Вы находитесь на странице: 1из 23

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Sungai mempunyai peranan yang penting bagi kehidupan manusia. Salah


satunya adalah sebagai sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan irigasi, penyediaan air minum, kebutuhan industri dan lain lain. Irigasi
adalah upaya pemberian air dalam bentuk lengas (kelembaban) tanah sebanyak
keperluan untuk tumbuh dan berkembang bagi tanaman (Najiyati : 1987). Upaya
pemnerian air tersebut di realisasikan dengan membuat suatu bangunan yang
kompleks dengan fungsi-fungsi tertentu yang bertujuan untuk mengalirkan air
secara sistematis pada tanah yang di olah.

Bangunan irigasi terdiri dari bngunan utama, jaringan irigasi, bangunan


bagi/sadap, bangunan pengukur, bangunan pengatur muka air, bangunan
pembawa, bangunan lindung, dan bangunan pelengkap. Kebutuhan air yang cukup
harus benar-benar di perhatikan melalui prosedur pembuatan bangunan irigasi
serta kontrol kebutuhan air pada setiap pintu-pintu pengambilan.

Kebutuhan air bagi kepentingan manusia semakin meningkat sehingga


perlu dilakukan penelitian atau penyelidikan masalah ketersediaan air sungai dan
kebutuhan area di sekelilingnya, agar pemanfaatan dapat digunakan secara efektif
dan efisien, maka dibuatlah dengan pembangunan sebuah bendung.

2.2 Bendung

Bendung adalah bangunan melintang sungai yang berfungsi meninggikan


muka air sungai agar bisa di sadap. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia 03-
2401-1991 tentang pedoman perencanaan hidrologi dan hidraulik untuk bangunan
di sungai adalah bangunan ini dapat didesain dan dibangunan sebagai bangunan
tetap, bendung gerak, atau kombinasinya, dan harus dapat berfungsi untuk
mengendalikan aliran dan angkutan muatan di sungai sedemikian sehingga
dengan menaikkan muka airnya, air dapat dimanfaatkan secara efisien sesuai
dengan kebutuhannya.

Definisi bendung menurut analisa upah dan bahan BOW (Burgerlijke


Openbare Werken), bendung adalah bangunan air (beserta kelengkapannya) yang
dibangun melintang sungai untuk meninggikan taraf muka air sehingga dapat
dialirkan secara gravitasi ke tempat yang membutuhkannya.

Fungsi utama dari bendung adalah untuk meninggikan elevasi muka air
dari sungai yang dibendung sehingga air bisa disadap dan dialirkan ke saluran
lewat bangunan pengambilan (intake structure), dan untuk mengendalikan aliran,
angkutan sedimen dan geometri sungai sehingga air dapat dimanfaatkan secara
aman, efisien, dan optimal, (Mawardi & Memet, 2010).

2.1.1 Klasifikasi Bendung

Adapun klasifikasi bendung sebagai berikut:

1. Bendung berdasarkan fungsinya:

a. Bendung penyadap, digunakan sebagai penyadap aliran sungai


untuk berbagai keperluan seperti untuk irigasi, air baku dan
sebagainya.
b. Bendung pembagi banjir, dibangun di percabangan sungai untuk
mengatur muka air sungai, sehingga terjadi pemisahan antara debit
banjir dan debit rendah sesuai dengan kapasitasnya.
c. Bendung penahan pasang, dibangun dibagian sungai yang
dipengaruhi pasang surut air laut antara lain untuk mencegah
masuknya air asin.

2. Bendung berdasarkan tipe strukturnya:

a. Bendung tetap, bendung tetap adalah jenis bendung yang tinggi


pembendunganya tidak dapat diubah, sehingga muka air di hulu
bendung tidak dapat diatur sesuai yang dikehendaki. Pada bendung
tetap elevasi muka air dihulu bendung berubah sesuai dengan debit
sungai yang sedang melimpas (muka air tidak bisa diatur naik
ataupun turun). Bendung tetap biasanya dibangun pada daerah hulu
sungai. Pada daerah hulu sungai kebanyakan tebing-tebing sungai
relative lebih curam dari pada di daerah hilir.
b. Bendung gerak, bendung gerak adalah jenis bendung yang tinggi
pembendunganya dapat diubah susuai yang dikehendaki. Pada
bendung gerak elevasi muka air di hulu bendung dapat
dikendalikan naik atau turun sesuai yang dikehendaki dengan
membuka atau menutup pintu air. Bendung gerak biasanya
dibangun pada hilir sungai atau muara.

3. Berdasarkan dari segi sifatnya:

a. Bendung permanen, seperti bendung pasangan batu, beton, dan


kombinasi beton dan pasangan batu.
b. Bendung semi permanen, seperti bendung broncong.
c. Bendung darurat, yang dibuat oleh masyarakat pedesaan seperti
bendung tumpukan batu dan sebagainya. (Mawardi dan Memet
2010).
2.1.2 Komponen Utama Bendung

Bendung tetap yang terbuat dari pasangan batu untuk keperluan irigasi
terdiri atas berbagai komponen, yaitu:

1. Tubuh bendung

Antara lain terdiri dari ambang tetap dan mercu bendung dengan
bangunan peredam energinya. Terletak kurang lebih tegak lurus arah aliran sungai
saat banjir dan sedang. Maksudnya agar arah aliran utama menuju bendung dan
yang keluar dari bendung terbagi merata, sehingga tidak menimbulkan pusaran-
pusaran aliran di udik bangunan pembilas dan intake.

2. Bangunan intake

Antara lain terdiri dari lantai/ambang dasar, pintu, dinding banjir, pilar
penempatan pintu, saringan sampah, jembatan pelayan, rumah pintu dan
perlengkapan lainnya. Bangunan ini terletak tegak lurus (90˚) atau menyudut (45˚-
60˚) terhadap sumbu bangunan bilas. Diupayakan berada di tikungan luar aliran
sungai, sehingga dapat mengurangi sedimen yang akan masuk ke intake.

3. Bangunan pembilas

Dengan indersluice atau tanpa indersluice, pilar penempatan pintu,


saringan sampah, pintu bilas, jembatan pelayan, rumah pintu, saringan batu dan
perlengkapan lainnya. Terletak berdampingan dan satu kesatuan dengan intake, di
sisi bentang sungai dan bagian luar tembok pangkal bendung, dan bersama-sama
dengan intake, dan tembok pangkal udik yang diletakkan sedemikian rupa dapat
membentuk suatu tikungan luar aliran (coidal flow). Aliran ini akan melemparkan
angkutan sedimen ke arah luar intake/bangunan pembilas menuju tubuh bendung,
sehingga akan mengurangi jumlah angkutan sedimen dasar masuk ke intake.

4. Bangunan pelengkap

Bangunan pelengkap lain yang harus ada pada bendung antara lain yaitu
tembok pangkal, sayap bendung, lantai udik dan dinding tirai, pengarah arus
tanggul banjir dan tanggul penutup atau tanpa tanggul, penangkap sedimen atau
tanpa penangkap sedimen, tangga, penduga muka air, dan sebagainya. (Mawardi
dan Memet 2010).

Bendung merupakan salah satu dari bagian bangunan utama. Bangunan


utama adalah bangunan air (hydraulic structure) yang terdiri dari bagian-bagian:
Bendung (weir structure), bangunan pengelak (diversion structure), bangunan
pengambilan (intake structure), bangunan pembilas (flushing structure), dan
bangunan kantong lumpur (sediment trapstructure).
2.3 Kantong Lumpur

Kantong lumpur merupakan pembesaran potongan melintang saluran hingga


panjang tertentu agar dapat mengurangi kecepatan aliran dan memberi
kesempatan kepada sedimen yang masuk ke intake untuk mengendap. (Standar
Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan Utama KP – 02,
2010:208).

Untuk mencegah tumbuhnya vegetasi dan menghindari fraksi pasir, baik


berupa angkutan sedimen layang maupun sedimen dasar yang berasal dari sungai
melalui intake mengalir ke saluran primer yang mungkin masih mengalir ke
saluran sekunder, tersier dan sawah serta agar partikel-partikel yang lebih besar
tidak langsung mengendap di hilir pengambilan, maka direncanakan suatu
bangunan pelengkap yang dikenal dengan kantong lumpur.

Bagian dasar dari saluran biasanya diperdalam atau diperlebar untuk


penampungan endapan sedimen dan selalu dibersihkan dalam jangka waktu
tertentu. Tampungan ini dibersihkan tiap jangka waktu tertentu (kurang lebih
sekali seminggu atau setengah bulan) dengan cara membilas sedimennya kembali
ke sungai dengan aliran terkonsentrasi yang berkecepatan tinggi. Bangunan
kantong lumpur terdiri dari:

1. Kantong lumpur

Bentuk penampang melintang kantong lumpur dapat berbentuk persegi


panjang maupun trapesium. Ukurannya harus sedemikian rupa, sehingga dapat
menampung pasir ataupun lumpur yang diendapkan.

Volume kantong ini tergantung pada dua faktor disamping faktor fasilitas lokasi
yang tersedia, yaitu:

a. Banyaknya sedimen yang diendapkan.


b. Interval pembilasan bahan endapan.
c. Profil basah bebas

Ukuran profil basah bebas harus mempunyai luas dan panjang ke hilir yang
cukup, sehingga pada akhir bangunan kantong lumpur, konsentrasi pasir/ lumpur
serendah mungkin sesuai dengan konsentrasi yang dikehendaki.

Dalam perencanaan kantong lumpur, selain memperhatikan efisiensi


pengendapan juga harus memperhatikan efisiensi pembilasan, yang mana sangat
dipengaruhi oleh penentuan pada dasar kantong.

Penentuan dasar kantong lumpur tergantung pada kedua faktor di bawah ini:
1. Kemiringan dasar kantong lumpur

Kemiringan dasar kantong harus direncanakan sedemikian rupa, sehingga


pada saat pembilasan mendapat tegangan geser minimum untuk menghanyutkan
endapan di kantong lumpur.

2. Perbedaan elevasi

Perbedaan elevasi pada ambang intake dengan dasar saluran pembuangan


hilir bangunan bilas atau dasar sungai tempat saluran pembilas tersebut bermuara.
Disamping itu ada pula hal – hal yang harus diperhatikan, yaitu:

a. Diusahakan kecepatan aliran merata, agar terjadi pemerataan sedimen


yang mengendap.
b. Kecepatan aliran di kantong lumpur harus sedemikian rupa agar sedimen
yang mengendap tidak tergerus.
c. Kecepatan aliran tidak boleh kurang dari 0,30 m/detik untuk mencegah
tumbuhnya vegetasi atau tumbuhan air. (Standar Perencanaan Irigasi
Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan Utama, KP - 02, 2010:215).

Sebaiknya posisi kantong lumpur terhadap saluran pembilas dan saluran


induk saling berhubungan, dimana saluran pembilas merupakan kelanjutan dari
kantong lumpur dan saluran induk/primer mulai dari samping kantong lumpur
(lihat Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Tata letak kantong lumpur

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum Standar Peencanaan Irigasi KP – 02


Jakarta Badan penerbit P.U., 1986
2.4 Dasar-Dasar Perencanaan Dimensi Kantong Lumpur

2.1.3 Volume Kantong Lumpur

Dalam menentukan banyaknya angkutan sedimen dasar yang masuk


kejaringan melalui intake, merupakan hal yang sangat sulit untuk menentukan
dengan tepat. Karena hal ini sangat tergantung pada konstruski intake itu sendiri.
Apabila intake dilengkapi dengan ambang penahan sedimen yang cukup tinggi
atau kantong sedimen yang memadai, maka angkutan sedimen dasar yang masuk
ke jaringan irigasi melalui intake dapat dianggap kecil dan dapat pula diabaikan.

Jika angkutan sedimen dasar yang masuk ke jaringan irigasi diabaikan,


maka dalam perencanaan volume di jaringan irigasi, cukup memperhitungkan
banyaknya angkutan sedimen layang yang masuk ke jaringan irigasi tersebut. Ada
beberapa cara dalam perhitungan konsentrasi sedimen pada aliran yang masuk
kejaringan irigasi, antara lain:

1. Perhitungan dengan cara langsung

Yang dimaksud perhitungan dengan cara langsung adalah perhitungan yang


dilakukan dengan pengukuran angkutan sedimen secara langsung di lapangan,
yang di ukur keadaan debit sungai sepanjang tahun.

2. Perhitungan dengan cara asumsi

`Banyaknya sedimen yang terbawa oleh aliran masuk dapat ditentukan dari:

a. Pengukuran langsung di lapangan.


b. Rumus angkutan sedimen yang cocok ( Einstein – Brown, Meyer –
Peter Mueller), atau kalau tidak ada data yang andal.

3. Kantong lumpur yang ada di lokasi lain yang sejenis.

Sebagai perkiraan kasar yang masih harus dicek ketepatannya, jumlah


bahan dalam aliran masuk yang akan diendapkan adalah 0,50 0/00.

Jadi rumus volume kantong lumpur yang diasumsikan adalah sebagai berikut:

V = 0,0005 × Q × ∆T (2.1)

(Disain Note SID Peningkatan Sistem Jaringan Irigasi DI.Aek Sigeaon Dinas
Pengelolaan Sumber Daya Air, 2011:25)

Dimana:

V = Volume kantong lumpur yang diperlukan (m3)


Q = Besarnya debit perencanaan saluran (m3/detik)

∆T = Jangka waktu pembilasan (detik)

2.1.4 Panjang dan Lebar Kantong Lumpur

Dimensi-dimensi L (panjang) dan B (lebar) kantong lumpur dapat


diturunkan dari gambar 5. Partikel yang masuk ke kolam pada A, dengan
kecepatan endap partikel (w) dan kecepatan air (v) harus mencapai dasar pada C.
Ini berakibat bahwa, partikel selama waktu (H/w) yang diperlukan untuk
mencapai dasar, akan berjalan (berpindah) secara horizontal sepanjang jarak L
dalam waktu L/v (lihat Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Skema kantong lumpur

𝐻 𝐿 𝑄
Jadi: = 𝑉 , dengan v = 𝐻 𝑥 𝐵 (2.2)
𝑊

Dimana: H = Kedalaman aliran saluran (m)

W = Kecepatan endapan partikel sedimen (m/detik)

L = Panjang kantong lumpur (m)

v = Kecepatan aliran air (m/detik)

Q = Debit saluran (m3/detik)

B = Lebar kantong lumpur (m)

Persamaan di atas menghasilkan:


𝐻 𝐿𝑥𝐻
= 𝑥𝐵 (2.3)
𝑊 𝑄
𝐿𝑋𝑊
H= 𝑥𝐻𝑥𝐵 (2.4)
𝑄

𝐻 𝑊
=𝐿𝑥 sehingga, (2.5)
𝐻𝑥𝐵 𝑄

𝑄
LxB=𝑊 (2.6)

(Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian

Bangunan Utama KP – 02,2010:213)

Karena sangat sederhana, rumus ini dapat dipakai untuk membuat perkiraan
awal dimensi-dimensi tersebut. Untuk perencanaan yang lebih detail, harus
dipakai faktor koreksi guna menyelaraskan faktor-faktor yang mengganggu,
seperti :

 Turbulensi air
 Pengendapan yang terhalang
 Bahan layang sangat banyak

Dimensi kantong lumpur sebaiknya sesuai dengan kaidah bahwa L/B > 8,
untuk mencegah agar aliran tidak “meander” di dalam kantong lumpur. (Standar
Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan Utama KP – 02,
2010:214).

Apabila topografi tidak memungkinkan diturutinya kaidah ini, maka


kantong lumpur harus dibagi-bagi ke arah memanjang dengan dinding- dinding
pemisah (devider wall) untuk mencapai perbandingan antara L dan B ini.

2.1.5 Kemiringan Dasar Saluran (I)

1. Kemiringan Energi di Kantong Lumpur Selama Eksploitasi


Normal (In).
Dalam menentukan kemiringan kantong lumpur, kecepatan
aliran kantong lumpur pada waktu pengaliran diambil dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. Kecepatan aliran hendaknya cukup rendah sehingga
partikel yang telah mengendap tidak menghambur lagi.
b. Untuk mencegah turbulensi yang dapat mengganggu proses
pengendapan.
c. Kecepatan hendaknya tersebar merata sehingga sedimentasi
juga dapat tersebar merata di dalam kantong lumpur.
d. Kecepatan tidak boleh kurang dari 0,30 m/detik untuk
mencegah tumbuhnya vegetasi.
e. Transisi dari saluran ke kantong lumpur dan sebaliknya
harus mulus untuk mencegah terjadinya turbulensi.

Berdasarkan pertimbangan tersebut maka kecepatan aliran pada kantong


lumpur selama eksploitasi normal ditetapkan v = 0,30 m/detik sehingga
kemiringan dasar saluran pada kantong lumpur (i) pada saat eksploitasi normal
dapat kita lihat pada Gambar 2.3 di bawah ini.

Gambar 2.3 kemiringan kantong lumpur

Untuk menentukan kemiringan energi di kantong lumpur selama eksploitasi


normal, maka digunakan rumus Strickler sebagai berikut:
2/3 1/2
𝑉𝑛 = 𝐾𝑠 𝑥 𝑅𝑛 𝑥 𝐼𝑛 sehingga, (2.7)
𝑉𝑛
𝐼𝑛 = (𝐾𝑠 𝑥 𝑅𝑛2/3 ) ² (2.8)

Jika debit normal pengambilan adalah Qn, maka:

Qn = Vn × An (2.9)

Dimana:

Vn = Kecepatan rata-rata selama ekspolitasi normal (m/detik)

In = Kemiringan energi selama ekspolitasi normal

Ks = Koefisien kekasaran Strickler (lihatTabel2.6)

Rn = Jari-jari hidrolis selama eksploitasi normal (m)

Qn = Kebutuhan pengambilan rencana (m3/detik)

An = Luas basah eksploitasi normal (m2)


2. Kemiringan Energi Di Kantong Lumpur Selama Pembilasan (Ib)
dengan Kolam Dalam Keadaan Kosong.

Untuk menentukan kemiringan energi selama pembilasan dengan


kolam dalam keadaan kosong, maka digunakan rumus Strickler
sebagai berikut:
2/3 1/3
𝑉𝑏 = 𝐾𝑠 𝑥 𝑅𝑏 𝑥𝐼𝑏 sehingga, (2.10)
𝑉𝑏
𝑉𝑏 (𝐾𝑠 𝑥 𝑅𝑏 2/3
)² (2.11)

Jika debit pembilasan adalah Qb, maka:

Qb = Vb × Ab (2.13)

Dimana:

Vb = Kecepatan rata-rata selama pembilasan (m/detik)

Ib = Kemiringan energi selama pembilasan

Ks = Koefisien kekasaran Strickler (lihat Tabel2.6)

Rb = Jari-jari hidrolis selama pembilasan (m)

Qb = Debit untuk membilas (m3/detik)

Qb = 1,2 × Qn

Ab = Luas basah selama pembilasan (m2)

Tabel 2.1 Koefisien Kekasaran Strickler menurut Subarkah (1980:45)

Saluran Ks
Lama dengan dinding-dinding sangat kasar ≥ 36

Lama dengan dinding-dinding kasar 38


Drainase yang akan diberi tanggul dan saluran 40
tersier

Draenase baru tanpa tanggul-tanggul 43,5

Primer dan sekunder dengan aliran kurang dari 45 - 47,50


7,5 m3/detik

Terpelihara baik dengan debit lebih dari 10 50


m3/detik

Dengan pasangan batu kosongan 50

Dengan dinding pasangan batu belah yang 60


baik dan beton tidak dihaluskan

Dengan dinding halus, dinding kayu 90

Untuk keperluan perhitungan pendahuluan, kecepatan rata-rata yang


diperlukan selama pembilasan dapat diandaikan sebagai berikut:

 1,0 m/detik untuk pasir halus


 1,50 m/detik untuk pasir kasar
 2,0 m/detik untuk kerikil dan pasir kasar

Jika kecepatan selama pembilasan semakin tinggi, maka operasi pembilasan


menjadi semakin cepat. Namun demikian agar pembilasan dapat dilakukan
dengan baik, maka kecepatan aliran harus dijaga agar tetap subkritis atau Fr < 1.
𝑣
Fr = 𝑔ℎ (2.14)

Dimana :

v = Kecepatan aliran dalam kantong lumpur (m/detik)

g = Percepatan gravitasi, g = 9,8 m/detik2

h = Tinggi endapan sedimen (m)

Kecepatan aliran selama pembilasan dibuat sedemikian tinggi untuk dapat


menggeser atau menggerakkan partikel-partikel yang mengendap. Namun
demikian kecepatan haruslah di bawah kecepatan superkritis, karena kecepatan
superkritis dapat mengurangi efektifitas proses pembilasan.

Untuk bahan endapan pasir kasar dengan Ø 0,06 – 0,07 mm ditetapkan


kecepatan aliran di kantong lumpur pada saat pembilasan adalah 1,50 m/detik.
Kantong lumpur dipisah dua dengan sebuah dinding penguras untuk efisiensi
pembilasan dan kontinuitas pemberian air selama masa pembilasan.

2.4. Kecepatan Endapan (Settling Velocity)

Pada umumnya ada dua cara yang dapat ditempuh dalam menentukan
kecepatan endapan, yaitu:

 Kecepatan endap (w) dapat di baca dari Gambar 2.4.


 Percobaan tabung pengendap (settling tube experiment).

Cara untuk menentukan kecepatan endap dengan percobaan tabung


pengendap (menggunakan contoh partikel dari lapangan) merupakan cara yang
paling baik dibandingkan cara yang di atas. Hal ini disebabkan karena dengan
percobaan lebih mencerminkan kondisi setempat.

Untuk menentukan kecepatan endap (w), biasanya berhubungan dengan


keadaan suhu di Indonesia dipakai suhu rata-rata 200C.
Gambar 2.4 hubungan antara diameter saringan dan kecepatan endap untuk air
tenang

2.5 Kecepatan Aliran

Faktor-faktor yang harus di perhatikan pada keadaan aliran masuk ke


saluran pengairan :

 Kecepatan air di dalam kantong lumpur harus sedemikian, sehingga partikel


pasir yang telah mengendap tidak lagi tergerus untuk kemudian terbawa
aliran ke hilir.
 Sebagai akibat turbulensi, partikel pasir yang telah mengendap, jangan
sampai menjadi angkutan sedimen loncat atau angkutan sedimen layang lagi
dan mengalir ke hilir, hal ini biasanya terjadi di ujung hilir kantong lumpur.
 Dalam arah potongan melintang, kecepatan air harus di usahakan merata
agar pengendapan merata pula.
 Pada bidang horizontal kantong lumpur di uasahakan jangan sampai terjadi
aliran-aliran membalik dan pusaran-pusaran.
 Kecepatan air minimum harus di perhatikan, hal ini berhubungan dengan
kemungkinan hidup bagi tumbuh-tumbuhan air pada kecepatan air rendah.
Kantong lumpur yang baik biasanya mempunyai kecepatan ± 0,2 m/detik
(kantong kosong sampai penuh). Untuk memperoleh kecepatan rendah tersebut
maka profil basah merupakan fungsi dari lebar kantong lumpur dan kedalaman air
yang sesuai dengan debit rencana yang mengalir di kantong lumpur :

V = Qo/F (2.15)

Dimana ;

Qo = debit pada kantong lumpur (𝑚3 /𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘)

V = kecepatan rata-rata di kantong lumpur (m/detik)

F = luas profil basah (𝑚2 )

2.6 Sedimentasi

Sedimentasi merupakan sebuah peristiwa atau proses pengendapan yang


terjadi pada beberapa komponen abiotik yang ada di lingkungan seperti halnya
tanah dan juga pasir. Proses pengendapan atau sedimentasi ini bisa diesbabkan
oleh beberapa hal seperti aliran air ataupun hembusan angin yang dapat
memindahkan partikel- partikel kecil dari tanah atau pasir ke tempat lain hingga
mengalami pengendapan dan membentuk sesuatu yang baru. Proses sedimentasi
atau pengendapan ini bisa terjadi di berbagai tempat seperti di darat, di laut
maupun di ekosistem sungai.

Proses sedimentasi atau pengendapan ini membutuhkan waktu yang lama


untuk menghasilkan sesuatu yang baru, misalnya membentuk batuan baru. Jenis
batuan yang akan terbentuk melalui proses sedimentasi ini disebut dengan batuan
sedimen. Kemudian batuan sedimen ini akan mempunyai banyak contohnya yang
berbeda- beda antara pengendapan suatu materi dengan materi yang lainnya.
Proses sedimentasi ini dapat terjadi karena bantuan dari berbagai kekuatan, seperti
kekuatan aliran air, kekuatan angin maupun kekuatan es atau glester. Hal ini akan
menyebabkan sedimentasi ini dibagi menjadi beberapa jenis.

1. Faktor-faktor Penyebab Sedimentasi

Sedimentasi atau pengendapan merupakan proses alam. Proses alam ini


terjadi dalam waktu yang berulang- ulang. Dalam waktu lama sedimentasi ini
akan menghasilkan berbagai macam bentukan. Nah, untuk mengetahui informasi
yang lebih mendalam mengenai sedimentasi, kita juga perlu mengetahui tentang
apa saja yang mendorong terjadinya sedimentasi ini. Beberapa faktor yang
menyebabkan atau mendorong terjadinya sedimentasi antara lain sebagai berikut:

 Adanya material, seperti pasir, tanah atau debu yang akan menjadi bahan
yang mengendap
 Terdapat lingkungan pengendapan yang cocok baik di darat, laut dan
transisi
 Terjadinya pengangkutan sumber material atau transportasi yang dilakukan
oleh air, angin dan juga es
 Berlangsungnya pengendapan yang terjadi karena perbedaan arus dan juga
gaya
 Terjadinya replacement atau penggantian dan juga rekristalisasi atau
perubahan material
 Diagenesis yakni perubahan yang terjadi saat pengendapan berlangsung
baik secraa kimia aupun secara fisika
 Kompaksi, merupakan akibat dari adanya gaya yang berat dari material
sedimen yang memaksa volume lapisan sedimennya menjadi berkurang
 Lithifikasi, merupakan akibat dari adanya kompaksi yang terus menerus
sehingga lama kelamaan sedimen akan mengeras.

Itulah beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya sedimentasi atau


pengendapan. Faktor- faktor tersebut juga terjadi dalam proses sedimentasi hingga
membentuk suatu bentukan yang berbeda-beda. Setelah adanya faktor-faktor yang
menyebabkan sedimentasi, selanjutnya akan terjadi proses sedimentasi itu sendiri.

2. Proses Terjadinya Sedimentasi

Sedimentasi adalah proses pengendapan yang melibatkan berbagai faktor


dari luar. Proses sedimentasi ini meliputi proses erosi, transportasi atau angkutan,
pengendapan atau deposition, dan pemadatan atau compaction. Secara umum,
proses sedimentasi ini dibedakan menjadi dua macam yakni proses sedimentasi
secara geologis dan proses sedimentasi yang dipercepat. Penjelasan mengenai
kedua proses tersebut antara lain sebagai berikut:

a. Proses sedimentasi secara biologis


Pada dasarnya proses sedimentasi secara geologis
merupakan proses erosi tanha yang berjalan secara normal atau
secara biasanya. Hal ini berarti bahwa proses pengendapan yang
berlangsung masih dalam batasan yang dibolehkan atau masih
dalam keseimbangan alam dari proses agradasi dan degradasi pada
perataan kulit muka bumi akibat dari adanya pelapukan.
b. Proses sedimentasi yang dipercepat
Proses sedimentasi yang dipercepat merupakan proses
sedimentasi yang berlangsung dalam waktu yang relatif singkat.
Proses sedimentasi ini menyimpang dan sangat berbeda dengan
proses sedimentasi secara biologis. Proses sedimentasi yang
dipercepat ini memberikan dampak buruk, bersifak merugikan atau
merusak, mengganggu keseimbangan alam atau kelestarian
lingkungan hidup. Proses sedimentasi yang dipercepat ini biasanya
terjadi atau disebabkan karena kegiatan manusia dalam mengolah
tanah.

Kesalahan dalam mengolah tanah ini akan menyebabkan terjadinya erosi


tanah dan juga tingkat sedimentasi yng tinggi. hasil dari sedimentasi ini dapat
berupa batuan breksi dan juga batuan konglomerat yang terendap tidak jauh dari
sumber atau asalnya, sementara batu pasir terendapkan lebih jauh dari batu breksi
dan juga batu konglomerat, sedangkan lempung diendapkan jauh dari sumbernya.

Itulah jenis- jenis dari proses pengendapan atau proses sedimentasi. Proses
pengendapan atau sedimentasi ini apabila diurutkan maka tahapan- tahapannya
adalah proses pengangkatan, proses pengendapan dan juga proses pemadatan.
Proses sedimentasi hingga menjadi sebuah bentukan yang baru membutuhkan
waktu yang lama dan panjang. Misalnya untuk membentuk batuan sedimen
membutuhkan waktu berpuluh puluh tahun lamanya.

3. Jenis- jenis Sedimentasi

Sedimentasi merupakan proses pengendapan material- material yang ada di


bumi dengan bantuan dari berbagai kekuatan. Maka dari itulah sedimentasi ini
jenisnya berbeda- beda. Secara umum sedimentasi ini diklasifikasikan
berdasarkan dua jenis yakni berdasarkan tenaga pengangkutnya, serta berdasarkan
tempat terjadinya sedimentasi tersebut.

Tidak dipungkiri untuk mengangkut hasil dari pelapukan atau pegikisan


yang terjadi oleh beberapa komponen abiotik, alam mengandalkan kekuatan yang
dimilikinya. Namun alam tidak pernah lalai dengan tugasnya. Kekuatan- keuatan
alam ini selalu konsisten dalam mengangkut material- material dan kemudian
akan menjadikannya suatu komponen abiotik yang baru. Kekuatan- keuatan alam
yang mengganggu proses sedimentasi ini antara lain aliran air, angin, gletser atau
es dan lain sebagainya. Nah, berdasarkan energi pengangkut inilah sedimentasi
dibedakan menjadi beberapa macam. Macam- macam sedimentasi berdasarkan
tenaga pengangutnya antara lain sebagai berikut:

Sedimentasi Aquatis

Jenis sedimentasi yang pertama ada alaah sedimentasi aquatis. Nama aquatis
bisanya berhubungan dengan air. Dan hal ini juga yang berlaku pada jenis
sedimentasi aquatis. Sedimentasi aquatis merupakan proses sedimentasi yang
dilakukan oleh aliran air. Material- material hasil pengikisan atau pelapukan
dibawa oleh aliran air dan ditempatkan ke tempat tertentu. karena berdasarkan
pada aliran air, maka proses sedimentasi ini benar- benar mengandalkan kekuatan
aliran air. Biasanya ketika arus atau aliran air kuat maka material akan terangkat
dan akan ikut pindah menurut aliran air. Namun ketika aliran air ini melemah,
material- material yang dibawa akan mengendap di tempat tersebut. Kita bisa
mengambil contoh peristiwa di sekitar kita untuk mewakili proses sedimentasi
aquatis ini. sedimentasi aquatis ini ibarat kita membuat minuman misalnya teh,
maka ketika baru saja menaburkan teh dan diaduk maka ampas the tersebut akan
ikut terangkat. Namun setelah sendok pengaduk kita angkat maka lama- lama teh
tersebut akan mengendap di dasar gelas. Sedimentasi aquatis ini ternyta dibedakan
mendai dua yakni sedimetasi fluvial dan sedimentasi marina.

Sedimentasi fluvial

Sedimentasi fluvial merupakan proses sedimentasi yang dilakukan oleh alira


air sungai. Karena menggunakan air sungai, maka keberadaan sedimentasi ini ada
di sungai. Sedimentasi fluvial ini banyak terjadi di wilayah- wilayah sungai yang
berada di dataran tinggi, hal ini karena air mengalir dari tempat yang tinggi menju
ke tempat yang lebih rendah. Sedimentasi fluvial ini biasanya akan menyebabkan
pendangkalan di wilayah muara sungai. Kemudian sedimentasi fluvial ini dibagi
kembali menjadi 5 kelompok, yakni:

 Alluvial, yaitu sedimentasi yang terjadi pada sungai yang mengalami


perubahan kekuatan arus secara cepat. Hal ini akan membuat materi yang
terbawa akan mengendap secara tiba- tiba. dan karena perubahan arusnya
yang cepat maka pengendapan material ini berbentuk kerucut. Alluvial ini
biasa terjadi di daerah lereng pegunungan maupun di dasar lembahnya.
 Meander, yakni sedimentasi yang terjadi apad sungai yang berkelok- kelok.
Bahkan kelokan sungai ini terbentuk dari sedimentasi yang terjadi di
tikungan- tikungan sungai. Di sungai jenis ini maka aliran sungai di
tikungan sungai akan lemah daripada di sekitarnya. Hal ini menyebabkan
sedimentasi terjadi di tikungan dan menyebabkan erosi tanah di luar
lingkungannya. Hal ini akan membentuk kelokan atau lekukan yang indah
pada sungai.
 Dataran banjir, yaitu dataran yang berada di sebelah kanan dan juga sebelah
kiri sungai. Dataran banjir juga disebut dengan floodplain. Sebelah kanan
dan kiri sungai ini selalu mendapatkan material yang dibawa oleh arus,
sehingga dalam jangka waktu yang lama sebelah kanan kiri sungai lebih
tinggi.
 Danau tapal kuda yang juga disebut denngan oxbow, yaitu sungai yang
terputus sebagai akibat dari adanya pengendapan yang berlangsung secara
terus menerus. Sungai ini mengapa disebut dengan danau tapal kuda karena
bentuknya menyerupai tapal kuda. Pengendapan atau sedimentasi ini
menyebabkan salah satu dari tikungan yang ada menjadi terputis dan
menghasilkan sungai baru tersendiri.
 Delta, yaitu tanah yang luas dan berada di sekitar muara sungai. Delta ini
terbentuk dari hasil endapan material- material yang berlangsung terus-
menerus dalam waktu yang cukup lama. Delta ini terdiri atas pasir, karena
lumpur dan batuan tetap akan dibawa arus sungai hingga ke laut. Agar
menjadi delta, dibutuhkan banyak material- material sedimen yang dibawa
olah air.

Sedimentasi Marine

Selanjutnya adalah sedimentasi marine. Sedimentasi marine merupakan


proses sedimentasi atau pengendapan yang terjadi di laut, dimana material-
material dipindahan oleh kekuatan air laut. Sedimentasi marine ini terjadi sebagai
akibat dari perubahan arus laut yang mengendapkan material- material ke dasar
laut. Selain karena perubahan air laut, sedimentasi ini juga terjadi akibat adanya
pasang surut air laut. Ketika pasang, maka material akan terbawa dan ketika surut
material- material tersebut tertinggal. Hal ini berlangsung berulang- ulang dalam
jangka waktu yang lama. Karena berlangsung berulang- ulang maka lama-
kelamaan terbentuklah pulau- pulau kecil atau dataran kecil. Sebagai akibat dari
sedimentasi marine ini maka terciptalah beberapa bentukan yang berbeda- beda.
Bentukan- bentukan yang dapat tercipta antara lain sebagai berikut:

 Spit, merupakan salah satu bentukan yang terjadi dari akibat sedimentasi
marine. Spit merupakan dataran yang panjang dan berada di sekitar pantai
(baca: ekosistem pantai). Dataran spit terbentuk sebagai akibat dari arus
pantai yang membawa material endapan menuju ke laut. Material- material
yang dibawa ini berupa pasir yang berada di pesisir pantai. spit ini
bentuknya memanjang dan terus akan semakin memanjang sela terus terjadi
arus laut yang membawa material- material untuk diendapkan.
 Gosong, merupakan bentuk yang berupa dataran kecil yang berada di
tengah- tengah laut. Sehingga kita dapat mengatakan gosong ini seperti
pulau kecil yang berada di tengah laut. Gosong ini bisa terbentuk karena
adanya perubahan arus laut yang terjadi secara tiba- tiba. gosong tidak
seperti alluvial yang berbetuk kerucut, tetapi gosong ini berbentuk datar,
rata dan juga lebar. Karena bentuk permukaannya rata dan lebar, maka
gosong ini biasanya memiliki bentuk- bentuk yang sangat unik.
 Tombolo, yaitu jembatan alami yang menghubungkan antara pulau besar
dengan pulau kecil yang berada di dekatnya. Untuk proses terbentuknya,
tombolo ini sama dengan spit. Keberadaan tombolo ini bisa dimanfaatka
oleh masyarakat untuk menyeberang ke pulau kecil yang ada di tengah laut.
 Nehrung, merupakan sebuah bukit pasir yang berada di sekitar pantai. untuk
proses terbentuknya nehrung ini dari air laut yang menuju ke pantai
membawa material- material yag kemudian mengendap di sekitar pantai.
 Penghalang pantai, adalah sebuah bentukan sedimentasi marine yang berupa
tanggul alami. Penghalang pantai ini sejatinya adalah terusan dari spit. Spit
yang terus memanjang hingga mengitari bibir pantai inilah yang disebut
dengan penghalang pantai atau tanggul alami di pantai.

Itulah jenis- jenis dari sedimentasi aquatis atau proses sedimentasi dimana
pengangkutan material- materialnya dibatu oleh aliran air. Selain itu kita juga
telah mengenal bentukan- bentukan yang ditimbulkan dati proses sedimentasi
aquatis baik yang terjadi di sungai maupun yang terjadi di laut.

Sedimentasi Aeris

Jenis sedimentasi yang kedua adalah sedimentasi aeris. Sedimentasi aeris


merupakan sedimentasi dimana pengangkutan atau pemindahan materialnya
dibantu oleh kekuatan angin. Angin akan membawa material- material dan ketika
kekuatan angin tersebut melemah material yang dibawa tersebut akan jatuh. Jika
hal ini terjadi secara berulang- ulang maka akan terjadi bentukan- bentukan
tertentu. untuk jenis material, biasanya angin membawa material- material yang
berupa tanah pasir.

Pasir yang terbawa dan juga jatuh ini akan membentuk sebuah gundukan
yang disebut dengan bukit pasir. Gundukan pasir ini juga disebut dengan Sand
Dune atau ada pula yang menyebutnya sebagai gumuk pasir. Gumuk pasir ini bisa
kita lihat sebagai padang pasir yang ada di sekitar pantai. Indonesia memiliki
banyak pantai dan di sekitar pantai inilah biasanya kita dapat menjumpai bukit
pasir atau gumuk pasir. Contoh gumuk pasir yang terkenal adalah di sekitar Pantai
Prangtritis dan Parangkusumo, Yogyakarta. Apabila kita lihat dari tempat
terjadinya, maka sedimentasi aeris ini termasuk dalam sedimentasi teristris yakni
sedimentasi yang terjadi di daratan.

Sedimentasi Gletser

Jenis sedimentasi yang ketiga adalah sedimentasi gletser. Dilihat dari


namanya kita pasti sudah langsung mengetahui bahwa sedimentasi gletser
merupakan sedimentasi yang mana pengangkutan materialnya dilakukan oleh
kekuatan gletser atau es. Sedimentasi glester ini juga dikenal dengan nama
sedimentasi glasial. Sedimentasi gletser atau sedimentasi glasial ini terjadi karena
adanya moraine. Moraine ini merupakan batu kerikil, pasir dan juga materi-
materi lain yang dibawa oleh gletser atau es yang mengendap. Sama halnya
seperti air, gletser atau es ini juga mengalir dari tempat tinggi menuju ke tempat
yang lebih rendah.

Hal ini akan menyebabkan terjadinya pengendapan di ujung gletser yang


menyebabkan perubahan bentuk gletser dari bentuk V menjadi bentuk U.
sedimentasi glasial atau sedimentasi yang terjadi di gletser ini menyebabkan
terjadinya bentukan yang berbeda- beda.
Kesalahan dalam mengolah tanah akan menyebabkan terjadinya erosi tanah
dan juga tingkat sedimentasi yng tinggi. hasil dari sedimentasi ini dapat berupa
batuan breksi dan juga batuan konglomerat yang terendap tidak jauh dari sumber
atau asalnya, sementara batu pasir terendapkan lebih jauh dari batu breksi dan
juga batu konglomerat, sedangkan lempung diendapkan jauh dari sumbernya.

2.7 Erosi

Erosi adalah peristiwa pengikisan padatan (sedimen, tanah, batuan, dan


partikel lainnya) akibat transportasi angin, air atau es, karakteristik hujan, creep
pada tanah dan material lain di bawah pengaruh gravitasi, atau oleh makhluk
hidup semisal hewan yang membuat liang, dalam hal ini disebut bio-erosi. Erosi
tidak sama dengan pelapukan akibat cuaca, yang mana merupakan proses
penghancuran mineral batuan dengan proses kimiawi maupun fisik, atau
gabungan keduanya.

Erosi sebenarnya merupakan proses alami yang mudah dikenali, namun di


kebanyakan tempat kejadian ini diperparah oleh aktivitas manusia dalam tata guna
lahan yang buruk, penggundulan hutan, kegiatan pertambangan, perkebunan dan
perladangan, kegiatan konstruksi / pembangunan yang tidak tertata dengan baik
dan pembangunan jalan. Tanah yang digunakan untuk menghasilkan tanaman
pertanian biasanya mengalami erosi yang jauh lebih besar dari tanah dengan
vegetasi alaminya. Alih fungsi hutan menjadi ladang pertanian meningkatkan
erosi, karena struktur akar tanaman hutan yang kuat mengikat tanah digantikan
dengan struktur akar tanaman pertanian yang lebih lemah. Bagaimanapun, praktik
tata guna lahan yang maju dapat membatasi erosi, menggunakan teknik semisal
terrace-building, praktik konservasi ladang dan penanaman pohon.

Dampak dari erosi adalah menipisnya lapisan permukaan tanah bagian atas,
yang akan menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi lahan).
Akibat lain dari erosi adalah menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan air
(infiltrasi). Penurunan kemampuan lahan meresapkan air ke dalam lapisan tanah
akan meningkatkan limpasan air permukaan yang akan mengakibatkan banjir di
sungai. Selain itu butiran tanah yang terangkut oleh aliran permukaan pada
akhirnya akan mengendap di sungai (sedimentasi) yang selanjutnya akibat
tingginya sedimentasi akan mengakibatkan pendangkalan sungai sehingga akan
memengaruhi kelancaran jalur pelayaran.

Erosi dalam jumlah tertentu sebenarnya merupakan kejadian yang alami,


dan baik untuk ekosistem. Misalnya, kerikil secara berkala turun ke elevasi yang
lebih rendah melalui angkutan air. erosi yang berlebih, tentunya dapat
menyebabkan masalah, semisal dalam hal sedimentasi, kerusakan ekosistem dan
kehilangan air secara serentak.
Banyaknya erosi tergantung berbagai faktor. Faktor Iklim, termasuk
besarnya dan intensitas hujan / presipitasi, rata-rata dan rentang suhu, begitu pula
musim, kecepatan angin, frekuensi badai. faktor geologi termasuk tipe sedimen,
tipe batuan, porositas dan permeabilitasnya, kemiringn lahan. Faktor biologis
termasuk tutupan vegetasi lahan,makhluk yang tinggal di lahan tersebut dan tata
guna lahan ooleh manusia.

Umumnya, dengan ekosistem dan vegetasi yang sama, area dengan curah
hujan tinggi, frekuensi hujan tinggi, lebih sering kena angin atau badai tentunya
lebih terkena erosi. sedimen yang tinggi kandungan pasir atau silt, terletak pada
area dengan kemiringan yang curam, lebih mudah tererosi, begitu pula area
dengan batuan lapuk atau batuan pecah. porositas dan permeabilitas sedimen atau
batuan berdampak pada kecepatan erosi, berkaitan dengan mudah tidaknya air
meresap ke dalam tanah. Jika air bergerak di bawah tanah, limpasan permukaan
yang terbentuk lebih sedikit, sehingga mengurangi erosi permukaan. Sedimen
yang mengandung banyak lempung cenderung lebih mudah bererosi daripada
pasir atau silt. Dampak sodium dalam atmosfer terhadap erodibilitas lempung juga
sebaiknya diperhatikan.

Faktor yang paling sering berubah-ubah adalah jumlah dan tipe tutupan
lahan. pada hutan yang tak terjamah, mineral tanah dilindungi oleh lapisan humus
dan lapisan organik. kedua lapisan ini melindungi tanah dengan meredam dampak
tetesan hujan. lapisan-lapisan beserta serasah di dasar hutan bersifat porus dan
mudah menyerap air hujan. Biasanya, hanya hujan-hujan yang lebat (kadang
disertai angin ribut) saja yang akan mengakibatkan limpasan di permukaan tanah
dalam hutan. bila Pepohonan dihilangkan akibat kebakaran atau penebangan,
derajat peresapan air menjadi tinggi dan erosi menjadi rendah. kebakaran yang
parah dapat menyebabkan peningkatan erosi secara menonjol jika diikuti denga
hujan lebat. dalam hal kegiatan konstruksi atau pembangunan jalan, ketika lapisan
sampah / humus dihilangkan atau dipadatkan, derajad kerentanan tanah terhadap
erosi meningkat tinggi. Jalan, secara khusus memungkinkan terjadinya
peningkatan derajat erosi, karena, selain menghilangkan tutupan lahan, jalan dapat
secara signifikan mengubah pola drainase, apalagi jika sebuah embankment dibuat
untuk menyokong jalan. Jalan yang memiliki banyak batuan dan hydrologically
invisible ( dapat menangkap air secepat mungkin dari jalan, dengan meniru pola
drainase alami) memiliki peluang besar untuk tidak menyebabkan pertambahan
erosi.

Jenis Erosi Berdasarkan Penyebabnya.

1. Pengikisan oleh air (Ablasi)

Ablasi adalah erosi yang disebabpkan oleh air yang mengalir. Air yang
mengalir menimbulkan banyak gesekan pada tanah dipengaruhi oleh besarnya air
yang mengalir. Gesekan akan semakin besar jika kecepatan dan jumlah air
semakin besar. Kecepatan air juga akan semakin besar jika gradien (kemiringan)
lahan juga besar. Gesekan antara air dan benda-benda padat yang terangkut oleh
air dengan tanah atau batuan di dasar sungai dapat menyebabkan terjadinya
pengikisan. Pengikisan oleh air sungai yang terjadi secara terus-menerus dapat
mengakibatkan sungai berbentuk V, jurang atau ngarai, aliran deras, dan air
terjun.

 Erosi yang disebabkan oleh air yang mengalir dibagi dalam beberapa
tingkatan, sesuai dengan tingkatan kerusakannya.
 Erosi percik (splash erosion), yaitu proses pengikisan yang terjadi oleh
percikan air. Percikan tersebut berupa partikel tanah dalam jumlah yang
kecil dan diendapkan di tempat lain.
 Erosi lembar (Sheet erosion), yaiutu proses pengikisan tanah yang tebalnya
sama atau merata dalam suatu permukaan tanah.
 Erosi alur (rill erosion), yaitu erosi yang terjadi karena air yang mengalir
berkumpul dalam suatu cekungan sehingga di cekungan tersebut terjadi
tanah yang lebih besar. Alur-alur akibat erosi dapat dihilangkan dengan cara
pengolahan tanah biasa.
 Erosi parit (gully erosion), yaitu erosi yang terjadi seperti erosi alur, tetapi
saluran yang terbentuk delah dalam sehingga tidak dapat dihilangkan
dengan pengolahan tanah secara biasa.

2. Pengikisan oleh air laut (abrasi).

Abrasi adalah erosi yang disebabkan oleh air laut sebagai hasil dari erosi
marine. Tinggi rendahnya erosi akibat air laut dipengaruhi oleh besar kecilnya
kekuatan gelombang. Erosi oleh air laut merupakan pengikisan di pantai oleh
pukulan gelombang laut yang terjadi secara terus-menerus terhadap dinding
pantai. Hasil bentukan proses abrasi sebagai berikut:

 Cliff, yaitu pantai yang berdinding curam dan terjal


 Relung, yaitu cekungan-cekungan yang terdapat di dinding cliff.
 dataran abrasi, yaitu hamparan wilayah pendataran akibar abrasi.
 Pantai fyord adalah pantai berleka-lekuk jauh menjorok ke arah dataran.
 Pantai Skeren adalah pantai seperti fyord, tetapi lekukan tidak terlalu dalam.

3. Pengikisan oleh angin (Deflasi).


Deflasi adalah erosi yang disebabkan oleh tenaga angin. Proses ini banyak
dijumpai di daerah gurun yang terdapat tiupan angin kencang disertai pasir dan
kerikuil melalui bongkahan-bongkah batuan. Hasil dari pengikisan ini adalah
batua jamur (mushroom rock).
4. Pengikisan oleh gletser (eksarasi).
Eksarasi adalah erosi yang disebabkan oleh Gletser atau es. Eksarasi hanya
terjadi pada daerah yang mempunyai musim salju atau di daerah pegunungan
tinggi.

5. Korosi.
Pengertian korosi adalah erosi yang disebabkan oleh terpaan angin yang
membawa material atau butiran pasir yang kemudian mengenai batuan, maka
selanjutnya akan terjadi pengikisan dan pelapukan
ntuk kebutuhan irigasi
1. Untuk kebutuhan air minum
2. Sebagai pembangkit energi
3. Pembagi atau pengendali banjir
4. Dan sebagai pembilas pada berbagai keadaan debit sunga

Вам также может понравиться

  • Ben Dung
    Ben Dung
    Документ27 страниц
    Ben Dung
    Mochammad Eko
    Оценок пока нет
  • Bab 2
    Bab 2
    Документ31 страница
    Bab 2
    Kiky Kabor
    Оценок пока нет
  • Surat Pernyataan BMKG
    Surat Pernyataan BMKG
    Документ3 страницы
    Surat Pernyataan BMKG
    Kiky Kabor
    Оценок пока нет
  • KP Kantong Lumpur
    KP Kantong Lumpur
    Документ21 страница
    KP Kantong Lumpur
    Anggun Nimaztian Kafindo
    Оценок пока нет
  • Bab 1
    Bab 1
    Документ7 страниц
    Bab 1
    Kiky Kabor
    Оценок пока нет
  • Caver
    Caver
    Документ1 страница
    Caver
    Kiky Kabor
    Оценок пока нет
  • Lembar Asistensi
    Lembar Asistensi
    Документ2 страницы
    Lembar Asistensi
    Kiky Kabor
    Оценок пока нет
  • Caver
    Caver
    Документ1 страница
    Caver
    Kiky Kabor
    Оценок пока нет
  • 59 Si Ta 2015
    59 Si Ta 2015
    Документ19 страниц
    59 Si Ta 2015
    Kiky Kabor
    Оценок пока нет
  • 10e00316 PDF
    10e00316 PDF
    Документ62 страницы
    10e00316 PDF
    Kiky Kabor
    Оценок пока нет
  • Analisis Swot PT
    Analisis Swot PT
    Документ2 страницы
    Analisis Swot PT
    Kiky Kabor
    Оценок пока нет
  • Evaluasi Dan Peningkatan Kinerja Jaringan PDF
    Evaluasi Dan Peningkatan Kinerja Jaringan PDF
    Документ76 страниц
    Evaluasi Dan Peningkatan Kinerja Jaringan PDF
    Roni Ramadhani
    Оценок пока нет
  • S940809004 Bab2
    S940809004 Bab2
    Документ59 страниц
    S940809004 Bab2
    agussantoso_st
    Оценок пока нет
  • 3 Bab - Ii
    3 Bab - Ii
    Документ30 страниц
    3 Bab - Ii
    Kiky Kabor
    Оценок пока нет
  • Profosal Kiky
    Profosal Kiky
    Документ6 страниц
    Profosal Kiky
    Kiky Kabor
    Оценок пока нет
  • Analisis Kehilangan Air Irigasi Saluran
    Analisis Kehilangan Air Irigasi Saluran
    Документ23 страницы
    Analisis Kehilangan Air Irigasi Saluran
    Kiky Kabor
    Оценок пока нет
  • 59 Si Ta 2015
    59 Si Ta 2015
    Документ19 страниц
    59 Si Ta 2015
    Kiky Kabor
    Оценок пока нет
  • Tugs Ysf
    Tugs Ysf
    Документ6 страниц
    Tugs Ysf
    Kiky Kabor
    Оценок пока нет
  • Profosal Kiky
    Profosal Kiky
    Документ6 страниц
    Profosal Kiky
    Kiky Kabor
    Оценок пока нет