Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Kata Pengantar
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
BAB I Pendahuluan
BAB IV Kesimpulan
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
Lambung adalah organ yang memiliki kapasitas penyimpanan dan pencampuran. Bagian
fundus dan badan lambung mampu mengembang untuk mengakomodasi makanan tanpa banyak
meningkatkan tekanan dalam lambung. Selaput lambung tidak memiliki jonjot, tetapi terdiri atas
sejumlah besar terowongan lambung yang memperbesar kapasitas penyimpanan lambung.
Daerah antrum bertanggung jawab atas pencampuran dan penghalusan isi lambung (Siregar dan
Wikarsa, 2008).
Salah satu sediaan dengan pelepasan obat yang dimodifikasi adalah sediaan dengan
pelepasan diperlambat. Banyak metode yang dapat digunakan untuk membuat sediaan lepas
lambat, salah satunya adalah sediaan yang dirancang untuk tetap tinggal di dalam lambung.
Bentuk sediaan yang dapat dipertahankan di dalam lambung disebut Gastro Retentive Drug
Delivery System (GRDDS).
GRDDS dapat memperbaiki pengontrolan penghantaran obat yang memiliki indeks terapetik
sempit dan diabsorbsi dengan baik di lambung. Beberapa teknik yang termasuk dalam sistem ini
antara lain: sistem penghantaran bioadhesive yang melekat pada permukaan mukosa
(mucoadhesive), sistem penghantaran yang dapat meningkatkan ukuran obat (swelling) sehingga
tertahan di lambung karena tidak dapat melewati pilorus dan sistem penghantaran dengan
mengontrol densitas termasuk floating system dalam cairan lambung (Gohel et al., 2004).
Sistem Mengapung (Floating System) ini pertama kali diperkenalkan oleh Davis pada tahun
1968, merupakan suatu sistem dengan densitas yang kecil, memiliki kemampuan mengambang
kemudian mengapung dan tinggal di dalam lambung, obat dilepaskan perlahan pada kecepatan
yang dapat ditentukan. Hasil yang diperoleh adalah peningkatan GRT dan pengurangan fluktuasi
konsentrasi obat di dalam plasma .
Sistem mengapung pada lambung berisi obat yang pelepasannya perlahan-lahan dari sediaan
yang memiliki densitas yang rendah/Floating Drug Delivery System (FDDS) juga biasa disebut
Hydrodinamically Balanced System (HBS). FDDS/ HBS memiliki densitas bulk yang lebih
rendah daripada cairan lambung. FDDS tetap mengapung di dalam lambung tanpa
mempengaruhi motilitas dan keadaan dari lambung. Sehingga obat dapat dilepaskan pada
kecepatan yang diinginkan dari suatu sistem .
Anatomi Lambung
Secara anatomik, lambung memiliki lima bagian utama, yaitu kardiak, fundus, badan
(body), antrum, dan pilori (gambar 2.1). Kardia adalah daerah kecil yang berada pada
hubungan gastroesofageal (gastroesophageal junction) dan terletak sebagai pintu masuk ke
lambung
Fundus adalah daerah berbentuk kubah yang menonjol ke bagian kiri di atas kardia.
Badan (body) adalah suatu rongga longitudinal yang berdampingan dengan fundus dan
merupakan bagian terbesar dari lambung. Antrum adalah bagian lambung yang
menghubungkan badan (body) ke pilorik dan terdiri dari otot yang kuat. Pilorik adalah suatu
struktur tubular yang menghubungkan lambung dengan duodenum dan mengandung spinkter
pilorik (Schmitz & Martin, 2008).
Histologi Lambung.
Dinding lambung tersusun dari empat lapisan dasar utama, sama halnya dengan lapisan
saluran cerna secara umum dengan modifikasi tertentu yaitu lapisan mukosa, submukosa,
muskularis eksterna, dan serosa (Schmitz & Martin, 2008).
1. Lapisan mukosa terdiri atas epitel permukaan, lamina propia, dan muskularis mukosa.
Epitel permukaan yang berlekuk ke dalam lamina propia dengan kedalaman yang
bervariasi, dan membentuk sumur-sumur lambung disebut foveola gastrika. Epitel yang
menutupi permukaan dan melapisi lekukan-lekukan tersebut adalah epitel selapis silindris
dan semua selnya menyekresi mukus alkalis. Lamina propia lambung terdiri atas jaringan
ikat longgar yang disusupi sel otot polos dan sel limfoid. Muskularis mukosa yang
memisahkan mukosa dari submukosa dan mengandung otot polos (Tortora & Derrickson,
2009).
2. Lapisan sub mukosa mengandung jaringan ikat, pembuluh darah, sistem limfatik,
limfosit, dan sel plasma. Sebagai tambahan yaitu terdapat pleksus submukosa (Meissner)
(Schmitz & Martin, 2008).
3. Lapisan muskularis propia terdiri dari tiga lapisan otot, yaitu (1) inner oblique, (2) middle
circular, (3) outer longitudinal. Pada muskularis propia terdapat pleksus myenterik
(auerbach) (Schmitz & Martin, 2008). Lapisan oblik terbatas pada bagian badan (body)
dari lambung (Tortora & Derrickson, 2009).
4. Lapisan serosa adalah lapisan yang tersusun atas epitel selapis skuamos (mesotelium) dan
jaringan ikat areolar (Tortora & Derrickson, 2009). Lapisan serosa adalah lapisan paling
luar dan merupakan bagian dari viseral peritoneum (Schmitz & Martin, 2008).
Mekanisme Pencernan
Lambung adalah organ yang memiliki kapasitas penyimpanan dan pencampuran. Bagian
fundus dan badan lambung mampu mengembang untuk mengakomodasi makanan tanpa
banyak meningkatkan tekanan dalam lambung. Selaput lambung tidak memiliki jonjot, tetapi
terdiri atas sejumlah besar terowongan lambung yang memperbesar kapasitas penyimpanan
lambung. Daerah antrum bertanggung jawab atas pencampuran dan penghalusan isi lambung
(Siregar dan Wikarsa, 2008).
Saluran cerna selalu memiliki daya gerak. Pada sistem pencernaan makanan terdapat dua
daya gerak, yaitu cara digestif dan cara interdigestif. Daya gerak interdigestif dicirikan oleh
pola siklus yang terdiri dari empat fase, yaitu :
Fase III : periode kontraksi tetap pada frekuensi maksimal yang bermigrasi secara distal;
Siklus lengkap yang mencakup keempat fase memiliki durasi rata-rata 90-120 menit pada
manusia dan anjing. Kondisi tertentu seperti pertumbuhan bakteri, ketegangan mental, dan
variasi siang hari atau kombinasinya dapat mempengaruhi durasi masingmasing fase dan
juga siklus total (Chien, 1992).
Setiap sistem lepas lambat yang menghantarkan zat aktif dan didesain untuk tinggal di
dalam saluran cerna selama keadaan puasa hendaknya mampu menghindari kerja fase III.
Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan waktu tinggal zat aktif dalam saluran cerna
(Chien, 1992).
Bentuk sediaan padat dapat tinggal di lambung pada kondisi puasa selama kira-kira 0-120
menit, bergantung pada kedekatan waktu pencernaan aktivitas fase III berikutnya. Selama
fase I, ketika minim kontraksi, cairan atau solid tidak bergerak atau sedikit bergerak di dalam
usus halus. Sebaliknya, pada fase II dan III, aliran bahan dalam pembuluh usus halus menjadi
semakin cepat. Selain itu terjadi pemisahan cairan dan solid; cairan cenderung bermigrasi
selama fase II dan solid selama fase III. Aktivitas motor usus halus selama keadaan puasa
kemungkinan tidak cukup kuat untuk memindahkan solid (Chien, 1992).
Mekanisme pengayaan terjadi pada saat lambung dalam keadaan kenyang dan
dipengaruhi oleh viskositas makanan. Bentuk sediaan cenderung tinggal di daerah antrum
jika solid berukuran besar karena penghalusan makanan terjadi di daerah tersebut.
Sebaliknya, bentuk sediaan unit ganda terdispersi dan dikosongkan bersama dengan makanan
sehingga menunjukkan derajat distribusi yang besar. Total waktu pengosongan lambung
beragam dalam rentang antara 2-6 jam (Chien, 1992).
Mayoritas bentuk sediaan yang diberikan secara oral dalam keadaan puasa akan
dikosongkan dalam waktu 90 menit. Pada saat kondisi kenyang, tablet dan kapsul yang tidak
terdisintegrasi akan tinggal dalam lambung selama 2-6 jam dan baru mulai dikosongkan di
permulaan keadaan puasa, sedangkan bentuk sediaan terdisintegrasi dan partikel-partikel
kecil dikosongkan bersama dengan makanan. Waktu transit total makanan dan bentuk sediaan
dari lambung sampai katup ileosekal manusia kira-kira 3-6 jam dalam keadaan puasa, dan 6-
10 jam dalam keadaan kenyang (Chien, 1992).
Banyak metode yang dapat digunakan untuk membuat sediaan lepas lambat, salah
satunya adalah sediaan yang dirancang untuk tetap tinggal/dipertahankan di lambung, yang
disebut dengan gastroretentive drug delivery system (GRDDS). GRDDS dapat memperbaiki
pengontrolan penghantaran obat-obat yang memiliki kriteria: untuk aksi lokal di lambung,
diabsorbsi secara cepat dan baik di lambung, tidak stabil dan terdegradasi di dalam saluran
intestinal/kolon, kelarutannya rendah pada pH alkalis, memiliki waktu eliminasi yang pendek
serta memiliki indeks terapi yang sempit (Rocca et al., 2003).
Beberapa keuntungan dari GRDDS antara lain: meningkatkan bioavailabilitas, dapat
mengendalikan penghantaran obat dan mengurangi frekuensi pengobatan, mengurangi
fluktuasi konsentrasi obat, meningkatkan selektivitas pada aktivasi reseptor, mengurangi
aktivitas perlawanan dari tubuh, memperpanjang batas waktu konsentrasi efektif,
meminimalkan aktivitas merugikan pada usus besar, serta menempatkan penghantaran obat
yang spesifik (Garg and Gupta, 2008).
Sistem mengapung pertama kali diperkenalkan oleh Davis pada tahun 1968. Floating
system merupakan sistem dengan densitas kecil, yang memiliki kemampuan mengambang
kemudian mengapung serta tinggal di lambung untuk beberapa waktu. Pada saat sediaan
mengapung di lambung, obat dilepaskan perlahan pada kecepatan yang dapat ditentukan.
Hasil yang diperoleh adalah peningkatan gastric residence time dan pengurangan fluktuasi
konsentrasi obat dalam plasma (Chawla et al., 2003).
Sistem mengapung pada lambung berisi bahan aktif yang dilepaskan perlahan-lahan dari
sediaan yang memiliki densitas kecil, disebut floating drug delivery system (FDDS). FDDS
memiliki bulk density yang lebih rendah dari cairan lambung. FDDS tetap mengapung dalam
lambung tanpa mempengaruhi kondisi lambung dan obat dilepaskan perlahan dari sediaan
pada kecepatan yang diinginkan (Anonim, 2003).
1. Non-Effervescent system
Sistem ini biasanya menggunakan matriks yang memiliki daya
pengembangan tinggi seperti selulosa, jenis hidrokoloid, polisakarida dan polimer
seperti polikarbonat, poliakrilat, polimetakrilat dan polistiren. Salah satu cara
formulasi bentuk sediaan sistem mengapung ini yaitu dengan mencampur zat aktif
dengan gel hidrokoloid. Hidrokoloid akan mengembang ketika kontak dengan cairan
lambung setelah pemberian oral, tinggal dengan bentuk yang utuh dan memiliki bulk
density yang lebih kecil dari kesatuan lapisan luar gel. Struktur gel bertindak sebagai
reservoir obat yang akan dilepaskan perlahan dan dikontrol oleh difusi melalui
lapisan gel (Anonim, 2003).
2. Effervescent system
Sistem ini diformulasi menggunakan polimer yang dapat mengembang seperti
methocel, polisakarida, kitosan ditambah dengan komponen effervescent, seperti
natrium bikarbonat dan asam sitrat atau asam tartrat. Matriks akan membentuk gel
ketika kontak dengan cairan lambung, kemudian terbentuklah gas karbondioksida
(CO2) yang dihasilkan dari sistem effervescent. Gas tersebut akan terperangkap
dalam gelyfiedhydrocolloid yang mengakibatkan tablet akan mengapung,
meningkatkan pergerakan sediaan, sehingga akan mempertahankan daya
mengapungnya (Anonim, 2003).
1.4 Contoh Obat
BAB III
PEMBAHASAN
Secara skematis alat tersebut bekerja Seperti ditunjukkan dalam Gambar. Dimana
pada bagian (1) melakukan fungsi ganda menjaga benda uji (2) di dalam media cairan
yang dipilih (3) transmisi gaya F yang bekerja/bereaksi, baik ke atas atau ke bawah (4),
menuju ke modul pengukuran elektromagnetik (5) yang terhubung di bagian bawahnya
(Timmermans & Moës, 1990).
Dimana ;
F = total vertical force /total gaya vertikal
Df = fluid densit / densitas cairan
Ds = object density / densitas objek (obat)
v = volume dan,
g = acceleration due to gravity
Polimer dan bahan tambahan lain yang digunakan untuk formulasi FDDS adalah sebagai
berikut:
1. Hidrokoloid (20% - 75%) : dapat berupa sintetik, anionik atau non-ionik seperti gom
hidrofilik, modifikasi derivat selulosa. Misalnya : Akasia, pektin, kitosan, agar,
kasein, bentonit, veegum, HPMC (K4M, K100M dan K15M), gom gellan (Gelrite®),
Na CMC, MC, HPC.
Bahan matriks yang paling sering digunakan adalah hydroxypropyl methylcellulose
(HPMC) merupakan turunan selulosa yang bersifat hidrofilik yang dapat
mengendalikan pelepasan kandungan obat didalamnya ke dalam medium pelarut.
HPMC dapat membentuk lapisan hidrogel yang kental di sekeliling sediaan
setelah kontak dengan cairan medium pelarut. Gel ini merupakan penghalang fisik
lepasnya obat dari matriks. Proses pelepasan obat dari matriks penghalang dapat
terjadi dengan mekanisme erosi dan difusi.
2. Bahan Lemak inert (5% - 75%): Edible, bahan lemak inert memiliki berat jenis
kurang dari 1 dapat digunakan untuk mengurangi sifat hidrofilik dari formulasi dan
sebaliknya dapat meningkatkan keterapungan. Misalnya : Beeswax (Cera), asam
lemak, lemak alkohol rantai panjang, Gelucires® 39/01 dan 43/01.
3. Bahan effervescent : NaHCO3, asam sitrat, asam tartrat, diNatrium Glisin Karbonat,
Sitroglisin.
4. Meningkatkan kecepatan pelepasan (5% - 60%) : laktosa, manitol
5. Memperlambat kecepatan pelepasan (5% - 60%) Misalnya : Dikalsium phospat, talk,
magnesium stearat
6. Bahan meningkatkan keterapungan (di atas 80%), misalnya etil selulosa
7. Bahan densitas rendah : serbuk busa polypropilen (Accurel MP 1000®).
Suatu studi menjelaskan pengaruh tiga bahan pengisi yaitu Mikrokristalin selulosa
(MCC), dikalsium pospat dan laktosa pada sifat floating dari tablet bersalut. Tablet yang
mengandung laktosa mengapung lebih cepat daripada tablet yang mengandung kalsium
pospat (pengisi anorganik). Hal ini dapat dijelaskan karena tablet yang mengandung
3
laktosa memiliki densitas lebih rendah (1 g/cm pada kekerasan 30 N), sedangkan tablet
3
yang mengandung dikalsium pospat memiliki densitas lebih tinggi (1,9 g/cm pada
kekerasan 30 N).
Laktosa memiliki kelarutan dalam air lebih tinggi dan menunjukkan aktivitas
osmotik dan uptake dari medium lebih cepat pada inti tablet selama penyalutan. MCC,
pengisi yang tidak larut dengan uptake air yang lebih tinggi dan kemampuan
desintegrasi, mengakibatkan robeknya penyalutan dan desintegrasi tablet, CO 2 tidak
berakumulasi pada penyalutan dan lepas melalui lapisan film yang robek, sehingga
floating tidak terjadi.
7. Uji Floating
Pengamatan sifat mengembang dan mengapung dilakukan secara visual, dengan cara
tablet dimasukkan dalam beker gelas 100 mL yang berisi larutan HCl pH 3,0
kemudian diamati sifat pengembangan dan pengapungannya selama 5 jam.
Gambar . Uji floating tablet lepas lambat propanolol HCl jam ke-0
Gambar . Uji floating tablet lepas lambat propanolol HCl jam ke-3
Gambar . Uji floating tablet lepas lambat propanolol HCl jam ke-5
Pada jam ke tiga terlihat tablet pada semua mengembang dan mengapung. Sampai
jam ke 5 (5 jam pengamatan), tablet dari formula I dan II kembali tenggelam,
hal ini kemungkinan karena jumlah matriksnya kurang sehingga proses
pengapungan tidak dapat berlangsung lebih lama.
F = F apung – F grav
F = d f g V – d s g V = ( d f – d s ) gV
F = (d f – M / V) gV
Dimana;
d s = densitas objek
M = massa objek
V = Volume objek
Gambar. Pengaruh berat resultan selama proses pengapungan pada sediaan FDDS.
Berat resultan (+) menandakan bahwa gaya F diberikan ke atas dan objek itu
mampu mengambang. Sedangkan berat resultan (-) berarti bahwa gaya F ke
bawah dan benda tenggelam.
Persimpangan dari garis dasar nol oleh kurva berat resultan dari (+) terhadap
nilai-nilai (-) menunjukkan transisi dari bentuk sediaan dari kondisi floating ke
non floating. Perpotongan garis pada sumbu waktu sesuai dengan waktu floating
bentuk sediaan.
12. Radiology
Metode ini sebagai evaluasi preklinis dari gastroretentivity. Lebih unggul
dibandingkan γ- Scintigraphy karena lebih sederhana dan lebih murah. Bahan
pengkontras biasanya digunakan Barium sulfat.
13. Gastroscopy
Endoskopi oral menggunakan fiberoptic dan video. Digunakan untuk memeriksa
secara visual efek memperlambat waktu tinggal FDDS dalam lambung.
14. Ultrasonography (USG)
Gelombang ultrasonik merefleksikan secara substansial perbedaan suara melalui
permukaan dan menampilkan organ perut. Karakterisasi meliputi
penilaian lokasi intragastrik dari hidrogel, penetrasi pelarut ke dalam gel dan
interaksi antara dinding lambung dan FDDS selama peristalsis.
15. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Peralatan yang bernilai pada penelitian GIT untuk menganalisis pengosongan
lambung, motilitas dan distribusi intragastrik bahan makanan dan model obat.
Keuntungan alat ini dapat berupa kontras jaringan lunak tinggi, resolusi spasial
dan temporal yang tinggi, dan tidak menimbulkan radiasi
APLIKASI FDDS
Keuntungan FDDS
Kelemahan FDDS :
1. Sistem Floating tidak layak untuk obat-obatan yang memiliki masalah dalam kelarutan
atau stabilitas pada GIT.
2. Sistem ini membutuhkan cairan level tinggi pada lambung untuk penyampaian obat
mengapung dan tersalut dengan baik.
3. Obat yang diserap secara signifikan di seluruh GIT, hanya yang mengalami
metabolisme lintas pertama kandidat yang diinginkan.
4. Beberapa obat yang termasuk pada sistem floating menyebabkan iritasi pada mukosa
lambung.
Sediaan FDDS
Tabel 1 Obat yang digunakan pada formulasi sediaan FDDS berdasarkan tipe bentuk
sediaan
Tabel 2. Sediaan FDDS yang ada di pasaran
KESIMPULAN
Chawla, G. (2003). A means to address regional variability in intestinal drug absorption. Pharm
tech, 27, 50–68.
Gohel, M. C., Mehta, P. R., Dave, R. K., & Bariya, N. H. (2004). A More Relevant Dissolution
Method for Evaluation of a Floating Drug Delivery System. dissolutiontech, 11, 22–26.
Maheta, H., Patel, M., Patel, K., & Patel, M. (2014). Review: An Overview on Floating Drug
Delivery System. PharmaTutor, 2(3), 61–71.
Timmermans, J., & Moës, A. J. (1990). How well do floating dosage forms float? International
Journal of Pharmaceutics, 62(2–3), 207–216. doi:10.1016/0378-5173(90)90234-U
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA