Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, keindahan diartikan sebagai keadaan yang enak
dipandang, cantik, bagus benar atau elok. Keindahan dipelajari sebagai bagian dari estetika yang
mempelajari nilai-nilai sensoris yang kadang dianggap sebagai penilaian terhadap sentimen dan
rasa. Meskipun awalnya sesuatu yang indah dinilai dari aspek teknis dalam membentuk suatu
karya, namun perubahan pola pikir dalam masyarakat akan turut memengaruhi penilaian
terhadap keindahan. Misalnya pada masa romantisme di Perancis, keindahan berarti kemampuan
menyajikan sebuah keagungan. Pada masa realisme, keindahan berarti kemampuan menyajikan
sesuatu dalam keadaan apa adanya. Pada masa maraknya de Stijl di Belanda, keindahan berarti
kemampuan memadukan warna dan ruang serta kemampuan mengabstraksi benda.
Perkembangan lebih lanjut menyadarkan bahwa keindahan tidak selalu memiliki rumusan
tertentu. Ia berkembang sesuai penerimaan masyarakat terhadap ide yang dimunculkan oleh
pembuat karya. Karena itulah selalu dikenal dua hal dalam penilaian keindahan, yaitu the beauty,
suatu karya yang memang diakui banyak pihak memenuhi standar keindahan, dan the ugly, suatu
karya yang sama sekali tidak memenuhi standar keindahan dan oleh masyarakat banyak biasanya
dinilai buruk. Worldview, semacam ini sangat bermasalah, sebab pengalaman “keindahan” sering
melibatkan penafsiran beberapa entitas yang seimbang dan selaras dengan alam, yang dapat
menyebabkan perasaan daya tarik dan ketenteraman emosional. Karena ini adalah pengalaman
subyektif, sering dikatakan bahwa beauty is in the eye of the beholder atau "keindahan itu berada
pada mata yang melihatnya."
Di lain kesempatan, Rudolf Schwarzkogler yang menyayati kemaluannya hingga mati, misalnya,
atau Vito Acconci yang merekam dirinya bermasturbasi. Ia bermain dengan ambang batas daya
toleransi kejiwaan dan kebertubuhan, Stelarc yang menggantung tubuhnya dengan kail-kail
besar, misalnya, serta mengeksplorasi wilayah insting-insting paling purba, ganas dan keras. Ahli
bedah Günther von Hagens, yang karya seninya berupa 200-an mayat yang telah diplastinasi
menjadi berbagai patung tubuh.Yang agaknya bagi beberapa kalangan, hal-hal serupa di atas
adalah pertunjukan keindahan, dan sebagian yang lain, ini adalah tidak ada indahnya sama sekali.
Ini menghantarkan kita pada pergeseran atas nilai keindahan, bila pada mulanya keindahan
adalah suatu hal yang elok dan enak dipandang, yang biasanya pada sejarah seni lukis
Impresionisme, beranggapan bahwa keindahan lukisan adalah ketika ia benar-benar
merepresentasikan alam sebagaimana adanya, menampakkan keindahan yang dapat memberikan
kesejukan.