Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Keterangan :
Y = Pendapatan (income)
C = Konsumsi
a = Konstanta, besarnya konsumsi saat tidak ada pendapatan ( sama dengan nol)
disebut konsumsi otonom.
b = Tambahan melakukan konsumsi bila ada tambahan pendapatan, disebut hasrat
konsumsi
marginal, merupakan perbandingan antara perubahan pengeluaran konsumsi dan
perubahan pendapatan.
APC = C/Y dan MPC = ∆C/∆Y
Keterangan:
∆S = Tambahan tabungan
∆Y = Tambahan pendapatan
Di dalam fungsi konsumsi S = –a + (1 – b)Y, maka besarnya MPS = 1 – b Karena b =
MPC, maka MPS = 1 – MPC atau MPS + MPC = 1. Untuk fungsi saving berbetuk
garis lurus besarnya nilai S, yaitu marginal propensity to save, pada semua tingkatan
pendapatan nasional adalah sama.
Faktor yang memengaruhi Tabungan (S), yaitu:
1) Pendapatan yang diterima
Semakin banyak pendapatan yag diterima berarti semakin banyak pula pendapatan
yang disisihkan untuk saving.
2) Hasrat untuk menabung (Maginal Propensity to Save)
Hal ini didorong dengan keinginan masing-masing individu dalam mengalokasikan
pendapatannya untuk ditabung karena pertimbangan keamanan.
3) Tingkat suku bunga bank
Semakin tinggi tingkat suku bunga simpanan maka semakin banya
masyarakatuntuk menabung (saving).
4. Pendapatan nasional keseimbangan
A. Perhitungan Pendapatan Nasional Keseimbangan Pada Perekonomian 1 Sektor
(Perekonomian Tertutup)
Y=C
C = a + by (Fungsi Konsumsi)
b = MPC = Marginal Propensity to Consume = dc:dy = Besarnya perubahan
konsumsi (dc) sebagai akibat adanya perubahan pendapatan (dy)
a = besarnya konsumsi ( c ) pada waktu y = 0, disebut konsumsi otonom
APC = c:y = Average Propensity to consume =Hasrat rata-rata konsumsi
masyarakat .
C = (APC – MPC ) Y + bY
Contoh :
Pada tingkat pendapatan nasional pertahunnya sebesar Rp.100 M. Besarnya
konsumsi sebesar Rp.95 M per tahun. Pada tingkat pendapatan nasional
sebesar Rp. 120 M pertahun besarnya konsumsi pertahunnya Rp. 110 M,
Carilah fungsi konsumsi, gambarkan fungsi konsumsi, cari keseimbangan
pendapatan nasional pada tingkat Y berapa ?
Diketahui : Y1 = Rp.100 M, maka C = Rp. 95 M
Y2 = Rp. 120 M, maka C = Rp. 110 M
Ditanya : Fungsi C ?, Gambarkan fungsi C ?, cari Y = C ?
Dijawab :APC1 = C : Y = 95 : 100 = 0.95
Y=C
C = 20 + 0.75y
Jika Y = 0 maka C = 20 , titik A ( 0 ; 20)
Jika Y = 80 maka C = 80, titik B ( 80 ; 80)
Contoh :
Diketahui fungsi konsumsi C = 20 + 0.75y, besarnya investasi pertahun I = 40, cari
besarnya pendapatan nasional equilibrium (keseimbangan) ?, cari besarnya konsumsi
equilibrium ?, dan cari besarnya saving equilibrium ?.
Jawab : Y = C + I
Y = 20 + 0.75Y + 40
0.25Y = 60
0.25Y = 60
Ye = 240 (Besarnya pendapatan nasional equilibrium )
C = 20 + 0.75y
C = 20 + 0.75 (240)
C = 200 (Besarnya consumsi equilibrium)
S=Y–C
S = 240 – 200 = 40 ; (S = I = 40) (Besarnya saving equilibrium)
Gambar Grafiknya
C = 20 + 0.75Y
Jika Y = 0 maka C = 20 ; (titik 0;20)
Jika Y = 240 maka C = 200 ; (titik 240;200)
C + I = 60 + 0.75Y
Jika Y = 0 maka C+I = 60 (titik 0;60)
Jika Y = 240 maka C+I= 240 (titik 240;240)
S=Y–C
C = a + bY
S = Y – (a+bY)
S = Y – a – bY
S = -a + Y – bY
S = -a + (1-b)Y ( Formula Fungsi Tabungan)
S = -20 + ( 1 – 0.75)Y
S = -20 + 0.25Y1.
Contoh :
Diketahui C0 atau a = 50. MPC = 0.75. I=Io=20. G=15
Ditanya tentukan keseimbangan pendapatan nasional :
Dijawab : Y = C + I + G
C = 50 + 0.75Y
I = 20
G = 15
Y = 50 + 0.75Y + 20 + 15
Y = C + I + G = 85 + 0.75Y
0.25Y = 85
Ye = 340
Gambar Grafik
C + I + G = 85 + 0.75Y
Jika y = 0 maka C + I + G = 85
Jika y = 340 maka C + I G = 340
Jika Y = 0 maka S = -20 (titik 0;-20)
Jika Y = 240 maka S = 40 (titik 240;40)
Y + dY = 1 ( a + I ) + 1 (dI)
(1 – b ) (1 – b )
Karena Y = = 1 ( a + I )
(1 – b )
Maka dY = = 1 ( d I )
(1 – b )
Maka dY = = 1
dI (1 – b )
Maka Ki = 1
(1 – b )
Ditanya :
a. Berapa besarnya pendapatan nasional ekuilibrium (NIE)?
b. Berapa besarnya pajak yang diterima pemerintah?
c. Berapa besarnya C, S, X, M Equilibrium?
d. Berapa besarnya surplus/defisit yang terjadi?
e. Gambar Grafiknya?
Jawab :
a) Y = C + I + G + (X-M)
Y = 440 + 0.80Yd + 10 + 0.05Y + 15 + 15 + 0.10Y- (4+0.01Y)
Y = 440 + 0.80 (Y + 20 – ( -10 + 0.05Y) + 10 + 0.05Y + 15 + 15 + 0.10Y – 4 -
0.01Y
Y = 440 + 0.80 (Y + 20 +10 - 0.05Y) + 10 + 0.05Y + 15 + 15 + 0.10Y – 4 - 0.01Y
Y = 440 + 0.80 (0.95Y + 30) + 10 + 0.05Y + 15 + 15 + 0.10Y – 4 - 0.01Y
Y = 440 + 0.76Y + 24 + 10 + 0.05Y + 15 + 15 + 0.10Y – 4 - 0.01Y
Y = 500 + 0.90Y
Y = 5000 (NIE)
S = - 440 + 0.20 Yd
S = -440 + 0.20 (4780)
S = -440 + 956
S = 516
A. Faktor-faktor Ekonomi
1. Pendapatan Rumah Tangga (Household Income)
Pendapatan rumah tangga sangat besar pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi.
Biasanya makin baik (tinggi) tingkat pendapatan, tingkat konsumsi makin tinggi.
Kerena ketika tingkat pendapatan meningkat, kemampuan rumah tangga untuk
membeli aneka kebutuhan konsumsi menjadi makin besar. Atau mungkin juga pola
hidup makon konsumtif, setidak-tidaknya semakin menuntut kualitas yang baik.
Contoh yang amat sederhana adalah jika pendapatan sang ayah masih sangat rendah,
biasanya beras yang dipilih untuk konsumsi juga beras kelas rendah/menengah.
2. kekayaan Rumah Tangga ( Household Wealth)
Tercakup dalam pengertian kekayaan rumah tangga adalah kekayaan riil (misalnya:
rumah,tanah dan mobil) dan financial (deposito berjangka, saham, surat-surat
berharga). Kekayaan tersebut dapat meningkatkan konsumsi, karena menambah
pendapatan disposibel. Misalnya bunga deposito yang diterima tiap bulan dan deviden
yang diterimaa setiap tahun menambah pendapatan rumah tangga.
3. Jumlah Barang-barangt Konsumsi Tahan Lama Dalam Masyarakat
Pengeluaran konsumsi masyarakat juga dipengaruhi oleh jumlah barang-barang
konsumsi tahan lama (consumers durables). Pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi
bisa bersifat positif (menambah) dan negatif (mengurangi). Barang-barang tahan lama
biasnya harganya mahal, yang untuk memperolehnya dibutuhkan waktu untuk
menabung. Apabila membelinya secara tunai, maka sebelum membeli harus banyak
menabung.
4. Tingkat Bunga
Tingkat bunga yang tinggi dapat mengurangi konsumsi, baik dilihat dari sisi keluarga
yang memiliki kelebihan uang maupun yang kekurangan uang. Dengan tingkat bunga
yang tinggi, maka biaya ekonomi dari konsumsi akan semakin mahal. Bagi mereka
yang ingin mengkonsumsi dengan berutang dahulu, misalnya dengan meminjam dari
bank atau menggunakan fasilitas kartu kredit, biaya bunga semakin mahal, sehingga
lebih baik mengurangi konsumsi. Tingkat bunga yang tinggi menyebabkan
menyimpan uang di bank terasa lebih menguntungkan ketimbang dihabiskan untuk
dikonsumsi. Jika tingkat bunga lebih rendah yang terjadi adalah sebaliknya.
5. Perkiraan Taenatang Masa Depan (Household expectation about the future)
Jika rumah tangga memperkirakan masa depannya makin baik, mereka akan merasa
lebih leluasa untuk melakukan konsumsi. Karenanya pengeluaran konsumsi
cenderung meningkat.
B. Faktor-faktor Demografi
1. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi secara
menyeluruh, walaupun rata-rata per orang atau keluaraga relatif rendah. Misalnya,
walaupun tingkat konsumsi rata-rata penduduk Indonesia lebih rendah daripada
penduduk Singapura, tetapi secara absoult tingkat pengeluaran konsumsi Indonesia
lebih besar daripada penduduk Singapura. Sebab jumlah penduduk Indonesia lima
puluh kali lipat penduduk Singapura.
2. Komposisis Penduduk
Komposisi penduduk satu negara dapat dilihat dari beberapa klasifikasi diantaranya :
usia (produktif dan tidak produktif), pendidikan (rendah, menengah, tinggi) dan
wilayah tinggal ( pekotaan atau pedesaan).
c. Faktor-faktor Non-Ekonomi
faktor-faktor ekonomi yang paling berpengaruh terhadap besarnya konsumsi adalah
faktor sosial-budaya masyarakat. Misalnya, berubahnya pola kebiasaan makan,
perubahan etika dam tata nilai karena ingin meniru kelopmok masyarakat lain yang
dianggap lebih hebat. Tidak mengherankan bila ada rumah tangga yang mengeluarkan
uang ratusan juta, bahakan miliarab rupiah, hanya untuk membeli rumah idaman.
Dalam dunia nyata, sulit memilah-milah faktor apa mempengaruhi apa, seingga
menyebabkan tejadinya perubahan/peningkatan konsumsi. Karena itu bisa saja terjadi
dalam kelompok masyarakat yang berpendapat rendah yang memaksakan untuk
membeli barang-barang dan jasa yang sebenarnya tidak sesuai dengan
kemampuannya.
6. Model konsumsi siklus hidup
Model konsumsi siklus hidup lebih menekankan pada variabel sosial ekonomi,
di mana yang lebih menjadi perhatian adalah variabel usia (umur). Model ini
dikembangkan oleh Franco Modigliani, Albert Ando, Richard Brumberg. Di dalam
teorinya dijelaskan bahwa pengeluaran konsumsi seseorang sangat tergantung dari
perjalanan umur seseorang.
Model siklus hidup ini membagi perjalanan manusia ke dalam 3 periode:[5]
1. Periode belum produktif (0 tahun sampai dengan usia kerja). Dalam tahap ini
dikatakan oleh ABM bahwa seseorang melakukan konsumsi dalam kondisi
“Dissaving”, kenapa demikian karena seseorang melakukan konsumsi sangat
tergantung pada orang lain.
2. Periode produktif (dari usia kerja sampai dengan usia di mana orang tersebut
sudah menjelang usia tua). Tahap ini dikatakan bahwa seseorang berkonsumsi
dalam kondisi “Saving”, kenapa dikatakan demikian, karena seseorang pada tahap
ini pengeluaran konsumsinya sudah tidak tergantung pada orang lain.
3. Periode tidak produktif lagi. Tahap ini seseorang kembali berada dalam kondisi
“Dissaving”, dengan kata lain bahwa seseorang melakukan konsumsi kembali
tergantung pada orang lain. Karena dalam tahap ini seseorang tidak lagi mampu
untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri.
Formulasi model fungsi konsumsi siklus hidup sebagai berikut:
C = aW
Ada tiga faktor yang membentuk nilai W
a) Nilai sekarang penghasilan dari kekayaan yaitu berupa bunga, sewa.
b) Nilai sekarang penghasilan dari balas jasa kerja yaitu berupa upah, gaji.
c) Nilai sekarang penghasilan upah yang diharapkan diterima seumur hidup.
W = Yp/i W
i = tingkat bunga
Yp = i W
Y = Yp + Yt
Yp = pendapatan permanen
Yt = pendapatan sementara
8. Teori pendapatan relative
Teori Konsumsi dengan hipotesis pendapatan relatif dikemukakan oleh James
Duesenberry. Dalam teorinya, Duesenberry menggunakan dua asumsi, yaitu:
Selera sebuah rumah tangga atas barang konsumsi adalah interdependen.
Artinya, pengeluaran konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh pengeluaran yang
dilakukan oleh orang sekitarnya (tetangganya).
Pengeluaran konsumsi adalah irreversible. Artinya, pola pengeluaran
seseorang pada saat penghasilan naik berbeda dengan pola pengeluaran pada saat
penghasilan mengalami penurunan.
Duesenberry menyatakan bahwa teori konsumsi atas dasar penghasilan absolut
sebagaimana yang dikemukakan oleh Keynes tidak mempertimbangkan aspek
psikologis seseorang dalam berkonsumsi. Duesenberry menyatakan bahwa
pengeluaran konsumsi suatu rumah tangga (seseorang) sangat dipengaruhi oleh posisi
(kedudukan) rumah tangga tersebut di masyarakat sekitarnya. Apabila seorang
konsumen senantiasa melihat pola konsumsi tetangganya yang penghasilannya lebih
tinggi, maka orang tersebut cenderung menirunya (demonstrations effect). Namun,
seseorang peniruan pola konsumsi tetangga harus dilihat dari kedudukan relatif orang
tersebut pada masyarakat sekelilingnya.
Misalnya, seseorang berpenghasilan Rp. 3 juta setiap bulan dan tinggal di lingkungan
masyarakat yang rata-rata berpenghasilan Rp. 500.000. Ia akan cenderung untuk
menabung lebih banyak dan berkonsumsi lebih sedikit, sebab penghasilannya relatif
lebih tinggi dibandingkan penghasilan rumah tangga sekitarnya.
Keterangan :
(1) Alternatif tingkat produksi yang akan dicapai perusahaan atau tingkat pendapatan
nasional yang akan dicapai dengan kondisi faktor produksi yang ada.
(2) Pengeluaran agregat aktual yang terdiri dari konsumsi, investasi, pengeluaran
pemerintah dan ekspor
(3) Kegiatan ekonomi sebagai akibat perbedaan tersebut.
Pada saat (1) < (2), adalah kondisi dimana pengeluaran agregat melebihi produksi
nasional, dengan demikian faktor produksi yang tersedia tidak cukup untuk
mencukupi tingkat konsumsi yang ada sekarang, sehingga pemerintah harus
mengadakan kegiatan perekonomian yang bersifat ekspansi seperti mencari dan
membangun faktor produksi yang baru.
Pada saat (1) = (2), adalah kondisi dimana pengeluaran agregat sama dengan tingkat
produksi nasional yang ada, dengan demikian pemerintah tidak perlu melakukan
perubahan atas kondisi kegiatan ekonomi yang sedang berjalan.
Pada saat (1) > (2), adalah kondisi dimana pengeluaran agregat lebih kecil dari tingkat
produksi nasional, dengan demikian terdapat terdapat faktor produksi yang
menganggur dan atau kelebihan produksi. Sehingga, pemerintah akan melakukan
kegiatan ekonomi yang bersifat kontraksi seperti menurunkan tingkat investasi
dengan menaikkan suku bunga, dan membuat kebijakan yang dapat menurunkan
tingkat produksi nasional seperti pembatasan dalam bentuk izin, lisensi, kuota dan
lainnya.
Refrensi
http://oviaws.blogspot.com/2014/04/fungsi-tabungan-dan-fungsi-tabungan.html
http://putreeoktaviani.blogspot.com/2012/11/makalah-pendapatan-nasional-
keseimbangan.html
https://www.google.com/?gws_rd=ssl#q=Model+konsumsi+siklus+hidup
http://susisitisapaah.blogspot.com/2011/05/teori-konsumsi.html
http://rifdoisme.wordpress.com/2012/09/19/teori-konsumsi/
http://gioakram13.blogspot.com/2013/04/teori-ekonomi-pandangan-klasik-
dan.html