Вы находитесь на странице: 1из 5

EBTKE

Kondisi Perkembangan EBT secara global

Secara umum terjadi peningkatan laju pertumbuhan EBT secara global. Pada tahun 2016, tambahan
bersih untuk kapasitas EBT termasuk tenaga air, tenaga surya, angin, bioenergi, dan gelombang tumbuh
sebesar 165 GW atau enam persen lebih banyak dari 2015. Adapun ditahun yang sama, kapasitas solar
panel tumbuh 50 persen atau lebih dari 74 GW. Kondisi ini merupakan rekor penambahan PV pertama
kali lebih cepat daripada bahan bakar lainnya, bahkan melebihi pertumbuhan batubara. Kemudian
akibat adanya kebijakan pendukung energy rendah karbon serta pengurangan biaya solar PV (lampiran
1) dan angin secara signifikan, mengakibatkan lonjakan kapasitas fotovoltaik surya (PV) khususnya di
China, India dan Amerika Serikat hinggan lebih dari 12% pekiraan IEA. Bahkan IEA telah menaikan tingkat
prediksi jangka panjangnya menjadi 43% porsi energy terbarukan secara global pada tahun 2022 atau
sekitar 920 GW. "Kami melihat energi terbarukan tumbuh sekitar 1.000 GW pada tahun 2022, yang
setara dengan setengah dari kapasitas global saat ini dalam kekuatan batubara," kata Direktur Eksekutif
IEA Fatih Birol. Walaupun batubara akan tetap merupakan sumber pembangkit listrik terbesar di tahun
2022. Namun, kontribusi EBT akan meningkat. Jika pada 2016, penggunaan EBT 34 persen lebih rendah,
namun pada tahun 2022 diprediksi selisihnya menjadi 17 persen.

Kebijakan, Insentif dan Kemudahan dalam Pengembangan EBTKE

 Saat ini Indonesia masih perlu meningkatkan rasio elektrifikasi scara merata dan terjangkau. Namun
dengan komitmen yang telah dibuat dalam Paris Agreement, maka harus mulai secara efektif
memaksimalkan penggunaan EBT sebagai produk pembangkit listrik nasional. Berdasarkan P No 22
Tahyn 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), target kapasitas pembangit listrik
nasional pada tahun 2025 adalah 135 GW dengan EBT menyumbang sebanyak 45 GW yang dibagi
kedalam 7 sektor yaitu panas bumi sbanyak 7.2 GW, Hidro 17.9 GW, Mikrohidro 3 GW, Bionenergi 5.
GW, Surya 6.5 GW, Angin 1.8 GW dan bentuk lainnya 3.1 GW.
 Untuk peraturan pendukung energi baru terbarukan sendiri sudah cukup banyak dibuat, sebagian
dapat dilihat pada lampiran 2. Juga mengenai insentif EBTKE telah dibuat peraturannya oleh
pemerintah (lampiran 3).
 Pemerintah telah menyiapkan berbagai program prioritas sehubungan dengan EBTKE, sebagai
contoh :
Dalam panas bumi ( pengeboran eksplorasi oleh pemerintah & geothermal fund, pelelangan WKP
Indonesia timur)
Dalam Bioenergi (Pengembangan biogas berbasis hutan, Sumba Iconic Island, Biomassa untuk listrik)
Dalam Konversi Energi (standart dan labelling, investment grade audit, ISO 50001)
 Penyederhanaan perizinan yang semula 25 hingga menjadi 10 untuk mempercepat perizinan EBTKE
(lampiran 4).
 Peluang pengembangan wilayah yang keekonomiannya menarik berada di wilayah – wilayah dengan
nilai BPP tinggi (lampiran 5) akan sekaligus membantu penyebaran kemerataan pembangunan listrik
di Indonesia. Salah satu contohnya hasil pertemuan Wamen ESDM dengan Duta Besar Jerman dan
Siemens menghasilkan kajian lebih lanjut mengenai invstasi EBT di Wilayah Timur Indonesia. Selain
itu juga ada MOU Menteri ESDM dan Menteri Kebijakan dan Energi Swedia untuk pengembangan
EBT di Indonesia.
 Hingga saat ini tercatat sudah 13 PPA (Power Purchase Agreement) di 6 wilayah (Sulselbar,
Suluttenggo, Sumut, Aceh, NTT, Babel) dengan harga dibawah peraturan Permen 12/2017.

Tantangan dan Peluang


 Pengembangan pembangkit ET akan lebih cepat jika tersedia soft loan dengan tenor lama;
 Perlu mengintensifkan kerjasama teknis dengan pihak luar negeri dalam rangka transfer of
technology dan pengembangan SDM;
 Peluang pemanfaatan biofuel masih sangat besar, khususnya bioethanol;
 Implementasi ESCO (Energy Service Company) yang merupakan kerjasama di bidang konservasi
energi tanpa anggaran dana APBN/APBD sehingga pemerintah Zero Investment terbuka lebar
untuk ditingkatkan;
 Budaya hemat energi harus terus didengungkan.
Lampiran

1. Perkembangan harga tenaga listrik surya di berbagai negara

2. List Kebijakan sehubungan dengan pendukung energi baru terbarukan :


1. Undang-undang Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi; Undang-undang ini merupakan
regulasi payung, meskipun memberikan penekanan khusus terhadap EBT Pasal 20 ayat (3)
mengamanatkan bahwa penyediaan energi baru dan energi terbarukan wajib ditingkatkan
oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya;
2. Undang-undang Nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan;
3. Undang-undang Nomor 21 tahun 2014 tentang Panas Bumi;
4. Undang-undang Nomor 16 tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement To The United
Nations Framework Convention On Climate Change;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, Pasal 9
mengamanatkan bahwa peran Energi Baru dan Energi Terbarukan paling sedikit 23% tahun
2025 dan paling sedikit 31% tahun 2050 sepanjang keekonomiannya terpenuhi;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2017 tentang Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak
Langsung;
7. Peraturan Presiden Nomor 4/2016 tentang Percepatan Infrastruktur Ketenagalistrikan, Pasal
14 mengamanatkan bahwa pelaksanaan percepatan infrastruktur ketenagalistrikan
mengutamakan pemanfaatan energi baru dan terbarukan;
8. Peraturan Presiden Nomor 22/2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN);
9. Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Fisik
Pemanfaatan Energi Baru dan Energi Terbarukan;
10. Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi
Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik;
11. Beberapa Peraturan Menteri Keuangan tentang insentif fiskal dan non fiskal pengembangan
EBT.

3. Kebijakan mengenai insentif dibidang EBTKE:


1. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang
2. Fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu
dan/atau di daerah-daerah tertentu.
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 172/PMK.010/2016 tentang
4. Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Untuk Kegiatan Usaha Pertambangan/Pengusahaan
Panas Bumi pada Tahap Eksplorasi.
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89/PMK.010/2015 tentang
6. Tata Cara Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang
Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu Serta Pengalihan Aktiva dan Sanksi Bagi
Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang Diberikan Fasilitas Pajak Penghasilan.
7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.010/2015 tentang
8. Perubahan Keempat Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/Pmk.03/2010 Tentang
Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran Atas Penyerahan
Barang dan Kegiatan di Bidang Impor Atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain.
9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 142/PMK.010/2015 tentang
10. Perubahan Keempat Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231/Kmk.03/2001 Tentang
Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Impor
Barang Kena Pajak yang Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk.
11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.011/2007 tentang
12. Tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang Untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan
Gas Bumi Serta Panas Bumi.
13. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 268/PMK.03/2015 tentang
14. Tata Cara Pemberian Fasilitas Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Atas
Impor dan/ atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis dan Tata
Cara Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat
Strategis yang Telah Dibebaskan serta Pengenaan Sanksi.

4. Penyederhanaan Perizinan dan Non Perizinan


5. Diagram wilayah dengan pembelian harga tenaga listrik 100% BPP

Вам также может понравиться