Вы находитесь на странице: 1из 30

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. PENGERTIAN
Gagal Ginjal Kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah ganguan fungsi ginjal
yang menahun bersifat prognetif dan irreversible. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolism dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia ( retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) Brunner Suddarth (2002).
Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat biasanya berlangsung beberapa tahun (Price, Sylvia, 2005).
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang
progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah
( Muttaqin Arif , 2011 ).
CKD didefinisikan sebagai adanya kerusakan ginjal yang dimanifestasikan oleh
ekskresi albumin yang menurun atau penurunan fungsi ginjal yang secara kuantitatif
diukur dengan GFR (Glomerular Filtration Rate), dan terjadi lebih dari 3 bulan (Thomas et
al., 2008).
CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal
mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius)
dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan
keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009)

KLASIFIKASI
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration
Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan rumus Kockroft
– Gault sebagai berikut :
Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI

B. ETIOLOGI
1. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis (GN) adalah penyakit parenkim ginjal progesif dan difus yang sering
berakhir dengan gagal ginjal kronik, disebabkan oleh respon imunologik dan hanya
jenis tertentu saja yang secara pasti telah diketahui etiologinya. Secara garis besar dua
mekanisme terjadinya GN yaitu circulating immune complex dan terbentuknya deposit
kompleks imun secara in-situ. Kerusakan glomerulus tidak langsung disebabkan oleh
kompleks imun, berbagai faktor seperti proses inflamasi, sel inflamasi, mediator
inflamasi dan komponen berperan pada kerusakan glomerulus
2. Diabetes Mellitus
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karateristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan
jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal,
syaraf, jantung dan pembuluh darah. Masalah yang akan dihadapi oleh penderita DM
cukup komplek sehubungan dengan terjadinya komplikasi kronis baik mikro maupun
makroangiopati. Salah satu komplikasi mikroangiopati adalah nefropati diabetik yang
bersifat kronik progresif. Perhimpunan Nefrologi Indonesia pada tahun 2000
menyebutkan diabetes mellitus sebagai penyebab nomor 2 terbanyak penyakit ginjal
kronik dengan insidensi 18,65%
3. Hipertensi
Hipertensi merupakan salah satu faktor pemburuk fungsi ginjal disamping faktor lain
seperti proteinuria, jenis penyakit ginjal, hiperglikemi dan faktor lain.Penyakit ginjal
hipertensi menjadi salah satu penyebab penyakit ginjal kronik. Insideni hipertensi
esensial berat yang berakhir dengan gagal ginjal kronik (Kristanto, 2001)
Penyebab lain dari gagal ginjal kronis meliputi:
a) Adanya infeksi : pielonefritis kronik. Pielonefritis adalah infeksi bakteri pada salah
satu atau kedua ginjal.
b) Mempunyai penyakit peradangan : Glumerulonefritis
c) Penyakit vascular hipertensi : nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna stenosis
arteria renalis. Nefrosklerosis Maligna adalah suatu keadaan yang berhubungan
dengan tekanan darah tinggi (hipertensi maligna), maligna atau penurunan tekanan
darah yang berlebihan menyebabkan aliran darah ginjal berkurang sehingga arteri-
arteri yang terkecil (arteriola) di dalam ginjal mengalami kerusakan dan dengan
segera terjadi gagal ginjal.
d) Gangguan jaringan penyambung : lupus eritematosus sistematik, poliarteritis nodosa,
sklerosis sistematik progresif. Lupus ini terjadi ketika antibodi dan komplemen
terbentuk di ginjal yang menyebabkan terjadinya proses peradangan yang biasanya
menyebabkan sindrom nefrotik (pengeluaran protein yang besar) dan dapat cepat
menjadi penyebab gagal ginjal.
e) Gangguan kongerital dan hereditas : penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal
f) Penyakit metabolic : hipertensi,diabetes militus, gout, hiperparatiroidisme,
amyloidosis (Price&Wilson, 2006)
4. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Brunner & Suddart (2002) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis
dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan
gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal,
usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis
adalah sebagai berikut:
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema periorbital,
Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis
dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia, mual,muntah,
konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
e. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas
pada telapak kaki, perubahan perilaku
f. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
g. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler
5. WOC
Terlampir

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
1. Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya
massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
2. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis.
3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa.
b. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal pada
usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem pelviokalises,
dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan
ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim) serta sisa
fungsi ginjal
f. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
g. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
h. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
j. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
k. Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau perlu untuk
mengetahui etiologinya.
l. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1) Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada (anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus / nanah,
bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan
menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular, amrasio
urine / ureum sering 1:1.
2) Natrium : Lebih besar dari 40 Emq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium.
3) Protein : Derajat tinggi proteinuria ( 3-4+ ), secara kuat menunjukkan kerusakan
glomerulus bila sel darah merah (SDM) dan fregmen juga ada
4) Darah
Kreatinin : Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10 mg/dL diduga
tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
Hitung darah lengkap : Hematokrit menurun pada adanya anemia. Hb biasanya
kurang dari 7-8 g/dL.
SDM (Sel Darah Merah) : Waktu hidup menurun pada defisiensi eritropoetin
seperti pada azotemia.
GDA (Gas Darah Analisa) : pH, penurunan asidosis metabolic (kurang dari 7,2)
terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksekresi hidrogen dan
amonia atau hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun PCO2 menurun.
Natrium serum : Mungkin rendah, bila ginjal kehabisan natrium atau normal
(menunjukkan status dilusi hipernatremia).
Kalium : Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan
selular (asidosis), atau pengeluaran jaringan (hemolisis SDM). Pada tahap akhir ,
perubahan EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5 mEq atau lebih besar.
Magnesium terjadi peningkatan fosfat, kalsium menurun. Protein (khuusnya
albumin), kadar serum menurun dapat menunjukkan kehilangan protein melalui
urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, atau penurunan sintesis karena
kurang asam amino esensial. Osmolalitas serum lebih besar dari 285 mosm/kg,
sering sama dengan urine.

7. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk mempertahankan fungsi
ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama mungkin serta mencegah atau
mengobati komplikasi (Smeltzer, 2001; Rubenstain dkk, 2007). Terapi konservatif tidak
dapat mengobati GGK namun dapat memperlambat progres dari penyakit ini karena yang
dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal baik dengan dialisis atau transplantasi ginjal.
1. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan
elektrolit (Sukandar, 2006).
a. Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama
gangguan keseimbangan negatif nitrogen.Untuk memelihara fungsi renal dan
menunda dialisis dengan cara mengontrol proses penyakit melalui kontrol tekanan
darah (diet, kontrol berat badan dan obat-obatan) dan mengurangi intake protein
(pembatasan protein, menjaga intake protein sehari-hari dengan nilai biologik tinggi
< 50 gr), dan katabolisme (menyediakan kalori nonprotein yang adekuat untuk
mencegah atau mengurangi katabolisme)
b. Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan
utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status
nutrisi dan memelihara status gizi.
c. Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah
diuresis mencapai 2 L per hari.
d. Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG
dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan dialisi tetap
atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10 ml/mnt. Dialisis juga
diiperlukan bila :
a. Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
b. Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
c. Overload cairan (edema paru)
d. Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran
e. Efusi perikardial
f. Sindrom uremia ( mual,muntah, anoreksia, neuropati) yang memburuk.
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia).Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan
suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena
bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
b. Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan
terapi alternatif, murah, dan efektif.Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati
karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
c. Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai
pada GGK.Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint)
dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari
mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis
adekuat dan obat-obatan simtomatik.
d. Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
e. Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang
adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
f. Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
g. Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita.
3. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada
LFG kurang dari 15 ml/menit.Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis
peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006dalam Alamang 2012).
a. Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien
GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.Beberapa
yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati
azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan
diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN)
> 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8
mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah
dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan.Umumnya dipergunakan ginjal buatan
yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow
fibre kidney).Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang
tertinggi sampai sekarang 14 tahun.Kendala yang ada adalah biaya yang mahal.
b. Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)
di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien
anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah
menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasienpasien yang cenderung akan
mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV
shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual
urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-
mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual
tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.
b. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
1. Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal
ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal
alamiah
2. Kualitas hidup normal kembali
3. Masa hidup (survival rate) lebih lama
4. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
5. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
Menurut Sunarya, penatalaksanaan dari CKD berdasarkan derajat LFG nya, yaitu:
Tabel 2.1
Derajat CKD
Sumber : suwitra 2006
Derajat LFG Perencanaan penatalaksanaan terapi
(ml/mnt/1,873m2)
1 >90 Dilakukan terapi pada penyakit dasarnya,
kondisi komorbid, evaluasi pemburukan
(progresion) fungsi ginjal, memperkecil
resiko kardiovaskuler.
2 60-89 Menghambat pemburukan (progresion)
fungsi ginjal
3 30-59 Mengevaluasi dan melakukan terapi pada
komplikasi
4 15-29 Persiapa untuk penggantian ginjal (dialisis)
5 <15 Dialisis dan mempersiapkan terapi
penggantian ginja (transpaltasi ginjal)
LAPORAN PENDAHULUAN
ASIDOSIS METABOLIK

A. DEFINISI
Asidosis metabolic adalah keasaman darah yang berlebihan,yang di tandai dengan
rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman melampaui system
penyangga PH,darah akan benar benar menjadi asam. Seiring dengan menurunnya PH
darah,pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk
menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan jumlah karbon
dioksida. Pada akhirnya ginjal juga akan berusaha mengkonpensasi keadaan tersebut
dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam urin. Tetapi ke-2 mekanisme
tersebut bisa terlampaui jika tubuh terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam.
Sehingga terjadi asidosis berat dan berakhir dengan keadaan koma.
Asidosis metabolic (kekurangan HCO3 ) adalah gangguan sistemik yang di tandai
dengan penurunan primer kadar bikarbonat plasma,sehingga menyebabkan terjadinya
penurunan Ph (peningkatan [H+]). [HCO3-] ECF adalah kurang dari 22 mEq/L dan pH
nya kurang dari 7,35. Konpensasi pernapasan kemudian segera di mulai untuk
menurunkan PaCO2 melalui hoperventilasi sehingga asidosis metabolic jarang terjadi
secara akut.

B. ETIOLOGI
Penyebab asidosis metabolic dapat dikelompokkan ke dalam 3 bentuk utama :
a. Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsumsi suatu asam atau bahan
yang diubah menjadi asam. Sebagian besar bahan yang dapat mengakibatkan asidosis
bila di makan di anggap beracun. Contohnya adalah methanol (alcohol kayu ) dan zat
anti beku (etilen glikol). Overdosis aspirinpun dapat menyebabkan asidosis metabolic.
b. Tubuh dapat menghasilkan asam yang berlebihan sebagai suatu akibat dari beberapa
penyakit, salah satu diantaranya adalah diabetes tipe 1. Jika diabetes tidak
dikendalikan dengan baik, tubuh akan memecah lemak dan menghasilkan asam yang
di sebut keton. Asam yang berlebihan juga di temukan pada shok stadium lanjut,
dimana asam laktat di bentuk dari metabolism gula.
c. Asidosis metabolic bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk membuang asam dalam
jumlah yang semestinya. Bahkan jumlah asam yang normal pun bisa menyebabkan
asidosis jika ginjal tidak berfungsi secara normal. Kelainan fungsi ginjal ini di kenal
sebagai asidosis tubulus renalis, yang biasa terjadi pada penderita gagal ginjal atau
pada penderita kelainan yang mempengaruhi kemampuan ginjal untuk membuang
asam.
C. MANIFESTASI KLINIS
Asidosis ringan bisa tidak menimbulkan gejala,namun biasanya penderita
merasakan mual,muntah dan kelelahan. Pernapasan lebih dalam dan menjadi lebih cepat,
namunkebanyakan penderita tidak memperhatikan hal ini. Sejalan dengan memburuknya
asidosis,penderita mulai merasakan kelelahan yang luar biasa,rasa ngantuk,semakin mual
dan mengalami krbingungan . bila asidosis semakin memburuk,tekanan darah dapat
menurun,menyebabkan syok, koma dan kematian.
Diagnosa asidosis biasanya di tegakkan berdasarkan hasil pengukuran PH darah
yang diambil dari darah arteri (arteri radialis di pergelangan tangan ). Untuk mengetahui
penyebabnya,dilakukan pengukuran kadar bikarbonat dan bikarbonat dalam darah.
Mungkin diperlukan pemeriksaan tambahan untuk membantu menentukan penyebabnya.
Misalnya kadar gula darah tinggi dan adanya keton dalam urin biasanya menunjukkan
suatu diabetes yang tak terkendali. Adanya bahan toksik dalam darah menunjukkan
bahwa asidosis metabolic yang terjadi di sebabkan oleh keracunan atau overdosis, kadang
kadang dilakukan pemeriksaaan air kemih secara mikroskopis dan pengukuran PH air
kemih.

D. PENATALAKSANAAN
Pengobatan asidosis metabolic tergantung pada penyebabnya. Sebagai contoh
,diabetes dikendalikan dengan insulin atau keracunan dilatasi dengan membuang bahan
racun tersebut dari dalam darah. Kadang-kadang perlu dilakukan analisa untuk mengobati
overdosis atau keracunan yang berat.
Asidosis metabilik juga dapat diobati secara langsung bila terjadi asidosis
ringan,yang di perlikan hanya caira intravena dan pengobatan terhadap penyebabnya.
Bila terjadi asidosis berat,diberikan bikarbonat mungkin secara intravena ,tetapi
bikarbonat hanya memberikan kesembuhan sementara dan dapat membahayakan.
Penanganan asidosis metabolic adalah untuk meningkatkan pH sistemik sampai
ke batas aman,dan mengobati penyebab asidosis yang mendasari. Untuk dapat kembali
ke batas aman pada pH 7,20 atau 7,25 hanya di butuhkan sedikit peningkatan pH.
Gangguan proses psikologis yang serius baru timbul jika HCO3- <15 mEq/L dan pH
<7,20. Asidosis metabolic aharus dikoreksi secara berlahan untuk menghindari timbulnya
komplikasi akibat pemberian NaHCO3 IV berikut ini :
a. Peningkatan cairan serebrospinal (CSF) dan penekanan pacu pernafasan, sehingga
menyebabkan berkurangnya konpensasi pernapasan.
b. Alkalosisis respiratorik respiratorik karena pasien cenderung hiperventilasi selama
beberapa jam setelah asidosis ECF terkoreksi.
c. Pergeseran kurva disosiasi oksihemoglobin ke kiri pada komplikasi alkalosis
respiratorik,yang meningkatkan afinitas oksigen terhadap hemoglobin dan mungkin
mengurangi hantaran oksigen ke jaringan.
d. Alkalosis metabolic (karena tidak terjadi kehilangan bikarbonat potensial, dan asam-
asam keto dapat di metabolism kembali menjadi laktat ) pada penderita ketoasidosis
diabetic (DKA ). Pemakaian insulin juga biasanya dapat memulihkan keseimbangan
asam basa ;namun penting untuk melakukan pemantauan K+ serum selama asidosis
dikoreksi ,karena asidosis dapat menutupi kekurangan K+ yang terjadi.
e. Asidosis metabolic berat di sebabkan oleh koreksi asidosis laktat yang berlebihan
akibat henti jantung. Beberapa penyelidik juga menemukan bahwa ph serum dapat
mencapai 7,9 dan bikarbonat serum 60 -70 mEq/L pada infuse NaHCO3 yang
sembarangan selama resusitasi kardiopulmonal.
f. Hipokalsemia pungsional akibat pemberian NaHCO3 IV pada pasien gagal ginjal
dengan asidosis metabolic berat (asidosis dapat menutupi hipokalsemia yang terjadi
karena [Ca++] lebih mudah larut dalm media asam;Ca++ kurang larut dalam medium
basa ), sehingga terjadi tetani,kejang dan kematian. Hemodialisis adalah penangana
yang umum di lakukan pada asidosis metabolic.
g. Kelebihan beban sirkulai yang serius (hipervolemia) pada pasien yang telah
mengalami kelebihan volume ECF, seperti pada gagal jantung kongestif atau gagal
ginjal.

E. KOMPLIKASI
Pasien dapat asimtomatik,kecuali jika [HCO3-] serum turun di bawah 15 mEq/L.
pernapasan kusmaul (napas dalam dan cepat yang menunjukkan adanya hiperventilasi
konpensatorik ) mungkin lebih menonjol pada asidosis akibat ketoasidosis diabetic di
bandingkan pada asidosis akibat gagal ginjal. Gejala dan tanda utam asidosis metabolic
adalah kelainan kardiovaskuler,neorologis dan fungsi tulang. Apabila pH di bawah 7,1
,maka terjadi penurunan kontraktilitas jantung dan respons inotropik terhadap
ketokolamin. Bisa juga terjadi vasodilatasi verifier. Efek-efek ini dapat menyebabkan
terjadinya hipotensi dan disritmia jantung.
Gejala neorologis dapat brupa kelelahan hingga koma yang di sebabkan oleh
penurunan pH cairan serebrospinal. Dapat juga terjadi mual dan muntah. Gejala-gejala
neorologik lebih ringan pada asidosis metabolic di bandingankan pada asidosis
respiratorik,karena CO2 yang larut dalam lemak lebih cepat menembus sawar darah otak
di bandingkan dengan HCO3- yang larut dalam air. Mekanisme buffer H+ oleh
bikarbonat tulang dalam asidosis metabolic penderita gagal ginjal kronis ,akan
menghambat pertumbuhan anak dan dapat menyebabkan terjadinya berbagai kelainan
tulang (osteodistropi ginjal )
LAPORAN PENDAHULUAN
HEMODIALISA

A. DEFINISI
Menurut Price dan Wilson (2009) dialisa adalah suatu proses dimana solute dan air
mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair
menuju kompartemen lainnya. Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan dua tehnik
utama yang digunakan dalam dialisa. Prinsip dasar kedua teknik tersebut sama yaitu
difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisa sebagai respon terhadap perbedaan
konsentrasi atau tekanan tertentu.
Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang
dinamakan dializer (suatu membran semipermeabel) yang digunakan untuk
membersihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah
mesin diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran darah, maka dibuat
suatu hubungan buatan antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa) melalui pembedahan.
(NKF, 2006)
Dialyzer atau ginjal buatan memiliki dua bagian, satu bagian untuk darah dan bagian
lain untuk cairan dialysate.Di dalam dialyzer antara darah dan dialisat tidak bercampur
jadi satu tetapi dipisahkan oleh membran atau selaput tipis.Sel-sel darah, protein dan hal
penting lainnya tetap dalam darah karena mempunyai ukuran molekul yang besar
sehingga tidak bisa melewati membran.Produk limbah yang lebih kecil seperti urea,
kreatinin dan cairan bisa melalui membran dan dibuang.Sehingga darah yang banyak
mengandung sisa produk limbah bisa bersih kembali (National Kidney Foundation /
NKF, 2006).

B. INDIKASI HEMODIALISA
Price dan Wilson (2009) menerangkan bahwa tidak ada petunjuk yang jelas
berdasarkan kadar kreatinin darah untuk menentukan kapan pengobatan harus dimulai.
Kebanyakan ahli ginjal mengambil keputusan berdasarkan kesehatan penderita yang terus
diikuti dengan cermat sebagai penderita rawat jalan. Pengobatan biasanya dimulai apabila
penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja purna waktu, menderita neuropati perifer atau
memperlihatkan gejala klinis lainnya. Pengobatan biasanya juga dapat dimulai jika kadar
kreatinin serum diatas 6 mg/100 ml pada pria , 4 mg/100 ml pada wanita dan glomeluro
filtration rate (GFR) kurang dari 4 ml/menit. Penderita tidak boleh dibiarkan terus
menerus berbaring ditempat tidur atau sakit berat sampai kegiatan sehari-hari tidak
dilakukan lagi.
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003) secara
ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG
kurang dari 10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5
mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga
disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti oedem
paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan nefropatik diabetik.
Kemudian Thiser dan Wilcox (1997) menyebutkan bahwa hemodialisa biasanya
dimulai ketika bersihan kreatinin menurun dibawah 10 mL/menit, ini sebanding dengan
kadar kreatinin serum 8–10 mg/dL. Pasien yang terdapat gejala-gejala uremia dan secara
mental dapat membahayakan dirinya juga dianjurkan dilakukan hemodialisa. Selanjutnya
Thiser dan Wilcox (1997) juga menyebutkan bahwa indikasi relatif dari hemodialisa
adalah azotemia simtomatis berupa ensefalopati, dan toksin yang dapat didialisis.
Sedangkan indikasi khusus adalah perikarditis uremia, hiperkalemia, kelebihan cairan
yang tidak responsif dengan diuretik (oedem pulmonum), dan asidosis yang tidak dapat
diatasi.

C. KONTRA INDIKASI HEMODIALISA


Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi
yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak
organik. Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari hemodialisa adalah
tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit,
instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain
diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom hepatorenal,
sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut.

D. TUJUAN HEMODIALISA
Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain :
1. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa
metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain.
2. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya
dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
3. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.
4. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.

E. KOMPONEN HEMODIALISA
1. Mesin Hemodialisa
Mesin hemodialisa memompa darah dari pasien ke dialyzer sebagai membran
semipermiabel dan memungkinkan terjadi proses difusi, osmosis dan ultrafiltrasi
karena terdapat cairan dialysate didalam dialyzer. Proses dalam mesin hemodialisa
merupakan proses yang komplek yang mencakup kerja dari deteksi udara, kontrol
alarm mesin dan monitor data proses hemodialisa (Misra, 2005)
2. Ginjal Buatan (dialyzer)
Dialyzer atau ginjal buatan adalah tabung yang bersisi membrane semipermiabel dan
mempunyai dua bagian yaitu bagian untuk cairan dialysate dan bagian yang lain untuk
darah (Levy,dkk., 2004). Beberapa syarat dialyzer yang baik (Heonich & Ronco,
2008) adalah volume priming atau volume dialyzer rendah, clereance dialyzer tinggi
sehingga bisa menghasilkan clearance urea dan creatin yang tinggi tanpa membuang
protein dalam darah, koefesien ultrafiltrasi tinggi dan tidak terjadi tekanan membrane
yang negatif yang memungkinkan terjadi back ultrafiltration, tidak mengakibatkan
reaksi inflamasi atau alergi saat proses hemodialisa (hemocompatible), murah dan
terjangkau, bisa dipakai ulang dan tidak mengandung racun. Syarat dialyzer yang baik
adalah bisa membersihkan sisa metabolisme dengan ukuran molekul rendah dan
sedang, asam amino dan protein tidak ikut terbuang saat proses hemodialisis, volume
dialyzer kecil, tidak mengakibatkan alergi atau biocompatibility tinggi, bisa dipakai
ulang dan murah harganya (Levy, dkk., 2004)
3. Dialysate
Dialysate adalah cairan elektrolit yang mempunyai komposisi seperti cairan plasma
yang digunakan pada proses hemodialisis (Hoenich & Ronco, 2006). Cairan dialysate
terdiri dari dua jenis yaitu cairan acetat yang bersifat asam dan bicarbonat yang
bersifat basa. Kandungan dialysate dalam proses hemodialisis menurut Reddy &
Cheung ( 2009 )
4. Blood Line (BL) atau Saluran Darah
Blood line untuk proses hemodialisa terdiri dari dua bagian yaitu bagian arteri
berwarna merah dan bagian vena berwarna biru. BL yang baik harus mempunyai
bagian pompa, sensor vena, air leak detector (penangkap udara), karet tempat injeksi,
klem vena dan arteri dan bagian untuk heparin (Misra, 2005). Fungsi dari BL adalah
menghubungkan dan mengalirkan darah pasien ke dialyzer selama proses hemodialisis
5. Fistula Needles
Fistula Needles atau jarum fistula sering disebut sebagai Arteri Vena Fistula (AV
Fistula) merupakan jarum yang ditusukkan ke tubuh pasien PGK yang akanmenjalani
hemodialisa. Jarum fistula mempunyai dua warna yaitu warna merah untuk bagian
arteri dan biru untuk bagian vena

F. AKSES VASKULER
American Journal of Kidney Diseases (AJKD) merekomendasikan bahwa pasien
PGK stadium 4 dan 5 sudah harus dipasang akses vaskuler untuk persiapan tindakan
hemodialisis yang berupa kateter subklavia atau Arteriovenous shunt (AJKD, 2006).
Pembuatan akses vaskuler untuk proses hemodialisis bertujuan untuk mendapatkan aliran
darah yang optimal agar proses hemodialisis bisa berjalan dengan baik (Reddy &
Cheung, 2009). Akses vaskuler yang disarankan adalah AV Shunt atau cimino, double
lumen dan arteriovenosa grafts (AVG) (NKF DOQI, 2006). AV Shunt merupakan akses
vaskuler yang paling aman saat ini tetapi bila saat insersi tidak menggunakan tehnik yang
benar akan mengakibatkan kerusakan.
1. Arteriovenous Fistula (AVF)
AVF dibuat dengan cara menyambung sisi arteri dengan ujung dari vena yang
dipotong atau dengan tehnik end to side.
2. Arteriovenous Graft (AVG)
AVG dibuat apabila operasi pembuatan AVF sudah tidak mungkin dilakukan lagi.
Pembuatan AVG dilakukan dengan cara menyambung antara arteri dan vena yang
dihubungkan dengan saluran sintetis yang terbuat dari bahan Litetrafluoroetilena
(PTFE) atau turunannya yaitu PTFE (ePTFE). Sedangkan untuk polyurethaneurea
(PUU) jarang digunakan.
Komplikasi dari akses arteriovenous yang sering muncul adalah stenosis, trombosis,
iskemik bagian distal, anurisma, kematian jaringan, gagal jantung dan infeksi (Reddy
& Cheung, 2009).
3. Double lumen atau temporary catheters
Kateter sementara ini dipasang pada pasien di vena jugularis, vena femoralis atau vena
subklaivia.Komplikasi yang sangat sering terjadi pada pemasangan kateter ini adalah
infeksi.

Gambar.2.3. Letak pemesangan double lumen catheter

G. PRINSIP DALAM PROSES HEMODIALISA


Secara sederhana proses dialisis hanya memompa darah dan dializat melalui
membran dializer (Levy,dkk., 2004)
1. Dialysate adalah larutan air murni yang mengandung, klorida, natrium kalium,
magnesium, kalsium, dextrose, bicarbonat atau asetat.
2. Di dalam dialyzer darah dan dialysate dipisahkan oleh membrane semipermiabel.
Darah mengandung sisa produk metabolism berupa ureum, creatin, dan lainnya.
Sedangkan dialysate tidak mengandung produk sisa metabolisme. Karena perbedaan
konsentrasi ini akan terjadi proses difusi dalam dialyzer.
3. Proses difusi akan maksimal bila arah aliran darah dan dialisa berlawanan (counter
current flow). Kecepatan aliran darah dan dialisat dalam dialiser juga berpengaruh
pada peningkatan proses difusi.
4. Proses konveksi dalam dialyzer dapat ditingkatkan dengan meningkatkan tekanan
dalam membran dialyzer (trans membrane pressure). Pada proses Hemodialisa
konvensional, molekul dengan ukuran kecil tidak semua terlepas denagan proses
konveksi saja. Tetapi hampir semua molekul dengan ukuran kecil terlepas dengan
proses difusi. Sebaliknya molekul dengan ukuran besar (B2- mikroglobulin dan vit
B12) dikeluarkan efektif dengan proses konveksi. Hal ini telah menyebabkan
peningkatan penggunaan metode UF di Hemodialisa untuk meningkatkan
penghapusan molekul MW lebih besar.
Gambar 2.1 Skema Proses Hemodialisa

(National Kidney Foundation, 2001)

H. KOMPLIKASI HEMODIALISA
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan
hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain :
1. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa sampai
mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada
ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi
2. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya
dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan
tambahan berat cairan.
3. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan kalsium,
magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia
pada pasien hemodialisa.
4. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari
osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari
darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara kompartemen-
kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan air ke dalam otak
yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada
pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat.
5. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada
pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
6. Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai
dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa juga
merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.
7. Ganguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan
karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala.
8. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
9. Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak adekuat
ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.

I. TEKNIK HEMODIALISA
1. Persiapan Mesin dan Perangkat HD
a. Pipa pembuangan sudah masuk dalam saluran pembuangan
b. Sambungkan kabel mesin dengan stop kontak
c. Hidupkan mesin ke rinse selama 15-30 menit
d. Pindahkan ke posisi dialyze lalu sambungkan slang dialisat ke jaringan tempat
dialisat yang telah disiiapkan.
e. Tunggu sampai lampu hijau
f. Tes conductivity dan temperatur
g. Gantungkan saline normal sebanyak 4 flatboth yang telah diberikan heparin
sebanyak 25-30 unit dalam masing-masing flatboth
h. Siapkan ginjal buatan sesuai dengan kebutuhan pasien
i. Siapkan blood lines dan AV fiskula sebanyak banyaknya
j. Ginjal buatan dan blood lines diisi saline normal (priming)
k. Sambungkan dialisatelines pada ginjal buatan
l. Sambil mempersiapkan pasien slang inlet dan outlet disambungkan lalu jalankan
blood pump (sirkulasi tertutup)
2. Persiapan Penderita
Indikasi hemodialisa :
a. Segera/indikasi mutlak : over hidrasi atau edema paru, hiperkalemi, oliguri berat
atau anuria, asidosis, hipertensi maligna.
b. Dini/profilaksi : gejala uremia (mual muntah) perubahan mental, penyakit tulang,
gangguan pertumbuhan dan seks, perubahan kualitas hidup. Bila penderita baru
yang datang di ruang HD, sebelum kita melakukan HD terlebih dahulu periksa
kembali hasil-hasil pemeriksaan yang penting (Hb, hematokrit, ureum, kreatinin,
dan HbsAg), hal ini perlu untuk menentukan tindak lanjut suatu HD.
Langkah-langkah HD :
a. Timbang dan catat berat badan
b. Ukur dan catat tekanan darah (dapat digunakan untuk menginterpretasikan
kelebihan cairan)
c. Tentukan akses darah yang akan ditusuk
d. Bersihkan daerah yang akan ditusuk dengan betadine 10% lalu alcohol 70%
kemudian ditutup pakai duk steril
e. Sediakan alat-alat yang steril didalam bak spuit kecil : spuit 2,5 cc sebanyak 1,
spuit 1 cc 1 buah, mangkok kecil berisi saline 0,9% dan kasa steril
f. Sediakan obat-obatan yang perlu yaitu lidonest dan heparin
g. Pakai masker dan sarung tangan steril
h. Lakukan anestesi local didaerah akses darah yang akan ditusuk
i. Tusuk dengan AV fistula lalu berikan heparin sebanyak 2000 unit pada inlet
sedangkan outlet sebanyak 1000 unit
j. Siap sambungkan ke sirkulasi tertutup yang telah disediakan
k. Aliran darah permulaan sampai 7 menit 75 ml/menit kemudian dinaikkan perlahan
sampai 200 ml/menit
l. Tentukan TMP sesuai dengan kenaikkan berat badan
m. Segera ukur kembali tekanan darah, nadi, pernapasan, akses darah yang digunakan
dicatat dalam status yang telah tersedia.
3. Perawatan Pasien Hemodialisa
Terbagi 3 yaitu :
a. Perawatan sebelum hemodialisa
1) Mempersiapkan perangkat HD
2) Mempersiapkan mesin HD
3) Mempersiapkan cara pemberian heparin
4) Mempersiapkan pasien baru dengan memperhatikan factor bio psiko sosial, agar
penderita dapat bekerja sama dalam hal program HD
5) Mempersiapkan akses darah
6) Menimbang berat badan, mengukur tekanan darah, nadi, pernapasan
7) Menentukan berat badan kering
8) Mengambil pemeriksaan rutin dan sewaktu
b. Perawatan Selama Hemodialisa
Selama HD berjalan ada 2 hal pokok yang diobservasi yaitu penderita dan mesin
HD
1) Observasi terhadap pasien HD
a) Tekanan darah, nadi diukur setiap 1 jam lalu dicatat dalam status
b) Dosis pemberian heparin dicatat setiap 1 jam dalam status
c) Cairan yang masuk perparenteral maupun peroral dicatat jumlahnya dalam
status
d) Akses darah dihentikan
2) Observasi terhadap mesin HD
a) Kecepan aliran darah /Qb, kecepatan aliran dialisat/Qd dicatat setiap 1 jam
b) Tekanan negatif, tekanan positif, dicatat setiap jam
c) Suhu dialisa, conductivity diperhatikan bila perlu diukur
d) Jumlah cairan dialisa, jumlah air diperhatikan setiap jam
e) Ginjal buatan, slang darah, slang dialisat dikontrol setiap 1 jam.
3) Perawatan Sesudah Hemodialisa
Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan yaitu cara menghentikan HD pada
pasien dan mesin HD.
a) Cara mengakhiri HD pada pasien
(1) Ukur tekanan darah dan nadi sebelum slang inlet dicabut
(2) Ambil darah untuk pemeriksaan laboratorium
(3) Kecilkan aliran darah menjadi 75 ml/menit
(4) Cabut AV fistula intel/ lalu bilas slang inlet memakai saline normal
sebanyak 50-100 cc, lalu memakai udara hingga semua darah dalam
sirkulasi ekstrakorporeal kembali ke sirkulasi sistemik
(5) Tekan pada bekas tusukan inlet dan outlet selama 5-10 menit, hingga
darah berhenti dari luka tusukan
(6) Tekanan darah, nadi, pernapasan ukur kembali lalu catat
(7) Timbang berat badan lalu dicatat
(8) Kirimkan darah ke laboratorium
b) Cara mengakhiri mesin HD
(1) Kembalikan tekanan negative, tekanan positif, ke posisi nol
(2) Sesudah darah kembali ke sirkulasi sistemik cabut selang dialisat lalu
kembalikan ke Hansen connector
(3) Kembalikan tubing dialisat pekat pada konektornya
(4) Mesin ke posisi rinse, lalu berikan cairan desifektan (hipoclhoride pekat)
sebanyak 250 cc, atau cairan formalin 3% sebanyak 250 cc
(5) Bila formalin dibiarkan selama 1-2 x 24 jam, baru mesin dirinsekan
kembali.

Gambar 2.2 Proses Hemodialisa


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu pada
Doenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
1. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti
proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada
siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu
kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan
lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandungbanyak senyawa/
zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis,
hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius
bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.
3. Pengkajian pola fungsional Gordon
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan pasien
b. Gejalanya adalah pasien mengungkapkan kalau dirinya saat ini sedang sakit
parah.Pasien juga mengungkapkan telah menghindari larangan dari
dokter.Tandanya adalah pasien terlihat lesu dan khawatir, pasien terlihat bingung
kenapa kondisinya seprti ini meski segala hal yang telah dilarang telah dihindari.
c. Pola nutrisi dan metabolik.
d. Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun waktu
6 bulan.Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik atau
turun.
e. Pola eliminasi
f. Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya
adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan
tekanan darah atau tidak singkronnya antara
g. tekanan darah dan suhu.
h. Aktifitas dan latian.
i. Gejalanya adalah pasien mengatakan lemas dan tampak lemah, serta pasien tidak
dapat menolong diri sendiri.Tandanya adalah aktifitas dibantu.
j. Pola istirahat dan tidur.
k. Gejalanya adalah pasien terliat mengantuk, letih dan terdapat kantung
mata.Tandanya adalah pasien terliat sering menguap.
l. Pola persepsi dan koknitif.
m. Gejalanya penurunan sensori dan rangsang.Tandanya adalah penurunan kesadaran
seperti ngomong nglantur dan tidak dapat berkomunikasi dengan jelas.
n. Pola hubungan dengan orang lain.
o. Gejalanya pasien sering menghindari pergaulan, penurunan harga diri sampai
terjadinya HDR (Harga Diri Rendah). Tandanya lebih menyendiri, tertutup,
komunikasi tidak jelas
p. Pola reproduksi
q. Gejalanya penurunan keharmonisan pasien, dan adanya penurunan kepuasan dalam
hubungan.Tandanya terjadi penurunan libido, keletihan saat berhubungan,
penurunan kualitas hubungan.
r. Pola persepsi diri.
s. Gejalanya konsep diri pasien tidak terpenuhi.Tandanya kaki menjadi edema, citra
diri jauh dari keinginan, terjadinya perubahan fisik, perubahan peran, dan percaya
diri.
t. Pola mekanisme koping.
u. Gejalanya emosi pasien labil.Tandanya tidak dapat mengambil keputusan dengan
tepat, mudah terpancing emosi.
v. Pola kepercayaan.
w. Gejalanya pasien tampak gelisah, pasien mengatakan merasa bersalah
meninggalkan perintah agama.Tandanya pasien tidak dapat melakukan kegiatan
agama seperti biasanya.
4. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari
compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan
reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau
terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga,
hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan
pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu
napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru (rongkhi
basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada jantung.

g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan
Capillary Refill lebih dari 2 detik.
j. Kulit.
Turgor > 2 detik, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat /
uremia, dan terjadi perikarditis.
5. Pengkajian Pre HD
a. Riwayat penyakit, tahap penyakit
b. Usia
c. Keseimbangan cairan, elektrolit
d. Nilai laboratorium: Hb, ureum, creatinin, PH
e. Keluhan subyektif: sesak nafas, pusing, palpitasi
f. Respon terhadap dialysis sebelumnya.
g. Status emosional
h. Pemeriksaan fisik: BB, suara nafas, edema, TTV, JVP
i. Sirkuit pembuluh darah.
6. Pengkajian Post HD
a. Tekanan darah: hipotensi
b. Keluhan: pusing, palpitasi
c. Komplikasi HD: kejang, mual, muntah, dsb

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang
muncul pada pasien CKD adalah:
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru.
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan pengeluaran urin, diet
berlebihan dan retensi air.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet dan perubahan membram mukosa mulut.
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan
nutrisi ke jaringan sekunder.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan anemia, retensi produk sampah dan
prosedur dialysis.
6. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidak seimbangan cairan
mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan
frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidak seimbangan elektrolit).
7. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya jalan masuk mikroorganisme
8. Defisiensi pengetahuan tentang kondisi dan penangananya

D. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Kelebihan Volume Cairan
a. Definisi: peningkatan cairan isotonic
b. Batasan Karakteristik
1) Bunyi nafas adventisius 14) Asupan melebihi haluaran
2) Gangguan elektrolit 15) Distensi vena jugularis
3) Odema anasarka 16) Oliguria
4) Ansietas 17) Ortopnea
5) Azotemia 18) Efusi pleura
6) Perubahan tekanan darah 19) Perubahan tekanan arteri
7) Perubahan status mental pulmonal
8) Perubahan pola pernapasan 20) Kongesti pulmonal
9) Penurunan hematokrit 21) Gelisah
10) Penurunan hemoglobin 22) Perubahan berat jenis urine
11) Dispnea 23) Bunyi jantung S3
12) Edema 24) Penambahan berat badan
13) Peningkatan tekanan vena dalam waktu sangat singkat
central 25) Refleks hepatojugular positif
c. Faktor Yang Berhubungan
1) Gangguan mekanisme regulasi
2) Kelebihan asupan cairan
3) Kelebihan asupan natrium
d. NOC, NIC, dan Rasional
NOC NIC RASIONAL
Volume cairan NIC Label : menejemen NIC Label : menejemen
seimbang setelah cairan dan elektrolit cairan dan elektrolit
diberikan asuhan 1. Memonitor level 1. Indikasi adanya
keperawatan selama abnormal elektrolit kelainan
...×3-5 jam dengan serum. metabolisme cairan
criteria hasil: 2. Mendapatkan dan elektrolit.
NOC Label spesiemen 2. Indikator adanya
>>keseimbangan pemeriksaan peningkatan atau
cairan: laboratorium untuk penurunan kadar
1. Keseimbangan memantau perubahan serum elektrolit
intake dan output elektrolit.
dalam 24 jam(4) 3. Memonitor hasil 3. Indikator adanya
2. Berat badan pemeriksaan perubahan
stabil(4) Laboratorium yang keseimbangan cairan
3. Endema perifer (3) berkaitan dengan
Fungsi ginjal : keseimbangan cairan.
1. Serum kreatinin 4. Memonitor hasil 4. Indikator adanya
kembali ke rentang pemeriksaan perubahan
yang diharapkan laboratorium yang keseimbangan cairan
(0.7 – 7.2 mg/dL)(3) berkaitan dengan
2. Nilai BUN kembali retensi cairan.
ke rentang yang 5. Monitor tanda dan 5. Retensi cairan
diharapkan (8.00- gejala retensi cairan berefek terjadinya
50.00 mg/dl) (3) dan edema
ketidakseimbangan
Keterangan : elektrolit
(1) Deviasi berat dari 6. Monitor tanda Vital, 6. anda vital berperan
kisaran normal jika diperlukan. pada perkembangan
(2) Deviasi yang cukup kondisi pasien
besar dari kisaran 7. Monitor respon pasien 7. Indikator efek
normal dalam pemberian terapeutik dan efek
(3) Deviasi sedang dari medikasi terkait samping terkait
kisaran normal elektrolit. terapi
(4) Deviasi ringan dari
kisaran normal NIC Label : terapi NIC Label : terapi
(5) Tidak ada deviasi hemodialisa hemodialisa
dari kisaran normal 1. Catat batas tanda vital 1. Indikator
seperti: berat, perbandingan
temperature, nadi, perubahan sebelum
respirasi, dan tekanan dan sesudah dialysis
darah.
2. Menjelaskan prosedur
hemodialisa dan 2. Informasi terkait
tujuannya. terapi hemodialisis
3. Kolaborasi dengan
tenaga kesehatan lain 3. Melakukan dialisa
untuk pelaksanaan untuk mengurangi
hemodialisa. kelebihan cairan pada
4. Ajarkan pasien untuk pasien.
memonitor diri sendiri 4. Identifikasi tanda
tanda dan gejala yang gejala pasien yang
memerlukan perlu penanganan
pengobatan medis. yang cepat

NIC Label : menejeman NIC Label : menejeman


pengobatan pengobatan
1. Berikan medikasi 1. Pengobatan sesuai
sesuai indikasi pasien. indikasi akan
meningkatkan
kondisi pasien
2. Berikan medikasi 2. Standar prosedur
sesuai dengan standar akan meningkatkan
prosedur yang berlaku pasien safety dan
(metode 6 Benar). efek terapeutik terapi
3. Monitor adanya 3. Obat memiliki
kemungkinan terjadi kandungan kimia
alergi atau yang beresiko
kontraindikasi terkait terjadinya alergi.
therapy.
4. Pasien dengan tingkat
4. Bantu pasien untuk ketergantungan tinggi
meminum obatnya. memerlukan bantuan
ADL
5. Diuretik berfungsi
5. Berikan obat diuretic dalam menurunkan
sesuai indikasi. penumpukan cairan
sehingga mengurangi
edema
6. Berikan obat 6. Antihipertensi
antihipertensi sesuai menurunkan tekanan
indikasi arteri renalis dan juga
menurunkan beban
kerja ginjal dalam
proses filtrasi

2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (Nutrition: imbalanced, less


than body requirements)
a. Definisi: Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebuthan metabolik
b. Batasan Karakteristik
1) Kram abdomen 12) Kurang minat pada makanan
2) Nyeri abdomen 13) Kesalahan konsepsi
3) Menghindari makan 14) Kesalahan informasi
4) Berat badan 20% atau lebih 15) Membrane mukosa pucat
dibawah berat badan ideal 16) Ketidakmampuan memakan
5) Kerapuhan kapiler makanan
6) Diare 17) Tonus otot menurun
7) Kehilangan rambut 18) Menegluh asupan makanan kurang
berlebihan dari RDA (recommended daily
8) Bising usus hiperaktif allowance)
9) Kurang makanan 19) Cepat kenyang setelah makan
10) Kurang informasi 20) Sariawan rongga mulut
11) Penurunan berat badan 21) Stetorea
dengan asupan makanan 22) Kelemahan otot pengunyah
adekuat 23) Kelemahan otot untuk menelan
c. Faktor Yang Berhubungan
1) Factor biologis
2) Factor ekonomi
3) Ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrient
4) Ketidakmampuan untuk mencerna makanan
5) Ketidakmampuan untuk menelan makanan
6) Factor psikologis.
d. NOC, NIC, dan Rasional
NOC NIC RASIONAL
Nutrisi klien NIC Label : Manajemen NIC Label :Manajemen
seimbang setelah nutrisi nutrisi
dilakukan 1. Kaji status nutrisi 1. Pengkajian penting
tindakan pasien dilakukan untuk
keperawatan mengetahui status nutrisi
selama ...x 3-5 pasien sehingga dapat
jam menentukan intervensi
dengan kriteria yang diberikan.
hasil : 2. Jaga kebersihan mulut, 2. Mulut yang bersih dapat
NOC Label : anjurkan untuk selalu meningkatkan nafsu
Nutritionl status melalukan oral hygiene. makan
1. Intake nutrisi 3. Delegatif pemberian 3. Untuk membantu
(3) nutrisi yang sesuai memenuhi kebutuhan
2. Asupan dengan kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan
makanan dan pasien pasien.
cairan 4. Berian informasi yang 4. Informasi yang diberikan
tercukupi (3) tepat terhadap pasien dapat memotivasi pasien
NOC Label : tentang kebutuhan untuk meningkatkan
Nausea dan nutrisi yang tepat dan intake nutrisi.
vomiting severity sesuai.
1. intensitas 5. Anjurkan pasien untuk 5. Zat besi dapat membantu
terjadinya mengkonsumsi tubuh sebagai zat
mual muntah makanan tinggi zat besi penambah darah
(3) seperti sayuran hijau sehingga mencegah
2. frekuensi terjadinya anemia atau
terjadinya kekurangan darah
mual muntah
(3) NIC Label : Nausea NIC Label : Nausea
management management
Keterangan : 1. Kaji frekuensi mual, 1. Penting untuk
(1) Deviasi berat durasi, tingkat mengetahui karakteristik
dari kisaran keparahan, faktor mual dan faktor-faktor
normal frekuensi, presipitasi yang menyebabkan
(2) Deviasi yang yang menyebabkan mual. Apabila
cukup besar mual. karakteristik mual dan
dari kisaran faktor penyebab mual
normal diketahui maka dapat
(3) Deviasi menetukan intervensi
sedang dari yang diberikan.
kisaran 2. Anjurkan pasien makan 2. Makan sedikit demi
normal sedikit demi sedikit tapi sedikit dapat
(4) Deviasi sering. meningkatkn intake
ringan dari nutrisi.
kisaran 3. Anjurkan pasien untuk 3. Makanan dalam kondisi
normal makan selagi hangat hangat dapat
(5) Tidak ada menurunkan rasa mual
deviasi dari sehingga intake nutrisi
kisaran dapat ditingkatkan.
normal

3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer


a. Definisi : Penurunan sirkulasi darah ke perifer yang dapat mengganggu kesehatan
b. Batasan Karakteristik :
1) Tidak ada nadi 3) Perubahan karakteristik kulit
2) Perubahan fungsi motorik (warna, elastisitas, rambut,
kelembapan, kuku, sensasi,
suhu)
4) Indek ankle-brakhial
Perubahan tekanan darah
diekstremitas
5) Waktu pengisian kapiler > 3
detik
6) Klaudikasi
7) Warna tidak kembali
ketungkai saat tungkai
diturunkan
8) Kelambatan penyembuhan
luka perifer
9) Penurunan nadi
10) Edema
11) Nyeri ekstremitas
12) Bruit femoral
13) Pemendekan jarak total yang
ditempuh dalam uji berjalan
6 menit
14) Pemendekan jarak bebas
nyeri yang ditempuh dalam
uji berjalan 6 menit
15) Perestesia
16) Warna kulit pucat saat
c. Faktor Yang Berhubungan :
1) Kurang pengetahuan tentang faktor pemberat (mis, merokok, gaya hidup monoton,
trauma, obesitas, asupan garam, imobilitas)
2) Kurang pengetahuan tentang proses penyakit (mis, diabetes, hiperlipidemia)
3) Diabetes melitus
4) Hipertensi
5) Gaya hidup monoton
6) Merokok
d. NOC, NIC, Rasional
NOC NIC RASIONAL
Perfusi jaringan Manajemen sensasi Manajemen sensasi
perifer efektif setelah perifer perifer
dilakukan tindakan 1. Monitor adanya 1. Sebagai indikator
keperawatan selama daerah tertentu yang sratus kepekaan klien
...x3-5 jam dengan hanya peka terhadap terhadap panas,
kriteria hasil : panas/dingin/tajam/tu dingin, tajam, tumpul
NOC label : perfusi mpul
jaringan perifer 2. lnstruksikan keluarga 2. Indikator terjadinya
1. Pengisian kapiler untuk mengobservasi laserasi
jari (3) kulit jika ada isi atau
2. Suhu kulit ujung laserasi
kaki dan tangan 3. Gunakan sarung 3. Sarung tangan untuk
(3) tangan untuk proteksi mencegah terjadinya
3. Kekuatan nadi Hais
karotis (3) 4. Monitor adanya 4. Sbagai indikator
4. Edema perifer (3) tromboplebitis adanya bengkak
5. Kram otot (3)
6. Kelemahan otot 5. Diskusikan menganai 5. Untuk meberikan
(3) penyebab perubahan pengetahuan kepada
sensasi keluarga dan
Keterangan : mencegah kompikasi
(1)Deviasi berat dari lebih lanjut
kisaran normal
(2)Deviasi yang Manajemen cairan Manajemen cairan
cukup besar dari 1. Monitor tanda-tanda 1. Mengupayakan TTV
kisaran normal vital, seperti suhu, pasien tetap stabil.
(3)Deviasi sedang tekanan darah, nadi
dari kisaran normal dan pernafasan
(4)Deviasi ringan 2. Monitor status 2. Mengetahui
dari kisaran normal pernafasan , ABC kestabilan pernapasan
(5)Tidak ada deviasi level, oksimetri denyut klien.
dari kisaran normal nadi, kedalaman, pola,
dan laju pernafasan
4.
3. Monitor ICP dan CPP 3. Mengetahui ICP dan
CPP klien.
4. Monitor status hidrasi 4. Mengetahui ada
(misalnya : tidaknya tanda-tanda
kelembapan membrane dari dehidrasi dari
mukosa, kecukupan klien.
denyut nadi dan
tekanan darah
ortostatik) dengan
tepat
5. Monitor tanda-tanda 5. Mengetahui
vital, dengan tepat kestabilan TTV klien.

8. REFERENSI
NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi, Dan Klasifikasi 2015-
2017/Editor, T. Heather Herdman; Alih Bahasa, Made Sumarwati, Dan Nike Budhi Subekti ;
Editor Edisi Bahasa Indonesia, Barrah Bariid, Monica Ester, Dan Wuri Praptiani. Jakarta;
EGC.

Moorhed, (et al). 2015. Nursing Outcomes Classifications (NOC) 5th Edition. Missouri: Mosby
Elsevier

Gloria M. Bulechek, (et al).2015. Nursing Interventions Classifications (NIC) 6th Edition.
Missouri: Mosby Elsevier

Price, dan lorraine M.Wilson. 2006. Patofisiologi. ECG : Jakarta

Muttaqin Arif, Sari Kumala. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ahli Bahasa: Brahm
U. Pendit. Editor: Huriawati Hartanto. Edisi VI. Jakarta: EGC.

Вам также может понравиться