Kanker adalah salah satu penyakit berbahaya yang merupakan ancaman kesehatan masyarakat yang tidak mengenal usia. Menurut Smelzer et al, (2008) kanker terjadi akibat suatu sel yang abnormal di ubah oleh mutasi genetik dari Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) seluler yang berproliferasi secara abnormal. Kemudian, pada tahap tertentu sel tersebut mendapatkan ciri-ciri invasive dan terjadi perubahan pada sel-sel disekitarnya. Sel-sel kanker yang sudah terbentuk akan menginfiltrasi jaringan sekitar termasuk kelenjar limfe dan pembuluh darah. Melalui pembuluh darah sel kanker secara sistemik akan masuk ke organ-organ tubuh untuk melakukan metastase (penyebaran) pada bagian tubuh yang lain (Hesket, 2008). Menurut WHO (2012) di tahun 2012 berdasarkan data GLOBOCAN, International Agency for Research on Cancer (IARC) terdapat 14 juta kasus baru penderita kanker dan 8,2 juta orang yang meninggal akibat penyakit kanker. Berdasarkan Riskendas (2013) penyakit kanker menempati urutan ke-6 penyebab kematian terbesar di Indonesia dengan jumlah prevalensi penderita kanker di semua umur sebesar 1,4%. Sedangkan, prevalensi tertinggi penderita kanker pada penduduk di Indonesia terdapat di Provinsi DI Yogyakarta sebesar 4,1%. Prevalensi tertinggi berikutnya berada pada provinsi Jawa Tengah dan Bali sebesar 2,1% dan 2,0%. Di Jawa Timur sendiri prevalensi terjadinya kanker sebesar 1,6% lebih tinggi dibandingkan dengan angka nasional. Di Indonesia kanker merupakan penyumbang kematian terbesar ketiga setelah penyakit jantung (Pusat Data Statistik, 2008). Permasalahan ini akan meningkatkan jumlah pasien dengan kanker dan penggunaan terapi kanker. Terapi kanker yang dapat digunakan terdiri dari operasi, radioterapi, kemoterapi dan terapi biologis, serta beberapa metode lainnya (Sulakan, 2008). Salah satu kompoten terapi kanker tersebut yang memiliki peran penting dalam pengobatan kanker adalah kemoterapi. Kemoterapi didefinisikan sebagai terapi pilihan yang efektif untuk mengatasi kanker secara sistemik dengan metastasis klinis ataupun subklinis. Meskipun demikian, kemoterapi memiliki banyak efek samping diantaranya mual muntah, gangguan keseimbangan cairan elektrolit, dan stomatitis (Hesket, 2008). Jika efek samping tersebut tidak dapat ditangani dengan baik khususnya pada kondisi mual muntah, maka kondisi tersebut menyebabkan terjadinya dehidrasi, resiko aspirasi pneumonia, dan resiko syok yang dialami pasien kanker (Smeltzer et al., 2008). Kondisi terjadinya mual muntah akibat kemoterapi secara umum disebut dengan Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting (CINV). Mual dan muntah merupakan suatu kumpulan gejala yang berkaitan dengan efek samping berat pemberian obat kanker (Hawkins, 2009). Mual didefinisikan sebagai sensasi yang tidak menyenangkan dibelakang tenggorokan dan epigastrium yang dapat atau tidak menyebabkan muntah, sedangkan muntah merupakan dorongan ekspulsi yang kuat dari isi lambung, duodenum atau yeyenum melalui mulut (Price & Wilson, 2005). Kondisi pasien yang mengalami mual muntah akan memicu timbulnya stress yang dapat membuat pasien memilih untuk menghentikan siklus terapi dan dapat mempengaruhi harapan hidup pasien. Berdasarkan standar pelayanan rumah sakit dalam mengatasi mual muntah akibat kemoterapi adalah dengan menggunakan teknik nonfarmakologi berupa pemberian antiemetik (BINFAR, 2009). Pemberian antiemetik dapat digunakan untuk mengurangi gejala mual muntah pada pasien kanker akibat kemoterapi. Antiemetik yang sering digunakan untuk mengatasi mual muntah akibat kemoterapi adalah 5-Hydroxytryptamine-3 (5HT3) dan Serotonin Reseptor Antagonis (SRA) yang paling umum digunakan adalah ondansetron. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di RSUD dr. Saiful Anwar Malang terdapat 3 pasien kanker pada siklus pertama kemoterapi mengalami mual muntah dan mendapatkan terapi farmakologi ondansetron. Ondansentron merupakan terapi yang digunakan pada kondisi mual dan muntah akibat kemoterapi dan radioterapi (PIONAS, 2015), tetapi secara umum obat tersebut memiliki efek samping sakit kepala, eritema, konstipasi, dan reaksi lokasi injeksi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lee et al. (2008) melaporkan bahwa 29% pasien kanker mengalami mual muntah akut dan 47% mengalami mual muntah lambat selama 4 hari setelah mendapatkan kemoterapi, meskipun telah mendapatkan terpai antiemetik. Sehingga, untuk meminimalisir terjadinya efek samping pada pasien yang menjalani kemoterpai diperlukan suatu tindakan penunjang sebagai terapi nonfarmakologi komplementer yang dapat membantu dalam upaya pencegahan dan manajemen mual muntah akibat kemoterapi. Terapi komplementer untuk pasien kanker secara efektif dapat membantu dalam manajemen mual muntah terdiri dari relaksasi, guided imagery, distraksi, hypnosis, akupresure, dan akupunktur (Lee et al. 2008). Terapi komplementer pada dasarnya bertujuan untuk meningkatakn system kekebalan tubuh dan pertahanan tubuh. Salah satu terapi komplementer yang dapat digunakan untuk mengurangi mual muntah adalah tekhnik relaksasi dengan menggunakan aromaterapi. Aromaterapi merupakan terapi komplementer yang menggunakan kandungan wewangian minyak essensial. Minyak essensial yang diberikan adalah dengan cara dihirup pada saat pemberian kemoterapi. (Broker, 2009). Salah satu aroma yang dapat digunakan untuk mengurangi rasa mual adalah aroma papper mint. Papper mint memiliki kandungan yang dapat mengurangi rasa mual akibat efek dari kemoterapi. Pengaruh aroma pappermint terhadap penurunan mual muntah telah diuji oleh beberapa ahli melalui penelitian. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Susanti (2012) tentang penggunaan aromaterapi peppermint pada pasien kemoterapi mengemukakan hasil bahwa terjadi penurunan yang bermakna pada kejadian mual muntah setelah diberikan aromaterapi pappermint. Berdasarkan uraian masalah dan fenomena diatas meskipun telah ada penelitian sebelumnya tentang pengaruh pemberian aromaterapi pappermint terhadap mual muntah pada pasien yang mendapatkan kemoterapi, tetapi penelitian dengan topik tersebut diwilayah Rumah Sakit Malang masih terbatas. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh pemberian aromaterapi pappermint terhadap mual muntah akibat kemoterapi pada pasien kanker di RSUD dr. Saiful Anwar Malang.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh pemberian aromaterapi pappermint terhadap penurunan mual muntah akibat kemoterapi pada pasien kanker nasofaring di RSUD dr. Saiful Anwar Malang?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Mengidentifikasi pengaruh pemberian aromaterapi pappermint terhadap penurunan mual muntah akibat kemoterapi pada pasien kanker di RSUD dr. Saiful Anwar Malang
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi mual muntah akibat kemoterapi pada pasien kanker di RSUD dr. Saiful Anwar Malang sebelum dilakukan terapi akupresure. 2. Mengidentifikasi mual muntah akibat kemoterapi pada pasien kanker di RSUD dr. Saiful Anwar Malang setelah dilakukan pemberian aromaterapi pappermint. 3. Menganalisis penurunan mual muntah akibat kemoterapi pada pasien kanker di RSUD dr. Saiful Anwar Malang sebelum dan setelah mendapatkan aromaterapi pappermint. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai evidence based practice dalam praktek keperawatan di departemen medical bedah dan sebagai data pendukung sebagai materi dalam pembelajaran pendidikan keperawatan medikal bedah.
1.4.2 Manfaat Praktis
Memberikan informasi bagi perawat, tim medis, dan tenaga kesehatan lain dalam mengatasi mual muntah akibat kemoterapi pada pasien kanker dengan pemberian aromaterapi peppermint.