Вы находитесь на странице: 1из 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Buah dan Sayuran merupakan jenis pangan yang penting untuk kesehatan

masyarakat, karena melengkapi kebutuhan gizi manusia yang berfungsi sebagai

sumber vitamin, mineral, protein nabati, dan serat. Demikian pentingnya arti buah

dan sayuran bagi kesehatan, menurut anjuran gizi sebaiknya mengkonsumsi

minimal lima porsi sayuran dan buah setiap hari. Ini berarti sayuran sebaiknya

selalu tersedia pada setiap waktu makan (Khomsan, 2002).

Mengingat pentingnya buah dan sayuran bagi kesehatan, dan semakin

meningkatnya kesadaran gizi masyarakat sehingga minat masyarakat

mengkonsumsi buah dan sayuran juga semakin meningkat, maka jaminan

keamanan pangan selalu menjadi pertimbangan utama dalam perdagangan baik

nasional maupun internasional. Disamping itu pemahaman tentang masalah

sanitasi sehingga cara penanganan sayuran sampai ketingkat rumah tangga bisa

terjamin keamanannya dan memenuhi syarat kesehatan.

Keamanan pangan dan mutu produk pertanian (pangan segar) sangat

menentukan keamanan, mutu dan gizi produk selanjutnya setelah produk segar

tersebut ditangani, diolah, disimpan, didistribusikan dan disajikan. Oleh

karenanya keamanan pangan merupakan syarat penting yang harus melekat pada

pangan yang hendak dikonsumsi oleh manusia. Keamanan pangan menjadi

perhatian utama bagi organisasi pertanian dan pangan dunia (FAO dan WHO).

FAO dan WHO meminta negara-negara untuk menerapkan standar keamanan dan

1
mutu pangan internasional untuk melindungi kesehatan dan perdagangan pangan

(WHO Press Release, 2001 dalam Badan Bimas Ketahanan Pangan, 2008).

Pada saat ini buah dan sayuran baik yang diproduksi dalam negeri maupun

import yang beredar dipasaran dan siap dikonsumsi diindikasikan masih banyak

mengandung permasalahan pangan. Kehawatiran ini berkaitan dengan belum

terpenuhinya persyaratan keamanan pangan diantaranya adalah adanya kandungan

cemaran Bahan Beracun Berbahaya (B3). Pestisida sebagai salah satu jenis B3

banyak dipergunakan oleh petani produsen untuk melindungi tanaman dan hasil

panen, tanpa disadari dapat menimbulkan keracunan atau pencemaran pada buah

dan sayuran karena residu yang ditinggalkan.

Penggunaan pestisida pada buah dan sayuran bertujuan untuk

mengendalikan populasi hama dan penyakit supaya tidak menimbulkan kerugian

secara ekonomi. Namun pada kenyataannya dengan kemajuan teknologi agak sulit

untuk dapat meningkatkan produk hasil tanpa penggunaan pestisida sehingga

penggunaannya jadi berlebihan. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa

residu pestisida pada buah dan sayuran sudah sampai pada tingkat membahayakan.

Hal ini terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : frekuensi

penyemprotan, dosis, jenis pestisida yang digunakan serta penyemprotan yang

tidak mengikuti aturan semestinya, seperti melakukan penyemprotan pada saat

akan panen (Histifarina dkk, 2003).

Pada makalah ini, akan dibahas mengenai cemaran pada bahan pangan

seperti buah dan sayur akibat pestisida serta dampak negatifnya bagi kesehatan

manusia.

2
1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Apa pengertian dari pestisida ?

2. Apa dampak negatif dari penggunaan pestisida ?

3. Bagaimana cara mengurangi residu pestisida pada pengolahan bahan pangan

(buah dan sayur) ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa pengertian dari pestisida.

2. Untuk mengetahui apa dampak negatif dari penggunaan pestisida.

3. Untuk mengetahui bagaimana cara mengurangi residu pestisida pada

pengolahan bahan pangan (buah dan sayur).

1.4 Manfaat

Adapun makalah ini dibuat dengan harapan dapat memberikan manfaat

bagi berbagai pihak yang membacanya, khususnya pengetahuan mengenai

cemaran pestisida pada produk bahan pangan dan dampak negatifnya bagi

kesehatan manusia dan lingkungan sekitar.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pestisida

Pestisida (Inggris: pesticide) berasal dari kata pest yang berarti hama dan
cide yang berarti mematikan atau racun. Jadi pestisida adalah racun hama. Secara
umum pestisida dapat didefinisikan sebagai bahan yang digunakan untuk
mengendalikan populasi jasad yang dianggap sebagai pest yang secara langsung
maupun tidak langsung merugikan kepentingan manusia.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1973 tentang pengawasan


atas peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida, pestisida adalah semua
zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:
a. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang
merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil pertanian.
b. Memberantas rerumputan.
c. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan.
d. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian
tanaman tidak termasuk pupuk.
e. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan peliharaan atau
ternak.
f. Memberantas atau mencegah hama-hama air.
g. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam
rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan.
h. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan
penggunaan pada tanaman, tanah atau air.
Menurut The United States Environtmental Pesticide Control Act,
pestisida adalah sebagai berikut:
1. Semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk mengendalikan,
mencegah atau menangkis gangguan serangga, nematode, gulma, virus,

4
bakteri, jasad renik yang dianggap hama, kecuali virus, bakteri atau jasad
renik lainnya yang terdapat pada manusia dan binatang.
2. Semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur pertumbuhan
tanaman atau pengering tanaman (Djojosumarto, 2004).

2.2 Dampak Penggunaan Pestisida

Kita mengetahui bahwa pestisida sangat berguna dalam membantu petani


merawat pertaniannya. Pestisida dapat mencegah tanaman cabai dari serangan
OPT. Hal ini berarti jika para petani menggunakan pestisida, hasil panen tanaman
cabai akan meningkat dan akan membuat hidup para petani cabai menjadi
semakin sejahtera. Dengan adanya pemahaman tersebut, pestisida sudah
digunakan di hampir setiap lahan pertanian.Tetapi. Di lain pihak dengan
penggunaan pestisida , maka kehilangan hasil akibat OPT dapat ditekan, tetapi
menimbulkan dampak terhadap lingkungan.
Memang dapat diakui , pestisida banyak memberi manfaat dan keuntungan.
Diantaranya, cepat menurunkan populasi jasad penganggu tanaman dengan
periode pengendalian yang lebih panjang, mudah dan praktis cara penggunaannya,
mudah diproduksi secara besar-besaran serta mudah diangkut dan disimpan.
Manfaat yang lain, secara ekonomi penggunaan pestisida relatif menguntungkan.
Namun, bukan berarti penggunaan pestisida tidak menimbulkan dampak buruk.
Akhir-akhir ini disadari bahwa pemakaian pestisida, khususnya pestisida
sintetis ibarat pisau bermata dua. Dibalik manfaatnya yang besar bagi peningkatan
produksi pertanian, terselubung bahaya yang mengerikan. Tak bisa dipungkiri,
bahaya pestisida semakin nyata dirasakan masyarakat, terlebih akibat penggunaan
pestisida yang tidak bijaksana. Kerugian berupa timbulnya dampak buruk
penggunaan pestisida, dapat dikelompokkan atas 3 bagian : (1). Bahaya pestisida
pada produk bahan pangan, (2). Pestisida berpengaruh negatif terhadap kesehatan
manusia, dan (3). Pestisida berpengaruh buruk terhadap kualitas lingkungan.

2.2.1 Bahaya Pestisida Pada Produk Bahan Pangan

Salah satu program kesehatan adalah memberian penyuluhan mengenai


pentingnya intake makanan yang begizi seperti sayur dan buah. Namun, sayur dan

5
buah juga harus diperhatikan dari segi kandungan pestisida yang terdapat
didalamnya. Buah-buahan dan sayuran selama proses penanaman pemanenan,
penyimpanan, dan pengangkutan ke pasar, buah dan sayuran berpeluang
terkontaminasi bahan kimia pertanian aseperti residu pestisida, antibiotik
pertanian, pupuk dan bahan perangsang tumbuh. Karena itu sebelum diolah dan
dikonsumsi, buah dan sayuran harus dicuci terlebih dahulu dengan air bersih.
Kerusakan yang sering terjadi adalah karena benturan fisik, serangan serangga dan
serangan mikroorganisme. Buah dan sayuran yang rusak terlihat busuk, berubah
warna dan rasa, serta berlendir.

Keamanan pangan merupakan hal yang penting dalam kehidupan, dan


terdapat relevansi atau dampak bagi perlindungan tanaman. Keamanan pangan
(Untung,2007) menyebutkan bahwa keamanan pangan adalah sebuah sistem yang
digunakan untuk menjamin agar pangan tidak tercemar oleh organisme penyakit
atau bahan kimia yang berbahaya sehingga tidak turut dikonsumsi oleh manusia.
Rangkaian tahapan proses produksi, pengolahan dan pemasaran, yait mulai dari
lahan pertanian sampai dengan pangan di atas meja, merupakan tahapan penting
dalam menjamin keamanan pangan produ yang akan dikonsumsi.
Namun, batasan penggunaan pestisida dalam tumbuhan tidak sesuai dengan batas
maksimum kandungan cemaran di dalam pangan dan produk pertanian seperti
nilai Batas Maksimum Residu Pestisida (BPMR).

Berdasarkan fakta bahwa saat ini penggunaan pestisida jenis insektisida


digunakan mencapai 70% dari total pestisida kimia yang digunakan di Indonesia.
Jenis-jenis tanaman tersebut adalah padi, keledai, sayuran, buah-buahan, dan
tanaman perkebunan. Pestisida yang disemprotkan segera bercampur dengan
udara dan langsung terkena sinar matahari. Pestisida dapat mengalami
fotodekomposisi di udara. Dalam udara pestisida mengalami perkolasi atau ikut
terbang menurut aliran angin. Makin halus butiran larutan makin besar
kemungkinan ia ikut perlokasi dan makin jauh ikut diterbangkan arus angin.
Sebagian pestisida jatuh pada tanaman, melekat dan menyebar menutup permuaan
tanaman. Bagi pestisida yang tidak sistemik mungkin sebagian kecil dapat masuk
melalu mulut daun atau terserap dalam tubuh tanaman.

6
2.2.2 Dampak Negatif Pestisida Terhadap Kesehatan Manusia

Pestisida secara harfiah berarti pembunuh hama, berasal dari kata pest dan
sida. Pest meliputi hama penyakit secara luas, sedangkan sida berasal dari kata
“caedo” yang berarti membunuh. Pada umumnya pestisida, terutama pestisida
sintesis adalah biosida yang tidak saja bersifat racun terhadap jasad pengganggu
sasaran. Tetapi juga dapat bersifat racun terhadap manusia dan jasad
bukan target termasuk tanaman, ternak dan organisma berguna lainnya.
Apabila penggunaan pestisida tanpa diimbangi dengan perlindungan dan
perawatan kesehatan, orang yang sering berhubungan dengan pestisida, secara
lambat laun akan mempengaruhi kesehatannya. Pestisida meracuni manusia tidak
hanya pada saat pestisida itu digunakan, tetapi juga saat mempersiapkan, atau
sesudah melakukan penyemprotan.
Kecelakaan akibat pestisida pada manusia sering terjadi, terutama dialami
oleh orang yang langsung melaksanakan penyemprotan. Mereka dapat
mengalami pusing-pusing ketika sedang menyemprot maupun sesudahnya, atau
muntah-muntah, mulas, mata berair, kulit terasa gatal-gatal dan menjadi luka,
kejang-kejang, pingsan, dan tidak sedikit kasus berakhir dengan kematian.
Kejadian tersebut umumnya disebabkan kurangnya perhatian atas keselamatan
kerja dan kurangnya kesadaran bahwa pestisida adalah racun.
Kadang-kadang para petani atau pekerja perkebunan, kurang menyadari
daya racun pestisida, sehingga dalam melakukan penyimpanan dan
penggunaannya tidak memperhatikan segi-segi keselamatan. Pestisida sering
ditempatkan sembarangan, dan saat menyemprot sering tidak menggunakan
pelindung, misalnya tanpa kaos tangan dari plastik, tanpa baju lengan panjang,
dan tidak mengenakan masker penutup mulut dan hidung. Juga cara
penyemprotannya sering tidak memperhatikan arah angin, sehingga cairan
semprot mengenai tubuhnya. Bahkan kadang-kadang wadah tempat pestisida
digunakan sebagai tempat minum, atau dibuang di sembarang
tempat. Kecerobohan yang lain, penggunaan dosis aplikasi sering tidak sesuai
anjuran. Dosis dan konsentrasi yang dipakai kadang-kadang ditingkatkan hingga
melampaui batas yang disarankan, dengan alasan dosis yang rendah tidak mampu
lagi mengendalikan hama dan penyakit tanaman.

7
Secara tidak sengaja, pestisida dapat meracuni manusia atau hewan ternak
melalui mulut, kulit, dan pernafasan. Sering tanpa disadari bahan kimia beracun
tersebut masuk ke dalam tubuh seseorang tanpa menimbulkan rasa sakit yang
mendadak dan mengakibatkan keracunan kronis. Seseorang yang menderita
keracunan kronis, ketahuan setelah selang waktu yang lama, setelah berbulan atau
bertahun. Keracunan kronis akibat pestisida saat ini paling ditakuti, karena efek
racun dapat bersifat karsiogenic (pembentukan jaringan kanker pada
tubuh), mutagenic (kerusakan genetik untuk generasi yang akan datang),
danteratogenic (kelahiran anak cacad dari ibu yang keracunan).
Pestisida dalam bentuk gas merupakan pestisida yang paling berbahaya
bagi pernafasan, sedangkan yang berbentuk cairan sangat berbahaya bagi kulit,
karena dapat masuk ke dalam jaringan tubuh melalui ruang pori kulit. Menurut
World Health Organization (WHO), paling tidak 20.000 orang per tahun, mati
akibat keracunan pestisida. Diperkirakan 5.000-10.000 orang per tahun
mengalami dampak yang sangat fatal, seperti mengalami penyakit kanker, cacat
tubuh, kemandulan dan penyakit liver. Tragedi Bhopal di India pada bulan
Desember 1984 merupakan peringatan keras untuk produksi pestisida sintesis.
Saat itu, bahan kimia metil isosianat telah bocor dari pabrik Union Carbide yang
memproduksi pestisida sintesis (Sevin). Tragedi itu menewaskan lebih dari 2.000
orang dan mengakibatkan lebih dari 50.000 orang dirawat akibat keracunan.
Kejadian ini merupakan musibah terburuk dalam sejarah produksi pestisida
sintesis.
Selain keracunan langsung, dampak negatif pestisida bisa mempengaruhi
kesehatan orang awam yang bukan petani, atau orang yang sama sekali tidak
berhubungan dengan pestisida. Kemungkinan ini bisa terjadi akibat sisa racun
(residu) pestisida yang ada didalam tanaman atau bagian tanaman yang
dikonsumsi manusia sebagai bahan makanan. Konsumen yang mengkonsumsi
produk tersebut, tanpa sadar telah kemasukan racun pestisida melalui hidangan
makanan yang dikonsumsi setiap hari. Apabila jenis pestisida mempunyai residu
terlalu tinggi pada tanaman, maka akan membahayakan manusia atau ternak yang
mengkonsumsi tanaman tersebut. Makin tinggi residu, makin berbahaya bagi
konsumen.

8
Dewasa ini, residu pestisida di dalam makanan dan lingkungan semakin
menakutkan manusia. Masalah residu ini, terutama terdapat pada tanaman sayur-
sayuran seperti kubis, tomat, petsai, bawang, cabai, anggur dan lain-lainnya.
Sebab jenis-jenis tersebut umumnya disemprot secara rutin dengan frekuensi
penyemprotan yang tinggi, bisa sepuluh sampai lima belas kali dalam semusim.
Bahkan beberapa hari menjelang panenpun, masih dilakukan aplikasi pestisida.
Publikasi ilmiah pernah melaporkan dalam jaringan tubuh bayi yang dilahirkan
seorang ibu yang secara rutin mengkonsumsi sayuran yang disemprot pestisida,
terdapat kelainan genetik yang berpotensi menyebabkan bayi tersebut cacat tubuh
sekaligus cacat mental.
Belakangan ini, masalah residu pestisida pada produk pertanian dijadikan
pertimbangan untuk diterima atau ditolak negara importir. Negara maju umumnya
tidak mentolerir adanya residu pestisida pada bahan makanan yang masuk ke
negaranya. Belakangan ini produk pertanian Indonesia sering ditolak di luar
negeri karena residu pestisida yang berlebihan. Media massa pernah
memberitakan, ekspor cabai Indonesia ke Singapura tidak dapat diterima dan
akhirnya dimusnahkan karena residu pestisida yang melebihi ambang batas.
Demikian juga pruduksi sayur mayur dari Sumatera Utara, pada tahun 80-
an masih diterima pasar luar negeri. Tetapi kurun waktu belakangan ini, seiring
dengan perkembangan kesadaran peningkatan kesehatan, sayur mayur dari
Sumatera Utara ditolak konsumen luar negeri, dengan alasan kandungan residu
pestisida yang tidak dapat ditoleransi karena melampaui ambang batas..
Pada tahun 1996, pemerintah Indonesia melalui Surat Keputusan Bersama
Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian sebenarnya telah membuat keputusan
tentang penetapan ambang batas maksimum residu pestisida pada hasil
pertanian. Namun pada kenyatannya, belum banyak pengusaha pertanian atau
petani yang perduli. Dan baru menyadari setelah ekspor produk pertanian kita
ditolak oleh negara importir, akibat residu pestisida yang tinggi. Diramalkan, jika
masih mengandalkan pestisida sintesis sebagai alat pengendali hama,
pemberlakuan ekolabelling dan ISO 14000 dalam era perdagangan bebas,
membuat produk pertanian Indonesia tidak mampu bersaing dan tersisih serta
terpuruk di pasar global.

9
2.2.3 Dampak Negatif Pestisida Terhadap Lingkungan

Masalah yang banyak diprihatinkan dalam pelaksanaan program


pembangunan yang berwawasan lingkungan adalah masalah pencemaran yang
diakibatkan penggunaan pestisida di bidang pertanian, kehutanan, pemukiman,
maupun di sektor kesehatan. Pencemaran pestisida terjadi karena adanya residu
yang tertinggal di lingkungan fisik dan biotis disekitar kita. Sehingga akan
menyebabkan kualitas lingkungan hidup manusia semakin menurun.
Pestisida sebagai bahan beracun, termasuk bahan pencemar yang
berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Pencemaran dapat terjadi
karena pestisida menyebar melalui angin, melalui aliran air dan terbawa melalui
tubuh organisme yang dikenainya. Residu pestisida sintesis sangat sulit terurai
secara alami. Bahkan untuk beberapa jenis pestisida, residunya dapat bertahan
hingga puluhan tahun. Dari beberapa hasil monitoring residu yang dilaksanakan,
diketahui bahwa saat ini residu pestisida hampir ditemukan di setiap tempat
lingkungan sekitar kita. Kondisi ini secara tidak langsung dapat menyebabkan
pengaruh negatif terhadap organisma bukan sasaran. Oleh karena sifatnya yang
beracun serta relatif persisten di lingkungan, maka residu yang ditinggalkan pada
lingkungan menjadi masalah.
Residu pestisida telah diketemukan di dalam tanah, ada di air minum, air
sungai, air sumur, maupun di udara. Dan yang paling berbahaya racun pestisida
kemungkinan terdapat di dalam makanan yang kita konsumsi sehari-hari, seperti
sayuran dan buah-buahan.
Aplikasi pestisida dari udara jauh memperbesar resiko pencemaran,
dengan adanya hembusan angin. Pencemaran pestisida di udara tidak terhindarkan
pada setiap aplikasi pestisida. Sebab hamparan yang disemprot sangat luas. Sudah
pasti, sebagian besar pestisida yang disemprotkan akan terbawa oleh hembusan
angin ke tempat lain yang bukan target aplikasi, dan mencemari tanah, air dan
biota bukan sasaran.
Pencemaran pestisida yang diaplikasikan di sawah beririgasi sebahagian
besar menyebar di dalam air pengairan, dan terus ke sungai dan akhirnya ke laut.
Memang di dalam air terjadi pengenceran, sebahagian ada yang terurai dan
sebahagian lagi tetap persisten. Meskipun konsentrasi residu mengecil, tetapi

10
masih tetap mengandung resiko mencemarkan lingkungan. Sebagian besar
pestisida yang jatuh ke tanah yang dituju akan terbawa oleh aliran air irigasi.
Di dalam air, partikel pestisida tersebut akan diserap oleh mikroplankton-
mikroplankton. Oleh karena pestisida itu persisten, maka konsentrasinya di dalam
tubuh mikroplankton akan meningkat sampai puluhan kali dibanding dengan
pestisida yang mengambang di dalam air. Mikroplankton-mikroplankton tersebut
kelak akan dimakan zooplankton. Dengan demikian pestisida tadi ikut termakan.
Karena sifat persistensi yang dimiliki pestisida, menyebabkan konsentrasi di
dalam tubuh zooplankton meningkat lagi hingga puluhan mungkin ratusan kali
dibanding dengan yang ada di dalam air. Bila zooplankton-zooplankton tersebut
dimakan oleh ikan-ikan kecil, konsentarsi pestisida di dalam tubuh ikan-ikan
tersebut lebih meningkat lagi. Demikian pula konsentrasi pestisida di dalam
tubuh ikan besar yang memakan ikan kecil tersebut. Rantai konsumen yang
terakhir yaitu manusia yang mengkonsumsi ikan besar, akan menerima
konsentrasi tertinggi dari pestisida tersebut.
Model pencemaran seperti yang dikemukakan, terjadi melalaui rantai
makanan, yang bergerak dari aras tropi yang terendah menuju aras tropi yang
tinggi. Mekanisme seperti yang dikemukakan, diduga terjadi pada kasus
pencemaran Teluk Buyat di Sulawesi, yang menghebohkan sejak tahun lalu.
Diduga logam-logam berat limbah sebuah industri PMA telah terakumulasi di
perairan Teluk Buyat. Sekaligus mempengaruhi secara negatif biota perairan,
termasuk ikan-ikan yang dikonsumsi masyarakat setempat.
Kasus pencemaran lingkungan akibat penggunaan pestisida dampaknya
tidak segera dapat dilihat. Sehingga sering kali diabaikan dan terkadang dianggap
sebagai akibat sampingan yang tak dapat dihindari. Akibat pencemaran
lingkungan terhadap organisma biosfer, dapat mengakibatkan kematian dan
menciptakan hilangnya spesies tertentu yang bukan jasad sasaran. Sedangkan
kehilangan satu spesies dari muka bumi dapat menimbulkan akibat negatif jangka
panjang yang tidak dapat diperbaharui. Seringkali yang langsung terbunuh oleh
penggunaan pestisida adalah spesies serangga yang menguntungkan seperti lebah,
musuh alami hama, invertebrata, dan bangsa burung.

11
Di daerah Simalungun, diketahui paling tidak dua jenis spesies burung
yang dikenal sebagai pengendali alami hama serangga, saat ini sulit diketemukan
dan mungkin saja sedang menuju kepunahan. Penyebabnya, salah satu adalah
akibat pengaruh buruk pestisida terhadap lingkungan, yang tercemar melalui
rantai makanan.
Spesies burung Anduhur Bolon, disamping pemakan biji-bijian, juga
dikenal sebagai predator serangga, khususnya hama Belalang (famili Locustidae)
dan hama serangga Anjing Tanah (famili Gryllotalpidae). Untuk mencegah
gangguan serangga Gryllotalpidae yang menyerang kecambah padi yang baru
tumbuh, pada saat bertanam petani biasanya mencampur benih padi dengan
pestisida organoklor seperti Endrin dan Diendrin yang terkenal sangat ampuh
mematikan hama serangga. Jenis pestisida ini hingga tahun 60-an masih diperjual-
belikan secara bebas, dan belum dilarang penggunaaanya untuk kepentingan
pertanian.
Akibat efek racun pestisida, biasanya 2-3 hari setelah bertanam serangga-
serangga Gryllotalpidae yang bermaksud memakan kecambah dari dalam
tanah, mengalami mati massal dan menggeletak diatas permukaan
tanah. Bangkai serangga ini tentu saja menjadi makanan yang empuk bagi
burung-burung Anduhur Bolon, tetapi sekaligus mematikan spesies burung
pengendali alami tersebut.
Satu lagi, spesies burung Tullik. Burung berukuran tubuh kecil ini
diketahui sebagai predator ulat penggerek batang padi (Tryporiza sp). Bangsa
burung Tullik sangat aktif mencari ulat-ulat yang menggerek batang padi,
sehingga dalam kondisi normal perkembangan serangga hama penggerek batang
padi dapat terkontrol secara alamiah berkat jasa burung tersebut. Tetapi seiring
dengan pesatnya pemakaian pestisida, terutama penggunaan pestisida sistemik,
populasi burung tersebut menurun drastis. Bahkan belakangan ini, spesies tersebut
sulit diketemukan. Hilangnya spesies burung ini, akibat efek racun yang
terkontaminasi dalam tubuh ulat padi, yang dijadikan burung Tullik sebagai
makanan utamanya.
Belakangan ini, penggunaan pestisida memang sudah diatur dan
dikendalikan. Bahkan pemerintah melarang peredaran jenis pestisida tertentu yang

12
berpotensi menimbulkan dampak buruk. Tetapi sebahagian sudah terlanjur. Telah
banyak terjadi degradasi lingkungan berupa kerusakan ekosistem, akibat
penggunaan pestisida yang tidak bijaksana. Salah satu contohnya adalah
hilangnya populasi spesies predator hama, seperti yang dikemukakan.

2.3 Membersihkan, Menyimpan dan Mengolah Bahan Pangan

A. Cara Menghilangkan Residu Pestisida pada Buah dan Sayuran

1. Gunakan air bersih yang matang dan mengalir untuk membersihkan


sayuran. Jangan gunakan air yang diam, karena air yang diam (direndam)
akan membuat racun yang sudah larut menempel lagi pada sayuran.
Bilaslah sayuran dengan air yang bersih.
2. Cuci semua bagian sayuran, termasuk bagian dalam. Buang bagian terluar
dari sayuran berdaun.
3. Cuci dengan sabun khusus food grade misalnya pigeon liquid cleanser
atau mama lemon.
4. Gunakan sikat gigi atau sikat yang lembut untuk membersihkan pestisida
dari buah dan sayur, serta tetap gunakan air yang mengalir.
5. Selain pencucian, perendaman dengan air panas (blanching) berisi garam
juga akan mengurangi kandungan pestisida.
6. Sayuran mentah mungkin mengandung residu pestisida lebih tinggi.
Pemasakan atau pengolahan yang baik terbukti dapat menekan kandungan
residu pestisida.
B. Cara Menyimpan Buah dan Sayur yang Benar

1. Pastikan sayur dan buah menjadi segar dan tahan lama.


2. Sayur dan buah dicuci, dibungkus dengan kertas dan simpan di dalam
kulkas.
3. Jlka tidak ada kulkas, disimpan di tempat yang dingin dan redup di dapur.
Hindari penggunaan tas plastik agar tidak menjadi layu dan hilang
vitaminnya.
4. Buah seperti pisang jangan disimpan di dalam kulkas karena kulitnya akan
menjadi hitam dan busuk.

13
5. Sayur dan buah di dalam kemasan hendaklah dipindahkan di dalam wadah,
kemudian disimpan di kulkas.

C. Cara Mengolah Buah dan Sayur

Sayur dan buah kaya dengan vitamin dan garam mineral. Vitamin C
mudah rusak atau larut pada saat dimasak, melalui proses pengoksidaan, dan
cara pemotongan atau pengupasan. Sayur dan buah perlu dicuci bersih untuk
menghilangkan kotoran, serangga yang melekat, dan sisa racun pestisida,
kemudian baru dipotong. Jangan merendam sayur-sayuran dan buah-buahan
yang telah dipotong, karena vitamin C mudah larut di dalam air .
Buah-buahan yang perlu dikupas kulitnya harus cepat disantap karena
vitamin C mudah teroksida oleh udaradan suhu yang tinggi Hindari
memotong sayuran dan buah terlalu kecil karena ukuran kecil juga
menyebabhan mudah terjadi proses pengoksidaan. Sebaiknya buah-buahan
segar baru dipotong ketika hendak dimakan saja. Sel yang rusak akan
mengeluarkan enzim dan menyebabkan hilangnya vitamin C. Jangan
memasak sayur-sayuran terlampau masak (Natural vol 9, 2005, hal 44).

14
BAB III
PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisa masalah diatas kita dapat menyimpulkan bahwa


sebagian besar sayur dan buah yang dijual dipasaran mengandung residu pestisida.
Pestisida adalah suatu zat kimia yang digunakan para petani untuk membasmi
hama. Yang dapat menyebabkan berbahaya apabila penggunaan pestisida tersebut
tidak tepat serta takaran yang berlebih atau tidak pas. Pestisida dapat menjadi
racun pada manusia karena formula atau campurannya yang berbahaya serta
menimbulkan penyakit kronis dalam jangka waktu yang panjang. Misalnya kanker,
tumor, dan lain sebagainya. Memang bahaya tersebut tidak akan dirasakan secara
langsung oleh konsumen, tapi jika terus-terusan zat kimia tersebut akan
mengendap ditubuh dan menyebabkan kanker.
Penggunaan pestisida dalam makanan terutama untuk sayur dan buah di
Indonesia sendiri sudah menjadi hal yang urgen bahkan dijadian dewa penyelamat
bagi para petani. Jika penggunaan pestisida ini ini tidak sesuai peraturan yang
ditetapkan, bahkan hanya ingin mendapatan keuntungan semata, maka efek
negatiflah yang justru menjadi perhatian bagi kita semua, terutama bagi para
konsumen yang akan mengonsumsinya. Perlunya pengetahuan bagi para
konsumen dalam memilih produk makanan yang tidak mengandung pestisida
sehingga dapat mencegah penyakit yang dapat ditimbulkan oleh residu estisida
tersebut.
Pemilihan bahan makanan yang tidak mengandung pestisida tidak selalu
menghasilkan produk hasil tani yang kurang mulus, banyak lubang akibat dimaan
ulat, tapi jika pertanian di ndonesia mampu menggunakan produk pestisida yang
ramah lingkungan kemungkinan dihasilkan produk pertanian yang bagus, dan
kecil kemungkinan terdapatnya lubang yang dimaan oleh ulat tanaman buah dan
sayur. Jika residu pestisida sudah tercemar dalam makanan dan manusia
mengonsumsinya dampak yang ditimbulkan sangat berbahaya seperti yang sudah
disebutkan dalam pembahasan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. http://usitani.wordpress.com/2009/02/26/dampak-negatif-


penggunaan - pestisida/. Diakses pada tanggal 27 Oktober 2017.

Hidayat, Natawigena dan G. Satari. 1981. Kecenderungan Penggunaan Pupuk


dan Pestisida dalam Intensifikasi Pertanian dan Dampak Potensialnya
Terhadap Lingkungan. Seminar terbatas 19 Maret 1981 Lembaga Ekologi
Unpad Bandung.
Khomsan, Ali. 2006. Solusi Makanan Sehat. : Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Mulyani, S. dan M. Sumatera. 1982. Masalah Residu Pestisida pada Produk


Hortikultura. Simposium Entomologi, Bandung 25 – 27 September 1982.
Widyastuti, Palupi. 2005. Bahaya Bahan Kimia Pada Kesehatan Manusia dan
Lingkungan. Jakarta Pusat : Buku Kedokteran EGC.

16

Вам также может понравиться