Вы находитесь на странице: 1из 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perkembangan anak usia prasekolah


1. Definisi
Anak prasekolah merupakan anak yang berusia antara tiga sampai enam tahun,
pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan biologis, psikososial,
kognitif dan spiritual yang begitu signifikan. Pertumbuhan dan perkembangan
anak usia prasekolah dipengaruhi oleh nutrisi, masalah tidur, kesehatan gigi,
pencegahan cedera serta cara orang tua dalam merawat anak yang sakit (Whaley
& Wong, 2002). Istilah pertumbuhan dan perkembangan (tumbuh kembang)
pada dasarnya merupakan dua peristiwa yang berlainan, akan tetapi keduanya
saling berkaitan. Pertumbuhan (growth) merupakan masalah perubahan dalam
ukuran besar, jumlah, ukuran yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram,
kilogram), ukuran panjang (cm, meter), (Riyadi & Sukirman, 2009).

Perkembangan (development) merupakan bertambahnya kemampuan (skill/


keterampilan) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola
yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Dari
pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa perkembangan berkaitan
dengan pematangan fungsi sel atau organ tubuh individu (Riyadi & Sukirman,
2009). Perkembangan merupakan suatu perubahan, dan perkembangan ini tidak
bersifat kuantitatif, melainkan kualitatif. Perkembangan adalah perubahan-
perubahan yang dialami oleh individu atau organisme menuju tingkat
kedewasaan atau kematangannya yang berlangsung secara sistematis, progresif
dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis
(rohaniah) (Susanto, 2011).

Adapun menurut Hamalik (dalam Susanto, 2011) perkembangan merujuk


kepada perubahan yang progresif dalam organisme bukan saja perubahan dalam

5
6

segi fisik (jasmaniah) melainkan juga dalam segi fungsi, misalnya kekuatan dan
koordinasi. Dengan demikian kita dapat mengartikan bahwa perkembangan
merupakan perubahan yang bersifat kualitatif dari pada fungsi-fungsi. Dikatakan
sebagai perubahan fungsi-fungsi ini karena perubahan ini disebabkan karena
adanya proses perubahan material yang memungkinkan adanya fungsi itu, dan
disamping itu disebabkan oleh perubahan-perubahan tingkah laku.

Perkembangan masing-masing anak berbeda, ada yang cepat dan ada yang
lambat, tergantung faktor bakat (genetik), lingkungan (gizi dan cara perawatan),
dan konvergensi (perpaduan antara bakat dan lingkungan). Oleh sebab itu,
perlakuan terhadap anak tidak dapat disamaratakan, sebaiknya dengan
mempertimbangkan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak (Susanto,
2011). Anak usia prasekolah adalah anak usia 4-6 tahun dimana pada masa ini
anak telah mencapai kematangan dalam berbagai macam fungsi motorik dan
diikuti dengan perkembangan intelektual dan emosional (Silalahi, 2005).

2. Ciri-ciri anak usia prasekolah


Menurut Hurlock (1997) mengatakan bahwa usia prasekolah merupakan suatu
masa dengan ciri-ciri khusus sebagai berikut:
a. Masa kanak-kanak awal sebagai usia kelompok, masa ketika anak aktif
mempelajari dasar-dasar perilaku sosial sebagai persiapan bagi kehidupan
sosial yang lebih tinggi yang diperlukan untuk menyesuaikan diri pada
waktu mereka masuk kelas I.
b. Banyak ahli psikologi melabeli bahwa masa kanak-kanak sebagai usia
menjelajah karena pada usia tersebut perkembangan utama anak berkisar di
seputar penguasaan dan pengendalian lingkungan.
c. Usia prasekolah juga dikenal sebagai usia meniru karena salah satu cirinya
yang paling menonjol yakni sering meniru pembicaraan dan tindakan orang
lain, meski demikian kecenderungan meniru tidak mematikan kreativitas
anak dalam bermain.
7

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan anak usia prasekolah


Setiap orang tua mengharapkan anaknya tumbuh dan berkembang secara
sempurna tanpa mengalami hambatan apapun. Namun ada banyak faktor yang
dapat berpengaruh terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan anak
tersebut dimana ada sebagian anak yang tidak selamanya tahapan tumbuh
kembangnya sesuai dengan apa yang diinginkan oleh orang tua. (Riyadi &
Sukirman ,2009).
a. Faktor hereditas
Hereditas atau keturunan merupakan faktor yang tidak dapat diubah ataupun
dimodifikasi, ini merupakan modal dasar untuk mendapatkan hasil akhir
dari proses tumbuh kembang anak. Melalui instruksi genetik yang
terkandung di dalam sel telur yang telah dibuahi dapatlah ditentukan
kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Termasuk dalam faktor genetik ini
adalah jenis kelamin dan suku bangsa/ras. Misalnya, anak keturunan bangsa
Eropa akan lebih tinggi dan lebih besar jika dibandingkan dengan keturunan
Asia termasuk Indonesia, pertumbuhan postur tubuh wanita akan berbeda
dengan laki-laki (Riyadi & Sukirman, 2009).

b. Faktor lingkungan
1. Lingkungan internal
Hal yang berpengaruh diantaranya adalah hormon dan emsosi. Ada tiga
hormon yang mempengaruhi pertumbuhan anak, hormon somatotropin
merupakan hormon yang mempengaruhi jumlah sel tulang, merangsang
sel otak pada masa pertumbuhan, berkurangnya hormon ini dapat
menyebabkan Gitansisme. Hormon Tiroid akan mempengaruhi
pertumbuhan tulang, kekurangan hormon ini akan menyebabkan
kreatinisme dan hormon gonadotropin yang berfungsi untuk merangsang
perkembangan seks laki-laki dan memproduksi spermatozoa, sedangkan
ekstrogen merangsang perkembangan seks sekunder wanita dan
produksi sel telur, jika kekurangan hormon gonadotropin ini akan
8

menyebabkan terhambatnya perkembangan seks (Riyadi & Sukirman,


2009).

Terciptanya hubungan yang hangat dengan orang lain seperti ayah, ibu,
saudara, teman sebaya, guru dan sebagainya akan berpengaruh besar
terhadap perkembangan emosi, sosial dan intelektual anak. Cara
seseorang anak berinteraksi dengan orang tua akan mempengaruhi
interaksi anak di luar rumah. Pada umumnya anak yang tahap
perkembangannya baik akan mempunyai inteligensi yang tinggi
dibandingakan dengan anak yang tahap perkembangannya terhambat
(Riyadi & Sukirman, 2009).

2. Lingkungan eksternal
Dalam lingkungan eksternal ini banyak sekali yang mempengaruhinya,
diantaranya adalah kebudayaan; kebudayaan suatu daerah akan
mempengaruhi kepercayaan, adat kebiasaan dan tingkah laku dalam
bagaimana orang tua mendidik anaknya. Status sosial ekonomi keluarga
juga berpengaruh, orang tua yang ekonominya menengah keatas dapat
dengan mudah menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah yang
berkualitas, sehingga mereka dapat menerima atau mengadopsi cara-cara
baru bagaimana cara merawat anak dengan baik. Status nutrisi juga
pengaruhnya sangat besar, orang tua dengan ekonomi lemah tidak
mampu memberikan makanan tambahan buat anaknya, sehingga anak
akan kekurangan asupan nutrisi yang akibatnya daya tahan tubuh anak
akan menurun dan akhirnya anak akan jatuh sakit.

Olahraga yang teratur dapat meningkatkan sirkulasi darah dalam tubuh,


aktivitas fisiologis dan stimulasi terhadap perkembangan otot-otot, posisi
anak dalam keluarga ditengarai juga berpengaruh, anak pertama akan
menjadi pusat perhatian orang tua, sehingga semua kebutuhan dipenuhi,
baik itu kebutuhan fisik maupun kebutuhan emosi dan juga sosial.
9

c. Faktor pelayanan kesehatan


Adanya pelayanan kesehatan yang memadai di sekitar lingkungan dimana
anak tumbuh dan berkembang, diharapkan tumbuh kembang anak dapat
dipantau. Sehingga apabila terdapat sesuatu hal yang sekiranya meragukan
atau terdapat keterlambatan dalam perkembangannya, anak dapat segera
mendapatkan pelayanan kesehatan (Riyadi & Sukirman, 2009).

4. Tahap pertumbuhan dan perkembangan anak prasekolah


Sangat mudah bagi orang tua untuk selalu mengamati pertumbuhan dan
perkembangan fisik anaknya, karena hal ini hampir setiap orang tua bisa
melihatnya. (Riyadi & Sukirman,2009)
a. Usia 3 tahun
Motorik kasar : Sudah bisa naik turun tangga tanpa bantuan, memakai
baju dengan bantuan, mulai bisa naik sepeda beroda
tiga.
Motorik halus : Bisa menggambar lingkaran, mencuci tangannya
sendiri, mnggosok gigi.

b. Usia 4 tahun
Motorik kasar : Berjalan berjinjit, melompat, melompat dengan satu
kaki, menangkap bola dan melemparkannya dari atas
kepala.
Motorik halus : Sudah bisa menggunakan gunting dengan lancar, sudah
bisa menggambar kotak, menggambar garis vertikal
maupun horizontal, belajar membuka dan memasang
kancing baju.

c. Usia 5 tahun
Motorik kasar : Berjalan mundur sambil berjinjit, sudah dapat
menangkap dan melempar bola dengan baik, sudah
dapat melompat dengan kaki secara bergantian.
10

Motorik halus : Menulis dengan angka-angka, meulis dengan huruf,


menulis dengan kata-kata, belajar menulis nama, dan
belajar mengikat tali sepatu.
Sosial emosional : Bermain sendiri mulai berkurang, sering berkumpul
dengan teman sebayanya, interaksi sosial selama
bermain meningkat, sudah siap untuk menggunakan
alat-alat bermain.
Pertumbuhan fisik : Berat badan meningkat 2,5 kg/tahun, tinggi badan
meningkat 6,75-7,5 cm/ tahun.

5. Tugas-tugas perkembangan
Tugas-tugas perkembangan yang dimaksud dapat berbentuk hal-hal sebagai
berikut (Susanto, 2011):
a. Belajar buang air kecil dan buang air besar, sebelum usia 4 tahun anak pada
umumnya belum bisa menahan ngompol karena perkembangan saraf yang
mengatur pembuangan belum sempurna.
b. Belajar mengenal perbedaan jenis kelamin, melalui observasi yang
dilakukan oleh anak dapat membedakan dari fisik, tingkah laku, pakaian
yang dipakai, yang mencerminkan adanya perbedaan jenis kelamin.
c. Mencapai kestabilan jasmaniah fisiologis, keadaan jasmani anak sangat labil
dibandingkan dengan orang dewasa, sehingga anak dengan cepat akan
merasakan perubahan suhu sehingga temperature tubuhnya berubah.
Sehingga untuk mencapai kestabilan jasmaniah bagi anak diperlukan waktu
usia lima tahun.
d. Pembentukan konsep sederhana tentang realitas fisik dan sosial, pada
mulanya dunia ini merupakan hal yang sangat membingungkan bagi anak.
Melalui pengamatan dan pemahaman terhadap benda-benda dan orang di
sekitarnya anak mulai paham dan dapat menyimpulkan setiap keadaan
bahwa setiap benda dan orang yang berada di sekitarnya mempunyai ciri-
ciri khusus.
11

e. Belajar menciptakan hubungan dirinya secara emosional dengan orang tua,


saudara dan orang lain, anak mengadakan hubungan disekitarnya melalui
berbagai cara, yaitu: isyarat, menirukan atau menggunakan bahasa. Cara
yang diperoleh dalam belajar mengadakan hubungan emosional dengan
orang lain sedikit banyak akan menentukan sikapnya dikemudian hari.
f. Belajar mengadakan hubungan baik dan buruk, yang berarti
mengembangkan kata hati, anak kecil dikuasai oleh hedonism naïf, dimana
kenikmatan dianggapnya baik, sedangkan penderitaan dianggapnya buruk.

6. Aspek-aspek perkembangan anak usia prasekolah


a. Perkembangan fisik
Perkembangan fisik merupakan hal yang menjadi dasar bagi kemajuan
perkembangan berikutnya. Ketika fisik berkembang dengan baik
kemungkinan anak untuk dapat lebih mengembangkan keterampilan
fisiknya, dan eksplorasi lingkungan dengan tanpa bantuan dari orang lain.
Perkembangan fisik anak ditandai juga dengan perkembangan motorik, baik
motorik kasar maupun motorik kasar (Susanto, 2011).

Proporsi tubuh anak berubah secara dramatis, seperti pada usia tiga tahun,
rata-rata tinggi anak sekitar 80-90 cm dan beratnya sekitar 10-13 kg. Adapun
pada usia lima tahun tinggi anak mencapai 100-110 cm pertumbuhan otak
pada usia ini sudah mencapai 75% dari orang dewasa, sedangkan pada umur
6 tahun mencapai 90%. Perkembangan fisik anak tidak terlepas dari asupan
makanan yang bergizi, sehingga setiap tahapan perkembangan fisik anak
tidak terganggu dan berjalan sesuai dengan umur yang ada (Susanto, 2011).

b. Perkembangan inteligensi
Inteligensi bukanlah suatu yang bersifat kebendaan, melainkan suatu fiksi
ilmiah untuk mendeskripsikan perilaku individu yang berkaitan dengan
kemampuan intelektual. Dalam mengartikan inteligensi (kecerdasan) ini para
ahli mempunyai pengertian yang beragam. Deskripsi perkembangan fungsi-
12

fungsi kognitif secara kuantitatif dapat dikembangkan berdasarkan hasil


laporan berbagai studi pengukuran dengan menggunakan tes inteligensi
sebagai alat ukurnya yang dilakukan secara longitudinal terhadap
sekelompok subjek dari dan sampai ke tingkat usia tertentu secara test-
retest, yang alat ukurnya disusun secara skuensial (Standfort Benet Test)
(Susanto, 2011).

Menurut Loree (dalam Susanto, 2011), telah mengembangkan sebuah kurva


perkembangan inteligensi, yang ditafsirkan antara lain:
1) Laju perkembangan inteligensi pada masa anak-anak berlangsung sangat
pesat.
2) Terdapat variasi dalam saatnya dan laju kecepatan deklinasi menurut
jenis-jenis kecakapan khusus tertentu.

Tabel 2.1
Perkembangan kemampuan motorik anak
Usia Kemampuan Motorik Kasar Kemampuan Motorik Halus
Usia 3-4 1. Naik dan turun tangga 1. Menggunakan krayon
tahun 2. Meloncat dengan dua kaki 2. Menggunakan benda atau alat
3. Melempar bola 3. Meniru bentuk (meniru
gerakan orang lain)
Usia 4-6 1. Melompat 1. Menggunakan pensil
tahun 2. Mengendarai sepeda anak 2. Menggambar
3. Menangkap bola 3. Memotong dengan gunting
4. Bermain olahraga 4. Menulis huruf cetak

c. Perkembangan bahasa
Bahasa yang dimiliki oleh anak adalah bahasa yang telah dimiliki dari hasil
pengolahan dan telah berkembang. Anak telah banyak memperolah masukan
dan pengetahuan tentang bahasa ini dari lingkungan keluarga, juga
lingkungan pergaulan teman sebaya, yang berkembang didalam keluarga
atau bahasa Ibu (Susanto, 2011).

Pada umumnya, setiap anak memiliki dua tipe perkembangan bahasa pada
anak, yaitu egocentric dan sosialized speech. Egocentric speech, yaitu anak
13

berbicara kepada dirinya sendiri (monolog). Adapun sosialized speech, yaitu


bahasa yang berlangsung ketika terjadi kontak anatara anak dan temannya
atau dengan lingkungannya. Perkembangan ini dibagi ke dalam lima bentuk:
1) adapted information (penyesuaian informasi), terjadi saling tukar gagasan
atau adanya tujuan bersama yang dicari; 2) critism (kritik), menyangkut
penilaian anak terhadap ucapan atau tingkah laku terhadap tingkah laku
orang lain; 3) command (perintah), request (permintaan), dan thread
(ancaman); 4) questions (pertanyaan); dan 5) answer (jawaban). (Susanto,
2011).

Menurut Chomsky (dalam Susanto, 2011) jika dilihat dari sisi kemampuan
berbicara, ada tiga faktor yang paling dominan yang mempengaruhi anak
dalam berbahasa, yaitu faktor biologis. Adanya evolusi biologis menjadi
salah satu landasan perkembangan bahasa seorang anak. Para ahli meyakini
bahwa evolusi biologis membentuk manusia menjadi manusia linguistik.
(meyakini bahwa manusia terikat secara biologis untuk mempelajari bahasa
pada suatu waktu tertentu dan dengan cara tertentu, ia menegaskan bahwa
setiap anak mempunyai language ecquisition device (LAD), yaitu
kemampuan alamiah anak untuk berbahasa. Tahun-tahun awal masa anak-
anak merupakan ketidakmampuan dalam menggunakan tata bahasa yang
baik akan dialami seumur hidup (Susanto, 2011).
14

Tabel 2.2
Perkembangan bahasa anak
Usia Anak Perkembangan Bahasa
3 tahun 1 Bisa berbicara tentang masa yang lalu
2 Tahu nama-nama bagian tubuhnya
3 Bisa menyebutkan nama, usia dan jenis kelamin
4 Bisa menjawab pertanyaan tentang lingkungan sekitarnya
4 tahun 1 Tahu nama-nama binatang
2 Mampu menyebutkan nama-nama benda yang dilihat dari buku
atau majalah
3 Mengenal warna
4 Bisa mengulang 4 digit angka
5 Bisa mengulang kata dengan empat suku kata
5 tahun 1 Bisa menggunakan kata deskriptif seperti kata sifat
2 Mengerti lawan kata, seperti besar-kecil, halus-kasar
3 Dapat berhitung sampai sepuluh
4 Bicara sangat jelas kecuali kalau ada masalah pengucapan
5 Dapat mengikuti tiga instruksi sekaligus
6 Mengerti konsep waktu seperti pagi, siang, malam, besok, hari ini
dan kemarin
7 Bisa mengulang kalimat sepanjang sembilan kata

B. Pola asuh orang tua


1. Definisi
Pola asuh adalah cara mendidik, mengasuh (Kamus Bahasa Indonesia, 1991).
Menurut Hurlock (1956) pola asuh adalah pola sikap atau perlakuan orang tua
terhadap anak-anaknya yang memiliki pengaruh terhadap kepribadian anak.
Pengertian pola asuh dalam penelitian ini diartikan sebagai sikap, prilaku atau
tindakan tertentu yang berkenaan dengan orang tua, dalam mendidik anak-
anaknya (Marini, 2012). Menurut Gunarsa (2000) pola asuh orang tua
merupakan pola interaksi antara anak dengan orang tua yang meliputi bukan
hanya pemenuhan fisik dan psikologis tetapi juga norma-norma yang berlaku di
masyarakat agar dapat hidup selaras dengan lingkungan.

Pola asuh orang tua merupakan salah satu faktor penting dalam mengembangkan
ataupun menghambat tumbuhnya kreativitas. Seorang anak yang dibiasakan
dengan suasana keluarga yang terbuka, saling menghargai, saling menerima dan
mendengarkan pendapat anggota keluarganya, maka ia akan tumbuh menjadi
generasi yang terbuka, fleksibel, penuh inisiatif dan produktif, suka akan
tantangan dan percaya diri (Rachmawati, 2011).
15

Perilaku kreatif dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Lain halnya jika
seorang anak dibesarkan dengan pola asuh yang mengutamakan kedisplinan
yang tidak dibarengi dengan toleransi, wajib menaati peraturan, memaksakan
kehendak, yang tidak memberikan peluang bagi anak untuk berinisiatif, maka
yang muncul adalah generasi yang tidak memiliki visi masa depan, tidak punya
keinginan untuk maju dan berkembang, siap berubah dan beradaptasi dengan
baik, terbiasa berpikir satu arah (linier), dan lain sebagainya (Rachmawati,
2011).

Masing-masing pola asuh orang tua yang ada, akan memberikan pengaruh yang
berbeda terhadap pembentukan kepribadian dan perilaku anak. Orang tua
merupakan lingkungan terdekat yang selalu mengitari anak sekaligus menjadi
figur dan idola mereka. Model perilaku orang tua secara langsung maupun tidak
langsung akan dipelajari dan ditiru oleh anak. Anak meniru bagaimana orang tua
bersikap, bertutur kata, mengekspresikan harapan, tuntutan dan kritikan satu
sama lain, menanggapi dan memecahkan masalah serta mengungkapan perasaan
dan emosinya (Yusuf, 2013).

Menurut pendapat Diana Baumrind (2012), menyebutkan tiga tipe pola asuh:
otoriter, otoritatif/ demokratis, dan permisif. Otoriter (authoritarian parenting)
menetapkan aturan atau standar perilaku yang dituntut untuk diikuti secara kaku
dan tidak boleh dipertanyakan, demokratis atau otoritatif (authoritative
parenting) menekankan menghormati individualitas anak, mendorong anak agar
belajar mandiri, namun orang tua tetap memegang kendali atas anak, pola asuh
permisif (permisif parenting) dapat dikatakan sebagai pola asuh tanpa penerapan
disiplin pada anak (Atkinson et al, 2002).

Orang tua adalah adalah orang-orang yang mempunyai tugas untuk


mendefinisikan apa yang baik dan apa yang dinggap buruk oleh anak. Sehingga
anak akan merasa baik bila tingkah lakunya sesuai dengan norma tingkah laku
yang diterima di keluarga dan masyarakat (Winnetou, 2011). Pola asuh
16

merupakan pola pengasuhan yang berlaku dalam keluarga, interaksi antara orang
tua dan anak selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Kegiatan pengasuhan
dilakukan dengan mendidik, membimbing, memberi perlindungan, serta
pengawasan terhadap anak. Pengalaman dan pendapat individu menjadikan
perbedaan penerapan pola asuh orang tua terhadap anak (Hartati, 2012).

Pola asuh orang tua dalam perkembangan anak adalah sebuah cara yang
digunakan dalam proses interaksi yang berkelanjutan antara orang tua dan anak
untuk membentuk hubungan yang hangat dan memfasilitasi anak untuk
mengembangkan kemampuan anak yang meliputi perkembangan motorik halus,
motorik kasar, bahasa dan kemampuan sosial sesuai dengan tahap
perkembangannya, (Supartini dalam Kurniawati dkk, 2011).

Pemahaman orang tua yang baik menurut Soekanto (dalam Winnetou, 2011)
dengan beberapa yang mencirikannya seperti: 1. Melakukan berbagai hal untuk
anak 2. Merupakan tempat bergantung bagi anak 3. Bersikap cukup permisif dan
luwes 4. Bersikap adil dan disiplin 5. Menghargai anak tunagrahita sebagai
individu 6. Mampu menciptakan kehangatan bagi anak 7. Mampu memberi
contoh yang baik 8. Bisa menjadi kawan dan menemani anak dalam berbagai
kegiatan 9. Selalu bersikap baik 10. Menunjukkan rasa kasih sayang pada anak.

Sebaliknya tentang pandangan orang tua yang buruk menurut anak Soekanto
(dalam Winnetou, 2011) seperti berikut: 1. Menghukum secara kasar dan tidak
adil 2. Menghalangi minat dan kegiatan anak 3. Membentuk anak menurut pola
yang baik 4. Memberikan contoh yang buruk 5. Mudah jengkel dan marah 6.
Sedikit rasa kasih sayang terhadap anak 7. Marah bila anak membuat kesalahan
tidak sengaja 8. Kurang perhatian terhadap kegiatan anak 9. Melarang anak
bergaul dengan teman 10. Bersikap jahat pada teman anak 11. Menghukum
dengan kasar 12. Harapan terhadap anak tidak realistis 13. Mengecam dan
menyalahkan anak bila gagal 14. Membuat suasana rumah tegang atau tidak
menyenangkan.
17

2. Jenis-jenis pola asuh orang tua


Pola asuh merupakan proses di dalam keluarga, interaksi orang tua dan anak.
Pola asuh diterapkan sejak anak lahir dan disesuaikan dengan usia serta tahap
perkembangan (Hartati, 2012).
a. Pola asuh otoriter
Pola asuh otoriter cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti,
biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Orang tua tipe ini cenderung
memaksa, memerintah, dan menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan
apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan
menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi, dan
dalam komunikasi biasanya bersifat satua arah. Orang tua tipe ini akan
memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.

Pola asuh otoriter akan meghasilkan karakteristik anak yang penakut,


pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menantang, suka melanggar
norma, berkepribaian lemah, cemas dan menarik diri (Indriani, 2008). Pola
asuh otoriter, orang tua melakukan kontrol ketat terhadap perilaku anak
dengan menentukan seluruh kebijaksanaan, banyak memberi perintah, anak
tidak boleh memberikan pendapat dan mengkritik, anak harus mengikuti
pendapat dan keinginan orang tua. Jadi kekuasaan mengatur prilaku anak
sepenuhnya terletak pada orang tua. Banyak orang tua yang menerapkan pola
asuh otoriter karena mereka sangat takut jika anaknya berbuat kesalahan.
Banyak orang tua yang mengeluh mengenai anaknya yang sulit diatur atau
tidak mau menurut (Indriani, 2008).

Beberapa orang tua langsung bereaksi keras melarang anaknya bila melihat
anak mulai melakukan hal-hal yang berbahaya atau tidak berkenan di hati
orang tua. Pelarangan ini tidak keliru, karena tidak ada orang tua yang
menginginkan anaknya mengalami hal-hal yang membahayakan bagi dirinya.
Tapi apakah pelarangan tadi efektif mencegah anak untuk tidak melakukan
18

perbuatan yang dilarang itu? Ternyata sebagian besar anak tidak mematuhi
pelarangan yang diberikan oleh orang tuanya, walaupun mematuhinya
biasanya hanya bersifat sementara (Indriani, 2008).

Bila orang tuanya tidak mengawasinya, anak akan kembali melakukannya.


Hal seperti ini sebetulnya lebih berbahaya karena anak akan melakukannya
secara diam-diam sehingga tidak lagi terpantau oleh orang tua. Dan pada
akhirnya berbohong merupakan cara efektif bagi anak untuk menghindari
kemarahan orang tua, apabila ketahuan atau tertangkap basah melakukan
kesalahan tersebut (Indriani, 2008).

Pola asuh ini bersifat memaksa, keras dan kaku, dimana orang tua akan
marah jika anak melakukan sesuatu yang tidak. Dalam pola asuh ini,
hukuman mental dan fisik akan sering diterima oleh anak-anak dengan alasan
agar anak terus tetap patuh dan disiplin serta menghormati orang tua yang
telah membesarkannya. (Hadisiswantoro, 2012). Ciri-cirinya antara lain
orang tua bertindak keras, memaksakan disiplin, memberikan perintah dan
larangan anak harus mematuhi peraturan-peraturan orang tua dan tidak boleh
membantah orang tua, orang tua disini sangat berkuasa (Hartati &
Pramawati, 2012).

b. Pola asuh otoritatif/demokratis


Pola asuh otoritatif/demokratis adalah jenis pola asuh yang mana orang tua
memberi kebebasan kepada anak untuk berkreasi dan mengeksoplorasi
berbagai hal, tentu dengan batasan dan pengawasan yang baik dari orang tua.
Pola asuh ini dianggap sesuai dan baik untuk diterapkan oleh orang tua.
Anak yang diasuh dengan pola asuh ini akan hidup ceria, menyenangkan,
kreatif, cerdas, percaya diri, terbuka pada orang tua, tidak mudah stres dan
depresi, berprestasi baik, disukai lingkungan dan masyarakat
(Hadisiswantoro, 2012).
19

Menurut pendapat Hurlock (dalam Wulandari, 2010) mengemukakan pola


asuh demokratis adalah pola asuh yang dicirikan sebagai orang tua yang
melihat pada pentingnya remaja mengetahui mengapa suatu peraturan dibuat,
remaja juga diberi kesempatan untuk berbicara atau memberi alasan ketika
melanggar peraturan. Hukuman yang diberikan tergantung pelanggarannya
dan bersifat mendidik. Selain itu, orang tua juga memberikan hadiah dalam
bentuk pujian ketika anak berperilaku baik. Anak yang mendapat pola asuh
demokratis, mereka akan tumbuh sebagai pribadi yang mampu
mengendalikan diri secara umum dan memiliki konsep diri yang positif.

Menurut Setiyati (dalam Wulandari, 2010) mengemukakan bahwa pola asuh


demokratis merupakan jenis pola asuh yang paling mendukung kepribadian
remaja masa kini. Orang tua dengan pola asuh demokratis akan memberikan
kehangatan, perhatian, kasih sayang, dukungan, dan arahan bagi anak untuk
melakukan hal-hal yang berguna.

Jenis pola asuh ini memiliki ciri-ciri orang tua dalam menentukan peraturan
terlebih dahulu mempertimbangkan dan memperhatikan keadaan, perasaan
dan pendapat anak, musyawarah dalam mencari jalan keluar suatu
permasalahan, hubungan antar keluarga saling menghormati, adanya
hubungan yang harmonis antara anggota keluarga, adanya komunikasi dua
arah, memberikan bimbingan dengan penuh pengertian (Hartati &
Pramawaty, 2012).

c. Pola asuh permisif


Pola asuh permisif adalah jenis pola asuh yang mana orang tua bersikap cuek
terhadap anak. Pola ini dapat disebut juga sebagai pola pembiaran. Karena
dalam pola ini orang tua membiarkan apapun yang dilakukan oleh anaknya.
Misalnya tidak mau sekolah, tidak pulang ke rumah, atau pulang sesuka hati,
memiliki pergaulan bebas dan negatif dan sebagainya (Hadisiswantoro
,2012).
20

Penyebab dari jenis pola asuh ini adalah karena orang tua terlalu sibuk
dengan pekerjaannya atau urusan lainnya sehingga tidak memiliki waktu
untuk mendidik dan mengasuh anaknya dengan baik. Anak-anak hanya
diberi materi atau harta, terserah anak mau tumbuh dan berkembang seperti
apa. Bila orang tua menerapkan jenis pola asuh ini, maka anak akan merasa
tidaka berarti, rendah diri, liar dan nakal (Hadisiswantoro ,2012).

Pola asuh permisif atau pemanja biasanya orang tua memberikan


pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya
untuk melakukan sesuatu tanpa melakukan pengawasan yang cukup darinya.
Orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh
anak. Pola asuh permisif akan menghasilkan karakterisik anak-anak yang
impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri,
kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial (Indriani, 2008).

Pola asuh permisif ini muncul karena adanya kesenjangan atas pola asuh.
Namun disisi lain, orang tua tidak tahu apa yang seharusnya dilakukan
terhadap putra putri mereka, sehingga mereka menyerahkan begitu saja
pengasuhan anak-anak mereka kepada masyarakat dan media massa yang
ada. Sambil berharap suatu saat akan terjadi suatu keajaiban yang datang
untuk menyulap anak-anak mereka sehingga menjadi pribadi yang soleh dan
soleha (Indriani, 2008).

Pola asuh permisif yang cenderung memberikan kebebasan terhadap anak


untuk berbuat apa saja yang tidak kondusif bagi pembentukan karakter anak.
Bagaimanapun anak tetap memerlukan arahan dari orang tua untuk mengenal
mana yang baik dan mana yang salah. Dengan memberikan kebebasan yang
berlebihan, apalagi terkesan membiarkan, akan membuat anak bingung dan
berpotensi salah arah. Pola asuh permisif mempunyai ciri diantaranya,
dominasi terhadap anak, sikap longgar atau kebebasan dari orang tua, tidak
21

ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua, kontrol dan perhatian orang
tua sangat kurang (Indriani, 2008).

Anak-anak yang dimanja akan tumbuh menjadi generasi yang kurang


percaya diri, cengeng dan tidak survive dalam menghadapi masalah, lambat
untuk dewasa, mudah dibujuk serta ditipu dan kurang dapat menghargai
orang lain dan kurang memiliki kepedulian sosial. (Indriani, 2008). Ciri-ciri
pola asuh Permisif ditandai dengan adanya sikap orang tua yang mengalah
dan menerima, selalu menuruti kehendak anak, memberikan penghargaan
yang berlebihan, mengalah dan selalu memberikan perhatian yang berlebihan
(Hartati dan Pramawaty, 2012).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua


Pola asuh yang diberikan orang tua pada anak dapat berbeda-beda dan
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Yang termasuk
faktor internal, misalnya latar belakang keluarga orang tua, usia orang tua, jenis
kelamin orang tua dan anak, pendidikan dan wawasan orang tua, karakter anak
dan konsep peranan orang tua dalam keluarga. Sedangkan yang termasuk faktor
eksternal, misalnya tradisi yang berlaku dalam lingkungan, sosial ekonomi
lingkungan dan semua hal yang berasal dari luar keluarga tersebut yang bisa
mempengaruhi orang tua dalam menerapkan pola asuhnya (Yusuf, 2013).
a. Usia orang tua
Umur merupakan indikator kedewasaan seseorang, semakin bertambah umur
semakin bertambah pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki mengenai
perilaku yang sesuai untuk mendidik anak. Anak-anak dengan orang tua usia
muda akan mendapatkan pengawasan yang lebih longgar karena dalam diri
orang tua usia muda cenderung memiliki sifat toleransi yang tinggi dan
memaklumi terhadap anak. Usia ibu muda juga dapat mempengaruhi sumber
daya yang tersedia untuk anak (Yusuf, 2013).
22

b. Jenis kelamin orang tua


Perbedaan gender diantara orang tua akan ikut berpengaruh dalam cara
mereka mengasuh anak, hal ini mungkin disebabkan karena realisasi
perbedaan dalam bagaimana mereka berpikir dan berperilaku. Diantara ayah
dan ibu, keduanya memiliki keinginan untuk melakukan apa yang menurut
mereka benar untuk memaksimalkan potensi anak-anak mereka. Misalnya
seorang ibu ingin putrinya menjadi lebih tegas dan mahir dalam bersosialisasi
dan seorang ayah ingin anaknya menjadi, lebih fleksibel, tumbuh dengan
tegas dan berkepribadian kuat (Yusuf, 2013).

c. Pendidikan dan wawasan orang tua


Tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua serta pengalaman sangat
berpengaruh dalam mengasuh anak. Pendidikan akan memberikan dampak
bagi pola pikir dan pandangan orang tua dalam mendidik anaknya. Orang tua
yang memiliki tingkat pendidikan dan wawasan yang tinggi akan
memperhatikan dan merawat anak sesuai dengan usia perkembangannya dan
akan menunjukkan penyesuaian pribadi dan sosial yang lebih baik yang akan
membuat anak memiliki pandangan positif terhdap orang lain dan masyarakat
(Yusuf, 2013).

Penelitian telah menunjukkan bahwa ketika ibu memiliki pengetahuan yang


lebih tinggi terhadap perkembangan anak, mereka menunjukkan tingkat
keterampilan pengasuhan yang lebih tinggi, anak-anak mereka memiliki
kemampuan kognitif yang lebih tinggi dan sedikit masalah perilaku (Yusuf,
2013).

d. Kondisi sosial ekonomi orang tua


Tingkat sosial ekonomi sangat mempengaruhi pola asuh yang dilakukan oleh
suatu masyarakat, rata-rata keluarga dengan sosial ekonomi yang cukup baik
akan memilih pola asuh yang sesuai dengan perkembangan anak. Untuk anak-
anak yang hidup dalam kemiskinan, watak yang terbentuk akan lebih keras
23

karena faktor-faktor lain dalam lingkungan sosial anak di samping orang tua
telah ditemukan memiliki dampak pada perkembangan anak (Yusuf, 2013).

Suatu penelitian tahun 2010 menunjukkan ada pola pengasuhan yang berbeda
antara orang tua berdasarkan status ekonominya. Dalam penelitian ini
ditemukan bahwa orang tua yang telah mendapatkan penghasilan lebih dari
40.000 ribu/bulanan memiliki skor yang lebih tinggi untuk pola asuh permisif
dari orang tua berpenghasilan rendah (Yusuf, 2013).

e. Kondisi psikologi orang tua


Psikologis orang tua juga mempengaruhi cara orang tua dalam mengasuh
anak, orang tua yang rentan terhadap emosi negatif, baik itu depresi, lekas
marah, cenderung berperilaku kurang peka dan lebih keras dari Orang tua
lainnya. Karakteristik kepribadian orang tua juga berperan dalam
mempengaruhi emosi yang mereka alami, kognitif dan atribusi yang
berdampak pada perkembangan kepribadian anak (Yusuf, 2013).

f. Pengasuh pendamping
Orang tua, terutama ibu yang bekerja di luar rumah dan memiliki lebih
banyak waktu di luar rumah, seringkali mempercayakan pengasuhan anak
kepada nenek, tante atau keluarga dekat lain. Bila tidak ada keluarga tersebut
maka biasanya anak dipercayakan pada pembantu (babysitter). Dalam tipe
keluarga seperti ini, anak memperoleh jenis pengasuhan yang kompleks
sehingga pembentukan kepribadian anak tidak sepenuhnya berasal dari pola
asuh orang tua (Yusuf, 2013).

g. Budaya
Sering kali orang tua mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh masyarakat
dalam mengasuh anak. Karena pola-pola tersebut dianggap berhasil dalam
mendidik anak kearah kematangan. Orang tua mengaharapkan kelak anaknya
dapat diterima di masyarakat dengan baik. Oleh karena itu kebudayaan atau
24

kebiasaan masyarakat dalam mengasuh anak juga mempengaruhi setiap orang


tua dalam memberikan pola asuh pada anaknya (Yusuf, 2013).

4. Karakteristik anak berdasarkan jenis pola asuh orang tua


Menurut Yusuf(2013) dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh pola asuh
orang tua terhadap tingkat kooperatif anak usia 3-5 tahun dalam perawatan gigi
dan mulut, mengelompokkan karakteristik anak berdasarkan jenis pola asuh
yang diterapkan oleh orang tua, yaitu:
a. Pola asuh otoriter
Pola asuh otoriter ini dapat mengakibatkan anak menjadi penakut, pencemas,
menarik diri dari pergaulan, kurang adaptif, mudah curiga pada orang lain dan
mudah stress. Selain itu, orang tua seperti ini juga akan membuat anak tidak
percaya diri, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka
melanggar norma, kepribadian lemah dan seringkali menarik diri dari
lingkungan sosialnya, bersikap menunggu dan tak dapat merencakan sesuatu
dengan baik.

b. Pola asuh demokratif


Literatur yang ada telah mendokumentasikan bahwa pola asuh demokratif
secara signifikan terkait dengan hasil perkembangan yang positif antara anak-
anak. Baumrind dari hasil penelitiannya menemukan bahwa teknik-teknik
asuhan orang tua yang demokratif akan menumbuhkan keyakinan dan
kepercayaan diri maupun mendorong tindakan-tindakan mandiri membuat
keputusan sendiri akan berakibat munculnya tingkah laku mandiri yang
bertanggung jawab.

Pola asuh demokratif ini juga dapat membuat anak mudah berinteraksi
dengan teman sebayanya dengan baik, mampu menghadapi stress,
mempunyai minat terhadap hal-hal yang baru, kooperatif dengan orang
dewasa, penurut, patuh, dan berorientasi pada prestasi.
25

c. Pola asuh permisif


Pola asuh permisif ini dapat mengakibatkan anak agresif, tidak patuh pada
orang tua, merasa berkuasa dan kurang mampu mengontrol diri. Karakter
anak dengan pola asuh orang tua demikian menjadikan anak impulsif, manja,
kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri dan kurang matang
secara sosial. Dalam referensi lain disebutkan bahwa anak yang diasuh orang
tuanya dengan metode semacam ini nantinya bisa berkembang menjadi anak
yang kurang perhatian, merasa tidak berarti, rendah diri, nakal, memiliki
kemampuan sosialisasi yang buruk, kontrol diri buruk, salah bergaul, kurang
menghargai orang lain dan agresif.

C. Hubungan pola asuh orang tua dengan perkembangan anak usia prasekolah
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Syamsiyanti pada tahun 2009, dengan
judul hubungan pola asuh orang tua terhadap tumbuh kembang anak usia Prasekolah
di TK Adzkia Padang baru. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
deskriptif analitik dengan desain cross sectional. Sampel pada penelitian ini
berjumlah 80 orang dari TK Adzkia Padang Baru kelas A pada tahun ajaran
2008/2009. Sampel diambil berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuisioner untuk orang tua dan
Uji DDST (Denver Development Screening Test) pada anak. Dan selanjutnya
dianalisa dan diuji dengan menggunakan Uji Chi Square. Dari penelitian didapat
hasil bahwa orang tua mempunyai pola asuh autoritarian (48,75%), orang tua
mempunyai pola asuh autoritative (30%), dan orang tua mempunyai pola asuh
permisif (21,25). Lebih dari setengah tumbuh kembang anak mendapat kategori
lulus (66,55%). Secara statistik dengan uji Chi square terdapat hubungan yang
signifikan antara pola asuh autotarian dengan perkembangan anak.

Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Listriana Fatimah, pada tahun 2012
dengan judul hubungan pola asuh orang tua dengan perkembangan anak di R.A
Darussalam desa Sumber Mulyo, Jogoroto, Jombang. Penelitian menggunakan
26

desain analitik pendekatan cross sectional. Dilaksanakan bulan Januari-April 2012.


Sampel penelitian sebagian orang tua anak di RA Darussalam, sebanyak 44
responden dengan teknik sample random sampling. Alisa data menggunakan rumus
Kendali’s Tau. Hasil penelitian menyebutkan setengahnya pola asuh orang tua baik
yaitu 22 responden (50 %), dan sebagian besar perkembangan anak normal yaitu 32
responden (72,7 %). Hasil analisa data dengan rumus kendall’s tau didapatkan hasil
0,002 lebih besar dari nilai signifikan 0,05, sehingga disimpulkan ada hubungan
pola asuh orang tua dengan perkembangan anak.

Penelitian berikutnya yang yang dilakukan oleh Siti Dewi Rahmayanti dan
Septiarini Pujiastuti, dengan judul hubungan pola asuh dengan perkembangan anak
usia prasekolah di TK Kartika X-9 Cimahi 2012. Penelitian ini menggunakan
metode penelitian deskriptif korelasi dengan rancangan Cross Sectional.
Pengambilan sampel menggunakan teknik sampling jenuh. Sampel dalam penelitian
ini sebanyak 37 responden. Pengumpulan data menggunakan kuesioner untuk orang
tua dan formulir KPSP untuk anak usia 60-72 bulan. Analisa data terdiri dari analisa
univariat (distribusi frekuensi) dan analisa bivariat (uji korelasi dengan α < 0,05).
Hasil analisis univariat mengenai pola asuh orang tua sebagian besar orang tua
(70,3%) menggunakan pola asuh demokratis. Hasil analisis univariat mengenai
perkembangan anak diperoleh sebagian besar anak (70,3%) perkembangannya
sesuai dengan tahap perkembangannya. Dari hasil uji statistik diperoleh adanya
hubungan antara pola asuh orang tua dengan perkembangan anak usia pra sekolah
dengan nilai p value = 0,013.
27

D. Kerangka Konsep
Skema 2.1
Kerangka Konsep Penelitian

Variabel independen Variabel dependen


Perkembangan anak
Pola asuh orang tua
usia prasekolah

Variabel confounding

1. Hereditas
2. Lingkungan
3. Pelayanan kesehatan
4. Nutrisi

Keterangan:
Diteliti
Tidak diteliti

E. Hipotesa
Ha : Ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan
perkembangan anak usia prasekolah di play group kecamatan Alasa
kabupaten Nias Utara tahun 2014.

Вам также может понравиться