Вы находитесь на странице: 1из 25

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat

tergantung dari kecepatan dan ketepatan dalam memberikan pertolongan.

Semakin cepat pasien ditemukan maka semakin cepat pula pasien tersebut

mendapat pertolongan sehingga terhindar dari kecacatan atau kematian.

Kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat.

Kondisi ini dapat diakibatkan karena masalah sistem pernafasan ataupun

bersifat sekunder akibat dari gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien

dengan kekurangan oksigen dapat jatuh dengan cepat ke dalam kondisi

gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan segera. Apabila terjadi

kekurangan oksigen 6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak

permanen, lebih dari 10 menit akan menyebabkan kematian. Oleh karena

itu pengkajian pernafasan pada penderita gawat darurat penting dilakukan

secara efektif dan efisien.

Manajemen jalan napas merupakan salah satu keterampilan yang

paling penting yang harus dimiliki ahli anestesi. Ketidakmampuan

menjaga jalan napas dapat menimbulkan kondisi yang mengancam jiwa

pada pasien. Laryngeal mask airway (LMA) merupakan salah satu tipe

alat jalan napas supraglottic dengan keamanan dan kemudahannya

sebagai alternatif face mask dan intubasi endotrakheal. Pemasangan

LMA ke dalam hipofaring membentuk sekat kedap udara di

1
sekeliling laring untuk memberikan ventilasi tekanan positif atau

pernapasan spontan, tanpa memerlukan intubasi di laring. LMA telah

diterima secara luas untuk manajemen jalan napas rutin, kondisi

kesulitan jalan napas dan keadaan emergensi (Suzanna et al 2011;

Monem & Khan, 2007 ).

American Society of Anesthesiologist (ASA) tahun 2003

memasukkan LMA dalam algoritma penatalaksanaan jalan napas

sulit ,dimana LMA sangat berguna pada kondisi “cannot ventilate

dan cannot intubate” (ASA, 2003). Panduan resusitasi jantung paru

dan kegawatan kardiovaskular American Heart Association sejak tahun

2000 menggunakan LMA sebagai alat ventilasi pada pasien anak

atau dewasa yang mengalami kesulitan atau kegagalan dalam

melakukan facemask atau intubasi endotrakheal (AHA, 2000).

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana manajemen pembebasan jalan napas pada dewasa maupun anak-

anak?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami apa itu Airway

Breathing Management atau Manajemen Pembebasan Jalan Napas

pada Dewasa maupun Anak-anak.

1.3.2 Tujuan Khusus

Agar mahasiswa dapat mengaplikasikan:

1) Mengetahui anatomi sistem pernapasan

2
2) Pengkajian sistem pernapasan

3) Penilaian masalah jalan napas

4) Pengelolaan jalan napas

5) Teknik mempertahankan jalan napas

6) Head Tilt-Chin Lift

7) Manajemen pembebasan jalan napas

8) Teknik mempertahankan jalan napas yang sulit

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Sistem Pernapasan

2.1.1 Hidung dan Mulut


Hidung terdiri atas bagian eksternal dan internal. Bagian

eksternal menonjol dari wajah serta disangga oleh tulang hidung dan

kartilago sedangkan bagian internal hidung ialah rongga yang

dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh septum.

Rongga hidung dilapisi odengan membran mukosa yang banyak

mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung. Permukaan

mukosa hidung dilapisi oleh sel-sel goblet yang menyekresi lendir

secara terus menerus dan bergerak ke belakang kebagian nasofaring

dan gerakan silia. Hidung berfungsi sebagai saluran keluar masuknya

udara dari dan kedalam paru-paru, menyaring kotoran,

menghangatkan udara yang masuk ke dalm paru-paru, dan berfungsi

4
sebagai penghidu karena reseptor olfaktori terletak dalam mukosa

hidung.
Manusia bernapas melalui hidung dan pada keadaan tertentu

akan bernapas dengan menggunakan mulut. Udara yang masuk akan

mengalami proses penghangatan dan pelembapan. Pada korban yang

tidak sadar lidah akan terjatuh ke belakang rongga mulut sehingga

dapat menyebabkan gangguan pada jalan napas (airway). Secara

anatomis, lidah pada bayi lebih besar secara relatif sehingga

kemungkinan terjadinya sumbatan jalan napas pada bayi lebih mudah.


2.1.2 Faring
Faring atau tenggorok memiliki struktur seperti tuba yang

menghubungkan hidung dan rongga mulut ke dalam laring. Faring

terbagi menjadi tiga regio yaitu nasal (nasofaring), oral (orofaring),

dan laring (laringofaring). Jika kita membuka mulut secara lebar,

maka akan terlihat suatu ruangan pada dinding belakang yang disebut

faring. Udara yang masuk melalui hidung dan mulut, serta makanan

dari mulut harus melalui faring. Udara dari mulut masuk melalui

lubang mulut ke faring yang dikenal sebagai orofaring. Udara yang

masuk melalaui hidung akan masuk ke bagian faring yang dinamakan

nasofaring. Pada bagian bawah, faring terbagi menjadi dua saluran.

Saluran pertama disebut esofagus (kerongkongan) yaitu jalur

masuknya makanan ke lambung, sedangkan saluran yang kedua

disebut sebagai laring (tenggorokan) yang merupakan jalur

pernapasaan dan akan berhubungan dengan paru-paru.


2.1.3 Epiglotis
Trakhea dilindungi oleh sebuah flap berbentuk daaun kecil

yang dinamakan epiglotis. Normalnya epiglotis akan menutup laring

5
pada saat makanan atau minuman masuk melalui mulut sehingga akan

diteruskan ke esofagus. Akan tetapi, pada keadaan tertentu seperti

adanya penyakit, trauma reflek ini tidak berjalan sebagaimana

mestinya sehingga dapat terjadi masuknya benda padat atau cair

kedalam laring yang dapat menyebabkan tersedak.


2.1.4 Laring dan Trakhea
Laring ialah bagian pertama dari saluran pernapasan yang

merupakan struktur epitel kartilago yang menghunbungkan antara

faring dan trakhea. Fungsi utama laring ialah untuk memungkinkan

terjadinya vokalisasi. Selain itu, laring berfungsi untuk melindungi

jalan napas bagian bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan

untuk batuk. Pada bagian ini terletak pita suara. Setelah melalui laring,

udara akan melalui trakhea. Trakhea juga disebut batang tenggorok.

Ujung trakhea bercabang menjadi dua bronkhus yang disebut karina.

Pada bayi, trakhea berukuran lebih kecil sehingga tindakan

mendongakkan kepala secara berlebihan (hiperekstensi) akan

menyebabkan sumbatan pada jalan napas.


2.1.5 Bronkus
Bronkus terbagi menjadi dua yaitu bronkus kanan yang terjadi

atas tiga lobus, sepuluh bronkus segmental, sedangkan bronkus kiri

terdiri atas dua lobus. Bronkus segmental, masing-masing dari

bronkus segmental terbagi lagi menjadi bronkus sub segmental yang

dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfatik, dan saraf.
2.1.6 Brokiolus dan Bronkiolus Terminalis
Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus.

Bronkiolus mengandung kelenjar sub mukosa yang memproduksi

lendir yang membentuk selimut untuk melapisi bagian dalam jalan

6
napas, sedangkan bronkiolus membentuk percabangan menjadi

bronkiolus terminalis.
2.1.7 Bronkus respiratorius
Bronkiolus terminalis bercabang menjadi

bronkiolusrespiratorius yang dianggap sebagai saluran transisional

antara jalan napas konduksi dan jalan udara pertukaran gas.


2.1.8 Duktus alveolar dan Sakus Alveolar
Bronkiolus respiratorius kemudian bercabang menjadi duktus

alveolar dan sakus alveolar, kemudian menjadi alveoli.


2.1.9 Alveoli
Merupakan tempat pertukaran oksigen dan karbondioksida

yang tediri atas sel alveolar tipe I : yaitu sel epitel yang membentuk

dinding alveoli, sel alveolar tipe II : sel yang aktif secara aktif dan

menyekresi subfaktan (suatu fosfilipid yang melapisi permukaan

dalam mencegah alveolar agar tidak kolaps); sel alveolar tipe III :

makrofag yang merupakan sel-sel fagositosis dan bekerja sebagai

suatu mekanisme pertahanan.

2.1.10 Paru dan Pleura


Paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut yang terletak

dalam rongga dada, dipisahkan oleh mediastnum sentral yang berisi

jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Pleura merupakan

lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis, terbagi

menjadi dua yaitu pleura parietalis dan viseralis. Diantara

pleura terdapat rongga-rongga berisi cairan yang berfungsi untuk

memudahkan kedua permukaan tersebut bergerak selama pernapasan

dan mencegah pemisahan toraks dengan paru-paru. Tekanan dalam

rongga pleura ini lebih rendah dari tekanan atmosfir untuk mencegah

paru-paru kolaps.

7
2.1.11 Bronkus dan Paru
Ujung bawah trakhea akan bercabang menjadi dua ayitu

bronkhus kanan dan kiri. Setiap bronkus akan terbagi menjadi bagian

yang lebih kecil yang disebut bronkiolus. Pada ujung terakhir terdapat

alveolus sebagai tempat terjadinya pertukaran oksigen dengan

karbondioksida.

2.2 Pengkajian

Pengkajian cepat dilakukan pada semua pasien dengan kegawatdaruratan

jalan napas meliputi, : kepatenan jalan napas ; drooling, sridor, snoring ;

adanya sumbatan ; suara napas ; frekuensi dan pola napas ; cuping hidung,

retraksi intercostae ; warna dan kelembapan kulit ; tanda vital dan saturasi

oksigen, serta tingkat kesadaran.

8
Riwayat pasien meliputi lama dan gejala awal ; riwayat penyakit dahulu ;

riwayat penggunaan rokok ; pekerjaan ; serta riwayat penyakit sekarang dan

kontak dengan penyakit infeksi.

2.2.1 Penilaian Masalah pada Jalan Napas

Gangguan jalan napas dapat terjadi secara mendadak dan total,

perlahan dan sebagian, serta progresif dan/atau berulang. Takipnea

merupakan tanda awal adanya bahaya terhadap jalan napas, oleh

karena itu haus dilakukan penilaian ulang terhadap kepatenan jalan

napas dan kecukupan ventilasi. Khususnya pada penderita yang

mengalami penurunan tingkat kesadaran mempunyai resiko

terjadinya gangguan jalan napas yang memerlukan pemasangan

airway definitive.

Lidah merupakan penyebab utama tetutupnya jalan napas pada

korban tidak sadar. Pada korban yang tidak sadar, lidah akan

kehilangan kekuatan ototnya sehingga akan terjatuh kebelakang

rongga mulut. Hal ini mengakibatkan tertutupnya trakea sebagai

jalan napas.

Pada kasus-kasus tertentu, korban membutuhkan bantuan

pernapasan. Sebelum diberikan bantuan pernapasan, jalan napas

korban harus terbuka. Ada dua maneuver yang digunakan untuk

membuka jalan napas yaitu head tilt chin lift dan jaw thrust.

Mempertahankan jalan napas diperlukan untuk pernapasan yang

adekuat. Jika korban sadar dan dapat berbicara dengan baik, maka

9
dapat disimpulkan bahwa jalan napasnya paten (tidak ada

sumbatan). Jika korban mengalami penurunan kesadaran, maka

perlu diperhatikan lebih lanjut patensi jalan napasnya. Apabila jalan

napas sudah baik dan dipastikan tidak ada sumbatan, maka

diteruskan ke prosedur selanjutnya yaitu pemerikasaan pernapasan

(breathing).

Tanda objektif adanya sumbatan jalan napas adalah sebagai

berikut :

1) Lihat (look)
Lihata apakah penderita mengalami penurunan tingkat

kesadaran atau agitasi. Agitasi menunjukkan adanya hipoksia

dan penurunan kesadaran memberi kesan adanya hiperkarbia.

Sianosis menunjukkan adanya hipoksemia karena kurangnya

oksigenasi yang dapat dilihat pada kuku dan sekitar mulut.

Lihat adanya retraksi dan penggunaan otot-otot tambahan,

apabila ada maka hal ini merupakan bukti tambahan adanya

gangguan jalan napas.


2) Dengar (listen)
Adanya suara napas abnormal seperti suara mendengkur

(snoring), berkumur (gorgling), dan bersiul (crowning sound,

stridor) memberi gambaran adanya sumabatan parsial pada

faring atau laring. Suara parau (hoarseness, dysphonia)

menunjukkan adanya sumbatan dibagian laring. Penderita yang

melawan dan berkata-kata kasar (gaduh-gelisah) kemungkinan

mengalami hipoksia.
3) Rasa (feel)

10
Tentukan lokasi trakea dengan cara meraba apakah posisinya

berada ditengah.

2.2.2 Pengelolaan Jalan Napas

Jalan napas harus dipastikan bersih sebelum

memulaiventilasi. Biala ada masalah yang tidak dapat diatasi, maka

harus dilakukan pembuatan jalan napas secara bedah. Selama

melakukan tindakan mempertahankan jalan napas ataupun

memberikan tambahan ventilasi, leher harus selalu dilindungi agar

tidak bergerak.

2.2.3 Tehnik Mempertahankan Jalan Napas

Bila penderita mengalami penurunan kesadaran, maka lidah

kemungkinan akan jatuh ke bagian belakang sehingga menyumbat

hipofaring. Untuk memperbaiki hal tersebut, maka dapat dilakukan

dengan cara mengangkat dagu (chin-lift maneuver) atau dengan

cara mendorong rahang bawah kearah depan (jaw-thrust

maneuver). Pertahanan jalan napas selanjutnya dapat dipertahankan

dengan oropharyngeal atau nasopharyngeal airway.

2.2.4 Head Tilt-Chin Lift

Maneuver ini merupakan salah satu maneuver terbaik untuk

mengatasi obstruksi yang disebabkan oleh lidah karena dapat

membuka jalan napas secara maksimal. Teknik ini mungkin akan

memanipulasi gerakan leher sehingga tidak disarankan pada

11
penderita dengan kecurigaan patah tulang leher, dan sebagai

gantinya bisa digunakan maneuver jaw-thrust.

Teknik head tilt-chin lift adalah sebagi berikut.

1) Pertama, posisikan pasien dalam keadaan telentang, letakkan

satu tangan di dahi dan letakkan ujung jari tangan yang lain

dibawah daerah tulang pada bagian tegah rahang bawah pasien

(dagu).
2) Tengadahkan kepala dengan menekan perlahan dahi pasien.
3) Gunakan ujung jari anda untuk mengangkat dagu dan

menyokong rahang bagian bawah. Jangan menekan jaringan

lunak dibawah rahang karena dapat menimbulkan obstruksi

jalan napas.
4) Usahkan mulut untuk tidak menutup. Untuk mendapatkan

pembukaan mulut yang adekuat, anda dapat menggunakan ibu

jari untuk menahan dagu supaya bibir bawah pasien tertarik

kebelakang.

2.2.5 Jaw Thrust

Maneuver jaw thrust digunakan untuk membuka jalan

napas pada pasien yang tidak sadar dengan kecurigaan trauma pada

kepala, leher, atau spinal. Saat teknik ini dilakukan diharapkan

jalan napas dapat terbuka tanpa menyebabkan pergerakan leher dan

kepala.

Langkah-langkah teknik jaw thrust adalah sebagai berikut.

12
1) Pertahankan dengan hati-hati agar posisi kepala, leher, dan

spinal pasien berada pada satu garis.


2) Ambil posisi diatas kepala pasien, letakkan lengan sejajar

dengan permukaan pasien berbaring.


3) Perlahan letakkan tangan pada masing-masing sisi rahang bawah

pasien, pada sudut rahang dibawah telinga.


4) Stabilkan kepala pasien dengan lengan bawah anda.
5) Dengan menggunakan jari telunjuk, dorong sudut rahang bawah

pasien kearah atas dan depan.


6) Anda mungkin membutuhkan mendorong kedepan bibir bagian

bawah pasien dengan menggunakan ibu jari untuk

mempertahankan mulut tetap terbuka.


7) Jangan mendongakkan atau memutar kepala pasien.

2.3 Manajemen jalan nafas

2.3.1 Oksigen

Oksigen dapat diberikan dalam berbagai jenis mulai dari aliran

rendah sampai dengan aliran tinggi. Pasien yang menggunakan terapi

oksigen seharusnya menggunakan monitor saturasi oksigen.

Tabel 2.1 Macam-macam alat terapi oksigen.

Jenis alat pernafasan Laju Aliran Konsentrasi Keuntungan Kerugian


Oksigen Oksigen

Nasal kanula 2-6 l/menit 24-44% Udara yang sudah Hanya dapat digunakan
digunakan tidak bisa pada pasien yang bisa
digunakan bernafas secara spontan;
kadar oksigen yang dihirup
berbeda-beda
Masker sederhana 5-10 40-60% Konsentrasi oksigen Tidak dapat ditoleransi
l/menit lebih tinggi daripada dengan baik pada pasien
nasal kanula yang mengalami sesak
nafas berat; hanya

13
digunakan pada pasien yang
dapat bernafas secara
spontan.
Masker rebreathing 8-12 50-80% Konsentrasi oksigen Masker yang digunakan
l/menit lebih tinggi dari pada harus sesuai dengan pasien,
nasal kanula atau digunakan pada pasien yang
masker sederhana. bernafas secara spontan;
kadar oksigen yang dihirup
berbeda-beda
Masker non-rebreathing 12-15 85-100% Memberikan kadar Masker yang digunakan
l/menit konsentrasi oksigen harus sesuai dengan pasien,
tertinggi. kantong tidak boleh
mengempis; digunakan
pada pasien yang bernafas
secara spontan.
Masker venturi 2-12 24-50% Konsentrasi oksigen Hanya dapat digunakan
l/menit dapat diatur pada pasien yang bernafas
secara spontan.
Pocket mask 10 l/menit 50% Hindari kontak langsung Melelahkan penolong.
dengan mulut pasien;
dapat menambah
sumber oksigen; dapat
digunakan pada pasien
dengan pernafasan
buatan; dapat digunakan
pada anak-anak; dapat
memperoleh volume
tidal rendah.
Bab Valve Mask (BVM) Udara 21% Cepat; konsentrasi Volume tidal rendah; sulit
ruangan 12 40-90% oksigen dapat mendapatakan segel yan
l/menit ditingkatkan, penolong tahan bocor.
dapat merasakan
compliance paru-paru;
dapat digunakan pada
pasien apneu atau pasien
yang bernafas secara
spontan.
Alat bantu nafas dengan 100 l/menit 100% Aliran oksigen yang Distensi lambung; alat ini
mengunakan sumber tinggi, menciptakan tidak dapat digunakan pada
oksigen tekanan positif; anak-anak tanpa adaptor;
meningkatkan memerlukan sumber
pengembangan paru- oksigen
paru

2.3.2 Oropharyngeal Airway

14
Oropharyngeal airway ialah alat berbentuk curved yan

digunakan untuk mempertahankan jalan nafas pasien. Fungsi utama alat

ini ialah untuk laringospasme. Sementara itu, kontraindikasi

pemasangan alat ini adalah pasien yang mengalami fraktur basis cranii

dan trauma wajah yang berat.

Pada saat pemasangan nasofaringeal tube, pertama-tam pilih

nasofaringeal tube dan basahi dengan menggunakan jelly. Ukur

nasofaringeal tube dari tepi hidung sampai bagian bawah daun telinga.

Masukkan nasofaringeal tube ke dalam hidung dengan bagian yang

tumpul menghadap septum. Apabila pada saat memasukkan dirasakan

ada suatu tahanan, maka putar dan dorong secara lembut. Setelah

pemasangan pastikan jalan nafas pasien bebas.

2.3.3 Intubasi Trakea.

Saluran trakea berawal dari mulut atau hidung sampai dengan

trakea melalui pita suara. Intubasi trakea adalah cara paling efektif

untuk mengatur saluran pernafasan dan mencegah aspirasi. Standar

perawatan intubasi endotrakea, dengan teknik induksi cepat. Teknik ini

melibatkan pemberian beberapa jenis obat-obatan (oksigen, obat

penenang, dan beberapa zat-zat tambahan) dan prosedur (penekanan

krikoid, ventilasi manual, pengisapan) yang diatur untuk memfasilitasi

intubasi. Penggunaan teknik ini mencegah lidah jatuh kebelakan yang

menyebabkan obstruksi jalan nafas. Hal ini sering terjadi pada pasien

yang mengalami penurunan tingkat kesadaran karena penurunan refleks

gag dan tonus otot submandibular sehingga alat ini direkomendasikan

15
penggunaannya pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran

untuk menghindari resiko aspirasi. Alat ini terdiri atas beberapa ukuran

sehingga dalam pemakaiannya harus disesuaikan dengan kondisi

pasien. Gunakan spatel lidah untuk menginsersikan orofaryngeal airway

searah dengan orofaring dimana spatel lidah befungsi untuk menekan

lidah dan mendorong lidah kedepan. Apabila tidak terdapat spatel lidah,

maka dapat menggunakan cara lain yaitu dengan cara menginsersikan

orofaryngeal dalam posisi terbalik sampai dengan menyentuh dinding

posterior faring lalu putar orofaryngeal 180o dan dorng sampai keposisi

yang tepat. Cara ini disebut cara tidak langsung. Sebaliknya pada pasien

anak-anak cara tersebut tidak direkomendasikan karena dapat

menyebabkan injury pada jaringan lunak orofaring atau injuri pada gigi.

Oleh karena itu, pada anak-anak digunakan cara langsung yaitu dengan

menggunakan spatel lidah untuk menekan dan mendorong lidah

kedepan dan kemudian langsung di insersikan orofaryngeal tube searah

dengan orofaring.

2.3.4 Nasofaryngeal Airway

Nasofaryngeal airway berbentuk seperti kateter karet halus

dengan diameter kurang lebih sesuai dengan ukuran lubang hidung.

Alat ini digunakan untuk menghilangkan sumbatan jalan nafas yang

disebabkan oleh lidah jatuh kebelakang baik pada pasien sadar dengan

refleks gag yang masih utuh atau pada pasien yang tidak sadar.

Nasofaryngeal tube ini digunakan apabila pemakaian orofaryngal tube

tidak mungkin dilakukan pada pasien yang mengalami trauma berat

16
disekitar mulut yang menimbulkan perdarahan pasif. Komplikasi

pemasangan alat ini ialah epistaksis, muntah dan laringospasme.

Sementara itu, kontraindikasi pemasangan alat ini adalah pasien yang

mengalami fraktur basis krani dan trauma wajah yang berat.

Pada saat pemasangan nasofaryngeal tube, pertama-tama pilih

nasofaryngeal tube dan basahi dengan menggunakan jelly. Ukur

nasofaryngeal tube dari tepi hidung sampai bagian bawah daun telinga.

Masukkan nasofaryngeal tube kedalam hidung dengan bagian yang

tumpul menghadap septum. Apabila pada saat memasukkan dirasakan

ada suatu tahanan, maka putar dan dorong secara lembut. Setelah

pemasangan pastikan jalan nafas pasien bebas.

2.3.5 Intubasi trakea

Saluran trakea berawal dari mulut atau hidung sampai dengan

trakea melalui pita suara. Intubasi trakea adalah cara paling efektif

untuk mengatur saluran pernafasan dan mencegah aspirasi. Standar

perawatan intubasai endotrakea, dengan teknik induksi cepat. Teknik ini

melibatkan pemberian beberapa jenis obat-obatan (oksigen, obat

penenang, dan beberapa zat-zat tambahan) dan prosedur (penekanan

krikoid, ventilasi manual, pengisapan) yang diatur untuk memfasilitasi

intubasi. Penggunaan teknik inibertujuan untuk mengurangi komplikasi

intubasi endotrakea,seperti aspirasi, trauma jalan napa, dan agar pasien

merasa lebih nyaman. Meskipun begitu proses ini memiliki resiko bagi

kondisi pasien.Setelah dilakukan tindakan pembiusan, pasien tidak

mampu untuk bernafas dan mempertahankan jalan nafas. Tehnik

17
induksi cepat meliputi proses 7P :Preparation (persiapan),preoxgenation

(proses preoksigenasi), pretreatment (sebelum perlakuan),paralysis

(pembiusan), placement (penempatan), placement verification

(verivikasi penempatan), dan post intubations management (manajemen

pasca intubasi).

Invasive Airways. Intubasi endotrakeal adalahmetode

mempertahankan jalan napas pada pasien yang tidak dapat bernapas

sendiri (apneu). Invasive airway ini meliputi alat-alat seperti esophagus

geal obturator airway, pipa saluran pernapasan lambung esofagus

(esophageal gastric tube airway), the pharyngotracheal lumen airway,

dan combytube). Pada saat ini alat-alat tersebut yang masih dan sering

digunakan ialah pharingotracheal limen dan combytube. Komplikasi

yang mungkin terjadi meliputi aspirasi, laserasi esofagus dan kegagalan

pertukaran gas.

Tabel 2.2Rapid sequence induction / teknik induksi cepat.

Waktu Langkah
Nol (zero) minus 5-10 menit Preparation (persiapan)
 siapkan aksesyang baik ke pembuluh
darah
 siapkan peralatan yang dibutuhkan (bag-
vale-mask-suctio,pipa trakea,stylet,
laringoskopi, pemegang ipa atau isolasi
ventilator)
 terapkan cardiac secara berkelanjutan
dan pemantuan saturasi oksigen.
 atur dan beri label obat-obat.
Nol minus 5 menit Preoxygenation (preoksigenasi)
 preoksigenasi dengan 100% oksigen
(dengan memakai non breather mask
atau bag-valve-mask)
(tingginya tingkat PaO akan memberi

18
hingga 8 menit apnea sebelum desaturasi
terjadi)
Nol minus 3 menit Pretreatment
 atur obat penenang yang sesuai
(midazolam, fentanyl,etomidate,
thipental,ketamine).
 berikan obat untuk menimalisasi efek
intubasi seperti naiknya tekanan
intrakranial (lidocaine), bradikardi
(atropine), dan fasikulasi otot (dosis
kecil pelumpuh defasikulasi seperti
vecuronium,pancuronium, rocuronium)

Waktu Langkah
Nol Paralysis
 suntikan zat pelumpuh sarafdan otot
yang tidak bertahan lama
(succinylcholine, vecuronioum,
rocuronium, pancuronium).
 Mulai (atau lanjutkan) proses
ventilasi manual.
Nol plus 45 detik Placement
 Lakukan manuver sellick (Kompresi
laring terhadap esofagus) untuk
mencegah aspirasi. Jangan
melepaskan tekanan sampai balon
saluran trakea sudah dikembangkan.
 intubasi pasien dan kembangkan
balon
Placement Verivication
 Konfirmasi penempatan saluran
dengan mengunakan stetoskop, naik
turunnya dada, dan alat deteksi
CO2.
 kencangkan saluran
Postintubation Management
 Sediakan obat penenang tambahan
yang dibutuhkan untuk manajemen
ventilator.
 jika diiindikasi atur tambahan otot
bius
 dapatkan radiografi dada untuk
memastikan posisi.

19
Tabel 2.3 Rapid Sequence Induction Medications / Obat-obat Tehnik Induksi
Cepat
Obat Dosis Catatan
Midazolam 0,1-0,3 mg/kg IV
Fentanyl 2-3 mcg/kgIV
Atropine 0,01-0,02 mg/kg (anak- mencegahbradikardi
anak)0,5 mg/kg IV
(dewasa)
Lidocaine 1,5 mg/kg IV  Menekan refleks batuk
 Mengurangi respons
tekanan intrakranial
Ketamine 1-2 mg/kg IV Kontraindikasi pada asma,
dapat menyebabkan
hipotensi dan laringospasme
Thiopental 2mg/kg IV Kontraindikasi

pasienmengalami alergi telur


Propofol 0,5-2mg/kg IV Kontraindikasi pada

hiperkalemia luka bakar,

penyakitneuromuscular,

cidera mata.
Succinylcholine 1-2 mg/kg IV Kontraindikasipada kasus
cidera mata dan kepala,
penyakit kardiovaskular.
Pancuronium 0,01 mg/kg IV (dosis
defasikulasi)
0,1 mg/kg IV (dosis Kontraindikasi pada kasus
pembiusan) cideramata dan kepala,
penyakit kardiovaskuler
0,01 mg/kg IV (dosis
defasikulasi )
0,1 mg/kg (dosis
pembiusan)

2.4 Teknik Mempertahankan Jalan Napas yang Sulit

20
Kesulitan dalam mempertahankan jalan napas dapat mempertahankan

trauma pada jalan napas secara langsung dan morbiditas karenahipoksia

dan hiperkarbia. Berikut ini akan dijelaskan tiga teknik yang dapat

digunakan untuk mempertahankan jalan napas.

2.4.1 Laryngeal Mask Airway

Saluran pernapasan Laryngeal Mask (LMA) adalah alat yang

secara fungsi dan desain berada diantara kombinasi bag-valve-mask dan

saluran trakea. LMA Mempertahankan jalan nafas secara aman dan

cepat dengan menyekat bagian luar dari laryngeal inlet dengan balon

yang dapat dikembangkan. Dalam proses pemasangan LMA melihat

posisi laring bukan hal yang penting sehingga tindakan pemasangan

LMA dapat dengan mudah dilakukan pada pasien yang tidak bisa

dilakukan pemasangan endotrakeal tube. Proses memasukkan LMA

adalah proses yang sederhana, tetapi tidak direkomendasikan bagi

seseorang yang tidak memiliki kemampuan dan pengalaman karena

posisi LMA yang salah akan menyebabkan obstruksi jalan napas. LMA

tersedia dalam berbagai jenis ukuran, mulai dari anak-anak sampai

ukuran dewasa dan juga tersedia LMA disposable dan reusable.

2.4.2 Percutaneous transtracheal ventilation

Percutaneous transtracheal ventilation, atau dikenal sebagai

neegle cricothyrotomy yaitu penempatan kateter berdiameter besar

melalui intravena (ukuran 10 – 16 gauge) melalui jaringan cricothyroid

kedalam trakea dibawah pita suara. Penghubung antara endotrakeal tube

21
yang berukuran 3.0 dimasukkan keujung kateter pembuluh darah dan

digantungkan pada sebuah manual resuscitation bag. Tehnik ini

sederhana dan relative aman untuk dilakukan dan merupakan tindakan

yang dapat membebaskan jalan nafas secara cepat ketika pasien tidak

dapat dilakukan tindakan intubasi, misalnya pada pasien yang

mengalami obstruksi jalan nafas total. Akan tetapi, karena ukuran

kateter yang sempit, proses ventilasi terutama eskpirasi menjadi

tidakefektif dengan menggunakan metode ini dan sebaiknya tidak

digunakan lebih dari 30 menit. Sebagai alternatif tindakan bagging,

kateter dapat dihubungkan pada alat jet ventilator yang terhubung

dengan sumber oksigen bertekanan tinggi. Alat ini dapat memberikan

oksigen dalam jumlah yang besar, tetapi tempat yang memiliki

peralatan siap pakai jumlahnya sedikit.

2.4.3 Surgical Cricothyrotomy

Tindakan surgicalcricothyrotomy dilakukan untuk

mempertahankan jalan nafas agar tetap terbuka pada obstruksi jalan

nafas dengan cara melakukan insisi pada membran cricothyroid.

Cricothyrotomy adalah prosedur yang dipilih untuk penatalaksanaan

jalan nafas pada kondisi darurat yang memungkinkan udara dapat

masuk secara cepat. Sementara itu, tindakan tracheostomy merupakan

proses yang lebih sulit, memerlukan waktu yang lama dan tidak sesuai

untuk kondisi darurat sehingga pada kondisi pasien gawat darurat

tindakan surgical cricothyrotomy merupakan pilihan untuk

mempertahankan jalan nafas.

22
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Manajemen jalan napas merupakan salah satu keterampilan

yang paling penting yang harus dimiliki ahli anestesi. Ketidakmampuan

menjaga jalan napas dapat menimbulkan kondisi yang mengancam jiwa

pada pasien.

Pengkajian cepat dilakukan pada semua pasien dengan

kegawatdaruratan jalan napas meliputi, : kepatenan jalan napas ; drooling,

sridor, snoring ; adanya sumbatan ; suara napas ; frekuensi dan pola

napas ; cuping hidung, retraksi intercostae ; warna dan kelembapan kulit ;

tanda vital dan saturasi oksigen, serta tingkat kesadaran.

Riwayat pasien meliputi lama dan gejala awal ; riwayat penyakit

dahulu ; riwayat penggunaan rokok ; pekerjaan ; serta riwayat penyakit

sekarang dan kontak dengan penyakit infeksi. Gangguan jalan napas dapat

terjadi secara mendadak dan total, perlahan dan sebagian, serta progresif

dan/atau berulang. Takipnea merupakan tanda awal adanya bahaya

terhadap jalan napas, oleh karena itu haus dilakukan penilaian ulang

erhadap kepatenan jalan napas dan kecukupan ventilasi. Khususnya pada

penderita yang mengalami penurunan tingkat kesadaran mempunyai resiko

terjadinya gangguan jalan napas yang memerlukan pemasangan airway

definitive. Bila penderita mengalami penurunan kesadaran, maka lidah

kemungkinan akan jatuh ke bagian belakang sehingga menyumbat

23
hipofaring. Untuk memperbaiki hal tersebut, maka dapat dilakukan dengan

cara mengangkat dagu (chin-lift maneuver) atau dengan cara mendorong

rahang bawah kearah depan (jaw-thrust maneuver). Pertahanan jalan napas

selanjutnya dapat dipertahankan dengan oropharyngeal atau

nasopharyngeal airway.

3.2 Saran

Setelah membaca makalah ini semoga pembaca memahami isi

makalah yang telah disusun meskipun kami menyadari makalah ini kurang

dari sempurna. Oleh karena itu kami berharap pembaca dapat memberikan

kritik dan saran yang dapat membantu menyempurnakan makalah

selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

24
Kartikawati, D. (2011). DASAR DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT.
Jakarta: Salemba Medika.

Departement of Emergency Medicine. 2005. Medical and Trauma Rescucitation


Course. Singapore General Hospital.

Emergency Nurses Association. 2005. Sheehy's Manual of Emergency Care. Edisi


ke-6. Philadelphia: Mosby Elsevier.

Fultz&Sturt.2005. Emergency Nursing Reference. Edisi ke-3. Philadelphia: Mosby


Elsevier

Greafes,dkk.2006. Emergency Care Textbook for Paramedics. edisi ke-2.


Edinbrugh: Saunders Elsevier.

Guytom dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Proehl A.Jean. 2009. Emergency Nursing Prosedure. Edisi ke-4. Philadelphia :


Saunders Elsevier

Price&Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4.


Buku 2. Jakarta: EGC

Timby,dkk. 2005. Fundamental Nursing Skills and Concepts. Edisi ke-8.


Philadelphia : Lippincott William & Wilkins

25

Вам также может понравиться