Вы находитесь на странице: 1из 38

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pasal 46-47

menyebutkan bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-

tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan

menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan

masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan

pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diselenggarakan

secara terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan. Dalam pasal 93 ayat (1)

undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan disebutkan bahwa

pelaksanaan kesehatan gigi dan mulut dilakukan untuk memelihara dan

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk peningkatan

kesehatan gigi, pencegahan penyakit gigi. Pengobatan penyakit gigi dan

pemulihan kesehatan yang dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan

(Lembaran Negara RI, 2012).

Kehamilan merupakan suatu proses fisiologis yang menimbulkan

perubahan pada tubuh wanita baik fisik maupun psikis. Pada masa kehamilan

perlu dipersiapkan dengan baik, kesehatan ibu harus baik dan tidak mengalami

kelainan (Hartati et all, 2011). Selain pola makan yang seimbang juga

diperlukan pemeriksaan kesehatan ibu secara menyeluruh termasuk

pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut (Astuti, 2011). Wanita hamil adalah

kelompok yang rentan terhadap masalah kesehatan gigi dan mulut, namun

kebutuhan akan kesehatan gigi pada ibu hamil tidak didukung oleh kesadaran

masyarakat terhadap kesehatan gigi, berdasarkan Riskesdas (2007) 23,4%

1
2

penduduk Indonesia menderita penyakit gigi dan mulut, dan salah satunya

adalah penyakit periodontal sebesar 70%.

Pada wanita hamil, secara klinis terdapat perubahan pada gingivanya,

beberapa studi menyatakan bahwa efek perubahan hormon akan mempengaruhi

kesehatan gigi dan mulut wanita hamil, didapatkan 25-100% yang mengalami

gingivitis, dan 10% mengalami granuloma pyogenic. Gingivitis kehamilan

terlihat sejak trimester ke dua kehamilan dan mencapai puncaknya pada bulan

ke delapan (Pirie et all, 2007). Eley dan Manson (2004) mengatakan bahwa

faktor penyebab gingivitis antara lain, plak, status kebersihan gigi dan mulut,

susunan gigi yang tidak teratur, karies gigi, pemakaian kawat ortodonsi,

kebiasaan bernafas lewat mulut, dan merokok. menyatakan kebersihan mulut

yang jelek dapat mengakibatkan terjadinya berbagai penyakit infeksi pada

jaringan periodonsium dan merupakan infeksi lokal yang dapat menyebar

secara sistemik dan dapat berpengaruh terhadap keadaan kelainan sistemik

sehingga mengakibatkan kejadian bayi lahir dengan berat badan kurang.

(Santoso et all, 2009).

Beberapa studi menyatakan bahwa efek perubahan hormonal akan

mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut wanita hamil, 27-100% wanita hamil

mengalami gingivitis dan 10% mengalami granuloma piogenik. Lesi mukosa

oral lebih sering terjadi pada wanita hamil daripada wanita yang tidak hamil.

Penelitian yang dilakukan Apriasari dan Hasbullah. di poli kebidanan RSUD

Banjarbaru tahun 2012, melaporkan wanita hamil dengan gingivitis gravidarum

30,2 % dan epulis gravidarum 7,5 % dari 53 wanita hamil. Pada penelitian

Wirawan pada tahun 2012 di RSUD Banjarbaru, dilaporkan prevalensi


3

gingivitis pada wanita hamil sebesar 40,5% dari total 42 wanita hamil. Hal ini

disebabkan karena perubahan hormonal dan vaskular yang menyertai dengan

kehamilan akan memperberat respon gingiva terhadap plak bakteri.

Pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut akan mengurangi insidensi gingivitis

selama kehamilan. Menurut Santoso et all, (2009) yang dilakukan penelitian

penyakit periodontal seperti gingivitis yang tidak dirawat pada wanita hamil

merupakan salah satu faktor resiko bayi berat badan lahir rendah.

Rikesdas (2013) menyatakan bahwa prevalensi nasional masalah gigi dan

mulut adalah 25,9% sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi

dan mulut diatas angka nasional. Masalah kesehatan gigi dan mulut yang

banyak diderita masyarakat indonesia adalah karies gigi dan penyakit

periodontal. Hasil rikesdes didapatkan prevalensi karies nasional (DMF-T)

sebesar 4,6 kelompok umur tahun 12-14 tahun sebesar 1,4% dan kasus

gingivitis sebanyak 96,58%.

Data dari Puskesmas Rowosari Kota Semarang pada tahun 2014 adalah

jumlah ibu hamil tercatat sejumlah 89 orang dengan ibu hamil yang mengalami

masalah kesehatan gigi dan mulut dengan gingivtas sejumlah 28 orang,

sedengkan pada tahun 2015 jumlah ibu hamil tercatat kembali menurun 68

orang dengan ibu hamil yang megalami masalah kesehatan gigi dan mulut

dengan gingivtas sejumlah 16 orang. dan pada tahun 2016 kembali meningkat

jumlah ibu hamil tercatat 72 orang, dengan ibu hamil yang mengalami masalah

kesehatan gigi dan mulut dengan gingivitis sejumlah 20 orang (Profil

Puskesmas Rowosari Kota Semarang, 2017).


4

Dalam penelitian ini peneliti menfokuskan penelitian pada kesehatan gigi

dan mulut dengan gingivitis pada ibu hamil. Dimana studi pendahuluan

peneliti mengambil data ibu hamil di Puskesmas Rowosari Kota Semarang

yang dilakukan pada 27 November 2017 dengan mewawancarai beberapa

pasien ibu hamil, mereka menyatakan bahwa merasa sakit gigi atau gusinya

yang sakit, tapi mereka menganggap bahwa itu tidak hanya sakit gigi biasa dan

mereka tidak mengetahui akan mempengaruhi kehamilannya. selain itu

ternyata ibu hamil seringkali tidak ingin memeriksakan kesehatan gigi jika

tidak mengeluh sakit gigi. Wawancara dengan pihak Puskesmas Kota

Semarang sampai saat ini banyak ibu hamil tidak mau memeriksakan kesehatan

gigi dan mulut dengan Gingivitis. hal ini disebabkan karena kurangnya

pengetahuan akan pentingnya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut dapat

menyebabkan penyakit berbahaya bagi organ dalam manusia, jantung, serta

organ-organ vital lainnya. Faktanya kesehatan gigi dan mulut mempengaruhi

kualitas hidup seseorang, seperti diketahui bahwa sakit gigi bisa mempengaruhi

produktifitas kerja dan belajar serta dapat menganggu aktivitas sehari-hari

belum juga ditambah lagi keluhan lain yang ditimbulkan akibat sakit gigi.

Pada perempuan gingivitis dapat menjadi lebih parah apabila perempuan

tersebut dalam keadaan hamil atau disebut Pregnancy Gingivitis atau radang

gusi selama kehamilan. Istilah gingivitis kehamilan di buat untuk

menggambarkan keadaan klinis peradangan gingiva yang terjadi pada

kebanyakan ibu hamil. Perubahan gingival biasanya mulai terlihat pada

kehamilan trimester 1, dan akan mencapai puncaknya pada trimester 3. Hal ini

disebabkan karena adanya peningkatan hormon estrogen dan progesteron


5

selama periode kehamilan, serta adanya vaskularisasi yang menyebabkan

respon berlebih terhadap factor iritasi (Hasibuan, 2007). Hal ini sejalan dengan

hasil penelitian Nila Ayu Lestari (2014) dengan judul Pengaruh Pengetahuan

Tentang Gingivitis Terhadap Skor Gingival Index Pada Ibu Hamil Trimester I,

II, III di Puskesmas Bumiayu Brebes. Hasil penelitian menunjukkan Tingkat

pengetahuan tentang gingivitis ibu hamil trimester I, II, III kriteria sedang .skor

gingival index ibu hamil trimester I baik, sedangkan ibu hamil trimester II dan

III memiliki skor gingival index sedang. Senada dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Zerlinda (2004) menyatakan bahwa gingivitis pada saat ibu

hamil itu cukup tinggi yaitu sekitar 40-80%. Faktor penyebab gingivitis pada

masa kehamilan adalah kurangnya kebersihan gigi dan mulut dan jaringan

sekitarnya, terutama pada trimester pertama yang berkaitan dengan emesis,

hyperemesis, gravidarium, rasa malas dan kurangnya perhatian untuk

membrsihkan gigi dan mulut setelah makan dan terjadinya pembentukan plak

yang dapat terjadi pada waktu yang lebih cepat. Adanya kejadian gingivitis

juga dapat disebabkan karena rendahnya status ekonomi, faktor lingkungan

dan rendahnya status pendidikan menyebabkan ibu hamil kurang menyadari

pentingnya menjaga kesehatan khususnya kesehatan gigi dan mulut.

Berdasarkan hasil wawancara dengan 4 orang pasien ibu hamil yang

datang berobat di puskesmas bahwa mereka tidak mengetahui pengaruh

kesehatan gigi dan mulut dengan gingivitis akan mempengaruhi kehamilan

mereka. Hal ini disebabkan kurangnya penyuluhan kesehatan yang diberikan

oleh pihak pukesmas. Sejalan dengan hasil analisis data menunjukkan bahwa

responden dengan kebersihan mulut kurang, mempunyai risiko 2,55 kali


6

melahirkan bayi BBLR kurang bulan dibandingkan dengan responden dengan

kebersihan mulut baik. Pada penelitian terhadap 320 wanita hamil di Iran tahun

2008 didapatkan hanya 5,6% sampel yang memiliki tingkat pengetahuan yang

tinggi, 30% sampel yang bersikap baik terhadap kesehatan dan 34,4% sampel

yang memiliki perilaku kesehatan yang baik. Hasil penelitian Diana di

Indonesia tahun 2009 menyebutkan bahwa hanya sedikit (38%) wanita hamil

yang mengetahui hubungan antara kehamilan dengan kesehatan gigi dan mulut.

Selebihnya (43%) wanita hamil menjawab tidak ada hubungan antara

kehamilan. dengan kesehatan gigi dan mulut. Seluruh wanita hamil pada

penelitian ini, semuanya tidak ada yang mengubah cara membersihkan dan

memelihara kesehatan gigi dan mulut. Hasil penelitian tersebut menunjukkan

bahwa kurangnya pengetahuan dan perilaku wanita hamil terhadap

pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut. Kurangnya pemeliharaan kesehatan

gigi dan mulut akan menyebabkan terjadinya penyakit gigi dan mulut.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis berkeinginan untuk mengadakan

suatu penelitian yang dituangkan dalam skripsi yang berjudul “Hubungan

Pengetahuan Tentang Kesehatan Gigi dan Mulut Dengan Gingivitis Pada Ibu

Hamil di Puskesmas Rowosari Kota Semarang”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan

masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah pengetahuan berhubungan secara signifikan terhadap kesehatan gigi

dan mulut pada ibu hamil di Puskesmas Rowosari Kota Semarang?


7

2. Apakah pengetahuan berhubungan secara signifikan terhadap gingivitas

pada ibu hamil di Puskesmas Rowosari Kota Semarang?

3. Apakah pengetahuan berhubungan secara signifikan terhadap kesehatan gigi

dan mulut dengan gingivitas pada ibu hamil di Puskesmas Rowosari Kota

Semarang?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan Pengetahuan Tentang Kesehatan Gigi

dan Mulut Dengan Gingivitis Pada Ibu Hamil di Puskesmas Rowosari Kota

Semarang.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan kesehatan gigi

dan mulut pada ibu hamil di Puskesmas Rowosari Kota Semarang.

b. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan gingivitis pada

ibu hamil di Puskesmas Rowosari Kota Semarang.

c. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan kesehatan gigi

dan mulut dengan gingivitis pada ibu hamil di Puskesmas Rowosari

Kota Semarang.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan

manfaat perkembangan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan gigi dan

mulut yang berkaitan dengan hubungan pengetahuan tentang kesehatan gigi


8

dan mulut dengan gingivitis pada ibu hamil di Puskesmas Rowosari Kota

Semarang.

2. Manfaat praktis

a. Bagi akademik

Menambah pustakaan tentang hubungan pengetahuan tentang

kesehatan gigi dan mulut degan gingivitis pada ibu hamil di Puskesmas

Rowosari Kota Semarang.

b. Bagi peneliti

Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan

penelitian tentang hubungan pengetahuan tentang kesehatan gigi dan

mulut dengan gingivitis pada ibu hamil di Puskesmas Rowosari Kota

Semarang.

c. Bagi masyarakat

Menambah pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut dengan

gingivitis pada ibu hamil di Puskesmas Rowosari Kota Semarang.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori - Teori

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu“ dan ini terjadi setelah

orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terhadap objek terjadi melalui panca indra manusia yakni

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada

waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat

dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap objek. Sebagian

besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Wawan,

2010).

Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal.

Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana

diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan

semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan

berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah

pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak

diperoleh dari pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu

objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua

aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek

positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin

positif terhadap objek tertentu (Wawan, 2010).

11
12

a. Tingkatan Pengetahuan

Salah satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan oleh

pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri.Pengetahuan

seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang

berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan

(Notoatmodjo, 2010), yaitu:

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah

ada sebelumnya setalah mengamati sesuatu.

2) Memahami (Comperehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut,

tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat

menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui

tersebut.

3) Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan orang yang telah memahami objek yang dimaksud

dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui

tersebut pada situasi yang lain.

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan atau

memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-

komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang

diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang sudah sampai pada

tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat


13

membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram

(bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.

5) Sintesis (Sintesis)

Sintesis menunjukan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum

atau meletakan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-

komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis

adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang telah ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini

dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan

sendiri atau norma-norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat.

b. Cara Memperoleh Pengetahuan

1) Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan

Cara coba salah (trial and error)

Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan mungkin

sebelum adanya peradaban. Cara coba salah ini dilakukan dengan

menggunanakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan

apabila kemungkinan itu tidak berhasil maka di coba kemungkinan

yang lain sampai masalah tersebut dapat dipecahkan.

2) Cara kekuasaan atau otoritas

Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin-pemimpin

masyarakat baik formal atau informal, ahli agama, pemegang


14

pemerintah, dan berbagai prinsip orang lain yang menerima

mempunyai yang di kemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas,

tanpa menguji terlebih dahulu atau membuktikan kebenarannya baik

berdasarkan fakta empiris maupun penalaran sendiri.

3) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh

pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang

pernah diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi di

masa lalu.

4) Cara moderen memperoleh pengetahuan

Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih populer disebut

metodologi penelitian. Cara ini mula-mula dikembanagkan oleh

Francis Bacon (1561-1626), kemudian dikembanagkan oleh Deobold

Van Daven. Akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan penelitian

yang dewasa ini kita kenal dengan penelitian ilmiah.

Menurut Rongers yang dikutip oleh Notoadmodjo (2003), perilaku

adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia baik yang dapat diamati

langsung maupun tidak dapat di amati oleh pihak luar. Sedangkan sebelum

mengadopsi perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang

berurutan, yakni :

1) Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

2) Interst (merasa tertarik) dimana individu mulai menaruh perhatian dan

tertarik pada stimulus.


15

3) Evaluation (menimbang-nimbang) individu akan mempertimbangkan

baik buruknya tindakan terhadap stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini

berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4) Trial, dimana individu mulai mencoba perilaku baru.

5) Adaption, dan sikapnya terhadap stimulus

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

a) Faktor internal

1) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang di berikan seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju ke arah cita-cita tertentu yang

menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk

mencapai keselamatan dan kebahagian. Pendidikan diperlukan untuk

mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan

sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB Mantra

yang di kutip Notoatdmojo (2003), pendidikan dapat mempengaruhi

seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama

dalam memotivasi untuk sikap berperan serta daalam pembangunan

(Nursalam, 2003) pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang

makin mudah menerima informasi.

2) Pekerjaan

Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003), pekerjaan

adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang

kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukan lah sumber

kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang


16

membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja

umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-

ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.

3) Umur

Meurut Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah umur

individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun.

Sedangkan menurut Huclok (1998) semakain cukup umur, tingkat

kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir

dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih

dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal

ini akan sebagai dari pengalaman dan kematangan jiwa.

b) Fantor external

1) Faktor lingkungan

Menurut Ann. Mariner yang dikutip dari Nursalam (2013) lingkungan

merupakan seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan

pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku

orang atau kelompok.

2) Sosial budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi

dari sikap dalam menerima informasi.

2. Kesehatan Gigi dan Mulut

a. definisi kesehatan gigi dan mulut

Kesehatan gigi dan mulut adalah bagian integral dari kesehatan

umum, sehingga perlu bagi kesehatan gigi untuk senantiasa


17

meningkatkan kemampuan sesuai dengan perkembangan kesehatan pada

umumnya. Penyebab timbulnya masalah kesehatan gigi dan mulut pada

masyarakat salah satunya adalah faktor perilaku atau sikap mengabaikan

gigi dan mulut Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari

kesehatan pada umumya karena dari terabaikannya kesehatan gigi dan

mulut akan dapat menimbulkan gangguan fungsi organ-organ tubuh

lainnya. Gigi dan mulut merupakan masalah universal di dunia dan

begitu pula dengan di Indonesia (Notoadmodjo, 2004).

Berdasarkan survey sosial ekonomi tahun 1998 menunjukkan

bahwa 62,4 % penduduk merasa terganggu pekerjaan atau sekolah karena

sakit gigi, selama 3,86 hari. Kondisi ini menunjukkan bahwa penyakit

gigi walaupun tidak menimbulkan kematian tetapi dapat menurunkan

produktivitas kerja. Penyakit gigi yang banyak diderita yaitu karies dan

penyakit periodontal,keadaan ini sebenarnya mudah dicegah yaitu

dengan menanamkan kebiasaan atau perilaku pemeliharaan kesehatan

gigi yang baik sejak usia dini (Depkes RI, 2004).

Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (2007), sekitar 72,1%

penduduk Indonesia mengalami gigi berlubang. Meski demikian, yang

memiliki motivasi untuk menambal gigi berlubang hanya sekitar 1,6%

dan ada sekitar 46% penderita yang belum tertangani.Dengan kata lain,

angka ini memperlihatkan masih rendahnya tingkat kesadaran

masyarakat untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut. Faktanya,

kesehatan gigi dan mulut mempengaruhi kualitas hidup seseorang.

Seperti diketahui bahwa sakit gigi bisa mempengaruhi produktivitas kerja


18

dan belajar, serta dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Belum lagi

ditambah dengan keluhan lain yang ditimbulkan akibat sakit gigi, seperti

sulit makan, sulit tidur, sulit bicara dan masih banyak lagi (Erwana,

2013).

2. Gigi dan Mulut

Mulut terdiri dari beberapa bagian yaitu bibir atas dan bawah, gusi,

lidah, pipi bagian dalam, langit-langit ini terbagi dua, di depan keras

karena ada tulangnya dan di belakang lunak karena tidak bertulang, dan

gigi. (Ircham, 1984).

Gigi merupakan suatu elemen putih kecil yang ada di dalam mulut

manusia dan menjadi salah satu organ yang sangat penting dalam proses

pencernaan dalam tubuh. Gigi terdiri dari dua macam jaringan, ada

jaringan keras diluarnya yaitu email dan dentin dan ada jaringan lunak di

dalamnya yaitu pulpa. Email merupakan jaringan keras pelindung gigi

yang menutupi seluruh permukaan mahkota gigi. Jaringan yang berwarna

putih ini merupakan jaringan yang paling keras di dalam tubuh kita,

bahkan lebih keras dibanding tulang. Email tidak mempunyai

kemampuan untuk tumbuh kembali, jadi sekali rusak maka email tidak

akan bisa kembali seperti semula (Ardyan, 2010).

Berbeda dengan email, dentin yang berwarna kuning dan lebih

lunak dibanding email ini memiliki kemampuan untuk tumbuh. Namun

pertumbuhannya bukan mengarah ke luar permukaan gigi melainkan

kerah pulpa di dalamnya sehingga ukuran gigi tidak mungkin bertambah

besar karena pertumbuhan dentin ini. Pertumbuhan ini akan terus


19

berlangsung spanjang hidup kita. Semakin bertambah usia maka ruangan

pulpa di dadalam gigi akan semakin menyempit karena dentin yang terus

menebal ke dalam (Ramadhan, 2010).

Di dalam dentin terdapat saluran-saluran mikroskopis yang disebut

tubulus dentin. Tubulus dentin ini berisi cairan yang berjalan dari

permukaan rongga pulpa ke arah email dan sementum. Gigi yang

berlubang mengakibatkan permukaan dentin dan tubulusnya ini terbuka.

Apabila tubulus dentin yang terbuka ini diberikan rangsangan seperti

dingin, panas, makanan manis dan asam, ataupun sentuhan, maka hal ini

akan mengakibatkan terjadinya pergeraakan cairan di dalam tubulus yang

akan merangsang saraf di dalam pulpa. Hal inilah yang menyebabkan

gigi berlubang terasa ngilu apabila kita makan yang dingin, panas, manis

ataupun asam serta pabila lubang gigi tersebut kemasukan makanan.

(Ramadhan, 2010).

Bagian paling dalam dari gigi di sebut pulpa. Bagian gigi yang ini

mempunyai peran yang penting dalam pertumbuhan dentin. Pulpa

merupakan jaringan lunak yang di dalamnya terdapat jaringan ikat, limfe,

saraf, dan pembuluh darah. Limfe, saraf dan pembuluh darah masuk ke

dalam gigi melalui lubang kecil yang berada di ujung akar gigi yang di

sebut foramen apikal. Pembuluh darah berperan dalam memberikan

nutrisi kepada gigi sehingga gigi tetap sehat dan kuat, sedangkan saraf

berperan dalam mengantarkan rangsang dari luar gigi ke otak sehingga

kita bisa tahu kalau ada kerusakan di gigi kita (Ramadhan, 2010).
20

Apabila jaringan pulpa mati karena infeksi dari bakteri yang masuk

melalui lubang gigi, maka pembuluh darah tidak bisa lagi memberikan

nutrisi kepada gigi dan gigi pun menjadi rapuh dan mudah hancur. Kita

juga tidak akan merasakan linu pada gigi karena sarafnya juga sudah

mati.Ruangan berisi pulpa yang ada di mahkota gigi disebut kamar pulpa,

sedangkan ruangan pulpa yang terdapat dibagian akar gigi disebut

saluran akar. Apabila pulpa terinfeksi, maka seluruh jaringan pulpa harus

dibuang agar infeksi tidak menyebar dan kedua ruangan pulpa yang

kososng ini nantinya akan diisi oleh dokter gigi dengan suatu bahan

pengisi dan obat-obatan (Ardyan, 2010).

3. Gingivitis

a. Definisi gingivitis

Gingivitis adalah gusi yang terkena radang/terinfeksi oleh kuman.

Gingiva berarti gusi, sedangkan itis berarti radang , gingivitis umumnya

ditandai dengan penumpukan plak disepanajang tepi gusi, gusi terasa

sakit, lunak dan bengkak, selain itu sering terjadi pendarahan pada waktu

menyikat gigi (Machfoedz, 2008).

Gingivitis secara sederhana didefinisikan sebagai inflamasi

gingiva. Definisi lain menyebutkan bahwa ginggivitis adalah radang pada

gingival dimana epthelium jungsional masih utuh melekat pada gigi pada

kondisi awal sehingga pelekatannya belum mengalami perubahan (Putri

dkk, 2015).

Macam-macam gingivitis berdasarkan prenyebabya menurut

Machfoedz (2008) gingivitis terdiri dari 5 macam, yaitu:


21

1) Gingivitis marginalis adalah peradangan gingiva pada bagian marginal

yang merupakan stadium awal dari penyakit periodontal.

2) Gingivitis pubertas adalah gingivitis yang sering terjadi pada anak-

anak usia pubertas, yang ditandai dengan gejala gingiva mengalami

perubahan warna menjadi merah sampai kebiru-biruan, konsistensi

gingiva berubah menjadi lunak atau oedematous, licin, berkilat dan

permukaan gingiva, terutama papila interdental yang terlibat terlihat

licin dan berkilat.

3) Gingivitis pregnancy adalah gingivitis yang sering terjadi pada ibu

hamil biasanya ditandai dengan gejala gingiva mudah berdarah, baik

karena iritasi mekanis maupun secara spontan gingiva biasanya

mengalami perubahan warna menjadi merah terang kebiru-biruan dan

konsistensi gingiva bebas dan gingiva interdental adalah lunak dan

getas (mudah tercabik).

4) Scorbutic gingivitis adalah merupakan gingivitis yang terjadi karena

defisiensi vitamin C, ditandai adanya hiperplasi atau ulserasi dan

berwarna merah terang atau merah menyalah.

5) ANUG (Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis) merupakan satu-

satunya gingivitis yang akut, terjadi sangat mendadak dan cepat

meluas, biasanya terjadi pada masa pergantian gigi dimana anak

memiliki oral hygiene buruk. Nama lain dari ANUG adalah

Vincent’s Gingivitis atau Trench mouth.


22

b. Patofisiologi gingivitis

Penyebab utama dari gingvitisi adalah plak, debris dan karang gigi.

Plak terdiri dari kumpulan bakteri yang komposisinya selalu berubah

sesuai dengan umur plak yang melekat pada gigi dan jaringan gusi.

Berbagai bakteri berkumpul dan lama kelamaan akan menimbulkan

radang gusi, timbunan plak yang berada pada permukaan gigi

dikarenakan oleh pengaruh mineral dari saliva yang dapat membentuk

karang gigi, secara tidak langsung juga dianggap sebagai penyebab

gingivitis (Anthonie, 2013).

Karang gigi juga menyebabkan terjadinya gingivitis. Karang gigi

disebabkan karena akumulasi debris dan saliva dalam waktu yang lama.

Karang gigi melekat pada gingiva dan masuk kedalam poket gingiva,

sehingga menyebabkan terjadinya iritasi pada gingiva dan terjadilah

gingivitis. Semakin buruk indeks skor karang gigi dan debris, maka

semakin tinggi resiko terkena gingivitis (Putri dkk, 2015).

c. Faktor internal penyebab terjadinya gingivitis

Menurut teori Lawrence Green dalam Anggriyani dan Trisnawati

(2011), mengemukakan bahwa perilaku individu mempunyai pengaruh

positif terhadap perilaku kesehatan, yang dipengaruhi oleh 3 faktor utama

yaitu:

1) Faktor host (penjamu)

Faktor penjamu adalah gigi, susunan gigi yang berjejal (crowding)dan

saling tumpang tindih (overlapping) maka pengaruh kebersihan gigi

dan mulut karena daerah tersebut susuah dibersihkan.


23

2) Faktor agent (penyebab)

a) Mikrooganisme didalam mulut yaitu streptococcus lactobacillus

dan lain-lain yang menmpel pada gigi bersama plak atau debris.

b) Debris adalah lapisan lunak pada permukaan gigi yang terdiri dari

bakteri dan sisa-sisa makanan.

c) Karang gigi adalah endapan lunank yang melekat permukaan gigi.

d) Envirotment (lingkungan)

Saliva dan kondisi oral hygiene adalah lingkungan didalam rongga

mulut. Mulut merupakan pintu masuk kedalam tubuh manusian.

Beraneka maknan dan minuman masuk kedalam tubuh manusia

melalui mulut. Proses pelumatan makanan oleh gigi dibantu saliva.

Saliva memegang peran penting dalam proses pencernanan. Fungsi

saliva adalah sebagai pelicin, pelindung, buffer (kemampuan saliva

mempertahankan pH saliva konstan),pembersih, anti pelarut, dan

anti bakteri.

d. Faktor eksternal penyebab terjadinya gingivitis

Menurut teori Lawrence Green dalam Anggriyani dan Trisnawati

(2011), mengemukakan bahwa perilaku individu mempunyai pengaruh

positif terhadap perilaku kesehatan, yang dipengaruhi oleh 3 faktor utama

yaitu:

1) Faktor prediposisi/pemudah (predisposing factors)

Faktor ini mencangkup jenis kelamin, pengetahuan dan sikap

masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, keadaan

individu dan unsur-unsur lain yang ada dalam individu tersebut atau
24

masyarakat. Faktor predisposisi merupakan faktor positif yang

mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor

pemudah.

2) Faktor pendukung (enabling factors)

Faktor ini mencsngkup ketersediaan sarana dan prasarana

kesehatan bagi masyarakat, seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik,

posyandu,polides, dan sebagainya. Fasilitas ini pada hakikatnya

mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan

3) Faktor penguat (reinforcing factors)

Sebagai faktor penguat untuk berprilaku, faktor ini mencangkup

dukungan kluarga, tokoh masyrakat, tokoh agama, pengaruh/peran

teman, orang tua, sekolah, masyrakat dan sebagainya. Selain itu faktor

penguat ini juga meliputi faktor sikap dan perilaku serta dukungan

petugas kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-

kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan

dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh dari

masyarakat, tokoh agama dan para petugas kesehatan.

e. Gingivitis kehamilan (gingivitis preggency)

Gingivitis adalah gusi yang terkena radang/terinfeksi oleh kuman.

Gingiva berarti gusi,sedangkan itis berarti radang. Gingivitis merupakan

tahap paling awal dari penyakit periodontal atau jaringan penyangga gigi.

Biasanya kondisi ini diketahui dari gusi yang terlihat berwarna merah,

membengkak, dan gampang berdarah pada saat menyikat gigi atau

flossing (Machfoedz, 2008).


25

Sebagian ibu hamil menunjukan perubahan pada gusi selama

kehamilan akibat kurangnya kesadaran menjaga kebersihan gigi dan

mulut. Gusi terlihat lebih merah dan mudah berdarah ketika menyikat

gigi, penyakit ini disebut gingivitis kehamilan, biasanya mulai terlihat

sejak bulan kedua dan memuncak sekitar bulan kedelapan.

Gingivitis kehamilan paling sering terlihat di gusibagian

depanmulut. Penyebabnya adalah meningkatnya hormon sex wanita dan

vaskularisasi gingivalsehingga memberika respon yang berlebih terhadap

faktor iritasi lokal. Faktor iritasi lokal dapat berupa rangsangan lunak,

yaitu plak bakteri dan sisa-sisa makanan, maupun berupa rangsangan

keras seperti kalkulus, tetapi restorasi yang tidak baik, gigi palsu dan

permukaan akar yang kasar. Hal ini menunjukan bahwa kehamilan

bukanlah menjadi penyebab langsung dari gingivitis kehamilan, tetapi

juga tergantung pada tingkat kebersihan mulut pasien (Kemenkes, 2012).

Selama kehamilan, tingkat progesteron pada ibu hamil bisa 10 kali

lebih tinggi dari biasanya. Hal ini dapat meningkatkan pertumbuhan

bakteri tertentu yang menyebabkan peradangan gusi juga perubahan

kekebalan tubuh selama kehamilan yang menyebabkan reaksi tubuh yang

berbeda dalam menghadapi bakteri penyebab radang gusi ( Kemenkes,

2012).

f. Faktor penyebab gingivitis pada masa kehamilan

1) Faktor primer

Iritasi lokal seperti plak merupakan penyebab primer gingivitis

masa kehamilan sama halnya sepertti ibu yang tidak hamil, tetapi
26

hormonal yang menyertai kehamilan dapat memperberat reaksi

peradangan pada gusi pada iritasi lokal. Iritasi lokal tersebut adalah

kalkulus/plak yang telah mengalami pengapuran, sis-sisa makanan,

tambalan yang kurang baik,gigi tiruan yang kurang baik.

Saat kehamilan terjadi, perubahan dalam pemeliharaan

kebersihan gigi dan mulut bisa disebabakan oleh timbulnya perasaan

mual, muntah, perasaan takut ketika menggosok gigi karena timbul

perdarahan gusi, atau ibu terlalu lelah dengan kehamilannya sehingga

malas menggosok gigi. Keedaan ini dengan sendirinya akan

menambah penumpukan plak memperburuk keadaan ( Hermawan,

2010)

2) Faktor sekunder

Kehamilan merupakan kondisi fisiologis yang menyebabkan

perubahan keseimbangan hormonal, terutama perubahan horman

estrogen dan progesteron. Peningkatan konsentrasi hormon estrogen

dan progesteron pada masa kehamilan mempunyai efek bervariasi

pada jaringan, diantaranya pelebaran pembuluh darah yang

mengakibatkan bertambahnya aliran darah sehingga gusi lebih merah,

bengkak, dan mudah mengalami perdarahan. Ibu hamil harus

mengecek blood pressure, akan tetapi jika kebersihan mulut

terpelihara dengan baik selama kehamilan perubahan mencolok pada

jaringan gusi jarang terjadi (Hermawan, 2010).


27

4. Kehamilan

a. Definisi kehamilan

Kehamilan adalah suatu proses yang melibatkan perubahan

anatomi dan hormonal. Banyak ibu hamil yang beranggapan bahwa

kehamilan tidak berhubungan dengan keadaan rongga mulut. Ternyanta

kebersihan rongga mulut yang tidak diperhatikan selama periode

kehamilan dapat mengakibatkan kelainan-kelainan di rongga mulut

diakibatkan oleh ketidaksinambungan horman seks wanita dan adanya

faktor-faktor iritasi lokal dan rongga mulut selama periode kehamilan

(Terpak, C, 2008).

Kehamilan adalah kejadian yang membahagiakan dalam budaya

yang memberi nilai terhadap anak. Ada budaya yang menganggap bahwa

kehamilan adalah kejadian ilmiah (Ni Nengah, 2006). Selama kehamilan,

pada umumnya sering terjadi perubahan fisiologis, seperti rasa mual

sehingga mengakibatkan karies gigi dan penyakit periodontal. Ibu hamil

umumnya akan mengalami refleks muntah kerena perubahan sitem

gastrointestinal akibat peubahan hormonal dan perubahan pembesaran

uterus karena ibu hamil akan mengalami perubahan hormonal dan

fisiologis selama kehamilan maka dari itu ibu hamil harus mempunyai

sikap waspada atas perubahan-perubahan yang terjadi selama

keahamialan (Al-Attas, 2007).

Kebersihan mulut mempunyai peran penting di bidang kesehatan

gigi, karena kebersihan mulut yang buruk dapat mengakibatkan

timbulnya berbagai penyakit baik lokal maupun sistemik. Secara klinis


28

tingkat kebersihan mulut dinilai dengan criteria Oral Hygiene Index

Simplifled (OHI-S) dari Greene dan Vermilion. Criteria ini dinilai

berdasarkn keadaan endapan lunak atau debris dan karang gigi atau

kalkulus. Parameter tersebut dipengaruhi oleh pola makan dan kebiasaan

menggosok gigi secara benar dan teratur, serta faktor lain seperti

malposisi dan maloklusi gigi, komposis dan sekresi (Santoso, 2009).

Perawatan kesehatan gigi selama kehamilan merupakan bagian

penting dari perawatan kesehatan secara keseluruhan. Setiap tenaga

kesehatan dapat memainkan peranan penting dalam mendorong calon ibu

untuk memeriksakan kondis gigi dan mulut ke fasilitas pelanyanan

kesehatan gigi. Selain itu juga meningkatkan kesadaran calon ibu tentang

pentingnya kesehatan gigi dan mulut dan meluruskan kesalah pahaman

seperti kenyakinan bahwa kehilangan gigi dan pendarahan di mulut

adalah “normal” selama kehamilan. Demikian juga nyeri selama

perawatan gigi tidak dapat dihindari dan menunda pengobatan sampai

setelah kehamilan lebih aman untuk ibu dan janin (Kementrian

Kesehatan RI, 2012).

b. Kelainan gigi dan mulut ibu hamil

1) Peradangan atau pembengkakan khusus

Pada masa kehamilan sering terjadi gangguan keseimbangan

hormonal yang menyebabkan pembengkakakn pada gusi. Bila

kebersihan gigi dan mulut ibu hamil kurang terpelihara dengan baik

akan timbul peradangan gusi yang parah, gusi mudah berdarah dan

gangguan fungsi pengunyahan.


29

2) Kerusakan gigi atau gigi berlubang

Keengganan untuk memelihara kebersihan gigi dan mulut dapat

menimbulkan kerusakan gigi/gigi berlubang, untuk menghilangkan

rasa mual ibu hamil biasanya menghisap permen atau buah-buahan

yang asam, juga akan mempermudah terjadinya kerusakan gigi.

5. Pemeliharaan gesehatan gigi dan mulut ibu hamil

a. Cara yang paling mudah dilakukan yaitu dengan:

1) Menyikat gigi secara benar dan teratur sekurang-kurangnya sehari dua

kali sesudah makan dan malam sebelum tidur dengan menggunakan

pasta gigi yang mengandung flour.

2) Berkumur-kumur setiap habis muntah , untuk menghapus keasaman di

dalam mulut yang berpengaruh terhadap terjadinya lubang gigi.

3) Makan makanan yang bergizi tinggi dan mengandung protein,

mineral, vitamin yang diperlukan unpembentukan benih gigi yang

kuat, pertumbuhan bayi yang sehat. Hindari menghisap permen terus-

menerus yang biasanya dilakukan untuk menghilangkan mual.

4) Rujuk segera ke klinik gigi Puskesmas/Dokter gigi bila ditemukan

kelainan/penyakit gigi.

6. Defenisi puskesmas

Pusat Kesehatan Masyarakat adalah suatu kesatuan organisasi

kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan

masyarakat yang juga membantu peran serta masyarakat disamping

memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada

masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentukkegiatan pokok. Menurut


30

Depkes RI, 2004 Puskesmas juga dapat didefinisikan sebagai unit teknis

dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab

menyelenggarakan pembangunan kesehatan disuatu wilayah kerja,

dengan kata lain, puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung jawab

atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya.

Wilayah kerja puskesmas meliputi suatu kecamatan atau sebagian

dari kecamata. Faktor pendapatan penduduk, luas daerah, keadaan geografi

dan keadaan infrastruktur lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam

menentukan wilayah kerja puskesmas. Sasaran penduduk yang dilayani

oleh puskesmas rata-rata 30.000 penduduk setiap puskesmas

(Efendi,2009).

Program pokok puskesmas dilaksanakan sesuai kemampuan

tenaga maupun fasilitas karena program pokok setiap puskesmas berbeda-

beda. Namun demikian program puskesmas yang lazim dan sebenarnya

dilaksanakan ada 18 progam salah satunya usaha kesehatan gigi dan

mulut.
31

B. Kerangka Teori

Faktor-faktoryang mempengaruhi perawatan gigi dan mulut


dengan gingifitis.
a. Factor Internal b. Faktor Eksternal
- Usia - Tingkat pengetahuan
- Jenis kelamin - Perilaku
- Pengalaman - Sosial budaya
- Motivasi - Fasilitas

Tingkat Pengetahuan
Kesehatan Gigi dan Mulut Perilaku
dengan Gingifitas. merupaka semua
a. Ciri-ciri gigi dan gusi macam-macam
yang sehat Kesehatan Gigi perawatan gigi.
b. Manfaat gigi dan gusi dan Mulut dengan a. Menggosok
yang sehat Gingivitis pada gigi
c. Masalah kesehatan gigi ibu hamil b. Memeriksakan
dan gusi kedokter gigi
d. Penyebab kerusakan c. Mengatur
gigi dan gusi makanan
e. Akibat kerusakan gigi d. Penggunaan
dan gusi fluoride
f. Perawatan gigi dan Karakteristik e. Flossing
gusi yang benar Gigi dan Gusi

Gambar 1. Kerangka Teori Penelitian

C. Hipotesis

Berdasarkan kerangka konsep penelitian, maka hipotesis yang diajukan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ha : Ada hubungan antara pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut

dengan gingivitis ibu hamil

Ho : Tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut

dengan gingivitis ibu hamil.


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Pengaruh

Pengetahuan tentang
Gingivitis
Kesehatan Gigi dan
Mulut

Fakto-Faktor
Ibu Hamil Penyebab Giingivitis
1. Faktor Internal
2. Faktor Eksternal

Variabel Terkendali Variabel Tidak Terkendali

Keterangan:

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah survey analitik dimana peneliti akan menguraikan

keadaan dari variabel. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode observasional dengan rancangan penelitian cross sectional study

yaitu untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan

efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada

suatu saat (point time approach) (Notoatmojdo, 2012).

31
32

C. Subjek Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Notoatmodjo, 2012). Populasi pada penelitian ini yaitu semua ibu hamil

yang datang berkunjung di puskesmas Rowosari.

2. Sampel

Menurut Notoatmodjo (2012) sampel adalah objek yang diteliti dan

dianggap mewakili seluruh populasi. Pengambilan sampel menggunakan

teknik purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan pada

situasi pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri. Sampel

dalam penelitian ini adalah ibu hamil yang memeriksakan kesehatan giginya

di poli gigi puskesmas Rowosari berjumlah 40 ibu hamil.

D. Identifikasi Variabel

1. Variabel pengaruh

Variabel pengaruh dalam penelitian ini adalah pengetahuan tentang

kesehatan gigi dan mulut.

2. Variabel terpengaruh

Variabel terpengaruh dalam penelitian ini adalah gingivitis .

3. Variabel terkendali

Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah ibu hamil

4. Variabel tak terkendali

Variabel tak terkendali dalam penelitian ini adalah penyebab gingivitis yang

meliputi faktor internal dan eksternal.


33

E. Definis Operasional Variabel

1. Variabel pengaruh

a. Pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut

Pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut adalah segala

sesuatu yang diketahui responden dan menyebutkan yang berkaitan

dengan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang terdiri dari

kebiasaan menyikat gigi, pengaturan pola makan, dan pemeriksaan gigi

ke dokter gigi.

Pengukuran pengetahuan dapat diukur dengan menggunakan

kuesioner/angket. Untuk mendapatkan data mengenai pengetahuan

responden digunakan alat ukur kuesioner yang berjumlah 20 pertanyaan

dimana dalam ini disediakan dua jawaban/alternatif yaitu Benar dan

Salah, dan responden hanya memilih satu diantaranya dengan ketentuan

bila menjawab benar diberi skor 1, bila jawaban salah diberi skor 0,

kemudian skor dijumlahkan dan dirubah dalam bentuk persentase dengan

rumus (Sarwono,2006):

F
P= × 100%
N

Keterangan:

P = Persentase

F = Jumlah jawaban yang benar

N = Jumlah soal
34

Menurut Arikunto dalam Wawan (2010) pengetahuan seseorang

dapat diketahui dan diinterprestasikan dengan skala yang bersifat

kualitatif, yaitu:

Tabel 3.1 Kategori Kuesioner Pada Aspek Pengetahuan

Kategori Nilai

Hasil persentase 76% -


Baik
100
Hasil persentase 56% -
Cukup
75 %
Kurang Hasil persentase >56%
Skala: Ordinal

2. Variabel Terpengaruh

Variabel terpengaruh dalam penelitian ini yaitu gingivitis pada ibu

hamil. Dengan cara melakukan pemeriksaan gingiva pada ibu hamil dengan

menggunakan gingival indeks (GI) yang telah dikembangkan oleh Leo and

Silness untuk menilai derajat keparahan inflamasi. Pengukuran dilakukan

pada daerah : Facial/labial, mesial ,distal, dan lingual.

Indeks yang ideal memiliki sifat-sifat sederhana, dapat digunakan

dengan cepat, akurat, dapat dipakai ulang, dan dapat digunakan untuk

menghitung (kuantutatif). Indeks gingiva akan mengukur hal-hal seperti :

warna gusi, kontur gusi, perdarahan gusi, luasnya keterlibatan gusidan laju

alir cairan gusi . kebanyakan indeks gingival bersekala ordinal (0, 1, 2, 3,

dan sebagainya) untuk menunjukan tingkat keparahan dan keluasan

peradangan. Angka-angka tersebut biasanya akan dirangkum untuk

menunjukkan status gingival seseorang atau pada suatu populasi.


35

Tabel 3.2 Skor Keadaan Gingiva

Skor Keadaan Gingiva


Gingiva normal : tidak ada keradangan, tidak ada perubahan
0
warna dan tidak ada perdarahan

Peradanagan ringan : terlihat ada sedikit perubahan waran dan


1
sedikit edema, tetapi tidak ada perdarahan saat probing.

Peradangan sedang : warna kemerahan, adanya edema, dan


2
terjadi perdarahan saat probing.
Peradangan berat : warna merah terang atau merah menyalah,
3 adanya edema, ulserasi, kecenderungan adanya perdarahan
spontan.
Skala pengukuran : Ordinal

Perdarahan dinilai dengan cara menelusuri dinding margin gusi

pada bagian dalam saku gusi dengan periodontal probe. Skor keempat area

selanjutnya dijumlahkan dan dibagi empat dan merupakan skor gingival untuk

gigi yang bersangkutan. Dengan menjumlahkan seluruh skor gigi dan dibagi

dengan jumlah gigi yang diperiksa, akan didapat skor GI seseorang.

Kriteria penilaian gingival indeks (GI) sebagai berikut :

Tabel 3.3 Kategori Penilaian Gingiva Indeks


Kriteria Skor kategori
Sehat 0

Peradangan ringan 0,1 – 1,0

Peradangan sedang 1,1 - 2,0


Peradangan berat 2,1 – 3,0

Untuk memudahkan pengukuran, dapat dipakai enam gigi terpilih yang

digunakan sebagai gigi indeks yaitu : molar pertama kanan atas, insisif pertama

kiri atas, premolar pertama kiri atas, molar pertama kiri bawah, insisif pertama
36

kanan bawah, dan premolar pertama kanan bawah. Gigi indeks tersebut dikenal

dengan nama Ramfjord Teeth.

Cara penilaian :

Total skor gingiva


GI =
Jumlah indeks gigi × jumlah permukaan yang diperiksa

F. Instrumen / Alat Ukur Penelitian

Tabel 3.4 Instrumen penelitian

Variabel Metode Instrumen


Penegtahuan kesehatan
Kuesioner Kuesioner
gigi dan mulut
Gingivitis pada ibu
observasi Lembar pemeriksaan
hamil

Alat dan bahan

1. Alat yang digunakan meliputi:

a. Kaca mulut

b. Sonde

c. Nier bekken

d. Alat tulis

2. Bahan yang digunakan meliputi

a. Lembar kuesioner

b. Lembar pemeriksaan

c. Kapas

d. Alkohol
37

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitiaan

1. Tahap persiapan

a. Melakukan perijinan

b. Menyiapkan data sampel

c. Menyiapkan alat dan bahan

d. Menyiapkan instrumen

2. Tahap pelaksanaan

a. Melakukan observasi, yaitu pengamatan langsung pada objek yang akan

diteliti pada waktu singkat dan bertujuan untuk mendapatkan gambaran

mengenai objek kegiatan

b. Pemeriksaan gigi dan mulut

c. Pemeriksaan gingiva indeks dan melakukan pencatatan

d. Memberikan kuesioner kepada ibu hamil kemudian mencatat hasil serta

mengkategorikan

3. Teknik pengumpulan dan pengolahan data

Data yang dikumpulkan kemudian dilakukan proses pengolahan data yang

meliputi :

a. Editing

Bertujuan untuk memeriksakan kelengkapan data, keterbacaan tulisan

dan memeriksa jawaban apakah sudah sesuai dengan maksud pertanyaan

yang diajukan

b. Coding

Langkah pemberian tanda pada atribut dari variabel untuk memudahkan

dalam analisa data


38

c. Scoring

Pertanyaan yang dijawab diberi skor/nilai sesuai dengan yang telah

ditetapkan

d. Tabulating

Kegiatan pengelompokan data sesuai dengan tujuan penelitian yang

selanjutnya dimasukan kedalam tabel.

H. Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji validitas

Uji validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur itu benar-

benar mengukur apa saja yang diukur. Uji valditas digunakan untuk

mengetahui kelayakan kuesioner atau butir-butir dalam suatu daftar

pertanyaan dalam mengidentifikasi suatu variabel, sabiknya dilakukan pada

setiap butir pertanyaan diuji validitasnya. (Notoatmidjo, 2012)

Untuk mengetahui apakah kuesioner yang kita sususn tersebut mampu

mengukur apa yang hendak kita ukur, maka perlu diuji dengan uji korelasi

antara skor (nilai) tiap item (pertanyaan) dengan skor total kuesioner

tersebut. Apabila semua pertanyaan itu mempunyai korelasi yang bermakna

dengan tingkat kesalahan 5% maka semua pertanyaan itu dapat digunakan

untuk mengukur apa yang hendak diukur (Notoatmodjo, 2012)

2. Uji Reliabilitas

Setelah uji validitas, tiga puluh pertanyaan tersebut diuji reliabilitas.

Uji reliabilitas adalah untuk mengetahui apakah kuesioner yang kita susun

konsisten sebagai alat ukur. Interpretasi hasil dimana pertanyaan dikatakan

reliabel dilakukan dengan cara membandingkan dengan nilai alfa (α)


39

cronbach. Soal yang dimiliki tingkat nilai reliabilitas tinggi adalah soal yang

nilai alfa (α) ≥ 0,60. (Notoatmodjo, 2012)

I. Analisa Data

Hasil penelitian akan di analisa dengan menggunakan uji Korelasi, yakni

teknik dalam statistik bivariat yang digunakan untuk mengukur kekuatan

hubungan antara dua variabel. Pengukuran hubungan antara dua variabel untuk

masing-masing kasus akan mengahasilkan keputusan diantaranya: a. Hubungan

kedua variabel tidak ada; b. Hubungan kedua variabel lemah; c. Hubungan

kedua variabel cukup kuat; d. Hubungan kedua variabel kuat; dan e. Hubungan

kedua variabel sanagat kuat.

Penentuan tersebut didasarkan pada kriteria yang menyebutkan jika

hubungan mendekati 1, maka hubungan smakin kuat; sebaliknya jika hubungan

mendekati 0, maka hubungan smakin lemah. Sebelum data diuji maka akan

dilakukan uji normalitas terlebih dahulu. Jika data terdistribusi normal, maka

akan dilakukan uji statistik Korelasi Pearson. Jika data tidak distribusi normal,

maka akan dilakukan uji statistik Korelasi Spearman (Stang, 2014).

J. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Adapun rencana pelaksanaan penelitian yang tertuang pada jadwal

penelitian tentang Hubungan penegtahuan tentang kesehatan gigi dan mulut

dengan gingivitis pada ibu hamil di puskesmas Rowosari kota Semarang akan

terlampir pada daftar lampiran.

Вам также может понравиться