Вы находитесь на странице: 1из 23

KONSEP DASAR PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK

(CHRONIC KIDNEY DISEASE)

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. PENGERTIAN
Gagal ginjal kronik adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme
serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan
manifestasi penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) di dalam darah (Arif muttaqin, 2011).
Gagal Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease menurut National Kidney
Foundation (NKF) di Amerika Serikat didefinisikan sebagai kerusakan ginjal atau laju filtrasi
glomerolus (GFR) < 60 mL/menit/1,73 m2 selama 3 bulan atau lebih. Kerusakan ginjal
sendiri didefinisikan sebagai abnormalitas patologis atau marker (penanda) kerusakan,
termasuk abnormalitas di uji darah atau urin ataupun hasil pencitraan.

2. ETIOLOGI/FAKTOR PREDISPOSISI
Sebab-sebab gagal ginjal kronik yang sering ditemukan dapat dibagi menjadi delapan
kelas, sebagai berikut (Price, 1992; 817):
a. Infeksi, misal pielonefritis kronik.
b. Penyakit peradangan, misal glomerulonefritis.
c. Penyakit vaskuler hipertensif, misal nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,
stenosis arteria renalis.
d. Gangguan jaringan penyambung, misal lupus eritematosus sistemik, poliartritis nodusa,
sklerosis sistemik progresif.
e. Gangguan kongenital dan herediter, misal penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus
ginjal.
f. Penyakit metabolik, misal diabetes melitus, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
g. Nefropati toksik, misal penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal.
h. Nefropati obstruktif, misal saluran kemih bagian atas seperti kalkuli, neoplasma,
fibrosis retroperitoneal; dan saluran kemih bagian bawah seperti hipertrofi prostat,
striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR)
pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi GGK terbanyak yaitu glomerulonefritis
(25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%), dan ginjal polikistik (10%) (Roesli, 2008).
1
Faktor risiko
Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau
hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan
riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga
(National Kidney Foundation, 2009).

3. PATOFISIOLOGI
Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun penyakit
primernya telah diatasi atau telah terkontrol.Hal ini menunjukkan adanya mekanisme adaptasi
sekunder yang sangat berperan pada kerusakan yang sedang berlangsung pada penyakit ginjal
kronik. Bukti lain yang menguatkan adanya mekanisme tersebut adalah adanya gambaran
histologik ginjal yang sama pada penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit primer
apapun. Perubahan dan adaptasi nefron yang tersisa setelah kerusakan ginjal yang awal akan
menyebabkan pembentukan jaringan ikat dan kerusakan nefron yang lebih lanjut (Noer,
2006).
Adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.Sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam
usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal, terjadi peningkatan percepatan
filtrasi, beban solute, dan reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron yang terdapat dalam ginjal
turun di bawah normal.
Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil dalam mempertahankan keseimbangan cairan
dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang rendah. Namun akhirnya kalau 75 %
massa nefron telah hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban solute bagi tiap nefron
sedemikian tinggi sehingga keseimbangan glomerolus-tubulus tidak dapat lagi dipertahankan.
Fleksibilitas baik pada proses ekskresi maupun konsentrasi solute dan air menjadi berkurang.
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal, sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus)
diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).Nefron-nefron yang utuh
hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun
dalam keadaan penurunan GFR/daya saring.Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron rusak.Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih
besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan
haus.Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai
retensi produk sisa.Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan

2
muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% -
90%.Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan
ke dalam urin) tertimbun dalam darah.Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala
uremia membaik setelah dialisis (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).

4. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks,
meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti (Sukandar, 2006):
a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom (MCV 78-94 CU), sering ditemukan pada pasien gagal ginjal
kronik.Anemia yang terjadi sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau
bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit.
b. Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal
kronik terutama pada stadium terminal.Patogenesis mual dan muntah masih belum jelas,
diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk
amonia.Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan
usus halus.Gejala gastrointestinal lain yang timbul diantaranya: perdarahan saluran GI,
ulserasi dan perdarahan mulut, serta nafas berbau ammonia. Keluhan-keluhan saluran
cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan
antibiotika.
c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal
ginjal kronik.Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan
gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis.Kelainan saraf mata
menimbulkan gejala nistagmus, miosis, dan pupil asimetris.Kelainan retina (retinopati)
mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal
ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada konjungtiva menyebabkan
gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga
dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme
sekunder atau tersier.

3
d. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga
berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang
setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang
dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost, warna kulit
abu-abu mengkilat, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
e. Kelainan selaput serosa
Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada gagal
ginjal kronik terutama pada stadium terminal.Kelainan selaput serosa merupakan salah
satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.
f. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi sering
dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik.Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi,
dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada pasien GGK.Kelainan
mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa
hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas).
g. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat
kompleks.Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem
vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium
terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung. Pada sistem kardiovaskuler
sering ditemukan hipertensi, pitting edema, edema periorbital, pembesaran vena
jugularis, friction rub pericardial.
h. Kelainan sistem pulmoner: krekels, nafas dangkal, kusmaull, sputum kental dan liat
i. Kelainan sistem muskuloskeletal: kram otot, kehilangan kekuatan otot, fraktur tulang.
j. Kelainan sistem reproduksi: amenore, atrofi testis.

5. KLASIFIKASI
Klasifikasi CKD menurut NKF (National Kidney Foundation)adalah sebagai berikut:
a. Stadium I: Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat (>90 mL/menit/1,73
m2 )
b. Stadium II: Kerusakan ginjal dengan GFR menurun ringan (60-89mL/menit/1,73 m2)
c. Stadium III: GFR menurun sedang (30-59mL/menit/1,73 m2)

4
d. Stadium IV: GFR menurun berat (15-29mL/menit/1,73 m2)
e. Stadium V: Gagal ginjal (GFR < 15 mL/menit/1,73 m2atau dialisis)

6. PEMERIKSAAN FISIK
a. Inspeksi
- Konjungtiva anemis
- Mata nistagmus, miosis, pupil asimetris
- Kulit tampak kering, bersisik, mengkilat, ekimosis
- Kuku tipis dan rapuh
- Edema tungkai
- Pembesaran vena jugularis
- Edema periorbital
- Nafas dangkal
b. Palpasi
- Pitting edema
- Distensi vena jugularis
- Kulit teraba kering dan bersisik
- Kekuatan otot menurun
c. Auskultasi
- Krekels pada paru
- Friction rub pericardial
- Disritmia jantung

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Urin
- Warna: secara abnormal warna urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus, bakteri,
lemak, fosfat, atau uratsedimen. Warna urine kotor, kecoklatan menunjukkan adanya
darah, Hb, mioglobin, porfirin.
- Volume urine: biasanya kurang dari 400 ml/24 jam bahkan tidak ada urine (anuria).
- Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat.
- Osmolalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal tubular dan
rasio urin :serum sering 1:1.

5
- Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan kerusakan
glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
- Klirens kreatinin: mungkin agak menurun.
- Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium.
b. Darah
- Ht : menurun karena adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl.
- BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir.
- SDM: menurun, defisiensi eritropoetin.
- GDA: asidosis metabolik, pH kurang dari 7,2.
- Protein (albumin) : menurun.
- Natrium serum : rendah.
- Kalium: meningkat.
- Magnesium: meningkat.
- Kalsium: menurun.
c. Osmolalitas serum
Lebih dari 285 mOsm/kg.
d. Sistouretrogram berkemih
Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalam ureter, retensi.
e. Pielografi Intravena
Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
Pielografi retrograde dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible.
Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, massa.
f. Ultrasonografi Ginjal
Untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi pada saluran
perkemihan bagian atas.
g. Endoskopi Ginjal, Nefroskopi
Untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif.
h. Arteriogram Ginjal
Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, masa.
i. Biopsi ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan untuk diagnosis
histologis.

6
j. EKG
Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa, aritmia,
hipertrofi ventrikel, dan tanda-tanda perikarditis.
(Doenges, E Marilynn, 2000, hal 628- 629)

8. PENATALAKSANAAN
a. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal, dan memelihara keseimbangan cairan dan
elektrolit (Sukandar, 2006).
1) Peranan diet
Diet rendah protein (20-40 g/hari) dan tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia dan
nausea dari uremia, menyebabkan penurunan uremia, menyebabkan penurunan ureum
dan perbaikan gejala.Hindari masukan berlebih dari kalium dan garam.
2) Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan
utama yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi,
dan memelihara status gizi.
3) Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis
mencapai 2 L per hari.Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urine dan pencatatan
keseimbangan cairan.
4) Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan
penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).

b. Terapi simtomatik
1) Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia).Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan
suplemen alkali.Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila
pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.

7
Selain itu, hindari masukan kalium yang besar (batasi hingga 60 mmol/hari), diuretik
hemat kalium, obat-obat yang berhubungan dengan ekskresi kalium (misalnya,
penghambat ACE dan obat antiinflamasi nonsteroid), asidosis berat, atau kekurangan
garam yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam kaliuresis. Deteksi
melalui kadar kalium plasma dan EKG.
2) Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi
alternatif, murah, dan efektif.Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena
dapat menyebabkan kematian mendadak.
3) Keluhan gastrointestinal
Anoreksia, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada
GGK.Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari
GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut
sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan
obat-obatan simtomatik.
4) Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
5) Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang
adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.Hiperfosfatemia
dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti aluminium hidroksida (300-1800
mg) atau kalsium karbonat (500-3.000 mg) pada setiap makan.
6) Kontrol hipertensi
Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan cairan diatur
tersendiri tanpa tergantung tekanan darah. Sering diperlukan diuretik loop, selain obat
antihipertensi.
7) Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita.
c. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada
LFG kurang dari 15 ml/menit.Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis
peritoneal, atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).

8
1) Hemodialisis
2) Dialisis peritoneal (DP)
3) Transplantasi ginjal

9
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
GAGAL GINJAL KRONIK (CRONIC KIDNEY DISEASE)

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
1) Keadaan Umum
2) Tanda-tanda Vital
3) Riwayat penyakit sebelumnya
4) Anamnesa dan observasi
1. Aktifitas/istirahat
- Gejala:malaise, kelelahan ekstrem, gangguan tidur (insomnis/gelisah atau somnolen)
- Tanda: kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
2. Sirkulasi
- Gejala: riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada (angina)
- Tanda: hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan piting pada kaki, telapak
tangan, nadi lemah, halus, hipotensi ortostatik, disritmia jantung, pucat pada kulit,
friction rub pericardial, kecenderungan perdarahan
3. Integritas ego
- Gejala: faktor stress, misalnya masalah finansial, hubungan dengan orang lain,
perasaan tak berdaya, tak ada harapan
- Tanda: menolak, ansietas, takut, marah, perubahan kepribadian, mudah terangsang
4. Eliminasi
- Gejala: penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), diare,
konstipasi, abdomen kembung
- Tanda: perubahan warna urin, contoh kuning pekat, coklat, kemerahan, oliguria,
dapat menjadi anuria
5. Makanan/cairan
- Gejala: peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi), anoreksia,
mual/muntah, nyeri ulu hati, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernafasan amonia)
- Tanda: distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir), edema (umum,
tergantung), perubahan turgor kulit/kelembaban, ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah,
penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga.
-

10
6. Neurosensori
- Gejala: kram otot/kejang, sindrom “kaki gelisah”, kebas rasa terbakar pada telapak
kaki, sakit kepala, penglihatan kabur, telapak kaki kebas/kesemutan dan kelemahan
khususnya ekstrimitas bawah (neuropati perifer)
- Tanda: gangguan status mental, contohnya ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, penurunan lapang
perhatian, stupor, koma, kejang, fasikulasi otot, rambut tipis, kuku tipis dan rapuh
7. Nyeri/kenyamanan
- Gejala: sakit kepala, kram otot/nyeri kaki, nyeri panggul
- Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
8. Pernapasan
- Gejala: dispnea, nafas pendek, nokturnal paroksismal, batuk dengan/tanpa sputum
- Tanda: dispnea, takipnea pernapasan kusmaul, batuk produktif dengan sputum merah
muda encer (edema paru)
9. Keamanan
- Gejala: kulit gatal, ada/berulangnya infeksi
- Tanda: pruritus, demam (sepsis, dehidrasi)
10. Seksualitas
- Gejala: amenorea, infertilitas, penurunan libido
11. Interaksi sosial
- Gejala: kesulitan menurunkan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan
fungsi peran dalam keluarga
12. Penyuluhan
- Riwayat diabetes mellitus pada keluarga (resti GGK), penyakit polikistik, nefritis
herediter, kalkulus urinaria
- Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan
- Penggunaan antibiotik nefrotoksik saat ini/berulang
(Doenges, E Marilynn, 2000, hal 626- 628)

11
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN (BERDASARKAN PRIORITAS)
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan melemahnya mekanisme pengaturan
ginjal, ditandai dengan klien mengalami edema, terjadi peningkatan berat badan dengan
cepat, distensi vena jugularis, oliguria.
2. Nausea berhubungan dengan gangguan biokimia (uremia), ditandai dengan klien
mengeluh mual muntah, terjadi penurunan nafsu makan, terjadi peningkatan saliva,
klien tidak dapat menghabiskan makanan sesuai porsi yang disediakan.
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera kimia (toksin uremik), ditandai dengan
klien mengeluh nyeri kepala dan nyeri otot, klien mengeluh nyeri dengan skala 1-10,
klien tampak gelisah, klien tampak meringis kesakitan, TD meningkat (>120/80
mmHg), nadi meningkat (>100x/mnt), klien tampak memegangi bagian yang nyeri.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
adekuatnya asupan akibat iritasi gastrointestinal ditandai dengan klien mengeluh mual
muntah, penurunan BB >20%, kadar albumin serum < 3,4 g/dl, terjadi penurunan intake
makanan, nafsu makan menurun, kelemahan.

3. INTERVENSI
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan melemahnya mekanisme
pengaturan ginjal, ditandai dengan klien mengalami edema, terjadi peningkatan
berat badan dengan cepat, distensi vena jugularis, oliguria.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ...x … jam diharapkan tercapai
keseimbangan antara asupan dan haluaran cairan, dengan kriteria hasil:
a. Fluid balance
- Tekanan darah normal(120/80 mmHg) (skala 5=not compromised)
- Denyut nadi normal (60-100x/menit) (skala 5= not compromised)
- Tercapai keseimbangan intake dan output cairan (skala 5= not compromised)
- Turgor kulit elastis (skala 5= not compromised)
- Membran mukosa lembab (skala 5= not compromised)
- Hematokrit normal (skala 5= not compromised)
- Tidak ada asites (skala 5= none)
- Tidak ada hipotensi orthostatik (skala 5= none)
- Tidak ada distensi vena jugularis (skala 5= none)

12
- Tidak ada edema perifer (skala 5= none)
b. Cardiopulmonary status
- Tekanan darah sistolik normal (120 mmHg) (skala 5= no deviation from
normal range)
- Tekanan darah diastolik normal (80 mmHg) (skala 5= no deviation from
normal range)
- Respiratory rate normal (16-20x/mnt)(skala 5= no deviation from normal
range)
- Kedalaman dari inspirasi normal (skala 5= no deviation from normal range)
- Haluaran urine seimbang dengan input(skala 5= no deviation from normal
range)
- Tidak terjadi intoleransi aktivitas (skala 5= none)
- Tidak ada sianosis (skala 5= none)
- Tidak ada edema perifer (skala 5= none)
Intervensi:
1) Fluid management
a. Timbang berat badan setiap hari.
Rasional:peningkatan berat badan dapat mengindikasikan terjadinya edema.
b. Pertahankan keakuratan intake dan output.
Rasional : untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh.
c. Monitor hasil lab yang berhubungan dengan retensi cairan (peningkatan BUN,
peningkatan hematokrit, peningkatan osmolaritas urine)
Rasional : menunjukkan adanya retensi cairan dan dapat menunjukkan derajat
edema sehingga dapat menentukan intervensi selanjutnya.
d. Monitor tanda-tanda vital
Rasional : kelebihan volume cairan dapat menyebabkan perubahan tanda-tanda
vital seperti peningkatan TD, nadi, dan respirasi rate.
e. Monitor indikasi dari kelebihan volume cairan/retensi seperti peningkatan CVP,
edema, distensi vena jugularis.
Rasional : tanda-tanda seperti peningkatan CVP, edema, distensi vena jugularis
dapat mengindikasikan terjadinya kelebihan volume cairan.
f. Kaji lokasi dan faktor pemicu edema.

13
Rasional: untuk mengetahui kondisi edema dan factor pemicunya sehingga dapat
memberikan intervensi selanjutnya.
2) Hypervolemia management
a. Monitor perubahan pada edema perifer
Rasional :untuk mengetahui status edema sehingga dapat menentukan intervensi
selanjutnya.
b. Elevasi tungkai yang mengalami edema
Rasional :untuk melancarkan aliran darah balik dari tungkai sehingga mengurangi
edema.
c. Kolaborasi pemberian diet rendah garam.
Rasional: diet rendah garam untuk mengurangi retensi cairan sehingga
mengurangi edema.
d. Anjurkan klien untuk meningkatkan istirahat.
Rasional :untuk mengurangi penekanan pada tungkai.
e. Lakukan kompresi pada bagian tubuh yang edema.
Rasional :untuk mengurangi risiko peningkatan volume edema.

2. Nausea berhubungan dengan gangguan biokimia (uremia), ditandai dengan klien


mengeluh mual muntah, terjadi penurunan nafsu makan, terjadi peningkatan
saliva, klien tidak dapat menghabiskan makanan sesuai porsi yang disediakan.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …..x … jam diharapkan terjadi
penurunan derajat mual dan muntah, dengan kriteria hasil:
a. Nausea and vomiting severity (keparahan mual muntah)
- Klien mengatakan tidak ada mual (skala 5 = none)
- Klien mengatakan tidak muntah (skala 5 = none)
- Tidak ada peningkatan sekresi saliva (skala 5 = none)
b. Appetite (nafsu makan)
Menunjukkan peningkatan nafsu makan, dengan kriteria hasil :
- Keinginan klien untuk makan meningkat (skala 5 = not compromised)
- Intake makanan adekuat (porsi makan yang disediakan habis) (skala 5 = not
compromised)

14
Intervensi :
Nausea management (manajemen mual)
a. Dorong klien untuk mempelajari strategi untuk memanajemen mual
Rasional: Dengan mendorong klien untuk mempelajari strategi manajemen mual, akan
membantu klien untuk melakukan manajemen mual secara mandiri.
b. Kaji frekuensi mual, durasi, tingkat keparahan, factor frekuensi, presipitasi yang
menyebabkan mual.
Rasional: Penting untuk mengetahui karakteristik mual dan faktor-faktor yang dapat
menyebabkan atau meningkatkan mual muntah pada klien dan membantu dalam
memberikan intervensi yang tepat.
c. Kaji riwayat diet meliputi makanan yang tidak disukai, disukai, dan budaya makan.
Rasional:Untuk mengetahui makanan yang dapat menurunkan dan meningkatkan nafsu
makan klien selama tidak ada kontra indikasi.
d. Kontrol lingkungan sekitar yang menyebabkan mual.
Rasional: Faktor-faktor seperti pemandangan dan bau yang tidak sedap saat makan
dapat meningkatkan perasaan mual pada klien.
e. Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi mual (relaksasi, guide imagery,
distraksi).
Rasional:Teknik manajemen mual nonfarmakologi dapat membantu mengurangi mual
secara nonfarmakologi dan tanpa efek samping.
f. Dukung istirahat dan tidur yang adekuat untuk meringankan nausea.
Rasional:Tidur dan istirahat dapat membantu klien lebih relaks sehingga mengurangi
mual yang dirasakan.
g. Ajarkan untuk melakukan oral hygine untuk mendukung kenyaman dan mengurangi
rasa mual.
Rasional: Mulut yang tidak bersih dapat mempengaruhi rasa makanan dan
menimbulkan mual.
h. Anjurkan untuk makan sedikit demi sedikit.
Rasional: Pemberian makan secara sedikit demi sedikit baik untuk mengurangi rasa
penuh dan enek di perut.
i. Pantau masukan nutrisi sesuai kebutuhan kalori.
Rasional:Kebutuhan kalori perlu dipertimbangkan untuk tetap mempertahankan asupan
nutrisi adekuat.

15
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera kimia (toksin uremik), ditandai
dengan klien mengeluh nyeri kepala dan nyeri otot, klien mengeluh nyeri dengan
skala 1-10, klien tampak gelisah, klien tampak meringis kesakitan, TD meningkat
(>120/80 mmHg), nadi meningkat (>100x/mnt), klien tampak memegangi bagian
yang nyeri.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama…..x … jam diharapkan nyeri dapat
berkurang, dengan kriteria hasil:
a. Pain level (level nyeri):
- Klien tidak melaporkan adanya nyeri (skala 5 = none)
- Klien tidak merintih ataupun menangis (skala 5 = none)
- Klien tidak menunjukkan ekspresi wajah terhadap nyeri (skala 5 = none)
- Klien tidak tampak berkeringat dingin (skala 5 = none)
- RR dalam batas normal (16-20 x/mnt) (skala 5 = normal)
- Nadi dalam batas normal (60-100x/mnt) (skala 5 = normal)
- Tekanan darah dalam batas normal (120/80 mmHg) (skala 5 = normal)
b. Pain control (kontrol nyeri):
- Klien dapat mengontrol nyerinya dengan menggunakan teknik manajemen nyeri
non farmakologis (skala 5 = consistently demonstrated)
- Klien dapat menggunakan analgesik sesuai indikasi (skala 5 = consistently
demonstrated)
- Klien melaporkan nyeri terkontrol (skala 5 = consistently demonstrated)
Intervensi:
Pain management (manajemen nyeri):
a. Lakukan pengkajian yang komprehensif terhadap nyeri, meliputi lokasi, karasteristik,
onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, serta faktor-faktor yang dapat memicu
nyeri.
Rasional: pengkajian berguna untuk mengidentifikasi nyeri yang dialami klien meliputi
lokasi, karasteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri serta faktor-faktor yang
dapat memicu nyeri klien sehinggga dapat menentukan intervensi yang tepat.
b. Observasi tanda-tanda non verbal atau isyarat dari ketidaknyamanan.

16
Rasional: dengan mengetahui rasa tidak nyaman klien secara non verbal maka dapat
membantu mengetahui tingkat dan perkembangan nyeri klien.
c. Gunakan strategi komunikasi terapeutik dalam mengkaji pengalaman nyeri dan
menyampaikan penerimaan terhadap respon klien terhadap nyeri.
Rasional: membantu klien dalam menginterpretasikan nyerinya.
d. Kaji tanda-tanda vital klien.
Rasional: peningakatan tekanan darah, respirasi rate, dan denyut nadi umumnya
menandakan adanya peningkatan nyeri yang dirasakan.
e. Kontrol faktor lingkungan yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan, seperti suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan.
Rasional: membantu memodifikasi dan menghindari faktor-faktor yang dapat
meningkatkan ketidaknyamanan klien.
f. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri non farmakologi, (mis: teknik terapi musik,
distraksi, guided imagery, masase dll).
Rasional: membantu mengurangi nyeri yang dirasakan klien, serta membantu klien
untuk mengontrol nyerinya.
g. Kolaborasi dalam pemberian analgetik sesuai indikasi.
Rasional: membantu mengurangi nyeri yang dirasakan klien.

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


tidak adekuatnya asupan akibat iritasi gastrointestinal ditandai dengan klien
mengeluh mual muntah, penurunan BB >20%, kadar albumin serum < 3,4 g/dl,
terjadi penurunan intake makanan, nafsu makan menurun, kelemahan.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan … x … jam diharapkan pemenuhan nutrisi
adekuat, dengan kriteria hasil:
a. Status nutrisi:
- Masukan nutrisi adekuat (skala 5 = No deviation from normal range)
- Masukan makanan dalam batas normal (skala 5 = No deviation from normal range)
b. Status nutrisi : masukan nutrisi:
- Masukan kalori dalam batas normal (skala 5= Totally adequate)
- Nutrisi dalam makanan cukup mengandung protein, lemak, karbohidrat, serat,
vitamin, mineral, ion, kalsium, sodium (skala 5= Totally adequate)

17
c. Status nutrisi : hitung biokimia
- Serum albumin dalam batas normal (3,4-4,8 gr/dl) (skala 5= No deviation from
normal range)
Intervensi:
1) Terapi nutrisi:
a. Kaji status nutrisi klien
Rasional: pengkajian penting untuk mengetahui status nutrisi klien dapat menentukan
intervensi yang tepat.
b. Monitor masukan makanan atau cairan dan hitung kebutuhan kalori harian.
Rasional: dengan mengetahui masukan makanan atau cairan dapat mengetahui apakah
kebutuhan kalori harian sudah terpenuhi atau belum.
c. Tentukan jenis makanan yang cocok dengan tetap mempertimbangkan aspek agama dan
budaya klien.
Rasional: memenuhi kebutuhan nutrisi klien dengan tetap memperhatikan aspek agama
dan budaya klien sehingga klien bersedia mengikuti diet yang ditentukan.
d. Anjurkan untuk menggunakan suplemen nutrisi sesuai indikasi.
Rasional: dapat membantu meningkatkan status nutrisi selain dari diet yang ditentukan..
e. Jaga kebersihan mulut, ajarkan oral higiene pada klien/keluarga.
Rasional: menjaga kebersihan mulut dapat meningkatkan nafsu makan.
f. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
Rasional: untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang sesuai dengan
kebutuhan klien.
2) Penanganan berat badan:
a. Timbang berat badan klien secara teratur.
Rasional: dengan memantau berat badan klien dengan teratur dapat mengetahui
kenaikan ataupun penurunan status gizi.
b. Diskusikan dengan keluarga klien hal-hal yang menyebabkan penurunan berat badan.
Rasional: membantu memilih alternative pemenuhan nutrisi yang sesuai dengan
kebutuhan dan penyebab penurunan berat badan.
c. Pantau konsumsi kalori harian.
Rasional: membantu mengetahui masukan kalori harian klien disesuaikan dengan
kebutuhan kalori sesuai usia.

18
d. Pantau hasil laboratorium, seperti kadar serum albumin, dan elektrolit.
Rasional: kadar albumin dan elektrolit yang normal menunjukkan status nutrisi baik.
Sajikan makanan dengan menarik.
e. Tentukan makanan kesukaan, rasa, dan temperatur makanan.
Rasional: meningkatkan nafsu makan dengan intake dan kualitas yang maksimal.
f. Anjurkan penggunaan suplemen penambah nafsu makan.
Rasional: dapat membantu meningkatkan nafsu makan klien sehingga dapat
meningkatkan masukan nutrisi.

4. IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan tindakan yang dilakukan berdasarkan intervensi/perencanaan
yang telah dibuat.

5. EVALUASI
No. Diagnosa Keperawatan Evaluasi
1 Kelebihan volume cairan Tercapai keseimbangan antara asupan dan haluaran cairan,
berhubungan dengan dengan kriteria hasil:
melemahnya mekanisme Subjektif: -
pengaturan ginjal, ditandai Objektif:
dengan klien mengalami - Tekanan darah normal(120/80 mmHg
edema, terjadi - Denyut nadi normal (60-100x/menit)
peningkatan berat badan - Tercapai keseimbangan intake dan output cairan
dengan cepat, distensi - Turgor kulit elastis
vena jugularis, oliguria. - Membran mukosa lembab
- Hematokrit normal
- Tidak ada asites
- Tidak ada hipotensi orthostatik
- Tidak ada distensi vena jugularis
- Tidak ada edema perifer

2 Nausea berhubungan Terjadi penurunan derajat mual dan muntah, dengan kriteria
dengan gangguan hasil:
biokimia (uremia), Subjektif:

19
ditandai dengan klien - Klien mengatakan tidak ada mual.
mengeluh mual muntah, - Klien mengatakan tidak muntah.
terjadi penurunan nafsu - Klien mengatakan keinginannya untuk makan meningkat
makan, terjadi Objektif:
peningkatan saliva, klien - Tidak ada peningkatan produksi saliva.
tidak dapat menghabiskan - Intake makanan adekuat (porsi makan yang disediakan
makanan sesuai porsi habis)
yang disediakan.
3 Nyeri akut berhubungan Nyeri dapat berkurang, dengan kriteria hasil:
dengan agen cedera kimia Subjektif:
(toksin uremik), ditandai - Klien tidak melaporkan adanya nyeri
dengan klien mengeluh - Klien melaporkan nyeri terkontrol
nyeri kepala dan nyeri Objektif:
otot, klien mengeluh nyeri - Klien tidak merintih ataupun menangis
dengan skala 1-10, klien - Klien tidak menunjukkan ekspresi wajah terhadap nyeri
tampak gelisah, klien - Klien tidak tampak berkeringat dingin
tampak meringis - RR dalam batas normal (16-20 x/mnt)
kesakitan, TD meningkat - Nadi dalam batas normal (60-100x/mnt)
(>120/80 mmHg), nadi - Tekanan darah dalam batas normal (120/80 mmHg)
meningkat (>100x/mnt), - Klien dapat mengontrol nyerinya dengan menggunakan
klien tampak memegangi teknik manajemen nyeri non farmakologis
bagian yang nyeri. - Klien dapat menggunakan analgesik sesuai indikasi.
4 Ketidakseimbangan Pemenuhan nutrisi adekuat, dengan kriteria hasil:
nutrisi kurang dari Subjektif: -
kebutuhan tubuh Objektif:
berhubungan dengan tidak - Masukan nutrisi adekuat
adekuatnya asupan akibat - Masukan makanan dalam batas normal
iritasi gastrointestinal - Masukan kalori dalam batas normal
ditandai dengan klien - Nutrisi dalam makanan cukup mengandung protein, lemak,
mengeluh mual muntah, karbohidrat, serat , vitamin, mineral, ion, kalsium, sodium.
penurunan BB >20%, - Serum albumin dalam batas normal (3,4-4,8 gr/dl)
kadar albumin serum <
3,4 g/dl, terjadi penurunan

20
intake makanan, nafsu
makan menurun,
kelemahan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Aru W. Sudoyo,dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam , Jilid 2 , Ed. 5. Jakarta :Interna

Publishing.

Doengoes, E Marilynn dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Fajrinama, Faradian. 2010. CKD. http://kmbakp.blogspot.com/2010/03/ckd.html. [Akses:


17Oktober 2015]

Harnawati. 2008. Gagal Ginjal Kronik. http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/gagal-


ginjal-kronik/. [Akses: 17 Oktober 2015]

Mansjoer, Arief. Dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: EGC

McCloskey & Bulechek. 2004. Nursing Interventions Classification, Fourth Edition. USA:
Mosby Elsevier

Muttaqin, Arif . 2011. Asuhan Keperawatan sistem perkemihan . Jakarta : Salemba Medika.

NANDA. 2005-2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda: Definisi dan Klasifikasi.


Jakarta: Prima Medika

Raya, Rheny. 2009. Asuhan Keperawatan GGK. http://reniurl.blogspot.com/2009/12/asuhan-


keperawatan-ggk.html. [Akses: 17 Oktober 2015]

Smellzer et all. 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta : EGC.

Subianto, Teguh. 2009. CKD (Chronic Kidney Disease)/Gagal Ginjal Kronik (GGK).
http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/06/asuhan-keperawatan-pasien-ggk-
gagal.html. [Akses: 17 Oktober 2015]

Suharto. 2004. Penerapan Model PH COX pada Studi Pasien Gagal Ginjal Kronis.
http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=jiptunair-gdl-s2-2004-suharto-969-cox. [Akses:
17 Oktober 2015]

Sylvia & Price.2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC

University IOWA. 2008. Nursing Outcomess Classification, Fourth Edition. USA: Mosby
Elsevier

22
23

Вам также может понравиться