, pada pasien lain nyeri dapat mulai timbul di perut kanan
bawah dan terus menetap di bagian itu (Craig, 2005). Denganadanya
berbagai variasi lokasi anatomi apendik, umur pasien, dan derajat
inflamasi dari apendiks menimbuIkan manifestasi klinis apendisitis
tidaklah selalu konsisten. Gejala awal adalah berupa nyeri preumbilikal
yang sukar ditentukan dan sering diikuti dengan anoreksia, dimana
anoreksia terjadi pada 75% penderita tetapi biasanya bersifat ringan tidak
berlangsung lama, segera timbul setelah timbulnya nyeri dan kebanyakan
hanya 1-2 kali. Adanya sikap penderita yang lebih cenderung
membungkuk bila berdiri atau pada posisi berbaring dengan menekuk
tungkai kanan untuk mengurangi rasa sakit dan menghindari perubahan
posisi karena sakit dan bila disuruh bergerak tampak sangat hati-hati.
Nyeri perut akut berat timbul oleh karena adanya kondisi iskemik
akut. Pada apendik yang letaknya retrosekal, khususnya apendik yang
ujungnya meluas sepanjang permukaan posterior dari kolon asendens,
proses radang dari apendik akan mengiritasi duodenum dan ini akan
menimbulkan gejala mual dan muntah sebelum timbulnya nyeri di perut
kanan bawah. Diare timbul pada apendisitis terutama pada apendik yang
letaknya di daerah pelvis dimana proses radang pada apendik akan
mengiritasi rektum, kejadiannya sekitar 18% dari kasus apendisitis
(Prystowky,et al., 2005; Humes dan Simpson, 2006).
Beberapa jam akan terjadi penjalaran nyeri ke perut kanan bawah
yang disebabkan oleh karena terjadinya peradangan peritoneum parietalis.
Jika dibandingkan dengan nyeri saat awal, nyeri ini lebih berat, bersifat
terus-menerus dan terlokalisasi. Penjalaran nyeri dari daerah preumbilikal
menuju ke perut kanan bawah adalah merupakan gambaran yang paling
umum dan khas pada pasien dengan apendisitis akut. Penemuan gejala ini
mempunyai sensitivitas dan spesifitas hampir 80%. Demam biasanya
ringan dengan suhu 37,5-38,5°C, febris yang berat jarang terjadi kecuali
jika sudah terjadi perforasi (Livingston, et al., 2007). Berdasarkan salah
satu penelitian, muntah dan febris lebih sering didapatkan pada penderita
dengan apendisitis dibandingkan dengan kasus abdomen lainnya
(Petroniau, 2012).
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi di dapat penderita berjalan
membungkuk sambal memegangi perutnya yang sakit, kembung bila
terjadi perforasi, dan penonjolan perut bagian kanan bawah terlihat pada
apendikuler abses. Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau
sedikit kembung. Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati
dengan sedikit tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri
(Departemen Bedah UGM, 2010).
Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah adalah:
1) Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan
kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda
kunci diagnosis.
2) Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness
(nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah
saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan
penekanan perlahan dan dalam di titik Mc. Burney.
3) Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang
menunjukkan adanyarangsangan peritoneum parietal.
4) Rovsing sign (+) adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah
apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini
diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi
peritoneal pada sisi yang berlawanan.
5) Psoas sign (+) terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh
peradangan yang terjadi pada apendiks.
6) Obturator sign(+)adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut
difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif,
hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah
hypogastrium.
Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok pada auskultasi akan
terdapat peristaltik normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena
peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata. Auskultasi tidak
banyak membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau
sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltic usus. Pada
pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada jam
9-12 (Departemen Bedah UGM, 2010).

Gambar 3. 4 Gambaran klinis apendisitis akut berdasarkan skor alvarado


Interpretasi:
Skor 7-10 = apendisitis akut,
Skor 5-6 = curiga apendisitis akut,
Skor l-4 = bukan apendisitis akut.
Pembagian ini berdasarkan studi dari McKay, 2007

c. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada
lebih dari 90% anak dengan appendicitis akuta. Jumlah leukosit pada
penderita appendicitis berkisar antara 12.000-18.000/mm3. Peningkatan
persentase jumlah neutrofil (shift to the left) dengan jumlah normal
leukosit menunjang diagnosis klinis appendicitis. Jumlah leukosit yang
normal jarang ditemukan pada pasien dengan appendicitis. Pemeriksaan
urinalisis membantu untuk membedakan appendicitis dengan
pyelonephritis atau batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria ringan dan
pyuria dapat terjadi jika inflamasi appendiks terjadi di dekat ureter.
Ultrasonografi ering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk
menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85%
dan spesifitasnya lebih dari 90%. Gambaran USG yang merupakan
kriteria diagnosis appendicitis acuta adalah appendix dengan diameter
anteroposterior 7 mm atau lebih, didapatkan suatu appendicolith, adanya
cairan atau massa periappendix. False positif dapat muncul dikarenakan
infeksi sekunder appendix sebagai hasil dari salphingitis atau
inflammatory bowel disease. False negatif juga dapat muncul karena letak
appendix yang retrocaecal atau rongga usus yang terisi banyak udara yang
menghalangi appendix (Warsinggih, 2016).
6. Diagnosis Banding

Gambar 3. 4 Diagnosis Banding Apendisitis


7. Penatalaksanaan
Untuk pasien yang dicurigai apendisitis: Puasakan dan berikan
analgetik dan antiemetik jika diperlukan untuk mengurangi gejala. Penelitian
menunjukkan bahwa pemberian analgetik tidak akan menyamarkan gejala
saat pemeriksaan fisik. Pertimbangkan DD/ KET terutama pada wanita usia
reproduksi. Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang
membutuhkan Laparotomy maupun perawatan apendisitis tanpa operasi.
Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika intravena dapat berguna untuk
Appendicitis acuta bagi mereka yang sulit mendapat intervensi operasi
(misalnya untuk pekerja di laut lepas), atau bagi mereka yang memilki resiko
tinggi untuk dilakukan operasi Rujuk ke dokter spesialis bedah. Antibiotika
preoperative. Pemberian antibiotika preoperative efektif untuk menurunkan
terjadinya infeksi post opersi. Diberikan antibiotika broadspectrum dan juga
untuk gram negative dan anaerob. Antibiotika preoperative diberikan dengan
order dari ahli bedah. Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi
dimulai. Biasanya digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan
Clindamycin, atau Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih
karena frekuensi bakteri yang terlibat, termasuk Escherichia coli,
Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus, Streptococcus viridans, Klebsiella,
dan Bacteroides (Warsinggih, 2016).

Вам также может понравиться