Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TINJAUAN PUSTAKA
5
6
segi fisik (jasmaniah) melainkan juga dalam segi fungsi, misalnya kekuatan dan
koordinasi. Dengan demikian kita dapat mengartikan bahwa perkembangan
merupakan perubahan yang bersifat kualitatif dari pada fungsi-fungsi. Dikatakan
sebagai perubahan fungsi-fungsi ini karena perubahan ini disebabkan karena
adanya proses perubahan material yang memungkinkan adanya fungsi itu, dan
disamping itu disebabkan oleh perubahan-perubahan tingkah laku.
Perkembangan masing-masing anak berbeda, ada yang cepat dan ada yang
lambat, tergantung faktor bakat (genetik), lingkungan (gizi dan cara perawatan),
dan konvergensi (perpaduan antara bakat dan lingkungan). Oleh sebab itu,
perlakuan terhadap anak tidak dapat disamaratakan, sebaiknya dengan
mempertimbangkan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak (Susanto,
2011). Anak usia prasekolah adalah anak usia 4-6 tahun dimana pada masa ini
anak telah mencapai kematangan dalam berbagai macam fungsi motorik dan
diikuti dengan perkembangan intelektual dan emosional (Silalahi, 2005).
b. Faktor lingkungan
1. Lingkungan internal
Hal yang berpengaruh diantaranya adalah hormon dan emsosi. Ada tiga
hormon yang mempengaruhi pertumbuhan anak, hormon somatotropin
merupakan hormon yang mempengaruhi jumlah sel tulang, merangsang
sel otak pada masa pertumbuhan, berkurangnya hormon ini dapat
menyebabkan Gitansisme. Hormon Tiroid akan mempengaruhi
pertumbuhan tulang, kekurangan hormon ini akan menyebabkan
kreatinisme dan hormon gonadotropin yang berfungsi untuk merangsang
perkembangan seks laki-laki dan memproduksi spermatozoa, sedangkan
ekstrogen merangsang perkembangan seks sekunder wanita dan
produksi sel telur, jika kekurangan hormon gonadotropin ini akan
8
Terciptanya hubungan yang hangat dengan orang lain seperti ayah, ibu,
saudara, teman sebaya, guru dan sebagainya akan berpengaruh besar
terhadap perkembangan emosi, sosial dan intelektual anak. Cara
seseorang anak berinteraksi dengan orang tua akan mempengaruhi
interaksi anak di luar rumah. Pada umumnya anak yang tahap
perkembangannya baik akan mempunyai inteligensi yang tinggi
dibandingakan dengan anak yang tahap perkembangannya terhambat
(Riyadi & Sukirman, 2009).
2. Lingkungan eksternal
Dalam lingkungan eksternal ini banyak sekali yang mempengaruhinya,
diantaranya adalah kebudayaan; kebudayaan suatu daerah akan
mempengaruhi kepercayaan, adat kebiasaan dan tingkah laku dalam
bagaimana orang tua mendidik anaknya. Status sosial ekonomi keluarga
juga berpengaruh, orang tua yang ekonominya menengah keatas dapat
dengan mudah menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah yang
berkualitas, sehingga mereka dapat menerima atau mengadopsi cara-cara
baru bagaimana cara merawat anak dengan baik. Status nutrisi juga
pengaruhnya sangat besar, orang tua dengan ekonomi lemah tidak
mampu memberikan makanan tambahan buat anaknya, sehingga anak
akan kekurangan asupan nutrisi yang akibatnya daya tahan tubuh anak
akan menurun dan akhirnya anak akan jatuh sakit.
b. Usia 4 tahun
Motorik kasar : Berjalan berjinjit, melompat, melompat dengan satu
kaki, menangkap bola dan melemparkannya dari atas
kepala.
Motorik halus : Sudah bisa menggunakan gunting dengan lancar, sudah
bisa menggambar kotak, menggambar garis vertikal
maupun horizontal, belajar membuka dan memasang
kancing baju.
c. Usia 5 tahun
Motorik kasar : Berjalan mundur sambil berjinjit, sudah dapat
menangkap dan melempar bola dengan baik, sudah
dapat melompat dengan kaki secara bergantian.
10
5. Tugas-tugas perkembangan
Tugas-tugas perkembangan yang dimaksud dapat berbentuk hal-hal sebagai
berikut (Susanto, 2011):
a. Belajar buang air kecil dan buang air besar, sebelum usia 4 tahun anak pada
umumnya belum bisa menahan ngompol karena perkembangan saraf yang
mengatur pembuangan belum sempurna.
b. Belajar mengenal perbedaan jenis kelamin, melalui observasi yang
dilakukan oleh anak dapat membedakan dari fisik, tingkah laku, pakaian
yang dipakai, yang mencerminkan adanya perbedaan jenis kelamin.
c. Mencapai kestabilan jasmaniah fisiologis, keadaan jasmani anak sangat labil
dibandingkan dengan orang dewasa, sehingga anak dengan cepat akan
merasakan perubahan suhu sehingga temperature tubuhnya berubah.
Sehingga untuk mencapai kestabilan jasmaniah bagi anak diperlukan waktu
usia lima tahun.
d. Pembentukan konsep sederhana tentang realitas fisik dan sosial, pada
mulanya dunia ini merupakan hal yang sangat membingungkan bagi anak.
Melalui pengamatan dan pemahaman terhadap benda-benda dan orang di
sekitarnya anak mulai paham dan dapat menyimpulkan setiap keadaan
bahwa setiap benda dan orang yang berada di sekitarnya mempunyai ciri-
ciri khusus.
11
Proporsi tubuh anak berubah secara dramatis, seperti pada usia tiga tahun,
rata-rata tinggi anak sekitar 80-90 cm dan beratnya sekitar 10-13 kg. Adapun
pada usia lima tahun tinggi anak mencapai 100-110 cm pertumbuhan otak
pada usia ini sudah mencapai 75% dari orang dewasa, sedangkan pada umur
6 tahun mencapai 90%. Perkembangan fisik anak tidak terlepas dari asupan
makanan yang bergizi, sehingga setiap tahapan perkembangan fisik anak
tidak terganggu dan berjalan sesuai dengan umur yang ada (Susanto, 2011).
b. Perkembangan inteligensi
Inteligensi bukanlah suatu yang bersifat kebendaan, melainkan suatu fiksi
ilmiah untuk mendeskripsikan perilaku individu yang berkaitan dengan
kemampuan intelektual. Dalam mengartikan inteligensi (kecerdasan) ini para
ahli mempunyai pengertian yang beragam. Deskripsi perkembangan fungsi-
12
Tabel 2.1
Perkembangan kemampuan motorik anak
Usia Kemampuan Motorik Kasar Kemampuan Motorik Halus
Usia 3-4 1. Naik dan turun tangga 1. Menggunakan krayon
tahun 2. Meloncat dengan dua kaki 2. Menggunakan benda atau alat
3. Melempar bola 3. Meniru bentuk (meniru
gerakan orang lain)
Usia 4-6 1. Melompat 1. Menggunakan pensil
tahun 2. Mengendarai sepeda anak 2. Menggambar
3. Menangkap bola 3. Memotong dengan gunting
4. Bermain olahraga 4. Menulis huruf cetak
c. Perkembangan bahasa
Bahasa yang dimiliki oleh anak adalah bahasa yang telah dimiliki dari hasil
pengolahan dan telah berkembang. Anak telah banyak memperolah masukan
dan pengetahuan tentang bahasa ini dari lingkungan keluarga, juga
lingkungan pergaulan teman sebaya, yang berkembang didalam keluarga
atau bahasa Ibu (Susanto, 2011).
Pada umumnya, setiap anak memiliki dua tipe perkembangan bahasa pada
anak, yaitu egocentric dan sosialized speech. Egocentric speech, yaitu anak
13
Menurut Chomsky (dalam Susanto, 2011) jika dilihat dari sisi kemampuan
berbicara, ada tiga faktor yang paling dominan yang mempengaruhi anak
dalam berbahasa, yaitu faktor biologis. Adanya evolusi biologis menjadi
salah satu landasan perkembangan bahasa seorang anak. Para ahli meyakini
bahwa evolusi biologis membentuk manusia menjadi manusia linguistik.
(meyakini bahwa manusia terikat secara biologis untuk mempelajari bahasa
pada suatu waktu tertentu dan dengan cara tertentu, ia menegaskan bahwa
setiap anak mempunyai language ecquisition device (LAD), yaitu
kemampuan alamiah anak untuk berbahasa. Tahun-tahun awal masa anak-
anak merupakan ketidakmampuan dalam menggunakan tata bahasa yang
baik akan dialami seumur hidup (Susanto, 2011).
14
Tabel 2.2
Perkembangan bahasa anak
Usia Anak Perkembangan Bahasa
3 tahun 1 Bisa berbicara tentang masa yang lalu
2 Tahu nama-nama bagian tubuhnya
3 Bisa menyebutkan nama, usia dan jenis kelamin
4 Bisa menjawab pertanyaan tentang lingkungan sekitarnya
4 tahun 1 Tahu nama-nama binatang
2 Mampu menyebutkan nama-nama benda yang dilihat dari buku
atau majalah
3 Mengenal warna
4 Bisa mengulang 4 digit angka
5 Bisa mengulang kata dengan empat suku kata
5 tahun 1 Bisa menggunakan kata deskriptif seperti kata sifat
2 Mengerti lawan kata, seperti besar-kecil, halus-kasar
3 Dapat berhitung sampai sepuluh
4 Bicara sangat jelas kecuali kalau ada masalah pengucapan
5 Dapat mengikuti tiga instruksi sekaligus
6 Mengerti konsep waktu seperti pagi, siang, malam, besok, hari ini
dan kemarin
7 Bisa mengulang kalimat sepanjang sembilan kata
Pola asuh orang tua merupakan salah satu faktor penting dalam mengembangkan
ataupun menghambat tumbuhnya kreativitas. Seorang anak yang dibiasakan
dengan suasana keluarga yang terbuka, saling menghargai, saling menerima dan
mendengarkan pendapat anggota keluarganya, maka ia akan tumbuh menjadi
generasi yang terbuka, fleksibel, penuh inisiatif dan produktif, suka akan
tantangan dan percaya diri (Rachmawati, 2011).
15
Perilaku kreatif dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Lain halnya jika
seorang anak dibesarkan dengan pola asuh yang mengutamakan kedisplinan
yang tidak dibarengi dengan toleransi, wajib menaati peraturan, memaksakan
kehendak, yang tidak memberikan peluang bagi anak untuk berinisiatif, maka
yang muncul adalah generasi yang tidak memiliki visi masa depan, tidak punya
keinginan untuk maju dan berkembang, siap berubah dan beradaptasi dengan
baik, terbiasa berpikir satu arah (linier), dan lain sebagainya (Rachmawati,
2011).
Masing-masing pola asuh orang tua yang ada, akan memberikan pengaruh yang
berbeda terhadap pembentukan kepribadian dan perilaku anak. Orang tua
merupakan lingkungan terdekat yang selalu mengitari anak sekaligus menjadi
figur dan idola mereka. Model perilaku orang tua secara langsung maupun tidak
langsung akan dipelajari dan ditiru oleh anak. Anak meniru bagaimana orang tua
bersikap, bertutur kata, mengekspresikan harapan, tuntutan dan kritikan satu
sama lain, menanggapi dan memecahkan masalah serta mengungkapan perasaan
dan emosinya (Yusuf, 2013).
Menurut pendapat Diana Baumrind (2012), menyebutkan tiga tipe pola asuh:
otoriter, otoritatif/ demokratis, dan permisif. Otoriter (authoritarian parenting)
menetapkan aturan atau standar perilaku yang dituntut untuk diikuti secara kaku
dan tidak boleh dipertanyakan, demokratis atau otoritatif (authoritative
parenting) menekankan menghormati individualitas anak, mendorong anak agar
belajar mandiri, namun orang tua tetap memegang kendali atas anak, pola asuh
permisif (permisif parenting) dapat dikatakan sebagai pola asuh tanpa penerapan
disiplin pada anak (Atkinson et al, 2002).
merupakan pola pengasuhan yang berlaku dalam keluarga, interaksi antara orang
tua dan anak selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Kegiatan pengasuhan
dilakukan dengan mendidik, membimbing, memberi perlindungan, serta
pengawasan terhadap anak. Pengalaman dan pendapat individu menjadikan
perbedaan penerapan pola asuh orang tua terhadap anak (Hartati, 2012).
Pola asuh orang tua dalam perkembangan anak adalah sebuah cara yang
digunakan dalam proses interaksi yang berkelanjutan antara orang tua dan anak
untuk membentuk hubungan yang hangat dan memfasilitasi anak untuk
mengembangkan kemampuan anak yang meliputi perkembangan motorik halus,
motorik kasar, bahasa dan kemampuan sosial sesuai dengan tahap
perkembangannya, (Supartini dalam Kurniawati dkk, 2011).
Pemahaman orang tua yang baik menurut Soekanto (dalam Winnetou, 2011)
dengan beberapa yang mencirikannya seperti: 1. Melakukan berbagai hal untuk
anak 2. Merupakan tempat bergantung bagi anak 3. Bersikap cukup permisif dan
luwes 4. Bersikap adil dan disiplin 5. Menghargai anak tunagrahita sebagai
individu 6. Mampu menciptakan kehangatan bagi anak 7. Mampu memberi
contoh yang baik 8. Bisa menjadi kawan dan menemani anak dalam berbagai
kegiatan 9. Selalu bersikap baik 10. Menunjukkan rasa kasih sayang pada anak.
Sebaliknya tentang pandangan orang tua yang buruk menurut anak Soekanto
(dalam Winnetou, 2011) seperti berikut: 1. Menghukum secara kasar dan tidak
adil 2. Menghalangi minat dan kegiatan anak 3. Membentuk anak menurut pola
yang baik 4. Memberikan contoh yang buruk 5. Mudah jengkel dan marah 6.
Sedikit rasa kasih sayang terhadap anak 7. Marah bila anak membuat kesalahan
tidak sengaja 8. Kurang perhatian terhadap kegiatan anak 9. Melarang anak
bergaul dengan teman 10. Bersikap jahat pada teman anak 11. Menghukum
dengan kasar 12. Harapan terhadap anak tidak realistis 13. Mengecam dan
menyalahkan anak bila gagal 14. Membuat suasana rumah tegang atau tidak
menyenangkan.
17
Beberapa orang tua langsung bereaksi keras melarang anaknya bila melihat
anak mulai melakukan hal-hal yang berbahaya atau tidak berkenan di hati
orang tua. Pelarangan ini tidak keliru, karena tidak ada orang tua yang
menginginkan anaknya mengalami hal-hal yang membahayakan bagi dirinya.
Tapi apakah pelarangan tadi efektif mencegah anak untuk tidak melakukan
18
perbuatan yang dilarang itu? Ternyata sebagian besar anak tidak mematuhi
pelarangan yang diberikan oleh orang tuanya, walaupun mematuhinya
biasanya hanya bersifat sementara (Indriani, 2008).
Pola asuh ini bersifat memaksa, keras dan kaku, dimana orang tua akan
marah jika anak melakukan sesuatu yang tidak. Dalam pola asuh ini,
hukuman mental dan fisik akan sering diterima oleh anak-anak dengan alasan
agar anak terus tetap patuh dan disiplin serta menghormati orang tua yang
telah membesarkannya. (Hadisiswantoro, 2012). Ciri-cirinya antara lain
orang tua bertindak keras, memaksakan disiplin, memberikan perintah dan
larangan anak harus mematuhi peraturan-peraturan orang tua dan tidak boleh
membantah orang tua, orang tua disini sangat berkuasa (Hartati &
Pramawati, 2012).
Jenis pola asuh ini memiliki ciri-ciri orang tua dalam menentukan peraturan
terlebih dahulu mempertimbangkan dan memperhatikan keadaan, perasaan
dan pendapat anak, musyawarah dalam mencari jalan keluar suatu
permasalahan, hubungan antar keluarga saling menghormati, adanya
hubungan yang harmonis antara anggota keluarga, adanya komunikasi dua
arah, memberikan bimbingan dengan penuh pengertian (Hartati &
Pramawaty, 2012).
Penyebab dari jenis pola asuh ini adalah karena orang tua terlalu sibuk
dengan pekerjaannya atau urusan lainnya sehingga tidak memiliki waktu
untuk mendidik dan mengasuh anaknya dengan baik. Anak-anak hanya
diberi materi atau harta, terserah anak mau tumbuh dan berkembang seperti
apa. Bila orang tua menerapkan jenis pola asuh ini, maka anak akan merasa
tidaka berarti, rendah diri, liar dan nakal (Hadisiswantoro ,2012).
Pola asuh permisif ini muncul karena adanya kesenjangan atas pola asuh.
Namun disisi lain, orang tua tidak tahu apa yang seharusnya dilakukan
terhadap putra putri mereka, sehingga mereka menyerahkan begitu saja
pengasuhan anak-anak mereka kepada masyarakat dan media massa yang
ada. Sambil berharap suatu saat akan terjadi suatu keajaiban yang datang
untuk menyulap anak-anak mereka sehingga menjadi pribadi yang soleh dan
soleha (Indriani, 2008).
ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua, kontrol dan perhatian orang
tua sangat kurang (Indriani, 2008).
karena faktor-faktor lain dalam lingkungan sosial anak di samping orang tua
telah ditemukan memiliki dampak pada perkembangan anak (Yusuf, 2013).
Suatu penelitian tahun 2010 menunjukkan ada pola pengasuhan yang berbeda
antara orang tua berdasarkan status ekonominya. Dalam penelitian ini
ditemukan bahwa orang tua yang telah mendapatkan penghasilan lebih dari
40.000 ribu/bulanan memiliki skor yang lebih tinggi untuk pola asuh permisif
dari orang tua berpenghasilan rendah (Yusuf, 2013).
f. Pengasuh pendamping
Orang tua, terutama ibu yang bekerja di luar rumah dan memiliki lebih
banyak waktu di luar rumah, seringkali mempercayakan pengasuhan anak
kepada nenek, tante atau keluarga dekat lain. Bila tidak ada keluarga tersebut
maka biasanya anak dipercayakan pada pembantu (babysitter). Dalam tipe
keluarga seperti ini, anak memperoleh jenis pengasuhan yang kompleks
sehingga pembentukan kepribadian anak tidak sepenuhnya berasal dari pola
asuh orang tua (Yusuf, 2013).
g. Budaya
Sering kali orang tua mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh masyarakat
dalam mengasuh anak. Karena pola-pola tersebut dianggap berhasil dalam
mendidik anak kearah kematangan. Orang tua mengaharapkan kelak anaknya
dapat diterima di masyarakat dengan baik. Oleh karena itu kebudayaan atau
24
Pola asuh demokratif ini juga dapat membuat anak mudah berinteraksi
dengan teman sebayanya dengan baik, mampu menghadapi stress,
mempunyai minat terhadap hal-hal yang baru, kooperatif dengan orang
dewasa, penurut, patuh, dan berorientasi pada prestasi.
25
C. Hubungan pola asuh orang tua dengan perkembangan anak usia prasekolah
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Syamsiyanti pada tahun 2009, dengan
judul hubungan pola asuh orang tua terhadap tumbuh kembang anak usia Prasekolah
di TK Adzkia Padang baru. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
deskriptif analitik dengan desain cross sectional. Sampel pada penelitian ini
berjumlah 80 orang dari TK Adzkia Padang Baru kelas A pada tahun ajaran
2008/2009. Sampel diambil berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuisioner untuk orang tua dan
Uji DDST (Denver Development Screening Test) pada anak. Dan selanjutnya
dianalisa dan diuji dengan menggunakan Uji Chi Square. Dari penelitian didapat
hasil bahwa orang tua mempunyai pola asuh autoritarian (48,75%), orang tua
mempunyai pola asuh autoritative (30%), dan orang tua mempunyai pola asuh
permisif (21,25). Lebih dari setengah tumbuh kembang anak mendapat kategori
lulus (66,55%). Secara statistik dengan uji Chi square terdapat hubungan yang
signifikan antara pola asuh autotarian dengan perkembangan anak.
Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Listriana Fatimah, pada tahun 2012
dengan judul hubungan pola asuh orang tua dengan perkembangan anak di R.A
Darussalam desa Sumber Mulyo, Jogoroto, Jombang. Penelitian menggunakan
26
Penelitian berikutnya yang yang dilakukan oleh Siti Dewi Rahmayanti dan
Septiarini Pujiastuti, dengan judul hubungan pola asuh dengan perkembangan anak
usia prasekolah di TK Kartika X-9 Cimahi 2012. Penelitian ini menggunakan
metode penelitian deskriptif korelasi dengan rancangan Cross Sectional.
Pengambilan sampel menggunakan teknik sampling jenuh. Sampel dalam penelitian
ini sebanyak 37 responden. Pengumpulan data menggunakan kuesioner untuk orang
tua dan formulir KPSP untuk anak usia 60-72 bulan. Analisa data terdiri dari analisa
univariat (distribusi frekuensi) dan analisa bivariat (uji korelasi dengan α < 0,05).
Hasil analisis univariat mengenai pola asuh orang tua sebagian besar orang tua
(70,3%) menggunakan pola asuh demokratis. Hasil analisis univariat mengenai
perkembangan anak diperoleh sebagian besar anak (70,3%) perkembangannya
sesuai dengan tahap perkembangannya. Dari hasil uji statistik diperoleh adanya
hubungan antara pola asuh orang tua dengan perkembangan anak usia pra sekolah
dengan nilai p value = 0,013.
27
D. Kerangka Konsep
Skema 2.1
Kerangka Konsep Penelitian
Variabel confounding
1. Hereditas
2. Lingkungan
3. Pelayanan kesehatan
4. Nutrisi
Keterangan:
Diteliti
Tidak diteliti
E. Hipotesa
Ha : Ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan
perkembangan anak usia prasekolah di play group kecamatan Alasa
kabupaten Nias Utara tahun 2014.