Вы находитесь на странице: 1из 4

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kanker adalah salah satu penyakit berbahaya yang merupakan ancaman kesehatan
masyarakat yang tidak mengenal usia. Menurut Smelzer et al, (2008) kanker terjadi akibat suatu
sel yang abnormal di ubah oleh mutasi genetik dari Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) seluler yang
berproliferasi secara abnormal. Kemudian, pada tahap tertentu sel tersebut mendapatkan ciri-ciri
invasive dan terjadi perubahan pada sel-sel disekitarnya. Sel-sel kanker yang sudah terbentuk
akan menginfiltrasi jaringan sekitar termasuk kelenjar limfe dan pembuluh darah. Melalui
pembuluh darah sel kanker secara sistemik akan masuk ke organ-organ tubuh untuk melakukan
metastase (penyebaran) pada bagian tubuh yang lain (Hesket, 2008).
Menurut WHO (2012) di tahun 2012 berdasarkan data GLOBOCAN, International Agency
for Research on Cancer (IARC) terdapat 14 juta kasus baru penderita kanker dan 8,2 juta orang
yang meninggal akibat penyakit kanker. Berdasarkan Riskendas (2013) penyakit kanker
menempati urutan ke-6 penyebab kematian terbesar di Indonesia dengan jumlah prevalensi
penderita kanker di semua umur sebesar 1,4%. Sedangkan, prevalensi tertinggi penderita kanker
pada penduduk di Indonesia terdapat di Provinsi DI Yogyakarta sebesar 4,1%. Prevalensi
tertinggi berikutnya berada pada provinsi Jawa Tengah dan Bali sebesar 2,1% dan 2,0%. Di Jawa
Timur sendiri prevalensi terjadinya kanker sebesar 1,6% lebih tinggi dibandingkan dengan angka
nasional.
Di Indonesia kanker merupakan penyumbang kematian terbesar ketiga setelah penyakit
jantung (Pusat Data Statistik, 2008). Permasalahan ini akan meningkatkan jumlah pasien dengan
kanker dan penggunaan terapi kanker. Terapi kanker yang dapat digunakan terdiri dari operasi,
radioterapi, kemoterapi dan terapi biologis, serta beberapa metode lainnya (Sulakan, 2008).
Salah satu kompoten terapi kanker tersebut yang memiliki peran penting dalam pengobatan
kanker adalah kemoterapi.
Kemoterapi didefinisikan sebagai terapi pilihan yang efektif untuk mengatasi kanker
secara sistemik dengan metastasis klinis ataupun subklinis. Meskipun demikian, kemoterapi
memiliki banyak efek samping diantaranya mual muntah, gangguan keseimbangan cairan
elektrolit, dan stomatitis (Hesket, 2008). Jika efek samping tersebut tidak dapat ditangani dengan
baik khususnya pada kondisi mual muntah, maka kondisi tersebut menyebabkan terjadinya
dehidrasi, resiko aspirasi pneumonia, dan resiko syok yang dialami pasien kanker (Smeltzer et
al., 2008).
Kondisi terjadinya mual muntah akibat kemoterapi secara umum disebut dengan
Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting (CINV). Mual dan muntah merupakan suatu
kumpulan gejala yang berkaitan dengan efek samping berat pemberian obat kanker (Hawkins,
2009). Mual didefinisikan sebagai sensasi yang tidak menyenangkan dibelakang tenggorokan
dan epigastrium yang dapat atau tidak menyebabkan muntah, sedangkan muntah merupakan
dorongan ekspulsi yang kuat dari isi lambung, duodenum atau yeyenum melalui mulut (Price &
Wilson, 2005). Kondisi pasien yang mengalami mual muntah akan memicu timbulnya stress yang
dapat membuat pasien memilih untuk menghentikan siklus terapi dan dapat mempengaruhi
harapan hidup pasien.
Berdasarkan standar pelayanan rumah sakit dalam mengatasi mual muntah akibat
kemoterapi adalah dengan menggunakan teknik nonfarmakologi berupa pemberian antiemetik
(BINFAR, 2009). Pemberian antiemetik dapat digunakan untuk mengurangi gejala mual muntah
pada pasien kanker akibat kemoterapi. Antiemetik yang sering digunakan untuk mengatasi mual
muntah akibat kemoterapi adalah 5-Hydroxytryptamine-3 (5HT3) dan Serotonin Reseptor
Antagonis (SRA) yang paling umum digunakan adalah ondansetron.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di RSUD dr. Saiful Anwar Malang terdapat
3 pasien kanker pada siklus pertama kemoterapi mengalami mual muntah dan mendapatkan
terapi farmakologi ondansetron. Ondansentron merupakan terapi yang digunakan pada kondisi
mual dan muntah akibat kemoterapi dan radioterapi (PIONAS, 2015), tetapi secara umum obat
tersebut memiliki efek samping sakit kepala, eritema, konstipasi, dan reaksi lokasi injeksi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lee et al. (2008) melaporkan bahwa 29% pasien
kanker mengalami mual muntah akut dan 47% mengalami mual muntah lambat selama 4 hari
setelah mendapatkan kemoterapi, meskipun telah mendapatkan terpai antiemetik. Sehingga,
untuk meminimalisir terjadinya efek samping pada pasien yang menjalani kemoterpai diperlukan
suatu tindakan penunjang sebagai terapi nonfarmakologi komplementer yang dapat membantu
dalam upaya pencegahan dan manajemen mual muntah akibat kemoterapi.
Terapi komplementer untuk pasien kanker secara efektif dapat membantu dalam
manajemen mual muntah terdiri dari relaksasi, guided imagery, distraksi, hypnosis, akupresure,
dan akupunktur (Lee et al. 2008). Terapi komplementer pada dasarnya bertujuan untuk
meningkatakn system kekebalan tubuh dan pertahanan tubuh. Salah satu terapi komplementer
yang dapat digunakan untuk mengurangi mual muntah adalah tekhnik relaksasi dengan
menggunakan aromaterapi.
Aromaterapi merupakan terapi komplementer yang menggunakan kandungan wewangian
minyak essensial. Minyak essensial yang diberikan adalah dengan cara dihirup pada saat
pemberian kemoterapi. (Broker, 2009). Salah satu aroma yang dapat digunakan untuk
mengurangi rasa mual adalah aroma papper mint. Papper mint memiliki kandungan yang dapat
mengurangi rasa mual akibat efek dari kemoterapi.
Pengaruh aroma pappermint terhadap penurunan mual muntah telah diuji oleh beberapa
ahli melalui penelitian. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Susanti (2012) tentang
penggunaan aromaterapi peppermint pada pasien kemoterapi mengemukakan hasil bahwa
terjadi penurunan yang bermakna pada kejadian mual muntah setelah diberikan aromaterapi
pappermint. Berdasarkan uraian masalah dan fenomena diatas meskipun telah ada penelitian
sebelumnya tentang pengaruh pemberian aromaterapi pappermint terhadap mual muntah pada
pasien yang mendapatkan kemoterapi, tetapi penelitian dengan topik tersebut diwilayah Rumah
Sakit Malang masih terbatas. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh
pemberian aromaterapi pappermint terhadap mual muntah akibat kemoterapi pada pasien
kanker di RSUD dr. Saiful Anwar Malang.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana pengaruh pemberian aromaterapi pappermint terhadap penurunan mual muntah
akibat kemoterapi pada pasien kanker nasofaring di RSUD dr. Saiful Anwar Malang?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi pengaruh pemberian aromaterapi pappermint terhadap penurunan mual
muntah akibat kemoterapi pada pasien kanker di RSUD dr. Saiful Anwar Malang

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengidentifikasi mual muntah akibat kemoterapi pada pasien kanker di RSUD dr.
Saiful Anwar Malang sebelum dilakukan terapi akupresure.
2. Mengidentifikasi mual muntah akibat kemoterapi pada pasien kanker di RSUD dr.
Saiful Anwar Malang setelah dilakukan pemberian aromaterapi pappermint.
3. Menganalisis penurunan mual muntah akibat kemoterapi pada pasien kanker di
RSUD dr. Saiful Anwar Malang sebelum dan setelah mendapatkan aromaterapi
pappermint.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai evidence based practice dalam
praktek keperawatan di departemen medical bedah dan sebagai data pendukung sebagai
materi dalam pembelajaran pendidikan keperawatan medikal bedah.

1.4.2 Manfaat Praktis


Memberikan informasi bagi perawat, tim medis, dan tenaga kesehatan lain dalam
mengatasi mual muntah akibat kemoterapi pada pasien kanker dengan pemberian
aromaterapi peppermint.

Вам также может понравиться